ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PERJANJIAN
PEMBERIAN TANAH DI DESA
SUNGAI PINANG DALAM
KECAMATAN
SUNGAI PINANG SAMARINDA
SKRIPSI
Oleh:
ANISYA NOR AZIZAH
NIM: C72213099
Universitas Islam Negeri SunanAmpel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
Yang bcrtanda tangan
NAMA
NiM
Jurusan
Judul Skripsi
PEI?.NYATAAN
KEASLIAN
di bawah ini:
Anisya Nor Azizah
c72213099
Hukum Ekonorri Syariah / HES
Analisis Hukurn lslam Tcrhadap Akad Pcrjanjian Pcmbcrian Tanah cli Dcsa Satgai Pinang Dalant Kcca ntat an S unga i Pin an g S a nt a ritla
Mcnyatakart bahr'va sklipsi yalrg saya tulis ini bcnar'-bcnar n-rclLrpakiin hasil karya saya sencliri, bukan jiplakan/plagiat ilari karya or-an,, Iain. Pcntlapat atarr tclrurul
otang lain yang telclapat clalam skripsi ini dikutip atau clinrjuk bcclasarkan kocle etik ilmiah.
Sulabaya. l0 April 2017
NIM. C72213099 aug mcllyatakan,
PERSETUJUAN
PEMBIMBING
Skripsi yang ditulis olch Ariisya Nor Azizah NIM. C72213099 ini telah clipcriksa dan disetujui untuk dimtmaqosahkan.
Surabaya, l0 April 2017
Pen.rbimbing,
Siti Rumilah, M.Pd
NIP. 1 97601 122001 10200s
PENGESAIIAN
Skripsi
yang
ditulis
oleh
Anisy'aNor
AzizahNIM
C12213099ini
tclahdipertahankarr di depan sitlang l\{a-ielis Munaqasah Skripsi Fakultas Syariah dan
Hrrk-rrm- I.ltN Sunan Arrr.pel Sr-rrabaya pada hari Kamis, ta"nggal 27 Juli ?QU tlan
clapat diterima sebagai salah satu persyaratan untuk menyelcsaikan ptogram sarjana strata satu dalam lltnu Syariah.
Majelis Mrmaqasah Skripsi:
Pengrlii [. Penguji II.
Siti Rumilah. S.Pd- M.Pd
NrP. 1 9760 7 122007 t02005
Penguji III, Penguji lV.
Ih.
H. Mohammad Arif. L.C.. M.4.. NrP. 197m1 18200212 1001Surabal'a, 2 Agustus 2017 Mengesahkan.
Fakultas Syariah dan Hukunr
NrrP.201603310
KEMENTERIAN
AGAMA
LTNTVERSITAS
ISLAM
NEGERI
STINAN
AMPEL
SURABAYA
PERPUSTAKAAN
Jl. Jend. A. Yani I 17 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300
E-Mail: perpus@uinsby.ac.id
LE,MBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AI'{DEMIS
SebagaisivitasakademikaUlNSunanAmpelSurabaya, yang bertandatangan di bawahim, saya:
Nama
NIM
Fakultas/Jurusan
E-mail address
: Aru9y-a
Nor Azrz.ah: C72213099
: Syariah dan Hukurn/ Hukum Ekonomi Syatiah
:
anisyanor azizah9 8@gmail. comDemi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Pelpustakaan
UIN Sunan Ampel Sruabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusifatas katya ilmiah:
E Tesis l_l Desertasi E
Ltrln-I^ln(..
.
.
.... .
....)Analisil-Hulium"isiffi"TeiMA;p Aiidit-peridnjffi Fejmueriilii"Tatrail ai"D;U-SmCai-Pinans
Dalam Kecamatan Srmgai Pinang Samarinda
Besetta perangkat yang dipedukan (bilaada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini
Pelpustakaan
UIN
Sunan Ampel Suabaya berhak menyimpan, mengalih-medoffomtat-kan, mengelolanya"ddam bentuk
pangkalan date- (database), mendistribusikannya, danmenampilkan/mempublikasikannya di Intemet atan media lain secara fulltextmtttk kepentingan
akademis tanpa pedu meminta titf, dan saya selama tetap' meflcantumkan flelty;ra suya sebagai penulis/pen cipta dar. atau penetbit yrngbetsangkutan.
Saya betsedia untuk menanggung secata pribadi, taf,pz- melibatkan pihrk Perpustakaan UIN
Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pebtggaran Hak Cipta
dalam karya ilmiah saya ini.
Demikian peffLya;taarl ioi yrog saya buat dengan sebenatnya.
Sutabaya, 04 Agustus 2017
Penulis
(
At{r)rA
NOL A u tt.A ttn a m ate rangdan t a n dal anga n
vii
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Perjanjian Pemberian Tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai
Pinang Samarinda” ini merupakan penelitian lapangan guna menjawab pertanyaan
bagaimana akad perjanjian pemberian tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda Dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap akad perjanjian pemberian tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda
Penelitian ini merupakan field research (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang langsung turun ke lapangan guna mengetahui permasalahan yang ada. Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara. Teknik analisis data dengan menggunakan metode analisis deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis dengan pola pikir induktif.
Hasil penelitian ini menjelaskan, bahwa akad perjanjian pemberian tanah yang dilakukan H. Asli terhadap Asnan bermula semasa hidup H. Asli Syahrani, dalam akad perjanjian pemberian barang atau objek akad belum ada dan masih akan dibuatkan, sehingga akad perjanjian yang dilakukan belum bersifat tunai dan mengikat, sampai meninggalnya pemberi barang yang diakadkan belum ada dan membuat status akad perjanjian tersebut belum memenuhi janji yang dilakukan semasa hidup H. Asli dalam akad tersebut berjanji untuk memberikan sebuah bangunan rumah di atas tanah pemberi. Setelah meninggalnya H. Asli, Asnan menuntut janji pemberian tersebut kepada Ahli waris Alm dalam hal ini tuntutan yang dilakukan oleh Asnan adalah boleh dilakukan walaupun tidak adanya bukti secara tertulis, karena janji dalam hukum Islam adalah suatu kewajiban untuk dilaksanakan. Musyawarah yang dilakukan Ahli waris adalah langkah yang baik untuk tidak menjadi konflik antar keluarga.
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO……….v
PERSEMBAHAN……….. vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL……… xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka... 8
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II KONSEP AKAD DALAM HUKUM ISLAM A. Akad ... 20
xi
2. Rukun Akad ... 23
3. Syarat-syarat Akad ... 24
4. Objek Akad ... 26
5. Dampak –dampak Akad………...27
6. Asas Perjanjian dalam Hukum Islam………29
7. Dasar Hukum Perjanjian ………..31
8. Berakhirnya Akad……….32
B. Hibah... 33
1. Definisi Hibah ... 33
2. Rukun dan Syarat Hibah ... 37
3. Dasar Hukum Hibah ... 39
4. Hikmah Hibah ... 40
BAB III ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PERJANJIAN PEMBERIAN TANAH DI DESA SUNGAI PINANG DALAM KECAMATAN SUNGAI PINANG SAMARINDA A. Profil Singkat Samarinda... 42
1. Sejarah Nama Desa Sungai Dalam Samarinda ... 43
2. Letak Lokasi... 43
3. Struktur Organisasi ... 45
4. Keadaan Sosial Ekonomi dan Adat Istiadat Kehidupan Beragama di Desa Sungai Pinang Dalam... 45
5. Kependudukan ... 47
6. Kondisi Pendidikan ... 48
7. Sarana Prasarana ... 50
xii
C. Praktik Terjadinya Akad Perjanjian pemberian Tanah di
Desa Sungai Pinang Dalam Samarinda ... 57
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD
PERJANJIAN PEMBERIAN TANAH DI DESA SUNGAI
PINANG DALAM KECAMATAN SUNGAI PINANG
SAMARINDA
A. Pelaksanaan Akad Perjanjian Pemberian Tanah di Desa
Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang ... 59
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Perjanjian
Pemberian Tanah di Desa Sungai Pinang Dalam ... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya secara matrial maupun spiritual selalu berhubungan dengan orang
lain. Dalam berinteraksi manusi tidak jarang melakukan ikatan atau perjanjian
kepada sesama manusia.
Ikatan atau dalam bahasa Arab disebut Akad adalah ikatan antara
beberapa pihak dalam hal tertentu, baik ikatan itu bersifat konkret maupun
abstrak, baik dari satu sisi maupun dari dua sisi, atau dapat diartikan berniat,
berjanji atau bertekad melakukan sesuatu yang telah dikomitmenkan.
Dalam Islam, ada beberapa bentuk perikatan untuk memindahkan
hak milik dari seseorang kepada orang lain, baik pemindahan hak milik yang
bersifat sementara maupun selamanya, seperti jual-beli, waris, wasiat
shadaqoh, hadiah, hibah dan lain-lain.
Suatu ikatan atau perikatan adalah dua orang atau dua pihak saling
berjanji untuk melakukan atau memberikan sesuatu berarti masing-masing
orang atau pihak itu mengikatkan diri kepada yang lain untuk melakukan atau
memberikan sesuatu yang mereka perjanjikan. Dengan kata lain, antara
keduanya tercipta suatu ikatan yang timbul dari tindakan mereka membuat
janji. Ikatan tersebut berwujud adanya hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh masing-masing pihak.1
1
2
Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini
dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan
perjanjian dengan-Nya untuk kemudian bersedia hidup bertanggungjawab
sebagai abdullah dan khalifah dimuka bumi ini. Selain itu, hal tersebut diperkuat dengan firman-firman Allah yang menjelaskan tentang hakikat dari
suatu perjanjian dalam Islam, disebutkan dalam al quran al-Maidah ayat 1
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janji”2 juga dalam al-
Isra’ ayat 34” Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya.”3
Berdasarkan landasan-landasan inilah perjanjian dalam Islam
bukanlah hal yang ringan, karena kesepakatan yang dibuat oleh kedua pihak
pada dasarnya akan menimbulkan suatu hak di satu sisi, dan suatu kewajiban
di sisi lainnya. Hal ini erat kaitannya dengan aspek hukum yang ada, sehingga
di dalam hukum, jika suatu perbuatan memiliki pengaruh atau akibat yang
terkait dengan hukum disebut dengan perbuatan hukum, termasuk dalam hal
ini adalah perjanjian.
Perjanjian pada hakikatnya dilakukan oleh dua belah pihak atau
lebih, hal ini juga sejalan dengan pengertian perjanjian yang tercantum dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)4, perjanjian adalah persetujuan
(tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua belah pihak atau lebih yang
masing-masing berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan
2
QS. al-Maidah (5): 1. Departemen Agama RI, Al-Qur’anulkarim : Terjemah Per-kata (Jakarta: Sygma, 2007), 106.
3
QS. Al-Isra’ (17) : 34. Departemen, Al-Qur’anulkarim, 285. 4
3
tersebut, yang berarti bahwa perjanjian dapat menyetuh berbagai aspek dalam
kehidupan sehari-hari.
Abdul Aziz Muhammad Azzam berkata setiap apa yang diikatkan
kepada orang lain untuk dilaksanakan secara wajib karena makna asal dari
akad adalah ikatan lalu dialihkan kepada makna sumpah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan kewajiban dan keharusan yang
harus dipenuhi atau direalisasikan atas perjanjian atau janji yang telah
dilakukan, diucapkan oleh satu pihak atu kedua belah pihak.
Manusia dalam bersosial pasti pernah melakukan janji, seperti
halnya janji ingin memberikan sesuatu terhadap sesama manusia, janji
terhadap Allah atau sering disebut Nazar.
Pemberian atau hibah merupakan ajaran Islam yang mengatur
tentang bagaimana kita sebagai makhluk sosial untuk berinteraksi dengan
yang lain. Pemberian banyak dijelaskan dengan berlandaskan dari al quran
dan hadis-hadis ahkam. Hal itu di karenakan masalah muamalah merupakan
bidang yang amat lebar, yakni sama luasnya dengan aktivitas kehidupan
keduniaan kita sehari-hari.
Dalam hubungan ini, maka Islam telah memberikan dasar-dasar yang
kuat sebagai pegangan yang tidak akan menghambat manusia itu
berkreativitas sepanjang tidak menyalahi dasar-dasar syariat, termasuk
pemberian yang merupakan aktivitas yang bernilai positif sebagai pemererat
tali silaturrahmi.5
5
4
Pemberian merupakan taqa>rrub (mendekatkan diri) kepada Allah Swt. mempersempit kesenjangan sosial serta menumbuhkan kesetiakawanan
dan kepedulian sosial.
Secara terminologi pemberian berarti yang dilakukan secara
sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. tanpa mengharapkan
balasan apapun.6 Apabila seseorang memberikan harta miliknya kepada orang
lain berarti si pemberi itu menghibahkan miliknya.
Dalam terjemahan fath}ul mu’i>n diterangkan pemberian adalah
menjadikan hak suatu barang yang sudah di jual menurut kebanyakan “atau”
piutang dari orang yang ahli taba>rru’ dengan tanpa imbalan.7
Apabila ditelusuri secara mendalam, istilah pemberian itu
berkonotasi memberikan hak milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa
mengharapkan imbalan dan jasa. Memberikan tidak sama artinya dengan
menjual atau menyewakan.
Maka pemberian merupakan suatu akad atau perjanjian yang
menimbulkan hak untuk dimiliki yang diberikan tergantung pada adanya
perjanjian tersebut. Akad sendiri adalah pertemuan ijab dan kabul sebagai
pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat
hukum pada objeknya.8
Suatu akad a pa bila tela h memenuhi rukunnya, serta syarat
terbentuknya, syarat keabsahannya dan syarat berlakunya akibat hukum yang
6
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), 540
7
Zainudin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fanani, Terjemahan Fath}ul Mu’i>nJilid II, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 1994), 895
8
5
karena itu akad tersebut sah dan dapat dilaksanakan akibat hukumnya adalah
mengikat para pihak dan tidak boleh salah satu pihak menarik kembali
p er s e tu ju a n n ya s e ca ra s e pi ha k ta n pa k e s e pa k a ta n pi ha k la i n . 9
Inisiatif memberi itu harus datang atas kemauan sendiri dengan
penuh kerelaan tanpa ada paksaan dari pihak lain, karena ada salah satu
prinsip utama dalam transaksi dibidang kehartabendaan, orang yang dipaksa
memberikan sesuatu miliknya bukan dengan ikhtiarnya sudah pasti perbuatan
itu tidak sah.10
Objek akad merupakan rukun ketiga dalam akad perjanjian, dalam
semua sistem hukum objek merupakan sasaran yang hendak di capai oleh
para pihak melalui penutupan akad.11 Apabila tidak ada objek, tentu akadnya
menjadi sia-sia dan percuma.
Permasalahan saat ini tentang akad perjanjian pemberian semakin
banyak macamnya salah satunya seperti kasus, pasangan H. Asli Syahrani
(Alm) dan Hj. Aisyah (istri 1), Hj. Sahlia (istri 2). Dari istri pertama tidak
dikarunia seorang anak tetapi memiliki anak angkat bernama Bardaniah (35
tahun) dan Rizky Masli (23 tahun), dari istri kedua dikaruniai 2 orang anak
bernama Ikram Abdurrahman Masli (14 tahun) dan Aidina Azizah (14 tahun).
H. Asli Syahrani mempunyai CV bernama Aidina dan memiliki
beberapa lahan pertanahan di Samarinda, Alm H. Asli mempunyai saudara
seayah bernama Asnan. Pada tahun 1999, H. Asli menyatakan kepada Asnan
bahwa ia akan memberikan sebuah bangunan rumah dan menghibahkannya
9
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 79.
10
Hilmi Karim, Fiqih,…, 77. 11
6
kepada Asnan. Akan tetapi, bangunan rumah tersebut belum dibangun hingga
H. Asli meninggal dunia pada bulan Januari tahun 2013. Pada bulan Agustus,
Asnan menemui ahli waris H. Asli dan menuntut pemberian yang dijanjikan
oleh H. Asli. Namun, ahli waris menolak untuk memberikan janji pemberian
dikarenakan tidak ada bukti tertulis dan saksi dalam perjanjian tersebut.12
Asnan tetap memaksa untuk menuntut janji pemberian tersebut
bahkan mengancam keluarga ahli waris H. Asli. Demi menghindari terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan, keluarga almarhum H. Asli akhirnya
memberikan hibah tersebut meskipun tidak berbentuk rumah tetapi berupa
tanah. Namun, Asnan yang memilih sendiri tanah yang akan dihibahkan
kepadanya yakni bertempat di Banggres dengan ukuran 20x60 m2.13
Hal ini yang menjadi menarik untuk diteliti dan juga akan dibahas
pada bab selanjutnya. Oleh karena itu disusunlah penelitian ini dengan judul
”Analisis Hukum Islam Terhadap Akad perjanjian Pemberian Tanah di Desa
Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat beberapa
masalah dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Undang – undang tentang akad.
2. Macam – macam tentang akad perjanjian.
12
Aisyah (Istri pertama), Wawancara, Samarinda 10 Oktober 2016
13
7
3. Objek sahnya suatu akad perjanjian.
4. Syarat sahnya akad perjanjian.
5. Faktor – faktor yang melatarbelakangi akad perjanjianpemberian
tanah.
6. Akad perjanjian pemberian tanah di Desa Sungai Pinang Dalam
Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
7. Analisis hukum Islam terhadap akad perjanjian pemberian tanah di
Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda. Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, perlu dijelaskan batasan
dan ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini agar
terfokus dan terarah. Maka penulis akan membatasi masalah yang akan dikaji
sebagai berikut:
1. Akad perjanjian pemberian tanah di Desa Sungai Pinang Dalam
Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
2. Analisis hukum Islam terhadap akad perjanjian pemberian tanah di Desa
Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji
antara lain adalah:
8
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap akad perjanjian pemberian
tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang
Samarinda?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada intinya adalah untuk mendapatkan gambaran
hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya14 menuntun peneliti dalam menuju arah
dan pembentukan teoritis dan mengklarifikasi ide penelitian yang akan
dilakukan15.
Dengan tujuan agar tidak ada duplikasi/plagiasi dalam penelitian
yang akan dilakukan. Posisi penelitian yang akan dilakukan harus dijelaskan
guna menemukan celah yang belum terbahas pada beberapa penelitian
sebelumnya, antara lain:
1. Tugas Akhir yang ditulis oleh Husni Fauzan dengan judul: Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Barang Hibah Yang Dimanfaatkan Oleh Pemberi
Hibah (Studi Kasus Kecamatan Randudongkol Kabupaten Pemalang).
Fakultas Syariah Jurusan Ahwal As-Syakhsiyah UIN Walisongo 2016.
Skripsi ini tentang kasus seorang ayah yang memberikan hibah
berupa tanah sawah di Desa Karangmoncol kepada ketiga anaknya. Akan
tetapi pemberi hibah memanfaatkan tanah hibah tersebut sebagai barang
jaminan hutang piutang untuk kepentingannya sendiri. Hasil penelitian ini
14
Zainal Arifin, Metode Penelitian Pendekatan, (Surabaya: Lentera Cendelia, 2008), 42.
15
Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian-Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah
9
menyimpulkan pemanfaatan tersebut menimbulkan madharat bagi
anak-anaknya, sebaiknya pemanfaatan tersebut tidak langsung dilakukan tetapi
pemberi hibah harus mencari terlebih dahulu alternatif yang lain.16
2. Skripsi yang ditulis oleh Alya Nurhafidza dengan judul: “Perjanjian
Perkawinan Menurut Hukum Islam”. Fakultas Hukum Universitas
Lampung 2016 .
Hasil penelitian dan pembahasan menentukan eksistensi perjanjian
perkawinan dalam Hukum Islam adalah diperbolehkan. Keberadaan
perjanjian perkawinan diharapkan membantu suami dan istri dalam
meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap kewajiban dan hak
mereka. Syarat melaksanakan perjanjian perkawinan dalam Hukum Islam
adalah substansinya tidak boleh melanggar ketentuan hukum dan agama
yang berlaku. Prosedur pelaksanaan perjanjian perkawinan menurut
Hukum Islam dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA)
masing-masing wilayah. Akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian
perkawinan menurut Hukum Islam yaitu para pihak yang terlibat terikat
dan wajib melaksanakan perjanjian tersebut.17
3. Skripsi yang ditulis oleh Hikmatul Maghfiroh dengan judul: “Analisis
Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Garapan
Kebun Karet”. Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Muamalah UIN
Surabaya 2014.
16
Husni Fauzan, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Barang Hibah Yang Dimanfaatkan Oleh Pemberi Hibah”. (Studi Kasus Kecamatan Randudongkol Kabupaten Pemalang). (Skripsi--UIN Walisongo), 2016.
17
10
pelaksanaan perjanjian bagi hasil tanah garapan kebun karet jika
penggarapan kebun mendapatkan hasil maka pembagian hasil dibagikan
kepada semua pihak, dengan nisbah bagi hasil pihak pertama 1/3 bagian
dan pihak kedua 2/3 bagian dari hasil yang didapat. Sedangkan apabila
penggarapan kebun tidak menghasilkan apa-apa maka kedua belah pihak
tidak mendapatkan bagian apa-apa. Berdasarkan hasil penelitian
pelaksanaan perjanjian bagi hasil tanah garapan kebun karet tersebut tidak
bertentangan dengan hukum Islam ataupun hukum adat daerah setempat,
karena pelaksanaan bagi hasilnya tidak merugikan salah satu pihak serta
sesuai dengan perjanjian bagi hasil dalam konsep musaqah.18
Dari ke tiga judul skripsi di atas penulis berpendapat, bahwa judul
yang skripsi tulis berbeda dengan skripsi sebelumnya. Sehingga judul:
“Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Perjanjian Pemberian Tanah di Desa
Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda” merupakan
hasil karya penulis sendiri dan belum pernah dibahas sebelumnya.
E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka peneliti mempunyai beberapa
tujuan dari penelitian. Antara lain adalah:
18
Hikmatul Maghfiroh, (“Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil
11
1. Untuk mengetahui akad perjanjian pemberian tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
2. Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap akad perjanjian
pemberian tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
F. Kegunaan Penelitian
Pengkajian dari permasalahan ini diharapkan mempunyai nilai
tambah baik bagi pembaca terlebih lagi bagi penulis sendiri, baik secara
teoritis maupun secara praktis. Adapun kegunaan dan manfaat dari penelitian
ini adalah:
1. Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangasih informasi
dan perbendaharaan khazanah keilmuan dalam bermuamalah,
khususnya tentang bagaimana analisis hukum Islam terhadap akad
perjanjian pemberian tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan
Sungai Pinang Samarinda.
b. Menambah perbendaharaan karya ilmiah untuk pengembangan hukum
Islam dalam bidang Muamalah.
2. Praktis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan
12
tema yang sama dan dapat memberi kontribusi pemikiran kepada
masyarakat, khususnya kepada peneliti yang berkaitan pelaksanaan
perjanjian pemberian tanah yang tidak bertentangan dengan syariat
Islam.
b. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam kegiatan
akad perjanjian pemberian tanah.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah memahami judul skripsi ini, penulis akan
menguraikan maksud dari variabel penelitian tersebut. Adapun yang perlu
dijelaskan dalam definisi operasional tersebut adalah:
1. Hukum Islam : Hukum yang bersumber dari Al
quran, hadist, ijtihad, dan pendapat
para ulama yang berkaitan dengan
masalah hibah dan KHES
(Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang relevan
dengan pembahasan).
2. Akad Perjanjian PemberianTanah :Adalah akad perjanjian pemberian
tanah yang dilakukan H. Asli dan
Asnan yang di lakukan semasa
13
janji pemberian tanah tersebut belum
terwujud dan Asnan menutut kepada
ahli waris H. Asli dan ini
berimplikasi pada penyerahan
perjanjian yang dilakukan oleh ahli
waris setelah meniggalnya pemberi
janji
H. Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan metode
sebagai berikut:
1.Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni penelitian yang dilakukan dalam konteks lapangan yang benar-benar
terjadi terhadap akad perjanjian pemberian tanah yang terjadi di desa
Sungai Pinang Dalam Samarinda.19Selanjutnya, untuk dapat memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan serangkaian langkah yang sistematis.
Langkah-langkah tersebut terdiri atas: data yang dikumpulkan, sumber
data, teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.
2.Data Yang Dikumpulkan
Berdasarkan rumusan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka
data yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut:
19
14
a. Data tentang desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
b. Data tentang terjadinya akad perjanjian pemberian tanah di Desa
Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
3. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field reseach) yang memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan (Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda) dengan tetap merujuk pada konsep-konsep yang ada seperti sumber dari kepustakaan maupun dari subyek penelitian sebagai bahan
data pendukung. Adapun Data-data penelitian ini dapat diperoleh dari
beberapa sumber data sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah data yang langsung diperoleh dari lapangan dan
dari sumbernya. Dalam hal ini data diperoleh peneliti dengan cara
melakukan pengamatan dan wawancara. Sumber data yang utama
yaitu data yang didapatkan peneliti dari hasil wawancara dengan
keluarga ahli waris, perangkat desa dan tokoh masyarakat.20
b. Sumber Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Data sekunder
merupakan data pendukung proyek penelitian dan sebagai pelengkap
data primer, mengingat data primer merupakan data praktik dalam
20
15
lapangan.21 Karena penelitian ini merupakan penelitian yang tidak
terlepas dari kajian hukum Islam, maka penulis menempatkan
sekunder data yang berkenaan dengan kajian-kajian tersebut sebagai
sumber data sekunder. Adapun buku-buku atau literatur yang menjadi
sumber data sekunder dalam skripsi ini meliputi:
1. Wahbah al-Zuhaili, Fiqh Islam Wa>dillatuhu
2. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid XI
3. Zainudin bin Abdul Aziz al-Maliba>ri al-Fana>ni, Terjemahan
fath}ul mu’i>n Jilid II
4. Abd. Shomad, Hukum Islam
5. Nasroun Haroen, Fiqh Muamalah
6. Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah
4.Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara
Data yang sudah dikumpulkan di atas kemudian diolah.Dalam
hal ini penulis menggunakan teknik wawancara yaitu suatu bentuk
komunikasi atau percakapan antara dua orang atau lebih guna
memperoleh informasi. Seorang peneliti bertanya langsung kepada
subjek atau responden untuk mendapatkan informasi yang diinginkan
guna mencapai tujuannya dan memperoleh data yang akan dijadikan
21
16
sebagai bahan laporan penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan
dengan Kepala Desa, Staff, penduduk masyarakat, para tokoh Agama
Masyarakat, pelaku hibah dan ahli waris.
b. Studi Dokumentasi
Dalam teknik dokumentasi, peneliti menyelidiki benda tertulis, seperti
buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan dan sebagainya.22
Dari hasil pengumpulan dokumentasi yang telah diperoleh peneliti
dapat memperoleh bagaimana tentang akad perjanjian pemberian tanah
di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan sungai Pinang Samarinda.
5.Teknik Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul kemudian diolah. Pengolahan data
umumnya dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:
a. Organizing yaitu menyusun dan mensistematisasikan data yang telah diperoleh dalam rangkaian yang sudah direncanakan sebelumnya.
Sehingga memperoleh gambaran akad hibah tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
b. Editing yaitu pembenaran apakah data yang terkumpul melalui studi pustaka, dokumen, wawancara, dan kuensioer, sudah dianggap lengkap,
relevan, jelas tidak berlebihan dan tanpa kesalahan.
22
17
c. Analyzing yaitu menganalisis data yang telah tersusun secara sistematis untuk memperoleh kesimpulan tentang akad hibah tanah di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.23
6. Teknik Analisis Data
Hasil dari penggumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamanati dengan metode yang telah ditentukan.
a. Analisis Deskriptif, yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul, metode ini digunakan untuk
mengetahui gambaran tentang akad perjanjian pemberian tanah di
Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
b. Pola Pikir Induktif, dalam penelitian ini penulis menggunakan pola
pikir induktif yang berarti pola pikir yang berpijak pada fakta-fakta
yang bersifat khusus kemudian diteliti dan akhirnya dikemukakan
pemecahan persoalan yang bersifat umum.24 Fakta-fakta yang
dikumpulkan adalah dari kasus-kasus dan belum ada mekanisme yang
mengatur. Dari pengumpulan kasus-kasus dan hasil wawancara
dengan Ahli waris dan keluarga, penulis mulai memberikan
pemecahan persoalan yang bersifat umum.
I. Sistematika Pembahasan
23
Muhammad Abdulkadir, Hukum dan penelitian hukum, (Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 2004), 91
24
18
Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan sesuai dengan apa
yang direncanakan atau diharapkan oleh penulis, maka disusunlah sistematika
pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan. Dalam bab ini, penulis
cantumkan beberapa subbab yaitu: latar belakang masalah, identifikasi dan
batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua, memuat tentang landasan teori akad perjanjian, akad
menurut Islam yang merupakan pijakan dalam penulisan skripsi yang
meliputi pengertian akad perjanjian, landasan syarak perjanjian, syarat dan
rukun akad serta berakhirnya suatu akad perjanjian. Dan landasan teori
pemberian , pengertian pemberian , syarat dan rukun pemberian.
Bab ketiga merupakan uraian tentang data laporan hasil penelitian,
Dalam bab ini akan membahas tentang profil keadaan Desa Sungai Pinang
Dalam, Kecamatan Sungai Pinang Samarinda, letak geografis, kesejahteraan
dan keadaan sosial, keadaan ekonomi, Agama, struktur organisasi
kepengurusan Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda, deskripsi akad perjanjian pemberian tanah, latar belakang terjadinya perjanjian pemberian tanah tersebut.
Bab keempat, merupakan bab yang menganalisis lebih mendalam
19
yang terjadi di Desa Sungai Pinang Dalam Kecamatan Sungai Pinang Samarinda.
Bab kelima, yaitu penutup dari pembahasan skripsi ini yang
BAB II
KONSEP AKAD DALAM HUKUM ISLAM
A. Akad
1. Definisi Akad
Kata Akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat,
menyambung atau menghubungkan.32Akad atau perjanjian atau
kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang
terbingkai dengan nilai-nilai syariah.
Secara terminology fiqh , akad didefinisikan dengan:
ِِِلَحَمْيِفَُرَ ثَأُتُبْثَيٍعْوُرْشَمٍهْجَوىَلَعٍلْوُ بَقِبٍباَِْْإُطاَبِتْرِإ
“Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul
(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh kepada objek perikatan”.33
Pencantuman kata-kata yang “sesuai dengan kehendak syariat
maksudnya bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih tidak dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’’.
Misalnya, kesepakatan untuk melakukan riba, menipu orang lain atau
merampok kekayaan orang lain. Adapun pencantuman kata-kata
“berpengaruh pada objek perikatan” maksudnya adalah terjadinya
21
perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada
pihak yang lain (yang menyatakan qabul).34
Dalam istilah fiqh, secara umum akad berarti sesuatu yang
menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu
pihak, seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua
pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.35
Secara khusus akad berarti perikatan yang ditetapkan dengan ijab
qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.
Dalam akad biasanya dititikberatkan pada kesepakatan antara dua belah
pihak yang ditandai dengan ijab qabul.
Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan
untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan
yang tidak berdasarkan syara’. Karena itu, dalam Islam tidak semua
bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad,
terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syari’at
Islam.36
Abdul Aziz Muhammad Azzam berkata: “setiap apa yang
diikatkan oleh seseorang terhadap suatu urusan yang akan dilaksanakan
secara wajib, atau diikatkan kepada orang lain untuk dilaksanakan secara
34
Abdul Rahman Ghazaly ,et al., Fiqh…,50-51.
22
wajib, maka maksudnya adalah iltizam (mengharuskan) untuk
menunaikan janji yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.37
Sebagaimana dijelaskan dalam Al quran al-Maidah ayat 1 dan
Ali-Imron 76 di bawah ini:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Artinya: (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji yang dibuatnya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
Istilah ‘ahdu dalam Al quran mengacu kepada pernyataan
seseorang untuk mengerjakaan sesuatu atau untuk tidak mengerjakan
sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Perjanjian yang
dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan pihak lain, baik setuju
maupun tidak, tidak berpengaruh kepada janji yang dibuat oleh orang
tersebut, seperti yang dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 76 bahwa
janji tetap mengikat orang yang membuatnya.38
Seperti ayat diatas yang menjelaskan berupa kewajiban atau
keharusan untuk menunaikan janjinya kepada sesama manusia dan kepada
23
Allah, dan barang siapa yang menepati janji yang dibuat maka dia adalah
orang yang bertakwa dan Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.39
2. Rukun Akad
Rukun akad dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bisa digunakan
untuk mengungkapkan kesepakatan atas dua kehendak atau sesuatu yang
bisa disamakan dengan itu dari tindakan isyarat, atau korespondensi.40
Menurut Mahzab Hanafi rukun akad hanyalah pernyataan kehendak
masing-masing pihak berupa ijab dan qabul. Adapun hal lain yang
dipandang sebagai rukun, bagi Mahzab Hanafi dipandang sebagai hal-hal
yang mesti ada dalam setiap pembentukan kontrak.41
Menurut ahli-ahli hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk
akad itu ada empat42, yaitu:
a. Para pihak berakad (al-‘aqidan), adalah orang, persekutuan, atau
badan usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan
hukum.43
b. Objek akad (mahallul-‘aqd) objek akad harus ada ketika terjadi akad,
harus sesuatu yang disyariatkan, harus bisa diserah terimakan,
walaupun barang itu ada dan dimiliki akid, namun tidak bisa
39Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 30.
40 Ismail Nawawi, Fiqh …, 34
41 Hasbi Hasan, Pemikiran dan perkembangan Ekonomi Syariah di Dunia Islam Kontemporer,
(Jakarta: Grahamata Publishing, 2011), 106.
24
diserahterimakan maka akad itu akan batal. Harus sesuatu yang jelas
tidak gharar antara dua pelaku akad.44
c. Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-‘aqd) adalah perbuatan
yang menunjukan terjadinya akad berupa ijab dan qabul. Sighat
dilakukan dengan empat cara, lisan, tulisan, isyarat, dan perbuatan45
d. Tujuan akad (maudhu’ al-‘aqd) tujuan akad haruslah jelas dan tidak
bertentangan dengan syariat. 46
3. Syarat-syarat Akad
Syarat terbentuknya akad Zuhaily mengungkapkan pendapat Mazhab
Hanafi bahwa syarat yang harus ada dalam akad dapat dikatogorikan
menjadi syarat sah (shahih), rusak (fasid) dan syarat yang batal (batil)
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Syarat sah (shahih), syarat yang sesuai dengan subtansi akad
mendukung dan memperkuat subtansi akad dan dibenarkan oleh
syara‘, sesuai dengan kebiasaan masyarakat (’urf). Contoh dalam jual
beli itu harga barang yang diajukan oleh penjual, adanya hak pilih
(khiyar) dan syarat sesuai dengan ’urf dan adanya garansi
b. Syarat Fasid adalah syarat yang tidak sesuai dengan salah satu kriteria
yang ada dalam syarat shahih, misalnya membeli mobil dengan uji
coba selama satu tahun.
44Ascarya, Akad dan produk bank …, 35.
45Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kenaca Prnada Media Group,
2005), 69.
25
c. Syarat batil adalah syarat yang tidak mempunyai kriteria syarat
shahih dan tidak memberi nilai manfaat bagi salah satu pihak atau
lainnya, akan tetapi akan menimbulkan dampak negatif.
Syarat akad adalah sesuatu yang mesti ada agar keberadaan suatu
akad bisa terjadi, syarat ini terbagi dua, yaitu:
a. Syarat umum adalah syarat yang harus ada pada setiap akad.
b. Syarat khusus adalah syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam
sebagian akad, syarat khusus ini juga disebut sebagai tambahan yang
harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya
saksi dalam pernikahan47
Syarat-syarat umum yang harus terpenuhi dalam berbagai akad
sebagai berikut:
1) Kecakapan para pihak, tidak sah akad orang yang tidak cakap
bertindak, seperti orang gila, orang yang di bawah pengampuan
karena boros atau yang lainnya.
2) Persesuaian ijab dan qabul (kesepakatan)48
3) Obyek akad dapat diserahkan,
4) Objek akad tertentu atau dapat ditentukan,
5) Obyek akad dapat di transaksikan )artinya berupa benda bernilai dan
dimiliki),
26
6) Akad tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dilakukan oleh orang
yang mempunyai hak untuk melakukannya, walaupun dia bukan
orang yang memiliki barang.49
Syarat-syarat ini beserta rukun akad yang telah disebutkan diatas
dinamakan pokok (al-ashl). Apabila pokok ini tidak terpenuhi, maka akad
semacam ini disebut akad batil.
4. Objek Akad
Dalam hukum perjanjian Islam objek akad dimaksudkan sebagai
suatu hal yang karenanya akad dibuat dan berlaku akibat-akibat hukum
akad. Objek akad dapat berupa benda, manfaat benda, jasa atau pekerjaan,
atau suatu yang lain yang tidak bertentangan dengan syariah. Benda
meliputi benda begerak dan tidak bergerak maupun benda berbadan dan
benda tak berbadan.50
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Mahallul ‘Aqd yaitu:
a. Objek akad harus ketika akad
Berdasarkan syarat ini, barang yang tidak ada ketika akad tidak sah
dijadikan objek akad.
b. Objek akad dibenarkan oleh syari’ah
Pada dasarnya, benda yang menjadi objek akad haruslah memiliki
nilai dan manfaat bagi manusia.
49
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuh Juz 4 Terjemah, 493-495
50
27
c. Objek akad harus jelas dan dikenali
Satu benda yang menjadi objek akad harus memiliki kejelasan dan
diketahui oleh akad. Hal ini bertujan agar tidak terjadi
kesalahpahaman di antara para pihak yang dapat menimbulkan
sengketa.
d. Objek dapat diserahterimakan.
Benda yang menjadi objek akad dapat diserahkan pada saat akad
terjadi, atau pada waktu yang telah disepakati.51
5. Dampak-dampak Akad
Akad adalah suatu ikatan yang dijalin dan disepakati oleh kedua
belah pihak dalam suatu hal tertentu. Dalam melakukan suatu akadada
dampak-dampak yang timbul dari akad tersebut, yaitu hak dan kewajiban
para pihak. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban salah satu bagi
pihak lain begitupun sebaliknya kewajiban salah satu pihak adalah hak
bagi pihak yang lain.
Hak menurut bahasa adalah kekuasaan yang benar atas segala
sesuatu atau untuk menuntut sesuatu dalam Islam hak adalah kepentingan
yang ada pada perorangan atau masyarakat atau pada keduanya, yang
diakui oleh syara’. Secara umum hak adalah sesuatu yang harus kita
terima.
51
28
Ulama Fiqh telah sepakat menyatakan sabab hak adalah syara’.
Namun adakalanya syara’ menetapkan hak-hak itu secara langsung tanpa
sabab dan adakalanya melalui suatu sebab. Maksud dari sebab dan
penyebab disini adalah sebab-sebab yang berasal dari syara’ atau diakui
ada syara’. Atas dasar itu menurut Ulama Fiqh sumber hak itu ada (5)
lima yaitu:
a. Syara’ , seperti berbagai ibadah yang diperintahkan.
b. Akad, seperti akad jual beli, hibah, wakaf dalam pemindahan hak
milik.
c. Kehendak pribadi.
d. Perbuatan yang menimbulkan mudarat bagi orang lain, seperti ganti
rugi ketika merusak barang milik orang lain 52
Kewajiban dalam pengertian bahasa adalah sesuatu yang harus
dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan. Kewajiban dalam pengertian
akibat hukum dari suatu akad diistilahkan sebagai Iltizam. Secara istilah
iltizam adalah hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan
sesuatu atau melakukan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.53
Adapun yang menjadi sumber utama iltizam adalah:
a. Akad yaitu kehendak kedua belah pihak untuk melakukan sebuah
perikatan.
b. Kehendak sepihak, yaitu keinginan sendiri untuk melakukan sesuatu.
52Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, 70-78
29
c. Perbuatan yang bermanfaat, seperti menolong orang yang
membutuhkan pertolongan.
d. Perbuatan yang merugikan, seperti ketika merusak barang milik orang
lain yang, yang merusak wajib mengganti barang tersebut.54
6. Asas Perjanjian dalam Hukum Islam
Terdapat beberapa Asas dalam Hukum Islam yaitu:
1. Asas Ibahah (mabda>’ al-Iba>h}ah)
adalah asas umum hukum Islam dalam bidang muamalat secara umum.
Pada asasnya segala sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang
melarangnya.
2. Asas kebebasan Beraqad ( mabda>’ h}uriyyah al-ta’aqu>d)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip hukum
yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad atau jenis
apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam
undang-undang syariah dan memasukkan apa saja dalam akad sesuai
dengan kepentinganya sejauh tidak berakibat makan harta sesama
dengan batil.
3. Asas konsensualisme (mabda>’ al-rad}haiyyah)
Menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian cukup dengan
tercapainya kata sepakat antara pihak tanpa perlu dipenuhinya
formalitas-formalitas tertentu.
54
30
4. Asas janji mengikat
Dalam Al quran dan hadis terdapat banyak perintah agar memenuhi
janji. Dalam kaidah usul fikih, “perintah itu pada asasnya menunjukkan
wajib”. Ini berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi.
5. Asas Keseimbangan (mabda>’ al-ta>wa>zu>n fi> al-mu’awad}ah)
Secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam
bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menekankan
perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan antara apa yang
diberikan dan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam
memikul risiko.
6. Asas kemaslahatan (tidak memberatkan)
Asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa aqad yang akan dibuat oleh
para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka
dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau keadaan yang
memberatkan.
7. Asas amanah
Asas Amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah
beritiqad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainya dan tidak
dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya.
8. Asas keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum.
Dalam hukum islam, keadilan langsung merupakan perintah al-qur’an
31
yang dibuat oleh para pihak. Seringkali dizaman modern aqad ditutup
oleh satu pihak dengan pihak lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk
melakukan negosiasi mengenai klausula aqad tersebut, karena klausula
aqad itu telah dibakukan oleh pihak lain.55
7. Dasar Hukum Perjanjian
Perjanjian dalam prespektif hukum Islam harus dipenuhi sesuai dengan
Firman Allah Q.S Al-Maidah ayat 1 dan Ali Imran 76:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Kalimat awal pada surat al-Maidah ayat 1 merupakan panggilan yang
mesra. Kata al-uqud adalah jamak dari kata “aqad” yang pada mulanya
berarti mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi bagian dan
tidak terpisah dengannya.
Artinya: (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji yang dibuatnya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
55
32
Dan dalam ayat di atas yang memiliki artinya “penuhilah” dimana
dalam bahasa Arab disebut fi’il amr (kata-kata perintah) yang implikasinya
jika lafadz yang khusus dalam suatu nash yang di dalamnya mengandung
arti perintah maka menunjukan hukumnya adalah wajib.
Hadis Nabi Muhammad saw:
نع
يبا
عفار
لاق
:
لاق
يبنلا
ص
.م
:
ينا
ا
سيخا
د علاب
ا
سبحا
لسرلا
(
ها ار
با
د اد
ئاسنلا
هححص
نبا
نابح
Artinya: sesungguhnya aku tidak menyalahi janji, dan tidak menahan utusan (H.R. Abu Dawud dan An-Nasai dan disahihkan oleh Ibnu Hibban).
Hadis ini memberikan petunjuk bahwa Nabi Muhammad saw
selalu tepat janji atau tidak mengingkari janji. Dengan demikian sebagai
seorang muslim seharusnya mencontoh nabi dalam hal membuat perjanjian.
Selain itu perjanjian itu wajib ditepati jika tidak mempunyai cacat
pada perjanjiannya. Artinya perjanjian itu wajib ditepati jika sesuai dengan
syari’at (bukan perjanjian yang menimbulkan mafsadat).
8. Berakhirnya Akad
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuanya.
Selain telah tercapai tujuannya, selain telah tercapai tujuannya akad
dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah
berakhir waktunya. Sebab-sebab terjadinya fasakh sebagai berikut:
a. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan
33
b. Dengan sebab adanya khiya>r syarat, khiya>r ‘aib, atau kiya>r ru’yah.
c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena
merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh ini
disebut iqalah.
d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi
pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Karena habis waktunya, seperti akad sewa menyewa berjangka waktu
tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
f. Karena tidak dapat izin dari pihak yang berwenang.
g. Karena kematian.56
B. Hibah
1. Pengertian Hibah
Hibah secara bahasa berasal dari bahasa Arab (ةب لا (yang berarti
pemberian,57 Kata hibah berasal dari kata “hubu<bur ri<h” artinya muru<ru>ha
(perjalanan angin).58 Kemudian dipakailah kata hibah dengan maksud
memberikan kepada orang lain baik berupa harta ataupun bukan.
Menurut Nasrun Haroen Secara etimilogi atau bahasa hibah berarti
pemberian atau hadiah. Pemberian ini dilakukan secara sukarela dalam
56 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, 102
57 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,(Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), 1584.
34
mendekatkan diri kepada Allah Swt, tanpa mengharapkan balasan apa
pun.59
Kata hibah yang bentuk amr-nya hab terdapat dalam Al quran Ali
Imran ayat 38:
ِ
Artinya: di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".60
Ayat tersebut menjelaskan tentang bentuk hibah yang berarti
memberi dengan objek seorang anak.
Secara terminologi jumhur ulama mendefinisikan hibah:
ِِةاَيَْْاَِلاَحٍِضَوِعَِاِبُِكْيلْمتلاُِدْيِفُيٌِدْقَع
ِ
اًعوَطَت
yaitu pemberian hak milik secara langsung dan mutlak terhadap suatu
benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun dari orang yang lebih
tinggi.61
Maksudnya, hibah itu merupakan pemberian sukarela seseorang
kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya
pemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.
59
Nasron Haroen, Fiqh…,82.
60 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah…, 353.
61 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 342-343.
35
Hibah dalam arti pemberian juga bermakna bahwa pihak penghibah
bersedia melepaskan haknya atas benda yang diberikan, hibah merupakan
salah satu bentuk pemindahan hak milik jika dikaitkan dengan perbuatan
hukum.62\
Definisi yang lebih rinci dan komprehensif dikemukakan ulama
Hanabilah, yaitu:
ٍِبِجاوَرْ يَغِهِمْيِلْسَتىَلَعاًردَقُماًدْوُجْوَمُهَمِلَعُرُذْعَ تًاْوُهََْْوأاًمْوُلْعَمًااَمِفرَصتلاِزِئاَجُكْيِلََْ
ٍِضَوِعَاِبِةاَيَْْاىِف
Pemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang
mengakibatkan orang yang diberi boleh melakukan tindakan hukum
terhadap harta itu baik harta itu tertentu maupun tidak, bendanya ada dan
boleh diserahkan yang penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih
hidup, tanpa mengharapkan imbalan.63
Artinya harta menjadi hak milik orang yang diberi. Jika orang yang
memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak
sebagai hak milik maka itu disebut I’aarah (pinjaman). Jika pemberian itu
disertai dengan imbalan maka yang seperti itu namanya jual beli.
Benda yang diberikan statusnya belum menjadi milik orang yang
diberi kecuali benda itu telah diterima, tidak dengan semata-mata akad.
Nabi Muhammad saw. pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi
62
Abdul Rahman Ghazaly,et al. Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 157.
63 Al-Bahuti, Kasysyaf al-Qina’, (Beirut: Maktabah al-Amiriyah, Jilid IV, 1982), 229
36
kemudian Najasyi, meninggal dan ia belum menerimanya lalu nabi
mencabut kembali pemberiannya itu.64
Sementara Wahbah al-Zuhaily memberikan definisi tentang hibah sebagai
berikut:65
ىِعْرشلاِح َااِطْصء ْااىِفُةَبِها
:
ًِاعوَطَتِةاَيَْْ َااَحٍضَوِع َاِبَكِيِلْمتلاُدْقَع
“Hibah adalah suatu akad yang berfaedah untuk memiliki dengan tanpa
mengganti pada waktu masih hidup.”
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari
ِِمٍِنْيَدِْوَاِاًبِلاَغِاَهُعْ يَ بُِحِصَيٍَِْْعُِكْيِلًَِْ:ُةَبٍْها
ضَوِعَِاِبِِعرَ بَ تِِلَْاِْن
“Hibah adalah menjadikan hak suatu barang yang sah di jual menurut
kebanyakan “atau” piutang dari orang ahli tabarru’ dengan tanpa
imbalan.”66
Sementara itu Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin dalam kitabnya fiqih
maz{hab Syafi’i bahwa hibah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain
selagi hidup sebagai hak miliknya, tanpa mengharapkan ganti atau balasan
dan hibah dapat disebut sebagi hadiah.67
Berangkat dari beberapa pemaparan definisi para ulama maz}hab dan
para ahli hukum Islam maka dapat disimpulkan bahwa hibah adalah suatu
akad pemberian hak milik oleh seseorang kepada orang lain dikala ia masih
64
Ahmaad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),466
65Wahbah al-Zuhaily, Fiqh al-Islam…, 5.
66Zainudin. Terjemahan Fath{u al-Mu’in, Jilid II. (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo,
1994), 182
37
hidup tanpa mengharapkan imbalan dan balas jasa, oleh sebab itu hibah
merupakan pemberian yang murni.
2. Rukun dan Syarat Hibah
a. Rukun Hibah
Jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun hibah itu adaempat
yaitu:
1. Pihak penghibah (al- Wa>hib).
2. Harta yang dihibahkan (al- Mauhub)
3. Shigat
4. Orang yang menerima hibah (Mauhub Lahu)
b. Syarat-syarat Hibah
Syarat orang yang menghibah (Pemberi Hibah)
1. Penghibah memiliki sesuatu yang dihibahkan.
2. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya artinya orang yang
cakap dan bebas bertindak menurut hukum.
3. Penghibah itu orang yang dewasa, berakal dan cerdas, tidak
disyaratkan penghibah itu harus muslim. Hal ini bedasarkan hadis
Bukhari yang menyatakan diperbolehkan menerima hadiah dari
penyembah berhala.
4. Penghibah itu tidak dipaksa sebab hibah merupakan akad yang
disyaratkan adanya kerelaan.68
Syarat Orang yang Diberi Hibah:
68
38
Orang yang diberi hibah benar-benar ada pada waktu diberi
hibah, bila tidak ada atau diperkirakan keberadaannya misalnya
masih dalam bentuk janin maka tidak sah hibah. Jika orang yang
diberi hibah itu ada pada waktu pemberian hibah, akan tetapi ia
masih kecil atau gila, maka hibah itu diambil oleh walinya,
pemeliharanya, atau orang yang mendidiknya, sekalipun dia orang
asing.69
Syarat Benda yang Dihibahkan
1) Benar-benar benda itu ada ketika akad berlangsung.
2) Harta itu memiliki nilai (manfaat).
3) Benda yang dihibahkan sudah ada dalam arti sesungguhnya saat
pelaksanaan akad.
4) Dapat dimiliki zatnya
5) Harta yang akan dihibahkan itu bernilai harta menurut syara’
maka tidak sah menghibahkan darah dan minuman keras.
6) Harta itu benar-benar milik orang yang menghibahkan.70
7) Menurut Hanafiah, jika barang itu berbentuk rumah maka harus
bersifat utuh meskipun rumah itu boleh dibagi. Tetapi ulama
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah membolehkan hibah berupa
sebagian rumah.
8) Harta yang dihibahkan terpisah dari yang lainnya.71
69
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, (Bandung: Alma’arif, 1988), 171. 70 Mardani, Fiqh Ekonomi, …,343-345.
39
3. Dasar Hukum Hibah
Dalam menentukan landasan atau dasar hukum hibah dalam al
Quran secara eksplisit sulit ditemukan. Dalam al Quran penggunaan kata
hibah digunakan dalam konteks pemberian anugrah Allah Swt. Hibah
sebagai salah satu bentuk tolong menolong dalam rangka kebajikaan
antara sesama manusia sangat bernilai positif. Para ulama fiqh sepakat
bahwa hukum hibah itu sunnah.72 Hal ini didasari oleh nash al Quran dan
hadis Nabi.
1. Dalil al Quran
a. Qs. An-Nisa ayat 4
ِ
Artinya: berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.73
2. Dalil al Hadis
َىقهيبلاوِمكاْاوِئاس لاوِىراخبلاِ اورُِاْو باَََِاْوُداَهَ ت
Artinya: Saling memberi hadiahlah, maka kamu akan saling mencintai. (HR. Bukhari Muslim)
َِ فٍِةَلَاْسَمِ َاَوِ ٍفاَرْشِاَِِْْغِْنِمِفوُرْعَمِِْيِخَأِْنِمَُِءاَجِْنَم
َُِقاَسٌِقْزِرَوُِاَِّاَفُِدُرَ يِ َاوُِْلَ بْقَ يْل
َدمأِ اورُِِْيَلِاُِها
72 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 83.
40
Artinya: siapa yang mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengaharap dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang diberikan oleh Allah kepadanya. (HR. Ahmad)
تبجآِهْيَلَعتيعدْوَلَوتلبقلعاركىَلِاىد أْوَل
ُِ
ىذمرلا اور
َ
Artinya: seandainya aku diberi hadiah sepotong kaki binatang tentu akuakan menerimanya. Dan seandainya aku diundang untuk makan sepotong kaki binatang tentu aku akan mengabulkan undangan tersebut. (HR Ahmad dan Turmudzi).
Ayat-ayat Al quran dan hadis-hadis nabi diatas, merupakan sebagai
landasan atau dasar hukum tentang adanya hibah sekaligus merupakan
anjuran untuk menghibahkan sebagaian hartanya kepada orang yang lebih
membutuhkan semisal para fakir miskin.
4. Hikmah Hibah
Ketahuilah wahai orang pintar lagi berakal, sesungguhnya hikmah
disyariatkannya hibah adalah sangat besar sekali. Karena, hibah dapat
menghilangkan kedengkian dan menumbuhkan rasa cinta dalam hati, juga
menunjukkan kemuliaan akhlak, kesucian akal, keluhuran watak,
keistimewaan, dan kemuliaan.
Oleh karena itu Rasulullah bersabda,
41
Artinya: “Saling memberi hadiahlah kalian semua, karena hadiah dapat menghilangkan kedengkian”74
Hikmah disyariatkan hibah (pemberian) sangat besar, karena hibah
itu bisa menghilangkan rasa iri dengki, dan menyatukan hati dalam cinta
kasih dan sayang menyayangi. Hibah menunjukkan kemuliaan akhlak,
kesucian tabiat, adanya sifat sifat yang tinggi, keutamaan, dan kemuliaan.
Hikmah disyaratkan oleh Islam mengandung beberapa Hikmah
yang sangat agung diantaranya adalah:75
a. Menghidupkan semangat kebersamaan dan saling tolong menolong
dalam kebaikan.
b. Menumbuhkan sifat kedermawanan dan mengikis sifat bakhil.
c. Menimbulkan sifat-sifat terpuji seperti saling sayang-menyayangi
antar sesama manusia, ketulusan berkorban untuk kepentingan orang
lain, dan menghilangkan sifat-sifat tercela seperti rakus, masa bodoh,
kebencian dan lain-lain.
d. Pemerataan pendapatan menuju terciptanya stabilitas sosial.
e. Mencapai keadilan dan kemakmuran yang merata.
74
Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), 486.
BAB III
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PERJANJIAN
PEMBERIAN TANAH DI DESA SUNGAI PINANG DALAM
KECAMATAN SUNGAI PINANG SAMARINDA
A.Profil Singkat Samarinda
Samarinda adalah ibu kota Kalimantan Timur yang terletak diantara 0º 19¹
02¹¹ - 0º 42¹ 31¹¹ Lintang Utara dan 117º 03¹ 00¹¹ - 117º 18¹ 14¹¹ Bujur Timur.
Samarinda terdiri dari d