• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI BERMAIN SIMPAI PADA ANAK KELOMPOK A TK TUNAS IBU SELOMARTANI KECAMATAN KALASAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI BERMAIN SIMPAI PADA ANAK KELOMPOK A TK TUNAS IBU SELOMARTANI KECAMATAN KALASAN."

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

UPAY MEL PROGRA YA MENING LALUI BER T Diaj un guna

AM STUDI P JURU UNI GKATKAN RMAIN SIM TK TUNAS KECAM ukan kepada Universita ntuk Memenu Memperole Et NIM PENDIDIKA USAN PEND FAKULTAS IVERSITAS N KEMAMP MPAI PADA IBU SELOM MATAN KAL SKRIPSI a Fakultas Il as Negeri Yo uhi Sebagian eh Gelar Sarj

Oleh: tik Sumiarsih M 111112410

AN GURU P DIDIKAN AN

S ILMU PEN NEGERI Y

PUAN MOT A ANAK K

MARTANI LASAN mu Pendidik ogyakarta n Persyaratan jana Pendidi h 035 PENDIDIKAN NAK USIA D NDIDIKAN OGYAKAR TORIK KA KELOMPOK I kan n ikan

N ANAK US DINI

RTA

ASAR K A

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

"Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat" “Mens sana in corpore sano”

(Ermawan Susanto)

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Almarhum Ayahanda tercinta, terima kasih untuk kasih sayang, motivasi dan doa yang tiada henti dipanjatkan untuk ananda semasa hidupnya, dan untuk Ibunda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Agama, Nusa dan Bangsa.

(7)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI BERMAIN SIMPAI PADA ANAK KELOMPOK A

TK TUNAS IBU SELOMARTANI KECAMATAN KALASAN

Oleh Etik Sumiarsih NIM 11111241035

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak kelompok A TK Tunas Ibu Selomartani kecamatan Kalasan melalui bermain simpai.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah anak-anak kelompok A TK Tunas Ibu Selomartani yang terdiri dari 3 anak perempuan dan 5 anak laki-laki. Obyek penelitian ini adalah kemampuan motorik kasar anak khususnya koordinasi, keseimbangan dan kelentukan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi. Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Indikator keberhasilan dalam penelitian adalah apabila sudah memenuhi minimal 75% dari jumlah anak dapat mencapai kriteria kemampuan motorik kasar dengan predikat sangat baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan motorik kasar anak meningkat setelah dilakukan tindakan dengan bermain simpai. Peningkatan dapat dilihat dari observasi yang telah dilakukan pada hasil observasi Pra tindakan diperoleh 12,5% atau 1 anak dari 8 anak yang berada pada kriteria sangat baik. Selanjutnya pada Siklus I dilakukan kegiatan bermain simpai dengan langkah-langkah: 1) guru menjelaskan aturan bermain simpai di awal kegiatan bermain, 2) guru memberikan motivasi pada anak untuk melakukan kegiatan bermain. Setelah pelaksanaan Siklus I hasil penelitian kemampuan motorik anak meningkat menjadi 25% atau 2 anak dari jumlah keseluruhan anak yang mencapai kriteria sangat baik. Hasil tersebut belum memenuhi kriteria keberhasilan, kemudian pada Siklus II dilakukan kegiatan bermain simpai dengan langkah-langkah: 1) guru menjelaskan aturan bermain simpai pada setiap sesi permainan, 2) kegiatan bermain simpai dilaksanakan dalam bentuk games, 3) guru memotivasi anak dengan memberikan reward, 4) durasi kegiatan bermain simpai ditingkatkan. Setelah pelaksanaan Siklus II hasil penelitian meningkat menjadai 87,5% atau 7 anak dari jumlah keseluruhan anak yang mencapai kriteria sangat baik. Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian membuktikan bahwa melalui bermain simpai dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar anak kelompok A.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang telah dilimpahkan, karena hanya dengan hidayah dan inayah-Nya sehingga penyusun skripsi dengan judul “upaya meningkatkan kebugaran jasmani melalui bermain simpai pada anak kelompok A TK Tunas Ibu Selomartani kecamatan Kalasan” dapat tersusun dengan baik dan lancar.

Penulisan skripsi diajukan sebagai salah satu syarat penyusunan tugas akhir guna meraih Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Jurusan Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar, Fakultas Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta tahun akademik 2014/2015.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan motivasi dan arahan dalam pelaksanaan penelitian serta motivasi pada penyusunan skripsi ini.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ...

vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Identifikasi Masalah ... 6

C.

Batasan Masalah ... 7

D.

Rumusan Masalah ... 7

E.

Tujuan Penelitian ... 7

F.

Manfaat Penelitian ...

7

G.

Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.

Kemampuan Motorik Kasar ... 10

1.

Pengertian Motorik Kasar ... 10

(11)

3.

Sasaran Perkembangan Motorik ... 13

a. Pengayaan Motorik ... 13

b. Kesadaran Motorik ... 14

4.

Perkembangan Kemampuan Gerak Dasar Anak Usia 4-5 Tahun ... 15

5.

Pembelajaran Motorik Anak Usia Dini ... 16

6.

Komponen Kebugaran Jasmani yang Berhubungan dengan Keterampilan

Motorik Kasar ... 17

B.

Konsep Bermain ... 22

1.

Pengertian Bermain ... 22

2.

Tujuan dan Manfaat Bermain ... 24

3.

Karakteristik Bermain Anak Usia Dini ... 26

C.

Bermain Simpai ... 27

1.

Sejarah Simpai

...

27

2.

Pengertian Simpai ... 28

3.

Karakteristik Bermain Smpai ... 29

4.

Keunggulan Simpai ... 30

5.

Pentingnya Simpai dan Alasan Memilih Bermain Simpai ... 31

4.

Proses Bermain Simpai di TK ... 32

D.

Hakekat Anak Usia Dini ... 34

1.

Pengertian Anak Usia Dini ... 34

2.

Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-kanak ... 35

E.

Kerangka Pikir ... 36

F.

Penelitian yang Relevan ...

37

G.

Hipotesis ...

38

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian ... 39

B.

Desain Penelitian ... 40

(12)

D.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ... 44

E.

Jadwal Penelitian ... 44

F.

Teknik Pengumpulan Data ... 45

G.

Instrumen Penelitian ... 46

H.

Teknik Analisis Data ... 49

I.

Indikator Keberhasilan ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian ... 51

1.

Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51

2.

Pelaksanaan Pra Tindakan Kelas ... 52

3.

Pelaksanaan Penelitian Siklus I ... 54

a.

Perencanaan Siklus I ... 54

b.

Pelaksanaan Siklus I ... 55

1)

Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Pertama... 55

2)

Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Kedua ... 62

3)

Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Ketiga ... 67

c.

Observasi Siklus I ... 73

1)

Hasil Observasi Siklus I Pertemuan Pertama ... 73

2)

Hasil Observasi Siklus I Pertemuan Kedua ... 75

3)

Hasil Observasi Siklus I Pertemuan Ketiga ... 77

d.

Refleksi Siklus I ... 79

e.

Hipotesis Tindakan Siklus II ... 81

4.

Pelaksanaan Penelitian Siklus II ... 81

a.

Perencanaan Siklus II ... 81

b.

Pelaksanaan Siklus II ... 83

1)

Pelaksanaan Siklus II Pertemuan Pertama ... 83

2)

Pelaksanaan Siklus II Pertemuan Kedua ... 90

3)

Pelaksanaan Siklus II Pertemuan Ketiga ... 96

(13)

1) Hasil Observasi Siklus II Pertemuan Pertama ... 104

2) Hasil Observasi Siklus II Pertemuan Kedua ... 107

d.

Refleksi Siklus II ... 112

B.

Pembahasan Hasil Penelitian ... 112

C.

Keterbatasan Penelitian ...

115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan ...

116

B.

Saran ...

117

1.

Bagi Anak ... 117

2.

Bagi Guru ... 117

3.

Bagi Peneliti Selanjutnya ...

118

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1.

Rencana Jadwal Penelitian ... 44

Tabel 2.

Lembar Observasi

Check List

Motorik Kasar... 46

Tabel 3.

Kisi-kisi Instrumen ... 47

Tabel 4.

Rubrik Penilaian Koordinasi ... 47

Tabel 5.

Rubrik Penilaian Keseimbangan ... 48

Tabel 6.

Rubrik Penilaian Kelentukan ... 48

Tabel 7.

Kriteria Motorik Kasar Menurut Acep Yoni ... 50

Tabel 8.

Kriteria Motorik Kasar Anak Kelompok A TK Tunas Ibu ... 50

Tabel 9.

Hasil Observasi Kondisi Pra Tindakan Motorik Kasar ... 54

Tabel 10. Hasil Observasi Motorik Kasar melalui Bermain Simpai pada

Siklus I Pertemuan Pertama ...

74

Tabel 11. Hasil Observasi Motorik Kasar melalui Bermain Simpai pada

Siklus I Pertemuan Kedua ...

75

Tabel 12. Hasil Observasi Motorik Kasar melalui Bermain Simpai pada

Siklus I Pertemuan Ketiga ...

77

Tabel 13. Rekapilasi Hasil Observasi Motorik Kasar Anak pada Pra

Tindakan sampai pada Siklus I ...

78

Tabel 14. Hasil Observasi Motorik Kasar melalui Bermain Simpai pada

Siklus II Pertemuan Pertama ...

104

Tabel 15. Hasil Observasi Motorik Kasar melalui Bermain Simpai pada

Siklus II Pertemuan Kedua ...

107

Tabel 16. Hasil Observasi Motorik Kasar melalui Bermain Simpai pada

Siklus II Pertemuan Ketiga ...

110

(15)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1 Siklus PTK menurut Kemmis & Taggart Model Spiral ... 40

Gambar 2 Ilustrasi Kegiatan Penguluran Siklus I ... 58

(16)

DAFTAR GRAFIK

hal

Grafik 1

Peningkatan Motorik Kasar Pra Tindakan-Siklus I ... 78

Grafik 2

Grafik Rekapitulasi Kemampuan Motorik Kasar... 111

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Surat Keterangan Validasi ... 123

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian ... 125

Lampiran 3 Lembar

Check List

dan Rubrik Penilaian ...

130

Lampiran 4 Jadwal Penelitian ... 134

Lampiran 5 Rencana Kegiatan Harian ... 136

Lampiran 6 Lembar Observasi Penilaian ... 155

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang mendasar

bagi kehidupan manusia. Harun Rasyid (2009: 38) berpendapat bahwa proses

pendidikan di Indonesia dikelompokkan menjadi 4, yaitu Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD) untuk usia 0-6 tahun, Pendidikan Dasar untuk usia 7-15 tahun,

Pendidikan Menengah untuk usia 16-18 tahun, dan Pendidikan Tinggi untuk usia

18 tahun keatas. Dari pendapat tersebut salah satu tahap pendidikan di Indonesia

adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut Undang-undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan

bahwa,

“Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”

Merujuk dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan anak usia

dini menekankan pada pemberian rangsangan pendidikan sebagai bekal kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut dengan upaya mengoptimalkan

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sejak usia dini. Pada

umumnya aktivitas anak usia dini begitu aktif, maka masalah gerak dan belajar

gerak menjadi sangat penting dan harus mendapat perhatian khusus. Penanaman

gerak yang benar sangat penting, sebab akan sangat memberikan kontribusi

(19)

pembelajaran di PAUD seharusnya mampu memfasilitasi anak untuk

mengoptimalkan kemampuan motorik kasar anak melalui kegiatan yang

menyenangkan bagi anak.

Program pendidikan di PAUD mengarah pada pengembangan semua

aspek perkembangan yang mencakup: pengembangan fisik motorik, bahasa,

kognitif, sosial-emosional dan moral agama. Merujuk dari apa yang telah

dipaparkan di atas, salah satu lingkup perkembangan yang perlu distimulasi sejak

dini adalah kemampuan motorik anak. Perkembangan fisik motorik merupakan

perkembangan gerakan jasmani yang melalui kegiatan pada pusat syaraf, dan otot

yang saling terkoordinasi (Hurlock, 1978: 150). Pada aspek perkembangan

motorik anak usia dini masih dikerucutkan lagi menjadi motorik halus dan

motorik kasar.

Peningkatan kemampuan motorik kasar pada anak kelompok A (usia 4-5

tahun) menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.

58 pasal 1 yang tertuang dalam standar TPP (Tingkat Pencapaian

Perkembangan), diantaranya dengan cara memanfaatkan alat permainan di luar

kelas. Aktivitas bermain di luar kelas biasanya akan melibatkan aktivitas fisik

seperti: melompat, meloncat, melempar, berlari atau bisa juga dengan merangkak.

Bermain merupakan metode belajar yang menyenangkan bagi anak usia dini.

Steven mengungkapkan melalui kegiatan bermain dengan berbagai variasi

mainan, anak dirangsang secara umum tahap perkembangan berfikirnya,

bahasanya, komunikasinya, pergaulannya dan serta seluruh motoriknya (Harun,

(20)

Biasanya aktivitas anak usia dini begitu aktif, maka masalah gerak dan

belajar gerak menjadi sangat penting dan harus mendapat perhatian khusus. Agar

dapat menstimulasi perkembangan motorik dengan maksimal, diperlukan

banyaknya kesempatan untuk pengembangan aktivitas fisik seperti berlari,

melompat, melempar, mendorong, dan menarik (Harun Rasyid, 2009: 111).

Sesuai dengan pendapat di atas dapat disimpulkan begitu pentingnya penerapan

pembelajaran motorik kasar anak usia dini untuk mengoptimalkan pertumbuhan

anak. Penanaman motorik yang benar pengembangan yang optimal merupakan

salah satu tugas dan fungsi utama pendidik anak usia dini.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti saat melakukan PPL

(Praktek Pengalaman Lapangan) di TK Tunas Ibu Selomartani, Kalasan, Sleman

khususnya pengamatan dalam perkembangan kemampuan motorik kasar anak-

anak masih mengalami hambatan. Dalam aktivitas fisik terdapat anak yang aktif

namun, ada juga beberapa anak yang cenderung pasif. Saat proses pembelajaran

berlangsung sering ditemukan anak yang mengantuk dan terlihat kurang

bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Pada saat dilakukan permainan tradisional outdoor Sunda Manda dan

permainan Kucing dan Tikus bersama mahasiswa PPL gerak anak masih terlihat

kurang terampil dan kurang bersemangat saat melakukan gerakan bahkan ada

anak yang belum mau melakukan kegiatan outdoor. Selain itu, saat melakukan

gerakan berjengket (ingkling) pada permainan Sunda Manda dan menerobos

rintangan tangan pada permainan Kucing dan Tikus anak-anak masih mengalami

(21)

anak masih belum berkembang dengan optimal. Setelah permainan selesai dan

berlanjut ke pembelajaran di dalam kelas ada beberapa anak yang terlihat

kelelahan, terlihat kurang bersemangat dan menyenderkan kepala di meja saat

melakukan kegiatan belajar di dalam kelas.

Pada proses pembelajaran di TK Tunas Ibu Selomartani guru kurang

melibatkan aktivitas fisik anak. Metode yang digunakan guru dalam proses

pembelajaran sebatas tanya jawab dan pengerjaan Lembar Kerja Anak (LKA).

Selain itu, kegiatan bermain yang menggunakan gerak fisik anak masih jarang

dilakukan sehingga stimulasi gerak anak masih kurang. Penggunaan media

pembelajaran yang kurang bervariatif menyebabkan anak kurang antusias dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya anak

usia dini memiliki rentang konsentrasi yang pendek sehingga anak mudah bosan

dengan rutinitas yang kurang bervariasi. Untuk dapat menarik minat anak pada

kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan hal ini dapat dilakukan dengan

kegiatan bermain sebagai sarana belajar bagi anak.

Dilihat dari segi sarana dan prasarana yang ada di TK Tunas Ibu memang

masih terbatas. Alat permainan outdoor yang ada berupa plosotan, kincir putar

dan bola dunia. Sedangkan untuk alat permainan seperti; bola, tali, bola besar,

bola kecil, tongkat dan simpai di TK Tunas Ibu belum tersedia. Ketersediaan

alat-alat tersebut sebenarnya mampu dimanfaatkan dalam aktivitas outdoor untuk

(22)

Untuk memperkuat hasil observasi peneliti melakukan wawancara dengan

guru. Guru kelompok A mengungkapkan bahwa anak-anak di kelompok A

memang memiliki karakteristik yang bermacam-macam, ada anak yang aktif

bergerak namun tidak sedikit juga anak yang pendiam dan tidak banyak bergerak

serta terlihat kurang bersemangat. Guru menyadari bahwa kegiatan outdoor di TK

Tunas Ibu memang jarang dilakukan. Guru juga menjelaskan bahwa dulu di TK

Tunas Ibu pernah dilakukan kegiatan senam irama yang dilakukan pada hari

Jum’at, namun saat masuk pada kegiatan pembelajaran di kelas justru anak

terlihat kelelahan dan kondisi kelas tidak kondusif, sehingga kegiatan senam

irama jarang sekali dilakukan di TK tersebut. Merujuk dari berbagai permasalahan

tersebut dipandang perlu untuk diberikan perlakuan agar kemampuan motorik

kasar anak kelompok A di TK Tunas Ibu Selomartani dapat berkembang optimal.

Pada TPP (Tingkat Pencapaian Perkembangan) pada indikator aspek fisik

motorik terdapat indikator bermain dengan simpai. Simpai adalah suatu alat yang

berbentuk lingkaran dengan bahan lunak yang dapat digunakan untuk

mengembangkan berbagai macam aktivitas gerak atau permainan yang bisa

dilakukan secara perorangan atau berpasangan bahkan berkelompok, dan secara

umum dapat dilakukan dimana saja (M. Muhyi Faruq, 2009: 2). Merujuk dari

pengertian simpai di atas peneliti mencoba untuk mengenalkan anak dengan

media simpai. Saat peneliti menggunakan media simpai pada pembelajaran di TK

Tunas Ibu Selomartani anak-anak terlihat tertarik dengan media yang digunakan

(23)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan

Kemampuan Motorik Kasar melalui Kegiatan Bermain Simpai pada Anak

Kelompok A TK Tunas Ibu Selomartani kecamatan Kalasan”. Jika metode

bermain melalui permainan outdoor sederhana diterapkan dalam proses

pembelajaran, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar di TK

Tunas Ibu Selomartani.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran belum banyak melibatkan aktivitas fisik anak.

2. Kemampuan motorik kasar anak belum optimal.

3. Belum dilaksanakannya kegiatan outdoor melalui praktik bermain yang

mengasah kemampuan fisik-motorik anak.

4. Kurangnya stimulasi untuk perkembangan motorik kasar anak.

5. Belum diketahui seberapa efektif kegiatan bermain simpai bagi peningkatan

motorik kasar anak.

6. Sarana dan prasarana untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak

(24)

C.Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, terdapat beberapa permasalahan

yang muncul. Namun tidak semua masalah yang teridentifikasi akan diteliti

karena keterbatasan kajian teori yang ada, waktu, tenaga, dan biaya. Oleh karena

itu, dalam penelitian ini kajian dibatasi pada kemampuan motorik kasar anak yang

belum optimal dan belum digunakannya simpai dalam pembelajaran motorik

kasar di TK Tunas Ibu Selomartani.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan “Bagaimana Upaya Meningkatkan Kemampuan

Motorik Kasar melalui Kegiatan Bermain Simpai pada Anak Kelompok A TK

Tunas Ibu Selomartani, kecamatan Kalasan?”.

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan

kemampuan motorik kasar melalui bermain simpai pada anak kelompok A di TK

Tunas Ibu Selomartani, kecamatan Kalasan.

F.Manfaat Hasil Penelitian

(25)

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

guna mengembangkan pengetahuan tentang bagaimana proses pembelajaran

dengan bermain simpai untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak

kelompok A.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Anak

Dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar melalui kegiatan bermain.

b) Manfaat bagi guru

Guru dapat mengetahui dan mengevaluasi peningkatan dari bermain

simpai sebagai media meningkatkan kemampuan motorik kasar pada anak.

c) Manfaat bagi peneliti

Peneliti dapat mengembangkan ilmu yang didapat dari perkuliahan dan

mengaplikasikannya pada anak untuk meningkatkan kemampuan motorik

kasar anak.

G.Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disampaikan

definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Motori Kasar

Kemampuan motorik kasar merupakan kemampuan yang memerlukan

(26)

menciptakan gerakan. Komponen-komponen motorik yang akan ditingkatkan

dalam penelitian ini adalah koordinasi, keseimbangan dan kelentukan. Koordinasi

merupakan kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerakan

yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif. Keseimbangan

merupakan kemampuan mempertahankan sikap dan posisi tubuh secara tepat dan

saat berdiri diam (static balance) atau pada saat melakukan gerakan (dynamic

balance). Kelentukan merupakan kemampuan sendi untuk melakukan gerakan

dalam ruang sendi secara maksimal.

2. Bermain Simpai

Bermain simpai merupakan aktivitas bermain dengan menggunakan

simpai sebagai media dalam permainannya. Bermain simpai termasuk permainan

(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Motorik Kasar

1. Pengertian Kemampuan Motorik

Pada dasarnya setiap anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Salah satu aspek perkembangan yang berkembang pesat pada usia dini adalah

kemampuan motorik. Motorik adalah terjemahan dari kata “motor”. Muhibbin

mengungkapkan motor adalah istilah yang menunjukkan pada hal, keadaan, dan

kegiatan yang melibatkan otot-otot juga gerakannya, demikian pula

kelenjar-kelenjar juga sekresinya (pengeluaran cairan/getah) (Samsudin, 2008: 10).

Menurut Hurlock (1978: 150), motorik adalah perkembangan pengendalian

gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang

berkoordinasi untuk melakukan gerak.

Kemampuan motorik adalah suatu kemampuan seseorang dalam

menampilkan keterampilan gerak yang lebih luas serta diperjelas bahwa

kemampuan motorik suatu kemampuan umum yang berkaitan dengan penampilan

berbagai keterampilan atau tugas gerak (Sukadiyanto, 1997: 70). Sukintaka (2001:

47) mengungkapkan kemampuan motorik adalah kualitas hasil gerak individu

dalam melakukan gerak, baik gerak yang bukan gerak olahraga maupun gerak

dalam olahraga atau kematangan penampilan keterampilan motorik. Keterampilan

motorik berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot (Bambang

(28)

Sesuai dengan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan motorik merupakan kemampuan yang memerlukan koordinasi bagian

tubuh dan otot-otot besar pada tubuh seseorang untuk menciptakan gerakan.

Secara alamiah seiring dengan bertambahnya umur anak hingga dewasa akan

diikuti dengan peningkatan kemampuan motorik kasar pada anak.

2. Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini

Hurlock (1978: 150) mendefinisikan perkembangan itu sendiri sebagai

serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses

kematangan dan pengalaman. Lebih jauh lagi Bambang Sujiono (2007: 1.13)

menjelaskan gerakan motorik kasar terbentuk saat anak mulai memiliki koordinasi

dan keseimbangan hampir seperti orang dewasa. Perkembangan gerakan motorik

kasar juga memerlukan koordinasi kelompok otot-otot tertentu yang dapat

membuat anak meloncat, memanjat, berlari, menaiki sepeda roda tiga dan berditi

dengan satu kaki.

Perkembangan motorik merupakan proses memperoleh keterampilan dan

pola gerakan yang dapat dilakukan anak, keterampilan motorik diperlukan untuk

mengendalikan tubuh (Kamtini & Husni, 2005: 124). Oleh karena itu,

perkembangan motorik kasar perlu distimulasi sejak dini agar anak mampu

mengendalikan gerak tubuh. Kemampuan gerak tubuh anak berhubungan dengan

perkembangan motorik anak, untuk dapat melihat perkembangan motorik anak

dapat dilihat secara jelas melalui berbagai gerakan dan permainan yang dapat anak

(29)

Menurut Santrock (2007: 210), proses sejalan dengan bertambahnya usia

secara bertahap keterampilan motorik kasar merupakan keterampilan yang

meliputi aktifitas otot besar, seperti menggerakan lengan dan berjalan.

Perkembangan motorik anak bergantung pada kematangan otot dan syaraf. Seiring

dengan pertumbuhannya, sistem syaraf anak akan semakin matang. Corbin

mengungkapkan kemampuan motorik anak merupakan sebuah perubahan

kemampuan motorik dari bayi sampai dewasa yang melibatkan berbagai aspek

perilaku dan kemampuan motorik (Sumantri, 2005: 48). Oleh sebab itu,

kemampuan gerak anak dimulai dari gerakan yang sederhana hingga kemampuan

gerak yang komplek, seperti: menendang, berlari dan berjalan.

Gardon mengungkapkan pengembangan kemampuan motorik kasar

meliputi kegiatan seluruh tubuh atau bagian tubuh yang meliputi koordinasi,

keseimbangan, ketangkasan, kelenturan, kekuatan, kecepatan dan ketahanan

(Kamtini, 2005: 124). Cara mengembangkan keterampilan motorik anak

memerlukan latihan-latihan agar dapat mengembangkan keterampilan motorik

tersebut secara memadai (Kamtini & Husni, 2005: 125). Keterampilan motorik

yang dicapai anak tentu sangat berguna bagi kehidupannya kelak (Bambang

Sujiono, 2007: 1.13).

Menurut Samsudin (2008: 2), terdapat hubungan yang saling

memengaruhi antara kebugaran tubuh, keterampilan motorik, dan kontrol motorik,

keterampilan motorik anak prasekolah tidak akan berkembang tanpa adanya

kematangan kontrol motorik. Kontrol motorik anak tidak akan optimal tanpa

(30)

fisik. Oleh sebab itu, latihan fisik bagi anak prasekolah sangat baik dilakukan

demi terbentuknya keterampilan motorik yang optimal.

Merujuk dari definisi yang telah di paparkan di atas dapat disimpulkan

bahwa pengembangan kemampuan motorik kasar haruslah di optimalkan sedini

mungkin sebagai bekal keterampilan dalam melakukan gerakan sehari-hari.

Kegiatan yang menyangkut perkembangan motorik anak sangat dianjurkan supaya

fisik motorik anak mampu berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan

usianya dan mempunyai kemampuan perkembangan gerak yang optimal.

3. Sasaran Perkembangan Motorik

Setiap perkembangan pada tingkatan usia anak mempunyai sasaran yang

harus dicapai agar tumbuh kembang anak menjadi optimal. Berkenaan dengan

perkembangan motorik anak usia dini apabila anak kurang mendapat kesempatan

dalam perkembangan motoriknya, maka pada tingkat perkembangan anak

selanjutnya tidak akan optimal. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan

perkembangan motorik anak dibutuhkan pengalaman yang luas melalui kegiatan

bermain. Adapun yang menjadi sasaran dalam perkembangan motorik pada anak

usia dini menurut Samsudin (2008: 8) yaitu:

a) Pengayaan Motorik

Pengayaan motorik kasar adalah kemampuan anak TK beraktifitas dengan

menggunakan otot-otot besar. Kemampuan menggunakan otot-otot besar ini bagi

(31)

dibagi menjadi tiga kategori yaitu: lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif,

berikut uraiannya:

1) Kemampuan non-lokomotor

Kemampuan non-lokomotor dilakukan di tempat, tanpa ada ruang gerak yang memadai. Kemampuan non-lokomotor terdiri dari menekuk dan meregang, mendorong dan menarik, mengangkat dan menurunkan, melipat dan memutar, mengocok, melingkar, melambung, dan lain-lain. 2) Kemampuan lokomotor

Kemampuan lokomotor digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti, lompat dan loncat. Kemampuan gerak lainnya adalahberjalan, berlari, skipping, melompat, meluncur, dan lari seperti kuda berlari (gallop). 3) Kemampuan manipulatif

Kemampuan manipulatif dikembangkan ketika anak tengah menguasai macam-macam objek. Kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan tangan dan kaki, tetapi bagian dari tubuh kita juga dapat digunakan. Bentuk-bentuk kemampuan manipulatif terdiri dari; gerakan mendorong (melempar, memukul, menendang), gerakan menerima (menangkap) objek adalah kemampuan penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan bola dengan cara memantul atau menggelindingkan bola.

b) Kesadaran Motorik

Aktivitas gerak anak TK harus menyadari keberadaan dirinya dengan

kondisi lingkungan. Anak harus memanfaatkan indera, mengontrol keseimbangan,

mengenali ruang gerak, memahami bagian-bagian tubuh yang dapat digerakkan

(Samsudin, 2008: 9). Untuk lebih rinci kesadaran gerak meliputi:

1) Panca indera merupakan alat yang digunakan untuk mengenali lingkungan di sekeliling anak TK sehingga dengan indera tersebut anak dapat berinteraksi.

2) Keseimbangan adalah suatu keadaan di mana tenaga yang berlawanan mampu menjaga pusat berat badan.

3) Ruang adalah kemampuan memahami ruang eksternal sekitar anak TK seperti lingkaran, segitiga, segiempat dan sebagainya.

4) Tubuh artinya kemampuan untuk mengetahui dan memahami nama dan fungsi macam-macam bagian tubuh yang melekat pada diri anak TK seperti kaki, tangan, mata, telinga dan sebagainya.

(32)

6) Arah artinya kemampuan memahami dan menerapkan konsep arah seperti atas, bawah, depan, belakang dan sebagainya.

4. Perkembangan Kemampuan Gerak Dasar Anak Usia 4-5 Tahun

Kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan menggunakan otot-otot

besar yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang, yang dibagi

menjadi tiga kategori yaitu: lokomotor, nonlokomotor dan manipulasi (Sumantri,

2005: 99). Menurut Gallahue (2012: 223), perkembangan kemampuan lokomotor

dibagi menjadi enam keterampilan yaitu: berlari, mencongklang atau meluncur,

meloncat, melompat dan berjengket.

a. Berlari

Gerakan berlari merupakan kelanjutan gerak dari berjalan dan memiliki

ciri khusus pada fase melayang di udara (tidak bertumpu) dari salah satu kaki.

Perbedaan berlari dan berjalan terletak pada irama ayunan langkah pada lari

iramanya lebih cepat dan saat-saat kedua kaki tidak menginjak tanah.

b. Melompat

Melompat adalah melontarkan tubuh dengan menggunakan tumpuan satu

kaki untuk berpindah tempat. Melompat dilakukan dengan menekuk kaki

tumpuan kemudian meluruskannya dengan kuat agar tubuh terlontar dan

berpindah tempat. Saat mendarat bisa menggunakan satu kaki atau dua kaki.

c. Meloncat

Meloncat adalah melontarkan tubuh dengan menggunakan tumpuan dua

(33)

kemudian meluruskannya dengan kuat agar tubuh terlontar dan berpindah

tempat. Saat mendarat menggunakan dua kaki.

d. Mencongklang dan meluncur

Keterampilan mencongklang (gallop) dan meluncur memiliki kesamaan

yaitu sama-sama berirama maju bersama dengan lompatan kaki yang lain.

Mencongklang gerakannya seperti langkah kuda yang merupakan variasi

gerakan berjalan dan berlari dengan meloncat.

e. Berjengket

Berjengket adalah memindahkan tubuh ke depan dengan cara bertumpu

pada salah satu kaki baik kiri maupun kanan dan mendarat pada kaki yang

sama. Gerakan berjengket pada umumnya mulai bisa dilakukan pada usia

kurang lebih 4 tahun.

5. Pembelajaran Motorik Anak Usia Dini

Menurut Richard Decaprio (2013: 16), pembelajaran motorik di TK

merupakan pembelajaran pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang

terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak dan spinal cord. Senada dengan

pendapat dari Cecco dan Crawford yang mendefinisikan pembelajaran motorik

sebagai suatu respon motorik berangkai yang melibatkan koordinasi gerakan agar

menjadi pola yang lebih kompleks (Richard Decaprio, 2013: 17). Pola yang

komplek disini dapat dimaksudkan sebagai pola gerakan yang sudah tidak

sederhana lagi, misalnya untuk belajar melompat dan berlari hal ini untuk anak

(34)

Secara garis besar pembelajaran motorik anak usia dini meliputi

pembelajaran motorik kasar dan motorik halus. Pembelajaran motorik kasar yang

diadakan di sekolah merupakan pembelajaran gerak fisik yang membutuhkan

keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh dengan menggunakan otot-otot

besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh (Richard Decaprio, 2013: 17).

Suharsimi Arikunto mengungkapkan pembelajaran motorik berhubungan erat

dengan kerja otot, sehingga memunculkan gerakan tubuh atau bagian-bagian

tubuh (Richard Decaprio, 2013: 42).

Sesuai dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

motorik anak usia dini meliputi pembelajaran motorik kasar dan motorik halus.

Dimana perkembangan motorik kasar anak lebih menekankan pada kemampuan

kerja otot-otot besar yang berhubungan erat dengan gerak tubuh. Hal ini penting

sebagai bekal kehidupan sehari-hari karena kegiatan seperti berjalan, berlari,

menendang termasuk keterampilan yang dihasilkan dari pembelajaran motorik.

6. Komponen Kebugaran Jasmani yang berhubungan dengan Keterampilan

Motorik Kasar

Sudoso Sumosarjhuno (1988: 19), mendefinisikan kebugaran jasmani

merupakan kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari- hari

dengan gampang, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih memiliki sisa

atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang atau melakukan kegiatan

yang mendadak. Sesuai dengan pendapat Samsudin (2008: 2), terdapat hubungan

(35)

kontrol motorik, keterampilan motorik anak prasekolah tidak akan berkembang

tanpa adanya kematangan kontrol motorik. Kontrol motorik anak tidak akan

optimal tanpa kebugaran tubuh demikian juga kebugaran tubuh tidak akan optimal

tanpa latihan fisik. Oleh sebab itu, ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi.

Komponen kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan,

diperlukan oleh anak usia dini untuk menunjang kegiatan utama mereka, yaitu

kegiatan belajar (Mikdar, 2006: 47-49). Komponen kebugaran jasmani meliputi:

a) kecepatan, b) power, c) kelincahan, d) kekuatan, e) koordinasi, f) kelentukan, g)

keseimbangan, h) reaksi, i) ketepatan, dan j) daya tahan.

a. Kecepatan

Menurut Mikdar (2006: 47), kecepatan adalah kemampuan berpindah dari

satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang paling singkat. Senada dengan

pendapat M. Sajoto (1990: 16), yang dimaksud dengan kecepatan (speed) adalah

kemampuan seseoranng untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam

bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Pembelajaran motorik

di sekolah kecepatan diartikan sebagai kapasitas seorang siswa agar berhasil

melakukan gerakan atas beberapa pola dalam waktu yang sangat cepat (Richard

Decaprio, 2013: 44).

b. Power

Power adalah gabungan dari kekuatan dan kecepatan atau pengerahan

daya otot maksimum dan kecepatan maksimum (Mikdar, 2006: 47). Menurut

Richard Decaprio (2013: 45), power adalah kapasitas para siswa untuk

(36)

gerakan eksplosif kuat dan cepat seringkali digunakan, merupakan ciri khas pola

bermain yang dikembangkan untuk anak-anak. Latihan pembentukan daya ledak

(power) merupakan perpaduan dari kecepatan bergerak dengan kekuatan (tenaga

seluruh badan) untuk melakukan sesuatu atau bertindak (Aip Syarifuddin dan

Muhadi, 1993: 38).

c. Kelincahan

Kelincahan adalah kemampuan mengubah arah atau posisi tubuh dengan

cepat yang dilakukan secara bersama-sama dengan gerakan lainnya (Mikdar,

2006: 47). Sejalan dengan M. Sajoto (1990: 16) yang mendefinisikan kelincahan

(agility) sebagai kemampuan seseorang untuk merubah posisi yang berbeda dalam

kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik.

d. Kekuatan

Richard Decaprio (2013: 42) mendefinisikan kekuatan sebagai kapasitas

untuk mendesak kekuatan otot ketika melakukan sebuah gerakan. Menurut M.

Sajoto (1990: 16), kekuatan (strength) adalah komponen kondisi fisik seseorang

tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban

sewaktu bekerja. Kekuatan termasuk unsur dan prasyarat penting dalam

pembelajaran motorik di sekolah. Latihan untuk pembentukan kekuatan dapat

dilakukan dengan berbagai cara, yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan

anak serta situasi dan kondisi masing-masing sekolah.

e. Koordinasi

Richard Decaprio (2013: 51) mendefinisikan koordinasi sebagai

(37)

lebih khusus. Sejalan dengan M. Sajoto (1990: 16) yang mendefinisikan

koordinasi (coordination) sebagai kemampuan seseorang mengintegrasikan

bermacam-macam gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara

efektif. Kemampuan koordinasi merupakan dasar yang baik dari kemampuan

belajar yang bersifat sensomotorik, makin baik tingkat kemampuan koordinasi

akan makin cepat dan efektif pula gerakan sulit dapat dipelajari.

f. Kelentukan

Kelentukan merupakan rangkaian gerakan dalam sebuah sendi yang

berkaitan dengan pergerakan dan keterbatasan badan yang bisa ditekuk atau

diputar (Richard Decaprio, 2013: 50). Menurut Mikdar (2006: 46), kelentukan

adalah kemampuan sendi untuk melakukan gerakan dalam ruang sendi secara

maksimal. Latihan pembentukan kelentukan terhadap tubuh, sangat erat kaitannya

dengan gerak persendian. Oleh karena itu, latihan kelentukan sebenarnya adalah

suatu bentuk latihan untuk memberikan kemungkinan kepada persendian agar

dapat bergerak seluas-luasnya. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan atau

mengurangi kekakuan pada tubuh, menambah elastisitas pada jaringan otot, dan

mengurangi ketegangan-ketegangan yang berlainan pada otot.

g. Keseimbangan

Keseimbangan (equilibrium) adalah hal yang berhubungan dengan

kemampuan neuromuscular system untuk mempertahankan suatu posisi atau sikap

tubuh yang efisien ketika tubuh dalam keadaan diam (static) atau sedang bergerak

(dynamic) (Wira Indra S., 2006: 17). Senada dengan Mikdar (2006: 46) yang

(38)

posisi tubuh secara tepat dan saat berdiri diam (static balance) atau pada saat

melakukan gerakan (dynamic balance). Pembentukan keseimbangan dapat

diberikan mulai dari yang ringan dan yang sederhana dulu baru kepada yang lebih

berat dan sukar.

h. Reaksi

Reaksi (reaction) adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak

secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera, syaraf

atau feeling lainnya (M. Sajoto, 1990: 16). Reaksi akan menjadi demikian penting

apabila dikaitkan dengan model-model permainan yang dilakukan anak.

i. Ketepatan

Ketepatan (accuracy) adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan

gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran (M. Sajoto, 1990: 16). Ketepatan

sebagai latihan motorik merupakan komponen kesegaran jasmani yang diperlukan

dalam kegiatan sehari-hari. Ketepatan dapat berupa gerakan (performance) atau

sebagai ketepatan hasil (result).

j. Daya tahan

Menurut M. Sajoto (1990: 16), daya tahan (endurance) terbagi menjadi

dua macam yaitu:

• Daya tahan umum (general endurance) adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus menerus yang melibatkan kontraksi sejumlah otot-otot dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama.

(39)

Berdasarkan uraian mengenai unsur pokok pembelajaran motorik diatas,

dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik kasar anak adalah berdasarkan

komponen-komponen kemampuan motorik tersebut. Namun, tidaklah berarti

bahwa semua anak harus dapat mengembangkan secara keseluruhan komponen

kemampuan motorik tersebut. Tiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan

dalam mendapatkan komponen-komponen kemampuan motorik. Bagaimanapun

juga, faktor yang berasal dari dalam diri dan luar selalu mempunyai pengaruh.

B.Konsep Bermain

1. Pengertian Bermain

Salah satu tokoh yang dianggap berjasa untuk meletakkan dasar tentang

bermain bagi anak adalah filusuf Yunani yang bernama Plato. Plato dianggap

sebagai orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari

bermain. Bermain (play) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan

yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock, 1978: 320).

Brooks & Elliot mengartikan bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan

untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir

(Sulistyorini, dkk, 2006: 109). Ada dua macam kegiatan bermain yaitu bermain

aktif dan pasif. Dalam bermain aktif kesenangan dimunculkan oleh kegiatan yang

dilakukan anak sedangkan dalam bermain pasif atau sering disebut juga hiburan

adalah kesenangan yang diperoleh dari kegiatan orang lain atau melihat sesuatu

(40)

Menurut Steven, melalui kegiatan bermain dengan berbagai variasi

mainan, anak dirangsang secara umum tahap perkembangan berfikirnya,

bahasanya, komunikasinya, pergaulannya dan seluruh motoriknya (Harun, 2009:

89). Anak belajar dengan seluruh alat inderanya untuk dapat memahami sesuatu

dan dalam waktu singkat ia akan beralih ke hal lain untuk dipelajari (Hibana,

2002: 43). Oleh karena itu, maka mau tidak mau guru diharapkan mampu

merancang kegiatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri bermain. Bermain

dalam kaitan ini dimaksudkan sebagai salah satu strategi pembelajaran yang

menyenangkan bagi anak.

Andang Ismail (2006: 15) menyatakan bermain dapat bermakna sebagai

play dan games. Yang dimaksud play adalah sebuah aktifitas bermain yang murni

mencari kesenangan tanpa mencari menang kalah. Sedangkan games diartikan

sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan

kepuasan, namun ditandai pencarian menang kalah. Andang Ismail (2006: 4)

mengartikan permainan bukan hanya terkait dengan alat-alat permainan, kawan

bermain, tempat bermain, dan lingkungan hidup. Anak-anak tidak membedakan

antara bermain, belajar, dan bekerja, anak adalah pemain alami, mereka

menikmati bermain dan dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama untuk

sebuah keterampilan (Wira Indra S., 2006: 40).

Menurut Mayke S. Tedjasaputra (2001: 92), semua anak menyukai

kegiatan bermain, tetapi tidak semua anak bermain dengan cara yang sama. Ada

anak yang lebih menyukai kegiatan bermain aktif daripada bermain pasif. Pada

(41)

seperti berlari, melompat, meloncat dan lain-lain. Melalui kegiatan yang banyak

melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat.

Otot-otot tubuh akan tumbuh dan menjadi kuat. Anak juga dapat menyalurkan

tenaga (energi) yang berlebihan sehingga ia tidak merasa gelisah (Mayke S.

Tedjasaputra, 2001: 39).

Sesuai dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

bermain adalah suatu kegiatan yang menimbulkan kesenangan dan dilakukan

secara sukarela tanpa ada paksaan dalam rangka mencari kesenangan dan

kepuasan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

2. Tujuan dan Manfaat Bermain

Dengan bermain anak dapat terangsang emosinya, sosialnya, daya

pikirnya, fantasi dan imajinasinya. Semakin besar fantasi dan imajinasinya, anak

akan semakin lama dalam menekuni sebuah permainan serta semakin menarik

baginya. Anak usia dini tidak bisa jika harus berlama-lama duduk di ruang kelas,

mereka butuh bergerak dan bermain. Oleh karena itu, dibutuhkan metode bermain

dalam pembelajaran, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kejenuhan anak saat

belajar di kelas karena bermain merupakan kegiatan yang menimbulkan

kesenangan serta kepuasan.

Kegiatan bermain memberi kepuasan kepada anak untuk bereksplorasi,

menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan belajar secara

menyenangkan (Kamtini & Husni, 2005: 50). Kegiatan bermain dengan

(42)

pertumbuhan dan perkembangan anak. Claparade mengungkapkan bermain bukan

hanya memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan organ tubuh anak yang

disebabkan aktif bergerak tetapi bermain juga berfungsi sebagai proses sublimasi

artinya suatu pelarian dari perasaan tertekan yang berlebihan menuju hal-hal yang

positif (Wira Indra S., 2006: 41).

Mayke S. Tedjasaputra (2001: 39-50) mengungkapkan bahwa bermain

memiliki manfaat positif bagi anak, antara lain sebagai berikut:

a. Manfaat untuk perkembangan aspek fisik

Anak berkesempatan melakukan kegiatan yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh yang membuat tubuh anak sehat dan otot-otot tumbuh menjadi kuat.

b. Manfaat untuk perkembangan aspek motorik halus dan kasar

Dalam bermain dibutuhkan gerakan dan koordinasi tubuh (tangan, kaki dan mata).

c. Manfaat untuk perkembangan aspek sosial

Bermain bersama dapat membantu anak belajar bersosialisasi karena dengan bermain anak dapat belajar berkomunikasi sehingga anak dapat bersosialisasi dengan teman-temannya maupun orang-orang di sekitarnya.

d. Manfaat untuk perkembangan aspek emosi dan kepribadian

Dengan bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang ada dalam dirinya. Anak dapat menyalurkan perasaan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang membuat anak lega dan rileks.

e. Manfaat untuk mengasah ketajaman pengindraan.

Ketajaman atau kepekaan penglihatan dan pendengaran sangat perlu untuk dikembangkan karena membantu anak agar lebih mudah belajar mengenal dan mengingat bentuk-bentuk atau kata-kata tertentu.

f. Mengembangkan keterampilan olah raga dan menari.

Bermain bermanfaat untuk perkembangan fisik dalam artian kekuatan otot-otot serta kesehatan tubuh dan juga untuk keterampilan motorik kasar maupun halus.

g. Pemanfaatan bermain sebagai media terapi

Karena selama bermain perilaku anak akan tampil lebih bebas dan bermain adalah sesuatu yang alamiah dari anak.

h. Manfaat sebagai media intervensi

(43)

Mengacu pada pembahasan tujuan dan manfaat bermain diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa bermain dapat bermanfaat bagi anak Taman

Kanak-kanak untuk mencari pengalaman melalui sesuatu dari apa yang ada di

lingkungannya, melatih kerjasama, mengembangkan kecakapan hidup,

membangun fantasi dan imajinasi, santai, serta melatih kreativitas berpikir dan

berbuat anak. Pengalaman melalui bermain itulah yang akan mendorong anak

untuk berekplorasi, bereksperimen, berinisiatif, dan berkreasi.

3. Karakteristik Bermain Anak Usia Dini

Karakteristik anak usia dini berbeda dengan karakteristik orang dewasa

begitu juga bermain pada anak-anak berbeda dengan karakteristik bermain orang

dewasa. Smith, Garvey, Rubin, Fein, dan Vandenberg mengemukakan

karakteristik bermain anak usia dini (Andang Ismail, 2006: 20) meliputi:

a. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik.

b. Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosional yang positif.

c. Adanya fleksibilitas yang ditandai dengan mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas kepada aktivitas lainnya.

d. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung daripada hasil. e. Bebaskan anak memilih.

f. Mempunyai kualitas pura-pura.

George W Maxim mengungkapkan karakteristik bermain anak usia dini

(Wira Indra S., 2006: 43) yaitu:

a. Motivasi intrinsik, aktivitas bertujuan untuk kesenangan dan motivasi datang dari dalam diri anak.

b. Penekanan pada proses bukan hasil.

c. Perilaku nonliteral, anak-anak menggunakan kekuatan yang luar biasa untuk berpura-pura selama bermain.

(44)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa karakteristik bermain pada anak usia dini

dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, adanya fleksibilitas, diwarnai oleh

emosional yang positif, lebih menekankan pada proses yang berlangsung daripada

hasil, serta bebas dan mempunyai kualitas pura-pura. Pada dasarnya karakteristik

bermain anak usia dini lebih bersifat suka rela, tidak terikat oleh aturan dan sesuai

minat anak.

C.Bermain Simpai

1. Sejarah Simpai

Dalam pengetian bahasa asing “hoop” diartikan sebagai simpai. Pada awal

abad ke 19, simpai berputar mendapat namanya “hula hoop” karena kesamaan nya

dengan menari Hula. Kemudian hulahoop berkembang sebagai sarana olahraga

berdiet dan sebagai alat permainan yang digunakan oleh semua kalangan usia.

Ring hula adalah penemuan kuno, tidak ada perusahaan modern dan tidak ada

penemu tunggal bisa mengklaim bahwa mereka menemukan hulahoop pertama

kali (www.slideshare.net).

Sumber lain menyebutkan bahwa hulahoop terdiri dari kata hula yang

berasal dari para pelaut yang mengunjungi Hawai. Pemakaian kata hula

dikarenakan para pelaut itu melihat bahwa terdapat kesamaan dari tarian hula-hula

yang berasal dari Hawai. Simpai untuk anak-anak umumnya berukuran diameter

sekitar 28 inci, dan untuk orang-orang dewasa sekitar 80 inci.

(45)

Merujuk dari kedua sumber di atas dapat diketahui bahwa simpai atau

hulahoop merupakan ring penari hula yang berputar yang bernama hoop. Karena

penggunaan hoop sejak jaman dahulu sebagai media bermain hulahoop maka,

sampai saat ini masyarakat lebih mengenal simpai sebagai hulahoop. Padahal dari

paparan yang telah disebutkan di atas hulahoop itu sendiri merupakan salah satu

permainan atau kegiatan dari penggunaan alat permainan yang bernama hoop atau

simpai.

2. Pengertian Simpai

Menurut M. Muhyi Faruq (2009: 2), hulahoop adalah suatu alat yang

berbentuk lingkaran dengan bahan lunak yang dapat digunakan untuk

mengembangkan berbagai macam aktivitas gerak atau permainan yang bisa

dilakukan secara perorangan atau berpasangan bahkan berkelompok, dan secara

umum dapat dilakukan dimana saja. Atmaja Budi Sarjana dan Bambang Trijono

(2010: 124-125) mendifinisikan simpai sebagai suatu alat yang terbuat dari kayu,

rotan atau plastik dengan berat minimum 300 gram, simpai harus bulat, dengan

diameter 60 cm-75 cm untuk anak-anak dan 80 cm-90 cm untuk dewasa. Dari

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa simpai merupakan suatu alat yang

berbentuk lingkaran yang terbuat dari kayu, rotan atau plastik yang dapat

digunakan untuk aktivitas gerak atau permainan individu maupun kelompok.

Bermain simpai merupakan salah satu bentuk permainan kecil. Aip

Syarifuddin & Muhadi (1993: 135) mendefinisikan permainan kecil sebagai suatu

(46)

peraturan permainannya, alat-alatnya yang digunakan, ukuran lapangan, maupun

waktu untuk melakukannya yang bisa disesuaikan dengan daerah masing-masing

serta belum ada organisasi yang menaunginya.

Oleh karena itu, bentuk permainan dengan simpai disini tidak ada aturan

secara pasti dan bisa divariasi sedemikian rupa dalam penerapan

pembelajarannya. Dengan menggunakan media simpai bentuk permainan

divariasikan sedemikian rupa sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan

motorik kasar anak usia 4-5 tahun.

3. Karakteristik Bermain Simpai

Bermain simpai yang akan digunakan dalam upaya meningkatkan

kemampuan motorik kasar disini merupakan sebuah permainan individu. Karena

anak-anak secara bergantian dalam melakukan kegiatan. Permainan ini dirancang

untuk meningkatkan komponen koordinasi, kelentukan dan keseimbangan anak

dalam bergerak.

Permainan simpai divariasikan sedemikian rupa untuk mampu

mengembangkan ketiga komponen kesegaran jasmani yang berhubungan dengan

keterampilan motorik kasar. Aktivitas gerak dalam permainan simpai tersebut

meliputi, meloncat dalam simpai, berjalan pada garis lurus, berjinjit maupun

berjengket melintasi simpai, penguluran dan bermain hulahoop. Permainan simpai

ini menuntut anak untuk bergerak aktif dengan keseimbangan yang baik, dan

mampu bergerak lentuk serta mampu melakukan koordinasi antara mata, tangan

(47)

4. Keunggulan Simpai

Setiap media memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing.

Keunggulan hulahoop atau simpai menurut M. Muhyi Faruq (2009: 2), adalah

sebagai berikut:

a. Eksplorasi penggunaan alat seperti hulahoop atau simpai masih sedikit padahal dengan satu alat tersebut banyak aktivitas gerak yang dapat anak-anak lakukan dan kembangkan sehingga gerakan tubuh yang cerdas (smart move) bisa dilakukan dan ditunjukkan dengan performa (performance) yang optimal.

b. Penggunaan alat hulahoop atau simpai bisa digunakan di rumah maupun di sekolah dengan berbagai variasi aktivitas gerak yang menyenangkan bagi anak-anak.

c. Harga hulahoop atau simpai relatif murah dan mudah didapat di toko-toko olahraga.

d. Gerakan yang bervariasi dengan menggunakan hulahoop atau simpai akan menjadi bagian dari dunia bermain anak-anak sehingga mereka tidak bosan.

Dengan penggunaan simpai dapat melatih koordinasi, keseimbangan dan

kelentukan anak. Jika ketiga komponen tersebut bermasalah hal-hal yang nantinya

akan terjadi pada anak seperti mudah lelah dalam beraktivitas fisik, sulit

berkonsentrasi, cenderung menghindari tugas-tugas yang melibatkan konsentrasi

dan aktivitas yang melibatkan kemampuan mental seperti memasang puzzle, tidak

mau mendengarkan saat guru bercerita (anak justru asyik kemana-mana), dan

sebagainya (Maimunah, 2009: 98-99). Oleh karena itu, dengan

keunggulan-keunggulan yang telah disampaikan di atas penggunaaan simpai ini diharapkan

efektif untuk dijadikan sebagai media dalam meningkatkan kemampuan motorik

(48)

5. Pentingnya Simpai dan Alasan Memilih Bermain Simpai

Banyak sekali media yang dapat dimanfaatkan dalam proses bermain

outdoor di TK, seperti: bola kecil, bola besar, tali temali, tongkat dan simpai.

Media-media permainan tersebut memiliki karakteristik masing-masing. Dalam

memilih media bermain seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kegiatan

yang akan dilakukan. Menurut M. Muhyi Faruq (2009: 4), beberapa alasan

mendasar mengapa simpai bisa dianggap penting untuk pengembangan kekayaan

pengalaman gerak dan mengembangkan kecerdasan gerak (smart move) antara

lain:

a. Dengan satu media hulahoop atau simpai bisa memperoleh beragam aktivitas gerak yang menyenangkan bagi anak-anak.

b. Sangat mudah, praktis, dan aman penggunaanya.

c. Mempunyai tingkat keselamatan yang relatif lebih aman bagi anak-anak.

d. Dapat dikembangkan dengan berbagai macam aktivitas gerak yang tidak hanya untuk individu, berpasangan tetapi jga berkelompok.

e. Mudah digunakan dan sekaligus dapat mengembangkan berbagai macam gerakan-gerakan yang kreatif sehingga ikut membantu mengembangkan kreativitas anak.

f. Bisa digunakan di berbagai tempat dimana saja tergantung dari jenis kegiatan yang diinginkan.

Selain paparan diatas dengan menggunakan media simpai dirasa menarik

untuk anak usia dini. Hal ini sesuai dengan hasil observasi pengenalan simpai

pada usia TK. Kegiatan bermain dengan menggunakan pun dapat divariasi agar

anak tidak jenuh dengan permainan yang dimainkan. Selain itu, kegiatan bermain

simpai diharapkan mampu berdampak positif bagi pembelajaran di kelas sehingga

dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi anak dalam belajar. Semakin

bervariasi aktivitas gerak yang dilakukan oleh anak-anak dengan satu media itu

(49)

tersebut akan menjadi anak yang berpotensi besar untuk dapat mengembangkan

kecerdasan gerak sesuai dengan keinginan anak tersebut (M. Muhyi Faruq, 2009:

3).

Sesuai dengan yang sudah dipaparkan di atas pembelajaran dengan

menggunakan media simpai diharapkan guru mampu menciptakan banyak kreasi

gerak yang yang menyenangkan namun efektif untuk meningkatkan keterampilan

gerak anak. Dengan kegiatan bermain yang bervariasi diharapkan anak menjadi

tidak jenuh dan tidak bosan pada saat belajar sambil bermain.

6. Proses Bermain Simpai di TK

Soemiarti mengungkapkan peran guru dalam bermain yaitu sebagai

pengamat, melakukan elaborasi, sebagai model, membuat perencanaan, dan

melakukan evaluasi (Anita Yus, 2011: 137). Begitulah peran guru dalam kegiatan

bermain dengan simpai yang akan dilaksanakan di TK Tunas Ibu. Ukuran simpai

yang digunakan dalam kegiatan bermain simpai dalam penelitian ini berdiameter

60 cm, sesuai dengan ukuran untuk anak-anak. Kegiatan bermain simpai untuk

meningkatkan komponen motorik kasar seperti koordinasi, keseimbangan, dan

kelentukan adalah sebagai berikut:

1)  Meloncat dalam simpai

Anak meloncat melewati simpai yang ditata dengan formasi 1-2-1-2. Saat

berada pada posisi 1, kaki berada dalam lingkaran simpai yang sama dengan

tangan dilipat kedepan. Dua berarti posisi kaki mengangkang dan berada di

(50)

2) Berjalan lurus, berjinjit dan berjengket (ingkling) melintasi simpai

Anak berjalan melintasi garis lurus yang membentuk segitiga. Setiap garis

yang menghubungkan antar simpai berjarak 2 meter. Pada setiap sudut segitiga

diletakkan simpai. Kemudian saat melewati simpai anak-anak melakukan gerakan

berjinjit maupun berjengket (ingkling) sesuai dengan tanda yang diberikan dengan

melintasi lingkaran luar simpai yang diletakkan di setiap sudut lintasan.

3) Penguluran dan Hulahoop

Penguluran dilakukan dengan memegang simpai pada sisi yang

berlawanan, kemudian anak-anak melakukan gerakan penguluran keatas, kekanan,

kekiri, kedepan dan kebelakang dengan posisi tangan lurus. Kegiatan bermain

hulahoop dilakukan dengan meletakkan simpai di pinggang dan melakukan

gerakan memutar untuk mempertahankan simpai agar tetap memutar di pinggang.

Kegiatan yang telah dipaparkan di atas termasuk dalam kemampuan gerak

lokomotor dan kemampuan non lokomotor. Pada kemampuan lokomotor terdapat

pada aktivitas pengembangan komponen koordinasi dan keseimbangan karena

dilakukan dengan gerakan berpindah tempat. Kemampuan non lokomotor ada

pada pengembangan komponen kelentukan yang mana dilakukan tanpa berpindah

tempat.

D.Hakikat Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini

Menurut National Assosiation Education for Young Children (NAEYC),

(51)

0-8 tahun (Soemiarti Padmonodewo, 2003: 17). Namun, sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 1 Butir 14 UU No. 20 Tahun 2003, PAUD (Pendidikan

Anak Usia Dini) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak

usia 0-6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada dasarnya di

Indonesia yang disebut PAUD merupakan pendidikan anak prasekolah dasar.

Pendidikan anak usia dini mampu dijadikan sebagai wahana strategis

untuk memfasilitasi anak agar banyak beraktivitas, bereksplorasi, dan berpikir

lewat bermain. Prinsip dasar belajar bagi anak usia dini adalah belajar melalui

bermain dan bermain seraya belajar. Bahkan sejak lahir anak sudah membutuhkan

bermain melalui interaksi dengan lingkungannya (Harun, 2009: 75). Sejalan

dengan itu, Slamet Suyanto (2005: 1) juga menyatakan bahwa PAUD merupakan

investasi bangsa yang sangat berharga dan sekaligus merupakan infrastruktur bagi

pendidikan selanjutnya.

Pada masa ini merupakan masa emas atau golden age, karena anak

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak

tergantikan pada masa mendatang. Menurut berbagai penelitian di bidang

neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4

tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan otaknya mencapai

(52)

2. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-kanak

Usia Taman Kanak-kanak adalah usia pada rentang 4-6 tahun. Menurut

Ramli (2005: 185-187), usia TK ditandai dengan beberapa karakteristik pokok.

Adapun beberapa karakteristik pokok tersebut meliputi:

a. Masa usia TK adalah masa yang berada pada usia prasekolah, yaitu antara usia 4 dan 6 tahun. Pada masa ini anak belum belajar keterampilan akademik secara formal seperti yang diajarkan di Sekolah Dasar.

b. Masa usia TK adalah masa Prakelompok, karena pada masa ini anak belajar dasar-dasar keterampilan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial kelompok.

c. Masa usia TK adalah masa meniru dimana anak suka sekali menirukan pola perkataan dan tindakan orang-orang di sekitarnya.

d. Masa usia TK adalah masa bermain dimana anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain, dan melalui bermain tersebut, anak melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya, meniru perilaku orang lain, dan mencobakan kemampuan dirinya.

e. Anak usia TK memiliki keberagaman, tidak hanya dari segi individualitasnya tetapi juga latar belakang budaya asal anak-anak tersebut.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak usia

Taman Kanak-kanak (4-6 tahun) merupakan usia prasekolah yang memiliki

karakteristik suka meniru, suka bermain, serta memiliki keberagaman sebagai

individu yang unik. Berbagai karakteristik tersebut dijadikan pedoman bagi guru

untuk melaksanakan pendidikan di TK agar potensi anak dapat berkembang

secara optimal sesuai dengan karakteristik anak. Dalam pembagian kelas di TK

dibagi menjadi dua kelompok usia, yaitu kelompok A usia 4-5 tahun dan

(53)

E. Kerangka Pikir

Taman Kanak-kanak (TK) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

berada pada jalur formal yang menangani pendidikan anak usia dini. Program

pendidikan di TK mengarah pada pengembangan semua aspek perkembangan

yang mencakup: pengembangan fisik motorik, bahasa, kognitif, sosial-emosional

dan moral agama. Dari apa yang telah dipaparkan di atas salah satu lingkup

perkembangan yang perlu distimulasi sejak dini adalah kemampuan fisik motorik

anak.

Dalam proses pembelajaran di TK Tunas Ibu Selomartani guru kurang

melibatkan aktivitas fisik anak. Metode yang digunakan guru dalam proses

pembelajaran sebatas tanya jawab dan pengerjaan LKA (Lembar Kerja Anak).

Selain itu, kegiatan bermain yang berhubungan dengan fisik motorik anak masih

jarang dilakukan sehingga stimulasi gerak anak masih kurang sehingga

perkembangan motorik kasar anak kurang optimal terutama pada unsur

koordinasi, keseimbangan dan kelentukan.

Dalam TPP (Tingkat Pencapaian Perkembangan) pada indikator aspek

fisik motorik yang terdapat indikator bermain dengan simpai. Simpai adalah suatu

alat yang berbentuk lingkaran dengan bahan lunak yang dapat digunakan untuk

mengembangkan berbagai macam aktivitas gerak atau permainan yang bisa

dilakukan secara perorangan atau berpasangan bahkan berkelompok, dan secara

umum dapat dilakukan dimana saja (M. Muhyi Faruq, 2009: 2). Merujuk dari

(54)

Tunas Ibu Selomartani anak-anak terlihat tertarik dengan media yang digunakan

karena sebelumnya anak belum pernah bermain dengan media tersebut.

Mengingat ketertarikan anak terhadap simpai sebagai media bermain,

peneliti berharap bermain simpai mampu digunakan sebagai upaya meningkatkan

kemampuan motorik kasar anak. Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan di

atas, maka kerangka pikir dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan

sebagai berikut.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Syari’ati Masyithoh (2014) dengan judul “peningkatan

keterampilan motorik kasar melalui alat permainan edukatif (APE) outdoor pada

kelompok A Paud IT Zaid Bin Tsabit Ambartawang, Mungkid, Magelang”.

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan motorik kasar anak khususnya pada

unsur keseimbangan, kelincahan dan kekuatan. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa melalui alat permainan edukatif (APE) outdoor dapat

meningkatkan kemampuan motorik kasar anak yang meliputi unsur

keseimbangan, kelincahan, dan kekuatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hesti Wijayanti (2014) berjudul

“peningkatan kemampuan motorik kasar anak melalui bermain lempar tangkap Perkembangan motorik kasar

anak kurang optimal pada unsur; koordinasi, keseimbangan dan kelentukan

Kegiatan bermain simpai

Kemampuan motorik kasar

(55)

bola besar kelompok B TK Al Hidayah Semawung Banjaroyo Kalibawang

Kulonprogo”. Kemampuan motorik kasar difokuskan pada keseimbangan,

kekuatan dan kelentukan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh latihan

permainan lempar tangkap bola besar terhadap peningkatan kemampuan

keseimbangan, kekuatan dan kelentukan.

Merujuk dari penelitian yang dilakukan di atas peneliti telah mengacu dan

menekankan pada upaya meningkatkan kemampuan motorik kasar anak melalui

bermain simpai. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada upaya meningkatkan

kemampuan motorik kasar dalam unsur koordinasi, keseimbangan dan kelentukan

anak.

G. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat peneliti ajukan

hipotesis yaitu melalui bermain simpai dapat meningkatkan kemampuan motorik

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas (classroom action research). Menurut Wina Sanjaya (2009: 26),

penelitian tindakan kelas adalah proses pengkajian masalah pembelajaran di

dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah

tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi

nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut. Penelitian

tindakan kelas ini dilakukan secara kolaboratif. Menurut Suharsimi Arikunto, dkk

(2007: 17), cara penelitian kolaboratif merupakan penelitian tindakan yang ideal

karena dalam penelitian ini dilakukan secara berpasangan antara pihak yang

melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Hal ini

sebagai upaya untuk mengurangi unsur subyektivitas pengamat serta mutu

kecermatan pengamatan yang dilakukan.

Proses tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini diupayakan agar

masalah yang terjadi dapat teratasi, sekaligus meningkatkan mutu praktik

pembelajaran di kelas tersebut, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai

dengan baik. Secara kolaboratif peneliti dan guru bekerja sama dalam penyusunan

(57)

B.Desain Penelitian

Penelitian ini menunjuk pada proses pelaksanaan penelitian yang

dikemukakan Kemmis dan Mc. Taggart (Wijaya Kusumah

Gambar

Gambar 1: Siklus PTK menurut Kemmis & Taggart Model Spiral
Tabel 1. Rencana Jadwal Penelitian
Tabel 2. Lembar Observasi Check List Motorik Kasar
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang bermain dengan perkembangan motorik kasar pada anak toddler di posyandu desa Suruhkalang Karanganyar.

Pembelajaran senam irama menggunakan alat permainan simpai untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar pada anak usia 5-6 tahun TK Mujahidin 1 Pontianak, telah dilaksanakan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan Motorik Kasar Berlari Lurus Dengan Rintangan Melalui Bermain Jalur Rel Kereta Api Kelompok TK B Dharma Wanita 1

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian menggunakan permainan dengan simpai ini dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar pada anak kelompok B, hal tersebut dapat

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan koordinasi motorik kasar melalui bermain menangkap bola

Judul Skripsi : Upaya Mengembangkan Kemampuan Motorik Kasar melalui Bermain Papan Titian pada Anak Kelompok B TK Piri Nitikan Yogyakarta.. Dengan ini saya

Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan mengenai upaya meningkatkan keterampilan motorik kasar anak kelompok B melalui permainan dengan simpai di taman

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kegiatan bermain permainan tradisional lompat tali dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar pada anak kelompok A