• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam dan budaya lokal: studi tentang upacara Manganan di Desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Islam dan budaya lokal: studi tentang upacara Manganan di Desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI:

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

DIAN OVI ARISTA

NIM: E92213057

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yag berjudul “Islam dan Budaya Lokal (Studi Tentang Upacara Manganan di Desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua persoalan, yaitu : Pertama Bagaimana pelaksanaan upacara manganan di desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban, yang Kedua Bagaimana makna upacara manganan bagi masyarakat di desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi agama. Pengolahan datanya secara kualitatif yang bersifat deskriptif. yaitu penelitian yang menggunakan metode observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Kedua metode ini menjadi langkah awal bagi penyusun untuk melihat, mengamati, dan menyelidiki fakta-fakta empiris yang terjadi, setelah penyusun melakukan wawancara dengan Kepala Desa, masyarakat sekitar dan juga tokoh agama yang melakukan uapacara manganan. Peneliti berusaha mengungkapkan suatu fenomena atau objek yang terjadi secara terus menerus tanpa memberikan suatu pembenahan pada objek yang bersangkutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Melakukan upacara manganan di lakukan tanpa adanya paksaan dari orang lain, karena makna dari upacara manganan bagi masyarakat di desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rizki melalui tanaman yang ditanam oleh masyarakat dengan cara mengimplementasikan melalui upacara manganan ini. Masyarakat Jati perlu memelihara alam sekitarnya karena pada dasarnya masyarakat itu sendiri mempunyai ketergantugan dengan alam sekitar. Upacara manganan ini dilakukan karena mereka percaya bahwa melakukan upacara manganan setiap tahunnya agar hasil panen yang lebih baik lagi dan juga memintakan selamat bagi sawah dan ladang agar hasilnya melimpah.

(7)

x A. Pengertian Agama dan Budaya ... 20

B. Hubungan Agama dan Budaya ... 27

C. Teori Clifford Geertz ... 30

3. Maksud dan Tujuan Upacara Manganan ... 51

BAB IV: ANALISIS DESKRIPSI UPACARA MANGANAN A. Prosesi Upacara Manganan ... 53

(8)

xi BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 63 B. Penutup ... 64 DAFTAR PUSTAKA

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyebaran Islam di Jawa Timur khusunya di Pulau Jawa umumnya dilakukan dengan pendekatan sosio-theologis yakni memperhatikan kondisi masyarakat dan kondisi kepercayaan yang hdidup dalam masyarakat. Agama Islam diajarkan secara mudah, seringakali menempuh cara-cara menyesuaikan diri dengan alam pikiran serta dapat kebiasaan yang telah berlaku di masyarakat. penyebaran Islam dilakukan secara bijaksana tanpa ada paksaan sama sekali. Islam tersebar denagn damai dan lancar. 1

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual keagamaan yang di laksanakan dan di lestarikan oleh masing-masing pendukungnya. Ritual keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan serta maksud dan tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Hal ini di sebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang di wariskan secara turun temurun. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang paling tampak lahir.

1

(10)

Budaya merupakan kebudayaan masa lampau yang diwariskan dalam bentuk sikap, perilaku sosial, kepercayaan, prinsip-prinsip, dan kesepakatan perilaku. Hal ini berasal dari pengalaman di masa lampau yang membentuk perilaku masa kini. Di indonesia, terdapat berbagai macam tradisi yang masih dijaga baik oleh pengikutnya. Bisa dalam bentuk adat istiadat, ritual, dan juga upacara keagamaan. Dalam pelaksanaannya terpengaruh oleh lingkungan setempat dan adanya kepercayaan masyarakat primitif terhadap dinamisme dan animisme kadangkala masih dimiliki oleh masyarakat tertentu, dengan dilakukannya pemujaan terhadap ruh leluhur yang diyakini menguasai daerah masyarakat tersebut. sehingga kepercayaan tersebut masih melekat dan tidak lenyap oleh waktu. 2

Namun dalam agama-agama lokal atau primitif ajaran-ajaran agama tersebut tidak di lakukan dalam bentuk tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi atau upacara-upacara. Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud aktifitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa roh nenek moyang,atau mahluk halus lain, dan dalam usahannya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan mahluk gaib lainnya.Ritus atau upacara religi itu biasanya berlangsung secara berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja.

2

(11)

Salah satunya adalah budaya manganan atau bisa disebut dengan bersih desa.3 Berbagai tradisi itu secara turun temurun dilestarikan oleh para pendukungnya dengan berbagai motivasi dan tujuan yang tidak lepas dari pandangan hidup masyarakat jawa pada umumnya. Karena masyarakat jawa menurut Niel Mulder sangat menekankan pada ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan. Serta sikap menerima terhadap segala peristiwa yang terjadi.4

Manusia juga mempunyai peluang untuk berikhtiar dengan kemampuan yang dimiliki, setidak-tidaknya dengan berdoa, mohon pertolongan kepadanya. Namun terdapat pula upaya yang lebih diwarnai oleh nilai-nilai yang bersumber dari kepercayaan primitif. Kepercayaan masyarakat jawa tentang roh dan kekuatan gaib telah dimulai sejak zaman prasejarah.5

al-Qur’an menjelaskan bahwasanya manusia diajak untuk memperhatikan alam sekitarnya langit, bumi, gunung, hewan dan tumbuh-tumbuhan, bulan, matahari, bintang bahkan manusia dan kejadiannya sendiri itu semua adalah alam atau yang telah diberikan oleh sang Khaliq kepada manusia untuk bertindak secara moral dan dengan tindakan moral itu berarti ikut menentukan proses sebab akibat.6

Upacara tradisional pada hakikatnya dilakukan untuk menghormati, memuja, mensyukuri dan minta keselamatan pada leluhurnya dan tuhannya. Pemujaan dan penghormatan kepada leluhur bermula dari perasaan takut, segan

3

Slamet DS, Upacara Tradisional Dalam Kaitan Peristiwa Kepercayaan,(Depdikbud, 1984), 168.

4

Niels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981), 65.

5

H. Abdul Jamil, dkk, Islam Dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gema Media, 2002), 125.

6

(12)

dan hormat terhadap leluhurnya. Perasaan ini timbul karena masyarakat mempercayai adanya sesuau yang luar biasa yang berada diluar kekuasaan dan kemampuan manusia yang tidak nampak oleh mata. Penyelenggaraan upacara adat beserta aktivitas yang menyertainya ini mempunyai arti bagi warga masyarakat yang bersangkutan, hal ini dianggap sebagai penghormatan terhadap roh leluhur dan rasa syukur terhadap Tuhan.

Syukur disini maksudnya menghargai nikmat, menghargai pemberi nikmat dan mempergunakan nikmat itu menurut kehendak dan tujuan pemberi nikmat. Nikmat itu akan tetap tumbuh dan berkembang, apabila disyukuri. Sebaliknya apabila nikmat itu tidak disyukuri, nikmat tadi akan bertukar dengan siksaan. Siapa yang mensyukuri nikmat, dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri. Setiap orang hendaklah pandai mensyukuri nikmat, menghargai jasa dan menghargai orang yang berjasa.

Masyarakat khususnya orang Jawa mempunyai kepercayaan bahwa suatu peristiwa alam berkaitan dengan alam semesta, lingkungan sosial dan spiritual manusia. 7 Orang Jawa, hidup ini penuh dengan Upacara, itu semula dilakukan dalam rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang dikehendaki yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia, tentu dengan upacara diharapkan pelaku upacara agar hidup senantiasa dalam keadaan selamat. Salah satunya adalah berupa8 upacara manganan. Manganan di desa Jati khususnya di lakukan masyarakat untuk bersyukur kepada Allah dan

7

Sidi Ghazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu (Jakarta : Pustaka Antara, 1986), 144

8

(13)

juga untuk melanjutkan tradisi yang sudah ada sejak jaman nenk moyang kita. masyarakata tersebut menganggap bahwa tradisi tersebut membawa berkah bagi kehidupannya tersebut, karena mereka meyakini bahwa saat melakukan tradisi manganan hidup mereka akan makmur dan sejahtera.

Biasanya sesuatu yang sakral adakalnya tidak berbentuk pada benda-benda yang kongkret seperti dewa-dewa, malaikat, roh-roh dan lain-lain, yang sakral pada umumnya dijadikan sebagai objek atau sarana penyembahan dari upacara-upacara keagamaan dan diabadikan dalm ajaran kepercayaan. Dalam ajaran kepercayaan inilah kemudian muncul adanya ritual-ritual yang diatur oleh aturan tertentu sesuai kepercayaan dan keyakinan agama manusia, atau adat tertentu suatu masyarakat. Aturan-aturan inilah yang kemudian mengikat mereka, sehingga sesuai keyakinan suatu masyarakat jika ingin selamat dari bencana dan malapetaka, maka harus melakukan aturan-aturan tersebut. Dengan demikian, mitos ini kemudian berubah menjadi ritus dan ritus menjadi simbol dan simbol menjadi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Kalau sudah menjadi norma, maka harus ditepati, jika tidak sanksinya adalah malapetaka dan dijauhi oleh masyarakat setempat di mana ia tinggal.9

Sebagian besar masyarakat Jawa telah memiliki suatu agama secara formal, namun dalam kehidupannya masih nampak adanya suatu sistem kepercayaan yang masih kuat dalam kehidupan religinya, seperti kepercayaan terhadap adanya dewa, makhluk halus, atau leluhur. Semenjak manusia sadar akan keberadaannya di dunia, sejak saat itu pula ia mula memikirkan akan tujuan

9

(14)

hidupnya, kebenaran, kebaikan, dan Tuhannya. Tradisi dan budaya itulah yang barangkali bisa dikatakan sebagai sarana pengikat orang Jawa yang memiliki status sosial yang berbeda dan begitu juga memiliki agama dan keyakinan yang berbeda. Kebersamaan di antara mereka tampak ketika pada momen-momen tertentu mereka mengadakan upacara-upacara (perayaan) baik yang bersifat ritual maupun seremonial yang syarat dengan nuansa keagamaan.

Dalam hal ini penulis ingin mengangakat tentang upacara manganan yang terjadi di desa Jati, .Perwujudan rasa syukur masyarakat yang telah bertahan selama bertahun-tahun dari warisan nenek moyang masih tetap dijaga dan disakralkan dari tahun ke tahun tanpa ada perubahan sedikitpun. Bentuk sinkretisme kebudayaan dengan agama Islam yang berjalan dengan baik sampai kemajuan kebudayaan modern. Penjagaan tempat yang dinamakan punden masih diskralkan untuk pelaksanaan upacara ritual sedekah bumi dan tetap dijaga tempatnya sampai sekarang. Penulis mencoba mengkaji ritual upacara manganan yang merupakan tradisi yang mengalami kemodernan yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat di desa Jati dalam setiap tahunnya.

Karena mereka meyakini bahwa saat melakukan tradisi manganan hidup mereka akan makmur dan sejahtera. Upacara manganan ini di lakukan tanpa adanya paksaan dari orang lain, karena ini merupakan wujud syukur masing-masing orang atas nikamt yang dia miliki, bahkaan di lakukan dengan dengan membaca sholawat, tahlilan dan sebagainya

(15)

Desa Jati dengan mengambil judul Islam dan Budaya Lokal (Studi Tentang Upacara Manganan di Desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang tekait dengan inti pembahasan, diantaranya:

1. Bagaimana pelaksanaan upacara manganan di desa Jati Soko Tuban ?

2. Bagaimana makna upacara manganan bagi masyarakat di desa Jati Soko Tuban ?

C. Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan dari penulis di dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Ingin mengetatahui proses pelaksanaan upacara manganan di desa Jati Soko Tuban ?

2. Untuk mengetahui makna upacara manganan bagi masyarakat di desa Jati Soko Tuban ?

D. Kegunaan Penelitian

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis

(16)

menghasilkan konsep-konsep baru dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai upacara manganan dan juga mnedapat penjelasan dari masyarakat Jati tentang upacara manganan, dan bagaimana masyarakat Jati melaksanakan upacara tersebut.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah suatu ilmu pengetahuan baru bagi pembaca atau para audien tentang upacara manganan, disamping itu dpat memberi masukan bagi peneliti

E. Penegasan Judul

dengan peneltian yang berjudul “Islam dan Budaya Lokal (Studi Tentang

Upacara Manganan Bagi Masyarakat Islam di Desa Jati Soko Tuban )akan diuraikan lebih jelas lagi sebagai berikut.

Studi :Pelajaran, menggunakan waktu dan fikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan.10

Upacara :Tanda-tanda kebesaran.

Manganan :Tradisi manganan yang dilakukan setiap tahun sekali setelah panen tiba

Masyarakat :Sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.11

Desa Jati : Salah satu desa yang terdapat diwilayah Tuban.

10

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 965. 11

(17)

Jadi maksud judul tersebut adalah mengamati dan mendisripsikan tentang tradisi upacara manganan bagi masyarakat desa Jati kecamatan Soko kabupaten Tuban.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari pengulanagan si penulis ingin menjelaskan beberapa pnelitian yang sebelumnya sudah di lakukan oleh orang lain. si penulis sadar bahwa tradisi manganan bukanlah yang pertama kali di lakukan oleh peneliti yang lain, beberapa penelitian tersebut.

Yang pertama Sri Balai Antasari dalam skripsinya yang berjudul “

Persepsi Masyarakat Muslim Terhadap Upacara Mitoni di Desa Karangmalang Kec. Ketanggungan Kab. Brebes”. Ini menjelaskan bahwasanya upacara mitoni,

ini menjelaskan tentang bagaimana acara tersebut di laksanakan dan juga bagaimana tata cara melaksanakan upacara mitoni tersebut, karena pada dasarnya upacara mitoni ini merupakan hasil budaya sekaligus warisan nenk moyang yang kaitannya dengan persepsi masyarakat mengenai upacara adat dikatakan bahwa kebudayaan ini masih diperlukan. 12

Yang kedua dilakukan M. Alif Nur Hidayat “Penyimpangan Aqidah Dalam Sedekah Laut di Kelurahan Bandengan Kecamatan Kota Kendal Kabupaten Kendal”. Ini menjelaskan bahwasanya sedekah laut itu pada hakikatnya merupakan adat-istiadat namun dalam melaksanakannya seolah-olah

12Sri Balai Antasari, “

(18)

bagian dari ibadah keagamaan. dan cara pelaksanannya masih banyak bertentangan dengan agama, sehingga dapat menjadikan sedekah laut itu tidak bertentangan dengan aqidah islam.13

Yang ketiga dilakukan oleh I’in Muajazriyah “ Persepsi Masyarakat

Pesisir Pantai Celong Tentang Tradisi Nyadran dan Implikasinya dalam Pendidikan Keagamaan”. ini menjelaskan bahwasanya tradisi nyadran mereka

lebih giat melaut untuk mencari ikan dan meninggalkan pendidikan keagamaan mereka. 14

Yang keempat dilakukan oleh Rizalatul Umami “Nilai-Nilai Penddikan

Islam dalam Tradisi Sedekah Bumi pada Masyarakat Nyatnyono”, bahwasanya skripsi ini menjelaskan tentang nilai-nilai ttentang ajaran islam yang terkandung dalam tradisi tersebut, tentang kerukunan dan juga gotong royong masyarakatnya.

15

Dari beberapa hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang diuraikan di atas, penelitian ini lebih menjelaskan tentang upacara ritual bagi masyarakat Islam. Dan budaya upacara mitoni, penyimpangan sedekah laut dan juga persepsi masyarakat pantai tentang tradisi tersebut yang lebih memilih melaut dan meniggalkan keagamaan. Sedangkan dalam penelitian ini yaitu terkait dengan tradisi upacara ritual manganan belum ada yang menulis sebelumnya. Denga

13M. Alif Nur Hidayat, “

Penyimpangan Aqidah Dalam Sedekah Laut di Kelurahan Bandengan Kecamatan Kota Kendal Kabupaten Kendal”, (Skripsi, IAIN Walisongo Semarang, 2013).

14I’in Mujaziyah, “

Persepsi Masyarakat Pesisir Pantai Celong Tentang Tradisi Nyadran dan Implikasinya dalam Pendidikan Keagamaan”, (Skripsi, STAIN Pekalongan, 2010) 15

(19)

demikian dalam penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana cara Upacara Manganan itu di laksanakan oleh masyarakat setempat dan juga makna dari Upacara Manganan tersebut.

G. Kajian Teoritik

Konsep kebudayaan yang di kemukakan oleh Geertz memang sebuah konsep yang dianggap baru pada masanya, seperti dalam bukunya Interpretation of Culture, ia mencoba mendefinisikan kebudayaan yang beranjak dari konsep yang diajukan oleh Kluckholn sebelumnya, yang menurutnya agak terbatas dan tidak mempunyai standar yang baku dalam penentuannya.

Berbeda dengan Kluckholn, Geetz menawarkan konsep kebudayaan yang sifatnya interpretatif, yaitu : sebuah konsep semiotik, dimana Geetz melihat kebudyaan sebagai suatu teks yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya kongkrit.16

Geertz secara jelas mendefinisikan “ kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun”. Dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaanya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabdikannya, dan mengembangkan pengetahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan, suatu kumpual peralatan simbolik untuk mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik.” Karena kebudayaan

16

(20)

merupakan suatu simbolik, maka proses budaya harusla dibaca, diterjemahkan, dan diinterprestasiakan.17

Konsep kebudayaan simbolik yang dikemukakan oleh Geertz di atas adalah suatu pendekatan yang sifatnya hermeneutik, yaitu: suatu pendekatan yang lazim dalam dunia semiotik. Pendekatan hermeunetik inilah yang kemudian menginspirasikan Geertz untuk melihat kebudayaan sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditransliterasikan, dan diinterpretasikan.

Pengaruh hermeunetik dapat dilihat dari beberapa tokoh sastra dan filsafat yang mempengaruhinya, seperti Kenneth Burke, Susanne Langer, Paul Ricouer dan lain-lainnya. Seperti Langer dan Burke yang mendefinisikan keistimewaan manusia sebagai kapasitas mereka untuk berperilaku simbolik. Dari Paul Ricouer. Geertz mengambil gagasan bahwa bangunan pengetahuan manusia yang ada, bukan merupakan kumpulan laporan rasa yang luas tetapi sebagai suatu struktur fakta yang merupakan simbol dan hukum yang mereka beri makna. Dengan deSmikian tindakan manusia dapat menyampaikan makna yang dapat dibaca, yakni suatu perlakuan yang sama seperti kita memperlakukan teks tulisan.18

Geertz memfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam mengahadapi berbagai permasalahan hidupnya, sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut. Makna berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada dalam kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi

17

Adam Kuper, Culture (Cambridge: Harvard University Press, 1999), hlm 98. 18

(21)

publik, ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok. kebudayaan menjadi suatu pola makna yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan.19

H. Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian, untuk mencapai suatu kebenaran yang ilmiah maka harus menggunakan metode penelitian, hal ini bertujuan untuk memperoleh data yang valid dan juga mempermudah penulis dalam penelitian ini. adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan cara :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.menurut Sutrisno Hadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya hanya dapat diukur secara tidak langsung.20 Penelitian kualitatif ini adalah proses dimana penelitian dan pemahaman yang didasarkan pada aspek metodologi yang menyelidiki suatu fenomena yang saat ini ada pada permukaan masyarakat. Alasan penulis memilih metode jenis ini adalah subjek yang diteliti ini terjadi pada fenomena lingkungan sekitar dan disini dan juga disini penelitian yang merupakan hasil

19

Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan (Yogyakarta : Kanisius Press, 1992) ,3. 20

(22)

dari keyakinan masyarakat tentang upacara manganan pada masyarakat islam tersebut.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sumber Primer

Data ini merupakan hasil dari hasil penulis saat sedang terjun di lapanagan, yang berupa keteranggan dari pihak yang yang bersangkutan dengan masalah ini. maka disini dijelaskan bahwa penulis perlu membatasi permasalahan yang akan dibahas saja dan fokus pada permasalahan tersebut. mengingat segala informasi yang di peroleh dari lapangan pada saat wawancara. Diantaranya adalah subjek yang diteliti adala makna upacara manganan tersebut seperti apa, dan masalanya di batasi dikarenakan agar tidak melebar dari pembahasan, serta dapat mendiskripsikan fenomena yang terjadi sekarang dan bagaimana seseorang mengikuti upacara manganan yang dilaksanakan masyarakat tersebut , apa saja yang di lakukan mereka pada saat upacara dan sebagainya.

b. Sumber Sekunder

(23)

3. Metode Pengumpulan Data

Metode ini sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data digunakan penulis sebagi berikut : a. Observasi

Observasi ini merupakan suatu teknik pengumpulan data yang mana penulis melakukan pengamatan yang dilakuakn secara mencatat, merekam dan juga mengamati semua yang terjadi pada saat menyelidiki fenomena tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik observasi untuk mengadakkan penelitian secara langsung tentang kehidupan subjek tentang tradisi manganan di desa Jati, Penulis terjun langsung ke lapangan untuk mencari data selengkap-lengkapnya. Metode ini di gunakan untuk menggali data tentang prosesi upacara manganan di desa Jati.

b. Wawancara

Metode ini digunakan untuk mnegumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan tanya jawa secara langsung.21 Metode ini digunakan penulis dengan cara dialog tanya jawab kepada subjeknya lgsungatau tokoh masyarakat sekitar.

Metode ini digunakan untuk menggali informasi dari orang tersebut dan mendapatkan bukti kebenarannya, akan tetapi, tidak kemungkinan metode-metode penelitian lain yang sekiranya dapat menunjang dalam perolehan data penelitian secara valid turut pula diterapkan. Dalam hal ini si

21

(24)

penulis lebih membawa pedoman yang merupakan garis besar tentang masalah yang diteliti yaitu upacara manganan bagi masyarakat. Metode ini di gunakan untuk menggali data tentang sejarah upacara manganan di desa Jati.

Adapun sumber yang akan diwawancarai adalah anggota masyarakat setempat yang diketahui jumlahnya apabila informasi dari hasil wawancara dirasa penulis cukup. Anggota masyarakat yang menjadi narasumber juga diperoleh dari masyarakat desa.

c. Dokumentasi

Selain menggunakan metode wawancara dan observasi, akan tetapi penulis juga kan mengunakan metode dokumentasi. Dokumentasi merupakan suatu kejadian yang datanag hanya sekali saja, bisa dicetak, ditulis, bahkana bisa dibaut buku harian dan lainnya. adapun dokumentasi ini bisa menggunakn kamera, video, dan suara dalam memperoleh suatu hasil dari wawancara tersebut. Bentuk dari dokumentasi ini berkaitan dengan akibat perceraian orang tua terhadap keagamaan seseorang. Data ini diambil pada saat melakukan wawancara kepada orang yang terkait.

4. Metode Analisis Data

Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang permasalahan yang diteliti.22 Dalam metode analisa data, peneliti menggunakan analisa data deskriptif-kualitatif.

22

(25)

Dalam metode analisa data, peneliti menggunakan analisa data kualitatif dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Langkah-langkah analisa data diantaranya sebagai berikut : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan kesimpulan serta verifikasi.

a. Pengumpulan data, yaitu sesuai dengan cara memperoleh data dengan wawancara dan observasi.

b. Reduksi data, pada proses ini, data dicatat kembali dengan memilah dan memilih data yang pling penting kemudian memfokuskan pada data pokok.

c. Penyajian data, setelah data reduksi kemudian data disajikan. Dengan tujuan agar mudah dipahami biasanya penyajian data dalam penelitian kualitatif bersifat naratif.

d. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukn bukti-bukti yang kuat ayng mendukung pada proses pengumpulan data berikutnya, begitupun sebaliknya jika ditemukan bukti-bukti yang valid maka kesimpulan yang disampaikan merupakan kesimpulan yang reliable dan krediabel.23

Penelitain kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif. Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan Trianggulasi. Adapun trianggulasi

23

(26)

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.24

Dalam memenuhi keabsahan data penelitian itu dilakukan Trianggulasi dengan sumber. Menurut Patton, trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, trianggulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitain ini yaitu membandingakn hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman serta dalam menganalisis permasalahan yang akan dikaji, maka disusun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

BAB I (satu) yaitu pendahuluan yang mana pada bab ini mengawali seluruh pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul, telaahkepustakaan, kajian teoritik, metodologi penelitian, dan sitematika pembahasan.

24

(27)

BAB II (dua) menjelaskan tentang teori yang menjadi landasan teoritik penelitian tentang: pengertian agama dan budaya, hubungan agama dan budaya, teori agam adan budaya.

BAB III (tiga) deskripsi data penelitian meliputi sub bahasan lokasi, menguraikan mengenai gambaran umum lokasi di mana dilakukannya penelitian, yang dalam penelitian ini mengambil lokasi di desa Jati.

BAB IV (empat) merupakan analisa dari hasil peneliti dalam skripsi ini, berisi analisa dan pembahasan mengenai upacara manganan di desa Jati

(28)

20

BAB II

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

A. Seputar Agama dan Budaya

1. Agama dalam Definisi

Banyak sekali menyebutkan bahwa agama berasal dari bahasa sansakerta, yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti

tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu peraturan yang mengatur keadan manusia, maupun mengenai sesuatu yang gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama. 1

Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion (inggris), religie (belanda) religio/relegae (latin) dan dien (arab). Kat religion (bahasa arab) dan religie (bahasa belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa laatin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti

mengikat.2

Agama Islam yang asli adalah yang bersumber pada al-Qur’an dan al -Haditsh, serta pengalamam yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Pemahaman agama yang utuh meliputi tiga aspek, yaitu iman, Islam, dan Ihsan.3

Yang pertama, iman adalah membenarkan dengan hati, menyatakan dengan lisan, dan mewujudkannya dengan amal perbuatan. Kedua Islam, dalam bahas Arab disebut al-din yang berarti agama, memiliki makna dasar mematuhi,

1

Faisal Ismail. Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis, (Jogyakarta : Titian Ilahi Pres, 1997), 28.

2

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002). 13.

3

(29)

menyerahkan, dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Al-din tidak lain adalah norma suci yang dengannya kehidupan mesti dibentuk. Dalam konteks sosial, Islam adalah yang memeberitahukan kepada manusia apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Sedangkan dalam tataran yang lebih dalam, Islam adalah cara memahami dunia dan diri sendiri. Ketiga, ihsan menyangkut dimensi yang lebih luas melampaui iman dan Islam. Ihsan, menyangkut wilayah hati yang berkaitan dengan kebajikan (hasan) dalam relung kedalaman jiwa.4

Pokok-pokok ajaran Islam adalah akidah, syari’at, dan akhlak. Akidah adalah keyakinan atau keimanan, yang mengisyaratkan hati seseorang kepada sesuatu yang diyakini atau diimaninya, dan ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan selama hidupnya. Syariah, adalah kumpulan norma-norma hukum yang menata kehidupan manusia baik dalam hubungan dengan Tuhan, maupun dengan umat manusia lainnya. Dan akhlak, merupakan tingkah laku, peringai, budi pekerti atau tabiat.5 Islam telah mengatur sedemikian rupa kehidupan berketuhanan dan kehidupan sosial dalam pokok ajarannya

Menurut Zakiyah Darajat agama adalah proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada manusia.6 Sedangkan Cliffort Geertz mengistilahkan agama sebagai (1) sebuah sistem simbol-simbol yang berlaku untuk (2) menetapakn suasana hati dan motivasi yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan (3) merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatana umum eksitensi

4

Ahmad Kholil, Islam Jawa: sufisme dalam etika & Tradisi Jawa, 8.

5

Asy’ari dkk, Pengantar studi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2004), 75. 6

(30)

dan (4) membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas, sehingga (5) susana hati dan motivasi-motivasi itu tampak realistis.7

Definisi diatas cukup menjelaskan secara runtut keseluruhan keterlibatan antara agama dan budaya. Pertama, sistem simbol adalah segala sesuatu yang membawa dan menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut bersifat publik, dalam arti bahwa meskipun masuk dalam pikiran pribadi individu, namun dapat dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol tersebut. Kedua, agama dengan adanya simbol tadi bisa menyebabkan seseorang marasakan, melakukan atau termotivasi untuk tujuan tertentu. Orang yang termotivasi tersebut akan dibimbing oleh seperangkat nilai yang penting, baik dan buruk maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat pada makna final suatu tujuan pasti bagi dunia. Keempat, konsepsi–konsepsi dan motivasi tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh Geertz diringkas menjadi dua, yaitu agama sebagai “etos”dan agama sebagai “pandangan hidup”.

Kelima, pancaran faktual tersebut akan memunculkan ritual unik yang memiliki posisi istimewa dalam tatanan tersebut, yang oleh manusia dianggap lebih penting dari apapun.8

Menurut Thouless memandang agama sebagai hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dipercayai makhluk atau sebagai wujud yang lebih tinggi dari manusia. 9

7

Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Jogyakarta : Kanisius, 1992), 5. 8

Daniels L. Pals, Seven Theories, Tujuh Teori Agama, 343-346 9

(31)

Sebagai apa yang dipercayai, agama memiliki peranan penting dalam hidup dan kehidupan manusia baik secara pribadi maupun secara kelompok. Secara umum agama berfungsi sebagai jalan penuntun penganutnya untuk mencapai ketenangan hidup dan kebahgiaan di dunia maupun di kehidupan kelak.

Menurut Hendro Puspito, fungsi agama bagi manusia meliputi a. Fungsi Edukatif

Manusia mempercayakan fungsi edukatif pada agama yang mencakup tugas mengajar dna membimbing. keberhasilan pendidikan terletak pada nilai-nilai rohani yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama. Nilai yang diresapkan antara lain: makna dan tujuan hidup, hati nurani, rasa tanggung jawab dan Tuhan.

b. Fungsi penyelamatan

Agama dengan segala ajarannya memberikan jaminan kepada manusia keselamatan di dunia dan akhirat.

c. Fungsi Transformatif

(32)

menanamkan nilai-nilai baru sebagai nilai-nilai lama yang tidak menusiawi dihilangkan. 10

Karena inti pokok dari semua agama adalah kepercayaan tentang adanya Tuhan, sedangkan persepsi manusia tentang Tuhan dengan segala konsekuensinya beranekaragam, maka agama-agama yang dianut manusia di dunia ini pun bermacam-macam pula. Barangkali, karena kondisi seperti inilah Mukti Ali mengatakan :

Barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan subyektif, juga sangat individualistik. Alasan kedua, bahwa barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga sulit memberikan arti kalimat agama itu. Alasan ketiga,bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu.11

2. Budaya dalam Definisi

Apabila kita berbicara tentang kebudayaan maka kita akan langsung berhadapan dengan makna dan arti tentang budaya itu sendiri, seiring dengan berjalannya waktu banyak para ilmuwan yang sudah menfokuskan kajiannya untuk mempelajari fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat, mulai dari sarjana barat sebut saja Geertz. 12

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bmentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai

10

Sururin, Ilmu Jiwa Agama ,12. 11

Mukti Ali, Agama Universitas dan Pembangunan, (Bandung : Penerbit IKIP, 1971), 4. 12

(33)

hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. 13

Berikut pengertian budaya atau kebudaan menurut beberapa ahli : Geertz dalam bukunya “Mojokuto Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa”, mengatakan

bahwa budaya adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu- individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis, diwujudkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalui sarana dimana orang- orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan. 14

Seorang antropolog Inggris Edward B. Taylor (1832-1917).15 mengatakan bahwa kultur adalah keseluruhan yang kompleks termasukdidalamnya

13

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyai dalam Masyarakat Jawa. 14

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011) 154

15

(34)

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat dan segala kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat.16

Ralph Linton yang memberikan definisi kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari- hari kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan.17

Salah seorang guru besar antropologi Indonesia Kuntjaraningrat berpendapat bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah bentuk

jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga menurutnya kebudayaan dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga yang berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi- daya yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal. 18

Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat.19

16

William A. Haviland, Antropologi, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1985), Hal 332. 17

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 151.

18

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), 9.

19

(35)

B. Hubungan Agama dan Budaya

Fenomena kehidupan masyarakat dilihat dari aspek dan budaya yang bagaimana menempatkan posisi agama dan posisi budaya dalam suatu kehiduapn masyarakat. Dalam kehidupan manusia, agama dan budaya jelas tidak berdiri sendiri, keduanya memliki hubungan yang sangat erat, agama sebagai pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan budaya adalah sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang diberikan oleh Tuhan. agama dan kebudayaan saling mempengaruhi kebudayaan, kelompok masyarakat, dan suku bangsa. 20

Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia

yang berbudaya belum tentu beragama”.21

Sebagai sebuah kenyataan sejarah, agama, dan kebudayaan dapat saling memengaruhi karena keduanya memiliki nilai dan simbol. Agama adalah simbol

20

Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, 1. 21

(36)

yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol. Dengan kata lain, agama memerlukan kebudayaan. Namun keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi, dan tidak mengenal perubahan. 22

Penggunaan simbol dalam wujud budayanya, ternyata dilaksanakan dengan penuh kesadaran, pemahaman dan juga penghayatan yang tinggi, dan dianut secara tradisional dari satu generasi ke generasi berikutnya. 23 Hingga saat ini, agama dan budaya merupakan suatu hal yang tetap menarik untuk dibahas, kehidupan manusia pun tidak dapat lepas dari budaya dan agama, Keduanya saling berkaitan dan menyusun pola hidup manusia. Agama dan budaya merupakan dua hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, keduanya skaing bahu-membahu dalam menyusun seubuah karakter bagi manusia, yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan kesehariannya. 24

Manusia adalah mahkluk budaya. pernyataan ini mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran bagi tingkah laku serta kehidupan manusia. kebudayaan pun menyimpan niali-nilai bagaimana tanggapan manusia terhadap dunia, lingkungan serta masyaraktnya. seperangkat niali-nilai yang menjadi landasan pokok bagi penentuan sikap terhadap dunia luar, bahkan menjadi dasar setiap langkah yang dilakukan.25

22Andik Wahyu Muqoyyidin, “

Dialektika Islam dan Budaya Jawa”, Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 11, No. 1 ( Juni, 2013),7.

23

Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta : Hanindita Graha Widia, 2001), 1

24

Clifford Geertz, Agama dan Kebudayaan, ( Yogyakarta : Kanisius, 1995), 8-9 25

(37)

Agama yang ada di masyarakat itu ada kalanya tampil dengan ekspresi yang sangat unik dan varian. keunikan itu terlihat terutama mereka ketika menganggap dan meyakini bahwa alam itu sebagai subjek, yaitu meliliki kekuatan, pengaruh dan sakral. keyakinan ini pada gilirannya memanifestasikan menjadi praktik mitos yang sangat subur di kalangan mereka. sementara itu agama senantiasa mengembalikan secara autentik keyakinan mereka kepada hal yang lebih abstrak, yaitu doktrin Allah berupa wahyu.26

Agama erat kaitaanya dengan simbol sebagai media penghubung antara yang esa dengan manusia. pada kenyataannya seperti sholat dalam agama islam merupakan gerakan simbolik untuk memuja Allah, dalam agama-agama yang lain juga terdapat simbol dalam berbagai rangkaian ritual pemujaan terhadap Tuhannya. 27

Dalam prosesnya dari ajaran-ajaran kepercayan muncul adanya ritual-ritual yang diatur oleh aturan-aturan tertentu sesuai denagn kepercayaan dan keyakinan atau adat tertentu sesuai dengan kepercayaan dna keyakinan atau adat tertentu suatu masyarakat. Aturan seperti ini yang mengikat masyarakat atau kelompok masyarakat untuk terus melakukannya dengan harapan jauh dari malapetaka. 28

Agama Islam sendiri banyak memberikan norma-norma atau aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Jika dilihat dari

26

H.Roibin, Agama Dan Budaya Masyarakat Kontemporer, (Malang : UIN Malang Press, 2009), 72

27

Toyyib dan Sugianto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), 94.

28

(38)

kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas.Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat.29 Hubungan agama, kebudayaan dan masyarakat serta agama berfungsi sebagai alat pengatur pengontrol dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Pengaruh timbal balik antara agama dan budaya, dalam arti agama mempengaruhi kebudayaan, kelompok masyarakat, suku bangsa.

Walaupun agama dan budaya saling berhubungan erat sebab keduanya mengatur kehidupan sosial dan saling memiliki keterkaitan, akan tetapi agama dan budaya harus dapat dibedakan. Perbedaan yang paling signifikan yaitu agama merupakan suatu ajaran yang mengatur kehidupan yang berhubungan dengan Tuhan dan sesama yang berasal dari Tuhan yang dibawa oleh manusia pilihan. Sedangkan budaya adalah suatu tatanan masyarakat yang diatur atau yang dibentuk oleh manusia itu sendiri demi kelangsungan bersama.30

C. Teori Clifford Geertz

Menurut Clifford Geertz Agama merupakan Pattern For Behavior atau pola tindakan. Agama disini dianggap sebagai bagian dari sistem kebudayaan

29Laode Monto Bauto, “

Perspektif Agama dan Kebudaan dlam Kehidupan Masyarakat Indonesia : Suatu Tinjauan Sosiologi Agama”, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 23, No. 2( Desember, 2014), 24

30

(39)

yang membekali manusia atau sebagai dasar manusia dalam melahirkan tindakan dan perilaku kesehariaanya. pola bagi tindakan terkait dengan sistem nilai (sitem evaluatif). dan pola dari tindakan terkait dengan sistem pengetahuan manusia (sistem kognitif). Hubungan antara pola bagi dan pola dari tindakan itu terletak pada sistem simbol yang memungkinkan pemaknaan dilakukan.31

Teori Clifford Geertz tentang agama yang dilihatnya sebagai pola tindakan, agama sebagai pola tindakan bagi manusia menjadi pedoman yang dijadiakn sebagai kerangka interpretasi tindaan manusia. Selain itu agama merupakan pola dari tindakan yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan kesehariaanya. penelitian ini mencoba untuk menggunakan cara berfikir Geertz yang melihat agama sebagai sistem kebudayaan.32 Dalam upacara manganan simbol yang di gunakan dalam upacara mangana teesebut adalah jajan. Jajan disini diibaratkan sebuah simbol. salah satu jajan yang harus dibawa pada saat upacara manganan adalah opak, gemblong dan gedang.

Agama adalah pola universal di dalam hidup manusia yang berkaitan dengan realitas sekelilingnya, ini berarti keberagaman seseorang selalu berasal dari lingkungan dan kulturnya. kebudayaan setempat dimana seseorang dibesarkan sangat mempegaruhi akulturasi keberagaman seseorang. Agama demikian identik dengan tradisi atau ekspresi budaya tentang keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap suci.33

31

Clifford Geertz, Agama dan Kebudayaan (Yogyakarta : Kanisius, 1995) 8-9 32

Clifford Geertz, Agama sebagai Sistem Budaya (Yogyakarta, Qalam, 2001), 413 33

(40)

Aspek-aspek teoritis pendekatan interpretatif terhadap agama, dijelaskan Clifford Geetz pada salah satu esai yang dimuatnya kembali dalam The Interpretation of Cultures (1973), yang bertajuk Religion as a Cutural System (1996). Geretz memulai esai tersebut dengan menyatakan bahwa ia tertarik pada “dimensi” kebudayaan” dalam agama. Menurutnya dalam suatu kebudayaan

terdapat sistem sistem budaya yang salah satunya adalah agama, yang terlihat ketika Geertz mendefinisikan tentang agama.

Bagi Gerrtz, agama merupakan bagian dari suatu sistem kebudayaan yang lebih meresap dan menyebar luas dam bersaman dengan itu kedudukannya berada dalam suatu hubungan dengan menciptakan serta mengembangkan kebudayaan. 34

Agama dan budaya memiliki hubungan saling keterkaitan yakni salah satunya yang terletak pada sifat dan asal usul kepercayaan keagamaan hubungan logis dan historis antara mitos, kosmos dan ritus. 35 Dalam bukunnya Clifford Geertz mengatakan bahwa Baik slametan peralihan tahap maupun slametan menurut penanggalan, keduanya berorientasi ke arah pengkudusan saat-saat tertentu dam waktu, yang pertama dalam siklus hidup, yang kedua dalam rentetan kegiatan sosial tahunan. Slametan bersih desa berhubungan dengan pengkudusan hubungan dalam ruang, dengan merayakan dan membersihkan batas-batas kepada salah satu unit teritoral dasar dari struktur sosial orang Jawa, Apa yang ingin dibersihkan dari desa itu tentu saja adalah makhluk-makhluk halus yang berbahaya. Ini dilakukan dengan melakukan slametan, dimana hidangana dipersembahkan kepada danyang desa (makhluk halus penjaga desa) ditempatnya

34

Cliifford Geertz , The Interpretation of Culture (New York : Basic, 1973), 451 35

(41)

pemakamannya. Di desa yang kuat santrinya, bersih desa bisa berlangung di masjid dan seluruhnya terdiri atas pembacaan doa. Di desa yang tidak bermakam danyang atau bila tempatnya tidak baik letaknya, upacara itu bisa diselenggarakan dirumah kepala. desa. Setiap keluarga di desa itu diharuskan menyumbang makanan dan setiap kepala keluarga yang sudah dewasa harus ikut serta dalam slametan ini.

Geertz memfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam mengahadapi berbagai permasalahan hidupnya, sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut. Makna berisi penilaian-penilaian pelaku yang ada dalam kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik, ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok. kebudayaan menjadi suatu pola makna yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan.36

36

(42)

34

BAB III

DESKRIPSI DATA PENELITIAN DI DESA JATI

KECAMATAN SOKO KABUPATEN TUBAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Letak Geografis

Desa Jati terletak diatas permukaan laut 56 M, memiliki luas wilayah 600 Ha luas tanah sawah 310 Ha. Desa Jati adalah desa yng terletak di Kecamatan Soko Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. Desa Jati merupakan wilayah yang terdapat pepohonan dan nampak hijau. Selain itu banyak terdapat pertokoan dan juga juga tanah-tanah kosong. Desa Jati berada paling ujung dari kota Tuban. lebih tepatnya dekat dengan Bojonegoro. Adapun batas-batas wilayah dari Desa Jati Kecamatan Soko Kabupaten Tuban tersebut meliputi:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tluwe b. Sebelah barat berbatsan dengan Desa Sugihwara c. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Prambon d. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pandanagung1

1

(43)

Peta Desa Jati

(44)

kehidupan mereka bisa dikatakan baik karena kebanyaka mereka adalah seorang petani. mereka selalu menghormati dan juga tolong menolong.

2. Keadaan Demografis

Perkembangan masyarakat desa Jati secara umum sudah mengalami perubahan dan peningkatan yang lebih baik lagi, dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam pembangunan suatu daerah selain sumber daya alam. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kepala desa Jati.

Desa Jati memiliki 4 (empat) dusun dengan jumlah RW (Rukun Warga) sebanyak 3 (Tiga) dan RT (Rukun Tetangga) sebanyak 15 (lima belas). Jumlah kepala keluarga sebanyak 639 KK dengan jumlah penduduk Desa Jati secara keseluruhan adalah 2032 orang dimana penduduk laki-laki berjumlah 1060 dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 972 orang. Berikut ini adalah tabel rinciannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kepala Desa Jati kecamatan Soko Kabupaten Tuban dari hasil statistik yangdilakukan pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :

a. Jumlah penduduk Desa Jati menurut jenis kelamin adalah sebagi berikut : Tabel 1

Data penduduk berdasarkan jenis kelamin.

No Pria Wanita Jumlah

1. 1060 972 2032

(45)

Tabel diatas menjelaskan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari jumlahpenduduk berjenis perempuan dengan selisish sebanyak 1060 jiwa, dimana jumlah penduduk wanita berjumlah 972 jiwa. 2

3. Keadaan Sosial Ekonomi

Pemenuhan kebutuhan masyarakat sering kali diidentikkan dengan penghasilan yang diperoleh sebagai tolak ukur kesejahteraan warga, sebagai desa pertanian dengan di tunjang lahan pertanian yang cukup luas, maka sebagian besar mata pencaharian penduduk desa Jati adalah bertani. Bukan berarti hal demikian semua penduduk desa Jati bermata pencaharian sama yaitu sebagai petani. Selain bertani, penduduk Desa Jati juga bervariasi dalam pekerjaannya seperti pedagang, PNS, TNI/POLRI. Data jenis pekerjaan penduduk desa Jati adalah sebagai berikut. 3

Data penduduk berdasarkan kelompok Mata pencaharaian.

Tabel II

Tingkat Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Petani 650

2. Buruh 110

3. Wiraswasta 58

4. PNS 79

2

Prodeskel kelurahan Desa Jati 3

(46)

5. Pedagang 20

6. Karyawan swasta 54

7. TNI/POLRI 2

Jumlah 965

Sumber dari prodeskel desa Jati

Data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk desa Jati berpotensi sebagai petani dengan jumlah 2032 jiwa. Potensi sebagai petani menghasilkan beberapa hasil pertanian. Luas lahan sawah yang didominasi sebagai sawah tadah hujan mencapai 310 Ha Jumlah penduduk

b. Keadaan Pendidikan

Pendidikan mempunyai fungsi untuk mencerdaskan bangsa, maka pemerintah senantiasa memperhatikan pendidikan, karena pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan, dengan adanya pendidikan dapat melihat tingkat kecerdasan penduduk. Menunjang meratanya pendidikan di desa Jati.

Kesadaran Masyarakat desa Jati terhadap pendidikan tergolong kurang, karena pengaruh lingkungan. sebagian besar penduduknya memilih untuk bekerja daripada melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Meskipun sebagian memilih untuk bekerja sebagaian yang lain lebih memilih untuk melanjutkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk lebih jelas tingkat pendidikan bisa dilihat di bawah ini : 4

4

(47)

Tabel III

Tingkat pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1. Tamat SD 559

2. Tamat SMP 423

3. Tamat SMA 260

4. Diploma III 11

5. S1 134

Sumber dari Prodeskel desa Jati

4. Keadaan Soaial Keagamaan

Masyarakat desa Jati mayoitas adalah beragama islam. Kegiatan rutinitas keagamaan seperti halnya pengajian, dan Tahlilan karena untuk meningkatkan Ukhuwah Islamiyah. Meskipun ada sebagian orang penduduk Desa jati yang non muslim tetap saja masyarakat tidka pernah membeda-bedakan antara yang satu dan yang lain, karena masyarakat desa Jati menganggap bahwa semua adalah saudara.

Tabel IV

(48)

No Nama Sarana Jumlah

1. Masjid 3 Buah

2. Mushola 11 Buah

3. TPQ 3 Buah

Jumlah 17 Buah

Sumber dari Prodeskel desa Jati

Keadaan sosial keagamaan masyarakat desa Jati pada umunya kondusif. Hal ini terkait dengan maraknya kegiatan tahlilan (bapak-bapak), Tahlilan (remaja putri), nyekar (ziarah ke kuburan ketika menjelang ramadhan). dengan fasilitas yang memadai seperti ini. oleh karena itu masyarakat desa Jati dianggap mampu dalam hal mengembangkan kegiatan keagamaan untuk meningkatkan pengajian di mushola atau di rumah-rumah warganya. Sebagaimana pernyataan Dasmiko warga Jati sebagai berikut :

Kehidupan masyarakat desa Jati yang cukup bisa dikatakan dalam

peribadatan atau dalam sisi keagamaannya masyarakat sangat agamis karena dalam catatan yang diperoleh masyarakat desa rata-rata memeluk agama Islam, dan di desa ini melakukan rutinitas keagamaan seperti shalat, tadarusan, tahlilan, , shalawatan, yasinan dan pengajian bapak-bapak atau ibu-ibu yang dilakukan di setiap rumah warga secara bergiliran, dari satu rumah ke rumah yang lain di setiap dusun yang ada di desa Jati5. Masyarakat desa Jati juga masih melestarikan tradisi turun temurun dari nenek moyang yaitu tradisi upacara manganan. Berdasarkan

5

(49)

hal ini masyarakat desa Jati kental akan kebudayaannya. Hal ini sejalan dengan ungkapan Greetz bahwa agama adalah sebagai institusi sosial. .

5. Keadaaan Sosial Budaya

Manusia menjadi mahluk sosial yang tidka lepas dari hak dan tanggung jawab karena kesadaran manusia yang saling membutuhkan. Rata-rata masyarakat desa Jati masih sadar akan perlakuannya sendiri-sendiri. Terutama tingkah laku dan norma yang sekarang sudah mulai terpengaruh oleh dunia barat. karena sebagian masyarakat mengikuti perubahan zaman tersebut.6

Oleh karena itu untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang sejahtera perlu meningkatkan sosial bidaya agar masyarakat desa bisa bisa mengembangkan kemampuan dalam ilmu pengetahuan, keahlian dan juga keterampilan. agar masyarakat bisa lebih maju dan bisa mengikuti perubahan zaman yang lebih modern ini. Keadaan sosial budaya yang ada di desa Jati lebih suka menggali kebudayaan yang sudah ada secara turun temurun. seperti upacara manganan karena masyarakat desa Jati masih tetap melestarikan kebudayaan warisan nenek moyang dari pada harus menghilangkannya.

B.Tradisi Upacara Manganan

1. Sejarah Keberadaan Upacara Manganan

6

(50)

Manganan atau bersih desa adalah suatu ritual budaya peninggalan nenek moyang sejak ratusan tahun lalu. Masa Hindu ritual tersebut dinamakan sesaji bumi atau laut. Masa Islam, terutama masa Walisongo (500 tahun yang lalu) ritual budaya sesaji bumi tersebut tidak di hilangkan, tetapi dipakai sebagai sarana untuk melestarikan atau mensyiarkan ajaran Allah Swt yaitu ajaran tentang Iman dan Takwa atau di dalam bahasa Jawa diistilahkan eling lan waspodo yang artinya tidak mempersekutukan Allah Swt dan selalu tunduk dan patuh mengerjakan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt. Mensyiarkan dan melestarikan ajaran Iman dan Takwa, maka para Wali menumpang ritual budaya sesaji bumi atau laut yang dulunya untuk mensyiarakan ajaran islam diubah namanya menjadi sedekah bumi yang diberikan kepada manusia khususnya anak yatim dan fakir miskin tanpa membedakan suku, agama, ras, atau golongan. 7

Upacara Manganan sebagai salah satu tradisi masyarakat di tanah lokal yang berkembang dalam realitas kehidupan masyarakat Jawa, penanda kuat untuk mengungkapkan hakikat perwujudan Islam sebagai bagian doktrinial yang bersinergi secara aktif dengan budaya lokal yang berkembang, dituntut secara akademis untuk membuktikan bahwa hakikat manusia, masyarakat, dan kebudayaan benar-benar berhubungan secara dialektik. 8

Upacara Manganan bagi masyarakat desa Jati ini merupakan salah satu jalan dan sebagai penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber

7

Slamet, DS, Upacara Tradisional Dalam Kaitannya Peristiwa Kepercayaan. (Depdikbud, 1984), 27.

8

(51)

kehidupan. Konon ceritanya, para nenek moyang orang Jawa jaman dahulu, “Tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di

muka bumi. Tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar. Upacara Manganan inilah yang menurut masyarakat desa Jati sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat desa Jati khususnya para petani untuk menunjukkan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia”. Upacara manganan dalam

tradisi masyarakat desa Jati juga merupakan salah satu bentuk untuk menuangkanserta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan berkah yang telah diberikan-Nya, sehingga seluruh masyarakat desa bisa menikmatinya.9

Masyarakat Jawa, terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang ada di dalamnya, baik tradisi kultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya Jawa tanpa terkecuali. Beragam macam tradisi yang ada di masyarakat Jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat Jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat Jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat Jawa pada setiap tahunnya adalah10 Manganan.

Menurut Masyarakat desa Jati manganan merupakan suatu kebudayaan yang diangkat oleh masyarakat itu sendiri yang sudah ada sejak nenek moyang

9

Pak Lurah, Wawancara, Jati 5 Mei 2017 10

(52)

kita. Peristiwa tesebut awalnya adalah sarana untuk mengumpulkan masyarakat dan untuk membuktikan rasa syukur terhadap Allah Swt atas penghasilan panen yang mereka miliki. Mereka melaksanakan upacara manganan ini dengan harapan panen yang mereka miliki tidak akan cepat habis dan makin bertambah. Upacara Manganan tersebut diadakan setiap Tahun sekali dalam bulan jawa tapi tidak ada kepastian tanggal yang tertera dalam adat tersebut yang dilakukan setelah panen. Senada dengan apa yang dikatakan oleh Kepala desa Jati tentang Upacara Manganan. 11

”Upacara Manganan itu sarana untuk mengumpulkan masyarakat dan

untuk membuktikan rasa syukur terhadap Allah Swt atas penghasialn panen petani”. Upacara Manganan merupakan salah satu bentuk ritual tradisional

masyarakat desa Jati yang sudah berlangsung turun temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Dalam Upacara Manganan tersebut. Upacara Manganan yang sudah ada sejak zaman dahulu tidak bisa dihapus maupun dihilangkan karena Upacara tersebut adalah suatu cara bagaimana masyarakat desa Jati bisa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang dia berikan. kebudayaan yang begitu kental di desa Jati terkait dengan upacara manganan tersebut sudah lama di jalankan demi terciptanya kedamaian oleh para warga sekitar. Sebagaimana pernyataan responden sebagai berikut:

Masyarakat Desa Jati beranggapan bahwa di lakukannya upacara

masyarakt hanya untuk mengucapkan rasa syukur kepada Alloh Swt terhadap hasil panen mereka. Namun jika masyarakat tidak melakukan upacara

11

(53)

manganan tersebut tidak ada dampak yang berakibat pada desa tersebut, tapi lebih tepatnya dampak pada diri masing-masing orang.12 Bahwasanya tidak ada yang melatar belakangi sejarah upacara manganan ini karena upacara manganan ini di laksnakan secara turun temurun dari nenek moyang kita tanpa diketahui asal-usulnya.13

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Koentjaraningrat bahwa hubungan manusia dengan alam melahirkan kepercayaan yang juga dilestarikan. Dalam rangka menjaga keharmonisan hubungan antara individu dengan leluhurnya ataupun dengan alam. Masyarakat jawa mengembangkan tradisi slametan maupun ziarah ke tempat-temapt lain yang dikeramatkan. Hal ini disebabkan dalam pandangan masyarakat Jawa roh yang meninggal bersifat abadi. Orang yang meninggal, arwahnya tetap memliki daya sakti, yaitu dapat memberi pertolongan pada yang masih hidup sehingga anak cucu yang masih hidup senantiasa berusaha untuk berhubungan dan memujanya.14

2. Proses Upacara Manganan

Kegiatan upacara manganan dilaksanakan pada satu tahun sekali, untuk tanggalnya tidak dapat di pastikan, tapi kemaren jatuh pada tanggal 31 april 2017 bertepatan pada hari minggu. Upacara Manganan dilaksanakan oleh

12

Pak Lurah, Wawancara, jati 8 Juni 2017 13

K. Shodiqin, Wawancara, Jati 1 Mei 2017 14

(54)

seluruh warga desa Jati dari anak-anak hingga orang dewasa, mereka saling berinteraksi dengan baik. Mereka ada yang terlibat langsung dalam prosesi dan ada juga sebagai peserta yang ikut meramaikan pelaksanaan upacara manganan tersebut. Waktu itu terlihat antara yang tua, muda dan anak-anak. Keterlibatan warga dimulai dari persiapan upacara.

“Kepala desa menjelaskan bahwa pelaksanaa Upacara Manganan sekarang

tinggal mneneruskan tradisi yang sudah ada karena kalau maslaah upacara manganan itu acara turun temurun, sejak zaman dahulu sudah ada, istilahnya ya masyarakat menyedekahi hasil panen dan mensyukirinya”. 15

Ini senada yang dikatakan oleh saudara Narnik warga desa Jati. “Upacara Manganan dilakukan untuk rasa syukur kepada Allah Swt karena telah banyak nikmat yang sudah di berikan kepada kita, saya pribadi merasa bangga karena bisa mengikuti upacara manganan ini”.16

Masyarakat Jawa khususnya para kaum petani, tradisi ritual turun temurun yang di adakan setahun sekali atau tahunan semacam upacara manganan bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Tradisi upacara manganan mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara tradisional itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudah menyatu dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk di pisahkan dari budaya Jawa yang menyiratkan simbol penjagaan terhadap kelestarian yang khas bagi masyarakat agraris yang ada di pulau Jawa desa Jati yang mayoritas berprofesi sebagai petani.

15

Pak Lurah, Wawancara, Jati 1 Mei 2017 16

(55)

Satu bulan atau bahkan dua minggu sebelum pelaksanan acara di jadikan

waktu perundinagan dan perencanaan. Menjelang satu minggu sebelum Hari H biasanya masyarakat setempat beramai-ramai atau gotong royong membersihkan makam atau istilah biasa yang dikenal dengan “Babat kuburan”.17

Masyarakat desa jati merapikan kuburan yang sudah terlihat kotor dan banyak rumput liarnya, membuat tau memperbaiki pagar makam yang telah rusak serta memperbaiki jalan akses menuju ke makam, hal ini juga termasuk kenapa pelaksana penyelenggaraan upacara manganan diadakan dimakam selain tentunya alasan yang lebih mulia yakni ingin mengingtakan kepada warga yang megikuti acara upacara manganan terrhadap kematian. Dengan berdoa dan bersholawat di pemakaman dapat mengingatkan bahwa semuanya akan seperti mereka yang telah di kuburkan atau dimakamkan. Sebelum melaksanakan upacara manganan tersebut ada rangkaiannya yang harus di lakukan sebelum melakukan upacara tersebut :

1. Rapat pembentukan Panitia upacara manganan Balai desa merupakan tempat yang biasanya digunakan untuk merundingkan atau merencanakan pelaksanaan sedekah bumi. Terkadang selain di balai desa tempat yang digunakan untuk keperluan yang sama yakni di rumahnya kepala desa atau bahkan salah satu rumah dari kepala dusun di Desa Jati. Menjadi pokok bahasan pada setiap pertemuannya ialah membahas masalah penentuan hari pelaksanaan acara upacara manganan , penentuan waktu dan kesepakatan mengenai beban biaya (iuran) pada setiap warga masyarakat,

17

Gambar

Tabel 1
Tabel II Tingkat Pekerjaan
Tabel III

Referensi

Dokumen terkait

Batuan yang tersingkap di daerah Sulawesi Selatan terdiri dari 5 satuan, yaitu : Satuan Batuan Gunungapi Formasi Carnba, Formasi Walanae, Satuan Intrusi Basal,

202 Berdasarkan hasil Analisis tes awal siswa pada tabel di atas menunjukkan bahwa hasil kemampuan siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia pada materi mengarang dengan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Mata Kuliah Anak Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan Inklusi dapat menamankan nilai karakter dan moral mahasiswa ketika tidak

Uji statistik yang digunakan untuk mengeta- hui interaksi antara Indeks Massa Tubuh dan rasio lingkar pinggang pinggul terhadap kadar kolesterol LDL menunjukkan nilai

Untuk itu, peran semua pihak dalam pengembangan perbankan syariah Indonesia diharapkan mampu menjadikan perbankan syariah Indonesia memiliki prospek yang baik,

Penelitian ini, difokuskan untuk menjawab permasalah tentang bagaimana gaya retorika dakwah Il dan Al yang meliputi gaya bahasa, gaya suara dan gaya gerak tubuh yang

Jadi, MTs Al-Hidayah Cikancung sangat berperan meningkatkan perilaku keagamaan karena sekolah berbasis Islam ini banyak mengajarkan keagamaan dan bagaimana berperilaku yang baik

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah, perlu ditetapkan pedoman