BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Seksio sesaria adalah kelahiran bayi melalui insisi pada dinding abdomen Seksio sesaria adalah kelahiran bayi melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak termasuk (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak termasuk mengeluarkan bayi dari kavum abdomen pada kasus ruptur uteri atau kasus mengeluarkan bayi dari kavum abdomen pada kasus ruptur uteri atau kasus kehamilan di kavum abdomen. Pada beberapa kasus, dan paling sering karena kehamilan di kavum abdomen. Pada beberapa kasus, dan paling sering karena komplikasi darurat seperti perdarahan yang tidak dapat diatasi, histerektomi komplikasi darurat seperti perdarahan yang tidak dapat diatasi, histerektomi laparotomi diindikasikan dalam persalinan. Saat dilakukan pada waktu laparotomi diindikasikan dalam persalinan. Saat dilakukan pada waktu persalinan
persalinan sesar, sesar, operasinya operasinya disebut disebut histerektomi histerektomi sesaria. sesaria. Jaika Jaika dilakukandilakukan dalam waktu singkat setelah persalinan per vaginam, disebut histerektomi dalam waktu singkat setelah persalinan per vaginam, disebut histerektomi postpartum.
postpartum.
Asal terminology „sesaria‟ tidak jelas. Salah satu penjelasannya adalah Asal terminology „sesaria‟ tidak jelas. Salah satu penjelasannya adalah menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan melalui cara ini, dengan hasil menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan melalui cara ini, dengan hasil prosedur
prosedur ini ini diketahui diketahui sebagai sebagai operasi operasi sesar. sesar. Namun Namun beberapa beberapa kenyataankenyataan melemahkan penjelasan ini.
melemahkan penjelasan ini.
Sejak tahun 1965 sampai 1988, kejadian persalinan sesar meningkat secara Sejak tahun 1965 sampai 1988, kejadian persalinan sesar meningkat secara progresif
progresif dari dari hanya hanya 4,5% 4,5% menjadi menjadi hampir hampir 25%. 25%. Sebagian Sebagian besar besar peningkatanpeningkatan ini terjadi pada tahun 1970an dan awal 1980an. Antara tahun 1989 dan 1996 ini terjadi pada tahun 1970an dan awal 1980an. Antara tahun 1989 dan 1996 kejadian persalinan sesar setiap tahunnya menurun di Amerika. Hal ini kejadian persalinan sesar setiap tahunnya menurun di Amerika. Hal ini berkaitan
berkaitan dengan dengan peningkatanpeningkatan vaginal birth after cesarean (VBAC).vaginal birth after cesarean (VBAC). Namun Namun sejak tahun 1996, jumlah kejadian sesar meningkat setiap tahun, dan pada sejak tahun 1996, jumlah kejadian sesar meningkat setiap tahun, dan pada tahun 2002 menjadi 26,1%, angka kejadian tertinggi yang pernah dicatat di tahun 2002 menjadi 26,1%, angka kejadian tertinggi yang pernah dicatat di Amerika.
Amerika.11
Beberapa penjelasan mengenai terjadinya kenaikan adalah karena : Beberapa penjelasan mengenai terjadinya kenaikan adalah karena : 22 1.
1. Adanya pengurangan paritasAdanya pengurangan paritas 2.
2. Wanita cenderung mempunyai anak pada usia lebih tua.Wanita cenderung mempunyai anak pada usia lebih tua. 3.
3. Pemantauan janin secara elektronik memungkinkan meningkatnyaPemantauan janin secara elektronik memungkinkan meningkatnya peluang untk mendeteksi gawat janin
peluang untk mendeteksi gawat janin 4.
4. Bayi dengan presentasi bokong lebih sering dilahirkan denganBayi dengan presentasi bokong lebih sering dilahirkan dengan seksio sesarea
seksio sesarea 5.
6.
6. Seksio sesarea berulang secara bermakna turut meningkatkan totalSeksio sesarea berulang secara bermakna turut meningkatkan total jumlah persalinan sesarea.
jumlah persalinan sesarea. 7.
7. Peningkatan keprihatinan mengenai masalah malpratek Peningkatan keprihatinan mengenai masalah malpratek
Keberhasilan VBAC ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara Keberhasilan VBAC ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia ibu, indikasi seksio sebelumnya, riwayat persalinan pervaginam, cara lain usia ibu, indikasi seksio sebelumnya, riwayat persalinan pervaginam, cara timbulnya persalinan dan jumlah skor Bishop.
timbulnya persalinan dan jumlah skor Bishop.22 Keputusan menjalani VBACKeputusan menjalani VBAC ditentukan oleh dokter dan pasien, tingginya keberhasilan VBAC merupakan ditentukan oleh dokter dan pasien, tingginya keberhasilan VBAC merupakan salah satu parameter pelayanan obstetri
salah satu parameter pelayanan obstetri yang baik.yang baik.
Jika VBAC atau persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio Jika VBAC atau persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio (P4S) diterapkan pada semua pasien riwayat seksio sesarea (SS) , (P4S) diterapkan pada semua pasien riwayat seksio sesarea (SS) , kecenderungan meningkatnya angka persalinan pervaginam sebesar 5%. kecenderungan meningkatnya angka persalinan pervaginam sebesar 5%. Angka keberhasilan P4S sebagian besar kepustakaan 60
Angka keberhasilan P4S sebagian besar kepustakaan 60 – – 80 %.80 %. Dibandingkan dengan seksio sesarea kembali, P4S berhubungan dengan Dibandingkan dengan seksio sesarea kembali, P4S berhubungan dengan morbiditas yang lebih rendah, transfusi darah lebih sedikit, infeksi post partum morbiditas yang lebih rendah, transfusi darah lebih sedikit, infeksi post partum lebih sedikit, lama perawatan lebih singkat, tanpa peningkatan morbiditas lebih sedikit, lama perawatan lebih singkat, tanpa peningkatan morbiditas perinatal.
perinatal.22Hasilnya adalah penghematan biaya secara signifikan.Hasilnya adalah penghematan biaya secara signifikan.
Terdapat beberapa pendapat dalam obstetrik modern yang kontroversial pada Terdapat beberapa pendapat dalam obstetrik modern yang kontroversial pada penatalaksanaan
penatalaksanaan wanita wanita dengan dengan riwayat riwayat operasi operasi sesar sesar sebelumnya. sebelumnya. PadaPada beberapa dekade, skar uterus merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam beberapa dekade, skar uterus merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam karena takut akan terjadi ruptur uterus. Pada tahun 1916, Cragin membuat karena takut akan terjadi ruptur uterus. Pada tahun 1916, Cragin membuat suatu pernyataan “sekali sesar, selalu diikuti dengan sesar”. Kita harus ingat suatu pernyataan “sekali sesar, selalu diikuti dengan sesar”. Kita harus ingat bahwa p
bahwa pada ada saat saat pernyataan pernyataan itu itu dikeluarkan, dikeluarkan, seksio seksio sesaria sesaria dilakukan dilakukan melaluimelalui insisi vertikal uterus klasik yang digunakan secara universal yaitu insisi yang insisi vertikal uterus klasik yang digunakan secara universal yaitu insisi yang dimulai
dimulai dari dari segmen segmen bawah bawah uterus uterus sampai sampai dengan dengan daerah daerah fundus. fundus. TetapiTetapi pada
pada tahun tahun 1921, 1921, Kerr Kerr memperkenalkan memperkenalkan insisi insisi transversal. transversal. Penggunaan Penggunaan insisiinsisi klasik
klasik mulai dmulai ditinggalkan itinggalkan sejak dsejak diperkenalkannya iperkenalkannya insisi transversal insisi transversal rendah.rendah. Risiko ruptura uteri pada insisi transversal rendah 10 kali lebih rendah Risiko ruptura uteri pada insisi transversal rendah 10 kali lebih rendah dibandingkan dengan insisi klasik pada waktu persalinan.
dibandingkan dengan insisi klasik pada waktu persalinan.2,32,3
Persalinan dengan operasi sesar muncul pada 15% sampai dengan 25% dari Persalinan dengan operasi sesar muncul pada 15% sampai dengan 25% dari kelahiran. Pada tahun 2000 dan 2001, tingkat operasi sesar di Kanada sebesar kelahiran. Pada tahun 2000 dan 2001, tingkat operasi sesar di Kanada sebesar 21%. Indikasi paling banyak untuk operasi sesar antara lain riwayat operasi 21%. Indikasi paling banyak untuk operasi sesar antara lain riwayat operasi sesar sebelumnya, distosia, malpresentasi, dan status janin yang tidak sesar sebelumnya, distosia, malpresentasi, dan status janin yang tidak
meyakinkan. Tahun 1988, tingkat operasi sesar secara keseluruhan sebesar meyakinkan. Tahun 1988, tingkat operasi sesar secara keseluruhan sebesar 25%, meningkat dari kurang 5% pada awal tahun 1970-an. Hanya 3% dari 25%, meningkat dari kurang 5% pada awal tahun 1970-an. Hanya 3% dari bayi yang
bayi yang lahir hidup lahir hidup dilahirkan pervaginam dilahirkan pervaginam pada ipada ibu dengan bu dengan riwayat operriwayat operasiasi sesar sebelumnya.
sesar sebelumnya.22
Meskipun partus percobaan pada bekas operasi sesar telah banyak diterima Meskipun partus percobaan pada bekas operasi sesar telah banyak diterima pada
pada praktek praktek obstetri obstetri modern, modern, tingkat tingkat kesuksesan kesuksesan persalinan persalinan pervaginan pervaginan padapada bekas
bekas operasi operasi sesar sesar ((Vaginal Birth After Cesaeran SectionVaginal Birth After Cesaeran Section-VBAC), menurun-VBAC), menurun selama 10 tahun terakhir ini. Dimana 40-50% wanita memilih VBAC pada selama 10 tahun terakhir ini. Dimana 40-50% wanita memilih VBAC pada tahun 1996, tapi sedikitnya hanya 20% wanita yang memilih VBAC pada tahun 1996, tapi sedikitnya hanya 20% wanita yang memilih VBAC pada tahun 2002.
BAB BAB IIII SECTIO SESAREA SECTIO SESAREA I. I. DEFINISIDEFINISI 55
Sectio sesarea merupakan suatu cara melahirkan janin, plasenta dan selaput Sectio sesarea merupakan suatu cara melahirkan janin, plasenta dan selaput melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histeretomi).
(histeretomi).
II.
II. ISTILAHISTILAH 55
Sectio caesarea primer Sectio caesarea primer
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari 8 cm)
sempit (CV kecil dari 8 cm)
Sectio caesarea sekunder Sectio caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menuggu kelahiran biasa (partus Dalam hal ini kita bersikap mencoba menuggu kelahiran biasa (partus percobaan),
percobaan), bila bila tidak tidak ada ada kemajuan kemajuan persalinan persalinan atau atau partus partus percobaanpercobaan gagal, baru dilakukan sectio caesarea.
gagal, baru dilakukan sectio caesarea.
Sectio caesarea ulangSectio caesarea ulang
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea dan kehamilan Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea dan kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
Sectio caesarea histerektomiSectio caesarea histerektomi
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
Sectio caesarea post mortemSectio caesarea post mortem
Adalah sectio caesarea pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba Adalah sectio caesarea pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba – – tiba sedangkan janin masih hidup.
tiba sedangkan janin masih hidup.
Operasi porroOperasi porro
Adalah suatu operasi, tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin Adalah suatu operasi, tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
III. INDIKASI 5,2
Persalinan secara seksio sesarea sebenarnya diindikasikan untuk menghindari kematian ibu dan bayi terutama bila terdapat kontraindikasi selama persalinan atau bila persalinan pervaginam menghadapi hambatan atau beresiko. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan indikasi yang paling sering menyebabkan seksio adalah seksio sebelumnya dan distosia pada pasien tersebut, selain itu fetal distress juga merupakan penyebab hanya dalam proporsi yang lebih kecil. Di sini kita mengenal indikasi ibu dan indikasi janin.
Indikasi ibu : 5
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor – tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Disproporsi sefalo pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul
4. Stenosis serviks atau vagina 5. Ruptura uteri mengancam 6. Plasenta Previa Totalis 7. Partus lama
8. Partus tidak maju
9. Preeklampsia dan eklampsia
10. Sudah pernah SC dua kali (SC yang ketiga kalinya)
Indikasi janin : 5 1. Kelainan letak 2. Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada : 2,5 1. Janin mati
2. Ibu syok, anemia berat sebelum diatasi 3. Kelainan kongenital berat
IV. JENIS
–
JENIS OPERASI SECTIO2,5,61. Sectio caesarea klasik atau korporal menurut Sanger
Insisi memanjang pada segmen atas uterus. Pembedahan ini lebih mudah dilakukan dengan insisi memanjang pada segmen atas uterus dan hanya dilakukan bila ada halangan untuk melakukan sectio transperitoneal profunda. Misalnya :
a. Jika segmen bawah uterus tidak dapat dicapai dengan aman, karena adanya perlengketan hebat dengan kandung kemih akibat operasi sebelumnya, atau jika terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau jika terdapat karsinoma serviks yang infasif.
b. Pada letak lintang bayi besar, terutama bila selaput ketuban telah pecah dan bahu anak terjepit di jalan lahir.
c. Pada beberapa kasus plasenta previa dengan implantasi depan terutama jika akan dilakukan sterilisasi.
Teknik :
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang ± 12 cm sampai dibawah umbilicus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi 4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim
(SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan guting.
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 UI oksitosin ke dalam rahim secara intramural.
7. Luka insisi SAR dijahit kembali :
Lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut chromic
Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simpul (berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut chromic
Lapisan III : perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang catgut biasa.
8. Setelah diding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin lebih cepat.
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri karena
kurang kuatnya parut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya harus sectio caesarea lagi.
Kemungkinan terajadinya perlengketan dengan dinding abdomen lebih
besar.
2. Sectio caesarea transperitoneal Profunda
Insisi melintang konkaf pada segmen bawah uterus kira – kira 10 cm. Setelah dinding uterus tampak, plika vesikouterina dibuka secara tajam dan vesika didorong ke bawah sehingga dinding uterus bebas.
Teknik :
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonei terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat bladder flap, yaitu dengan mengguting peritoneum kandung kencing (plika vesiko uterina) di depan segmen bawah
rahim (SBR) secara melintang. Plika vesiko uterina ini disishkan secara tumpul ke arah samping dan bawah, dan kandung kencing yang telah disisihkan ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
5. Dibuat insisi pada segemen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesiko uterina tadi secara tajam deangn pisau bedah ± 2 cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat melintang (transversal) sesuai cara Kerr; atau membujur (sagital) sesuai cara Kronig.
6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot rahim intramural disuntikkan 10 U oksitosin. Luka dinding rahim dijahit.
Lapisan I : dijahit jelujur, pada endometrium dan miometrium saja.
Lapisan II : dijahit jelujur hanya pada miometrium saja Lapisan III : dijahit jelujur pad aplika vesiko uterina
7. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
8. Rongga dinding perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
Perdarahan kurang.
Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan ruptur uteri spontan
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Tujuan operasi adalah membuka uterus secara ektraperitoneal melalui kavum Retzii, dan kemudian melalui salah satu sisi serta di belakang kandung kemih mencapai segmen bawah uterus sehingga dapat menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat di luar uterus. Dianjurkan untuk menangani kehamilan dengan infeksi intrauterine. Operasi tipe ini tidak banyak kerjakan lagi karena perkembangan antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi
yang dapat ditimbulkannya. 4. SC diikuti Histerektomi
Dilakukan histerektomi setelah seksio dengan indikasi : a. Atonia uteri
b. Mioma uteri yang besar dan atau banyak c. Plasenta Acreta
d. Solusio Plasenta (uterus Couvelaire) e. Infeksi intrauterine berat
f. Carsinoma uteri yang masih dapat dioperasi
Histerektomi pasca persalinan dapat dilakukan secara supravaginal menurut Porro (subtotal) atau total. Histerektomi total mungkin diperlukan pada kasus robekan segmen bawah rahim yang meluas sampai serviks atau perdarahan plasenta previa.
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Sayatan huruf T (T – incision)
V. KOMPLIKASI SECTIO CAESAREA 2,5
Setiap tindakan operasi SC memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Misalnya pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin pada akhir jalan lahir, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga pada kasus operasi sebelumnya di mana dapat ditemukan perlengketan organ dalam panggul
sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada kandung kemih dan usus.
Walaupun jarang namun fatal akibatnya adalah komplikasi emboli air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut embolus. Jika embolus mencapai pembuluh darah jantung maka akan timbul gangguan pada jantung dan paru, di mana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas tiba-tiba,
dan akibatnya adalah kematian mendadak dari ibu.
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi SC adalah infeksi, yang disebut morbiditas pasca operasi. Kurang lebih 90% dari mobiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi (endometritis, infeksi salurah kemih, usus dan luka operasi).
Tanda-tanda infeksi antara lain : 1. Demam tinggi
2. Nyeri perut
3. Nyeri bila buang air kecil
4. Kadang-kadang disertai lokia berbau 5. Luka operasi bernanah
6. Luka operasi terbuka dan sepsis.
Bila mencapai keadaan sepsis, resiko kematian ibu akan tinggi sekali.
Keadaan yang memudahkan terjadinya komplikasi : 1. Persalinan dengan ketuban pecah lama.
2. Ibu menderita anemia 3. Sangat gemuk
4. Hipertensi 5. Gizi buruk
6. Sudah menderita infeksi saat persalinan
7. Penyakit lain yang diderita ibu, misalnya Diabetes Mellitus
Komplikasi pada ibu : a. Emboli air ketuban b. Infeksi nifas
c. Perdarahan d. Ruptur uteri
e. Cedera kandung kemih, cedera pembuluh darah, cedera usus
Komplikasi pada janin :
a. Depresi susuan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obat anastesi b. Cedera pada bayi sampai kematian bayi.
VI. PASCA SECTIO CAESAREA
Penyembuhan Luka Pasca SC 2,9,10
Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah pembalutan luka (wound dressing ) dengan baik. Secara periodik pembalut luka diganti dan dibersihkan.
Seringkali kita temukan komplikasi pada luka pasca SC, seperti :
1. Sebagian luka sembuh dan tertutup dengan baik, sebagian yang lain terdapat eksudat dalam jumlah sedang atau banyak dan keluar melalui lubang-lubang (fistel) dan terinfeksi.
2. Luka terbuka sebagian, bernanah dan terinfeksi
3. Luka terbuka seluruhnya dan usus kelihatan atau keluar
Luka tersebut memerlukan perawatan khusus sampai memerlukan reinsisi untuk membuat luka baru dan menutupnya kembali. Komplikasi di atas sering kita jumpai pada kasus dengan DM, obesitas, dan partus lama di mana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan pada penyembuhan luka uterus : 2
a. Aposisi garis pemotongan yang tidak baik b. Adanya hematoma pada daerah luka operasi
c. Adanya sepsis
d. Adanya peregangan pada segmen bawah uterus sehingga mengurangi vaskularisasi otot-otot uterus
Faktor-faktor yang menyebabkan bekas operasi SC transperitoneal profunda lebih baik dibanding bekas operasi SC secara korporal. 2
Bekas SC Transperitoneal Profunda
Bekas SC klasik/histerektomi Aposisi Garis pemotong yang tipis
membantu aposisi yang baik tanpa meniggalkan poket
Sulit untuk aposisi garis yang tebal. Terbentuk poket yang mengandung
darah, yang akhirnya akan diganti dengan jaringan fibrosa. Pembentukan saluran pada bagian dalam lebih sering terjadi karena desisua sering tertinggal pada waktu menjahit.
Keadaan uterus sewaktu
penyembuhan
Bagian uterus tidak banyak bergerak selama proses penyembuhan
Bagian uterus berkontraksi dan berretraksi sehingga jahitan terganggu, menyebabkan luka sembuh kurang baik
Efek
perenggangan
Bekas luka operasi pada kehamilan berikutnya dan persalinan normal merenggang mengikuti garis bekas operasi
Pereganggan terjadi bersudut tegak terhadap bekas operasi Impalantasi plasenta pada kehamilan berikutnya Kemungkinan
melemahnya bekas operasi oleh pelekatan plasenta tidak ada
Kemungkinan besar plasenta melekat pada bekas operasi dan melemahnya dengan adanya penetrasi trofoblas atau herniasi kantong amnion melalui saluran yang terbentuk
Efek keseluruhan a. Bekas operasi baik b. Ruptur hanya terjadi
pada waktu partus
a. Bekas operasi lemah b. Ruptur dapat terjadi
pada waktu kehamilan tua dan persalinan (5-20x lebih sering)
BAB III
PENGELOLAAN KEHAMILAN DAN PERSALINAN PERVAGINAM PADA BEKAS SECTIO CAESAREA
Pada bekas SC tidak harus selalu diikuti dengan tindakan SC pada persalinan berikutnya.
Suatu persalinan ditetapkan sebagai persalinan pervaginam pasca seksio sesarea apabila cara persalinan dinyatakan sebagai persalinan pervaginam pasca seksio sesarea atau sebagai persalinan pervaginam seksio sesarea dengan bantuan alat (misalnya persalinan yang dibantu dengan forsep atau vakum).10
Dalam “ ACOG VBAC Guidelines”, dinyatakan bahwa apabila tidak
terdapat kontraindikasi pada wanita dengan riwayat persalinan seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim, maka wanita tersebut adalah kandidat untuk persalinan pervaginam pasca seksio sesarea dan harus diberi penyuluhan dan dianjurkan untuk menjalani persalinan percobaan. 10
Insisi pada segmen bawah rahim diterapkan pada lebih dari 90% kasus. Tipe insisi ini banyak dipilih karena tidak membahayakan segemen bagian atas uterus dan memberikan kemungkinan pilihan persalinan percobaan pada kehamilan berikutnya. Apabila insisi diperlebar ke lateral, maka laserasi dapat terjadi pada salah satu atau kedua arteri uterina. Pada umumnya insisi transversal pada segmen bawah rahim: (1) menyebabkan lebih sedikit perdarahan, (2) lebih mudah diperbaiki, (3) lokasinya pada tempat dengan kemungkinan ruptur paling kecil pada kehamilan selanjutnya, dan (4) tidak menyebabkan perlengketan ke usus atau omentum pada garis insisi. Daerah segmen bawah rahim memiliki vaskularisasi lebih sedikit dan pada saat persalinan mengalami peregangan secara perlahan-lahan, sehingga memiliki
kecenderungan yang lebih kecil untuk terjadinya ruptur.10
Insisi vertikal dilakukan bila segmen bawah rahim tidak terbentuk dengan baik atau apabila janin dalam posisi backdawn transverse. Insisi vertikal
merupakan pilihan yang bijaksana kecuali bila segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik. Insisi klasik adalah insisi yang melibatkan segmen uterus bagian atas. Kekurangannya adalah bahwa insisi klasik memiliki kecenderungan terjadinya perlengketan yang lebih besar dan memiliki resiko
ruptur yang lebih besar pada kehamilan selanjutnya. Dalam kehamilan berikutnya, ruptur lebih sering terjadi pada insisi vertikal yang melebar ke miometrium bagian atas daripada segmen bawah rahim, khususnya pada saat persalinan. Insisi vertikal atau insisi klasik memiliki jaringan parut yang lebih
tebal dan terletak pad asegmen atas uterus yang lebih kontraktil.
Vermont /New Hampshire VBAC Guidelines membagi pasien-pasien kandidat TOLAC menjadi tiga kelompok berdasarkan resiko: 10
1. Kelompok resiko rendah, yaitu pasien-pasien dengan: a. satu kali persalinan SCTPP
b. saat mulainya persalinan berlangsung spontan c. tidak memerlukan augmentasi persalinan
d. tidak terdapat kelainan pola denyut jantung anak yang berulang e. riwayat persalinan pervaginam pasca seksio sesarea
2. Kelompok resiko sedang, yaitu pasien-pasien dengan :
a. induksi persalinan secara mekanik atau dengan oksitosin b. augmentasi persalinan dengan oksitosin
c. ≥ 2 kali persalinan SCTPP
d. Jarak antara SC sebelum kehamilan ini dengan waktu persalinan saat ini < 18 bulan.
Kelompok resiko tinggi, yaitu pasien-pasien dengan :
a. Kelainan pola DJA yang meragukan dan berulang yang tidak responsif terhadap intervensi pengobatan
b. Perdarahan yang menunjukkan tanda-tanda terjadinya solusio plasenta
c. Dua jam tanpa perubahan serviks dalam fase aktif walaupun his adekuat.
Bila penyebabnya menetap seperti pada kasus panggul sempit kita harus melakukan SC primer, namun bila penyebabnya tidak menetap, wanita tersebut boleh melahirkan pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut : 9,2 1. Tidak dibenarkan pemakaian oksitosin dalam kala I untuk memperbaiki
his, apabila digunakan, maka bunyi jantung janin harus diawasi ketat, bila terjadi bradikardi atau variabel deselerasi, maka hal ini menunjukkan tanda awal ruptur uteri, sehingga harus segera dioperasi. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa penggunaan prostaglandin dan oksitosin pada bekas SC memperbesar terjadinya ruptur uteri.
2. Kala II harus dipersingkat
Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit. Jika dalam waktu 15 menit ini bagian janin turun dengan pesat, maka Ibu ini diperbolehkan mengedan lagi selama 15 menit lagi. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat, dapat dilakukan ekstraksi forceps atau vakum bila syarat-syarat terpenuhi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, disimpulkan bahwa induksi persalinan pada wanita yang pernah seksio mengandung resiko ruptur uteri 2-3x lebih besar dibandingkan dengan persalinan yang timbul secara spontan pada wanita dengan riwayat seksio.
ACOG (2002) menyebutkan bahwa oksitosin dapat digunakan untuk induksi atau augmentasi dengan monitoring ketat pada wanita yang mempunyai riwayat seksio sebelumnya yang akan menjalani persalinan pervaginam (VBAC).
Induksi persalinan dengan prostaglandin E2 atau misoprostol (analog prostaglandin) paling banyak mengakibatkan ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria. Jika dibandingkan dengan oksitosin, resiko ruptur uteri 3 kali lebih besar.
Dari wanita yang menjalani P4S (VBAC), angka ruptura uteri sangat bervariasi tergantung faktor risiko yang ada. Untuk menghindari terjadinya
komplikasi ini, kita harus mengenali faktor risiko pada pasien. Adapun faktor risiko itu adalah:
1. Riwayat Persalinan , meliputi : Jenis paru t
Insisi transversal rendah risikonya, kira-kira 1 % sedangkan insisi klasik 12%. Kepustakaan lain menyatakan bahwa resiko terjadinya ruptura uterus pada bekas SC dengan insisi klasik adalah 4-9 %, T-shaped 4-8%, low vertikal
1-7% dan transversal 0,2-1,5%. Ju ml ah SC sebelumnya
Berapa jumlah SC yang masih dianggap aman untuk P4S sampai saat ini masih belum jelas, karena terdapatnya hasil yang berbeda dari berbagai penelitian. Akan tetapi dikatakan bahwa resiko ruptur lebih besar pada wanita
dengan riwayat seksio. Resiko ruptur pada wanita 2 kali seksio 5 kali lebih besar dari wanita dengan riwayat seksio 1 kali.
I nterval persali nan
Jarak antara waktu persalinan seksio sesarea yang lalu dengan taksiran partus kehamilan sekarang sekurang-kurangnya 18 bulan untuk memastikan kekuatan uterus pada kehamilan sekarang.
I nf eksi setel ah SC
Infeksi setelah SC merupakan suatu predisposisi penyembuhan luka yang jelek dan pada beberapa tempat hal ini merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya P4S.
2. Faktor Ibu, meliputi Umur
Suatu studi oleh Shipp dkk menyakan bahwa usia diatas 30 tahun mungkin berhubungan dengan kejadian ruptura yang lebih tinggi, dengan
membandingkan insidens ruptura uteri pada wanita <30 tahun 0,5% dengan wanita >30 tahun 1,4%. Wanita >30 tahun berisiko 3,2 kali mengalami ruptura uteri dibandingkan dengan <30 tahun ( OR ; 3,2 angka kepercayaan 95 %).1,5 Wanita >40 tahun memiliki kemungkinan 3 kali lebih besar untuk gagal melakukan VBAC dibanding dengan wanita <40 tahun.3
Anomali uterus
Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali uterus. 3. Karakteristik kehamilan saat ini
Makrosomia
Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan janin karena terjadinya distensi uterus.
Ketebalan segmen bawah r ahi m (SBU )
Risiko terjadinya ruptura 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm, 10% bila 2,6-3,5 mm dan 16% pada ketebalan <2,5mm.11
Percobaan P4S dapat dilakukan pada sebagian besar wanita dengan insisi uterus transversal rendah dan tidak ada kontraindikasi persalinan pervaginam. Kriteria seleksi pasien yang mencoba P4S menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), yaitu:2,8
1. Satu atau dua seksio dengan insisi transversal rendah 2. Panggul adekuat secara klinis
3. Tidak ada parut uterus lain atau riwayat ruptura uteri
4. Dokter mendampingi selama persalinan, dapat memonitor persalinan dan melakukan seksio sesarea segera ( dalam waktu 30 menit )
5. Tersedianya dokter anastesi dan personil untuk melakukan seksio sesarea segera.
Beberapa persyaratan lainnya antara lain :2,8
1. Tidak ada indikasi seksio sesarea ( lintang, plasenta previa )
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesare a sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Segera mungkin pasien dirawat di RS setelah persalinan mulai. 4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Janin presentasi verteks normal.
6. Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf, fasilitas) 7. Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan seksio sesarea darurat. 8. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya. Sedangkan kontraindikasi P4S menurut ACOG :2,8
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi ekstensif ).
2. Panggul sempit atau makrosomia
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam 4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya
operator, anastesia, staf atau fasilitas.
Untuk memperkirakan keberhasilan P4S, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea sebelumya.
Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan P4S. Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah P4S akan berhasil atau tidak .
Sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan P4S modifikasi Flamm-Geiger adalah sebagai berikut : 8
No Faktor Nilai
1 Umur
Dibawah 40 tahun Diatas 40 tahun
2 1 2 Riwayat persalinan pervaginam :
Sebelum dan setelah seksio sesarea Setelah seksio sesarea
Sebelum seksio sesarea Belum pernah
4 2 1 0 3 Indikasi seksio sesarea pertama selain kegagalan
kemajuan persalinan
1
4 Nilai Bishop pada saat masuk rumah sakit ≥ 4
< 3
2 1 5 Taksiran Berat Janin
Sekarang < dulu Sekarang = dulu Sekarang > dulu 2 1 0 Nilai 8-10: keberhasilan P4S 95 % Nilal 4-7: keberhasilan P4S 78,8 % Nilai 0-3: keberhasilan P4S 60,0%
Sistem skoring menurut Weinstein
Nilai*
No. Variabel Tidak Ya
1 Nilai bishop ≥ 4 0 4
2 Persalinan pervaginam sebelum SC 0 2
3 Indikasi SC sebelumnya
-kategori A 0 6
Malpresentasi
Hipertensi dalam kehamilan (HDK)
Gemeli
-kategori B 0 5
Plasenta previa atau solusio plasenta
Prematuritas
Ketuban pecah dini
-kategori C 0 4
Fetal distress CPD atau distosia Prolaps tali pusat
-kategori D 0 3
Makrosomia
Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
*Nilai berkisar antara 0-12
Jumlah nilai tertinggi adalah 12, jika jumlah nilai adalah : - ≥4, prediksi keberhasilan VBAC adalah ≥ 58%
- ≥6, prediksi keberhasilan VBAC adalah ≥ 67% - ≥8, prediksi keberhasilan VBAC adalah ≥ 78% - ≥10, prediksi keberhasilan VBAC adalah ≥ 85% - ≥ 12, prediksi keberhasilan VBAC adalah ≥ 88%
Sistem skoring menurut Alamia
No. Variabel Nilai
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2 2 Indikasi SCsebelumnya
-sungsang, gawat janin, PP, elektif 2
-distosia pada Ø < 5 cm 1 -distosia pada Ø > 5 cm 0 3 Dilatasi serviks - > 4cm 2 - >2,5 cm tapi < 4 cm 1 - < 2,5 cm 0 4 Stasion dibawah -2 2 5 Panjang serviks ≤ 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1
*Nilai berkisar antara 0 sampai 10 Jika nilai :
- 7-10, prediksi keberhasilan 94,5% - 4-6, prediksi keberhasilan 78,8% - 0-3, prediksi keberhasilan 60%
RUPTUR UTERI PADA BEKAS SECTIO CAESAREA2,6,9
Ruptura uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum viserale. Ruptur uteri dapat terjadi pada uterus yang utuh (ruptur uteri spontan), pada bekas luka dinding rahim, misalnya bekas SC atau operasi pada otot rahim, maupun ruptur uteri akibat tindakan pada pertolongan persalinan (ruptur uteri violenta). Secara klinis ruptur uteri dapat menyebabkan adanya hubungan langsung antara kavum uteri dengan rongga peritoneum (ruptur uteri kompleta) atau tetap terpisah oleh peritoneum viseral yang menutupi uterus (ruptura uteri inkompleta).
Penting untuk membedakan antara ruptur pada parut SC dan terbukanya (dehiscence) parut pada bekas SC. Ruptur uteri merujuk pada terpisahnya insisi lama pada uterus hampir sepanjang seluruh jaringan parut tersebut, diikuti dengan robeknya selaput fetal sehingga kavum uteri berhubungan langsung dengan rongga peritoneum. Pada keadaan ini seluruh atau sebagian dari janin berada di rongga peritoneum. Sebagai tambahan, biasanya terdapat perdarahan yang signifikan dari pinggiran luka ke arah
uterus.
Sebaliknya pada dehisens selaput fetal tidak robek dan janin tidak masuk ke rongga peritoneum. Biasanya pada dehisens jaringan yang terpisah tidak meliputi seluruh lapisan parut, peritoneum yang melapisi defek tersebut tetap intak dan tidak ditemukan adanya perdarahan atau minimal. Dehiscence terjadi perlahan-lahan, sedangkan ruptur sangat simptomatik dan kadang-kadang fatal. Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi intrauterine, suatu dehiscence dapat terjadi ruptur.
Ruptur uteri semacam ini lebih sering terjadi pada luka bekas SC klasik dibandingkan dengan luka bekas SC profunda. Ruptur bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan, karena itu semua pasien bekas SC
yang hamil lagi harus diawasi oleh seorang dokter ahli, baik sewaktu kehamilan maupun persalinan.
Untuk itu kita perlu mengenal betul gejala dari ruptur uteri mengancam sebelum terjadinya ruptur uteri sebenarnya agar kita dapat bertindak secepatnya.
Adapun gejalanya, antara lain :6
1. Pesien tampak gelisah, ketakutan, disertai rasa nyeri perut bagian bawah terus menerus, juga pada waktu diraba, terutama di luar his.
2. Pernafasan dan denyut nadi cepat dari biasanya.
3. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama, yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas.
4. Pada abdomen dijumpai :
a. Lingkaran Bandle meningkat sampai setinggi pusat b. Bagian bawah terasa nyeri
d. Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus
e. Bunyi jantung janin tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami asfiksia disebabkan oleh kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan. 5. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan :
a. Bagian terendah janin terfiksir b. Mungkin dijumpai edema serviks
Bila keadaan tersebut dibiarkan, maka suatu saat akan terjadi ruptur uteri, dengan tanda-tanda sebagai berikut : 6
1. Pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek.
2. Segmen bawah rahim terasa nyeri sekali bila di palpasi. 3. Bunyi jantung tidak ada.
4. Tidak lama kemudian akan menunjukkan gejal-gejala kolaps dan jatuh dalam syok, dengan tanda-tanda :
a. tekanan darah rendah sampai tidak terukur b. nadi cepat dan kecil
c. frekuensi pernafasan meningkat d. akral pucat dan dingin
e. pada pemeriksaan abdomen didapatkan :
tanda ciran bebas
bagian bawah janin mudah diraba di bawah kulit pada palpasi, abdomen terasa nyeri
di samping janin teraba uterus yang padat
f. pada pemeriksaan dalam dijumpai :
bagian terendah janin dapat didorong ke dalam kavum abdominalis pada sarung tangan terdapat darah
tempat robekan ruptur uteri dapat diraba
Ruptur uteri pada bekas SC sering sukar sekali didiagnosa, karena tidak ada gejala-gejala khas seperti pada rahim yang utuh. Mungkin hanya ada perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri pada daerah bekas luka. Ruptur semacam ini disebut silent rupture, di mana gambaran klinisnya sangat berbeda dengan gambaran klinis ruptur
uteri pada uterus yang utuh. Hal ini dikarenakan biasanya ruptur pada bekas luka SC terjadi sedikit demi sedikit dan lagi pula perdarahan pada ruptur bekas luka SC profunda terjadi retroperitoneal hingga tidak menyebabkan
gejala perangsangan pada peritoneum. Maka sebaiknya pada semua penderita bekas SC yang bersalin pervaginam dilakukan eksplorasi kavum uteri.
Ruptur uteri merupakan keadaan gawat darurat obstetrik yang berbahaya karena angka kematiannya tinggi. Penyebab kematian ruptur uteri terutama adalah perdarahan dan infeksi. Pertolongan pertama pada ruptur uteri terutama adalah transfusi darah dan antibiotika yang adekuat. Setelah keadaan umum penderita baik, segera dilakukan histerektomi.
Algoritma
Tatalaksana persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio Dapatkan riwayat obstetrik pasien
Indikasi SS, jumlah SS, insisi uterus, penyembuhan luka Riwayat partus pervaginam
Riwayat operasi uterus/ ruptur
Infertilitas / mortalitas & morbiditas neonatal
Kontraindikasi partus pervaginam pada pasien pernahseksio ?
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya .
2. Panggul sempit
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea se era karena tidak adan a o erator anastesia staf
Konseling kepada pasien mengenai keuntungan dan risiko partus pervaginam pada pasien pernah seksio
Ya Asuhan antenatal dan seksio sesarea elektif
Pasien ingin mencoba partus pervaginam Ya
Tidak
Asuhan antenatal
Seksio sesarea kembali
Asuhan antenatal Persalinan normal Ya Tidak Partus pervaginam Komplikasi persalinan
Persalinan pervaginam masih tepat ? Ya Tidak
BAB IV
IKHTISAR KASUS
Kasus I
I. IDENTITAS Pasien Suami Nama Ny. I Tn. A Umur 33 thn 40 thnAgama Islam Islam
Suku Jawa Jawa
Pendidikan SD SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Karyawan
Alamat Jl.Abdul wahab Rt.05/Rw.07 Sawangan, Depok Masuk RS 18 Januari 2010, 18.20 WIB
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada 19 Januari 2010, 16.00 WIB A. Keluhan Utama
Keluar darah sejak 1 hari smrs. B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kehamilan ketiga, pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 15 April 2009; TP 22 Januari 2010 ~ UK 39 minggu. ANC di bidan tidak teratur, tidak pernah USG sebelumnya. Keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari smrs. Banyaknya ± 2 kali ganti pembalut, warna merah segar, terdapat gumpalan darah. Nyeri perut (-). Riwayat keluar dar ah pada kehamilan ini sebelumnya (-), Mules-mules (-), keluar air (-),
nyeri perut (-), riwayat trauma (-), riwayat berhubungan badan (-), keputihan (-). Gerak janin (+).
C. Riwayat Menstruasi Menarche : 12 tahun
kali ganti pembalut, dismenore (-).
D. Riwayat pernikahan
Menikah 2x, saat umur 18 tahun, kemudian bercerai, Menikah lagi yang kedua umur 28 dengan suami umur 35 tahun.
E. Riwayat kehamilan
I. Normal, perempuan, 7 tahun, 3000 gr, bidan, sehat II. SC a.i letak lintang, 3 tahun, 3100 gr, dokter RS, sehat III. Ini
F. Riwayat Keluarga Berencana
Menggunakan KB suntik 3 bulan selama 1,5 tahun
G. Riwayat penyakit dahulu
Pasien menderita penyakit asma
Penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi disangkal.
H. Riwayat penyakit keluarga Asma (ayah)
I. Riwayat Operasi:
Riwayat SC 3 tahun yang lalu.
J. Riwayat Kebiasaan dan Psikososial:
Tidak ada riwayat merokok, konsumsi narkoba, pengobatan herbal maupun riwayat kekerasan dalam rumah tangga.
III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis :
Keadaan umum : Sakit sedang Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 100/80 mmHg N : 88x/mnt RR : 20x/mnt S : 37,10C
BB sekarang : 76 kg BB sebelum hamil : 60 kg
Kepala : Normosefali, rambut hitam, lurus, distribusi merata
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera Ikterik -/-.
Mulut : Tidak kering, tidak sianosis.
Leher : Pada perabaan kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
Thoraks :
Cor : BJI-IIregular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo : Sn Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-). Mammae : Simetris, hiperpigmentasi pada kedua areola,
retraksi puting (-/-), benjolan (-/-). Abdomen : Lihat Status Obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-/-).
B. Status Obstetrikus Abdomen
Inspeksi : membuncit sesuai masa kehamilan, arah memanjang, striae gravidarum (+)
Palpasi :
LI : FUT 31 cm, teraba 1(satu) bagian besar janin, tidak keras, tidak melenting
LII : Kiri : teraba bagian- bagian kecil janin
Kanan : teraba 1(satu) bagian keras seperti papan LIII: teraba 1(satu) bagian besar, bulat, keras, melenting LIV: 4/5
His (-), gerak janin (+)
Kesan : TFU 31 cm, letak janin memanjang, punggung berada di sisi kanan , His (-), gerak janin (+), BJJ 132 dpm
Anogenital
Inpeksi : vulva - uretra tenang, perdarahan aktif ( - )
Io : Portio licin, ostium terbuka 1cm, perdarahan mengalir (-), bekuan darah di vagina dikeluarkan sekitar ± 5 cc, fluksus (+), fluor (-).
VT : Tidak dilakukan.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratori um ( tanggal 18 Januari 2010 ) Darah lengkap Hb : 10,5 g/dl Ht : 32 % Leukosit : 15.800 /ul Trombosit : 290.000 /ul Masa perdarahan : 2‟00” Masa pembekuan : 5‟00” Golongan Darah : B / + GDS : 77 mg/dl VER : 69,2 HER : 22,8 KHER : 32,9 Urin
Warna : Kuning, jernih
BJ : 1010 Sel epitel : +1 Leukosit : 1-2 / LPB Eritrosit : 1-2 / LPB PH : 7 Protein : -Keton : - Urobilin : +
USG
Tampak janin presentasi kepala, tunggal, hidup
DBP : 9,14cm, AC 34,8cm, FL 7,32cm, TBJ 3440gram ICA cukup, plasenta di korpus depan meluas menutupi OUI.
Kesan : G3P2A0 Hamil aterm, Janin presentasi kepala, tunggal, hidup, Plasenta praevia totalis
CTG
Frekuensi dasar 135 Variabilitas 5-25
Akselerasi (+) Kesan : Reassuring Deselerasi (-)
Gerak janin (+) Kontraksi (-)
V. RESUME
Pasien Ny. I, 33 tahun, G3P2A2 hamil 39 minggu, datang ke kamar bersalin RSUP Fatmawati dengan keluhan keluar darah pervaginam sejak 1 hari smrs, sebanyak ± 2 kali ganti pembalut, merah segar, gumpalan darah (+), mules-mules (-) , keluar air- air (-), nyeri perut (-), riwayat trauma (-), gerak janin (+), Riwayat keluar darah sebelumnya (-). ANC di bidan tidak teratur. Riwayat operasi sectio cesaria karena letak bayi melintang
Pemeriksaan fisik :
Status generalis konjungtiva anemis
Status obstetrikus: TFU 31 cm, letak janin memanjang, punggung berada di sisi kanan , His (-), gerak janin (+), BJJ 132 dpm.
Anogenital:
I : v/u tenang, bercak perdarahan (+).
Io : portio licin, ostium terbuka 1 jari, perdarahan mengalir (-), bekuan darah di vagina dikeluarkan sekitar ± 5 cc
VT : tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang :
Lab darah dan pemeriksaan urin dalam batas normal
USG : Hamil 38minggu, Janin presentasi kepala, tunggal, hidup, Plasenta Previa Totalis, TBJ 3440 gram
CTG : Reassuring.
VI. DIAGNOSIS
Ibu : G3P2A2 Hamil 38 minggu dengan hemoragi antepartum ec Plasenta Previa Totalis.
Janin : Janin presentasi kepala, tunggal, hidup
VII. PENATALAKSANAAN
R dx/
Observasi Tanda vital/jam
Observasi perdarahan, bjj, his /15‟ sampai 1 jam. Dilanjutkan /jam setelahnya.
R th/ Bed rest
Diet lunak 1900kkal/hari Cairan 2500 cc/hari
Rencana Terminasi kehamilan perabdominal, SCTPP Semi Cito tanggal 19 Januari 2010 Rawat ruangan VIII. PROGNOSIS Ibu : Dubia Janin : Dubia IX. FOLLOW UP Tanggal 18 Januari 2010
Pasien dirawat di ruangan, hemodinamik stabil, perdarahan minimal dan kontraksi (+).
S : Perdarahan minimal, kontraksi (+), gerak janin (+), mengaku tidak mengkonsumsi obat lagi sejak 1 hr smrs.
O : KU/KES: sakit sedang/compos mentis Tanda vital: stabil.
Status obstetrikus :
HIS 1-2x/10‟/30” ireguler, Gerak janin (+), DJJ (+) 132 dpm Anogenital:
I: v/u tenang, bercak perdarahan (+)
Io: portio licin, ostium terbuka 1 jari, perdarahan aktif (-), bekuan darah (+), fluksus (+), fluor (-).
VT: tidak dilakukan.
A :
Ibu : G3P2A0 Hamil aterm dengan hemoragik antepartum ec Plasenta Previa Totalis.
Janin: Janin presentasi kepala, tunggal, hidup P : SC semi cito
Tanggal 19/1/2010 Pukul 10.00 WIB berlangsung SCTPP LAPORAN OPERASI
Operator /asisten : dr.Didi, SpOG / dr.Angga
Diagnosis pre-op : G3P2A2 H 38 minggu dg HAP ec PPT Diagnosis post-op : P3 post sc ai HAP ec PPT
1. Pasien terlentang di atas meja operasi dengan anastesi spinal. 2. A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.
3. Dilakukan insisi pfannenstiel
4. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus gravidarum, terdapat perlekatan antara SBU dengan V.U, terdapat perlekatan antara omentum dengan peritoneum parietal sebelah kanan.
5. Plika vesikouterina disayat semilunar, V.U disisihkan ke bawah
6. SBU disayat tajam,ditembus tumpul, dilebarkan secara tajam berbentuk U 7. Plasenta berimplantasi di korpus depan sampai dengan menutupi OUI
8. Dengan menembus plasenta, selaput amnion dipecahkan, air ketuban jernih, jumlah cukup
9. Dengan bantuan vakum dilahirkan bayi laki-laki, BB 3500 gram, PB 50 cm, AS 8/9
10. Dengan tarikan ringan pada tali pusat, plasenta lahir lengkap. 11. SBU dijahit 1 lapis dengan vicril no.1
12. Eksplorasi kedua tuba dan ovarium dalam batas normal
13. Diyakini tidak ada perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
14. Perdarahan selama operasi ± 500 cc, urin ± 100 cc, kontraksi baik. Perdarahan pervaginam (-).
Instruksi post op: Rdx :
1. Observasi TNSP/15 mnt selama 2 jam pertama post operatif
2. Observasi kontraksi & perdarahan/15 menit selama 2 jam pertama post operatif
3. Cek DPL post op, transfusi PRC jika Hb ≤ 8 gr/dl
Rtx :
1. Imobilisasi 24 jam
2. Realimentasi dini, Diet TKTP 3. RL 500cc 20tpm
4. Cefadroksil 3x500 mg 5. Ceftriakson 1x2 gram 6. Profenid supp 3x1
Tanggal 20/1/2010
Ibu dalam keadaan baik, hemodinamik stabil. Bayi baik di ruang perinatologi.
Kasus II
I.
IDENTITAS
Nama Ny. S Tn. A
Umur 37 tahun 40 tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Buruh
Suku Jawa Jawa
Alamat JL. H. Naim III No.8 JL. H. Naim III No.8
Masuk RSF 8-02-2010
I I . ANAMNESIS
Autoanamnesa tanggal 8-02-2010 pukul 17.00 WIB
A. Keluhan Utama :
keluar air-air sejak 18 jam SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kehamilan keempat, pasien merasa hamil 9 bulan. HPHT 27 Mei 2009, TP 4 Februari 2010 ~ UK 39 minggu. ANC teratur di bidan, USG 1x, dikatakan hasil baik. Keluar air-air sejak 18 jam SMRS, mules (+) teratur, lendir (+), darah (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-)
D. Riwayat Operasi
SC tahun 2005 karena dikatakan ari-ari di bawah sehingga menghalangi jalan lahir. Riwayat bekas luka operasi baik.
E. Riwayat pengobatan terdahulu
-F. Riwayat penyakit dalam keluarga
Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-)
.
G. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 17 tahun
- Siklus : 30 hari, teratur, lama perdarahan 5 hari, banyak 2-3 pembalut / hari
- Riwayat Perkawinan
Menikah 1 x, usia pernikahan 20 tahun, masih menikah.
H. Riwayat Kehamilan dan kelahiran
1. Normal. laki-laki, 16 tahun, 3300 gr, Bidan, Sehat 2. Normal, laki-laki, 10 tahun, 3750 gr, bidan, sehat 3. SC a.i ppt, perempuan, meninggal
4. Ini
III. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis :
KU / Kesadaran : baik/compos mentis Tekanan darah : 110/70mmHg Nadi : 108x/mnt RR : 24x/mnt Suhu : 38,7oC BB : 68 kg Tinggi : 157 cm
Mata : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
THT : tidak ada kelainan
Jantung : S1-S2 murni, reguler, murmur(-), gallop(-) Paru : sonor, vesikuler, ronkhi , wheezing
-/-Abdomen : perut membuncit simetris dengan arah memanjang, sesuai masa kehamilan, bekas insisi pfannenstiel (+), striae (+)
Ekstremitas : oedem -/-, akral hangat
Status Obstetri :
Inspeksi : perut membuncit, letak memanjang, jaringan parut melintang di atas simfisis, striae (+)
Palpasi :
L I : tinggi fundus uteri 28 cm, teraba 1 bagian bulat, Lunak, dan tidak melenting.
L II : kanan : teraba 1 bagian keras seperti papan kiri : teraba 1 bagian kecil-kecil janin L III : teraba 1 bagian bulat, keras dan melenting L IV : konvergen
Kesan : TFU 28 cm, letak memanjang, puka, gerak janin (+), kontraksi reguler
His : 1-2x/10‟/25” SRB
Auskultasi : BJJ (+) 160 dpm, teratur Pemeriksaan Dalam
Inspeksi : V/U tenang
Inspekulo : tes valsava (+), pH 8, LEA +2
VT : portio lunak, axial, tipis, dilatasi 3 cm, ket (-), kepala H I-II Bishop score = 9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (tanggal 8/02/2010) 1. A. Darah :
Hb = 10,5 g/dl Ht = 23% Leukosit = 23.200 ul Trombosit = 166.000
B. Urine Lengkap :
Warna : Kuning Kristal : -Kejernihan: Jernih Protein :
-BJ :1010 Glukosa :
-Sel epitel : + Keton : -Leukosit : 1-2 / LPB Darah/Hb : -Eritrosit : 0-1 / LPB Bilirubin : –
Silinder : - Urobilinogen : 0,1 Urobilin : +
2. USG :
Tampak janin presentasi kepala tunggal hidup intra uterin,
BJJ+ , DBP 8,9 cm, AC 28,2 cm, FL 7,3 cm, TBJ 2500 gram, ICA 3 Plasenta insersi di korpus depan
Kesan : H aterm JPKTH, oligohidramnion
3. CTG : Frekuensi dasar : 165 dpm Variabilitas : 5 – 30 dpm Akselerasi : (+) Deselerasi : -His : + Gerak janin : +
Kesan : takikardi reassuring
D/ G4P3 H Aterm JPKTH KP 18 jam, oligohidramnion pada BSC 1x, IIP PK I laten
V. Resume
Pasien seorang wanita umur 37 tahun dengan G4P3A0 Hamil 39 minggu JPKTH dengan bekas SC 1x datang karena mengeluh keluar keluar air-air sejak 18 jam SMRS.
Pernah operasi SC a.i plasenta praevia totalis tahun 2005. HPHT : 27 Mei 2009 TP : 4 Februari 2010 Status generalis Tekanan darah : 110/70mmHg Nadi : 108x/mnt RR : 24x/mnt Suhu : 38,7oC Status Obstetrikus
Inspeksi : perut membuncit, letak memanjang, jaringan parut melintang di atas simfisis, striae (+)
Palpasi :
L I : tinggi fundus uteri 28 cm, teraba 1 bagian bulat, Lunak, dan tidak melenting.
L II : kanan : teraba 1 bagian keras seperti papan kiri : teraba 1 bagian kecil-kecil janin L III : teraba 1 bagian bulat, keras dan melenting L IV : divergen
Kesan : TFU 28 cm, letak memanjang, puka, gerak janin (+), kontraksi reguler
His : 1-2x/10‟/25” SRB
Auskultasi : BJJ (+) 162 dpm, teratur Pemeriksaan Dalam
Inspeksi : V/U tenang
Inspekulo : tes valsava (+), pH 8, LEA +2
VT : portio lunak, axial, tipis, dilatasi 3 cm, ket (-), kepala H I-II Pemeriksaan Penunjang :
- Darah :
Leukosit = 23.200 ul
B. Urine Lengkap : dbn
- USG : Kesan : H aterm JPKTH, oligohidramnion - CTG : takikardi reassuring
VI. DIAGNOSIS
G4P3 H Aterm JPKTH KP 18 jam, oligohidramnion pada BSC 1x, IIP PK I laten
VII. Prognosis
Ibu : dubia ad bonam Janin : dubia ad bonam
VIII. PENATALAKSANAAN
Observasi TNP / jam, S / 4 jam
Observasi kontraksi, perdarahan, DJJ/jam
ceftriaxon 1x2 gr i.v
SC Cito
OK cito penuh
Hasil Observasi : * Jam 18.00
S : mulas makin sering
O : CM TD 120/80 mmHg N105x/menit S38C P20x/menit St.gen dbn
CTG : takikardia reaktif
St. obs : His 3x/10‟/35” SRB DJJ 158x/menit I : v/u tenang
VT : portio lunak, axial, dilatasi 7 cm, ket (-), kep H II-III
A : PK I aktif pada G4P3 H aterm JPKTH BSC 1x KP 19 jam, oligohidramnion, IIP
P : rencana partus PV
- obs tanda2 RUI ketat - obs TNSP, his, DJJ
- nilai ulang 2 jam lagi bila tidak maju SC cito
* Jam 19.13 pada observasi: S : pasien ingin meneran
O : CM TD 120/70 mmHg N83x/menit S38C P18x/menit St.gen dbn
St. obs : His 4x/10‟/40” SRB DJJ 150x/menit I : v/u tenang
VT : dilatasi lengkap, ket (-), kep H III-IV A : PK II
P : asuhan PK II
Lahir spontan bayi perempuan 3150 gr AS 9/10 Air ketuban habis, bayi dikeringkan dan diselimuti Ibu disuntik oksitosin 10 IU IM
Tali pusat dijepit dan dipotong Dilakukan PTT
* Pukul 19.20
Lahir spontan plasenta lengkap
Dilakukan masase uterus kontraksi uterus baik Dari eksplorasi perineum intak
Perdarahan 150 cc
Pengawasan 2 jam post-partum
Jam TD FN S TFU Kontr Prdrhn BAK
19.30 19.45 20.00 20.15 20.45 21.15 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 110/70 80 81 76 75 81 80 38 38 38 38 38 38 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst Baik Baik Baik Baik Baik Baik -+ spontan 21.30
S : perdarahan (-), BAK spontan
O : CM TD 100/70mmHg N 83x/menit S 37.8 P18x/menit St.gen dbn
St.obs : TFU 2 jbpst, kontraksi baik I : v/u tenang, perdarahan pv (-)
A : P4 p.p spontan pada BSC 1x 2 jam yll, riwayat IIP P : Rdx/ obs TNSP, kontraksi uterus, perdarahan pv
Rth/ - mobilisasi aktif - hygiene v/u - diet TKTP
- motivasi ASI
- AB : ceftriaxone 1x2 gr IV, metronidazole 3x500 mg drip - As.mef 3x500 mg
- hidrasi cukup - Rawat ruangan
BAB V
ANALISA KASUS
Pada kasus Ny. I G3P2 H38 mgg JPKTH hemoragi antepartum e.c plasenta praevia totalis, dengan BSC 1x a.i letak lintang 4 tahun yll. Plasenta praevia totali s merupakan salah satu indikasi ibu untuk dilakukan sectio sesaria, sehingga pada pasien ini tidak dilakukan VBAC.
1. Anamnesis
Pasien mengaku hamil 9 bulan
Berdasarkan HPHT usia kehamilan pasien sesuai dengan 39 minggu Pasien belum mengalami kontraksi
Keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari smrs. Banyaknya ± 2 kali ganti
pembalut, warna merah segar, terdapat gumpalan darah. Tidak ada nyeri perut.
Belum ada keluar air-air
Riwayat SC pada kehamilan sebelumnya atas indikasi letak lintang Riwayat persalinan per vaginam sebelumnya dengan berat bayi 3100 gr
Pasien telah mencapai usia kehamilan aterm baerdasarkan HPHT. Adanya perdarahan pervaginam pada trimester ketiga yang berwarna merah cerah dengan tidak disertai nyeri mengarahkan kecurigaan akan adanya plasenta praevia yang harus dibuktikan melalui pemeriksaan USG.
2. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
dalam batas normal. Pasien dalam keadaan baik dan bersikap kooperatif.
Status obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : membuncit sesuai masa kehamilan, arah memanjang, striae gravidarum (+)
Palpasi : TFU 31 cm, letak janin memanjang, punggung berada di sisi kanan , His (-), gerak janin (+)
BJJ 132 dpm
Anogenital
Inspeksi : vulva dan uretra tenang, edema (-), varices (-).
Inspekulo : Portio licin, ostium terbuka 1cm, perdarahan mengalir (-), bekuan darah di vagina dikeluarkan sekitar ± 5 cc, fluksus (+), fluor (-).
VT : tidak dilakukan
Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda inpartu. Pada inspekulo terlihat ostium terbuka dan tampak bekuan darah di vagina. Tidak dilakukan VT karena adanya dugaan plasenta praevia totalis.
3. Pemeriksaan Penunjang
USG: G3P2A0 Hamil aterm, Janin presentasi kepala, tunggal,
hidup, Plasenta Previa Totalis.
CTG: Reassuring, bebas kontraksi
Pada USG didapatkan plasenta praevia totalis sehingga merupakan indikasi untuk dilakukan sectio cesaria.
4. Penatalaksanaan
Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka direncanakan untuk SC semicito besok mengingat selama tidak ada kontraksi, relatif masih aman.
Hal yang belum sesuai yakni:
Observasi Tanda vital, dan kontraksi perlu dilakukan secara ketat, mengingat pasien adalah multipara sehingga proses persalinan dapat berlangsung dengan
lebih cepat. karena itu, sebaiknya observasi dilakukan di VK.
Jika perlu dapat diberikan tokolisis untuk memastikan tidak terjadi kontraksi selama menunggu
Pada kasus Ny. S G4P3 H39 minggu, JPKTH, BSC 1x, PK I laten, IIP. Sebenarnya VBAC dapat dilakukan mengingat persalinan timbul spontan, pasien datang dengan his yang cukup kuat dan teratur, skor Weinstein 11 (≥85% berhasil), dengan observasi saja persalinan mengalami kemajuan. Namun karena pasien datang dengan ketuban pecah sejak 18 jam sehingga mengalami oligohidramnion, ditambah lagi dengan adanya IIP maka pasien direncanakan untuk SC cito. Namun saat menunggu persiapan OK cito yang sedang penuh, kemajuan persalinan sangat cepat dan baik
sehingga bayi lahir secara pervaginam.
1. Anamnesa
Pasien mengaku hamil cukup bulan
HPHT 27 Mei 2009, TP 4 Februari 2010 ~ UK 39 minggu (aterm) Mules teratur
Keluar lendir
Keluar air-air sejak 18 jam SMRS
Riwayat SC pada kehamilan sebelumnya karena ari-ari di bawah
Pasien ini datang karena keluar air-air. Terdapat juga lendir dan mules yang teratur, sehingga dapat terlihat tanda-tanda inpartu yang timbul spontan namun harus
dipastikan dengan pemeriksaan dalam untuk melihat tebal dan dilatasi serviks.
2. Pemeriksaan Fisik Status generalis Tekanan darah : 110/70mmHg Nadi : 108x/mnt RR : 24x/mnt Suhu : 38,7oC Status obstetrikus Abdomen
Inspeksi : perut membuncit, letak memanjang, jaringan parut melintang di atas simfisis, striae (+)
Palpasi : TFU 28 cm, letak memanjang, puka, gerak janin (+), kontraksi reguler
His 1-2x/10‟/25” SRB DJJ 162x/‟
Anogenital
Inspeksi : vulva dan uretra tenang, edema (-), varices (-). Inspekulo : tes valsava (+), pH 8, LEA +2
VT : portio lunak, axial, tipis, dilatasi 3 cm, ket (-), kepala HI-II, air ketuban kehijauan.
Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda inpartu. His reguler kuat, cervix matang dengan pembukaan 3 cm dengan bishop score 9, PK I laten. TFU didapatkan 28 cm dengan kepala sudah mulai masuk pintu atas panggul meski cukup tinggi, sehingga didapatkan TBJ 2500 gram. Diharapkan akan dapat melewati pintu atas panggul karena TBJ lebih kecil dari berat anak sebelumnya yang dilahirkan pervaginam. Dari status generalis didapatkan demam, dan takikardi ibu. Pemeriksaan inspekulo diketahui LEA +2 dan VT air ketuban kehijauan. DJJ janin 162x/menit. Hal-hal ini
menunjukkan adanya infeksi intra partum.
3. Pemeriksaan Penunjang
USG: H aterm JPKTH, oligohidramnion. TBJ 2500 gram.
CTG: takikardi reassuring.
Pada USG didapatkan janin presentasi kepala tunggal hidup dengan TBJ 2500 gram sehingga tidak ada CPD mengingat berat janin pada persalinan pervaginam sebelumnya.
Indikasi pasien untuk dirawat:
Observasi tanda vital, his, DJJ/j Obserasi tanda ruptur uteri
Hal yang penting diperhatikan pada pasien BSC adalah kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Dalam hal ini, pasien pertama kalinya melahirkan pervaginam. Oleh karena itu, pengawasan ketat harus dilakukan karena
4. Penatalaksanaan
Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang serta keterbatasan tempat yang tidak memungkinkan untuk dilakukan SC, maka direncanakan untuk VBAC. Pada pasien tidak dilakukan intervensi, hanya observasi karena his sudah cukup bagus dengan BSC.