• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DALAM MENGATASI TRAUMA KORBAN INCEST DI

LEMBAGA PERLIDUNGAN ANAK JAWA TIMUR SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk

Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S. Sos.)

Oleh:

Nurita Puspa Ningrum B93213105

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nurita Puspa Ningrum (B93213105), Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA JATIM).

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim? (2) Bagaimana hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi permasalahn incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa data menggunakan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Disini penulis menjelaskan tentang bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Trauma yang dialami oleh seorang anak setelah mendapat kekerasan fisik dan psikis dari ayah tirinya di rumahnya. Trauma ini membuatnya takut untuk beraktivitas di luar, pendiam, melamun, tidak fokus ketika diajak berbicara dengan orag lain.

Pada proses konseling dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis, konselor mencoba menggali kembali ingatan serta emosi masa lalu yang terpendam. Selain itu konselor memberikan saran agar selalu ber-istighfar dan dzikir mengingat Allah SWT ketika ingatan tersebut datang. Setelah melakukan proses konseling dengan penggalian masa lalu dan emosi serta saran yang diberikan konselor, klien sudah lebih baik dalam berkomunikasi, sudah dapat melakukan aktifitas tanpa adanya pikiran yang terlalu membebaninya, dan dapat memikirkan masa depan untuk anaknya saat ini.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi korban trauma korban incest di LPA Jatim. Dan hasil akhir dari proses konseling ini dapat dikatakan cukup berhasil karena separuh dari gejala yang dialami mulai ada perubahan yang baik.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... .ii

PENGESAHAN... .iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN... v

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xi

BAGIAN INTI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Definisi Konsep... 6

F. Metode Penelitian... 12

1. Pendekatan dan Jenis penelitian... 12

2. Subjek Penelitian... 14

3. Tahap-Tahap Penelitian... 15

4. Jenis dan Sumber Data... 16

5. Teknik Pengumpulan Data... 18

6. Teknik Analisis Data... 21

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 23

G. Sistematika Pembahasan... 24

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik... 26

1. Bimbingan dan Konseling Islam... 26

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam... 26

b. Hubungan antara Bimbingan dan Konseling Islam... 30

c. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam... 31

d. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Islam... 37

e. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam... 39

f. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam... 43

2. Incest... 45

a. Pengertian Incest... 45

b. Akibat Terjadinya Incest... 46

(8)

d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berhubungan

dengan Incest... 48

3. Trauma... 50

a. Penyebab Trauma... 51

b. Macam-macam Trauma... 52

4. Pendekatan Psikoanalisis... 53

a. Struktur Kepribadian... 53

b. Teknik-teknik konseling... 54

B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 56

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 59

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 59

2. Deskripsi Konselor... 66

3. Deskripsi Klien... 67

4. Deskripsi Masalah... 71

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 72

1. Deskripsi Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 72

2. Deskripsi hasil akhir Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 81

BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 84

B. Analisis hasil dari Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 89

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 90

B. Saran... 91

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak macamnya

pengalaman yang diterima oleh situasi hidupnya (keluarga, teman sebaya

dan masyarakat).1

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia sejak

lahir hingga delapan tahun. Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat

dari Allah SWT yang diberikan kepada orang tuanya. Sebagai amanat,

anak sudah seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan pemeliharaan,

bimbingan, dan pendidikan. Dengan memberikan hak- hak dasar kepada

anak, diharapkan anak akan berkembang dengan baik sehingga menjadi

anak yang berguna bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan bangsa

secara keseluruhan.2

Keluarga sebagai pendidik pertama dan utama maka kewajiban

orang tua adalah mengarahkan anak-anaknya agar sesuai dengan norma

yang berlaku di masyarakat termasuk memberikan contoh berperilaku

yang baik terhadap anak, dan dari situ akan terjadi proses peniruan bagi

anak.

1

FJ. Monks , dkk, Psikologi Perkembangan (Yogykarta: UGM Press, 2006), hal. 176-222.

2

(10)

2

Setiap tindakan dan perkataan orang tua akan tertanam dalam

pikiran anak, dan anak akan mengikuti semua yang pernah dialaminya.

Banyak terjadi sekarang orang tua yang mendidik anak secara tidak sehat,

tidak dapat memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya termasuk

terjadinya kekerasan seksual pada anak, yang menjurus pada pelecehan

seksual.

Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat

seksualitas yang tidak diinginkan, tidak dikehendaki dan berakibat

mengganggu diri penerima pelecehan Banyak anak-anak (usia dibawah 18

tahun) yang mengalami kasus pelecehan seksual dengan berbagai alasan,

salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pelecehan seksual ialah

lingkungan keluarga itu sendiri, di beberapa tempat di Indonesia ada

kebiasaan tidur bersama anak-anak. Banyak rumah yang tidak mempunyai

kamar-kamar, sehingga orang tua tidur bersama-sama dengan anak

remajanya.3

Kebanyakan anak mengalami peristiwa-peristiwa yang

mengakibatkan ketakutan, namun sebagian anak mengalami

peristiwa-peristiwa traumatis yang tak lazim, tiba-tiba dan menakutkan. Contoh

seperti peristiwa-peristiwa seperti penyiksaan anak, kekerasan masyarakat.

Peristiwa-peristiwa itu bisa mengakibatkan cedera serius atau kematian

3

(11)

3

sesungguhnya atau ancaman kepada anak-anak sendiri atau seseorang

yang mereka kenal.4

Penelitian ini berawal dari LPA Jatim (Lrmbaga Perlindungan

Anak Jawa Timur). Salah seorang Staff LPA Jatim menjelaskan kasus

kekerasan seksual. Masalah dimulai saat Mawar (nama samaran) yang

masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar mendapat perlakuan yang

tidak senonoh dari ayah tiri, mawar bersikap diam tidak brbicara dengar

orang lain terutama ibu atas perlakuan tersebut karena mendapat ancaman

dan iming-iming dari ayah tirinya. Secara psikologis kejadian tersebut

Mawar menjadi trauma, selalu mengingat kejadian tersebut yang sampai

sekarang masih terbayang-bayang di benak Mawar, korban sering linglung

dan pendiam.

Dalam undang-undang perlindungan anak sudah ditetapkan bahwa

anak adalah tunas, potensi dan generasai muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, mempunyai peran strategis, mempunyai ciri dan sifat

khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada

masa depan. Anak kelak akan memikul tanggung jawab tersebut, maka ia

perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan

brakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk

mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap

pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Anak

4

(12)

4

adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandugan. Perlindungan anak dilakukan kepada semua

anak tanpa terkecuali, baik anak tiri, anak kandung, anak angkat maupun

anak asuh sekalipun. Karena tujuan perlindungan anak adalah untuk

menjamin terpenuhinya hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang

dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas,

berakhlak mulia, dan sejahtera.

Menurut peneliti kasus ini sangat menarik Karena kasus tersebut

merupakan bentuk tragedi yang terjadi pada anak yang notabena generasi

penerus bangsa. Kasus seperti ini sangat berkaitan dalam konteks

konseling baik secara teori maupun realitas, bahwasannya kejadian yang

dialami oleh anak korban pelecehan seksual di bawah umur itu hanya

dapat terselesaikan dengan penanganan secara serius (konseling).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahn dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma

korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim?

2. Bagaimana hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dalam

(13)

5

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Mengetahui bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dengan

pendekatan Psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di

Lembaga Perlindungan Anak Jatim.

2. Mengetahui hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dengan

pendekatan Psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di

Lembaga Perlindungan Anak Jatim.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Harapan dari adanya penelitian ini adalah dapat menambah

wawasan, pengetahuan, dan masukan tentang treatment yang

dilakukan melalui pendekatan Psikoanalisis dalam mengatsi trauma

korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur, serta dapat

memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Bimbingan

dan Konseling guna meningkatkan pelayanan Bimbingan dan

Konseling di lapangan serta mewarnai khazanah keilmuan di bidang

pendidikan. Sehingga hasil dari penelitian dapat dijadikan sumber

(14)

6

untuk membantu peneliti lainnya dalam melakukan penelitian yang

relevan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini memiliki manfaat terhadap penyempurnaan

pemberian treatment yang dilakukan untuk membantu anak trauma

korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur sebagai

berikut:

a. Membuat peneliti mengetahui tratment yang dilakukan melalui

Psikoanalisisdalam mengatasi tauma korban incest.

b. Penelitian dapat digunakan masukan pada berbagai

Mahasiswa/mahasiswi untuk mengetahui pendekatan Psikoanalisis

serta Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma

korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur.

c. Berbagai gambaran bagi setiap mahasiswa dalam upaya untuk

mengetahui pendekatan Psikoanalisis serta Bimbingan dan

Konseling Islam dalam mengtasi trauma korban incest di Lembaga

Perlindungan Anak Jawa Timur.

E. Definisi Konsep

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Dalam bukunya, Tohari Musnamar mendefinisikan Bimbingan

dna Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap

(15)

7

yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,

sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.5

Sedangkan menurut Dra. Hallen A, M. Pd dalam bukunya Drs.

Syamsul Munir Amin, M. A menyatakan bahwa Bimbingan konseling

Islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan

sistematis kepada setiap individu agar dapat mengembangkan potensi

atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara

menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur'an

dan Hadits Rasulullah Saw kedalam dirinya, sehingga dapat hidup

selaras dan sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an dan Al-Hadits.6

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu proses atau pemberian

bantuan berupa bimbingan kepada individu yang membutuhkan, untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya agar klien dapat

mengembangkan potensi akal fikiran dan kejiwaannya, keimanan serta

dapat menanggulangi problematika hidupnya dengan baik dan benar

secara mandiri berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, sehingga

dalam hidupnya dapat bahagia di dunia maupun di akhirat dan

mendapat petunjuk dari Allah SWT.

Tujuan penulis bermaksud untuk menggunakan bimbingan

konseling Islam dengan treatment Psikoanalisis yaitu untuk

5

Tohari Musnamar,Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam(Yogyakarta: UII Press, 2004), hal. 04.

6

(16)

8

mengetahui sikap, tingkahlaku, kejiwaan serta kepribadian klien,

sehingga dapat merubah atau menilai sebab akibat dari permasalahan

tersebut.

2. Incest

Incest yaitu salah satu bentuk kekerasan seksual yang

dilakukan oleh anggota keluarga. Incest (Familial Abuse) adalah

kekerasan seksual dimana antara korban dan pelaku masih dalam

hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini

termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah

tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak.7

Berbicara incest yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu

mengenai seorang anak yang mengalami kasus yang serupa,

mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tiri dengan

anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Perilaku ayah yang

seperti inilah yang membuat pemikiran, tingkah laku, serta psikis anak

mengalami tekanan dan membekas sampai remaja bahkan dewasa

nanti, tanpa sepengetahuan ibu yang sedang bekerja diluar, ayah yang

pengangguran memanfaatkan kesempatan tersebut. Anak yang

seharusnya masih dapat bermain dengan wajar, tetapi diperlakukan

dengan hal yang tidak wajar. Dengan ini peneliti ingin bekerja sama

dengan pihak Lembaga Perlindungan Anak Jatim dalam memberikan

pendekatan Psikoanalisis dalam membantu permasalahan incest agar

7

Yurika Fauzia Wardani "The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability".

(17)

9

dapat mengendalikan dirinya dan meminimalisir ingatan akan

kejadian tersebut.

3. Psikoanalisis

Pendekatan psikoanalisis diciptakan oleh Sigmund Freud pada

tahun 1986 merupakan teori yang pertama muncul dalam psikologi

khususnya yang berhubungan gangguan kepribadian dan perilaku

neurotik.

Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri

dari tiga sistem:id, ego, superego

Id adalah sistem kepribadian yang orisinil, merupakan tempat

bersemayam naluri-naluri, kurang terorganisasi, buta, menuntut,

mendesak. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada

pengurangan tegangan, penghindari kesakitan, dan peroleh

kesenangan, id bersifat tidak logis, amoral, hanya menuruti

kesenangan.

Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah,

mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama ego adalah mengantarai

naluri-naluri dengan lingkungan sekitar, ego berlaku realistis dan

berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi

pemuas kebutuhan-kebutuhan.

Superego adalah cabang moral atau hukuman kepribadian.

Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah

(18)

10

berfungsi menghambat implus-implus id. Kemudian sebagai

internalisasi standar-standar orangtua dan masyarakat, superego

berkaitan dengan imbalan dan hukuman, imbalan adalah perasaan

bangga dan mencintai diri sendiri, hukumannya adalah perasaan

berdosa dan rendah diri.

4. Trauma

Sebelum penulis membahas lebih lanjut faktor penyebab trauma

maka di sini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian

trauma.

Menurut kamus psikologi yang diterbitkan tim widyatamma,

trauma adalah luka berat pengalaman yang menyebabkan organisme

menderita kerusakan fisika maupun psikologi.8

Menurut kartini kartono dan jenny anny andari dalam bukunya

“hyglene mental dan kesehatan mental dalam islam” bahwa trauma

atau kejadian traumatis adalah laku jiwa yang dialami seseorang

disebabkan oleh suatu pengalaman yang sangat menyedikan atau

melukai jiwanya.9

Menurut M. Noor H.s, dalam himpunan istilah psikologi

memberikan pengertian trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba

8

Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia 2000). Hal 228

9

(19)

11

mengejutkan, meningalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang

bersangkutan.10

Trauma adalah menghadapi atau merasakan sebuah kejadian

atau serangkaian kejadian yang berbahaya, baik bagi fisik maupun bagi

psikologis seseorang, yang membuatnya tidak lagi merasa aman,

menjadikannya merasa takberdaya dan peka dalam mengadapi

bahaya.11

Menurut kamus psikologi yang diterbitkan tim widyatamma,

trauma adalah luka berat pengalaman yang menyebabkan organisme

menderita kerusakan fisik maupun psikologis.12

Menurut Kartini Kartono dan Jenny Anny Andari dalam

bukunya “ Hyglene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam”

bahwa trauma atau kejadian traumatis adalah luka jiwa yang dialami

seseorang disebabkan oleh suatu pengalaman yang sangat

menyedihkan atau melukai jiwanya.13

Menurut Sudarsono dalam bukunya “kamus konseling”: trauma

adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan

kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga merusak fisik

atau psikologis, pengalaman traumatis dapat juga membentuk sikap

pribadi seseorang. Menurut M. Noor H.s, dalam himpunan istilah

10

M. Noor H.s. Himpunan Istilah Psikologi, (Surabaya: pedoman ilmu jaya. 1997). Hal. 164

11

Achmanto Mendatu, Pemulihan Trauma, (Yogyakarta, Panduan, 2010) hal. 16 12

Tim widyatamma, kamus psikologi (Jakarta, widyatamma 2010), hal. 392 13

(20)

12

psikologi memberikan pengertian trauma adalah pengalaman yang

tiba-tiba mengejutkan, meningalkan kesan mendalam pada jiwa orang

yang bersangkutan.14

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa trauma

adalah suatu penekanan objek lain yang dapat menghasilkan tekanan

pada anggota tubuh atau mental setelah suatu peristiwa traumatik

terjadi yang mengejutkan dan meninggalkan kesan dalam jiwa

seseorang hingga merusak fisik dan psikologis atau jiwanya dan

terhadap bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian trauma

tersebut secara berulang-ulang.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah

pendekatan kualitatif deskriptif. Karena penelitian ini,

permasalahan belum jelas, obyek yang di teliti bersifat dinamis,

penuh makna, dan pola pikir induktif atau kuliatatif dan terkadang

hasil penelitian lebih menekankan makna dari generalisasi (proses

penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju

kesimpulan umum).15 Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan

metode kualitatif sebagai proses prosedur penelitian yang

14

Kartini kartono dan jenny andari, hygiene mental dan kesatan mental dalam islam, (bandung. mandar maju, 1989) hal. 44

15

(21)

13

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.16

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena

mempunyai tiga alasan yaitu: pertama mengadakan penyesuaian

dengan kenyataan yang berdimensi ganda. Kedua, lebih mudah

menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan

subyek penelitian. Ketiga, memiliki kepekaan dan gaya

penyesuaian diri dengan banyak pengaruh yang timbul dari

pola-pola nilai yang dihadapi.17 Sedangkan menggunakan pendekatan

deskriptif, karena dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi

hanya menggambarkan suatu gejala keadaan yang diteliti secara

apa adanya, sehingga diarahkan untuk memaparkan fakta-fakta,

kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat.18 Jadi, dengan

melalui pnelitian deskriptif ini peneliti dapat mendeskripsikan

bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi permasalahan

incest di lembaga perlindungan anak jatim.

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualtatif. Menurut

Lexy J Moleong yang mengutip Bagdan dan Taylor bahwa

penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data

16

Azimatul, Ulya, Strategi Kepala Sekolah Dalam peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Di SRI Hidayatullah Semarang. (Semarang, Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010) hal, 33-34.

17

Margono,Metode Penelitian Pendidikan(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 41 18

(22)

14

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan-tulisan dari

orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kurt

dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah

tradisi tertentu dalam penelitian ilmu sosial yang secara

fundamental bergantung pada penelitian manusia dan wawasannya

sendiri serta hubungan denagn orang-orang tersebut dalam

bahasanya dan istilahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan

penelitian jenis deskriptif adalah pendekatan penelitian yang

bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau jenis fenomena.

Dalam pendekatan ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal

yang berhungan dengan suatu penelitian deskriptif sehingga dalam

penelitian ini tidak perlu merumuskan hipotesis.19 Penelitian ini

bersifat memaparkan sistuasi dan peristiwa, datanya dinyatakan

dalam keadaan sewajarnya atau bagaimana adanya, dengan

memaparkan kerja secara sistematis, terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatatif karena

ingin mengetahui dan mengenali secara lebih detail berdasarkan

hasil bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi

permasalahan insect di lembaga perlindungan anak jatim.

19

(23)

15

2. Subjek Penelitian

Lokasi penelitian yang menjadi pilihan peneliti dalam penelitian

ini adalah di Lembaga Perlindungan Anak Jatim yaitu salah satu

lembaga yang menjadi tempat pengaduan bagi anak (usia dibawah 18

tahun) yang mengalami masalah baik kekerasan fisik, mental, psikis,

maupun seksual. Maka dari itu peneliti akan melakukan beberapa kali

pertemuan dan kunjungan dengan salah satu klien yang berada di

Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Kunjungan dan pertemuan akan di

lakukan dalam dua minggu dua kali pertemuan pada jam kerja sesuai

dengan waktu yang diberikan oleh pihak lembaga.

Peneliti memilih lokasi ini, karena dinilai cocok untuk diteliti

karena didukung oleh kondisi lembaga dalam mengaplikasikan

Bimbingan dan Konseling Islam untuk mengatasi trauma korban

kekerasan yaitu incest.

3. Tahap-tahap Penelitian

Dalam buku Lexy J Moleong dijelaskan bahwa "pelaksanaan

penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum lapangan (pra

lapangan), tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap

penulisan laporan"20adapun tahap-tahap penelitian ini adalah:

a. Tahap Pra lapangan, kegiatan dan pertimbangan tersebut yaitu:

Menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian,

mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan

20

(24)

16

memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian,

persoalan etika penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan uraian tentang tahap pekerjaan

lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu: memahami latar penelitian

dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperanserta sambil

mengumpulkan data. Tahap ini meliputi mengumpulkan

bahan-bahan yang berkaitan dengan Bimbingan dan konseling Islam

dalam mengatasi permasalahan incest di Lembaga Perlindungan

Anak Jatim.

c. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh

melalui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan

keluarga korban. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai

dengan konteks permasalahan yang diteliti. Selanjutnya melakukan

pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek data yang

didapat dan metode perolehan data sehingga benar-benar valid

sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang

merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian

yang sedang diteliti.

d. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil

penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai

pemberian makna data yang kemudian dilanjutkan dengan

penulisan laporan penelitian yang sempurna yang tentunya sudah

(25)

17

4. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis data

Data adalah pernyataan atau keterangan bahan dasar yang

dipergunakan untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu yang

diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini

adalah subyek darimana data dapat diperoleh, berdasarkan

sumbernya, jenis data dibagi menjadi dua yaitu jenis data primer

dan sekunder:21

1) Data Primer

Sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, atau data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, diamati, dicatat untuk pertama kalinya.22 Data

primer ini diperoleh dari klien, orang terdekat klien salah

satunya ibu klien, dari lembaga. Dalam hal ini, data yang

diambil yaitu identitas klien, pendidikan, tingkah laku klien,

gejal-gejala yang tampak, kondisi fisik maupun psikis yang

stabil maupun tidak, langkah-langkah serta teknik Bimbingan

dan Konseling Islam dengan treatment Psikoalnalisis.

2) Data Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber kedua atau berbagai

sumber yang mendukung perolehan data guna melengkapi data

21

Arikunto, Suharsimi,Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek,(Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 114

22

(26)

18

primer.23 Data sekunder merupakan data pendukung dari data

primer seperti data dari orang lain ataupun dokumen-dokumen.

b. Sumber Data

Adapun klasifikasi sumber data sebagai berikut:

1) Informan

Peneliti membuat beberapa pertayaan yang akan diajukan

untuk responden (Ibu klien) sesuai dengan apa yang akan

diteliti, pertanyaan dilakukan dengan tatap muka supaya

penulis lebih mengetahui intonasi dan cara biacara responden.

Data yang peneliti tanyakan yaitu tentang mulai awal terjadinya

kejadian tesebut, sikap setelah kejadian, dan sikap yang sampai

sekarang berlangsung.

Untuk mendukung sumber data, peneliti menggali data kepada

informan yaitu:

a. Lembaga Perlindungan Anak Jatim selaku lemabaga yang

menaungi klien dan tempat konsultasi klien.

2) Aktifitas atau Peristiwa

Informasi juga dapat diperoleh dari pengamatan dari sikap

ataupun peristiwa yang berkaitan dengan permasalahan yang

diangkat oleh peneliti. Dari pengamatan tersebut peneliti dapat

mengetahui bagaimana sikap dan tingkah laku klien.

23

(27)

19

3) Dokumen atau Arsip

Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang

berkaitan dengan foto, audio dan vidio. Baik berupa rekaman

atau data base, surat-surat yang dapat menghasilkan informasi

terkait dengan judul yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data

yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau

kepustakaan maupun data yang dihasilkan dari lapangan.

Pengumpulan sumber data dapat dilakukan dalam berbagai

setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari

settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural

setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah

dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan

lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data

dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber

primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat

orang lain atau lewat dokumen, maka teknik pengumpul data dapat

dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara),

kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.24

24

(28)

20

a. Observasi

Menurut Sukardi, observasi adalah cara pengambilan data

dengan menggunakan salah satu panca indera yaitu indera

penglihatan sebagai alat bantu utamanya untuk melakukan

pengamatan langsung, selain panca indera biasanya peneliti

menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan

antara lain buku catatan, kamera, serta check list yang berisi obyek

yang diteliti dan lain sebagainya.25

Macam-macam observasi yaitu observasi partisipasif, terus terang

dan transparan, tidak terstruktur, yang dapat memahami konteks

data dalam situasi sosial dll. Adapun data-data yang diambil dari

metode observasi adalah:

1) Bagaimana kondisi fisik dan psikis pada klien sebelum dan

sesudah kejadian.

2) Apasaja aktifitas yang dilakukan saat ini.

3) Bagaimana support keluarga terutama ibu untuk keadaan saat

ini.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan

keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan

secara sepihak baik langsung maupun tidak langsung (media),

berhadapan muka dengan tujuan yang telah ditentukan. Peneliti

25

(29)

21

mengadakan wawancara dengan responden yang mempunyai

hubungan dengan obyek yang diteliti. Merupakan pertemuan dua

orang atau lebuh untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik

tertentu.

Dalam metode ini penulis wawancara langsung dengan

sumber data, yaitu dengan Lembaga Perlndungan Anak sebagai

data sekunder guna mendapatkan data yang berkaitan dengan

pasikoanalisis dalam mengatasi permasalahan incest. Adapun

data-data yang diambil dari metode wawancara adalah sebagai berikut:

1) Lembaga Perindungan Anak terkait dengan data-data ataupun

dokumen, serta konseling yang lakukan pihak lembaga

terutama treatment yang digunakan yaitu psikoanalisis dalam

mengatasi permasalahan incest.

2) Ibu klien terkait nama, usia, tingakah laku dan sikap selama

sebelum kejadian dengan setelah kejadian berlangsung.

3) Klien terkait nama, usia, dan hasil dari proses konseling yang

menggunakan treatment psikoanalisis.

4) Informan terkait dengan obyek yang diteliti.

a. Dokumentasi

Metode ini adalah dengan cara mencari data mengenai

hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah

(30)

22

Metode ini tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan

sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode ini

yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.26

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data dalam pola. Kategori, dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan dan dapat sirumuskan hipotesis kerja seperti

yang disarankan oleh data.27 Metode ini yang digunakan adalah

metode deskriptif.

Metode deskriptif adalah metode analisis data yang berupa

kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.28 Metode ini bertujuan untuk

menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.

Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada dilapangan

dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah didapat, lalu

dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat, dan akurat.

Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan

dokumen-dokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan.

Kemudian agar data yang diperoleh sesuai dengan fokus masalah, akan

ditempuh tiga langkah dalam penelitian, yaitu:

26

Suharsini, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rhineka Cipta), cet 12, hlm 231.

27

Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT. Remaja Rosdkarya, 2004), hlm 280.

28

(31)

23

a. Reduksi data dimaksudkan untuk meninggalkan data ulang sesuai

dengan permasalahan yang akan diteliti. Mengadakan reduksi data

yang dilakukan dengan jalan abstraksi yaitu usaha membuat

rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu.

Data mengenai Bimbingan konseling Islam dalam mengatasi

trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur,

baik dari hasil penelitian lapangan atau kepustakaan kemudian

dibuat rangkuman.

b. Sajian data dimaksudkan untuk memilih data yang sesuai dengan

kebutuhan peneliti tentang Bimbingan konseling Islam dalam

mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak

Jawa Timur. Artinya data yang telah dirangkum tadi kemudian

dipilih, sekiranya data mana yang diperlukan untuk penulisan

laporan penelitian.

c. Verifikasi atau menyimpulkan data yaitu penjelasan tentang

makna. Data yang dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari

seluruh proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan

permasalahan mengenai bagaimana trauma korban incest di

Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Sehingga dapat dijawab sesuai

dengan kategori data dan permasalahannya, pada bagian akhir ini

akan muncul kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara

komperhensif dari data hasil penelitian. Jadi langkah terakhir ini

(32)

24

7. Teknik Keabsahan Data

Ada beberapa teknik leabsahan data, namun peneliti

menggunakan teknik keabsahan data melalui triangulasi.

a. Triangulasi

Suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Pada penelitian ini, keabsahan data dilakukan dengan triangulasi

sumber. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Data dari sumber tersebut, tidak bisa diratakan seperti dalam

penelitian kuantitatif, tetapi di deskrisikan, dikategorisasikan,

mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik

dari kedua sumber data tersebut. Data yang telah di analisis oleh

peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya akan

dimintakan kesepakatan (member chek) dengan kedua sumber data

tersebut.

Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan

perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam

konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai

(33)

25

peneliti mengecek ulang (re-chek) temuannya dengan jalan

membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.29

G. Sistematika Pembehasan

Dalam pembahasan suatu oenelitian diperlukan sistemtika

pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian,

langkah-langkah pembahasan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar

belakang masalah, rumusan masalah, Tujuan penelitian,

Manfaat penelitian, Definisi konsep, Metode penelitian,

Sistematika pembahasan, Jadwal penelitian, Pedoman

wawancara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik

(beberapa referensi yang digunakan utnuk menelaah objek

kajian), dan Penelitian terdahulu yang relevan.

BAB III PENYAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Deskripsi umum

Objek Penelitian, Deskripsi Hasil Penelitian.

BAB IV ANALISIS DATA

Pada bab ini berisi pemaparan tentang analisis data.

29

(34)

26

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Saran, yang

menjelaskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan

saran bisa berupa rekomendasi untuk penelitian lanjutan

yang terkait dengan hasil penelitian, atau disarankan bagi

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DAN INCEST

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Rahman Nata Wijaya yang dikutip Dewa Ketut Sukardi

dalam bukunya Proses Bimbingan dan Penyuluhan mengatakan

bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan

kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan agar

individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga dia

sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar

sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan, sekolah,

masyarakat, keluarga dan kehidupan pada umumnya.

Berdasarkan dari beberapa rumusan yang diprakasai oleh

Frank Parson dikutip dari Prayitno dan Erma Amti dalam bukunya

Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling memberikan pengertian

bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh

orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu

baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang

dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan

(36)

27

ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang

berlaku.30

Menurut I. Jumhur dan Moh. Suryo yang dikutip Imam

Sayuti dalam bukunya Pokok-Pokok Batasan Tentang Bimbingan

Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah menyebutkan

bimbingan ialah suatu proses membantu individu melalui usahanya

sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan agar

memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.31

Dari beberapa bentuk pengertian bimbingan diatas dapat

disimpulkan bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang

dilakukan secara berkesinambingan, terarah dan continue oleh

seorang ahli kepada seseorang atau kelompok agar mereka dapat

mengembangkan dirinya sesuai dengan norma dan lingkungan

sekitar sehingga dapat memperoleh kebahagiaan pribadi dan

kemanfaatan sosial.

Menurut Prayitno, Erman Amti dalam bukunya Bimbingan

dan Konseling memberikan pengertian singkat, konseling yaitu:

proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh

seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang

30

Prayitno,Erma Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Jogjakarta: Depdikbud dan PT. Rineka Cipta, 1999), hal. 93-99.

31

(37)

28

mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada

teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.32

Menurut Alan M Schmuller dan Donald G. Mortenson,

pengertian konseling adalah suatu proses hubungan seorang

dengan seorang, dimana yang seorang dibantu oleh orang lainnya

untuk meningkatkan pengertian dan kemampuannya dalam

menghadapi masalahnya. Pengertian konseling menurut Pepensky

adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara dua orang individu

yang disebut konselor dan klien, terjadi dalam situasi yang bersifat

pribadi, diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk

memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien,

sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan

kebutuhannya.33

Menurut Latipun dalam bukunya Psikologi Konseling

menyatakan bahwa konseling adalah proses yang melibatkan

seseorang profesional berusaha membantu orang lain dalam

mencapai pemahaman dirinya (Self Understanding), membuat

keputusan dan pemecahan masalah.34

Dengan adanya pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan tatap

muka yang dilakukan oleh individu yang mengalami masalah yang

32

Prayitno, Erman Amri,Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,hal. 105. 33

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling: Suatu Uraian Ringkas (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985 ).

34

(38)

29

berisi usaha yang laras, unik dan manusiawi yang dilakukan dalam

suasana keahlian dan berdasarkan norma-norma yang berlaku agar

klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sehingga klien

dapat membuat keputusan dan dapat memecahkan masalahnya

sendiri.

Sedangkan konseling dalam penelitian ini adalah upaya

konselor dalam membantu seorag klien yang tertekan psikisnya

karena telah mendapat tindakan asusila dari ayah tirinya dan

konselor mencoba membantu merubah sikap serta supaya klien

dapat mengendalikan pemikirannya kembali.

Menurut Ahmad Mubarok, bimbingan konseling agama

adalah usaha memberikan bantuan kepada seseorang atau

kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin

dalam menjalankan tugas hidupnya dengan menggunakan

pendekatan agama, yaitu memebangkitkan kekuatan getaran batin

(iman) di dalam dirinya untuk mendorong mengatasi masalah yang

dihadapinya.35

Dengan memperhatikan hal-hal pokok yang terkandung

dalam setiap rumusan pengertian tentang bimbingan konseling

islam dikemukakan diatas maka dapat diambil kesimpulan

Bimbingan Konseling islam adalah proses pemberian bantuan yang

diberikan secara sistematis dan bertahap terhadap individu atau

35

(39)

30

kelompok yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah agar

mampu mengatasi kesulitan yang mereka hadapi melalui dorongan

kekuatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah sehingga

mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

b. Hubungan antara bimbingan dan konseling

Menurut Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan

mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling. Pandangan

pertama berpendapat bahwa bimbingan sama dengan konseling.

Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar.

Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda

dengan konseling, baik dasar maupun cara kerjanya. Menurut

pandangan kedua, bimbingan merupakan pendidikan sedangkan

konseling merupakan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong

individu yang mengalami masalah serius.

Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan

konseling merupakan kegiatan yang terpadu, yang keduanya tidak

saling terpisah. Berkaitan dengan pandangan ketiga ini, Downing

(1998); Hasen, Stefic, dan Warner (1977) (dalam Prayitno (1978)),

menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang

terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk

menunjang kegiatan perkembangan siswa secara optimal,

(40)

31

murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna

penyesuaian diri.

Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan

bahwa dalam dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling

dianggap sebagai inti dari proses pemberian bantuan. Mortesen dan

Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah jantung

hatinya program bimbingan.36

c. Unsur-unsur bimbingan dan konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam mempunyai beberapa unsur

atau komponen yang saling terkait dan saling berhubungan satu

sama lain. Unsur-unsur bimbingan dan konseling Islam pada

dasarnya adalah terkait dengan konselor, konseli dan masalah yang

dihadapi. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut.

1) Konselor

Konselor adalah orang yang amat bermakna bagi konseli,

konselor menerima apa adanya dan sepenuh hati membantu

konseli mengatasi masalahnya disaat yang amat kritis

sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan

yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan

utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus

berubah.37

36

Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling Panduan(Jakarta: prestasi Pustaka, 2014), hal. 12.

37

(41)

32

Adapun karakteristik kepribadian konselor adalah sebagai

berikut:

a) Empati artinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang

lain.

b) Asli/jujur yaitu perilaku dan kata-kata tidak di buat-buat

akan tetapi asli dan jujur sesuai dengan keadaannya.

c) Memahami keadaan konseli, mampu memahami kekuatan

dan kelemahannya.

d) Menghargai martabat konseli secara positif tanpa syarat.

e) Menerima konseli walaupun dalam keadaan bagaimanapun.

f) Tidak menilai atau membanding-bandingkan konseli.

g) Mengetahui keterbatasan diri (ilmu, wawasan, teknik)

konselor.

h) Memahami keadaan sosial budaya dan ekonomi konseli.38

Dalam bimbingan konseling, seyogyanya dilakukan oleh:

a) Ahli bimbingan konseling.

b) Ahli psikologi.

c) Ahli pendidikan.

d) Ahli agama.

e) Dokter.

f) Pekerjaan sosial.39

38

(42)

33

H. M. Arifin mengatakan bahwa syarat-syarat konselor adalah:

a) Memiliki kepribadian yang menarik.

b) Meyakini bahwa konseli mempunyai kemampuan

berkembang.

c) Mempunyai rasa commitmen dengan nilai kemanusiaan.

d) Mempunyai kemampuan untuk mengadakan komunikasi.

e) Bersikap terbuka.

f) Memiliki keuletan dalam lingkungan tugas dan sekitarnya.

g) Memiliki rasa cinta terhadap orang lain dan suka bekerja

sama.

h) Pribadinya disukai orang lain (berpribadi simpatik).

i) Memiliki rasa sensitive terhadap konseli.

j) Memiliki kecekatan berfikir.

k) Memiliki personality yang sehat dan bulat.

l) Memiliki kematangan jiwa, baik lahir maupun batiniah.

m) Memiliki sikap mental suka belajar mencari ilmu

pengetahuan.

n) Bilamana konselor tersebut di bidang agama, maka ia

harus memiliki pengetahuan agama, berakhlak mulia serta

aktif menjalankan ajaran agamanya.40

39

Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, hal. 14.

40

(43)

34

2) Konseli

Konseli adalah orang yang sedang menghadapi masalah

karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan

masalahnya.

Adapun syarat-syarat konseli sebagai berikut:

a) Konseli harus mempunyai motivasi yang kuat untuk

mencapai penjelasan atau masalah yang dihadapi, disadari

sepenuhnya dan mau dibicarakan dengan konselor.

Persyaratan ini merupakan persyaratan dalam arti

menentukan keberhasilan atau kegagalan terapi.

b) Keinsyafan akan tanggung jawab yang dipukul oleh

konseli dalam mencari penyelesaian terhadap masalah dan

melaksanakan apa yang diputuskan pada akhir konseling.

Persyaratan ini cenderung untuk menjadi persyaratan,

namun keinsyafan itu masih dapat ditimbulkan selama

proses konseling berlaku.

c) Keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan

pikiran perasaannya serta masalah-masalah yang dihadapi.

Persyaratan ini berkaitan dengan kemampuan intelektual

dan kemampuan untuk berefleksi atas dirinya.41

Sekalipun konseli adalah individu yang memeperoleh

bantuan, konseli bukan obyek atau individu yang pasif atau

41

(44)

35

yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dalam konteks

konseling, konseli adalah subyek yang memiliki kekuatan,

motivasi, memliki kemauan untuk berubah dan pelaku bagi

perubahan dirinya.

Tentunya, sebagai pribadi dan manusia pada umumnya

konseli memiliki masalah atau sejumlah masalah yang

membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk memecahkannya.

Secara umum konseli datang ke konselor karena satu atau

beberapa alasan, antara lain:

a) Atas kemauan sendiri.

b) Atas anjuran keluarga.

c) Atas rujukan dari professional lain.

Adapun harapan konseling yang telah dikemukakan

Dennis P. Seccozo yang dikutip oleh Latipun dalam bukunya

Psikologi Konseling diantaranya:

a) Untuk memperoleh kesempatan untuk membebaskan diri

dari kesulitan.

b) Untuk mengetahui lebih jauh model terapi yang sesuai

dengan masalahnya.

c) Memperoleh ketenangan dan kepercayaan diri dari rasa

(45)

36

d) Mengetahui atau memahami alasan yang ada di balik

perasaan dan perilakunya.

e) Mendapat dukungan tentang yang harus dilakukan.

f) Untuk memperoleh kepercayaan dalam melakukan sesuatu

atau perilaku baru yang berbeda dengan orang lain.

g) Mengetahui persiapan-persiapan apa yang sebenarnya

sedang dialami dan bagaimana seharusnya melakukan.

h) Untuk mendapatkan saran dan nasehat, bagaimana agar

hidupnya dapat bermakna dan berguna bagi dirinya sendiri

maupun orang lain, dan lain-lain.42

3) Masalah

Menurut Sudarsono dalam kamus konseling, masalah

adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau

kelompok menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.43

H. M. Arifin menerangkan beberapa jenis masalah yang

dihadapi seseorang atau masyarakat yang memerlukan

bimbingan dan konseling Islam, yaitu:

a) Masalah perkawinan.

b) Problem karena ketegangan jiwa atau syaraf.

c) Problem tingkah laku sosial.

d) Problem karena masalah alkoholisme.

42

Latipun,Psikologi Konseling,hal. 54. 43

(46)

37

e) Dirasakan problem tapi tidak dinyatakan dengan jelas

secara khusus memerlukan bantuan.44

Selanjutnya akan dikemukakan contoh bentuk masalah

menurut Al-Qur'an surat Hud 9-11:



















"Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar" (QS. Huud: 9-11)45

d. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling Islam

Prinsip merupakan panduan hasil kajian teoritik dan telaah

lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu

yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling,

prinsip-prinsip pada umunya berhubungan dengan sasaran

44

H. M. Arifin, Pokok-Pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah Maupun di Luar Sekolah,hal. 27.

45

(47)

38

pelayanan, masalah konseli, tujuan dan proses penanganan

masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan.46

Adapun prinsip secara teknik, praktek konseling Islam

dapat menggunakan konseling modern, tetapi semua filosofis,

bimbingan dan konseling Islam harus berdiri diatas prinsip ajaran

agama Islam, antara lain:47

1) Bahwa nasehat itu merupakan salah satu pilar agama yang

merupakan pekerjaan mulia.

2) Konseling Islam harus dilakukan sebagai pekerjaan ibadah

yang dikerjakan semata-mata mengahrap ridho Allah.

3) Tujuan praktis konseling Islam adalah mendorong konseli agar

selalu ridho terhadap hal-hal yang bermanfaat dan alergi

terhadap hal-hal yang mudhorot.

4) Konseling Islam juga menganut prinsip bagaimana konseli

dapat keuntungan dan menolak kerusakan.

5) Meminta dan memberi bantuan hukumnya wajib bagi setiap

orang yang membutuhkan.

6) Proses pemberian konseling harus sejalan dengan tuntutan

syari'at Islam.

46

Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling Panduan(Jakarta: prestasi Pustaka, 2014), hal. 97-100.

47

(48)

39

7) Pada dasarnya menusia memiliki kebebesan untuk

memutuskan sendiri perbuatan baik dan yang akan dipilih.

e. Asas-asas bimbingan dan konseling Islam

1) Asas kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya

merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan

akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan

akhirat merupakan kebahagiaan yang abadi, yang amat banyak.

2) Asas fitrah.

Manusia menurut Islam dilahirkan dalam atau membawa

fitrah, yaitu berbagai kemmapuan potensial bawaan dan

kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam.

3) Asas Lillahi ta'ala.

Bimbingan dan konseling Islam diselenggarakan

semata-mata karena Allah, konsekuensi dari asas ini berarti

pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan

tanpa pamrih. Sementara yang dibimbing pun menerima atau

meminta bimbingan dan atau konseling dengan dan rela, karena

semua pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah

karena dan untuk mengabdi kepada Allah semata, sesuai

dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus

(49)

40

4) Asas bimbingan seumur hidup.

Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna

dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja

manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan.

Oleh karena itu, maka bimbingan dan konseling Islam

diperlukan selama hayat di kandung badan.

5) Asas kesatuan jasmani dan rohani.

Bimbingan dan konseling Islam memerlukan konselinya

sebagai makhluk jasmaniah. Rohaniah tidak memandang

sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah

semata. Bimbingan dan konseling Islam membantu individu

untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah

tersebut.

6) Asas keseimbangan rohaniah.

Rohani manusia memiliki unsur dan daya kemampuan

pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak nafsu serta

juga akal. Orang yang dibimbing diajak mengetahui apa yang

perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa yang perlu

dipikirkan, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima

begitu saja, tetapi tidak menolak begitu saja. Kemudian diajak

memahami apa yang perlu dipahami dihayati setelah

berdasarkan pemikiran dan analisis yang jernih diperoleh

(50)

41

7) Asas kemajuan individu.

Bimbingan dan konseling Islam, berlangsung pada citra

manusia menurut Islam, memandang seorang individu

merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu

mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang

lainnya dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai

konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensi

rohaniahnya.

8) Asas sosialitas manusia.

Dalam bimbingan dan konseling Islam, sosialitas manusia

diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan

komunisme); hak individu juga diakui dalam batas tanggung

jawab sosial.

9) Asas kekhalifahan manusia.

Sebagai khalifah, manusia harus memelihara

keseimbangan, sebagai problem-problem kehidupan kerap kali

muncul dari ketidak seimbangan tersebut yang diperbuat oleh

manusia itu sendiri.

10) Asas keselarasan dan keadilan.

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan dan

keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain,

(51)

42

dirinya sendiri, hak orang lain "hak" alam semesta (hewan dan

tumbuhan dan lain sebagainya) dan juga hak Tuhan.

11) Asas pembinaan akhlaqul karimah.

Bimbingan dan konseling Islam membantu konseli atau

yang dibimbing, memelihara, mengembangkan,

menyempurnakan sifat-sifat yang tidak baik tersebut.

12) Asas kasih sayang.

Setiap manusia memerlukan cinta dan kasih sayang dari

orang lain. Rasa ksih sayang ini dapat mengalahkan dan

menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islam

dilakukan dengan berdasarkan kasih sayang, sebab hanya

dengan kasih sayanglah bimbingan dan konsleing dapat

berhasil.

13) Asas saling mengharagi dan menghormati.

Dalam bimbingan dan konseling Islam, kedudukan

pembimbing dan konselor dengan yang dibimbing pada

dasarnya satu atau sederajat perbedaannya terletak pada

fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan

yang satu menerima bantuan. Hubungan dan terjalin antara

pihak yang dibimbing merupakan hubungan yang saling

menghormati sesuai dnegan kedudukan masing-masing sebagai

(52)

43

14) Asas musyawarah.

Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas

musyawarah, artinya antara pembimbing (konselor) dengan

yang dibimbing atau konseli terjadi dialog amat baik, satu sama

lain tidak saling mendekatkan, tidak ada perasaan tertekan dan

keinginan tertekan.

15) Asas keahlian.

Bimbingan dan konsleing Islam dilakukan oleh

orang-orang yang memang memiliki kemampuan, keahlian di bidang

tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan teknik-teknik

bimbingan dan konseling maupun dalam bidang yang menjadi

permasalahan (obyek garapan/materi) bimbingan konseling.48

f. Tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling Islam.

1) Tujuan bimbingan dan konseling Islam

Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam pada dasarnya

adalah sejalan dengan maksud dan tujuan syariat Islam, yang

oleh al-Syatibi dijabarkan menjadi empat tujuan pokok, yaitu:

Pertama, Syariat Islam ditegakkan untuk dipahami manusia.

Kedua, untuk memperkuat manusia dalma ketentuan agama.

Ketiga, untuk mengentas manusia dari cengkraman dan tipu

daya hawa nafsunya. Keempat, untuk mencapai kemaslahatan

dunia dan akhiratnya.

48

(53)

44

Aunur Rohim Faqih membedakan tujuan Bimbingan dan

Konseling Islam dalam dua kategori, yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus.49 Menurutnya, tujuan umum Bimbingan dan

Konseling Islam adalah membantu individu dalam

mewujudkan potensi dirinya sebagai manusia seutuhnya agar

mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Sedangkan

tujuan khususnya diuraikan menjadi tiga kategori, yaitu:

a) Membantu individu dalam memahami situai dan potensi

dirinya.

b) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang

dihadapinya.

c) Membantu individu memelihara dan mengambangkan

situasi dan kondisi yang baik, sehingga tidak menjadi

sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.

2) Fungsi bimbingan dan konseling Islam

Aunur Rohim faqih menyebutkan fungsi Bimbingan dan

Konseling Islam di kelompokkan pada tiga bentuk, yaitu:50

a) Fungsi preventif, yaitu membantu individu menjaga atau

mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri.

b) Fungsi kuratif, atau korektif, yakni membantu individu

memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau

dialaminya.

49

Aunur Rohim Faqih,Bimbingan dan Konseling dalam Islam,hal. 36-37. 50

(54)

45

c) Fungsi preservatif, yakni membantu individu menjaga agar

situasi dan kondisi yangs emula yang tidak baik

(mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan

kebaikan itu bertahan lama (in state of good).

d) Fungsi developmental atau pengembangan, yakni

membantu individu memelihara dan mengembangkan

situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau

menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi

sebab munculnya masalah baginya.

2. Incest

a. Pengertianincest

Incest (familial abuse) adalah kekerasan seksual dimana

antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi

bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang

menjadi pengganti orangtua, misalnya ayah tiri, atau kekasih,

pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak (Bogord, 1998).

Hubungan kelamin terjadi antara dua orang diluar nikah

sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali. Hal ini sering

terjadi pada masyarakat yang taraf kehidupannya amat rendah, dan

juga keluarga yang pecah (broken home). Hal ini disebabkan

karena pada keluarga seperti ini kurang ditemukan disiplin dan

kaburnya norma-norma kehidupan sebagai pegangan dalam

(55)

46

dengan ayahnya, atau kakak laki-laki dengan adinya, atau bahkan

anak dengan ibunya.51

b. Akibat terjadinyaincest

Teori penyimpangan seks sudah banyak dikemukakan

orang. Ahli-ahli ilmu jiwa membahas masalah ini dalam ilmu

psikoanalisis, terutama hubungan seorang ayah dengan putrinya

atau hubungan seorang ibu dengan putranya.52

Perbuatanincest seperti hubungan seks antara ayah dengan

anak gadisnya, akan berakibat dua hal. Pertama, secara biologis apabila anak gadis itu hamil dan melahirkan, maka bayi dengan

hubungan sedarah itu akan mendapatkan kelainan biologis tertentu,

misalnya berupa penyakit aneh yang sulit disembuhkan. Kedua,

akan terjadi gangguan psikis pada anak gadis tersebut, berupa

trauma psikis yang sulit pula disembuhkan. Karena biasanya

hubungan seks yang dilakukan ayah terhadap anaknya biasanya

diikuti dengan unsur paksaan dan ancaman. Hal inilah yang

menyebabkan gangguan jiwa pada gadis tersebut, dengan gejala

pendiam, mengucilkan diri, takut (trauma) untuk menikah. Bahkan

ada pula kecenderungan ingin membunuh diri (suicide).

Penyembuhan gangguan jiwa ini memakan waktu lama. Karena

amat sulit bagi ahli jiwa untuk membuka rahasia batin yang

51

Sofyan S. Willis,Remaja & Masalahnya(Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 32. 52

(56)

47

terpendam. Padahal dia dapat menceritakan tekanan psikis dengan

bebas ada kemungkinan sembuh.53

Anak akan merasa menderita dengan konflik batin yang

berbaur rasa malu, rasa bersalah terhadap diri sendiri, terhadap

ibunya, dan terutama terhadap dirinya sendiri ia mengalami

depresi. Anak akan sulit menyesuaiakn diri dengan teman

sebayanya, pikirannya mengenai seks menjadi kacau. Rasa

hormatnya kepada orang dewasa berkurang, rasa percaya

dirinyapun merosot. Ia merasa terhina (terutama dikalangan putri),

sehingga hal ini mempengaruhi ambisi, cita-citanya dalam

kehidupan.54

c. Faktor terjadinyaincest

Surat-surat kabar seri

Gambar

 Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Baju Putih Lengan Panjang dengan kantong satu terbuka sebelah dada kiri memakai simbol pada lengan baju kanan dan papan nama pada dada kanan.. Celana Panjang warna

Dari proses pengujian pengeringan daun mengkudu menggunakan oven temperatur terefisien dalam adalah sekitar 75 ° C, karena pada pengujian temperatur tersebut menunjukkan

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Permutasi dengan Unsur

Abstrak: Kajian ini bertujuan mengukur tahap kerisauan pelajar Semester 1 Sesi Jun 2019 jurusan kejuruteraan dari Jabatan Kejuruteraan Awam, Jabatan Kejuruteraan Elektrik dan

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu; penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, masalah penelitian yang dirumuskan adalah: Bagaimanakah pelaporan AKPPD Bidang Pendidikan agar sesuai dengan standar

(3) Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam suatu tahun pajak

Ide penciptaan fotografi dapat diambil dari pengalaman pribadi, kondisi lingkungan sekitar atau dari pengamatan panca indra sebagai subjeknya, sehingga keindahan bukan lagi