• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTONASI CERAMAH KH. ACHMAD SHOLEH SAHAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTONASI CERAMAH KH. ACHMAD SHOLEH SAHAL."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

INTONASI CERAMAH KH. ACHMAD SHOLEH SAHAL Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Gelar Sarjana Program Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

Muhammad Fathurahman Hakim NIM. B01212022

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Muhammad Fathurahman Hakim, 2016: Intonasi Ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal.

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana penggunaan pitch dalam ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal, bagaimana penggunaan pause dalam ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal, bagaimana penggunaan rate dalam ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal, bagaimana penggunaan volume dalam ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Dalam menganalisa hasil wawancara yang dilakukan dengan KH. Achmad Sholeh Sahal, dan beberapa informan termasuk juga santrinya. Sesuai dengan masalah tersebut, data yang digunakan dari beberapa hasil wawancara, kemudian ditranskrip dan selanjutnya dianalisis. Dan data yang diambil dari pengamatan peneliti selama mengikuti kegiatan khutbah jum’at dan pengajian.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa pitch (tinggi rendahnya nada) yang digunakan dalam ceramahnya pada gelombang keempat, yaitu lebih banyak memakai kata yang menegaskan jadi kesimpulannya ada pada gelombang empat yaitu tinggi dan tegas. Sedangkan dalam penggunaan pause (jeda) dalam ceramah yakni singkat karena jeda yang paling banyak digunakan yakni 2 detik, jadi pause yang digunakan singkat. Sedangkan rate (kecepatan) yang digunakan dalam ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal, yakni ideal karena kebanyakan dalam ceramah dan khutbahnya menggunakan seratus sampai seratus lima puluh kata dalam jangka lima menit. Sedangkan dalam penggunaan volume dalam ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal, yakni menggunakan volume tingkat tiga yakni kencang dan keras.

(6)
(7)

DIGILIP.UINSBY.AC.ID. DIGILIP.UINSBY.AC.ID. DIGILIP.UINSBY.AC.ID..

B. URGENSI INTONASI DALAM CERAMAH ... 17

C. PENELETIAN TERDAHULU ... 27

BAB III METODE PENELETIAN ... 30

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN ... 30

B. SUBJEK ATAU ONJEK PENELITIAN ... 32

2. PERJALANAN DAKWAH KH. ACHMAD SHOLEH SAHAL47 B. PENYAJIAN DATA ... 48

(8)

DIGILIP.UINSBY.AC.ID. DIGILIP.UINSBY.AC.ID. DIGILIP.UINSBY.AC.ID..

2. PAUSE CERAMAH KH. ACHMAD SHOLEH SAHAL 59

3. RATE CERAMAH KH. ACHMAD SHOLEH SAHAL ... 66

4. VOLUME CERAMAH KH. ACHMAD SHOLEH SAHAL ... 76

C. ANALISIS ... 82

BAB V PENUTUP ... 88

A. KESIMPULAN ... 88

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang berisi petunjuk-petunjuk agar manusia secara individual menjadi manusia yang baik, beradab, dan berkualitas, selalu berbuat baik sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang maju, sebuah tatanan kehidupan yang manusiawi dalam arti kehidupan yang adil, maju bebas dan berbagai ancaman, penindasan, dan berbagai kekhawatiran. Islam merupakan agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.1 Agar mencapai yang diinginkan tersebut diperlukan apa yang dinamakan sebagai dakwah. Karena dengan masuknya Islam dalam sejarah umat manusia, agama ini mencoba meyakinkan umat manusia tentang kebenarannya dan menyuruh manusia agar menjadi mengikuti kewajiban dakwah telah dijelaskan dalam al- Qur’an surat An-Nahl 16: 125

ه كَّر َّإ ۚنسۡحأ يه يتَلٱّ م ۡلدج ۖةنسحۡل ة عۡومۡل ةمۡكحۡلٱّ كِّر ليبس ىلإ ۡد

ملۡعأ و

نيدتۡ مۡلٱّ ملۡعأ وه ۦهليبس نع َلض نمّ

٥٢١

“Serulah manusia kepada jalan tuhanmu dengan dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”(QS. An-Nahl [16]:125)2”

Dakwah merupakan aktifitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Sebaliknya tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarakat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi. Dalam kehidupan

1

Nasarudin Razak. Dienul Islam.(Bandung: Al-Ma’arif, 1 ) hlm. -57 2

(10)

masyarakat, dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Ajaran Islam yang disyiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang membawa yang dapat membawa pada kehancuran.

Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai bahwa tata cara memberikan lebih penting dari suatu yang diberikan itu sendiri. Secangkir teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengan cara sopan, ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat, akan lebih terasa enak dicicipi. Dalam konteks dakwah, tata cara atau metode lebih penting dari materi, yang dalam bahasa arab dikenal dengan At-Thariqoh ahammul minal waddah. Ungkapan ini sangat relevan dengan kegiatan dakwah. Betapapun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu yang disajikan, tetapi bila disampaiakan dengan cara yang sembrono, tidak simpatik dan berdampak kesia-siaan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana namun disajikan dengan cara yang menarik dan mengugah, maka hasilnya akan infeksi dan melahirkan manfaat.

Metode dakwah merupakan cara mencapai tujuan dakwah, metode dakwah dibagi menjadi beberapa macam, salah satunya adalah dakwah bil lisan. Dakwah bil lisan adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik intonasi ceramah seorang da’i pada waktu aktifitas dakwah.

(11)

Intonasi juga adalah lagu kalimat. Di dalam intonasi tercakup nada, tempo cepat lambatnya pembacaan, tekanan (pada bagian yang dianggap penting), jeda (penghentian sesaat), dan volume (keras tidaknya ucapan). Intonasi merupakan, faktor penting dalam menyampaikan materi dakwah bagi seorang da’i. Jika ada ketidaksinkronan dari intonasi suara dan isi ceramah para da’i, maka yang dipercaya oleh si penerima pesan adalah

komponen yang persentasenya lebih besar (dalam hal ini intonasi). Jadi sangatlah penting untuk menyelaraskan intonasi suara dengan pesan yang hendak kita sampaikan supaya audiens juga tidak sampai menyalah artikan pesan yang hendak kita sampaikan. Apabila di dalam penyampaian dakwah, seorang da’i tidak memberikan warna, maka isi pidato yang

disampaikan akan menjadi kurang menarik dan bahkan tidak menarik sama sekali.3 Oleh karena memberikan warna penekanan di setiap kalimat-kalimat yang penting sesuai dengan apa yang akan disampaikan dan efek yang diharapkan, dijiwai dengan kehidupan, dan kualitas pribadi seorang da’i yang bisa memberikan daya tarik bagi audiens.

Di Wilayah Surabaya Utara, ada sosok mubaligh, ia yang terkenal dengan sosok kiai asli Madura. Ia termasuk salah satu mubaligh yang otodidak. Namun perlu diketahui juga setiap da’i memiliki intonasi yang berbeda, dan juga belum ada yang meneliti retorika ia khususnya intonasi oleh karenanya, peneliti tertarik untuk membahas lebih dalam tentang intonasi KH. Achmad Sholeh Sahal dalam ceramahnya.4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena sosial dakwah diatas, maka penulis memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalah yang akan diangkat dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan pitch KH. Achmad Sholeh Sahal dalam ceramahnya.? 2. Bagaimana penggunaan pause KH. Achmad Sholeh Sahal dalam ceramahnya.?

3

Yusuf Zainal Abidin, Pengantar Retorika (Bandung: Pustaka Setia 2012), h. 51 4

(12)

3. Bagaimana penggunaan rate KH. Achmad Sholeh Sahal dalam ceramahnya.? 4. Bagaimana penggunaan volume KH. Achmad Sholeh Sahal dalam ceramahnya.?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penggunaan pitch suara pada ceramah KH Achmad Sholeh Sahal.

2. Untuk mengetahui penggunaan pause suara pada ceramah KH Achmad Sholeh Sahal.

3. Untuk mengetahui penggunaan rate suara pada ceramah KH Achmad Sholeh Sahal.

4. Untuk mengetahui penggunaan volume suara pada ceramah KH Achmad Sholeh Sahal.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan sangat berdaya dan juga berguna sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan baru terhadap pengembangan ilmu di bidang dakwah pada komunikasi penyiaran Islam, khususnya dalam khasanah retorika dan public speaking khususnya intonasi.

(13)

Dengan penelitian ini, sangat besar harapan dapat mengetahui dan memahami intonasi ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal. Dengan begitu hasil penelitian ini bisa menjadi bahan acuan pembelajaran bagi penulis agar dapat mengamalkannya. Serta dalam rangka memenuhi kredit semester guna mengakhiri masa perkuliahan.

3. Secara akademis

Dari hasil penelitian ini pula, harapan besar bagi peneliti bisa menjadikan tema ini sebagai bahan atau kajian bagi penelitian-penelitian berikutnya.

E. Definisi Konsep 1. Dakwah

Di dalam al-Qur’an terdapat perintah yang menyuruh kaum muslimin agar mendakwahi manusia berjihad di jalan Allah. Dalam ayat lain terdapat perintah agar sekelompok kaum muslimin bekerja mendakwahi manusia untuk mau berbuat kebajikan, melakukan amar ma’ruf nahi munkar berupa “kontrol sosial” dalam ayat lain lagi ada suruhan

kepada Rasul Saw supaya menyampaikan (menginformasikan) wahyu yang di turunkan kepada beliau. Diterangkan pula kepada manusia bahwa mereka tidak akan dikenakan azab sebelum dakwah sampai kepada mereka.

Melalui al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125 Allah berfirman yang artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan engkau..” perintah dalam ayat tersebut dimaksudkan kepada Rasul SAW juga untuk umatnya. Sabili Rabbika dalam ayat itu adalah sabilillah “jalan Allah”. Sabilillah sama dengan dakwah Islamiah (seruan Islam), dan identik dengan semua

ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul SAW sedangkan perintah mendakwahi manusia kepada kebajikan serta amar ma’ruf nahi munkar, Allah berfirman

(14)

segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar..”(Yusran (e.), 2009:64).5

Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Moh Ali Aziz M.Ag dakwah sebagai kegiatan cenderung mengarah pada pelaksanaannya. Dakwah sebagai proses lebih mementingkan hasil maksimal atau hasil akhir. Dalam prosesnya, kegiatan dakwah tidak berhenti hingga tujuan dakwah telah tercapai.

Secara singkat, dakwah adalah kegiatan peningkatan iman menurut syari’at Islam.6

2. Retorika

Plato mengatakan, retorika adalah merebut jiwa manusia melalui kata-kata (Mulyani, 1981; 10). Dan menurut buku yang di tulis oleh, Prof.Dr.H. Moh Ali Aziz “retorika dalam

arti luas adalah seni atau ilmu yang mengajarkan kaidah-kaidah penyampaian tutur yang efektif melalui lisan atau tulisan untuk mengafeksi dan mempengaruhi pihak lain. Sedangkan dalam arti sempit, retorika adalah seni atau ilmu tentang prinsip-prinsip pidato di depan umum yang efektif.

3. Intonasi

Intonasi adalah lagu kalimat. Di dalam intonasi tercakup nada, tempo, (cepat lambatnya pembacaan, tekanan) jeda penghentian sesaat) dan volume (keras tidaknya ucapan). Intonasi yang baik akan menghindarkan pembacaan teks pidato dari kemonotonan sehingga tidak menjenuhkan.

Undersh dan Staats dalam bukunya: “Speech for Everyday Use, Rinehart and Company, New York 1951” menyebut ada 4 variabel yang perlu diperhatikan mengenai suara,

5

Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 10 6

(15)

yaitu: Pitch, Quality, Loudness, dan Rate and Rhythm. Namun dalam buku Retorika Ernesst G. Bormann ada ada 4 juga yaitu, pitch, pause, rate, dan volume.

Pitch suatu persepsi perubahan gelombang suara seperti nada dalam skala musikal. Pitch dalam suara selagi berbicara tidak boleh terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, tetapi enak digunakan dan setiap pembicara harus memperlajari sebagai variasi dalam pitch untuk menghasilkan yang terbaik.7

Tinggi dan rendahnya nada mempengaruhi ketika seorang da’i berceramah, jika

terlalu tinggi maka da’i dianggap oleh masyarakat marah-marah dalam menyampaikannya. Suatu pesan dakwah yang disampaikan harus mengetahui pesan yang akan di angkat untuk menjadi pesan yang sangat penting untuk disampaikan.

Sedangkan ada beberapa lagi yang menyangkut intonasi yakni jeda atau yang terdapat dalam buku retorika yaitu pause. Mungkin aspek terpenting dari jeda adalah fungsinya sebagai pungutuasi lisan.8 Umumnya jeda yang singkat berguna untuk titik pemisah, sebagai pemisah suatu pikiran atau modifikasi ide, seperti fungsi koma dalam penulisan.

Di samping intonasi juga terdapat pitch dan pause, maka juga ada rate yang artinya kecepatan. Jika pesan yang disampaikan da’i terlalu cepat maka mad’u sulit memahami apa

yang disampaika oleh da’i. Dan jika terlalu lambat maka mad’u juga akan merasa bosan

mendengarkannya.

Selanjutnya juga ada volume, keras dan lembutnya suara juga dibutuhkan untuk berkomunikasi dan juga berceramah.

7

Ernest G. Bormann dan Nancy C. Borman, Retorika Suatu Pendekatan Terpadu (Jakarta: Erlangga, 1989), h. 65 8

(16)

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berpikir dalam penulisan skripsi, untuk lebih mudah memahami penulisan skripsi ini, maka disusunlah sistematika pembahasan, antara lain:

Bab I adalah pendahuluan, bab pertama dari skripsi yang mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu dilakukan.

Bab II adalah kajian kepustakaan, berisi tentang kerangka teoritik dan penelitian terdahulu yang relevan. Dalam penelitian kualitatif kajian kepustakaan diarahkan pada penyajian informasi terkait yang mendukung gambaran umum tentang fokus penelitian

Bab III adalah metode penelitian, pada bab ini memuat uraian secara rinci tentang metode dan langkah-langkah penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, jenis dan sumber data, unit analisis, tahapan penelitian, teknik pengumpulan, teknik analisis data.

Bab IV adalah penyajian data dan temuan penelitian, pada bab ini memamparkan tentang hasil yang didapat selama penelitian. Pemaparan berisi deskripsi objek penelitian, data dan fakta subyek yang terkait dengan rumusan masalah, Hal ini akan dijelaskan dengan secukupnya agar pembaca mengetahui hal-ikhwal sasaran penelitian.

(17)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Dakwah dan Teknik Ceramah

Agama Islam itu butuh dakwah. Tanpa dakwah, islam tidak akan bergerak layaknya seperti tanaman yang butuh air, tanaman itu akan mati dan layu jika tidak ada air. Maka dari itu Islam sangat berpengaruh terhadap dakwah. Tanpa dakwah, umat Islam dapat kehilangan arah.1Dakwah adalah kegiatan iman menurut syari’at Islam.2 Karena dakwah sebagai kegiatan peningkatan keimanan maka juru dakwah mempunyai berbagai metode dalam melaksanakan kegiatan dakwah. Dari bab ini tidak akan mendefinisikan dakwah secara detail namun penulis akan memberikan pengetahuan dengan cara tulisan, salah satu metode dakwah yakni ceramah.

Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai oleh da’i untuk menyampaikan

ajaran (materi) dakwah Islam. kajian tentang metode Dakwah biasanya mengacu pada QS. 16 : 125.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.3(QS. An-Nahl [16]: 125)

(18)

macam metode, bergantung pada segi tinjauannya. Meskipun demikian, seluruh metode dakwah yang tidak boleh menyalahi ketetapan Allah sebagaiman tercantum dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125.

Salah satu klasifikasi metode dakwah diuraikan oleh Dr. Abdul Karim Zaidan, yang menyatakan bahwa penyampaian dakwah dilakukan dengan tiga cara, yakni komunikasi lisan dan tulisan, aksi atau amal dan keteladanan da’i.

Sementara itu, Dr. Mustofa Ya’kub menjelaskan metode dakwah dengan

menggunakan istilah pendekatan dakwah, yang terdiri atas beberapa pendekatan, yaitu pendekatan personal, pribadi, pendidikan, penawaran, misi, korespondensi, dan diskusi.4

Berdasarkan uraian diatas, metode lisan (oral) dalam berdakwah merupakan metode yang sangat melekat dalam aktivitas dakwah. Bagaimanapun, makna awal dari dakwah adalah mengajak, menyampaikan, menyeru. Pengertian tersebut mengacu pada aktivitas lisan, berbicara, berkomunikasi, dan meyampaikan pesan. Salah satu metode lisan (oral) yang populer adalah ceramah. Ceramah berarti pidato, berbicara di depan khalayak atau audiens yang banyak. Ceramah merupakan salah satu metode lisan dakwah yang banyak dipraktikan dalam masyarakat.

Selain karena dianggap paling murah dan sederhana, metode ceramah juga masih dianggap cukup potensial dalam meningkatkan pengetahuan dan daya pikir audeins. Dalam sejarah Islam pun banyak dijelaskan bahwa Nabi sering melakukan dakwah dan menyampaikan ajaran Islam dengan ceramah, baik ceramah dalam kelompok kecil dengan audiens yang terbatas, maupun ceramah atau pidato di depan massa jamaah umat Islam yang jumlahnya sangat banyak.5

4

Yusuf Zainal Abidin. Pengantar Retorika (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 127 5

(19)

Ceramah, pidato, atau khutbah merupakan bentuk kegiatan dakwah yang sangat sering dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan, khotbah jum’at merupakan kegiatan wajib saat melaksanakan shalat jum’at. Agar ceramah atau khotbah dapat berlangsung dengan baik, memikat, dan menyentuh akal hati para jamaah, pemahaman tentang retorika menjadi perkara penting. Dengan demikian, disamping penguasaan konsepsi Islam dan pengalamannya, keberhasilan dakwah juga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara sang mubaligh atau khatib dengan jamaah yang menjadi objek dakwah.

Di dalam melakukan kegiatan dakwah (ceramah) tentunya ada persiapan dalam berceramah. Yakni ada beberapa teknik persiapan ceramah dalam karyanya Moh Ali Aziz, dan juga didalam buku karya beliau juga mengutip dari buku Jalaluddin Rahmat. Berikut yang terdapat dalam bukunya.

1. Susunlah lebih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan bahan-bahannya. 2. Tulislah manuskrip dengan bahasa seakan-akan anda berbicara.

3. Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung. 4. Bacalah naskah itu berkali-kali sambil membayangkan pendengar.

5. Hafalkan sekadarnya sehingga anda dapat lebih sering melihat pendengar. 6. Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir luas.

Ceramah manuskrip memilki segi positif dan negatif. Segi positifnya antara lain: 1. Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat

dan pernyataan yang gamblang

2. Pernyataan dapat dihemat karena manuskrip dapat disusun kembali.

3. Kefasihan berbicara dapat dicapai karena kata-kata sudah dipilih dan dilatih pengucapannya.

(20)

5. Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak. Sedangkan segi negatif ceramah manuskrip adalah:

1. Komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung terhadap mereka.

2. Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku.

3. Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan pidato.

4. Pembuatannya lebih lama daripada sekadar menyiapkan garis-garis bersar (outline) saja.

Jika ceramah bersifat menghafal (memoriter) maka naskah yang telah ditulis dihafalkan kata demi kata. Ceramah memoriter memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan pada ceramah manuskrip juga dijumpai dalam ceramah ini. Akan tetapi kelemahannya antara lain dikatakan oleh Herbert V. Prochnow (1987:15) untuk mengahafalnya memakan waktu dan enerrgi. Terlalu banyak resikonya, apabila kita menggantungkan diri pada kekuatan daya hafal otak kita. Apabila pada suatu ketika, daya ingatan kita gagal memnuhi tugasnya kita akan tertinggal tanpa daya. Menghafal juga menimbulkan kesulitan dalam penyampaian. Menyajikan sesuatu yang kita hafal memerlukan keahlihan bermain sandiwara yang luar biasa.

(21)

Ceramah yang terbaik adalah dengan menggunakan catatan garis besar saja (ekstempore). Ini adalah ceramah yang paling populer dan banyak dipakai oleh ahli-ahli ceramah. Pembicara tidak mempersiapkan dan menyusun ceramah kata demi kata serta tidak perlu menghafal keseluruhan isi pidato, akan tetapi ia hanya menyusun outline (garis besar) dari isi ceramah yang akan disampaikan yang dianggap dapat mengorganisasi dan mensistemisasi keseluruhan pesan ceramah. Biasanya outline ini ditulis dalam catatan atau kertas kecil yang mudah di bawa. Mengapa catatan outline ini diperlukan? Tidak lain agar kita tidak tersesat, mengembara kian kemari, tidak mengikuti garis besar pembicaran yang akan kita sampaikan.

Keuntungan ekstempore ialah komunukasi pendengar yang lebih baik karena pembicara secara langsung kepada khalayak, pesan dapat fleksibel untuk dapat diubah sesuai dengan kebutuhan saat itu serta penyajiannya lebih spontan. Akan tetapi bagi pembicara yang belum ahli harus ekstra hati-hati. Sebab jika persiapannya tidak sungguh-sungguh maka ketika berbicara, bahasa ceramahnya jelek, kefasihan pengucapannya terhmbat karena kesukaran memilih kata yang segera, kemungkinan menyimpang dari outline, dan tentu saja tidak bisa dijadikan bahan penerbitan.

Dalam teknik penyampaian ceramah yakni juga ditulis dalam karyanya Moh Ali Aziz, ada beberapa teknik untuk membuka ceramah.

1. Langsung menyebutkan topik ceramah. 2. Melukiskan latar belakang masalah

3. Menghubungkan peristiwa yang sedang hangat.

4. Menghubungkan dengan periwtiwa yang sedang diperingati. 5. Menghubungkan dengan tempat atau lokasi ceramah.

(22)

7. Menghubungkan dengan sejarah masa lalu.

8. Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar dan memberikan pujian pada pendengar.

9. Pernyataan yang mengejutkan.

10.Mengajukan pertanyaan-pertanyaan provokatif.

11.Menyatakan kutipan, baik kitab suci atau yang lainnya. 12.Memceritakan pengalaman pribadi.

13.Mengisahkan cerita faktual ataupun fiktif. 14.Menyatakan teori

15.Memberikan humor.

Dalam penyampaian ceramah diperlukan alat-alat bantu seperti visual, dapat pula dikembangkan para penyajian dengan induktif dan deduktif. Cara induktif maksudnya cara menjelaskan sesuatu (pesan dakwah) melalui berfikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke arah hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan cara penyajian deduktif maksudnya cara mejelaskan materi dakwah yang dimulai dengan berfikir tentang hal-hal yang bersifat umum. Penyampaian ini sudah barang tentu harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis berdasarkan logika sebab akibat, kronologis ataupun tropikal dan seterusnya. 6

Namun dalam metode ceramah ada yang sangat penting dalam menyampaikan pesan dakwah yang anda lakukan, penyampaian akan lebih luar biasa. Setiap bagian yang disampaiakan haruslah bermakna, memberi dorongan, dan meneruskan antusiasme anda pada pendengar. Tidak berarti bahwa pada setiap bagian harus anda ungkapkan secara agresif. Anda hanya dituntut menggunakan infleksi atau modulasi dan penekanan yang sesuai dengan apa yang akan anda katakan dan efek yang anda harapkan.7

6

Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h.363 7

(23)

B. Urgensi Intonasi Dalam Ceramah

Intonasi suara terbaik ketika anda berbicara dengan orang lain adalah, intonasi yang berada di nada menengah tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Apabila nada suara anda terlalu tinggi, orang lain mungkin akan mengira anda adalah orang tempramental. Sedangkan apabila suara anda terlalu rendah, orang akan mengira bahwa anda adalah orang yang kurang tegas dan penuh pertimbangan. Dalam berpidato, anda harus bisa menggunakan intonasi suara yang bervariasi. Jangan sampai pidato anda terkesan monoton tanpa adanya variasi intonasi. Kecepatan penggunaan intonasi sangat diperlukan.8

Pengertian dari aksentuasi (penekanan) adalah, bagaimana cara anda berbicara dan menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Berikanlah penekanan-penekanan pada kalimat-kalimat yang anda anggap penting. Melalui aksentuasi tersebut pendengar akan memperoleh kesan tersendiri terhadap materi yang disampaikan.9 Dalam berpidato, pelafalan huruf atau kata ini sangat penting. Ada banyak kasus yang terjadi pada beberapa orang yang memiliki kebiasaan berbicara cepat di depan umum, yaitu ada beberapa huruf yang hilang di dalam kalimat. Jika hal tersebut dibiarkan saja, tentunya akan sangat mengganggu orang lain yang mendengarnya. Penekanan ini bisa diasah dengan belajar mengucapkan huruf vokal (a,i,u,e,o) berkali-kali.

Di samping itu, belajarlah untuk bersabar dalam menyampaikan sesuatu. Sampaikan ide dan gagasan atau pidato anda dengan suara yang lantang tetapi jelas agar orang lain bisa memahami apa yang anda sampaikan. Artikulasi yang tepat adalah masalah bagaimana cara membuat nada dari suatu dialek sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti oleh orang yang mendengarkannya. Cara Pengucapan merupakan masalah pengucapan nada kata-kata dengan baik dengan tekanan pada aturan yang secara umum dapat diterima dalam suatu dialek.

8

(24)

Seseorang mungkin bisa mengartikulasikan kata-kata dengan baik tetapi masih salah mengucapkannya.

Perbedaan pengucapan terletak pada tekanan atau jumlah suku kata. Intonasi mengandung arti ketepatan suatu nada (pitch). Bunyi nada yang tepat akan menghasilkan suara jernih, nyaring, dan enak didengar. Untuk mendapatkan intonasi yang baik, coba nyanyikan nada-nada berikut secara berulang Berbeda dengan nada, intonasi dalam bahasa indonesia sangat berperan dalam perbedaan maksud kalimat.10

Ada beberapa unsur-unsur dalam intonasi :

1. Pitch

Pitch ini selalu berhubungan dengan nada tingi dan nada rendah yang sering anda gunakan ketika anda sedang menyampaikan pesan, ide atau gagasan. Anda harus bisa membedakan pitch ketika menyampaikan pesan gembira dengan berita duka. Kesalahan dalam memilih pitch ini bisa berakibat fatal.11 Pitch adalah suatu persepsi perubahan gelombang suara seperti nada dalam skala musikal. Pitch dalam suara selagi berbicara tidak boleh terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, tetapi enak digunakan, dan setiap pembicara harus mempelajari berbagai variasi dalam pitch untuk menghasilkan yang terbaik. Ada beberapa pengertian tentang Pitch dari berbagai tokoh:

a. Jalaluddin Rakhmat (2012: 82), mengatakan Pitch adalah “jumlah gelombang yang dihasilkan sumber energi”.

b. Gentasri Anwar (1995: 87), Pitch adalah “dalam pengertian musik, pitch disebut dengan tangga nada”.

10

Masnur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Bumi Aksara 2013), h. 115 11

(25)

c. Charles Bonar Sirait (2010: 112), Pitch adalah “tinggi nada dikendalikan dari ketebalan atau kekentalan pita suara dan seberapa cepat kemampuan vibrasi/ getaran dilakukan”.

d. Ahmad HP (2012: 34), Pitch adalah “nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi”.

e. Amran Halim (1963: 38), Pitch adalah “tinggi nada merupakan korelat auditoris kekerapan fundamental getaran pita suara, yang dapat ditandai dengan “siklus per detik” atau

Hertz (Hz)”.

f. ...(2004: 57), Pitch adalah “ yang tidak mutlak menjadi bagian dari lagu intonasi”.

g. Robert Ladd (2008: 6) Pitch adalah “just given have two orthogonal and independently variable aspects, we might refer”.

h. ... (1982:30), Pitch adalah “getaran udara, dan makin tinggi frekwensi getaran itu (lazimnya dihitung per detik), makin tinggi nada bunyi.

i. Masnur Muslich (2013: 61), Pitch adalah “ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan”.

j. Dale Carnegie (154), Pitch adalah “nada suara dari tinggi ke rendah”.

k. Davit Pranata (2015), Pitch adalah “merupakan tinggi rendah nada dari suara anda”. l. Steven A Beebe (1991: 237), Pitch adalah “ how higt or low your voice sounds”. m. Ronald Wardhaugh (1972: 19), Pitch adalah “how hight or low the voice”.

n. Paul E Nelso ( 2007: 150), Pitch adalah “the highness or lowness of a speaker’s voice, its upword and downward inflection, the melody produced by the voice”.

(26)

diinterprtesikan sebagai ironi atau sarkesme. Seseorang dapat mengharmonisasikan banyak hal dengan keterampilan memanfaatkan perubahan pitch seperti huruf hidup “oh” atau “eee.”

Anda dapat melakukan percobaan dengan penggunaan variasi pitch sebagai yang di ucapnya memberikan kesan emosi dan arti yang berlainan dengan “alangkah bagusnya,” “saya tidak percaya padamu,” “biasa-biasa saja,” atau “sangat menjijikkan.”12 Tinggi nada dikendalikan dari ketebalan atau kekentalan pita suara dan seberapa cepat kemampuan vibrasi/getaran dilakukan. Sebuah suara dapat diukur derajat ketinggian dan kerendahan lengkingannya. Secara sistemik saraf otak akan mengatur suara kita berangkat dari titik lengkingan nada tertentu. Ini semua dipengaruhi oleh emosi, suasana hati, lingkungan, kenyamanan, serta maksut dan tujuan berbicara. Pembicara yang baik memiliki kemampuan untuk melakukan variasi lengkingan suara yang tergantung pada emosi serta keyakinan diri. Umumnya, suara lengkingan wanita lebih tinggi dibandingkan pria karena pita suara wanita lebih panjang.

Tinggi nada dikendalikan dari ketebalan atau kekentalan pita suara dan seberapa cepat kemampuan vibrasi/getaran dilakukan. Sebuah suara dapat diukur derajat ketinggian dan kerendahan lengkingannya.

Secara sistemik saraf otak akan mengatur suara kita berangkat dari titik lengkingan nada tertentu. Ini semua dipengaruhi oleh emosi, suasana hati, lingkungan, kenyamanan, serta maksut dan tujuan berbicara. Pembicara yang baik memiliki kemampuan untuk melakukan variasi lengkingan suara yang tergantung pada emosi serta keyakinan diri. Umumnya, suara lengkingan wanita lebih tinggi dibandingkan pria karena pita suara wanita lebih panjang.13

Pitch ini selalu berhubungan dengan nada tinggi dan rendah yang sering anda gunakan ketika anda menyampaikan pesan, ide atau gagasan, anda harus bisa membedakan pitch

12

Ernest G. Bormann Retorika Suatu Pendekatan Terpadu,(Jakarta: Erlangga,1989), h. 65

13

(27)

ketika menyampaikan pesan gembira dengan berita duka. Kesalahan dalam memilih pitch ini bisa berakibat fatal.14

2. Pause ( Jeda )

Hal berikutnya yang anda perhatikan dalam berbicara dalam pemberian jeda (pause) di beberapa tempat. Jangan pernah anda meremehkan pemberian jeda tersebut, karena selain memberikan waktu kepada orang lain untuk memahami dan mencerna apa yang anda sampaikan selanjutnya. Selain itu, anda juga bisa memamfaatkan jeda tersebut sebagai sarana untuk mengatur pernafasan dan melepaskan rasa grogi anda.15

Jeda (pause) dapat dianggap sebagai bagian dari kecepatan (rate), tetapi perhentian ini memainkan peranan penting dalam komunikasi nonverbal.

Mungkin aspek terpenting dari jeda adalah fungsinya sebagai pungtuasi lisan. Pianis komedi Victor Borge mempunyai kebiasaan bersifat komedi di mana ia mengisi bunyi-bunyi yang agak asing dan aneh seperti siulan, dengkingan, ketukan, sebagai ganti tanda pencetusan yang bermacam-macam. Hasilnya merupakan contoh yang menyenangkan tentang fakta bahwa pesan lisan atau tertulis perlu diberi pungtuasi secara tepat agar maknanya sampai dengan berhasil.

Umumnya jeda yang singkat berguna untuk titik pemisah, sebagai pemisah suatu kesatuan pikiran atau modifikasi ide, seperti fungsi koma dalam penulisan. Jeda panjang biasanya berguna untuk memisahkan pemikiran yang lengkap seperti kalimat, tanda tanya, tanda seru dalam sebuah kalimat dalam tulisan.

3. Rate

14

Kholifatul Adha, Public Speaking (Yogyakarta: Notebook, 2014), h.83 15

(28)

Anda juga harus memperhatikan kecepatan anda dalam berbicara. Perlu diketahui, berbicara tertalu lambat bisa membuat orang yang mendengarkannya merasa bosan dan mengantuk. Berbicara terlalu cepat membuat orang kesulitan memahami apa yang anda sampaikan. Berbicaralah dengan kecepatan yang sedang setidaknya apa yang anda sampaikan bisa dimengerti oleh orang lain.16 Kecepatan seseorang mengucapkan suku kata dan kata-kata disebut kecepatan (rate) berbicara. Kecepatan merupakan dimensi utama ketiga sehubungan dengan komunikasi nonverbal. Rate yang cepat biasanya berkaitan dengan kegairahan, bahaya, keperluan akan suatu tindakan yang mendadak. Rate yang lambat mengartikan ketenangan, kelelahan, sakit, atau penghentian. Rate dalam berbicara cenderung bervariasi tergantung pada dari mana si pembicara berasal dan juga tergantung pada aksen bebicara seseorang.

Dalam banyak hal, variasi kecepatan, seperti juga variasi pitch dan kerasnya pengucapan, berfungsi sebagai penekan dalam ceramah.17 Cepat atau lambatnya bicara ditentukan dari seberapa cepat atau seberapa lambat seorang presenter ingin menyelesaikan sebuah kalimat. Jika sebuah kalimat yang sama dibaca oleh dua orang, mungkin saja waktu untuk menyelesaikan kalimat itu berbeda. Tergantung kepada keputusan seorang, apakah ia ingin mengulur waktu justru menyelesaikannya secepat mungkin.

Seratus sampai 150 kata adalah ukuran yang ideal untuk durasi bicara selama satu menit. Jumlah kata ini berbeda-beda pada setiap pembicara. Namun, jumlah katan-nya berkisar antara rentang itu. Seorang pembicara yang sudah mahir dapat melakukan variasi kecepatan bicara dengan tujuan menunjukan kejolak emosi dalam dirinya serta penegasan point-point penting dari ceramahnya.18

16

Kholifatul Adha Public speaking, h. 80 17

Ernest G Borman Retorika Suatu Pendekatan Terpadu, h. 66 18

(29)

Tempo berbicara yang ideal adalah tempo yang tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat. Tempo sedang dapat dikatakan baik, namun seorang pembicara mengahadapi waktu yang terbatas atau keadaan memaksa ia harus dapat menyelesaikan presentasinya dengan cepat. Layaknya mobil sport, menginjak pedal gas untuk menambah kecepatan adalah solusinya. Sebaliknya, kalau ia diminta untuk memperlambat acara, hal ini justru cenderung susah dilakukan karena apabila diumpamakan, manusia terbiasa melangkah maju bukannya mundur. Hal ini terjadi pula pada cara berbicara manusia yang cenderung lebih mudah berbicara cepat daripada lambat.

Setiap orang punya alasan sendiri yang menyebabkan ia berbiacara terlalu cepat. Alasan itu bisa karena ingin segera menyelesaikan presentasinya secepat mungkin atau justru karena ada pihak tertentu yang menginginkan ia berbicara tidak terlalu lama. Beberapa alasan ini saya temukan dalam pengalaman saya saat berbicara untuk mengakhiri sebuah pidato. Improvisasi Kecepatan Berbiacara

Beberapa tips untuk melatih kecepatan berbicara bisa dilakukan dengan:

1. Mengikuti speech Contest dalam komunitas publik speaking di wilayah anda. 2. Merekam beberapa penampilan presentasi anda dengan video.

3. Menyaksikan kembali hasil rekaman video penampilan anda.

4. Meminta seseorang professional coach (mentor) untuk mengamati presentasi anda lalu memberi saran mengenai presentasi tersebut sehubungan dengan aspek-aspek bicara yang masih kurang dan yang perlu mendapatkan lebih banyak perhatian.

(30)

6. Ambil sebuah artikel di koran atau majalah. Hitung jumlah kata (karakter)-nya antara 130 sampai 150 kata karena jumlah itu adalah kecepatan rata-rata seseorang membaca dalam tempo sedang dalam satu menit. Kemudian cobalah membaca artikel tersebut dan hitunglah beberapa kata yang dapat anda baca dalam waktu satu menit dengan menggunakan pembatas waktu (stopwatch). Evaluasi latihan anda.

4. Volume Suara

Telinga menerima perubahan tekanan udara dalam gelombang suara sebagai perubahan kerasnya suara. Tingkat kerasnya suara memiliki satu fungsi mendasar dan vital dalam komunikasi. Pesan harus mengandung kekuatan suara yang cukup agar dapat sampai pada saluran menuju penerima yang dimaksud sehingga pesan dapat diterima dan dimengerti (dikodekan).

Di samping tuntutan minimum dalam mengkodekan, perubahan kerasnya suara menghasilkan teknik komunikasi nonverbal lainnya. Variasi keras lembutnya ucapan menambah tekanan dengan menonjolkan ide tertentu dalam pesan yang disampaikan. Seseorang pembicara dapat menekankan sesuatu yang penting dalam pesannya dengan lebih memperkeras atau memperlembut ucapannya daripada tingkat suara yang wajar. Kadang-kadang kita lupa bahwa berbicara sejenak pada tingkat kekerasan tertentu dan tiba-tiba dapat menurunkan suara serta mengatakan kata-kata penting secara lembut dapat memberikan tekanan yang kuatnya sama dengan menaikinya ucapan yang tiba-tiba itu.

saat anada membaca naskah presentasi atau naskah pidato. Cobalah untuk melatih kata-kata mana yang anda rasakan tepat untuk ditambahkan atau kurangkan volume suaranya.

Latihan 1

Dengan bisikan keras ucapkanlah:

(31)

Dengan suara lembut ucapkanlah:

Minggu lalu saya pergi ke Amerika dengan pesawat terbang Nasional.

Super kencang dan lantang ucapkanlah:

Minggu lalu saya pergi ke Amerika dengan pesawat terbang Nasional.

Anda akan mulai merasakan betapa berbedanya setiap kalimat bagi anda dengan jenis volume yang berlainan.

C. Penelitian Terdahulu

1. Mochammad Mochtadin, 2013: Gaya Retorika Dakwah Khatib Jum’at KH. Syaid Dan Prof. Dr. Ali Aziz, M,Ag Di Masjid Agung Sunan Ampel.

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana gaya retorika dakwah KH. Umar Syaid dan bagaimana gaya retorika Prof. Dr. H. Moh Ali Aziz, M.Ag. Dengan penelitian yang saya dapat dari skripsi ini menemukan bahwa mengetahui gaya Retorika kedua Tokoh Da’I yang berbeda. Namun jika di kombinasikan dengan penelitian saya lebih

mengerucut ke ranah Intonasi, karena Intomasi juga merupakan bentuk substansi ilmu yang terpenting dalam berdakwah dengan teknik ceramah. Jadi dua tokoh yang diteliti gaya retorikanya masing-masing mempunyai gaya yang berbeda. Di penelitian kami akan meneliti satu tokoh yakni bukan meneliti gaya retorikanya namun meneliti unsur terpenting dalam retotika yakni Intonasi.

2. Tutik Wasi’atul Mamlu’ah, NIM. B01210032, 2014.

Gaya Retorika Dakwah Nyai Hj. Ainur Rohmah (Wonocolo Surabaya)

(32)

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana gaya bahasa, Irama suara, gerak-gerik tubuh Nyai Hj. Ainur Rohmah dan bagaimana respon mad’u terhadap gaya retorika dakwah Nyai Hj. Ainur Rohmah (Wonocolo Surabaya). Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan analisis induktif yang bersifat deskriptif kualitatif. Dalam menganalisis gaya retorika dakwah Nyai Hj. Ainur Rohmah (Wonocolo Surabaya). Sesuai dengan masalah tersebut, data yang digunakan berupa pengamatan dan wawancara yang telah di rekam selanjutnya ditranskrip dari Informan yang telah ditentukan.

Penelitian ini disimpulkan gaya retorika dakwah yang digunakan oleh Nyai Hj. Ainur Rohmah adalah merupakan gaya karakteristik beliau dalam menyampaikan materi dakwahnya. Gaya bahasa yang digunakan beliau kondisional, tergantung dimana beliau berceramah, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, jawa yang digunakan bukan jawa Inggil tetapi jawa yang sederhana yang mudah dipahami, bahasanya juga berdasarkan nada. Gaya irama suara Rate dan Rhytm tergolong sedang sederhana, beliau tahu kapan suara harus rendah dan kapan harus suara tinggi.

(33)
(34)
(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode peneltian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu, cara ilmyah , data tujuan kegunaan. Dan data yang diperoleh melalui penelitian adalah data yang empiris dab harus valid.1

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Dengan pertimbangan bahwa penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.2

Dengan demikian maka dalam penelitian ini digunakan suatu metode kualitatif pada judul “ Intonasi Ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal”

Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan data-datayang diperoleh, baik berupa gambar maupun kata-kata. Penelitian kualitatif ini menekankan pada cara berfikir yang lebih mendalam dan bertitik tolak pada fenomena sosial atau paradigma fakta sosial. Jenis penelitian ini lebih peka dan dapat menyesuaikan dengan metode kualitatif.3

Sedangkan dalam bukunya Lexy J. Moleong. Penelitian kualitatif menekankan pada cara berfikir yang lebih mendalam yang bertitik tolak pada fenomena sosial atau paradigma

1

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2009), h.2 2

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Edisi 1, Cet. 3 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h.5 3

(36)

sosial. Dan jenis penelitian ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak pinjaman bersama serta terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.4

Metode deskriptif menurut Suharsimi Arikunto, merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala yang ada menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini hanyalah memaparkan situasi dan peristiwa yang terjadi, tidak mencari atau menyelesaikan hubungan tidak hipotesis atau membuat prediksi.5

Dalam penelitian ini, menggunakan jenis metode penelitian deskriptif kualitatif. Karena penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat fleksibel, dapat menjelaskan sekaligus menganalisa obyek tertentu yang akan diteliti. Dengan sifat penelitian yang bertujuan untuk menjabarkan secara analitik suatu obyek penelitian secara menyeluruh, maka penelitian akan lebih memuaskan.

Sebagaimana dikatakan oleh Burhan Bungin dalam bukunya “Metode Penelitian

Kualitatif” bahwa penelitian kualitatif bersifat luwes tidak terlalu rinci, tidak lazim

mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta lebih mendasar, menarik dan unik di lapangan.6

Dengan mendeskripsikan data secara mendalam, maka diharapkan suatu fenomena sosial tertentu, nantinya dapat menjelaskan, menerangkan serta menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Disamping itu juga diharapkan nantinya penelitian itu dapat membentuk teori baru atau memperkuat teoriyanga ada.7

4

Lexy J. Moleong, Penelitian Kualitatif ,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), h.5 5

Suharsimi Arikunto, Procedur Peneletian,( Jakarta: Rhineka Cipta, 1998), h. 309 6

Burhan Bungin, Metode Penelitinan Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2001), h. 39 7

(37)

B. Subyek atau Objek Penelitian

Pada kesempatan kali ini, akan diteliti seorang da’i yang menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berbeda-beda dalam dakwahnya, baik dilingkungan masyrakat biasa maupun dikalangan masyrakat tingkat menengah keatas. Ia adalah KH. Achmad Sholeh Sahal. Di dalam penelitian ini tidak dapat disebutkan wilayah penelitiannya, karena beliau dalam berceramah selalu di tempat yang berbeda-beda sehingga penelitian hanya mampu membatasi pada Biografi KH. Achmad Sholeh Sahal.

C. Tahap-Tahap penelitian

Dalam penelitian kualitatif, terdapat beberapa tahap penelitian, menurut Bodgan dan Taylor yang di kutip Lexy J. Moleong, ada 3 tahap penelitian, yaitu:

1. Tahap pra lapangan 2. Tahap pekerjaan lapangan 3. Tahap analisis data.8

1) Tahap pra lapangan

Tahap pra lapangan merupakan tahap penjajakan penelitian lapangan dalam suatu penelitian. Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu:

a. Memilih lapangan penelitian

Cara terbaik yang harus di tempuh dalam penentuan lapangan penelitian adalah jalan subtantif, yaitu mengamati dan menjajaki lapangan tentang fenomena sosial yang ada, terlebih jika ada sesuatu yang menarik untuk diteliti. Selian itu keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

8

(38)

Atas pertimbangan itu peneliti memilih da’i KH. Achmad Sholeh Sahal, sebagai obyek penelitian. Dalam hal ini difokuskan pada Intonasi penyampaian ceramahnya yaitu mulai dari unsur pitch, pause, rate, volume KH. Achmad Sholeh Sahal, tetapi sebelumnya mengadakan konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa orang yang mengenal beliau, orang-orang dekat dan obyek penelitian sendiri yaitu KH. Achmad Sholeh sahal, tentang kegiatan dakwahnya selama ini. Dalam konsultasi itu beliau mengemukakan bahwa selama ini sudah ada yang meneliti beliau dari segi kesuksesannya namun yang diteliti saat ini yakni Intonasi dalam ceramahnya KH. Achmad Sholeh Sahal.

Ketika saat akan menemui KH. Achmad Sholeh Sahal, tentu sebelumnya peneliti sering berkomunikasi dengannya, karena objek yang diteliti juga guru ngaji setiap harinya. Pada saat itu peneliti memulai dengan pertanyaan dengan pengalaman beliau sejak menjadi mubaligh. Dan berujung cerita.

Selain itu lokasi penelitian yang terletak sangat dekat tempat tinggal peneliti, dan juga beliau adalah guru ngaji peneliti. Disamping memudahkan untuk mengadakan pengamatan juga lebih muda untuk berkomunikasi secara langsung dengan informan-informan baik da’i selaku obyek penelitian maupun mad’unya.

a. Menyusun rancangan penelitian

Rancangan penelitian atau disebut sebagai usulan penelitian dimulai dengan pengajuan judul yang dilanjutkan dengan pengajuan judul penelitian yang berisi tentang judul penelitian, fenomena sosial atau gambaran obyek penelitian dan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini atau disebut juga sebagai rumusan masalah.

(39)

b. Menjajaki dan menilai lapangan

Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum tentang proses dakwah, yaitu bagaimana Intonasi dalam menyampaikan ceramahnya kepada mad’u sehingga dapat mempersiapkan diri, baik fisik maupun mental, serta menyiapkan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan selama penelitian berlangsung, seperti buku, bolpoin, dll.

c. Memilih dan memanfaatkan informan

Untuk memperoleh informan tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian, maka di butuhkan beberapa informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan latar penelitian. Dalam suatu penelitian informan sangatlah penting, maka dalam memilih dan menentukan informan diperlukan beberapa kriteria yang dikemukakan dalam memilih dan menentukan informan, guna mendapat data yang diinginkan dan sesuai, yaitu:

1. Mereka yang telah menjadi mad’u KH. Achmad Sholeh Sahal.

Yang telah menjadi mad’u sebenarnya banyak, namun peneliti menanyakan kepada santrinya saja, yakni yang bernma Muhammad Sahri. Pada jam mengajar peneliti menanyakan, bagaimana ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal, setelah anda mendengar. Pada saat itu kejadian pada tanggal 3 November 2015.

2. Orang-orang yang kenal dengan beliau. Namun peneliti membatasi walaupun banyak yang kenal KH. Achmad Sholeh Sahal, tetapi peneliti mengambil informan yang memang dekat dengan beliau, yaitu aba Huzni. Hampir setiap hari peneliti bertemu dengan beliau, oleh karnanya peneliti sambil bertanya dan juga pada saat bercanda. Berdasarkan persyratan yang dikemukakan diatas, maka dipilih informan yang dipandang mampu untuk dijadikan sumber data dalam penelitian ini, yaitu:

(40)

2. Abdullah Zahir putra dari KH. Achmad Sholeh sahal. 3. Muhammad Sahri, Rozi Ilhamsyah, ( santri).

d. Menyiapkan perlengkapan penelitian

Persiapan perlengkapan tidak hanya bertumpu pada perlengkapan fisik dan mental, tetapi segala macam perlengkapan lainnya yang diperlukan selama penelitian berlangsung seperti: surat perizinan alat-alat tulis, buku.

e. Persoalan etika penelitian

Etika dalam penelitian sangatlah penting, karena untuk berlangsungnya proses komunikasi. Dalam menghadapi persoalan etika, peneltian berusaha diri baik secara fisik maupun psikologi dan mental untuk memahami norma-norma atau peraturan dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat setempat.

Disetiap peneliti akan bertanya-tanya, peneliti selalu membuar jani, kadang peneliti menelpon objek yang akan diteliti. Di sela-sela pasca bertanya-tanya KH. Achmad Sholeh Sahal selalu minta untuk dipijat, tentunya dengan semangat peneliti selalu memijat sambil bercerita tentang pengalaman menjadi mubaligh terkenal.

2). Tahap pekerjaan lapangan

a. Tahap pekerjaan lapangan ini dibagi atas 3 bagian, yaitu:

Dalam memasuki pekerjaan lapangan ini, selain mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental serta persoalan etika juga harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan data.

(41)

Berawal dari sinilah peneliti mencoba untuk menggali informasi tentang Intonasi dalam penyampaian ceramahnya KH. Achmad Sholeh Sahal.

b. Memasuki lapangan

Ketika memasuki lapangan harus menjalani hubungan yang akrab dengan obyek penelitian. Terutama dalam penggunaan bahasa yang baik, akrab dan kadang kadang diselah-selah ketika seusai ngaji.

c. Berperan serta sambil mengumpulkan data

Dalam mengumpulkan data dilapangan, data-data yang diperoleh harus dicatat ke dalam catatan lapangan (field notes) yang sudah dipersiapkan, baik data yang diperoleh dari wawancara atau pengamatan atau ketika menyaksikan kejadian-kejadian tertentu.

Dalam kejadian berperan serta sambil mengumpulkan data ini, tidak hanya semua diikuti, hanya pada wilayah-wilayah tertentu yang diangap sangat relevan dan tepat, dengan kepentingan penelitian ini mengingat keterbatasan waktu, tenaga serta biaya yang dimiliki.

3). Tahap analisis data

Tahap analisis data merupakan proses penyusunan data, agar dapat ditafsirkan dan diketahui maknanya dapat pula dikatakan bahwa analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menngurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan teori hipotesisnya seperti yang ada dalam data.

Analisis data kualitatif pada dasarnya terletak pada penulisan dan apa yang dipahami dari permasalahan yang terjadi fokus penelitian. Dari sinilah dapat melahirkan kesimpulan akhir penelitian yang menyeluruh dan mendalam.

(42)

Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini adalah menggunakan uji kredibilitas dengan model trianggulasi. Triangulasi data mengacu pada upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda, dengan cara berbeda, untuk memperoleh kejelasan mengenai suatu hal tertentu. Dari sumber berbeda dapat mengolaborasi dan memperkaya penelitian, dan dengan memperoleh sumber data yang berbeda, penelitian dapat menguatkan derajat manfaat studi pada setting berbeda pula. Teknik pengumpulan data trianggulasi dengan bentuk seperti gambar dibawah ini:

Wawancara Observasi

Dokumentasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dan dari luar data itu. Maksudnya yaitu untuk kepercayaan pengecejan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Peneliti mempelajari kembali data yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, setrlah dilakukan uji kredibilitas data, peneliti mendapatkan data yang sesuai dengan serasi antara hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi.

D. Jenis dan Sumber Data

(43)

adalah kata-kata tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.9

Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini ada 2 yaitu 1. Sumber data primer

a. Da’i yang menjadi sasaran penelitian, yaitu KH. Achmad Sholeh Sahal. b. Para mad’u yang mengikuti kegiatan ceramah beliau.

c. Orang-orang disekelilingnya, baik keluarga kerabat, atau santri-santrinya. 2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder dalam peneletian dapat berupa dokumen-dokumen yang dipadati setiap melakukan penelitian terhadap sasaran penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada pengumpulan data pelaksanaan penelitian ini, akan digunakan beberapa teknik, antara lain:

1. Observasi terlibat (partisipant observation)

Pada observasi terlibat ini diharapkan agar peneliti dapat langsung mengamati serta mencatat gejala-gejala yang terjadi terhadap objek penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian, observasi merupakan teknik pengumpulan data yang validitas datanya dijamin. Sebab observasi amat kecil kemungkinan responden manipulasi jawaban atau tindakan selama kurun waktu penelitian.10

Sebagaimana dikatakan oleh Suharsimi Arikunto “Mengamati” adalah menetapkan

kejadian, gerak atau proses.11 Mengamati bukanlah pekerjaan yang mudah, karena manusia

9

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandaung: Remaja Rosdakarya, 1998), h. 112 10

Nur Syam, Metode Penelitian Dakwah, Sketsa Pemikiran dan Pengembangan Dakwah , (Solo: Ramadhani, 1990), h. 108

11

(44)

banyak dipengaruhi oleh mental dalam kecenderungan yang ada padanya. Padahal hasil pengamatan harus sama, walaupun dilakukan oleh beberapa orang dengan kata lain pengamatan harus obyektif.

Pada teknik ini, peneliti mengamati langsung sekaligus berbaur dengan mad’u lain. Penelitian ini di mulai pada tanggal 20 November 2015.

2. Wawancara mendalam (In-depth Interview).

Penggunaan metodei Interview Metode Interview digunakan oleh penelitian untuk menumpulkan data yang dilakukan melalui wawancara atau tatap muka secara langsung.12

Interview atau wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas atau Interview bebas. Hal ini dimaksudkan agar Interview yang akan diajukan oleh obyek secara benar dan tidak buat-buat atau mengada-ngada.

3. Dokumenter

Dokumenter adalah merupakan data yang berupa data sekunder (data yang sudah dikumpulkan orang lain) yang berupah catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda dan sebagainya.13 Dokumen merupakan benda-benda mati yang seandainya terdapat kesalahan atau kekurang jelasan, maka dilihat lagi isinya.

Pada teknik ini, tinggal mentranfer bahan-bahan tertulis pada lembaran-lembaran atau isian yang telah disiapkan untuk itu, dan merekam apa adanya, seperti dat biografi obyek penelitian, dengan cara meminta catatan kepada beliau langsung, kemudian pengambilan gambar (foto) pada saat mengikuti ceramahnya dan merekam isi ceramahnya pada saat itu pula.

12

Nur Syam, Metode Penelitian Dakwah, Sketsa Pemikiran dan Pengembangan Dakwah, (Solo: Ramadhani, 1990), h. 105

13

(45)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data kedalam pola, kategori disatukan dengan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hipotesis kerjanya seperti yang dirasakan.14

Analisis data pada penelitian kualitatif dilapangan, proses analisis data diperoleh dari penelaahan seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, dokumenter, catatan lapangan dan sebagainya. Kemudian diadakan pengolahan data untuk mengadakan analisis yang lebih intensif.

Adapun langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan dedukasi data yang dilakukan membuat abstraksi, abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada didalamnya.

2. Penyajian data, yaitu analisis yang memerlukan pandangan yang luas serta kesadaran akan pentingnya arti pengembangan dan pendayagunaan hasil temuan.

3. Menarik kesimpulan dan verifikasi menyatu dalam kegiatan yang merupakan siklus reduksi, penyajian data, penarik kesimpulan.

Dengan melalui langkah-langkah tersebut diatas diharapkan penelitian ini dapat memberikan bobot tersendiri terhadap hasil penelitian yang disajikan.

Adapun didalam penelitian ini, cenderung dipilih teknik deskriptif kualitatif, karena teksnis deskriptif ini merupakan teknik yang dapat digunakan untuk menggambarkan

14

(46)

kejadian-kejadian yang terjadi disaat peneliti menganalisis kejadian-kejadian tersebut, dan juga dapat dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian itu dilakukan.15

Sebagaimana dikatakan oleh Burhan Bungin, dalam bukunya “Metode Peneltian

Kualitatif” bahwa teknik analisis deskriptif adalah teknik yang digunakan untuk menggambarkan kejadian-kejadian yeng terjadi disaat peneltiti menganalisa kejadian teresebut dan dilakukan secara terus menerus sepanjang peneltian itu dilakukan. Barney G. Galaser dan Anselm L, Strouss mengemukakan beberapa tahap analisis dengan menggunakan teknik deskriptif, yaitu tahap menggambarkan kejadian yang dapat diterapkan pada tiap penelitian itu dilakukan. Barney G. Galaser dan Anslem L, Strouss mengemukakan beberapa tahap analisis dengan menggunakan teknik deskriptif yaitu tahap menggambarkan kejadian yang dapat diterapkan pada tiap kategori, tahap memadukan kategori-kategori serta ciri-cirinya, tahap membatasi lingkup teori dan tahap menulis teori.

G. Informan

Dalam informan, sebenarnya ada banyak sumber yang dapat digali lebih dalam. Tetapi akan diambil beberapa saja, diantaranya:

1. KH. Achmad Sholeh Sahal, selaku sasaran penelitian dan juga pengasuh PAQ KH. Sarbuyan. Beliau akan memberikan informasi-informasi pada peneltian ini.

2. Mad’u, orang yang mendengarkan ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal.

3. Rozi Ilhamsyah, Muhammad Sahri, Mustofa Shodiq (selaku santri dan putra ketiga dari KH. Achmad Sholeh Sahal).

4. Dan orang-orang yang tidak bisa disebut nama dan gelarnya.

15

(47)

H. Teknik Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan ini sangat diperlukan untuk menetapkan keabsahan data. Pelaksanaan teknik pemeriksaan ini didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu, yaitu: Salah satu kriteria yang berusaha akan dijelaskan dan dipenuhi adalah kriteria yang sangat penting, yaitu kriteria Credibility (derajat kepercayaan). Adapun fungsi dari kriteria ini adalah untuk menunjukan derajat kepercayaan dan hasil-hasil penemuan data yang akan diperoleh. Teknik-teknik pemeriksaan data ini mempunyai kriteria derajat kepercayaan, yaitu: pertama kepanjangan keikutsertaan. Sebagaimana dijelaskan, bahwa instrumen penelitian kualitatif adalah dari penulis itu sendiri. Keikutsertaan penulis sangat menentukan dalam pengumpulan data dan tidak hanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkatm akan tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan penelitian pada latar belakang penelitian.

Perpanjangan keikutssertaan juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan penulis terhadap penelitian yang membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi bila terjadi Distori (pemutar balikan fakta atau penyimpangan). Dan perpanjangan itu juga untuk membentuk kepercayaan dari penulis sendiri.16

Adapun wujud dari perpanjangan keikutsertaan ini adalah adanya perpanjangan pengamatan yang dimulai pada awal september sampai Oktober. Untuk memperoleh derajat kepercayaan, diusahakan menggali data dan para informan dengan bersungguh-sungguh, sehingga didapatkan data-data yang diperlukan sejawat melalui diskusi dilakukan dengan cara mengespos hasil yang diperoleh sementara atau di hasil untuk akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi, analitik dengan teman-teman sejawatnya.

Tujuannya, yaitu agar penulis dapat mempertahankan sikap keterbukaan dan kejujuran. Pada tahap ini biasanya penelitian akan dapat dilihat untuk memperoleh porsi

16

(48)

(49)

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Setting Penelitian

1. Biografi, KH. Achmad Sholeh Sahal

Beliau adalah pria yang lahir di Surabaya pada tanggal 15 Maret tahun 1965, beliau adalah putra KH. Sarbuyan dan Nyai Hj. Halima, dan juga KH. Achmad Sholeh Sahal adalah putra ke- 5, saudaranya berjumlah 9 orang. Dari keluarga KH. Sarbuyan bertempat tinggal di Nyamplungan Gang 10, kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir Surabaya. Begitu juga KH. Achmad Sholeh Sahal juga bertempat tinggal di Nyamplungan Gang 10 Surabaya. Ayahnya KH. Acmad Sholeh Sahal atau KH. Sarbuyan adalah seorang Ulama di Surabaya Utara, yakni di daerah Ampel tersebut, beliau sudah wafat pada tahun (1984).

KH.Achmad Sholeh Sahal merupakan suatu sosok Mubaligh di Jawa Timur khususnya Surabaya, beliau sekarang menjadi wakil Syuriah PCNU Surabaya, dan juga pengasuh Pesantren Al-Qur’an KH. Sarbuyan. Selain sebagai pengasuh pengalaman beliau juga diakui oleh para masyrakat dan juga yang membuat kami terkejut dan salut yakni kerdermawanannya serta salah satu sosok guru yang kami sayangi. Beliau menjalani rutinitasnya yakni berceramah dimana-mana dan juga setiap ba’da shubuh mengajarkan al -Qur’an, karena dahulu sebelum gurunya wafat alm KH. Hadi Dahlan, berpesan “ngajaro

Qur’an walaupun sampean di undang ceramah teng pundi-pundi” itulah pesan gurunya.

(50)

dahulu di masa kecilnya serba sulit namun dengan semangatnya walaupun kekurangan beliau sangat optimis dan terus semangat belajar.

Setelah itu beliau melanjutkan belajarnya di MAN Surabaya, yang dahulu berada di tempat terdekat kampus IAIN Sunan Ampel. Setelah lulus dari MAN Surabaya beliau tetap semangat belajar dan melanjutkan di Tambak Beras, namun tidak sampai lulus. karena beliau yakin dengan pesan Gurunya yakni alm KH. Nukman Thohir, beliau berpesan “ berhentilah

kuliah, apa kamu takut tidak bisa makan” itulah sebuah pesan yang membuat KH. Sholeh Sahal yakin dan mengambil keputusan untuk berhenti kuliah.

Setelah itu beliau belajar di ulama-ulama dan ngaji sorogan, guru-guru beliau sangat banyak, yakni mulai dari abanya sendiri KH. Sarbuyan disamping beliau adalah ayahanda KH. Sholeh Sahal, beliau juga berguru di KH. Ali Muhammad, KH. Nawawi Muhammad, KH. Hadi Dahlan, KH. Mujri Dahlan, KH. Junaidi Fadil, KH. Khotib Miftah, KH. Abdul Hamid Siraj, KH. Akhyat Suyuthi, KH. Maksum Muhammad, KH. Nukman Tohir, KH. Dzul Khilmi Ghozali, dll. Dari diantara guru-gurunya yakni yang masih Hidup dan terus terkenal yang mendapat julukan pakar tajwid dan makhorijul Huruf, yaitu KH. Dzul Khilmi Ghozali, dan guru yang lainnya sudah tutup usia, namun nama-nama itu selalu berkibar dan selalu disebut oleh orang-orang yang masih hidup. KH. Sholeh Sahal berguru itu sampai guru-gurunya telah tiada semua.

(51)

berkeluarga yakni Gus Himdi dan Gus Abdullah Zahir, dan menantunya yang bernama saudari Azza dan Riska, itulah menantunya KH. Sholeh Sahal.

Semua anaknya dan juga santrinya selalu diajarkan agar mereka semua bisa membaca Al-Qur’an dengan baik benar, itulah harapan KH. Sholeh Sahal sampai sekarang.

2. Perjalanan Dakwah KH. Acmad Sholeh Sahal.

Mulai kelas 4 Madrasah Tsanawiyah beliau sudah diajarkan untuk berceramah dan yang mendidik adalah abanya sendiri. dan beliau mulai naik mimbar dan melaksanakan Khutbah yakni ketika sudah lulus Aliyah, itulah khutbah pertama. Beliau sudah 30 tahun lebih berceramah dimana-mana sampai menjadi mubaligh yang sukses, pengalaman beliau berceramah yakni mulai dari kalangan bawah, sampai kalangan atas. Pengalaman beliau sampai saat ini berceramah dan menjadi mubaligh tetap Masjid Nasional Al-Akbar, Masjid Baitul Ilmi Kantor Gubernur Jawa Timur, Masjid Muhajirin Kotamadya Pemerintah Kota Surabaya. Dan juga pernah berceramaah di Ambon Maluku Utara, beliau pernah di undang ceramah di Malaysia namun beliau tidak mau untuk hadir karena ada suatu alasan tertentu. Begitu banyak pengalaman berceramah.

Dalam perjalanan dakwahnya beliau dahulu diberi amanah dan wasiat oleh gurunya yakni KH. Hadi Dahlan “sampean nanti akan menjadi orang terkenal dan jauh terkenal

daripada saya” itu kata guru KH. Hadi dahlan, dan akhirnya suatu perkataan yang

(52)

Sosok wanita yang tidak pernah mengelu dan tiada henti untuk memotivasi dan mendidik anak-anaknya.

Dalam selesai berceramah beliau selalu mengevaluasi ceramah yang disampaikan tadi, dan berbagai persiapan beliau sebelum ceramahnya yakni mempunyai beberapa literatur berbagai kitab dan buku buku yang menjadi sumber bahan yang akan dibawa pada saat ceramah, namun perlu diketahui dalam ceramahnya beliau selalu dikaitkan dengan keadaan. Itulah sekilas perjalanan dakwahnya KH. Sholeh Sahal.

B. Penyajian Data

1. Pitch Ceramah KH. Achmad Sholeh Sahal

Untuk lebih mudah memahami pembaca, maka peneliti akan mempermudah untuk memahami data yang telah disajikan.

Gelombang 1 ( G1) = nada sangat datar (sangat rendah), diartikan nada tingkat 1. (Keterangan: suara yang keluar seperti orang bicara dengan berbisik)

Gelombang 2 (G2) = nada cukup datar, (cukup datar) dengan nada tingkat 2. (Keterangan: suara yang keluar seperti orang berbicara biasa namun tidak sampai keluar otot leher)

Gelombang 3 (G3) = nada datar, biasa (datar) dengan nada tingkat 3.

(Keterangan: suara yang keluar seperti orang bicara datar tetapi agak keluar otot ) Gelombang 4 (G4) = nada tegas, (tinggi) ber-aksentuasi dengan nada tingkat 4.

Gambar

 Tabel 1.1
 Tabel 1.2

Referensi

Dokumen terkait