BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DALAM MENGATASI TRAUMA KORBAN INCEST DI
LEMBAGA PERLIDUNGAN ANAK JAWA TIMUR SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos.)
Oleh:
Nurita Puspa Ningrum B93213105
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Nurita Puspa Ningrum (B93213105), Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA JATIM).
Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim? (2) Bagaimana hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi permasalahn incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa data menggunakan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Disini penulis menjelaskan tentang bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Trauma yang dialami oleh seorang anak setelah mendapat kekerasan fisik dan psikis dari ayah tirinya di rumahnya. Trauma ini membuatnya takut untuk beraktivitas di luar, pendiam, melamun, tidak fokus ketika diajak berbicara dengan orag lain.
Pada proses konseling dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis, konselor mencoba menggali kembali ingatan serta emosi masa lalu yang terpendam. Selain itu konselor memberikan saran agar selalu ber-istighfar dan dzikir mengingat Allah SWT ketika ingatan tersebut datang. Setelah melakukan proses konseling dengan penggalian masa lalu dan emosi serta saran yang diberikan konselor, klien sudah lebih baik dalam berkomunikasi, sudah dapat melakukan aktifitas tanpa adanya pikiran yang terlalu membebaninya, dan dapat memikirkan masa depan untuk anaknya saat ini.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi korban trauma korban incest di LPA Jatim. Dan hasil akhir dari proses konseling ini dapat dikatakan cukup berhasil karena separuh dari gejala yang dialami mulai ada perubahan yang baik.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... .ii
PENGESAHAN... .iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN... v
ABSTRAK... vii
KATA PENGANTAR... viii
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI... ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xi
BAGIAN INTI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Definisi Konsep... 6
F. Metode Penelitian... 12
1. Pendekatan dan Jenis penelitian... 12
2. Subjek Penelitian... 14
3. Tahap-Tahap Penelitian... 15
4. Jenis dan Sumber Data... 16
5. Teknik Pengumpulan Data... 18
6. Teknik Analisis Data... 21
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 23
G. Sistematika Pembahasan... 24
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik... 26
1. Bimbingan dan Konseling Islam... 26
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam... 26
b. Hubungan antara Bimbingan dan Konseling Islam... 30
c. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam... 31
d. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Islam... 37
e. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam... 39
f. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam... 43
2. Incest... 45
a. Pengertian Incest... 45
b. Akibat Terjadinya Incest... 46
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berhubungan
dengan Incest... 48
3. Trauma... 50
a. Penyebab Trauma... 51
b. Macam-macam Trauma... 52
4. Pendekatan Psikoanalisis... 53
a. Struktur Kepribadian... 53
b. Teknik-teknik konseling... 54
B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 56
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 59
1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 59
2. Deskripsi Konselor... 66
3. Deskripsi Klien... 67
4. Deskripsi Masalah... 71
B. Deskripsi Hasil Penelitian... 72
1. Deskripsi Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 72
2. Deskripsi hasil akhir Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 81
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 84
B. Analisis hasil dari Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 89
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 90
B. Saran... 91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak macamnya
pengalaman yang diterima oleh situasi hidupnya (keluarga, teman sebaya
dan masyarakat).1
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia sejak
lahir hingga delapan tahun. Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat
dari Allah SWT yang diberikan kepada orang tuanya. Sebagai amanat,
anak sudah seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan pemeliharaan,
bimbingan, dan pendidikan. Dengan memberikan hak- hak dasar kepada
anak, diharapkan anak akan berkembang dengan baik sehingga menjadi
anak yang berguna bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan bangsa
secara keseluruhan.2
Keluarga sebagai pendidik pertama dan utama maka kewajiban
orang tua adalah mengarahkan anak-anaknya agar sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat termasuk memberikan contoh berperilaku
yang baik terhadap anak, dan dari situ akan terjadi proses peniruan bagi
anak.
1
FJ. Monks , dkk, Psikologi Perkembangan (Yogykarta: UGM Press, 2006), hal. 176-222.
2
2
Setiap tindakan dan perkataan orang tua akan tertanam dalam
pikiran anak, dan anak akan mengikuti semua yang pernah dialaminya.
Banyak terjadi sekarang orang tua yang mendidik anak secara tidak sehat,
tidak dapat memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya termasuk
terjadinya kekerasan seksual pada anak, yang menjurus pada pelecehan
seksual.
Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat
seksualitas yang tidak diinginkan, tidak dikehendaki dan berakibat
mengganggu diri penerima pelecehan Banyak anak-anak (usia dibawah 18
tahun) yang mengalami kasus pelecehan seksual dengan berbagai alasan,
salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pelecehan seksual ialah
lingkungan keluarga itu sendiri, di beberapa tempat di Indonesia ada
kebiasaan tidur bersama anak-anak. Banyak rumah yang tidak mempunyai
kamar-kamar, sehingga orang tua tidur bersama-sama dengan anak
remajanya.3
Kebanyakan anak mengalami peristiwa-peristiwa yang
mengakibatkan ketakutan, namun sebagian anak mengalami
peristiwa-peristiwa traumatis yang tak lazim, tiba-tiba dan menakutkan. Contoh
seperti peristiwa-peristiwa seperti penyiksaan anak, kekerasan masyarakat.
Peristiwa-peristiwa itu bisa mengakibatkan cedera serius atau kematian
3
3
sesungguhnya atau ancaman kepada anak-anak sendiri atau seseorang
yang mereka kenal.4
Penelitian ini berawal dari LPA Jatim (Lrmbaga Perlindungan
Anak Jawa Timur). Salah seorang Staff LPA Jatim menjelaskan kasus
kekerasan seksual. Masalah dimulai saat Mawar (nama samaran) yang
masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar mendapat perlakuan yang
tidak senonoh dari ayah tiri, mawar bersikap diam tidak brbicara dengar
orang lain terutama ibu atas perlakuan tersebut karena mendapat ancaman
dan iming-iming dari ayah tirinya. Secara psikologis kejadian tersebut
Mawar menjadi trauma, selalu mengingat kejadian tersebut yang sampai
sekarang masih terbayang-bayang di benak Mawar, korban sering linglung
dan pendiam.
Dalam undang-undang perlindungan anak sudah ditetapkan bahwa
anak adalah tunas, potensi dan generasai muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, mempunyai peran strategis, mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan. Anak kelak akan memikul tanggung jawab tersebut, maka ia
perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan
brakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk
mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Anak
4
4
adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandugan. Perlindungan anak dilakukan kepada semua
anak tanpa terkecuali, baik anak tiri, anak kandung, anak angkat maupun
anak asuh sekalipun. Karena tujuan perlindungan anak adalah untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera.
Menurut peneliti kasus ini sangat menarik Karena kasus tersebut
merupakan bentuk tragedi yang terjadi pada anak yang notabena generasi
penerus bangsa. Kasus seperti ini sangat berkaitan dalam konteks
konseling baik secara teori maupun realitas, bahwasannya kejadian yang
dialami oleh anak korban pelecehan seksual di bawah umur itu hanya
dapat terselesaikan dengan penanganan secara serius (konseling).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahn dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma
korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim?
2. Bagaimana hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dalam
5
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah:
1. Mengetahui bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dengan
pendekatan Psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di
Lembaga Perlindungan Anak Jatim.
2. Mengetahui hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dengan
pendekatan Psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di
Lembaga Perlindungan Anak Jatim.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Harapan dari adanya penelitian ini adalah dapat menambah
wawasan, pengetahuan, dan masukan tentang treatment yang
dilakukan melalui pendekatan Psikoanalisis dalam mengatsi trauma
korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur, serta dapat
memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Bimbingan
dan Konseling guna meningkatkan pelayanan Bimbingan dan
Konseling di lapangan serta mewarnai khazanah keilmuan di bidang
pendidikan. Sehingga hasil dari penelitian dapat dijadikan sumber
6
untuk membantu peneliti lainnya dalam melakukan penelitian yang
relevan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki manfaat terhadap penyempurnaan
pemberian treatment yang dilakukan untuk membantu anak trauma
korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur sebagai
berikut:
a. Membuat peneliti mengetahui tratment yang dilakukan melalui
Psikoanalisisdalam mengatasi tauma korban incest.
b. Penelitian dapat digunakan masukan pada berbagai
Mahasiswa/mahasiswi untuk mengetahui pendekatan Psikoanalisis
serta Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma
korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur.
c. Berbagai gambaran bagi setiap mahasiswa dalam upaya untuk
mengetahui pendekatan Psikoanalisis serta Bimbingan dan
Konseling Islam dalam mengtasi trauma korban incest di Lembaga
Perlindungan Anak Jawa Timur.
E. Definisi Konsep
1. Bimbingan dan Konseling Islam
Dalam bukunya, Tohari Musnamar mendefinisikan Bimbingan
dna Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap
7
yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.5
Sedangkan menurut Dra. Hallen A, M. Pd dalam bukunya Drs.
Syamsul Munir Amin, M. A menyatakan bahwa Bimbingan konseling
Islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan
sistematis kepada setiap individu agar dapat mengembangkan potensi
atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara
menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur'an
dan Hadits Rasulullah Saw kedalam dirinya, sehingga dapat hidup
selaras dan sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an dan Al-Hadits.6
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu proses atau pemberian
bantuan berupa bimbingan kepada individu yang membutuhkan, untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya agar klien dapat
mengembangkan potensi akal fikiran dan kejiwaannya, keimanan serta
dapat menanggulangi problematika hidupnya dengan baik dan benar
secara mandiri berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, sehingga
dalam hidupnya dapat bahagia di dunia maupun di akhirat dan
mendapat petunjuk dari Allah SWT.
Tujuan penulis bermaksud untuk menggunakan bimbingan
konseling Islam dengan treatment Psikoanalisis yaitu untuk
5
Tohari Musnamar,Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam(Yogyakarta: UII Press, 2004), hal. 04.
6
8
mengetahui sikap, tingkahlaku, kejiwaan serta kepribadian klien,
sehingga dapat merubah atau menilai sebab akibat dari permasalahan
tersebut.
2. Incest
Incest yaitu salah satu bentuk kekerasan seksual yang
dilakukan oleh anggota keluarga. Incest (Familial Abuse) adalah
kekerasan seksual dimana antara korban dan pelaku masih dalam
hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini
termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah
tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak.7
Berbicara incest yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
mengenai seorang anak yang mengalami kasus yang serupa,
mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tiri dengan
anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Perilaku ayah yang
seperti inilah yang membuat pemikiran, tingkah laku, serta psikis anak
mengalami tekanan dan membekas sampai remaja bahkan dewasa
nanti, tanpa sepengetahuan ibu yang sedang bekerja diluar, ayah yang
pengangguran memanfaatkan kesempatan tersebut. Anak yang
seharusnya masih dapat bermain dengan wajar, tetapi diperlakukan
dengan hal yang tidak wajar. Dengan ini peneliti ingin bekerja sama
dengan pihak Lembaga Perlindungan Anak Jatim dalam memberikan
pendekatan Psikoanalisis dalam membantu permasalahan incest agar
7
Yurika Fauzia Wardani "The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability".
9
dapat mengendalikan dirinya dan meminimalisir ingatan akan
kejadian tersebut.
3. Psikoanalisis
Pendekatan psikoanalisis diciptakan oleh Sigmund Freud pada
tahun 1986 merupakan teori yang pertama muncul dalam psikologi
khususnya yang berhubungan gangguan kepribadian dan perilaku
neurotik.
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri
dari tiga sistem:id, ego, superego
Id adalah sistem kepribadian yang orisinil, merupakan tempat
bersemayam naluri-naluri, kurang terorganisasi, buta, menuntut,
mendesak. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada
pengurangan tegangan, penghindari kesakitan, dan peroleh
kesenangan, id bersifat tidak logis, amoral, hanya menuruti
kesenangan.
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama ego adalah mengantarai
naluri-naluri dengan lingkungan sekitar, ego berlaku realistis dan
berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi
pemuas kebutuhan-kebutuhan.
Superego adalah cabang moral atau hukuman kepribadian.
Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah
10
berfungsi menghambat implus-implus id. Kemudian sebagai
internalisasi standar-standar orangtua dan masyarakat, superego
berkaitan dengan imbalan dan hukuman, imbalan adalah perasaan
bangga dan mencintai diri sendiri, hukumannya adalah perasaan
berdosa dan rendah diri.
4. Trauma
Sebelum penulis membahas lebih lanjut faktor penyebab trauma
maka di sini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian
trauma.
Menurut kamus psikologi yang diterbitkan tim widyatamma,
trauma adalah luka berat pengalaman yang menyebabkan organisme
menderita kerusakan fisika maupun psikologi.8
Menurut kartini kartono dan jenny anny andari dalam bukunya
“hyglene mental dan kesehatan mental dalam islam” bahwa trauma
atau kejadian traumatis adalah laku jiwa yang dialami seseorang
disebabkan oleh suatu pengalaman yang sangat menyedikan atau
melukai jiwanya.9
Menurut M. Noor H.s, dalam himpunan istilah psikologi
memberikan pengertian trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba
8
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia 2000). Hal 228
9
11
mengejutkan, meningalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang
bersangkutan.10
Trauma adalah menghadapi atau merasakan sebuah kejadian
atau serangkaian kejadian yang berbahaya, baik bagi fisik maupun bagi
psikologis seseorang, yang membuatnya tidak lagi merasa aman,
menjadikannya merasa takberdaya dan peka dalam mengadapi
bahaya.11
Menurut kamus psikologi yang diterbitkan tim widyatamma,
trauma adalah luka berat pengalaman yang menyebabkan organisme
menderita kerusakan fisik maupun psikologis.12
Menurut Kartini Kartono dan Jenny Anny Andari dalam
bukunya “ Hyglene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam”
bahwa trauma atau kejadian traumatis adalah luka jiwa yang dialami
seseorang disebabkan oleh suatu pengalaman yang sangat
menyedihkan atau melukai jiwanya.13
Menurut Sudarsono dalam bukunya “kamus konseling”: trauma
adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan
kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga merusak fisik
atau psikologis, pengalaman traumatis dapat juga membentuk sikap
pribadi seseorang. Menurut M. Noor H.s, dalam himpunan istilah
10
M. Noor H.s. Himpunan Istilah Psikologi, (Surabaya: pedoman ilmu jaya. 1997). Hal. 164
11
Achmanto Mendatu, Pemulihan Trauma, (Yogyakarta, Panduan, 2010) hal. 16 12
Tim widyatamma, kamus psikologi (Jakarta, widyatamma 2010), hal. 392 13
12
psikologi memberikan pengertian trauma adalah pengalaman yang
tiba-tiba mengejutkan, meningalkan kesan mendalam pada jiwa orang
yang bersangkutan.14
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa trauma
adalah suatu penekanan objek lain yang dapat menghasilkan tekanan
pada anggota tubuh atau mental setelah suatu peristiwa traumatik
terjadi yang mengejutkan dan meninggalkan kesan dalam jiwa
seseorang hingga merusak fisik dan psikologis atau jiwanya dan
terhadap bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian trauma
tersebut secara berulang-ulang.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah
pendekatan kualitatif deskriptif. Karena penelitian ini,
permasalahan belum jelas, obyek yang di teliti bersifat dinamis,
penuh makna, dan pola pikir induktif atau kuliatatif dan terkadang
hasil penelitian lebih menekankan makna dari generalisasi (proses
penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju
kesimpulan umum).15 Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan
metode kualitatif sebagai proses prosedur penelitian yang
14
Kartini kartono dan jenny andari, hygiene mental dan kesatan mental dalam islam, (bandung. mandar maju, 1989) hal. 44
15
13
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.16
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena
mempunyai tiga alasan yaitu: pertama mengadakan penyesuaian
dengan kenyataan yang berdimensi ganda. Kedua, lebih mudah
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan
subyek penelitian. Ketiga, memiliki kepekaan dan gaya
penyesuaian diri dengan banyak pengaruh yang timbul dari
pola-pola nilai yang dihadapi.17 Sedangkan menggunakan pendekatan
deskriptif, karena dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi
hanya menggambarkan suatu gejala keadaan yang diteliti secara
apa adanya, sehingga diarahkan untuk memaparkan fakta-fakta,
kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat.18 Jadi, dengan
melalui pnelitian deskriptif ini peneliti dapat mendeskripsikan
bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi permasalahan
incest di lembaga perlindungan anak jatim.
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualtatif. Menurut
Lexy J Moleong yang mengutip Bagdan dan Taylor bahwa
penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data
16
Azimatul, Ulya, Strategi Kepala Sekolah Dalam peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Di SRI Hidayatullah Semarang. (Semarang, Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010) hal, 33-34.
17
Margono,Metode Penelitian Pendidikan(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 41 18
14
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan-tulisan dari
orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kurt
dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam penelitian ilmu sosial yang secara
fundamental bergantung pada penelitian manusia dan wawasannya
sendiri serta hubungan denagn orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan istilahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
penelitian jenis deskriptif adalah pendekatan penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau jenis fenomena.
Dalam pendekatan ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal
yang berhungan dengan suatu penelitian deskriptif sehingga dalam
penelitian ini tidak perlu merumuskan hipotesis.19 Penelitian ini
bersifat memaparkan sistuasi dan peristiwa, datanya dinyatakan
dalam keadaan sewajarnya atau bagaimana adanya, dengan
memaparkan kerja secara sistematis, terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatatif karena
ingin mengetahui dan mengenali secara lebih detail berdasarkan
hasil bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi
permasalahan insect di lembaga perlindungan anak jatim.
19
15
2. Subjek Penelitian
Lokasi penelitian yang menjadi pilihan peneliti dalam penelitian
ini adalah di Lembaga Perlindungan Anak Jatim yaitu salah satu
lembaga yang menjadi tempat pengaduan bagi anak (usia dibawah 18
tahun) yang mengalami masalah baik kekerasan fisik, mental, psikis,
maupun seksual. Maka dari itu peneliti akan melakukan beberapa kali
pertemuan dan kunjungan dengan salah satu klien yang berada di
Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Kunjungan dan pertemuan akan di
lakukan dalam dua minggu dua kali pertemuan pada jam kerja sesuai
dengan waktu yang diberikan oleh pihak lembaga.
Peneliti memilih lokasi ini, karena dinilai cocok untuk diteliti
karena didukung oleh kondisi lembaga dalam mengaplikasikan
Bimbingan dan Konseling Islam untuk mengatasi trauma korban
kekerasan yaitu incest.
3. Tahap-tahap Penelitian
Dalam buku Lexy J Moleong dijelaskan bahwa "pelaksanaan
penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum lapangan (pra
lapangan), tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap
penulisan laporan"20adapun tahap-tahap penelitian ini adalah:
a. Tahap Pra lapangan, kegiatan dan pertimbangan tersebut yaitu:
Menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian,
mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan
20
16
memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian,
persoalan etika penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan uraian tentang tahap pekerjaan
lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu: memahami latar penelitian
dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperanserta sambil
mengumpulkan data. Tahap ini meliputi mengumpulkan
bahan-bahan yang berkaitan dengan Bimbingan dan konseling Islam
dalam mengatasi permasalahan incest di Lembaga Perlindungan
Anak Jatim.
c. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh
melalui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan
keluarga korban. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai
dengan konteks permasalahan yang diteliti. Selanjutnya melakukan
pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek data yang
didapat dan metode perolehan data sehingga benar-benar valid
sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang
merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian
yang sedang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil
penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai
pemberian makna data yang kemudian dilanjutkan dengan
penulisan laporan penelitian yang sempurna yang tentunya sudah
17
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Data adalah pernyataan atau keterangan bahan dasar yang
dipergunakan untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu yang
diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini
adalah subyek darimana data dapat diperoleh, berdasarkan
sumbernya, jenis data dibagi menjadi dua yaitu jenis data primer
dan sekunder:21
1) Data Primer
Sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data, atau data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, diamati, dicatat untuk pertama kalinya.22 Data
primer ini diperoleh dari klien, orang terdekat klien salah
satunya ibu klien, dari lembaga. Dalam hal ini, data yang
diambil yaitu identitas klien, pendidikan, tingkah laku klien,
gejal-gejala yang tampak, kondisi fisik maupun psikis yang
stabil maupun tidak, langkah-langkah serta teknik Bimbingan
dan Konseling Islam dengan treatment Psikoalnalisis.
2) Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber kedua atau berbagai
sumber yang mendukung perolehan data guna melengkapi data
21
Arikunto, Suharsimi,Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek,(Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 114
22
18
primer.23 Data sekunder merupakan data pendukung dari data
primer seperti data dari orang lain ataupun dokumen-dokumen.
b. Sumber Data
Adapun klasifikasi sumber data sebagai berikut:
1) Informan
Peneliti membuat beberapa pertayaan yang akan diajukan
untuk responden (Ibu klien) sesuai dengan apa yang akan
diteliti, pertanyaan dilakukan dengan tatap muka supaya
penulis lebih mengetahui intonasi dan cara biacara responden.
Data yang peneliti tanyakan yaitu tentang mulai awal terjadinya
kejadian tesebut, sikap setelah kejadian, dan sikap yang sampai
sekarang berlangsung.
Untuk mendukung sumber data, peneliti menggali data kepada
informan yaitu:
a. Lembaga Perlindungan Anak Jatim selaku lemabaga yang
menaungi klien dan tempat konsultasi klien.
2) Aktifitas atau Peristiwa
Informasi juga dapat diperoleh dari pengamatan dari sikap
ataupun peristiwa yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat oleh peneliti. Dari pengamatan tersebut peneliti dapat
mengetahui bagaimana sikap dan tingkah laku klien.
23
19
3) Dokumen atau Arsip
Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang
berkaitan dengan foto, audio dan vidio. Baik berupa rekaman
atau data base, surat-surat yang dapat menghasilkan informasi
terkait dengan judul yang diteliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data
yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau
kepustakaan maupun data yang dihasilkan dari lapangan.
Pengumpulan sumber data dapat dilakukan dalam berbagai
setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari
settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural
setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah
dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan
lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber
primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat
orang lain atau lewat dokumen, maka teknik pengumpul data dapat
dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara),
kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.24
24
20
a. Observasi
Menurut Sukardi, observasi adalah cara pengambilan data
dengan menggunakan salah satu panca indera yaitu indera
penglihatan sebagai alat bantu utamanya untuk melakukan
pengamatan langsung, selain panca indera biasanya peneliti
menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan
antara lain buku catatan, kamera, serta check list yang berisi obyek
yang diteliti dan lain sebagainya.25
Macam-macam observasi yaitu observasi partisipasif, terus terang
dan transparan, tidak terstruktur, yang dapat memahami konteks
data dalam situasi sosial dll. Adapun data-data yang diambil dari
metode observasi adalah:
1) Bagaimana kondisi fisik dan psikis pada klien sebelum dan
sesudah kejadian.
2) Apasaja aktifitas yang dilakukan saat ini.
3) Bagaimana support keluarga terutama ibu untuk keadaan saat
ini.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan
secara sepihak baik langsung maupun tidak langsung (media),
berhadapan muka dengan tujuan yang telah ditentukan. Peneliti
25
21
mengadakan wawancara dengan responden yang mempunyai
hubungan dengan obyek yang diteliti. Merupakan pertemuan dua
orang atau lebuh untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu.
Dalam metode ini penulis wawancara langsung dengan
sumber data, yaitu dengan Lembaga Perlndungan Anak sebagai
data sekunder guna mendapatkan data yang berkaitan dengan
pasikoanalisis dalam mengatasi permasalahan incest. Adapun
data-data yang diambil dari metode wawancara adalah sebagai berikut:
1) Lembaga Perindungan Anak terkait dengan data-data ataupun
dokumen, serta konseling yang lakukan pihak lembaga
terutama treatment yang digunakan yaitu psikoanalisis dalam
mengatasi permasalahan incest.
2) Ibu klien terkait nama, usia, tingakah laku dan sikap selama
sebelum kejadian dengan setelah kejadian berlangsung.
3) Klien terkait nama, usia, dan hasil dari proses konseling yang
menggunakan treatment psikoanalisis.
4) Informan terkait dengan obyek yang diteliti.
a. Dokumentasi
Metode ini adalah dengan cara mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah
22
Metode ini tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan
sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode ini
yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.26
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data dalam pola. Kategori, dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan dan dapat sirumuskan hipotesis kerja seperti
yang disarankan oleh data.27 Metode ini yang digunakan adalah
metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah metode analisis data yang berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.28 Metode ini bertujuan untuk
menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.
Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada dilapangan
dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah didapat, lalu
dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat, dan akurat.
Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan
dokumen-dokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan.
Kemudian agar data yang diperoleh sesuai dengan fokus masalah, akan
ditempuh tiga langkah dalam penelitian, yaitu:
26
Suharsini, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rhineka Cipta), cet 12, hlm 231.
27
Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT. Remaja Rosdkarya, 2004), hlm 280.
28
23
a. Reduksi data dimaksudkan untuk meninggalkan data ulang sesuai
dengan permasalahan yang akan diteliti. Mengadakan reduksi data
yang dilakukan dengan jalan abstraksi yaitu usaha membuat
rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu.
Data mengenai Bimbingan konseling Islam dalam mengatasi
trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur,
baik dari hasil penelitian lapangan atau kepustakaan kemudian
dibuat rangkuman.
b. Sajian data dimaksudkan untuk memilih data yang sesuai dengan
kebutuhan peneliti tentang Bimbingan konseling Islam dalam
mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak
Jawa Timur. Artinya data yang telah dirangkum tadi kemudian
dipilih, sekiranya data mana yang diperlukan untuk penulisan
laporan penelitian.
c. Verifikasi atau menyimpulkan data yaitu penjelasan tentang
makna. Data yang dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari
seluruh proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan
permasalahan mengenai bagaimana trauma korban incest di
Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Sehingga dapat dijawab sesuai
dengan kategori data dan permasalahannya, pada bagian akhir ini
akan muncul kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara
komperhensif dari data hasil penelitian. Jadi langkah terakhir ini
24
7. Teknik Keabsahan Data
Ada beberapa teknik leabsahan data, namun peneliti
menggunakan teknik keabsahan data melalui triangulasi.
a. Triangulasi
Suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Pada penelitian ini, keabsahan data dilakukan dengan triangulasi
sumber. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Data dari sumber tersebut, tidak bisa diratakan seperti dalam
penelitian kuantitatif, tetapi di deskrisikan, dikategorisasikan,
mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik
dari kedua sumber data tersebut. Data yang telah di analisis oleh
peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya akan
dimintakan kesepakatan (member chek) dengan kedua sumber data
tersebut.
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam
konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai
25
peneliti mengecek ulang (re-chek) temuannya dengan jalan
membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.29
G. Sistematika Pembehasan
Dalam pembahasan suatu oenelitian diperlukan sistemtika
pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian,
langkah-langkah pembahasan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar
belakang masalah, rumusan masalah, Tujuan penelitian,
Manfaat penelitian, Definisi konsep, Metode penelitian,
Sistematika pembahasan, Jadwal penelitian, Pedoman
wawancara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik
(beberapa referensi yang digunakan utnuk menelaah objek
kajian), dan Penelitian terdahulu yang relevan.
BAB III PENYAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Deskripsi umum
Objek Penelitian, Deskripsi Hasil Penelitian.
BAB IV ANALISIS DATA
Pada bab ini berisi pemaparan tentang analisis data.
29
26
BAB V PENUTUP
Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Saran, yang
menjelaskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan
saran bisa berupa rekomendasi untuk penelitian lanjutan
yang terkait dengan hasil penelitian, atau disarankan bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DAN INCEST
A. Kajian Teoritik
1. Bimbingan dan Konseling Islam
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Rahman Nata Wijaya yang dikutip Dewa Ketut Sukardi
dalam bukunya Proses Bimbingan dan Penyuluhan mengatakan
bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan
kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan agar
individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga dia
sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan, sekolah,
masyarakat, keluarga dan kehidupan pada umumnya.
Berdasarkan dari beberapa rumusan yang diprakasai oleh
Frank Parson dikutip dari Prayitno dan Erma Amti dalam bukunya
Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling memberikan pengertian
bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan
27
ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.30
Menurut I. Jumhur dan Moh. Suryo yang dikutip Imam
Sayuti dalam bukunya Pokok-Pokok Batasan Tentang Bimbingan
Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah menyebutkan
bimbingan ialah suatu proses membantu individu melalui usahanya
sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan agar
memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.31
Dari beberapa bentuk pengertian bimbingan diatas dapat
disimpulkan bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan secara berkesinambingan, terarah dan continue oleh
seorang ahli kepada seseorang atau kelompok agar mereka dapat
mengembangkan dirinya sesuai dengan norma dan lingkungan
sekitar sehingga dapat memperoleh kebahagiaan pribadi dan
kemanfaatan sosial.
Menurut Prayitno, Erman Amti dalam bukunya Bimbingan
dan Konseling memberikan pengertian singkat, konseling yaitu:
proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh
seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang
30
Prayitno,Erma Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Jogjakarta: Depdikbud dan PT. Rineka Cipta, 1999), hal. 93-99.
31
28
mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.32
Menurut Alan M Schmuller dan Donald G. Mortenson,
pengertian konseling adalah suatu proses hubungan seorang
dengan seorang, dimana yang seorang dibantu oleh orang lainnya
untuk meningkatkan pengertian dan kemampuannya dalam
menghadapi masalahnya. Pengertian konseling menurut Pepensky
adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara dua orang individu
yang disebut konselor dan klien, terjadi dalam situasi yang bersifat
pribadi, diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk
memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien,
sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan
kebutuhannya.33
Menurut Latipun dalam bukunya Psikologi Konseling
menyatakan bahwa konseling adalah proses yang melibatkan
seseorang profesional berusaha membantu orang lain dalam
mencapai pemahaman dirinya (Self Understanding), membuat
keputusan dan pemecahan masalah.34
Dengan adanya pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan tatap
muka yang dilakukan oleh individu yang mengalami masalah yang
32
Prayitno, Erman Amri,Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,hal. 105. 33
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling: Suatu Uraian Ringkas (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985 ).
34
29
berisi usaha yang laras, unik dan manusiawi yang dilakukan dalam
suasana keahlian dan berdasarkan norma-norma yang berlaku agar
klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sehingga klien
dapat membuat keputusan dan dapat memecahkan masalahnya
sendiri.
Sedangkan konseling dalam penelitian ini adalah upaya
konselor dalam membantu seorag klien yang tertekan psikisnya
karena telah mendapat tindakan asusila dari ayah tirinya dan
konselor mencoba membantu merubah sikap serta supaya klien
dapat mengendalikan pemikirannya kembali.
Menurut Ahmad Mubarok, bimbingan konseling agama
adalah usaha memberikan bantuan kepada seseorang atau
kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin
dalam menjalankan tugas hidupnya dengan menggunakan
pendekatan agama, yaitu memebangkitkan kekuatan getaran batin
(iman) di dalam dirinya untuk mendorong mengatasi masalah yang
dihadapinya.35
Dengan memperhatikan hal-hal pokok yang terkandung
dalam setiap rumusan pengertian tentang bimbingan konseling
islam dikemukakan diatas maka dapat diambil kesimpulan
Bimbingan Konseling islam adalah proses pemberian bantuan yang
diberikan secara sistematis dan bertahap terhadap individu atau
35
30
kelompok yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah agar
mampu mengatasi kesulitan yang mereka hadapi melalui dorongan
kekuatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah sehingga
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b. Hubungan antara bimbingan dan konseling
Menurut Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan
mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling. Pandangan
pertama berpendapat bahwa bimbingan sama dengan konseling.
Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar.
Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda
dengan konseling, baik dasar maupun cara kerjanya. Menurut
pandangan kedua, bimbingan merupakan pendidikan sedangkan
konseling merupakan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong
individu yang mengalami masalah serius.
Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan
konseling merupakan kegiatan yang terpadu, yang keduanya tidak
saling terpisah. Berkaitan dengan pandangan ketiga ini, Downing
(1998); Hasen, Stefic, dan Warner (1977) (dalam Prayitno (1978)),
menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang
terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk
menunjang kegiatan perkembangan siswa secara optimal,
31
murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna
penyesuaian diri.
Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan
bahwa dalam dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling
dianggap sebagai inti dari proses pemberian bantuan. Mortesen dan
Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah jantung
hatinya program bimbingan.36
c. Unsur-unsur bimbingan dan konseling Islam
Bimbingan dan konseling Islam mempunyai beberapa unsur
atau komponen yang saling terkait dan saling berhubungan satu
sama lain. Unsur-unsur bimbingan dan konseling Islam pada
dasarnya adalah terkait dengan konselor, konseli dan masalah yang
dihadapi. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut.
1) Konselor
Konselor adalah orang yang amat bermakna bagi konseli,
konselor menerima apa adanya dan sepenuh hati membantu
konseli mengatasi masalahnya disaat yang amat kritis
sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan
yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan
utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus
berubah.37
36
Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling Panduan(Jakarta: prestasi Pustaka, 2014), hal. 12.
37
32
Adapun karakteristik kepribadian konselor adalah sebagai
berikut:
a) Empati artinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang
lain.
b) Asli/jujur yaitu perilaku dan kata-kata tidak di buat-buat
akan tetapi asli dan jujur sesuai dengan keadaannya.
c) Memahami keadaan konseli, mampu memahami kekuatan
dan kelemahannya.
d) Menghargai martabat konseli secara positif tanpa syarat.
e) Menerima konseli walaupun dalam keadaan bagaimanapun.
f) Tidak menilai atau membanding-bandingkan konseli.
g) Mengetahui keterbatasan diri (ilmu, wawasan, teknik)
konselor.
h) Memahami keadaan sosial budaya dan ekonomi konseli.38
Dalam bimbingan konseling, seyogyanya dilakukan oleh:
a) Ahli bimbingan konseling.
b) Ahli psikologi.
c) Ahli pendidikan.
d) Ahli agama.
e) Dokter.
f) Pekerjaan sosial.39
38
33
H. M. Arifin mengatakan bahwa syarat-syarat konselor adalah:
a) Memiliki kepribadian yang menarik.
b) Meyakini bahwa konseli mempunyai kemampuan
berkembang.
c) Mempunyai rasa commitmen dengan nilai kemanusiaan.
d) Mempunyai kemampuan untuk mengadakan komunikasi.
e) Bersikap terbuka.
f) Memiliki keuletan dalam lingkungan tugas dan sekitarnya.
g) Memiliki rasa cinta terhadap orang lain dan suka bekerja
sama.
h) Pribadinya disukai orang lain (berpribadi simpatik).
i) Memiliki rasa sensitive terhadap konseli.
j) Memiliki kecekatan berfikir.
k) Memiliki personality yang sehat dan bulat.
l) Memiliki kematangan jiwa, baik lahir maupun batiniah.
m) Memiliki sikap mental suka belajar mencari ilmu
pengetahuan.
n) Bilamana konselor tersebut di bidang agama, maka ia
harus memiliki pengetahuan agama, berakhlak mulia serta
aktif menjalankan ajaran agamanya.40
39
Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, hal. 14.
40
34
2) Konseli
Konseli adalah orang yang sedang menghadapi masalah
karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan
masalahnya.
Adapun syarat-syarat konseli sebagai berikut:
a) Konseli harus mempunyai motivasi yang kuat untuk
mencapai penjelasan atau masalah yang dihadapi, disadari
sepenuhnya dan mau dibicarakan dengan konselor.
Persyaratan ini merupakan persyaratan dalam arti
menentukan keberhasilan atau kegagalan terapi.
b) Keinsyafan akan tanggung jawab yang dipukul oleh
konseli dalam mencari penyelesaian terhadap masalah dan
melaksanakan apa yang diputuskan pada akhir konseling.
Persyaratan ini cenderung untuk menjadi persyaratan,
namun keinsyafan itu masih dapat ditimbulkan selama
proses konseling berlaku.
c) Keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan
pikiran perasaannya serta masalah-masalah yang dihadapi.
Persyaratan ini berkaitan dengan kemampuan intelektual
dan kemampuan untuk berefleksi atas dirinya.41
Sekalipun konseli adalah individu yang memeperoleh
bantuan, konseli bukan obyek atau individu yang pasif atau
41
35
yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dalam konteks
konseling, konseli adalah subyek yang memiliki kekuatan,
motivasi, memliki kemauan untuk berubah dan pelaku bagi
perubahan dirinya.
Tentunya, sebagai pribadi dan manusia pada umumnya
konseli memiliki masalah atau sejumlah masalah yang
membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk memecahkannya.
Secara umum konseli datang ke konselor karena satu atau
beberapa alasan, antara lain:
a) Atas kemauan sendiri.
b) Atas anjuran keluarga.
c) Atas rujukan dari professional lain.
Adapun harapan konseling yang telah dikemukakan
Dennis P. Seccozo yang dikutip oleh Latipun dalam bukunya
Psikologi Konseling diantaranya:
a) Untuk memperoleh kesempatan untuk membebaskan diri
dari kesulitan.
b) Untuk mengetahui lebih jauh model terapi yang sesuai
dengan masalahnya.
c) Memperoleh ketenangan dan kepercayaan diri dari rasa
36
d) Mengetahui atau memahami alasan yang ada di balik
perasaan dan perilakunya.
e) Mendapat dukungan tentang yang harus dilakukan.
f) Untuk memperoleh kepercayaan dalam melakukan sesuatu
atau perilaku baru yang berbeda dengan orang lain.
g) Mengetahui persiapan-persiapan apa yang sebenarnya
sedang dialami dan bagaimana seharusnya melakukan.
h) Untuk mendapatkan saran dan nasehat, bagaimana agar
hidupnya dapat bermakna dan berguna bagi dirinya sendiri
maupun orang lain, dan lain-lain.42
3) Masalah
Menurut Sudarsono dalam kamus konseling, masalah
adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau
kelompok menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.43
H. M. Arifin menerangkan beberapa jenis masalah yang
dihadapi seseorang atau masyarakat yang memerlukan
bimbingan dan konseling Islam, yaitu:
a) Masalah perkawinan.
b) Problem karena ketegangan jiwa atau syaraf.
c) Problem tingkah laku sosial.
d) Problem karena masalah alkoholisme.
42
Latipun,Psikologi Konseling,hal. 54. 43
37
e) Dirasakan problem tapi tidak dinyatakan dengan jelas
secara khusus memerlukan bantuan.44
Selanjutnya akan dikemukakan contoh bentuk masalah
menurut Al-Qur'an surat Hud 9-11:
"Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar" (QS. Huud: 9-11)45
d. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling Islam
Prinsip merupakan panduan hasil kajian teoritik dan telaah
lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu
yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling,
prinsip-prinsip pada umunya berhubungan dengan sasaran
44
H. M. Arifin, Pokok-Pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah Maupun di Luar Sekolah,hal. 27.
45
38
pelayanan, masalah konseli, tujuan dan proses penanganan
masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan.46
Adapun prinsip secara teknik, praktek konseling Islam
dapat menggunakan konseling modern, tetapi semua filosofis,
bimbingan dan konseling Islam harus berdiri diatas prinsip ajaran
agama Islam, antara lain:47
1) Bahwa nasehat itu merupakan salah satu pilar agama yang
merupakan pekerjaan mulia.
2) Konseling Islam harus dilakukan sebagai pekerjaan ibadah
yang dikerjakan semata-mata mengahrap ridho Allah.
3) Tujuan praktis konseling Islam adalah mendorong konseli agar
selalu ridho terhadap hal-hal yang bermanfaat dan alergi
terhadap hal-hal yang mudhorot.
4) Konseling Islam juga menganut prinsip bagaimana konseli
dapat keuntungan dan menolak kerusakan.
5) Meminta dan memberi bantuan hukumnya wajib bagi setiap
orang yang membutuhkan.
6) Proses pemberian konseling harus sejalan dengan tuntutan
syari'at Islam.
46
Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling Panduan(Jakarta: prestasi Pustaka, 2014), hal. 97-100.
47
39
7) Pada dasarnya menusia memiliki kebebesan untuk
memutuskan sendiri perbuatan baik dan yang akan dipilih.
e. Asas-asas bimbingan dan konseling Islam
1) Asas kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya
merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan
akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan
akhirat merupakan kebahagiaan yang abadi, yang amat banyak.
2) Asas fitrah.
Manusia menurut Islam dilahirkan dalam atau membawa
fitrah, yaitu berbagai kemmapuan potensial bawaan dan
kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam.
3) Asas Lillahi ta'ala.
Bimbingan dan konseling Islam diselenggarakan
semata-mata karena Allah, konsekuensi dari asas ini berarti
pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan
tanpa pamrih. Sementara yang dibimbing pun menerima atau
meminta bimbingan dan atau konseling dengan dan rela, karena
semua pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah
karena dan untuk mengabdi kepada Allah semata, sesuai
dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus
40
4) Asas bimbingan seumur hidup.
Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna
dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja
manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan.
Oleh karena itu, maka bimbingan dan konseling Islam
diperlukan selama hayat di kandung badan.
5) Asas kesatuan jasmani dan rohani.
Bimbingan dan konseling Islam memerlukan konselinya
sebagai makhluk jasmaniah. Rohaniah tidak memandang
sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah
semata. Bimbingan dan konseling Islam membantu individu
untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah
tersebut.
6) Asas keseimbangan rohaniah.
Rohani manusia memiliki unsur dan daya kemampuan
pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak nafsu serta
juga akal. Orang yang dibimbing diajak mengetahui apa yang
perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa yang perlu
dipikirkan, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima
begitu saja, tetapi tidak menolak begitu saja. Kemudian diajak
memahami apa yang perlu dipahami dihayati setelah
berdasarkan pemikiran dan analisis yang jernih diperoleh
41
7) Asas kemajuan individu.
Bimbingan dan konseling Islam, berlangsung pada citra
manusia menurut Islam, memandang seorang individu
merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu
mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang
lainnya dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai
konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensi
rohaniahnya.
8) Asas sosialitas manusia.
Dalam bimbingan dan konseling Islam, sosialitas manusia
diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan
komunisme); hak individu juga diakui dalam batas tanggung
jawab sosial.
9) Asas kekhalifahan manusia.
Sebagai khalifah, manusia harus memelihara
keseimbangan, sebagai problem-problem kehidupan kerap kali
muncul dari ketidak seimbangan tersebut yang diperbuat oleh
manusia itu sendiri.
10) Asas keselarasan dan keadilan.
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan dan
keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain,
42
dirinya sendiri, hak orang lain "hak" alam semesta (hewan dan
tumbuhan dan lain sebagainya) dan juga hak Tuhan.
11) Asas pembinaan akhlaqul karimah.
Bimbingan dan konseling Islam membantu konseli atau
yang dibimbing, memelihara, mengembangkan,
menyempurnakan sifat-sifat yang tidak baik tersebut.
12) Asas kasih sayang.
Setiap manusia memerlukan cinta dan kasih sayang dari
orang lain. Rasa ksih sayang ini dapat mengalahkan dan
menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islam
dilakukan dengan berdasarkan kasih sayang, sebab hanya
dengan kasih sayanglah bimbingan dan konsleing dapat
berhasil.
13) Asas saling mengharagi dan menghormati.
Dalam bimbingan dan konseling Islam, kedudukan
pembimbing dan konselor dengan yang dibimbing pada
dasarnya satu atau sederajat perbedaannya terletak pada
fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan
yang satu menerima bantuan. Hubungan dan terjalin antara
pihak yang dibimbing merupakan hubungan yang saling
menghormati sesuai dnegan kedudukan masing-masing sebagai
43
14) Asas musyawarah.
Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas
musyawarah, artinya antara pembimbing (konselor) dengan
yang dibimbing atau konseli terjadi dialog amat baik, satu sama
lain tidak saling mendekatkan, tidak ada perasaan tertekan dan
keinginan tertekan.
15) Asas keahlian.
Bimbingan dan konsleing Islam dilakukan oleh
orang-orang yang memang memiliki kemampuan, keahlian di bidang
tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan teknik-teknik
bimbingan dan konseling maupun dalam bidang yang menjadi
permasalahan (obyek garapan/materi) bimbingan konseling.48
f. Tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling Islam.
1) Tujuan bimbingan dan konseling Islam
Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam pada dasarnya
adalah sejalan dengan maksud dan tujuan syariat Islam, yang
oleh al-Syatibi dijabarkan menjadi empat tujuan pokok, yaitu:
Pertama, Syariat Islam ditegakkan untuk dipahami manusia.
Kedua, untuk memperkuat manusia dalma ketentuan agama.
Ketiga, untuk mengentas manusia dari cengkraman dan tipu
daya hawa nafsunya. Keempat, untuk mencapai kemaslahatan
dunia dan akhiratnya.
48
44
Aunur Rohim Faqih membedakan tujuan Bimbingan dan
Konseling Islam dalam dua kategori, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus.49 Menurutnya, tujuan umum Bimbingan dan
Konseling Islam adalah membantu individu dalam
mewujudkan potensi dirinya sebagai manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Sedangkan
tujuan khususnya diuraikan menjadi tiga kategori, yaitu:
a) Membantu individu dalam memahami situai dan potensi
dirinya.
b) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya.
c) Membantu individu memelihara dan mengambangkan
situasi dan kondisi yang baik, sehingga tidak menjadi
sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
2) Fungsi bimbingan dan konseling Islam
Aunur Rohim faqih menyebutkan fungsi Bimbingan dan
Konseling Islam di kelompokkan pada tiga bentuk, yaitu:50
a) Fungsi preventif, yaitu membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri.
b) Fungsi kuratif, atau korektif, yakni membantu individu
memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau
dialaminya.
49
Aunur Rohim Faqih,Bimbingan dan Konseling dalam Islam,hal. 36-37. 50
45
c) Fungsi preservatif, yakni membantu individu menjaga agar
situasi dan kondisi yangs emula yang tidak baik
(mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan
kebaikan itu bertahan lama (in state of good).
d) Fungsi developmental atau pengembangan, yakni
membantu individu memelihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau
menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi
sebab munculnya masalah baginya.
2. Incest
a. Pengertianincest
Incest (familial abuse) adalah kekerasan seksual dimana
antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi
bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang
menjadi pengganti orangtua, misalnya ayah tiri, atau kekasih,
pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak (Bogord, 1998).
Hubungan kelamin terjadi antara dua orang diluar nikah
sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali. Hal ini sering
terjadi pada masyarakat yang taraf kehidupannya amat rendah, dan
juga keluarga yang pecah (broken home). Hal ini disebabkan
karena pada keluarga seperti ini kurang ditemukan disiplin dan
kaburnya norma-norma kehidupan sebagai pegangan dalam
46
dengan ayahnya, atau kakak laki-laki dengan adinya, atau bahkan
anak dengan ibunya.51
b. Akibat terjadinyaincest
Teori penyimpangan seks sudah banyak dikemukakan
orang. Ahli-ahli ilmu jiwa membahas masalah ini dalam ilmu
psikoanalisis, terutama hubungan seorang ayah dengan putrinya
atau hubungan seorang ibu dengan putranya.52
Perbuatanincest seperti hubungan seks antara ayah dengan
anak gadisnya, akan berakibat dua hal. Pertama, secara biologis apabila anak gadis itu hamil dan melahirkan, maka bayi dengan
hubungan sedarah itu akan mendapatkan kelainan biologis tertentu,
misalnya berupa penyakit aneh yang sulit disembuhkan. Kedua,
akan terjadi gangguan psikis pada anak gadis tersebut, berupa
trauma psikis yang sulit pula disembuhkan. Karena biasanya
hubungan seks yang dilakukan ayah terhadap anaknya biasanya
diikuti dengan unsur paksaan dan ancaman. Hal inilah yang
menyebabkan gangguan jiwa pada gadis tersebut, dengan gejala
pendiam, mengucilkan diri, takut (trauma) untuk menikah. Bahkan
ada pula kecenderungan ingin membunuh diri (suicide).
Penyembuhan gangguan jiwa ini memakan waktu lama. Karena
amat sulit bagi ahli jiwa untuk membuka rahasia batin yang
51
Sofyan S. Willis,Remaja & Masalahnya(Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 32. 52
47
terpendam. Padahal dia dapat menceritakan tekanan psikis dengan
bebas ada kemungkinan sembuh.53
Anak akan merasa menderita dengan konflik batin yang
berbaur rasa malu, rasa bersalah terhadap diri sendiri, terhadap
ibunya, dan terutama terhadap dirinya sendiri ia mengalami
depresi. Anak akan sulit menyesuaiakn diri dengan teman
sebayanya, pikirannya mengenai seks menjadi kacau. Rasa
hormatnya kepada orang dewasa berkurang, rasa percaya
dirinyapun merosot. Ia merasa terhina (terutama dikalangan putri),
sehingga hal ini mempengaruhi ambisi, cita-citanya dalam
kehidupan.54
c. Faktor terjadinyaincest
Surat-surat kabar seri