• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendampingan masyarakat untuk hidup sehat di Desa Depok Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendampingan masyarakat untuk hidup sehat di Desa Depok Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek."

Copied!
256
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAMPINGAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT DI DESA DEPOK, KECAMATAN BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh:

Nurul Mufidah Nida’ul Millah

B02213044

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

(2)

PENDAMPINGAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT DI DESA DEPOK, KECAMATAN BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh:

Nurul Mufidah Nida’ul Millah

B02213044

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Nurul Mufidah Nida’ul Millah, B02213044, (2017) : PENDAMPINGAN

MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT DI DESA DEPOK, KECAMATAN BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK

Skripsi ini membahas tentang pengorganisasian masyarakat Desa Depok melalui ibu-ibu yasinan. Tujuan pengorganisasian ini untuk mengetahui realitas problematik yang muncul karena pola hidup tidak sehat dan tingkat keberhasilan pendampingan masyarakat dalam memunculkan pola hidup sehat di Desa Depok. Masyarakat Desa Depok memiliki kebiasaan buang air besar yang kurang baik. Karena tempat untuk buang air besarnya tidak pada tempat yang sehat. Karena belum mempunyai WC di rumahnya.

Pendekatan penelitian dan pendampingan ini menggunakan metode PAR

(Participatory Action Research). PAR merupakan kaloboratif antara peneliti

dengan komunitas untuk melakukan research bersama, merumuskan masalah, merencanakan tindakan, melakukan aksi secara berkesinambungan dan berkelanjutan. PAR dirancang memang untuk mengkonsep suatu perubahan dan melakukan perubahan terhadapnya. Peneliti ingin mengubah paradigma masyarakat untuk menyadari bahwa buang air besar di sungai itu tidak baik, agar segera membuat WC sehat. Dalam prosesnya fasilitator, anggota yasinan ibu-ibu, dan Dinas kesehatan membuat kelompok belajar untuk mempermudah pengorganisasian dan riset bersama. Kelompok belajar tersebut bernama Arisan Jamban di Yasinan Ibu-ibu.

Aksi ini diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan perilaku buang air besar sembarangan. Masyarakat berperilaku kurang sehat, karena beberapa alasan. Seperti karena belum mepunyai WC dirumahnya dan belum mempunyai biaya untuk membuat WC sendiri. Pendampingan ini dengan cara menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat supaya berperilaku hidup bersih dan sehat. Adanya aksi kampanye diharapkan sedikit banyak juga bisa menumbuhkan rasa peduli masyarakat terhadap lingkungan. Pada Dusun Kebonagung Ibu-ibu yasinan ingin berubah menjadi lebih baik lagi, dengan cara membuat iuran arisan WC sehat. Arisan WC sehat tersebut mengeluarkan iuran sebesar 5.000 per-orang, ada 80 orang yang ikut, sehingga mendapatkan uang 400.000. Arisan WC sehat tersebut bergiliran setiap minggunya ada orang yang dapat giliran mendapat uang, untuk menambah biaya dalam pembuatan WC sehat. Proses pendampingan ini dilakukan dengan semaksimal mungkin dan berkelanjutan. Jadi diharapkan pendampingan bisa terus berjalan walau tanpa seorang fasilitator.

(8)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ……….i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ………iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….iv

MOTTO ………...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….vi

ABSTRAK ………vii

KATA PENGANTAR ………...viii

DAFTAR ISI ………...…x

DAFTAR GAMBAR ………xiv DAFTAR TABEL ………....xvi

DAFTAR BAGAN ………...xix

DAFTAR DIAGRAM ……….……..xx

BAB I : PENDAHULUAN …………..……….1

A. Latar Belakang Masalah ……….………..1

B. Rumusan Masalah ………….………...7

C. Tujuan Penelitian ……….7

D. Strategi Pemecahan Masalah Dan Harapan ……….………8

E. Sistematika Pembahasan ……….………...14

F. Jadwal Pelaksanaan ……….………...18

BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT ………..20

(9)

1. Pendampingan Masyarakat ..………...…...……20

2. Perilaku Hidup Sehat ………..29

3. Perubahan Perilaku ………...….39

4. Perubahan Cara Berfikir ………....43

5. Islam dan Pola Hidup Sehat ………45

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ………..54

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF ………...59

A. Metode Penelitian Pemberdayaan ………59

1. Pendekatan Penelitian ……….59

2. Prosedur PAR / Langkah Penelitian PAR ………63

3. Wilayah dan Subjek Penelitian ………67

4. Teknik Pengumpulan Data ……….69

5. Teknik Validasi Data ………...72

6. Teknik Analisa Data ………74

B. Analisa Stakehorder ……….………78

BAB IV : PROFIL DESA DEPOK ……….….…..81

A. Gambaran Umum Desa Depok ……….81

1. Kondisi Geografis ………81

2. Demografis ………..86

B. Ekonomi Masyarakat ………91

C. Pendidikan Masyarakat ……….…………94

D. Kesehatan Masyarakat ……….……….98

(10)

BAB V : MEMAHAMI PERMASALAHAN MASYARAKAT SECARA PARTISIPATIF DI DESA DEPOK ....………..105 A. Tingginya Tingkat Masyarakat yang BAB Sembarangan ……...105 B. Masyarakat Belum Mempunyai Infrastruktur WC Yang Sehat ….117 C. Pemangku Kebijakan Terhadap Isu Masyarakat yang Buang Air Besar Sembarangan ………..127 BAB VI : DINAMIKA PROSES PENGORGANISASIAN KELOMPOK

DALAM PERILAKU HIDUP SEHAT ………...…..139 A. Assesment Untuk Menjalin Kepercayaan Masyarakat ………...…139 B. Agenda Riset Bersama (menyepakati) ………141

1. Melakukan FGD bersama untuk menggali masalah di masyarakat……….………141

2. Pembuatan peta bersama masyarakat ………..….151 C. Membuat Perencanaan Strategis ……….…..171

D. Membangun Jaringan Stakeholder Untuk Melancarkan Aksi

Pendampingan Hidup Sehat ………..175

(11)

B. Mengorganisir Masyarakat Tidak Lepas dari Hambatan dan Tantangan ……….………226 C. Merubah Pandangan Masyarakat Dalam Kebersihan dan Kesehatan

Harus Selalu Diperhatikan ………...228 BAB IX : Kesimpulan dan Rekomendasi ………...230

A. Problematik Yang Muncul Karena Pola Hidup Tidak Sehat …….230 B. Tingkat Keberhasilan Dalam Pendampingan Masyarakat Untuk Pola

Hidup Sehat ………..231

C. Rekomendasi ………233

DAFTAR PUSTAKA ……….235

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Umum Desa Depok ……….82

Gambar 5.1 Jumbleng Tertutup Masyarakat ………120

Gambar 5.2 WC yang masih disalurkan ke sungai ………..124

Gambar 5.3 Masyarakat yang mempunyai kebiasaan BAB di sungai …………..125

Gambar 5.4 Penggalian lubangan Septictank secara bersama-sama ………127

Gambar 5.5 Lubangan Septiktank sudah selesai ……….….128

Gambar 5.6 Sosialisasi mengenai WC sehat dari Puskesmas ………...129

Gambar 5.7 Mengerjakan bersama-sama contoh pembuatan WC Sehat ………..131

Gambar 5.8 Acara tentang kesehatan di Balai Desa ……….134

Gambar 6.1 Ikut kegiatan yasinan ibu-ibu di Dusun Soko ………..139

Gambar 6.2 Ikut acara senin wagean di balai Desa Depok ………...140

Gambar 6.3 Saat FGD dengan tokoh masyarakat Dusun Joho ………142

Gambar 6.4 Saat FGD bersama masyarakat Dusun Kebonagung ………146

Gambar 6.5 Saat FGD bersama masyarakat Dusun Banaran ………147

Gambar 6.6 Saat FGD bersama Masyarakat Dusun Suko ………...…….149

Gambar 6.7 Saat pembuatan peta Dusun Kebonagung bersama masyarakat …..154

Gambar 6.8 Peta persebaran rumah Dusun Kebonagung dan kepemilikan WC ...171

Gambar 7.1 Saat Kampanye WC sehat di yasinan besar ………..189

Gambar 7.2 Saat kampanye WC sehat di Dusun Kebonagung ………192 Gambar 7.3 Saat berdiskusi mengenai solusi BABS ………195

Gambar 7.4 Saat berdiskusi di yasinan RT 3 Dusun Suko mengenai BABS ……197

Gambar 7.5 Saat diskusi lagi di yasinan RT 3 Dusun Suko ………..198

(13)

Gambar 7.7 Orang yang dapat arisan jamban pada minggu pertama ………202

Gambar 7.8 Pembuatan septictank di rumahnya Bu Tatik ………203

Gambar 7.9 Orang yang dapat arisan jamban minggu kedua ………203

Gambar 7.10 Proses pembuatan Septictank di rumahna Bu Lasmi ………...204

Gambar 7.11 Septictank Bu Lasmi yang sudah jadi ………204

Gambar 7.12 Orang yang dapat arisan jamban pada minggu ketiga ………205

Gambar 7.13 Saat Pak Agus (perangkat desa) memberikan dukungannya .……206

Gambar 7.14 Saat Pak Carik bersama LMI di kegiatan yasinan ………..208

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penyakit masyarakat di Desa Depok tahun 2016 ……….5

Tabel 1.2 Ringkasan Narative Program ………..12

Tabel 1.3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ………18

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilaksanakan …………..55

Tabel 3.1 Penyakit masyarakat di desa depok tahun 2016 ………..…68

Tabel 3.2 Analisa Steakholders ………..79

Tabel 4.1 Batas Desa Depok ………..83

Tabel 4.2 Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Desa Depok ………...83

Tabel 4.3 Pembagian Wilayah Administratif ……….…84

Tabel 4.4 Transek desa ………..85

Table 4.5 Sejarah Kepala Pemerintahan Desa ………88

Tabel 4.6 Data kependudukan Desa Depok ………90

Tabel 4.7 Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Depok ………...…92

Tabel 4.8 Pekerjaan Masyarakat Menurut Kelompok Usia ………93

Tabel 4.9 Pendapatan Perkeluarga ……….94

Tabel 4.10 Tingkat Pendidikan Masyarakat ………...95

Tabel 4.11 Jumlah Bangunan Pendidikan ………..97

Tabel 4.12 Sarana dan Prasarana Kesehatan ………..99

Tabel 4.13 Kepemilikan WC masyarakat ……….100

Tabel 4.14 Penyakit masyarakat di Desa Depok tahun 2016 ………100

Tabel 4.15 Anggota Yasinan ………103

Tabel 5.1 Perkembangan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat ………….105

(15)

Tabel 5.3 Penyakit masyarakat di desa depok tahun 2016 ………108

Tabel 5.4 Penyakit Bulan Januari ……….109

Tabel 5.5 Penyakit Bulan Februari ………...110

Tabel 5.6 Penyakit Bulan Maret ………...111

Tabel 5.7 Penyakit Bulan April ………111

Tabel 5.8 Penyakit Bulan Mei ………..112

Tabel 5.9 Penyakit Bulan Juni ……….………112

Tabel 5.10 Penyakit Bulan Juli ……….113

Tabel 5.11 Penyakit Bulan Agustus ……….114

Tabel 5.12 Penyakit Bulan Sebtember ……….114

Tabel 5.13 Penyakit Bulan Oktober ……….115

Tabel 5.14 Penyakit Bulan November ………..115

Tabel 5.15 Kalender Kesehatan ………...116

Tabel 5.16 Trend and Change Perilaku BAB …….………..117

Tabel 5.17 Data Akses Jamban Desa Depok Tahun 2016 ………...118

Tabel 5.18 Kalender harian ………...125

Tabel 6.1 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 11 ………..155

Tabel 6.2 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 12 ………. 156

Tabel 6.3 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 13 ……….169

Tabel 6.4 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 14 ………..160

Tabel 6.5 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 15 ……….162

Tabel 6.6 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 16 ……….164

Tabel 6.7 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 17 ……….165

(16)

Tabel 6.9 Kepemilikan WC pada setiap rumah RT 19 ………..…169

Tabel 6.10 Ringkasan Narative Program ………..170

Tabel 7.1 Ibu pada anggota yasinan yang sudah punya WC sehat ………..193

Tabel 7.2 Metode Trend and Change ………...216

Tabel 7.3 Metode Score Card ………...218

(17)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Hirarki Analisis Masalah ……….8

Bagan 1.2 Hirarki Analisis Harapan ………...10

Bagan 5.1 Analisa Pohon Masalah ………...135

(18)

DAFTAR DIAGRAM

(19)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah tantangan sosial – budaya, perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke dalam badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya. Menurut SUSENAS 2004, akses masyarakat terhadap sarana sanitasi adalah 53 %, dan hanya seperempatnya yang mempunyai akses terhadap sarana sanitasi yang mempunyai syarat dan menggunakan septic tank. Selebihnya, dilakukan di sawah, kolam, danau, sungai dan laut secara terbuka.1

Sarana sanitasi yang tidak layak dan buruknya perilaku hidup sehat turut berdampak pada kematian bayi, angka kesakitan dan malnutrisi pada anak yang menjadi ancaman besar bagi potensi sumber daya manusia di Indonesia. Saat ini 100.000 anak meninggal setiap tahun akibat diare. Sementara itu, kasus typhoid di Indonesia merupakan yang terbesar di wilayah Asia Timur. Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi karena tidak sebanding dengan pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang telah mencapai lebih dari US$700.2

1Iman Darmawan, “Perbedaan Efektifitas Model Pemicuan Dengan Penyuluhan Terhadap

Kepemilikan Jamban Di dusun Krajan Desa Ngromo Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan”,

dalam Tesis Kedokteran Keluarga, Pacitan, Juni 2010, Hal. 1

(20)

Konsep kesehatan menurut H.L. Blum yang dikutip oleh Suyono dalam bukunya ada 4 faktor, yaitu faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Keempat faktor tersebut berpengaruh positif dan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang status kesehatan akan tercapai optimal apabila keempat faktor tersebut positif mempengaruhi secara optimal. Apabila salah satu faktor optimal, status kesehatan akan bergeser ke arah di bawah optimal.3

Lingkungan bersih menunjukkan perilaku warganya. Menurut pakar kesehatan masyarakat, ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, yaitu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, yaitu faktor genetika (keturunan), pelayanan kesehatan, lingkungan dan perilaku. Jadi, warga yang menyadari pentingnya kebersihan, akan menghasilkan lingkungan yang bersih.4

Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak dari tanah.5

Pada tahun 2012 telah dilakukan pemeriksaan sanitasi rumah pada 4.655.317 rumah atau 47,15% dari jumlah rumah yang ada di Jawa Timur. Dari pemeriksaan tersebut tercatat 3.268.249 rumah dinyatakan sehat atau 70,20% dari jumlah rumah yang diperiksa. Cakupan tertinggi rumah sehat adalah

3 Suyono, Budiman, Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: EGC, 2010), Hal. 2.

4 Iman Darmawan, “Perbedaan Efektifitas Model Pemicuan Dengan Penyuluhan Terhadap…,

hal. 1.

(21)

Kabupaten Gresik (87,17%) meski ada penurunan jumlah rumah yang sehat sekitar 1% dari tahun lalu. Sedangkan yang terendah masih ditempati oleh Kabupaten Probolinggo (38,29%).6

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan dan menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Salah satunya adalah Jamban Sehat. Dengan jamban sehat dapat mencegah terjadinya pencemaran lingkungan serta memutus mata rantai munculnya berbagai penyakit berbasis lingkungan, diantaranya Thypus, Disentri, Kolera, bermacam-macam cacing (Gelang, Kremi, Tambang dan Pita), Schistosomiasis dan sebagainya yang terdapat dalam feaces atau kotoran manusia. Cakupan akses Jawa Timur berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK) diperiksa (52,90% dari KK yang ada), KK yang memiliki jamban sebesar 91,16% dan yang sehat sebesar 69,36%.7

Dengan harapan tercapainya garis lurus horizontal antara akses, kepemilikan dan jamban sehat, kasus penyakit yang disebabkan oleh tinja manusia akan menurun. Sedangkan suatu desa dikatakan Open Defecation Free (ODF) apabila semua keluarga yang ada di desa tersebut sudah mengakses ke jamban yang sehat.

Namun sebenarnya banyak desa yang keluarga-nya tinggal beberapa saja yang masih buang air besar (BAB) sembarangan atau aksesnya sudah mencapai

(22)

99% ke atas. Sedangkan desa dikatakan ODF kalau aksesnya sudah 100% atau masyarakatnya sudah tidak ada yang buang air besar di sembarang tempat. 8

Pembuangan tinja atau buang air besar disebut secara eksplisit dalam dokumen Millenium Development Goals (MDGs). Dalam nomenklatur ini buang air besar disebut sebagai sanitasi yang antara lain meliputi jenis pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar, jenis kloset yang digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja. Dalam laporan MGDs 2010, kriteria akses terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan fasilitas tempat BAB milik

sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis ‘latrine’ dan tempat

pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangka septik atau sarana pembuangan air limbahnya atau SPAL. Sedangkan kriteria yang digunakan joint Monitoring Program (JMP) WHO-UNICEF 2008, sanitasi terbagi dalam empat kriteria,

yaitu ‘improved’, ‘shared’, ‘unimproved’, dan ‘open defecation’. Dikategorikan sebagai ‘improved’ bila penggunaan sarana pembuangan kotoran nya sendiri,

jenis klosed latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya tangka septik atau SPAL.9

Akses penduduk di Trenggalek terkaid sanitasi yang layak untuk jamban sesuai data dari laporan bidang P2P & PL, yaitu dari 683.008 penduduk sejumlah 558.557 jiwa atau 81,8% telak mengakses fasilitas sanitasi jamban dengan jenis komunal, leher angsa dan cemplung.10

8 Lingkungan Dinkes Prov. Jatim, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012…, hal. 82. 9 Dinas Kesehatan Kabupaten Trenggalek, Profil Kesehatan Kabupaten Trenggalek Tahun 2014, (Trenggalek: Dinkes Kabupaten Trenggalek, 2015), hal. 17.

(23)

Masyarakat di Desa Depok Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek kepemilikan WCnya sangat minim. Sehingga masyarakat yang belum punya WC itu lebih memilih buang air besarnya di sungai dekat rumahnya. Namun perilaku seperti itu bisa menyebabnya air sungai menjadi tercemar. Lingkungan merupakan salah satu faktor terpenting dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Karena dengan lingkungan yang sehat tercermin perilaku sehat, begitu juga sebaliknya. Bila tiap-tiap individu tidak memperhatikan kesehatan pribadi, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang sudah tercemar akan memberikan dampak negatif pada beberapa aspek kehidupan, terutama aspek kesehatan.

Kebiasaan masyarakat seperti itu bisa menimbulkan beberapa penyakit. Namun masyarakat tidak menyadarinya. Pada waktu peneliti mewawacarai masyarakat sekitar dan ahli kesehatan di Desa Depok bahwa pada tahun 2016 ini musinnya tidak menentu dan masyarakatnya kurang memahami asal mula penyakit itu dari mana. Kebanyakan masyarakat terkena sakit diare, gatal-gatal, muntaber, ISPA, Thipus dll.

Tabel 1.1

Penyakit masyarakat di Desa Depok tahun 2016

Penyakit Jumlah (orang)

1. Kecacingan 130

2. ISPA 135

3. Gatal-gatal 114

4. Diare 105

5. Tipoid 30

(24)

Kesehatan masyarakat di Desa Depok pada tahun 2016 ini meningkat penyakit yang di derita dari tahun sebelumnya. Masyarakat yang anaknya terkena penyakit kecacingan ada 130, masyarakat yang terkena penyakit ISPA ada 135 orang, masyarakat yang terkena gatal-gatal ada 114 orang, masyarakat yang terkena penyakit Diare ada 105 orang dan masyarakat yang terkena penyakit Tipoid 30 orang.

Pada tahun ini hujannya tidak menentu, jadi masyarakat banyak yang terkena penyakit. Disebabkan oleh lingkungan yang kurang sehat dan musim yang tidak menentu. Masyarakat banyak yang terkena gatal-gatal, karena menggunakan air sungai. Mandi dan untuk keperluan lainnya dengan air sungai. Di sini itu airnya tidak dari mata air asli, ada yang dari sungai. Anak-anak banyak yang terkena penyakit kecacingan, hampir semua anak terkena penyakit itu. Karena kebersihannya kurang di perhatikan dan kalau ke alas / hutan tidak memakai sandal.11

Masyarakat desa belum menyadari bahwa buang air besar sembarangan itu tidaklah baik untuk kesehatan, lingkungan dan kualitas tanah, air dan udara di sekitarnya. Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan, antara lain anggapan bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak buang air besar di sungai, tinja itu bisa buat makan ikan. Kebiasaan buang air besar sembarangan itu sudah dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang sejak dahulu. Kebiasaan seperti itu juga dilakukan oleh masyarakat

11Wawancara dengan Bu Bidan Kartini, (umur 44 tahun), di ruang Postu (Puskemas Pembantu)

(25)

Desa Depok. Perilaku seperti itu perlu harus diluruskan. Agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar lagi.

Pada penelitian tersebut dengan pemasalahan pada masyarakat munculnya pola hidup yang tidak sehat itu. Permasalahan yang muncul pada masyarakat itu harus segera diselesaikan. Sehingga permasalan itu akan ditindak lanjuti dengan model pendampingan PAR (Partisipatory Action Research). B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah:

1. Bagaimana realitas problematik yang muncul karena pola hidup yang tidak sehat di Desa Depok, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek ? 2. Bagaimana upaya pendampingan masyarakat dalam memunculkan pola hidup

sehat di Desa Depok, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek ? C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penulisan di atas maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui realitas problematik yang muncul karena pola hidup yang tidak sehat di Desa Depok, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek. 2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pendampingan masyarakat dalam

(26)

D. Strategi Pemecahan Masalah Dan Harapan

Pada penjelasan diatas bisa dijadikan sebuah permasalahan. Pohon masalah merupakan teknik yang dipergunakan untuk menganalisis permasalahan yang menjadi problem diidentifikasi dengan teknik-teknik PRA. Teknik ini disusun untuk mengetahui masalah-masalah yang ada. Sehingga nanti bisa diketahu permasalahan apa saja yang terjadi di masyarakat Dusun Kebonagung. Dibawah ini from analisis pohon masalah dan pengertiannya, sebagai berikut:

Bagan 1.1

Hirarki Analisis Masalah

Bagan diatas menggambarkan langkah-langkah sebelum menuliskan pohon masalah yang terjadi di masyarakat. Pengertian langkah-langkah itu akan dijelaskan dibawah ini sebagai berikut :

Dampak Negatif

Masalah Utama Inti Masalah

Penyebab Utama

(27)

1. Inti masalah

Masalah yang ada pada masyarakat pasti terdapat inti masalahnya / akar permasalahannya. Inti permasahan digunakan untuk mengetahui permasalahan yang lebih mendalam. Inti permasalahan ini ditentukan oleh masyarakat sendiri, yang menurut mereka permasalahan itu perlu diselesaikan. Sehingga permasalahn ini harus segera diselesaikan, apabila tidak segera diatasi akan menimbulkan banyak masalah untuk masyarakat. 2. Masalah utama

Setelah adanya inti masalah akan ada masalah utama dibawahnya. Karena permasalahan itu terjadi pasti ada penyebab-penyebab yang muncul setelah adanya inti masalah itu. Masyarakat diajak untuk berfikir, kenapa masalah itu bisa terjadi dan apa penyebabnya.

3. Penyebab utama

Sebelum adanya masalah utama pasti ada penyebab utama yang mengakibatkan masalah itu terjadi. Sehingga masalah ini harus segera untuk diselesaikan. Penyebab utama ini harus segera diketahui, bersama dengan masyarakat dalam mencari penyebab utama dari permasalahan ini. Penyebabnya harus didiskusikan secara bersama-sama agar permasalahan ini penyelesaiannya tepat dengan kebutuhannya.

4. Faktor yang mempengaruhi

(28)

penyebabnya diketahui. Masyarakat diajak berfikir untuk mencari faktor yang mempengaruhinya sehinggaa bisa terjadi seperti itu permasalahannya. 5. Dampak negatif

Setelah permasalahannya sudah diketahui semuanya. Masyarakat diajak untuk berfikir dampak dari permasalahan itu apa saja. Setiap permasalahan akan menimbulkan dampaknya sendiri-sendiri. Dampak ini untuk mengetahui kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat permasalahan itu. Semakin banyak dampak yang diakibatkan oleh permasalahan pada masyarakat, berarti masalah itu harus segera diselesaikan. Dibawah ini langkah-langkah dalam penulisan pohon harapan untuk mencapai perubahan yang lebih baik, sebagai berikut:

Bagan 1.2

Hirarki Analisis Harapan Tujuan Akhir

Hasil Tujuan

(29)

Bagan diatas menggambarkan langkah-langkah sebelum menuliskan pohon Harapan yang terjadi di masyarakat. Pengertian langkah-langkah itu akan dijelaskan dibawah ini sebagai berikut :

1. Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini untuk menyelesaikan permasalah yang ada di masyarakat yang harus segera diselesaikan. Agar masyarakat berubah lebih baik lagi. Setelah adanya pohon masalah diatas, masalah itu akan diselesaikan bersama masyarakat. Fasilitator bersama masyarakat akan menyelesaikan permasalah itu secara bersama-sama dengan bertujuan agar masalah itu terselesaikan.

2. Hasil

Adanya tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat, akan ada hasil yang didapatkan. Sehingga permasalahan itu terselesaikan. Bisa melalui dengan penyadaran terlebih dahulu kepada masyarakat bahwa tidakan itu tidak baik untuk dilakukan, akan akan berdampak pada orang banyak.

3. Kegiatan

(30)

4. Tujuan Akhir

Tujuan akhir dalam pendampingan itu untuk mengurangi dampak yang terjadi, karena diakibatkan oleh permasalahan itu. Setelah permasalahan itu dipecahkan, dilihat tingkat keberhasilannya, apakah pendampingan ini dapat membuat perubahan yang lebih baik lagi pada masyarakat atau tidak.

Setelah adanya pohon harapan akan di tuliskan pada tabel ringkasan narative program. Pada tabel ringkasan narative program ini akan dijelaskan lebih terperinci apa saja kegiatan yang akan dilakukan saat pendampingan masyarakat itu. Dibawah ini akan di tuliskan langkah-langkah ringkasan narative program sebelum menuliskan lebih terperinci di BAB selanjutnya :

Tabel 1.2

Ringkasan Narative Program Program/Proyek:

Tujuan Akhir (Goal) Tujuan

(Purpose)

Hasil

(Result/out

put) Kegiatan

Satu tujuan akhir

Tujuan antara (intermediate objektive)

Hasil 1 Hasil 2 Hasil 3

Keg. 3.1 Keg. 3.1.1

Keg. 2.2 Keg. 3.2 Keg. 2.1.1

Keg. 2.1

Keg. 3.2.1 Keg. 2.2.1

Keg. 1.2.1 Keg. 1.2

[image:30.595.111.492.243.750.2]
(31)

Pada langkah-langkah ringkasan narative program diatas akan dijelaskan apa saja terperincian dalam pengisiannya. Pengertiannya hampir sama dengan pohon masalah. Karena tujuannya untuk melakukan penyelesaian pada masalah yang terjadi di masyarakat. Namun pada tulisan ini lebih diperincikan lagi, karena kegiatan yang dilakukan selama pendampingan satu persatu. Penjelasannnya sebagai berikut:

1. Goals dalam kerangka logis (logframe) adalah tingkatan dengan tujuan tertinggi, merupakan hasil akhir tetapi di luar control program.

2. Perpose atau sasaran program merupakan rincian / bagian dari goal, namun objektive atau sasaran ini selalunya di luar control program. Goal dan purpose di luar control program karena kegiatan-kegiatan tidak langsung mempengaruhinya tetapi dapat dicapai dengan gabungan beberapa dari program yang satu dengan program yang lainnya.

3. Outputs adalah hasil spesifik apa yang harus diperoleh sesudah program berakhir.

4. Kegiatan adalah kegiatan-kegiatan atau proses apa yang harus disusun untuk memperoleh outputs selama proyek / program berlangsung.

(32)

E. Sistematika Pembahasan

Adapun susunan atau sistematika dalam skripsi yang mengangkat tema tentang Pendidikan Bahaya Buang Air Besar Sembarangan ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini Peneliti mengupas tentang analisis awal mengapa mengangkat tema penelitian ini, fakta dan realita secara induktif di latar belakang, didukung dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan strategi pemecahan masalah dan harapan, serta juga sistematika pembahasan untuk membantu mempermudah pembaca dalam memahami secara ringkas penjelasan mengenai isi bab per bab.

BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT

Pada bab ini peneliti membahas tentang teori-teori yang relevan dengan tema penelitian yang diangkat. Diantaranya pendampingan masyarakat, perilaku hidup sehat, perubahan perilaku, perubahan cara berfikir dan islam dan pola hidup sehat. Serta juga kaitannya dengan penelitian yang terkait. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF

(33)

kearifan lokal, yang tujuan akhirnya adalah transformasi sosial tanpa ketergantungan pihak-pihak lain. Diantaranya pendekatan penelitian, prosedur PAR / langkah penelitian PAR, wilayah dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik validasi data, teknik analisa data dan analisa stakehorder. Metodologi tersebut akan digunakan peneliti dalam proses pendampigan masyarakat.

BAB IV : PROFIL DESA DEPOK

Peneliti memberikan gambaran umum realitas lokasi penelitian pada bab ini. Di dalamnya akan berisi sejarah Desa Depok, letak geografis, letak demografis, kondisi perekonomian, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan masyarakat desa depok dan sejarah kelompok yasinan. Fungsi ini sangat mendukung tema yang diangkat, terutama masalah kesehatan lingkungan.

BAB V : MEMAHAMI PERMASALAHAN MASYARAKAT SECARA PARTISIPATIF DI DESA DEPOK

(34)

BAB VI : DINAMIKA PROSES PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DALAM PERILAKU HIDUP SEHAT.

(MEDIA BELAJAR UNTUK PERUBAHAN)

Dalam bab ini peneliti menjawab masalah berdasarkan analisis inti masalah yang telah disajikan dalam bab IV. Ada beberapa sub bahasan, diantaranya adalah mulai dari assessment awal, inkulturasi, agenda riset bersama (menyepakati), merumuskan masalah bersama komunitas, membuat perencanaan strategis, membangun jaringan stakeholder, melakukan aksi perilaku sehat dalam buang air dan melakukan evaluasi dan refleksi. Sebagian dari aksi nyata yang sudah terencana dalam tahapan metode penelitian sosisal Partisipatory Action Research (PAR). BAB VII : MEMBANGUN PERILAKU SEHAT DALAM BUANG AIR

(35)

kelompok arisan WC dan advokasi kebijakan desa terkait perilaku kesehatan.

BAB VIII : REFLEKSI PENDAMPINGAN

Peneliti dalam bab ini membuat sebuah catatan refleksi atas penelitian dan pendampingan dari awal sampai akhir. Dimulai dari pentingnya merubah kesadaran melalui jamaah yasinan, membangun partisipasi masyarakat dan konsep islam dalam pandangan kebersihan dengan kesehatan harus diperhatikan. Serta juga diceritakan bagaimana beberapa catatan peneliti pada saat penelitian mendampingi Sosialisasi Masyarakat selama 2 bulan sebagai bagian dari aksi nyata melalui metode penelitian partisipatif.

BAB IX : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Berisi daftar referensi yang di dapatkan bersumber dari mana saja. Apabila itu dari wawancara itu dengan siapa, dimana pada tanggal, jam berapa pembicaraan itu terjadi.

LAMPIRAN

Berisi beberapa dari hasil diskusi dengan masyarakat yang sudah dilakukan. Termasuk pembicaraan saat diskusi itu, selama proses pendampingan dilakukan.

F. Jadwal Pelaksanaan

Adapun jadwal yang dilaksanakan selama pendampingan yang kurang lebih membutuhkan waktu 3 bulan melalui PRA atau Partisipatory Rular

[image:36.595.109.514.231.755.2]

Appraisal akan disajikan melalui tabel berikut:

Tabel 1.3

Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan No. Nama Kegiatan Pelaksanaan (Minggu)

Oktober November Desember Januari 1. Pemetaan Awal

(Preliminary

Mapping)

*

2. Pentuan Agenda Riset untuk Perubahan Sosial

**

3. Pemetaan Partisipatif

(Partisipatory

Mapping)

(37)

4. Merumuskan Masalah Kemanusiaan

*

5. Menyusun Strategi Gerakan

*

6. Pengorganisasian Masyarakat

**

7. Melancarkan Aksi Perubahan

*

8. Membangun Pusat-Pusat Belajar Masyarakat

**

9. Refleksi *

10. Meluaskan Skala Gerakan Dukungan

(38)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT A.Kajian Teori

1. Pendampingan Masyarakat

Selama ini, jika orang-orang berbicara soal pendampingan, mereka menandainya dalam dua kutup yang saling bertentangan, yakni : pendampingan otokratis (bersifat serba mengarahkan dan memerintahkan) di satu sisi, dan pendampingan demokratis (bersifat mendorong dan mendukung). Pendampingan otokratis didasarkan pada kedudukan pemilikan kekuasaan dan kewenangan, sementara pendampingan lebih dikaitkan dengan kekuatan pribadi dan peran serta anggota yang dipimpin dalam proses pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.12

Sedangkan perilaku pendamping ada dua yakni mengarahkan dan mendorong. Perilaku mengarahkan atau Directive Behavior diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh seorang pendamping dalam bentuk komunikasi satu arah : menjelaskan peran masyarakat dan memerintahkan kepada masyarakat apa yang mesti mereka kerjakan, dimana mereka harus mengerjakannya, kapan, dan bagaimana caranya serta melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan dan hasil kerja masyarakat tersebut.13

12Edi Suharto,

Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal. 40.

(39)

Perilaku mendorong atau Supportive Behaveir, diartikan sebagai tindakan yang dilakukan seseorang pendamping dalam bentuk komunikasi dua arah, lebih banyak mendengarkan saran dan pendapat masyarakat, memberikan banyak dukungan dan dorongan semangat, memperlancar dan mempermudah terjadinya hubungan antar setiap orang, dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.14

Proses pendampingan ini merupakan sebagai upaya untuk mengembangkan dan memperkuat kapasitas masyarakat. Penguatan ini dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat hidup sehat yang selama ini tidak memperhatikan kesehatan lingkungannya. Sehingga menimbulkan terserangnya penyakit pada masyarakat, akibat kebiasaan mereka yang kurang sehat belum disadarinya. Sebagaimana yang telah diungkapkan Pyne yang dikutip oleh Edi Suharto, bahwa prinsip utama pendampingan adalah memandang masyarakat dan lingkungannya sebagai sistem sosial yang memiliki kekuatan positif dan bermanfaat bagi pemecahan masalah, karena bagian dari pendekatan pendampingan adalah menemukan sesuatu yang baik dan membantu masyarakat dalam permasalahannya.15

Menurut Edi Suharto yang dikutip oleh Ludiro Prajoko dalam bukunya, pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah

(40)

sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial.16

Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal lingkungannya. Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin dan pekerja sosial untuk bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b) mobilisasi sumberdaya pedesaan, (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d) menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa, (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan desa.17

Pendamping desa sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan desa. Menurut Edi Suharto yang dikutip oleh Ludiro Prajoko

16 Ludiro Prajoko, dkk, Modul Pelatihan Pratugas Pendampingan Lokal Desa Pendampingan Desa : Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, (Jakarta: Kementerian Desa, Pembanguna Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2016), hal. 287.

(41)

dalam bukunya, membagi peran pendamping menjadi tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat desa yang didampinginya.18

a. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat desa. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan potensi di desa.

b. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat desa yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat desa, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat desa adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.19

c. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping desa dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat desa. Pendamping dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat desa, dan membangun jaringan kerja di desa.

18Ludiro Prajoko, dkk,

(42)

d. Peran-peran teknis, mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat

praktis. Pendamping desa dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer

perubahaan” yang mengorganisasi masyarakat desa, melainkan pula

mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.20

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai masyarakat yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan desa.21

Secara konseptual, pemberdayaan, berasal dari kata „power‟

(kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, Menurut Edi Suharto yang dikutip oleh Ludiro Prajoko dalam bukunya, menyatakan bahwa ide utama

(43)

pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.22

Bagi para pendamping desa di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendamping desa:

a. Motivasi. Masyarakat desa dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Masyarakat desa perlu didorong untuk membentuk kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan untuk mengorganisir dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa atau kelurahannya. Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuan- kemampuan masyarakat desa.23

(44)

b. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran masyarakt desa dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasanya diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat desa untuk menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.24

c. Manajemen desa. Masyarakat desa harus mampu memilih pemimpin mereka sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat desa. Pada tahap awal, pendamping desa dapat membantu mereka dalam mengembangkan sebuah sistem. Masyarakat desa kemudian dapat diberi wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.25

d. Mobilisasi potensi desa. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun potensi SDA masyarakat SDM masyarakat individual melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini didasari pandangan bahwa setiap desa memiliki potensinya sendiri

24Ludiro Prajoko, dkk,

Modul Pelatihan Pratugas Pendampingan Lokal Desa…, hal. 289. 25Ludiro Prajoko, dkk,

(45)

yang, jika dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan potensi desa perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat desa memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin kepemilikan masyarakat desa dan pengelolaannya secara berkelanjutan.26

e. Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok- kelompok swadaya masyarakat desa perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial desa dan sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap potensi dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat desa.27

Bagi pendamping desa ada beberapa teknik yang harus diketahui saat di lapangan. Teknik dasar ini sangat penting bagi pendamping desa agar lebih mengetahui apa saja yang akan di lakukan. Di bawah ini ada 3 teknik dasar dalam pendampingan desa, yaitu:28

a. Proses Memfasilitasi Proses Memfasilitasi dalam rangka kegiatan pembelajaran masyarakat seringkali terjadi di dalam sebuah forum formal.

Kepala Desa atau seorang aparat pemerintah dari kabupaten menjadi pembicara di depan, sementara seluruh warga hanya

26 Ludiro Prajoko, dkk, Modul Pelatihan Pratugas Pendampingan Lokal Desa…, hal.289. 27 Ludiro Prajoko, dkk, Modul Pelatihan Pratugas Pendampingan Lokal Desa…, hal.289.

28

(46)

mendengarkan. Berbeda situasinya saat bapak-bapak atau ibu-ibu berkumpul dalam kegiatan seperti arisan, pertemuan RT maupun pertemuan kelompok masyarakat di mana hampir semua orang ikut melakukan pembicaraan. Begitu juga dalam perkumpulan Posyandu, para ibu yang membawa balita untuk ditimbang dan diperiksa petugas Puskesmas, terlibat dalam bincang-bincang mengenai berbagai penyakit akibat dimulainya musim hujan atau lainnya. Tetapi, ketika petugas

Puskesmas menyampaikan ‘penyuluhan kesehatan’ yang terkait dengan

keadaan penyakit yang menimpa anak-anak dan balita, semua ibu itu kembali hanya menjadi pendengar saja. Meskipun juga ada beberapa yang berani menanyakan sesuatu kepada petugas tersebut.29

Membangun ‘komunikasi dialogis’ dan diskusi dalam proses

pembelajaran tentunya berbeda dengan mengobrol dan berbincang tanpa arah. Di dalam prakteknya, seorang Fasilitator Masyarakat (FM) perlu keterampilan untuk mengoperasionalkan apa yang telah digambarkan dalam skema daur belajar orang dewasa di atas. Partisipasi tanpa keterampilan akan menjadi jargon belaka karena tidak dapat dijalankan di dalam kenyataan. Keahlian memfasilitasi seringkali disebut juga sebagai

‘seni memfasilitasi’ karena sebenarnya tidak persis sama seperti jenis

keterampilan lainnya. 30

29

(47)

b. Proses Memfasilitasi untuk Membangun Pada intinya, baik daur pembelajaran partisipatif maupun proses komunikasi multiarah bertujuan untuk membangun sebuah dialog di antara fasilitator dengan anggota masyarakat atau peserta belajar dalam sebuah hubungan kesetaraan.

Tidak ada salah satu pihak yang dianggap menjadi sumber kebenaran atau memiliki otoritas untuk menentukan baik dan benarnya suatu pemikiran atau gagasan tentang realita kehidupan. Karena itu, beberapa konsep penting yang perlu dikenal fasilitator dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat, seperti : Persepsi (Citra Diri dan Citra Pihak Lain); Sikap- nilai; Sikap-perilaku; dan Pendapat (Opini).31

c. Strategi Dan Teknik Membangun Komunikasi

Teknik Fasilitasi Dasar : 5W + 1 H Berikut ini adalah panduan praktis untuk mengembangkan teknik memfasilitasi proses pembelajaran agar peserta berpartisipasi aktif. Teknik membangun proses ini sebenarnya sederhana, dan biasa disebut teknik 5W + 1H (what, who, when, where, why, and how atau apa, siapa, dimana, mengapa, dan bagaimana). Teknik dasar ini apabila digunakan secara tepat, akan menolong peserta untuk secara bertahap terlibat dalam kegiatan pembelajaran secara partisipatif.32

2. Perilaku Hidup Sehat

Sehat adalah suatu kondisi terbebasnya tubuh dari gangguan pemenuhan kebutuhan dasar klien atau komunitas. Sehat merupakan

(48)

keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan mengatasi stressor. Sehat juga diartikan sebagai keadaan di mana seseorang ketika diperiksa oleh ahlinya tidak mempunyai keluhan maupun tidak terdapat tanda-tanda penyakit atau kelainan. Sedangkan kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap meliputi: kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit dan/atau kelemahan. Selain itu, seseorang dengan kesehatan yang baik adalah apabila seseorang mampu produktif.

Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1992 yang di kutip oleh Wahit dalam bukunya bahwa sehat adalah keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani), dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sehat fisik adalah suatu keadaan di mana bentuk fisik dan fungsinya tidak mengalami gangguan, sehingga memungkinkan berkembangnya mental atau psikologis dan sosial untuk dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan normal.33

Sehat mental adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sehat sosial adalah perikehidupan dalam masyarakat di mana perikehidupan ini harus sedemikian rupa, sehingga setiap warga Negara mempunyai cukup

(49)

kemampuan untuk memelihara dan memajukan kehidupan sendiri serta kehidupan keluarganya dalam masyarakat yang memungkinkannya untuk bekerja, beristirahat, dan menikmati hiburan pada waktunya.34

Menurut WHO yang di kutip oleh Wahid dalam bukunya bahwa yang dikatakan sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit dan/atau kelemahan. Dalam konsep sehat menurut WHO yang dikutip oleh Wahid dalam bukunya tersebut, diharapkan adanya keseimbangan yang serasi dalam interaksi antara manusia, makhluk hidup lain, dan dengan lingkungannya.35

Sebagai konsekuensi dari konsep WHO tersebut, maka yang dikatakan manusia sehat adalah: (1) tidak sakit; (2) tidak cacat; (3) tidak lemah; (4) bahagia secara rohani; (5) sejahtera secara sosial; dan (6) sehat secara jasmani. Hal tesebut sangat ideal dan sulit dicapai karena salah satu faktor penentunya adalah faktor lingkungan yang sulit untuk dikendalikan. Anggota masyarakat yang sehat tersebut dalam model keadaan yang baik atau

high level wellness model. Model ini berorientasi pada menyehatkan yang

sakit. Sedangkan orientasi utama konsep keadaan baik adalah untuk meningkatkan keadaan yang sudah baik.

Berikut ini unsur-unsur konsep keadaaan yang baik. Keadaan jasmaniah (physical activity).

 Kesadaran gizi (nutritional awareness).

34 Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Masyarakat…, hal. 17.

(50)

 Pengelolahan terhadap stress (sress management). Tanggung jawab mandiri (self responsibility).36

Di Indonesia kriteria sehat ini ditetapka melalui Undang-undang Nomor 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan dan telah diperbarui dengan Pasal 1 Ayat (1) yang bunyinya yang dikutip oleh Wahit dalam bukunya bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.37

Pada konsep kesehatan menurut H.L. Blum yang di kutip oleh Suyono dalam bukunya, ada 4 faktor, yaitu faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Keempat faktor tersebut berpengaruh positif dan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang status kesehatan akan tercapai optimal apabila keempat faktor tersebut positif mempengaruhi secara optimal. Apabila salah satu faktor optimal, status kesehatan akan bergeser ke arah di bawah optimal. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu keempat faktor tersebut.38

a. Faktor keturunan. Faktor ini lebih mengarah pada kondisi individu yang berkaitan dengan asal usul keluarga, ras, dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit tertentu disebabkkan oleh faktor keturunan antara lain hemofilia, hipertensi, kelainan bawaan, dan albino, dll.

b. Faktor pelayanan kesehatan. Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal ini berhubungan dengan

36 Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Masyarakat…, hal. 17.

37 Suyono, Budiman, Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: EGC, 2010), Hal. 2.

(51)

tersedianya sarana dan prasarana institusi kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, labkes, balai pengobatan, serta tersedinya fasilitas pada institusi tersebut (tenaga kesehatan, obat-obatan, alat-alat kesehatan) yang kesemuanya tersedia dalam kondisi baik, cukup, dan siap pakai.

c. Faktor perilaku. Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat, perilaku petugas kesehatan, dan perilaku pejabat pengelola pemerintahan (pusat dan daerah) seta perilaku pelaksana bisnis. Perilaku individu atau masyarakat yang positif pada kehidupan sehari-hari misalnya membuang sampah/kotoran secara baik, minum air masak, saluran limbah terpelihara, dan mandi setiap hari secara higienis.39 Perilaku petugas kesehatan dalam memberi pelayanan yang baik, antara lain ramah, cepat tanggap, disiplin tinggi, terapi yang tepat sesuai diagnosis, tidak malpraktik, pemberian obat yang rasional, dan bekerja dengan penuh pengabdian.40

Perilaku pemerintah pusat dan daerah dalam menyikapi suatu permasalahan kesehatan masyarakat seara tanggap dan penuh kearifan, misalnya cepat tanggap terhadap adanya penduduk yang gizinya buruk, adanya wabah penyakit, serta menyediakan sarana dan prasarana kesehatan dan fasilitas umum (jalan, parit, TPA, penyediaan air bersih, jalur hijau, pemukiman sehat) yan didukung dengan peraturan

39 Suyono, Budiman, Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks…, hal. 2.

40Suyono, Budiman,

(52)

undangan yang berhubungan dengan kesehatan dan lingkungan hidup dan menerapkan sanksi hukum yang tegas bagi pelanggarnya.

d. Faktor lingkungan. Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhhadap status kesehatan. Faktor lingkungan terdiri dari 3 bagian besar:41

1). Lingkungan fisik, terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan, antara lain bangunan, jalan, jembatan, kendaraan, gunung, air, tanah. Benda mati yang dapat dilihat dan dirasakan, tetapi tidak dapat diraba (api, asap, kabut, dll). Benda mati yang tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat, namun dapat dirasakan (udara, angin, gas, bau-bau, bunyi-bunyian/suara, dll.).

2). Lingkungan biologis, terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun tidak (manusia, hewan, kehidupan akuatik, amuba, virus, plangton). Makhluk hidup tidak bergerak (tumbuhan, karang laut, bakteri, dll).42

3). Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan biologis di atas. Lingkungan sosial tidak berbentuk nyata, namun ada dalam kehidupan di bumi ini. Lingkungan sosial terdiri dari sosio-ekonomi, sosio-budaya, adat istiadat, agama/kepercayaan, organisasi kemasyarakatan, dll. Melalui lingkungan sosial manusia melakukan interaksi dalam bentuk pengelolahan hubungan dengan alam dan buatannya melalui pengembangan perangkat nilai, ideologi, sosial dan

41 Suyono, Budiman, Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks…, hal. 3.

(53)

budaya sehingga dapat menentukan arah pembangunan lingkungan yang selaras dan sesuai dengan daya dukung lingkungan yang sering disebut dengan etika lingkungan.43

Berikut ini adalah indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan masyarakat. 10 indikator menurut sistem kesehatan nasional atau 12 indikator menurut H.L. Blum yang dikutip Wahid dalam bukunya, sebagai berikut:44

a. Life Span : yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat, atau

dapat juga dipandang sebagai derajat kematian masyarakat yang bukan karena mati tua.

b. Disease or infirmity : yaitu keadaan sakit atau cacat fisiologis dan anatomis

dari masyarakat.

c. Discomfort or illness : yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan

somatik, kejiwaan, maupun sosial dari dirinya.

d. Disability or incapacity : yaitu ketidakmampuan seseorang dalam

masyarakat untuk melakukan pekerjaan dan menjalankan peranan sosialnya karena sakit.

e. Participation on health care : yaitu kemampuan dan kemauan masyarakat

untuk berpartisipasi dalam menjaga dirinya untuk selalu dalam keadaan sehat.

43 Suyono, Budiman, Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: EGC, 2010), hal. 3.

(54)

f. Health behaviour : yaitu perilaku nyata dari anggota masyarakat secara

langsung berkaitan dengan kesehatan.

g. Ecologic behaviour : yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkungan,

spesies lain, sumber daya alam, dan ekosistem.

h. Social behaviour : yaitu perilaku anggota masyarakat terhadap sesamanya,

keluarga, komunitas, dan bangsanya.45

i. Interpersonal relationshif : yaitu kualitas komunikasi anggota masyarakat

terhadap sesamanya.

j. Reserve or positive health : yaitu daya tahan anggota masyarakat terhadap

penyakit, atau kapasitas anggota masyarakat dalam menghadapi tekanan-tekanan somatic, kejiwaan, dan sosial.

l. External satisfaction : yaitu rasa kepuasan anggota masyarakat terhadap

lingkungan sosialnya, meliputi : rumah, sekolah, pekerjaan, rekreasi, transportasi, dan sarana pelayanan kesehatan yang ada.

m. Internal satisfaction : yaitu kepuasan anggota masyarakat terhadap seluruh

aspek kehidupan dirinya sendiri.46

Lingkungan bersih menunjukkan perilaku warganya. Menurut pakar kesehatan masyarakat, ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, yaitu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, yaitu faktor genetika (keturunan), pelayanan kesehatan, lingkungan dan perilaku. Jadi,

45 Wahid Iqbal Mubarok, Nurul Chayatin,

Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Medika, 2009), hal. 102.

(55)

warga yng menyadari pentingnya kebersihan, akan menghasilkan lingkungan yang bersih.47

Sarana sanitasi yang tidak layak dan buruknya perilaku hidup sehat turut berdampak pada kematian bayi, angka kesakitan dan malnutrisi pada anak yang menjadi ancaman besar bagi potensi sumber daya manusia di Indonesia. Saat ini 100.000 anak meninggal setiap tahun akibat diare. Sementara itu, kasus typhoid di Indonesia merupakan yang terbesar di wilayah Asia Timur. Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi karena tidak sebanding dengan pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang telah mencapai lebih dari US$700.

Pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah tantangan sosial – budaya, perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke dalam badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya. Menurut SUSENAS 2004, akses masyarakat terhadap sarana sanitasi adalah 53 %, dan hanya seperempatnya yang mempunyai akses terhadap sarana sanitasi yang mempunyai syarat dan menggunakan septic tank. Selebihnya, dilakukan di sawah, kolam, danau, sungai dan laut secara terbuka.48

Sandang, pangan, dan rumah atau tempat tinggal merupakan keperluan yang telah dirasakan oleh setiap orang sebagai keperluan minimal yang perlu diperolehnya dan harus dikejarnya. Dengan meningkatnya

47Iman Darmawan, “Perbedaan Efektifitas Model Pemicuan Dengan Penyuluhan Terhadap Kepemilikan Jamban Di dusun Krajan Desa Ngromo Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan”,

dalam Tesis Kedokteran Keluarga, Pacitan, Juni 2010, hal. 1

(56)

pengetahuan, khususnya dalam bidang kesehatan menimbulkan faktor yang perlu diperhatikan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Orang akan tahu bahwa apa yang ada disekitar atau lingkungannya berpengaruh terhadap kesehatannya. Lingkungan yang buruk akan merugikan kesehatan. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, maka lingkungan yang buruk harus diperbaiki. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kesehata, disini hanya sebagian kecil saja yang akan kami kemukakan atau kami sajikan, yaitu mengenai pembuangan kotoran dan air limbah.49

Pengertian dengan kotoran disini adalah feses atau najis manusia. Najis/feses anusia selalu dipandang sebagai benda yang berbahaya bagi kesehatan. Berikut ini adalah

Pertimbangan pembuangan kotoran:50

a. Tidak menjadi sumber penularan penyakit.

b. Tidak menjadi makanan dan srang vector penyakit. c. Tidak menimbulkan bau busuk.

d. Tidak merusak keindahan.

e. Tidak menimbulkan/menyebabkan pencemaran kepada sumber-sumber air minum.

Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus memerhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Kita perlu

49 Wahid Iqbal Mubarok, Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi,

(Jakarta: Salemba Medika, 2009), hal. 307.

50Wahid Iqbal Mubarok, Nurul Chayatin,

(57)

mempertimbangkan jarak dari tempat pembuangan kotoran ke sumber-sumber air terdekat. Pertimbangkan jarak yang harus di ambil antara tempat pembuangan kotoran dengan sumber air, kita harus memerhatikan bagaimana keadaan tanah, kemiringannya, permukaan air tanah, pengarauh pada musim hujan, dan sebagainya.51

3. Perubahan Perilaku

Pada buku teori-teori sosial oleh Wirawan mengatakan teori structural Giddens mendapatkan tempat utama dalam teori agensi. Selain menjadi ahli waris baru bagi tradisi agensi, ia menempatkan kembali agensi pada

mainstream teori sosiologi, suatu pencapaian yang harus dipuji. Teori

strukturalisasi adalah teori agensi terbaik dan menjadi contoh terbaik dari pendekatan yang dapat menjadi focus yang sah dari kritisisme pendekatan tersebut.

Model susunan pelaku tindakan (agency) yang diajukan Giddens didasari oleh gagasan Freud yang dikutip oleh Wirawan dalam bukunya tentang tiga dimensi internal manusia (ego dan superego). Berdasarkan pada tiga dimensi internal manusia tersebut, Giddens mengolah menjadi tiga unsur dalam diri manusia, yaitu: motivasi tak sadar (unconscious motive), kesadaran diskursif (discursive consciousness), dan kesadaran praktis (practical

consciosness).52

51Wahid Iqbal Mubarok, Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Medika, 2009), hal. 307.

52Wirawan,

(58)

Motivasi tak sadar menunjuk pada keinginan pelaku yang merupakan potensi tindakan, tetapi bukanlah tindakan itu sendiri.53 Itulah sebabnya sangat jarang tindakan kita digerakkan secara langsung oleh motivasi yang sadar.

Kesadaran diskursif mengacu pada kapasitas kita untuk merefleksi dan memberi penjelasan atas tindakan yang kita lakukan. Kalau kita ditanya kenapa kita melakukan tindakan tersebut, kita akan menjawab dengan penjelasan berdasarkan tindakan yang kita lakukan secara sadar dengan skema aturan tertentu. Adapun kesadaran praktis adalah kawasan diri pelaku yang berisi berbagai pengetahuan praktis dan tidak selalu bisa diuraikan secara eksplisit. Inilah level hidup yang berisi pengetahuan yang diandaikan

(taken for granted) dan merupakan kawasan instingtif hidup yang sangat

jarang kita pertanyakan lagi. Sebagai contoh, kita jarang bertanya mengapa kita tertawa sewaktu senang dan kenapa kita menangis pada waktu sedih dan sebagainya.54

Banyak hal dalam hidup harian kita berlangsung pada level ini, dan

dalam kesadaran paraktis ini berakar “rasa aman ontologis” kita (ontological

security). Kadar rendah kesadaran praktis menjadi salah satu akar kecemasan

ontologies (ontological onxiety). Proses tentang kecemasan ontologis menjadi rasa aman ontologis berlangsung lewat rutinisasi. Rutinisasi merupakan proses penampilan (enacting) secara berulang skemata yang ada

53Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi sosial, dan Perilaku Sosial), (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 307.

54Wirawan,

(59)

dilingkungan baru itu. Proses itu berlangsung sampai periode ketika cara melakukan hal-hal praktis di tempat baru itu menjadi pengetahuan instingtif hidup harian orang tersebut.55

Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali tentang gagasan Giddes yang dikutip oleh Wirawan dalam bukunya bahwa pelaku bukanlah sesuatu pelaku bukanlah sesuatu yang sama sekali terpisah dari struktur dan struktur bukan hal yang terpisah dari pelaku. Dualitas struktur dan pelaku terletak dalam proses bahwa struktur merupakan hasil keterulangan praktik-praktik sosial yang dilakukan oleh para pelaku dan tindakan-tindakan para pelaku

terbatas pada ruang dan waktu yang disebut “struktur”. Antara pelaku dan

struktur tidak terdapat keterpisahan total atau dualism, tetapi dualistas.56

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Di bawah ini diuraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO. Menurut WHO yang dikutip oleh Soekidjo dalam bukunya, perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3, yakni:57

a. Perubahan Alamiah (natural change).

Perilaku manusia selalu berubah, di mana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami

55Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma…,hal. 308.

56 Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma…,hal. 308.

(60)

perubahan. Misalkan, Bu Ani apabila sakit kepala (pusing) membuat ramuan daun-daunan yang ada di kebunnya, lalu meminumnya. Tetapi karena intensifikasi kebunnya, maka daun-daunan untuk obat tersebut terbabat habis diganti dengan tanaman-tanaman untuk bahan makanan. Maka dengan tidak berfikir panjang lebar lagi Bu Ani berganti minum jamu cap jago yang dapat dibeli di warung.58

b. Perubahan Rencana (Planned Change).

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Misalkan Pak Anwar adalah perokok berat. Tetapi karena pada suatu saat ia terserang batuk-batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi merokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya ia berhenti merokok sama sekali.

c. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to Change).

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya). Tetapi sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan karena pada setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness of change) yang berbeda-beda.59

58 Soekidjo Notoatmodjo, Ilmu Kesehatan Lingkungan: Prinsip-prinsip Dasar…, hal. 144.

59Soekidjo Notoatmodjo,

(61)

Setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda, meskipun kondisinya yang sama.60

4. Perubahan Cara Berfikir

Schwartz menyatakan yang dikutip oleh Kusnarto dalam bukunya bahwa cara

Gambar

  Tabel 1.2 Ringkasan Narative Program
 Tabel 1.3
 Tabel 3.2
 Gambar 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga yang melaksanakan PHBS dapat diketauhi dari hasil klasifikasi dalam sehat keluarga, yaitu sehat

Penelitian ini membahas tentang proses pendampingan masyarakat untuk menciptakan lingkungan sehat melalui pengolahan limbah rumah tangga. Proses pendampingan masyarakat ini

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemahaman masyarakat tentang rumah sehat secara umum masih terbatas, persepsi masyarakat tentang keuntungan rumah sehat dan

Edukasi lingkungan sehat  Pemuda belum memiliki pengetahuan mengenai lingkungan sehat  Pemuda belum mengetahui dampak dari lingkungan yang kotor dan tidak sehat

Hasil analisis bivariat diketahui bahwa nilai p sebesar <0.001, yang artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepemilikan jamban sehat di Masyarakat

Dengan dilakukannya sosialisasi tersebut setidaknya masyarakat mengetahui bagaimana ciri rumah sehat, walaupun masyarakat belum memiliki kemampuan untuk membangun rumah sehat, paling

Pendampingan gerakan masyarakat hidup sehat GERMAS di Dukuh Kauman, Bajang, dan Ngeblak merupakan pelaksanaan upaya promotif yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ditemukan masyarakat kelurahan Bagan Deli kecamatan Medan Belawan belum menerapkan 10 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS di rumah