i
(Studi Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t Karya Imam al-Qushayri>)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister
dalam Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Oleh
FATHUL HARIS
NIM. F05214068
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
Fathul Haris, 2016 Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n (Studi Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t karya Imam al-Qushayri>).
Alasan utama diciptakannya manusia sebagai makhluq Allah yang baik dan sempurna mengalahkan makhluq-makhluq lainnya, ialah mengenal dan mengabdi Nya, sekaligus sebagai ciri-ciri hamba pilihan yang kelak saat kembali kepada-Nya, Surga sebagai tempat abadinya. Berkaitan dengan tanggung jawab seorang hamba agar bisa menjadi hamba pilihan-Nya, salah satu peranan besarnya ialah keharusan untuk selalu merasa takut, serta menyadari, bahwa pantauan-Nya selalu menyertainya, lalu selanjutnya akan terdorong untuk selalu memenuhi hak-hak penghambaan seraya penuh harap rahmat kasih sayang-Nya akan berpihak kepadanya. Kaitannya dengan rasa takut (khawf) dan harapan (raja>’) yang menjadi keharusan bagi setiap hamba yang beriman, banyak sekali ulama yang membahasnya. Akan tetapi, dalam karya mereka tidak terasa nuansa Qurani>>, pembahasannya sekedar informasi prilaku batin, dengan sedikit dasar riwayat. Bahkan dalam karya tasawuf Imam al-Qushayri> sendiri yaitu Risa>lah al-Qushayriyyah dua term ini hanya sekedar pengungkapan definisi saja, tanpa kupasan secara detail. Sehingga maksud utuh dari dua term tasawuf itu kurang terungkap. Kemudian pada masa selanjutnya tidak sedikit yang menilai khawf dan raja>’ hanyalah hal wajar yang mesti dimiliki oleh setiap manusia yang tidak dihargai dengan pahala. Padahal dalam al-Quran tidak sedikit ayat yang mengungkap dua term itu. Karena itu, dalam kajian ini, penulis memilih untuk mengkajinya dalam al-Quran, dengan menggunakan penafsiran imam al-Qushayri> sebagai alat pendekatannya.
Tujuannya ialah, tidak lain karena penulis ingin mengungkap term khawf dan
raja>’ dalam Quran, dan dapat menemukan maksud dan ciri-ciri sebenarnya dalam al-Quran menurut tafsir Lat}a>if al-Isha>ra>t karya Imam al-Qushayri>.
Untuk sampai pada tujuan itu, metode pendekatan yang digunakan penulis ialah metode pendekatan library research, dengan fokus terhadap tafsir Lat}a>if al-Isha>ra>t karya Imam al-Qushayri>, dengan langkah pengumpulan ayat-ayat yang memuat term khawf dan raja>’ lalu dilakukan penafsiran dengan pisau bedah karya tafsir yang ditulis Imam al-Qushayri> itu.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... 1
PERNYATAAN KEASLIAN ... 3
UCAPAN TERIMAKASIH ... 3
PEDOMAN TRANSLITASI ... 3
DAFTAR ISI ... 3
ABSTRAK ... 4
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Tujuan penelitian ... 11
E. Kegunaan Penelitian ... 11
F. Kerangka Teroritik ... 14
G. Penelitian Terdahulu ... 17
H. Metode Penelitian ... 20
1. Jenis penelitian ... 20
2. Obyek ... 20
3. Sumber data ... 22
ii
BAB II : TAFSI<R LAT{A<IF AL-ISHA<RA<T, KHAWF DAN RAJA>’ ... 26
A. Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 26
1. Biografi Imam al-Qushayri>> ... 26
2. Metode Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 29
3. Aliran Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 39
4. Komentar terhadap Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 40
5. Keistimewaan Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 42
B. Khawf ... 43
1. Pengertian khawf ... 43
2. Interpretasi Khawf menurut aspek psikologis (H{a>lah al-Nafsiyyah) ... 48
3. Lafaz}-lafaz} yang berdekatan dengan kata khawf ... 49
a. Makna lain khawf ... 49
b. Lafaz} yang memiliki kesamaan makna dengan khawf ... 50
4. Perintah, ajakan, dan motivasi khawf ... 63
5. Pembagian khawf ... 64
a. Khawf yang terpuji (al-Khawf al-Mah}mu>dah) ... 64
b. Khawf yang tercela (al-Khawf al-Madhmu>mah) ... 65
C. Raja>’ ... 65
1. Pengertian raja>’ ... 65
iii
b. Lafaz}-lafaz} yang maknanya berdekatan dengan raja>’ ... 70
BAB III: PENGUNGKAPAN AYAT-AYAT KHAUF DAN RAJA<’ DALAM AL-QUR’A>N>, DAN PENAFSIRAN IMAM AL-QUSHAYRI> DALAM TAFSI<R LAT{A<IF AL-ISHA<RA<T ... 80
A. Pengungkapan ayat-ayat khawf dan penafsiran Imam al-Qushayri> dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 80
B. Pengungkapan ayat-ayat raja>’ dan penafsiran Imam al-Qushayri> dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 88
BAB IV: KHAUF DAN RAJA<’ MENURUT IMAM AL-QUSHAYRI< DALAM TAFSI<R LAT{A<IF AL-ISHA<RA< ... 101
A. Khawf menurut Imam al-Qushayri> dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ...101
1. Makna khawf ... 101
2. Hukum khawf ... 102
B. Raja>’ menurut Imam al-Qushayri> dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t ... 107
1. Pengertian raja>’ ... 107
2. Sharat-sharat raja>’ ... 108
3. Urgensi raja>’ ... 108
4. Manfaat raja>’ ... 109
5. Bahaya tidak memiliki raja> (harapan) ... 111
iv
A. Simpulan ... 116
B. Rekomendasi ... 119
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Dalam perbincangan seputar al-Qur’a>n tentu tidak akan pernah ada habisnya. Kebenaran yang dimuatnya tidak terbantahkan, penuh dengan
petunjuk kebenaran, dan hanyalah yang bertaqwa hidayahnya bisa terasa.1
Al-Qur’a>n diturunkan kepada Rasulullah untuk disampaikan bahwa ia adalah pedoman bagi seluruh umat manusia. Apapun dibicarakan di dalamnya, baik
yang bersifat vertikal (yang memang alasan utama manusia diciptakan),
maupun yang bersifat horintal kemanusiaan sekalipun al-Qur’a>n telah meng-akomodir semuanya. Ini tidak lepas karena alasan al-Qur’a>n itu sendiri yang diturunkan sebagai petunjuk dan pembeda antara perkara yang hak dan yang
batil (Hudan li al-Na>s wa Bayyina>t min al-Huda> wa al-Furqa>n).2 Allah
berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 184:
ُسَِّط
َُاَضَوَز
ِٙرَلا
َهِزٌُِأ
ِِْٗف
ُُآِسُكِلا
ّٝدُِ
ِضاٍَمِل
ٍتاٍََِٗبَٔ
ََِو
َٝدُِّلا
ُِاَقِسُفِلأَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).4
Lebih memukaunya lagi, al-Qur’a>n hadir tidak hanya sebagai
petunjuk dan pembeda antara yang hak dan yang batil, akan tetapi juga
1 Baca al-Qur’a>an, Surat al-Baqarah ayat 2-3.
2 Al-T{abari>, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l al-Qur’a>n, (Muassasat al-Risa>lah, cet 1, 1420 H/2000),
3/448.
3
Aplikasi al-Maktabah al-Sha>milah (versi 10.000 kitab). QS, al-Baqarah, (02): 184. Selanjutnya setiap kutipan ayat akan merujuk pada aplikasi al-Maktabah al-Sha>mlah.
4
Aplikasi Qur’a>n Digital, Al-Qur’a>n dan Terjemahannya, (versi, 1.2 1424 H/2003 M), terjemahan QS, al-Baqarah, (02): 184. Selanjutnya setiap kutipan terjemahan ayat akan merujuk pada aplikasi Qur’an Digital.
sebagai pembenar (Mus}addiqan) bagi kitab-kitab sebelumnya. Allah
berfirman dalam surat Aly ‘Imran ayat 2 menegaskan:
َهَزٌَ
َكَِٗمَع
َباَتِكِلا
ِلَحِلاِب
اّقِدَصُو
اَىِل
َََِٗب
َِِْٖدَٖ
َهَزٌَِأَٔ
َٚاَزَِٕتلا
َنِٗجٌِِإِلأَ
Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,5
Betapapun kebenaran yang termuat dalam al-Qur’a>n, Allah tidak
serta merta memaksa untuk diikuti nila-nilainya, akan tetapi tidak lebih
sekedar menginformasikan kebenaran dan kesesatan, dan pilihan ada pada
manusia. Dalam surat al-Baqarah ayat 256 Allah berfirman:
اَل
َٓاَسِكِإ
ِ٘ف
َِِٖدلا
ِدَق
ََََٗبَت
ُدِطُسلا
ََِو
َِ٘غِلا
ََِىَف
ِسُفِكَٖ
ِتُٕغاَطلاِب
َِِوِؤَُٖٔ
َِْملاِب
ِدَكَف
َكَشِىَتِسا
َِِٚٔسُعِلاِب
َٜكِثُِٕلا
اَل
ًَاَصِفٌِا
اََّل
َُْملأَ
ْعِٗىَس
ْيِٗمَع
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Demikian juga dalam surat al-Kahfi ayat 29, saat Allah
memerintahkan Nabi Muhammad agar menyampaikan perkara hak, karena
pada ayat itu seolah menyampaikan pesan tak tertulis, bahwa Islam bukanlah
kewajiban, akan tetapi pilihan, dan tentu kebahagiaan akhiratnya tergantung
opsi yang dipilih, berikut bunyi ayat itu:
ِنُقَٔ
ُلَحِلا
َِِو
ِيُكِبَز
ََِىَف
َٞاَط
َِِوِؤُِٗمَف
ََِؤَ
َٞاَط
ِسُفِكَِٗمَف
اٌَِإ
اٌَِدَتِعَأ
َنِىِلاَظمِل
اّزاٌَ
َطاَحَأ
ِيِِّب
اَُّقِداَسُس
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
5
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka
Bahkan dalam kelangsungan hidup masusia, al-Qur’a>n secara jelas menawarkan diri untuk dijadikan solusi obat bagi orang yang sakit jasmani
maupun rohani, dan ini tidak lepas dari muatan misi al-Qur’a>n itu sendiri.
Allah berfirman dalam surat al-Isra>’ ayat 82:
ُهِزٌٍََُٔ
ََِو
ُِآِسُكِلا
اَو
َُِٕ
ْٞاَفِط
َْٛىِحَزَٔ
َنٍِِوِؤُىِمِل
اَلَٔ
ُدِٖزَٖ
َنِىِلاَظلا
اَلِإ
اّزاَشَخ
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Kemudian dalam praktek penyampaiannya, Rasulullah sebagai
Muballig (penyampai) nilai-nilianya dengan beragam. Ada yang begitu saja
mudah difahami, sehingga tidak membutuhkan penjelasan lebih detail, dan
ada juga yang perlu ada penjelasan. Sehingga di sinilah di antara peranan
Rasulullah sebagai utusan Allah, yaitu bertugas menjelaskan ayat al-Qur’a>n
secara utuh. Dalam perkembangan kaidah al-Qur’a<n, secara garis besar makna al-Qur’a>n terbagi menjadi Muhkamah dan mutasha>bihah, yang semuanya memuat nila-nilai aksiomatis yang tidak bisa terbantahkan
keotentikannya.
Dengan adanya penjelasan dari Rasulullah inilah yang pada
perkembangannya, disebut dengan tafsir. Kata tafsi>r6 (exegesis) berasal dari
bahasa Arab, fassara-yufassiru-tafsi>ran. Derivasi ini mengandung pengertian
6 Uraian secara mendalam berkenaan dengan asal usul kata tafsir, dapat dibaca antara lain:
menyingkap (al-kashfu), memperjelas (iz}ha>r) atau menjelaskan.7 Ibnu Manz}u>r
dalam kamus besar Lisa>n al-‘Arab, berkata: kata al-fasru berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan al-tafsi>r menyingkap suatu lafaz} yang
sulit.8 A. Warson memberikan pengertian kata tafsi>r merupakan bentuk
masdar yang berarti menjelaskan, memberi komentar, menterjemahkan atau
mentakwilkan.9 Ibn Faris ibn Zakariya menjelaskan bahwa secara harfiyah,
kata al-tafsi>r berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk mas}dar dari
kata fassara serta terdiri dari huruf fa, sin, dan ra itu berarti keadaan jelas
(nyata dan terang) dan memberikan penjelasan.10
Tafsir menurut bahasa (lughat) ialah, menerangkan dan menyatakan.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat sebagai berikut:11
1. Menurut al Kilby, tafsir ialah, mensyarahkan al-Quran, menerangkan maknanya dan memnjelaskan apa yang diinginkan dengan nash-nya atau dengan isyatnyaataupun dengan rahasianya (Najwa).
2. Menurut al-Zarkasyi ialah, menerangkan makna-makna al-Quran dan mengeluarkan hokum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya. 3. Menurut Thohir al-Jazairi ialah, mensyarahkan lafadz yang sukar
dipahami oleh pendengar dengan uraian yang menjelaskan maksud. Yang demikian itu adakalanya dengan menyebut sinonim (muradif)nya, atau yang mendekatinya, atau indikasi (dilalah) lain yang menunjukkan terhadap lafadz tersebut.
4. Menurut al-Jurja>ni> ialah menjelaskan makna ayat, keadaannya, kisahnya dan sebab diturunkannya ayat dengan lafadz yang menunnjuk kepadanya secara terang dan jelas.
Perangkat-perangkat baya>n (penjelasan) ini tidak lain bertujuan untuk
mengungkap keutuhan makna ayat al-Qur’a>n yang dirasa perlu untuk
7Baca ‘Ali bin Muh}ammad bin ‘Ali al-Jurjani>, al-Ta’ri>fa>t, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi,
1405 H.), 87.
8 Lihat pula Ibnu Manz}ur al-Afri>qi>, Lisa>n al-‘Arab, Vol. 5, (Beirut: Da>r al-S}adi>r, tth.), 55.
9 Lihat A.Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku PP
al-Munawwir, 1984),1134.
10 Abi al-H}usein Ah}mad ibn Faris ibn Zakariya, Maqa>yis al-Lughah, Vol. IV, (Mesir:
Must}afa> al-Ba>b al-H}alibi>, 1970), 504.
11 Hasbi al-Shiddiqy. ‚Ilmu al-Quran dan Tafsir‛ Semarang. Pustaka Rizki Putra. Cet III.
dijelaskan, mengingat itu merupakan sekenario yang Allah inginkan terhadap
sebagian besar ayat al-Qur’a>n. Allah berfirman dalam surat al-Nahl ayat 44:
اٍَِلَزٌَِأَٔ
َكَِٗلِإ
َسِكِرلا
َََِٗبُتِل
ِضاٍَمِل
اَو
َهِزٌُ
ِيَِِّٗلِإ
ِيَُّمَعَلَٔ
َُُٔسَكَفَتَٖ
Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Lain daripada itu, di samping al-Qur’a>n berisikan petunjuk-petunjuk ilahi demi keselamatan umat manusia, al-Qur’a>n juga memberikan ancaman
bagi siapa saja yang berpaling dari ajakannya. Allah memerintahkan kepada
semua hamba-Nya agar sebanyak mungkin berd}ikir dan mengingatnya, sebab
ancaman terberatnya ialah kehidupan yang sensara. Allah berfirman dalam
surat al-Ah}za>b ayat 41 dan surat T{a>ha> ayat 124:
اَٖ
اََُّٖأ
ََِٖرَلا
إٍَُوآ
أُسُكِذا
ََْملا
اّسِكِذ
اّرِجَك
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.
ََِؤَ
َضَسِعَأ
ََِع
ِٙسِكِذ
َُِإَف
َُْل
َّٛظِٗعَو
اّكٍَِض
ُُٓسُظِحٌََٔ
ًََِٕٖ
َِٛواَِٗكِلا
َٜىِعَأ
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Namun sungguh disayangkan, kini umat seolah akan kembali pada
masa lampau. Entah karena antara waktu proses penurunan al-Qur’a>n dan
kehidupan mereka yang terlampau jauh, atau mungkin karena faktor lainnya
penyebab mereka jauh dari nilai-nilai al-Qur’a>n. Ajakan al-Qur’a>n tidak lagi diindahkan, namun justru ancamannya tidak dianggap sebagai suatu hal yang
pada pangkuan Rabnya, rasa takut (Khawf ) atas dosa dan maksiat dilakukan
tak ada, bahkan harapan (Raja>’) untuk menjadi hamba yang dicintai yang nantinya Surga sebagai imbalannya, sedikitpun tidak terbesit.
Padahal seharusnya disadari bahwa banyak ragam gangguan dan
godaan yang secara live itu dapat menjauhkan dari hidayah Allah, sehingga
perlunya ditinggalkan, dan beralih pada sikap dan prilaku yang dapat
mendatangkan ridha-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjahui
larangan-Nya.
Oleh karena itu, Allah SWT dalam al-Qur’a>n banyak memberikan
(semacam) tawaran senantiasa memiliki rasa takut (Khawf ) terhadap
ancaman-Nya, agar tidak lagi berpaling dari nilai-nilai-Nya, sehingga pada
akhirnya Surgalah jaminannya. Allah SWT berfirman dalam Surat al-Rahma>n
ayat 46:
ََِىِلَٔ
َفاَخ
ًَاَكَو
ِِْبَز
ُِاَتٍََج
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua
syurga
Surat al-Na>zi’a>t ayat 39:
اَوَأَٔ
ََِو
َفاَخ
ًَاَكَو
ِِْبَز
ٌَََّٜٔ
َصِفٍَلا
ََِع
ََِّٕٝلا
,
َُِإَف
ٍَََٛجِلا
َِِ٘
َِٝٔأَىِلا
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).
Dalam ayat lain, ajakan untuk menjadikan seorang hamba yang baik
Allah menggunakan kata Raja>’, hal ini sebagaimana ayat 110 surat al-Kahfi
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya
Demikian juga menggunakan kata Raja>’ dalam surat al-Isra>’ ayat 57
yang menggambarkan prilaku hamba dan berujung menjadikan seorang
hamba yang dinyatakan paling dekat dengan Tuhannya.
َكِئَلُٔأ
ََِٖرَلا
َُُٕعِدَٖ
َُُٕغَتِبَٖ
َٜلِإ
ُيِِّبَز
ََٛمِٗسَِٕلا
ِيَُُّٖأ
ُبَسِقَأ
َُُٕجِسََٖٔ
َُْتَىِحَز
َُُٕفاَخََٖٔ
َُْباَرَع
َُِإ
َباَرَع
َكِبَز
َُاَك
اّزُٔرِحَو
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
Masih banyak lagi ayat lain yang menggunakan dua term ini, sehingga
menurut penulis, seolah begitu mudahnya Surga bisa dicapai, hanya dengan
memumnculkan rasa takut (Khawf ), dan sekedar berharap (Raja>’) saja lantas Surga jaminanannya. Sungguh ini merupakan kegelisahan pemikiran, saat
informasi spontan dari ayat itu disandingkan dengan realita kebejatan umat,
yang jarang berpaling dari ajakan al-Qur/a>n, tapi al-Qur’an malah
menawarkan Surga dengan sangat murahnya.
Dalam literatur buku-buku tasawuf, sering kali ulama dalam
menyikapi af’a>l al-Na>s (tingkah dan perilaku manusia) nisbat kepada Tuhannya agar meraih kebahagiaan Surga, mereka mengkaitkannya dengan
prilaku Khawf dan Raja>’, yang dalam proses pembahasannya diurai dengan cara terpisah. Sementara dalam ayat, dua term ini disandingkan seolah setiap
yang sudah memiliki rasa takut (Khawf ) mesti telah memiliki harapan
Namun akan bertolak belakang saat melihat kondisi manusia, yang
realitanya menyatakan tobat dengan meninggalkan kebiasaan buruknya, akan
tetapi ia tetap saja tidak melakukan kebaikan sebagaimana Allah
perintahkan. Tentu Surga sebagai harapannya, saat ditawari Neraka ataukah
Surga, namun realitanya aktifitas ibadahnya kerap kali dilakukan dengan
selalu menundanya, bahkan tidak sedikit yang setagnan dengan model ibadah
musimannya. Lantas sesederhana itukah Khawf dan Raja>’ yang jaminannya dua Surga itu?
Dalam kaitannya dengan dua term yang menggambarkan prilaku batin
itu, sebenarnya cukup banyak ulama yang menyinggung dalam karya
tulisnya. Utamanya dalam kontekas ilmu tasawuf, karena memang dua kata
ini bagian dari kajian ilmu yang erat dengan nuansa filsafat itu (red:tasawuf
‘amali> dan naz}ari>). Namun dalam kajian-kajian itu nuansa qur’aninya sekedar
kutipan ayat atau dua ayat yang kemudia ditopang dengan beberapa riwayat
sebagai pendukung informasinya itu. Seolah sepertinya sekedar informasi
terkait dua term itu termasuk bagian dari ciri-ciri dan prilaku seorang
mukmin yang juga perlu dipentingkan, tanpa mengurai tatacara, indikator,
dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia sebagai hamba yang
penciptaannya dilatarbelakangi penghambaan, dan sebagai makhluq sosial
yang bermasyarakat.
Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelusuran terhadap
beberapa ayat yang memuat term Khawf dan raja>’. Dengan harapan semoga bisa memberikan temuan baru melalui karya tafsir terkait dua term ini.
menemukan 124 untuk ayat dengan term Khawf , namu yang menjadi obyek
kajian hanyalah 11 di antaranya, dengan alasan hanya pada angka 11 itulah
menurut penulis tujuan dasar dari kata Khawf , dan nilai keurgenannya bisa
terungkap. Adapun sisanya sekedar pendukung dan informasi tentang takut
pada selain dhat Allah, yang memang karakter manusia pasti memiliki rasa
takut itu. Sedang ayat Raja>’ sekurang-kurangnya al-Qur’an mengungkapnya
sebanyak 28 ayat. Jumlah ini sebagaimana dikonfirmasi dalam kitab mu’jam
al-Mufahras karya Fuad ‘abd al-Ba>qi>. Namun sebagaimana kata Khawf , jumlah 28 ayat yang mengungkap kata Raja>’ tidak secara keseluruhan menjadi obyek kajian, sebab menurut penulis hanya 8 di antaranya yang
sesuai dengan Raja>’ sebagaimana pengertiannya, dengan berfokus terhadap penafsiran Imam al-Qushayri> dalam tafsirnya Lat}a>if al-Isha>ra>t terhadap
ayat-ayat yang memuat term Khawf dan raja>’. Sehingga hasil dari kajian ini
nantinya, segalanya menurut aspek Imam al-Qushayri>.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian masalah-masalah yang muncul, maka yang dapat
dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Makna Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n menurut Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t
2. Tujuan Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n menurut Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t
3. Penjelasan Nabi saw, Sahabat, dan Ulama terhadap ayat-ayat
al-Qur’a>n tentang Khawf dan Raja>’.
5. Pengaruh Khawf dan Raja>’ terhadap pribadi manusia sebagai makhluq beragama dan bersosial.
Agar hasil kajian penelitian bisa tuntas, maka masalah-masalah hasil
identifikasi di atas hanya dibatasi pada dua fokus pembahasan:
1. Pengungkapan dan penjelasan Khawf dan Raja>’ menurut Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t
2. Relevansi Khawf dengan Raja>’ dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t
3. Pengaruh Khawf dan Raja>’ terhadap pribadi manusia sebagai makhluq beragama dan bersosial.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini hanya difokuskan pada Khawf dan
Raja>’ dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri, yaitu bagaimana pengungkapan dan petunjuk yang dijelaskan oleh al-Qur’a>n melalui
terminologi Khawf dan Raja>’ dalam Tafsi>r Lat}a>if Isha>ra>t karya al-Qushayri. Untuk itu tinjauannya dirinci kepada apa, bagaimana, dan untuk
apa Khawf dan Raja>’ tersebut dengan berpijak pada kajian ontologis, epistimologis dan aksiologis.12
C. Rumusan masalah
Sebagai bentuk tindak lanjut dari fokus penelitian di atas, maka
penulis akan menarik suatu rumusan pokok masalah, supaya pembahasan
dalam penelitian ini lebih terarah. Rumusan masalah itu antara lain sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah Pengungkapan Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n.
12 Ontologis adalah kajian terhadap teori tentang hakikat sesuatu; epistimologis adalah
2. Bagaimanakah Relevansi Khawf dengan Raja>’ dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>.
3. Bagaimanakah ciri-ciri Khawf dan Raja>’ terhadap pribadi manusia sebagai makhluq beragama dan bersosial.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian diatas, maka tujuan penelitian atau
kajian yang mendasari tulisan ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengungkapan Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n. 2. Untuk mengetahui Relevansi Khawf dengan Raja>’ dalam Tafsi>r
Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayr>
3. Untuk mengetahui ciri-ciri Khawf dan Raja>’ terhadap pribadi manusia sebagai makhluq beragama dan bersosial.
E. Kegunaan Penelitian
1. Teoritis
a. Diharapkan penelitian ini, dapat menambah wawasan keilmuan
khususnya dalam bidang tafsir.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur
dan dorongan untuk mengkaji masalah tersebut lebih lanjut.
2. Praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu dasar
pengetahuan tentang Khawf dan Raja>’, sebagai bagian dari upaya pendekatan untuk menjadi hamba yang bernilai di sisi Tuhannya.
b. Diharapkan penelitian ini dapat menambah keimanan kepada
Allah SWT dan Nabi-Nya, sebagai tauladan baik dalam segala hal,
F. Definisi Operasional
Beberapa istilah yang terkandung dalam judul maupun rumusan
masalah yang perlu dijelaskan sebagai pegangan dalam kajian lebih lanjut
ialah Khawf , Raja>’, al-Qur’a>n, Tafsi>r Lata>if al-Isha>ra>t, dan al-Qushayri>.
Istilah ‚Khawf ” adalah bentuk masdar atau kata benda yang berasal dari kata kerja Kha>fa yang berarti takut atau hawatir, sedangkan secara
terminologi, Khawf merupakan kewaspadaan dari sesuatu yang dapat
mendatangkan bahaya dan kebinasaan.13 Pemaknaan yang hampir senada
juga dikemukakan oleh Imam Ibnu Jari>r al-T{abari>, ia mengatakan bahwa
Khawf adalah laksana seorang laki-laki, yang pada mulanya lebih
mementingkan perbuatan yang dapat mendatangkan dosa, namun pada
akhirnya ia ingat terhadap kedudukan Tuhannya, sehingga ia meninggalkan
perbuatan itu, lalu menggantinya dengan perbuatan yang yang dapat
mendatangkan pahala.14 Pengertian ini sebagaimana penafsirannya terhadap
ayat 46 surat al-Rah}ma>n
ََِىِلَٔ
َفاَخ
ًَاَكَو
ِِْبَز
ُِاَتٍََج
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua
syurga
Kemudian Raja>’ secara etimologi menggunakan makna al-T{ama’
yakni menantikan sesuatu yang diinginkan dan disenangi, atau bisa juga
dikatakan sebagai kebalikan dari kata al-Ya’su (D{iddu al-Ya’si) yaitu harapan yang kuat.15 Oleh sebab itu, Raja>’ secara terminologi ialah, harapan
13 ‘Abd al-‘Azi>z bin Muhammad al-Sadha>n, Fawa>id min Sharh Kita>b al-Tawhi>d, (Dar
al-Muslim li al-Nashr wa al-Tawzi>’, tt,tp), 1/12.
14 Al-T{abari>, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l al-Qur’a>n, (Muassasat al-Risa>lah, cet 1, 1420
H/2000), 23/56.
kuat untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Pengertian Raja>’ ini dapat digambarkan seperti ketika ditanyakan kepada seseorang apakah ia
mengharapkan Tuhannya? Ia pasti akan menjawab ‚iya‛. Demikian juga
ketika ditanyakan apakah menginginkan Rah}mat dan pahala dari Tuhan?.
Ia-pun pasti akan berkata:‛iya, saya mengharapkan dua-duanya‛. Dengan
contoh ini, berarti secara subtansi Raja>’ ialah harapan yang begitu besar terhadap sesuatu yang yang sangat diinginkan. Makna demikian ini seperti
yang telah diisaratkan dalam ayat 57 surat al-Isra>’, bahwa Raja>’ seperti ini, pelakunya (al-Ra>ji>) Allah banggakan.16
َكِئَلُٔأ
ََِٖرَلا
َُُٕعِدَٖ
َُُٕغَتِبَٖ
َٜلِإ
ُيِِّبَز
ََٛمِٗسَِٕلا
ِيَُُّٖأ
ُبَسِقَأ
َُُٕجِسََٖٔ
َُْتَىِحَز
َُُٕفاَخََٖٔ
َُْباَرَع
َُِإ
َباَرَع
َكِبَز
َُاَك
اّزُٔرِحَو
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
Ayat ini diturunkan pada sekelompok kaum yang menyembah
al-Masi>h, ibunya, dan ‘Uzayr. Kemudian turunlah ayat ini sebagai Baya>n (penjelasan) bahwa yang mereka sembah justru hamba-hamba Allah yang
taat dan sangat mengebu-gebu dalam berdoa dan menyembah kepada Allah.
Tidak satupun akhluq di langit dan bumi kecuali hanya sebagai makhluq yang
menyembah kepada Allah dan bukan untuk disembah.17
Selanjutnya al-Qur’a>n, ia adalah kitab Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai petunjuk bagi semua manusia
sepanjang zaman. Muatan didalamnya tidak dapat terbantahkan
16 Muhammad Bashi>r al-Sahsawa>ni> al-Hindi>, S{iya>nat al-Insa>n ‘an waswasat al-Shaikh
Dah}la>n, (tt,tp),1253-1326.
17 S{alih bin Fauza>n bin Abdullah al-Fauza>n, I’a>nat al-Mustafi>d bi Sharh Kita>b al-Tauhi>d,
kebenarannya, berisikan nilai-nila hidayah, dan pembeda antara yang dan
batil. Sedangkan kitab Tafsi>r Lat}aif al-Isha>ra>t merupakan karya tafsir yang
ditulis Imam al-Qushayri>, kitab ini tergolong tafsir S{ufi>, dicetak dengan
cukup tebal, terdiri dari tiga jilid, dan ditahqi>q oleh Ibra>hi>m Basyu>ni>. Imam
al-Qushayri> nama lengkapnya ialah ‘Abd al-Kari>m bin Hawa>zin bin ‘Abd al -Muluk bin T{alh}ah al-Naysa>bu>ri> al-Qushayri>. Ia lahir pada tahun 376 H,
tempat bermuqimnya di tanah Naysa>bu>r, dan wafat pada tahun 465 H.18
Dari uraian di atas, maka definisi oprasional dari judul tulisan ini
adalah sebuah gambaran yang bersifat umum dan konprehensip (ja>mi’ wa
ma>ni’) mengenai pengungkapan Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n studi
Tafsi>r Lat}aif al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>.
G. Kerangka Teoritik
Dalam sebuah penelitian kerangka teori sangat dibutuhkan, antara
lain untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang
hendak diteliti. Selain itu kerangka teori juga dipakai untuk memperlihatkan
ukuran-ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan
sesuatu.19
Untuk menjelaskan Khawf dan Raja>’ dan problem yang muncul dalam proses penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, penulis akan
menjelaskan makna Khawf dan Raja>’, macam-macam, dan urgensi Khawf dan Raja>’ bagi orang yang ingin memiliki pribadi yang baik di sisi Tuhannya. Penjelasn-penjelasan tersebuta antara lain:
1. Makna Khawf dan Raja>’, al-Qushayri> dalam kitabnya Risa>lat
18 Bashi>r Jawa>d al-Qaysi>, Ra’yu Shaykh al-Isla>m Ibnu Taymiyah fi al-Tafa>sir al-Mat}bu>’at,
(al-Maktabat al-Sha>milah, tt,tp). 1/19.
Qushayriyyah mengutip beberapa pendapat tentang Khawf . Di
antaranya ialah, bahwa Khawf merupakan perbuatan menjauhkan diri
dari dosa, secara jasmani maupun rohani. Hatim al-As}am
berkata:‛segala sesuatu memiliki hiasan, hiasan ibadah ialah Khawf , dan ciri-ciri Khawf ialah pendeknya hayalan‛.20 Berbeda dengan
al-Ghazali, ia mengatakan bahwa Khawf merupakan sesuatu yang dapat
memberikan dorongan untuk berbuat, mencegah datangnya sahwat,
dan mengusir hati dari kecenderungan terhadap urusan duniawy, serta
mengajak keluar dari tempat kebohongan.21 Sedangkan Raja>’
didefinisikan oleh kumpulan ulama dalam kitab Nad}rat al-Na’i<m fi
Maka>rimi Akhla>q al-Rasu>l, sebagai bentuk istilah dari perbuatan
memikirkan datangnya kebaikan dan melakukan pendekatan agar
kebaikan itu dapat terwujud. Dalam kitab ini, mereka juga mengutip
pendapat Ibnu al-Qayyum yang mengatakan bahwa Khawf ialah
memikirkan dan mengharap luasnya rahmat kasih sayang Allah.
dalam kitab itu juga dikutip pendapat al-Mana>wi yang mengatakan
bahwa Raja>’ merupakan perbuatan menantikan manfaat setelah lebih dulu melakukan sebab. Demikian juga al-Ra>ghib, ia berpendapat,
bahwa Raja>’ murupakan dugaan tercapainya kebahagiaan.22
2. Macam-macam Khawf dan Raja>’. Dalam kitabnya Taysi>r al-‘Azi>z al -H{ami>d fi Sharh Kita>b al-Tauhi>d, Sulaiman bin Abdullah A<l al-Shaykh
menyebutkan bahwa Khawf terbagi menjadi tiga bagian, pertama:
20 Al-Qushayri>, Al-Risa>lat al-Qushayriyyah, (al-Maktabat al-Sha>milah tt,tp,), 1.60. 21 al-Ghazali>, Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, (Dar al-Ma’ru>f Kairo, tt), 4/166
22 ‘Adadun min al-Mukhatas}s}i>n bi Ishra>f S{a>lih} bin Abdullah bin H{ami>d, wa Khat}i>b
Khawf al-Sirri, ialah rasa takut kepada selain Allah, hawatir tertimpa
penyakit, miskin, dan lain. Baik rasa Khawf ini muncul atas dasar
karena memulyakan orang yang ditakuti (al-Mukhawwif), ataupun
atas dasar lainnya. Khawf Sirri ini tidak diperbolehkan jika
munculkan karena selain Allah, karena seharusnya Khawf yang
demikian hanya mutlaq kepada Allah tidak boleh kepada yang
lainnya. Kedua, Khawf yang diharamkan, ialah seperti seseorang
meninggalkan kewajiban jihad, amar ma’ru>f, dan nahi> munkar hanya karena takut kepada manusia. Imam Ahmad meriwayatkan hadis,
bahwa Allah SWT kelak di hari kiamat akan bertanya kepada
hamba-Nya, ‚apa yang membuatmu tidak mencegah kemunkaran?‛ ‚wahai
Rab-ku, sungguh aku takut pada manusia‛. Kemudian Allah
berfirman:‛sungguh akulah yang lebih berhak untuk kau takuti‛.
Ketiga takut terhadap ancaman Allah sebagaimana Allah telah
mengancam para pelaku maksiat dan menjanjikan Surga bagi siapa
saja yang takut terhadap ancaman dan kedudukan-Nya. Allah SWT
berfirman dalam surat al-Rah}ma>n ayat 46 ‚ ُِاَتٍََج ِِْبَز ًَاَكَو َفاَخ ََِىِلَٔ‛.
Khawf ketiga inilah yang tergolong tingkatan iman yang tinggi.23
Selanjutnya raja>’, Imam Ibnu Qayyum membaginya tiga macam, dua
di antaranya terpuji (Mah}mu>d), dan yang lainnya dusta dan tercela.
Dua yang terpuji tersebut ialah seperti seorang laki-laki yang beramal
semata-mata karena taat kepada Allah, atas dasar agar dapat meraih
nur cahaya-Nya, maka demikian ini adalah harapan (Raja>’ ) agar
23 Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abd al-Wahha>b, Taysi>r al-‘Azi>z al-Hami>d fi
meraih pahala-Nya. Kedua seperti seorang laki-laki yang berbuat dosa
lalu betaubat, maka demikian ini disebut dengan harapan (Raja>’) agar meraih ampunan(Magfirah), kebaikan (Ih}sa>n), dan kemulyaan-Nya.
Sedangkan Raja>’ yang tercela ialah, seperti seorang laki-laki selalu ceroboh, namun ia berharap Allah akan memberikan rahmat kasih
sayang-Nya tanpa berbuat apapun. Maka ini adalah dusta dan
merupakan omong kosong.24
3. Kemudian urgensi Khawf dan Raja>’ . Di antara urgensinya ialah, 1) keberuntungan karena mendapat jaminan Surga, dan erhindar dari
apai Neraka. 2) Kelak di Hari Kiamat terbebas dari rasa takut. 3)
Bukti kesempurnaan Iman dan Islam. 4) membuahkan Mahabbah
(cinta), dan taat kepada Allah. 5) menyebabkan bahagia dunia dan
akhirat. 6) Bukti kemurnian dan kesucian hati. 7) Penyebab hati
memperoleh hidayah. 8) Menjauhkan manusia dari ragam
kemaksiatan. 9) Menjadikan manusia ikhla>s} dalam beramal karena
Allah, dan membuat manusia tidak menyia-nyiakan amal dengan
kembali bermaksiat dan melakukan dosa-doa lainnya. 10) Mewariskan
sifat kasih sayang, dan simpati terhadap sesama makhluq. 11)
Menjadikan manusia berakhlaq mulya, dan jauh dari sifat congkak
dan sombong. 25
H. Penelitian Terdahulu
Sebenarnya cukup banyak karya tulis yang membahas tentang Khawf
24 ‘Abd al-Muh{sin bin Muhammad al-Qa>sim, Taysi>r al-Wusu>l ila> thala>that al-Us}u>l, (cet 1,
tt,tp), 1/69. Lihat juga Ibnu Qayyum al-Ju>zi>, Mada>rik al-Sa>liki>n Bayna Mana>zil Iyya>ka Na’budu wa Iyya>ka Nasta’i>n, (Dar al-Kutub al-‘Arabi> Beirut, Cet II, 1393 H/1973 M), 2/36.
25 Ibid. ‘Adadun min al-Mukhatas}s}i>n, Nud}rat al-Na’i<m fi Maka>rimi Akhla>q al-Rasu>l,, , ,
dan Raja>’, namun pembahasan itu bukan berupa karya tulis yang secara khusu membahas keduanya, akan tetapi Khawf dan Raja>’ sekedar bagian dari muatan di dalamnya, dan tidak mengacu secara utuh terhadap
kumpulan-kumpulan ayat yang terkait dengan Khawf dan Raja>’. Terlebih dengan judul KHAWF DAN RAJA>’ DALAM AL-QUR’A>N (studi tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t, karya al-Qushayri>) dengan metode pendekatan maudu’i> yang berfokus
terhadap karya tafsir Lat}a>if al-Isha>ra>t, karya al-Qushayri, sama sekali belum
pernah penulis temukan.
Diantara buku-buku yang membahas tentang Khawf dan Raja>’ ialah: 1. Riad} al-S{a>lih}i>n karya Imam al-Nawa>wi>. Kitab ini lebih dikenal
dengan karya Hadis yang tidak berfokus pada dua tema yang penulis
kaji, namun dua tema Khawf dan Raja>’ dibahas di dalamnya. Akan tetapi penyajian ayat-ayatnya hanya sekedar informasi bahwa Khawf
dan Raja>’ memiliki dasar ayat al-Qur’a>n. selanjutnya pembahasan lebih memfokuskan terhadap kupasan hadis.
2. Ih}ya>’ Ulu>m al-Di>n karya Imam al-Ghazali. Sebagaimana yang sudah maklum bersama, bahwa kitab ini bukanlah karya tafsir, dan juga
bukan karya hadis, namu di dalamnya dimuat pembahasan Khawf dan
Raja>’, tepat pada juz 4 halaman 166.
3. Kalima>tun fi al-Mahabbah wa al-Khawf wa al-Raja>’ karya Muhammad bin Ibra>him al-H{amd. Kitab ini meskipun judulnya
terdapat kata Khawf dan Raja>’, akan tetapi muatannya luas, dan
uraiannya lebih mengarah pada pendekatan tasawuf, bukan
menjadikan ayat sebagai sumber utama dalam pendekatannya,
Raja>’ itu terdapat pada juz 1 halaman 6.
4. Nud}rat al-Na’i<m fi Maka>rimi Akhla>q al-Rasu>l, karya tulis yang dihimpun oleh kumpulan sejumlah ulama Jiddah. Kitab ini tidak jauh
beda dengan kitab-kitab sebelumnya, kupasan secara spesifik tentang
Khawf dan Raja>’ tidak secara khusu mendasar pada pendekaan ayat. Akan tetapi ayat dijadikan sebagai informasi dalil tentang tentang
penjelasan Khawf dan Raja>’. Hal ini sebagaimana pembahasan tentang definini Khawf dan Raja>’ yang diuraikan pada juz 5 halaman 2022.
Semua buku-buku ini tidak membicarakan masalah Khawf dan Raja>’
dalam tinjauan al-Qur’an secara utuh, bersifat parsial dan lebih mengarah kepada pembahasan yang bernuansa tasawwuf, informasi tentang
orang-orang terdahulu terkait dengan Khawf dan Raja>’.
Dari segi karya ilmiah-pun, penulis tidak menemukan judul skripsi,
thesis, maupun desertasi yang berjudul Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n
(studi tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>). Hanya saja penulis
menemukan judul thesis dari mahasiswa pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang meneliti pemasalahan yang sepertinya ada
subtansi tentang Khawf , itupun pendekatannya sangat umum tidak spesifik
pada pendekatan ayat-ayat al-Qur’a>n dengan kajian karya tafsir tertentu. Pada karya Thesisi ini, secara murni mengumpulkan dan mengkelompokkan
secara tematik ayat-ayat yang menyebutkan kata Khashyah. Selanjutnya
ayat-ayat lain yang sealur, sebagai bentuk tematik yang bersifat Ma’nawi>, yang kemudian dinilai melalui perspektif mufassir secara umum. Karya thesis
2008.
Dengan demikian tentu berbeda dengan penelitin penulis ini. penulis
lebih mengedepankan pisau Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>,
sebagai alat bedah untuk mengupas kata Khawf dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n.
Dengan demikian, penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian ini berupaya mengungkap pemikiran dan ide-ide dasar mufassir
yang terfokus pada karya al-Qushayri> dalam menafsirkan ayat-ayat Khawf
dan Raja>’., terlepas dari pengaruh dan perbedaan pendapat aliran pemikiran S}ufi yang ada.
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan coraknya, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
kepustakaan (library research), karena sumber data yang diperoleh adalah
kepustakaan dan buku-buku, baik itu al-Qur’a>n, kitab tafsir maupun karya
lain yang relevan dengan penelitian ini.26
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, yaitu mengungkap,
menelaah, menganalisis dan memaparkan, maka penelitian ini termasuk
deskriptif ekploratif.27 Yakni, penelitian ini mengeksplorasi Khawf dan
Raja>’ dalam al-Qur’a>n dan merumuskan Khawf dan Raja>’ menurut tafsir Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>. Juga disebut kualitatif karena data yang
dihadapi berupa pernyataan verbal.
2. Obyek Penelitian
Obyek kajian penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur’a>n dan Tafsir
Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri> yang terfokus pada konsep Khawf dan
26
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach (Yogyakarta: UGM, 1977),14
Raja>’. Sedangkan pendekatan penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan penafsiran al-Qur’a>n dari segi tafsir tematik. Yakni, menghimpun
ayat-ayat al-Qur’a>n yang memiliki tujuan yang sama, menyusunnya secara
kronologis selama memungkinkan dengan memperhatikan sebab turunnya,
menjelaskannya, mengaitkannya dengan surah tempat ia berada,
menyimpulkan dan menyusun kesimpulan tersebut ke dalam kerangka
pembahasan sehingga tampak dari segala aspek, dan menilainya dengan
kriteria pengetahuan yang sahih.28
Untuk lebih jelasnya, penulis menghimpun ayat-ayat al-Qur’a>n yang
berkenaan dengan Khawf dan Raja>’., kemudian menyusunnya pada tinjauan kronologis berdasarkan tarti>b nuzu>l surah-surah dalam al-Qur’a>n karya Muhammad ‘Izzah Darwazah29 sebab turun ayat-ayat (Asba>b al-Nuzu>l) tersebut. Kemudian dikonfirmasikan dengan karya Muhammad Fu’ad Abd al -Ba>qi> dalam karya Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Qur’a>n untuk melihat satuan ayat makiyah dan madaniyah-nya. Dengan tanpa mengabaikan
tinjauan dari para mufasir lainnya, terutama dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t
karya al-Qushayri>. Pemilihan metode tematik sebagai dasar pendekatan
dalam kajian ini, tidak berarti bahwa pendekatan lain diabaikan. Oleh karena
itu, semua ilmu bantu yang dapat memperjelas masalah dan relevan
dengannya tetap digunakan. Lebih konkritnya, dalam menggunakan metode
28 Demikian cara kerja tafsir tematik (al-tafsîr bi al-mawdhu’i). Untuk lebih jelasnya, lihat
Abd. Al-Hayy al-Farma>wi, Al-Bida>yah Fi> al-Tafsi>r al-Mawdu>’i diterjemahkan oleh Suryan A.Jamrah dengan judul Metode Tafsîr Mawdhu’iy (Jakarta: LSIK dan Raja Rafindo Persada, 1994), 52. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir Alquran Masa Kini (Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1983), 9. Juga Abd. Muin Salim, FiqhSiyasah; Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 20. Juga Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr Dalam al-Qur’a>n; suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsi>r Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 21-25.
29 Lihat Muhammad ‘Izzah Darwazah, Tafsi>r H}adi>th: Suwar Murattab H}asb
maud}u>’i memerlukan langkah-langkah yang mesti digunakan:
a. Menetapkan permasalahan tentang Khawf dan Raja>’ dalam
al-Qur’a>n dan Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>> yang akan dikaji secara tematik.
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat al-Quran yang berkenaan
dengan Khawf dan Raja>’ dan term yang identik dengannya, baik makiyah maupun madaniyah dengan memperhatikan kronologi
turunnya ayat serta memperhatikan korelasinya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya ayat yang
mansu>kh, dan sebagainya.
c. Menyusun outline dalam kerangka yang tepat dan utuh.
d. Melakukan pembahasan tentang Khawf dan Raja>’ menurut
al-Qur’a>n dan Tafsir Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>> dengan dibantu melalui Hadis dan penjelasan ilmu lain yang relevan.
e. Mengungkap, menyusun dan merumuskan Khawf dan Raja>’
secara utuh berdasarkan ayat-ayat Khawf dan Raja>’ dan yang terkait dengannya menurut Tafsir Lat}a>if Isha>ra>t karya
al-Qushayri.30
3. Sumber Data
Untuk menemukan pengertian yang diinginkan, penulis mengolah
data yang ada untuk selanjutnya di interpretasikan ke dalam konsep yang
bisa mendukung sasaran dan objek pembahasan. Dalam penelitian ini sumber
data terbagi dua yaitu:
a. Bahan Primer
Bahan primer yang menjadi objek penelitian penulis ialah Tafsi>r
Lata>if al-Isha>ra>t karya Imam al-Qushayri> terhadap ayat-ayat yang
menyinggung Khawf dan Raja>’, di antaranya seperti: 1) Surat al-Rahman ayat 46
2) Surat al-Na>zi’a>t ayat 39
3) Surat al-Kahfi ayat 110, dan
4) Surat al-Isra>’ ayat 57
b. Bahan Skunder
Sedang bahan skunder yang dibutuhkan ialah buku-buku
penunjang, kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadis, dan segala referensi yang
mendukung pembasan tersebut. Diantara referensi pendukung itu ialah:
1) Fath al-Rahman li T}alab Alfa>z} al-Qur’a>n dan al-Qur’a>n al -Kari>m
2) Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Qur’a>n karya Muhammad
Fu’ad Abd al-Ba>qi
3) al-Ja>mi’ li Ahkâm al-Qura>n, karya al-Qurt}ubi>, Da>r al-Amul Kutub, Riyadh 2003, 20 jilid, Muhaqqiq Hisyam Samir Al
Bukhori.
4) Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m karya Imam al-Hafiz} Abul Fida>’ ‘Imaduddin Isma’il bin Syeikh Abi H}afas} Shihabuddin Umar
bin Kathi>r Ibn Dlaa>i Ibnu Katsir bin Zara Qursyi
al-Damsyiqi, Dar al-Kutub al-ilmiyah, empat jilid, cet. I tahun
2004 M.
5) Tafsi>r Mafa>tih Ghaib, karya Fakhruddi>n Ra>zi, Da>r
6) Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi’ ‘Ashar dan Buhu>th Fi> Us}u>>l al-Tafsi>r wa Mana>hijuh karya Fahd bin Abdurrahmah
Bin Sulaiman Al-Ru>miy, Bairut: Mua’assah al-Risa>lah, 1997. 4. Teknik Pengumpulan Data
Mengenai pengumpulan data dalam penelitian ini penulis
menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan Khawf dan Raja>’, dan term yang identik dengannya, lewat bantuan kamus Fath al-Rahma>n li T}alab
Alfadh al-Qur’a>n dan al-Qur’a>n al-Karim dan Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Qur’a>n karya Muh}ammad Fu’ad Abd al-Ba>qi>, kemudian diklasifikasikan berdasarkan bentuk kata, tarti>b mus}haf dan tarti>b nuzu>l.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
menekankan pada analisis induktif. Analisis demikian dimaksudkan sebagai
tahapan-tahapan pengkajian teks, pesan, petunjuk maupun informasi Khawf
dan Raja>’ yang keberadaannya terpisah dan terpotong diberbagai sumber dan tempat yang berbeda, terutama ayat-ayat yang mempunyai pengertian Khawf
dan Raja>’ dalam al-Qur’a>n dan Tafsir Lat}a>if al-Isha>ra>t karya al-Qushayri>, untuk kemudian akan dikonfirmasikan antara satu dengan yang lain dalam
satuan sistem terpadu dan kulli (menyeluruh) menuju kesimpulan secara
umum.
J. Sistematika Pembahasan
Secara garis besarnya penulis memberikan gambaran secara umum
dari pokok pembahasan ini. Isi tesis ini terdiri dari lima bab.
Bab Pertama: pendahuluan yang mengemukakan latar belakang
ini. Kemudian identifikasi dan rumusan masalah yang diangkat, disertai
dengan metode penelitian, tujuan dan kegunaan serta sistematika penulisan
tesis. Dengan demikian, instisari yang termaktub dalam bab pertama ini
adalah bersifat metodologis.
Bab Kedua: menguraikan tentang Biografi dan perjalanan Intlektual
al-Qushayri>>, dan tentang Lat}a>if al-Isha>ra>t yang meliputi, latar belakang
penyusunan Lat}a>if al-Isha>ra>t, metode, dan ittija>h Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t,
serta Pandangan para ulama’ terhadap Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t>, dan ditutup dengan uraian umum terkait pengetahuan Khawf dan Raja>’
Bab Ketiga: mengungkapan tentang ayat-ayat Khawf dan Raja>’
dalam al-Qur’a>n; bab tiga ini terdiri dari dua sub bab saja, pertama, pengungkapan ayat-ayat khauf dan penafsiran Imam al-Qushayri> dalam
Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t. kedua, pengungkapan ayat-ayat khauf dan penafsiran
Imam al-Qushayri> dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t.
Bab Keempat: berisi tentang analisis terhadap penafsiran Imam
al-Qushayri> terhadap ayat-ayat Khawf dan Raja>’ dalam Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t, yang melipiti: pertama, pengertian Khawf dan Raja>’ kedua, macam-macam Khawf dan Raja>’; ketiga, relevansi ayat-ayat yang berkaitan dengan Khawf dan Raja>’ dengan kehidupan modern;
Bab Kelima: merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari
uraian-uraian tesis ini, kemudian dikemukakan beberapa saran-saran sehubungan
BAB II
TAFSI<R LAT{AIF AL-ISHA<RA<T, KHAWF DAN RAJA<’
A.Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t
1. Imam al-Qushayri>
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Kari>m bin Hawa>zin bin ‘Abd al-Ma>lik
bin T{alh}ah} bin Muhammad al-Istiwa>’i>al-Qushairi>> al-Naisabu>ri> al-Sha>fi’i>. Lahir pada tahun 376 H/986 M. di kota Istiwa>. Nisbah nama belakangnya merupakan
penisbahan terhadap keluarga (bani>) Qushayr bin Ka’b1. Sedangkan al-Naisaburi>
merupakan nisbah kepada kota tempat ia belajar ilmu sekaligus kota dimana ia
wafat. Adapun al-Sha>fi’i> merupakan nisbah maz}hab fiqih yang dianutnya, yakni
mazhab al-Sha>fi’i>.
Sejak kecil al-Qushairi>> sudah ditinggal wafat oleh ayahnya. Pada masa
mudanya ia mengembara ke Naisabur untuk menuntut ilmu pengetahuan . Tujuan
awalnya ke kota ini sebenarnya ingin belajar ilmu hitung (h}isab). Keinginannya
ini bermula dari fenomena yang terjadi di masyarakat tempatnya tinggal yang
sangat tertekan dengan sistem perpajakan yang cenderung merugikan.2 Namun
kemudian ia bertemu dengan Abu ‘Ali al-Daqa>q (w:412 H./1021 M.), ia sangat tertarik untuk berguru padanya terutama dalam bidang tasawuf. Hal ini
membuatnya mengurungkan niat awal pergi ke Naisabur untuk belajar ilmu h}isab
dan beralih mendalami tasawuf dari sang guru tersebut.
Selama masa belajar pada al-Daqa>q, rupanya sang guru banyak melihat sisi
positif dan kecerdasan dari al-Qushairi>, sehingga al-Qushairi> diambil menantu
1‘Abd al-Kari>m al-Qushairi>, Lat}a>if al-Isha>ra>t, (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 2007), Vol.I, 3 2Ibid., 6
oleh al-Daqa>q. Naisabur pada masa itu merupakan ibu kota Khurasan, yang
merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan dan gudang cendekiawan.3Inilah
yang membuat al-Qushairi> menjadi seorang yang mahir dalam berbagai bidang
ilmu (as}h}a>b al-funu>n).
al-Qushairi> dikenal sebagai seorang faqi>h, ia juga ahli dalam kala>m, us}u>l,
tafsir, sastra, ahli dalam ilmu syariat dan hakikat. Dalam bidang us}u>l ia
bermaz}hab al-‘asha>'irah dan dalam bidang fiqih mengikuti mazhab
al-sha>fi’i>.Salah satu kelebihan yang juga dimiliki oleh al-Qushairi>> adalah
kepiawaiannya dalam berkuda dan kemahiran memainkan pedang.4
Dari sekian banyak bidang ilmu yang dikuasai oleh al-Qushairi>, ilmu
tasawuf merupakan bidang keahliannya secara khusus. Guru spiritualnya adalah
Abu> ‘Ali> al-Daqa>q. Daqa>q pulalah yang menrekomendasikan kepada al-Qushairi> untuk mengaji pada Abu Bakar al-T}u>si> penulis kitab al-Luma’, Ibnu al
-Faurak, dan al-Isfaraini>. Setelah berguru kepada mereka, al-Qushairi>
menyempurnakan pengetahuannya tentang tasawuf kepada ‘Ali> al-Daqa>q. Ketika
‘Ali> al-Daqa>q wafat, al-Qushairi> berguru kepada Abdurrahman al-Sullami>.5
Berkat perjuangan dalam melakukan perjalanan keilmuan dalam bidang tasawuf
sebagaimana disebutkan di atas, al-Qushairi> menjadi seorang pakar dalam bidang
tasawuf di masanya.6
3Ibid., 7
4al-Qushairyi>, al-Risa>lah…, 8
5Muhammad ‘A>li A>yazi>, Mufassiru>n H{aya>tuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Wiza>rah
al-Thaqa>fah wa al-Irsha>d al-Isla>mi>,1994), 604
al-Qushairi> juga dikenal dekat dan memiliki hubungan baik dengan Sultan
pada masanya. Ia hidup pada masa Dinasti Saljuk, Sultan Saljuk Alib Arsalan
al-Saljuki> (w:1072 M.) adalah Sultan yang sangat menghomati al-Qushairi>. Sultan
lain yang dikenal sangat hormat padanya adalah Wazi>r Niz{a>m al-Mulk, al-Hasan
bin ‘A>li al-T}u>si> (w:1092 M).7al-Qushairi> juga seorang ulama yang menelurkan
banyak pakar dan ulama, antara lain muridnya adalah Ahmad bin ‘Ali> bin Tha>bit
al-Bag}dadi> (392-463 H./1002-1072 M.), Ismail bin Husain al-Husayni> (w:531
H./1137 M), Ismail bin Abi al-Qa>sim al-Gha>zi> al-Naisa>buri>, Sulaiman bin Na>s}ir
bin Imra>n al-Ans}a>ri> (w:512 H./1118 M.), serta banyak ulama-ulama yang lain.8
Ia menikah dengan anak perempuan dari guru spiritualnya yakni Abu ‘A>li>
al-Daqa>q yang bernama Fatimah, dikaruniai enam orang anak laki-laki dan satu
orang anak perempuan.9al-Qushairi> wafat pada tahun 465 H/1073 M. dalam usia
87 tahun di kota Naisabur, dimakamkan di dekat makam gurunya Abu> ‘Ali> al
-Daqa>q.10
Karya-karya al-Qushairi>
Banyak karya tulis yang telah dihasilkan oleh al-Qushairi>. Menurut
catatan Ismail Basha al-Bag}da>di> dalam kitab Hadiyat al-‘A>rifi>n, beberapa karya al-Qushairi> antara lain:
1. al-Arba’u>n fi al-H{adi>th. 2. Istifa>d}at al-Mura>da>t. 3. Bulghat al-Maqa>sid.
4. al-Takhyi>r fi ‘Ilmi> al-Taz}ki>r fi Ma’a>ni Ism Alla>h Ta’a>la.
5. al-Taisi>r fi ‘Ilmi al-Tafsi>r.
7al-Qushairi>, al-Risa>lah…, 12 8Ibid., 11
9Ibid., 8
6. ‘Uyu>n al-Ajwibah fi Funu>n al-As'ilah 7. al-Fus}u>l fi al-Us}u>l
8. Kita>b al-Mi’ra>j
9. al-Muntaha> fi Nukkati U>lin al-Nuha> 10.Na>sikh al-H{adi>th wa Mansu>khuhu. 11.Nah{w al-Qulu>b
12.H{aya>t al-Arwa>h{ wa al-Dali>l ila T}ari>q al-S}ala>h{
13.Shika>yat Ahl al-Sunnah bi H}ika>yati Ma Na>lahum Min al-Mih}nah 14.Manshu>r al-Khita>b fi Shuhu>d al-Alba>b.
15.Lat}aif al-Isha>ra>t fi Tafsi>r al-Qur’a>n.11 16.al-Risa>lah al-Qushayriyah.12
2. Metode Tafsi>r Lat}a>if al-Isha>ra>t
Shaykh Muhammad ‘Ali Iyazi> dalam kitabnya ‚al-Mufassiru>n Ha>ya>tuhum
wa Manha>juhum‛ menyatakan bahwa kitab tafsir al-Qushayri> ini adalah karya
tafsir yang sempurna, mengungkap makna ayat al-Quran secara keseuruhan,
dengan sumber penafsiran nilai-nilai isha>rah hasil dari jalan bermujahadah. Nama
Isha>ra>t yang yang menyemat pada kitab tafsir ini, cukup membuktikan, bahwa
sumber penafsirannya adalah berpangkal pada nilai-nilai isha>rat yang muncul dari
makna hakikatnya, dan memang menjadi tujuan Imam al-Qushayri> mengungkap
maksud lain dari setiap makna ayat. ‘Ali> Iyazi> beralasan, bahwa penamaan
isharat itu dikarenakan secara kebahasaan isha>ra>t ialah rasa saling mencintai
antara yang mencintai dan yang dicintai (al-Muh}ibbu ma’ al-Mah}bu>b), yang pada akhirnya berujung pada isyarat-isyarat maksud yang dikehendaki, bukan
ungkapan-ungkapan real dan terang, karena ketidakmampuan redaksi untuk
mengungkap kehendak lain yang dimaksud. Begitupun kalamullah yang penuh
dengan sirri rahasia berkesesuaian dengan isha>rat-isha>ra>t sufi,
11Ibid.
Hal ini sesuai dengan pengakuan Imam al-Qushayri> sendiri yang
mengatakan bahwa kitab tafsirnya itu memang bernuansa isha>rah-isha>arah
al-Quran. ‚ آباتنٚ ارٖ ٢تأٜ ٢ًع سنذ فسط َٔ تازاغإ ٕآسكيا ٢ًع ٕاطي ٌٖأ ١فسعما ، اَإ َٔ ٢ْاعَ ِهٛكَ ، ٚأ اٜاطق ِهٛصأ ، آهًض ٘ٝف لٜسط اقإا ( ٍ ) ١ٝػخ ٍاما ‚
‚Kitab tafsir ini hadir bersumber dari untaian isha>ra>t-isha<ra<t al-Quran,
sebagaimana lisan ahli ma’rifat yang menyamainya, baik maksud perkataannya, maupun dasar pengambilannya. Dalam penafsiran kitab ini, kami menggunakan cara yang mudah, sebab dihawatirkan akan
memberikan kesan membosankan.‛
Dalam penafsirannya, umumnya Imam al-Qushayri> mengawali dengan
perkataan ‚wa al-Isha>rah minha‛ (isyarat ayat ini ialah), lalu melanjutkan uraian
tafsirnya hingga selesai, dan akan banyak dijumpai cara penafsiran demikian.
Begitulah metode penafsiran al-Qushayri menurut ‘Ali> Iyazi>.
Namun sebagaimana diketahui bahwa mengetahui metode penafsiran yang
digunakan mufassir, sebenarnya banyak sekali perbedaan penilaian ulama,
terutama pada masa belakangan ini. Sebagian dari mereka ada yang menganggap
bahwa metode itu seperti halnya Ijma>li> (Global), Tahli>li> (analisis), Maudhu>’i>
(Tematik), dan Muqa>rin (komparasi). Sementara sebagian yang lain ada yang
memposisikan empat item itu sebagai bagian dari metode, dan bukan merupakan
pisau utama untuk menafsiri ayat. Hal ini sebagaimana pendapat Ridlwan Nasir,
bahwa untuk mengetahui dengan detail metode yang tertuang dalam kitab tafsir,
perlunya memperhatikan beberapa aspek antara lain, metode ditinjau dari aspek
sumber, metode ditinjau dari aspek cara penjelasan, dan metode ditinjau dari
aspek keluasan.14 Dengan demikian metode penafsiran yang digunakan Imam
al-Qushayri> dalam tafsirnya Lat}a>if al-Isha>ra>t ialah sebagai berikut:
a. metode ditinjau dari aspek sumber
Ditinjau dari aspek sumber penafsirannya, kitab tafsir Lat}a>if al-Isha>ra>t
adalah tergolong tafsir bi al-Ra’yi, Penilaian demikian karena melihat penafsiran
Imam al-Qushayri> yang secara umum menjadikan isha>rat-isha>rat sufi yang tentu
kemunculannya melalui rasiao dan ra’yu Imam al-Qushayri sendiri. Sebagaimana disebutkan pada sub sebelumnya, setiap penafsirnnya secara umum Imam
al-Qushayri> selalu mengawalinya dengan perkataan:‛wa al-Isha>rah minha>‛
(penafsiran dari ayat ini ialah) sebagai cikal bakal rasio sebagai pangkal
penafsirannya. Keumumannya itu berarti menunjukkan bahwa secara umum
karya tafsir al-Qushayri> ini memang benar-benar memuat ishara-isharah al-Quran
yang bersumber dari rasiao dan ra’yunya.
Sebagai contoh, penafsiran Imam al-Qushayri> yang bersumber tafsir Ishari>
itu bisa dilihat penafsirannya terhadap ayat 13 surat al-Baqarah:
‚ اَذٔإَٚ ٌَٝٔق َُِِٗي اَُٛٓٔآ اََُن َََٔآ ُعآٖيا اُٛياَق َُِٔٔؤَُْأ اََُن َََٔآ ُ٤اََٗفٗطيا اَيَأ ُِِْٖٗٔإ ُُِٖ ُ٤اََٗفٗطيا ِٔٔهَيَٚ اَي ًََُُِٕٛعَٜ ‛ ٠زاغإا اَٗٓ ٕأ نكفآما ام اُٛعُد ىإ لحا اٛفصٚ نًُطما َ٘فٖطياب ، ويرنٚ باخصأ ٢ٓػيا اذإ اٚسَُٔأ ٔىِسَتٔب اْٝديا اٛفصٚ ٌٖأ دِغسيا ٌطهياب صجعياٚ ، ٕٛيٛكٜٚ ٕإ ٤اسكفيا اٛطٝي ٢ًع ٤ٞغ ، ْ٘أ ا ٍاَ ِه اٚ ٙاج اٚ ١حاز اٚ ؼٝع ، يٚ ١كٝكحا ِٖ ٤اسكفيا ِٖٚ باخصأ ؛١ٓحا اٛعقٚ ي ٍريا ١فاخ ٍريا ، اٛضزاَٚ ٕاٛها ١ٝػخ ٕاٛها ، اٚدٖٝغ زٛصكيا ٔهيٚ اٛٓهض زٛبكيا ، اٖٜٛٓش دٗما ٔهيٚ اٛجزدُأ
14 Ridwan Nasir, Perspektif baru Metode Tafsir Muqarin dalam memahami al-Quran, (Imtiyaz,
دخًيا ، اٛطنز ي ٕادَٝ ١ًفػيا ٔهيٚ اٚسجع ي ١ٜدٚأ ٠سطحا ، ٔعٚ بٜسق ًُٕٛعٝض ، ٔهيٚ نح ا ِٗعفٜٓ ًُِٗع ، اٚ يػٜ ِٗٓع ٤ٞغ .
Pada contoh di atas, cukup jelas dan mewakili contoh-contoh penafsiran
Imam al-Qushayri> lainnya. Setelah mencantumkan ayat 13 surat al-Baqarah itu,
Imam al-Qushayri> langsung mengawali penafsirannya dengan cirihas
kebiasaannya, yaitu dengan perkataan ‚isyarat dari ayat ini ialah (al-Isha>rah minha)‛.
Menurutnya ayat di atas mengisyaratkan bahwa orang-orang munafiq saat
diajak oleh orang-orang muslim terhadap kebenaran, justru mensifati orang-orang
muslim dengan sifat yang bodoh. Demikian juga orang-orang yang memiliki
kekayaan, saat mereka diperintah agar meninggalkan urusan duniawinya, mereka
justru mengatakan orang-orang yang mendapatkan petunjuk (Ahl al-Rushdi) itu
adalah pemalas dan lemah, lalu berkata:‛sungguh orang-orang faqir tidak memiliki apa-apa‛ karena menurut mereka orang-orang faqir, tidak ada kekayaan, tidak berkedudukan, tidak memiliki kenyamanan dan kehidupan. Meskipun
sebenarnya orang-orang yang faqirlah yang kaya, dan merekalah yang faqir.16
Dari contoh penafsiran di atas, jelas Imam al-Qushayri> penafsirannya tergolong
bersumber dari isha>ra>t (Isha>ri>).
Contoh lain sebagai bukti bahwa penafsiran Imam al-Qushayri> lebih
condong bersumber pada nilai-nilai isharat ialah seperti saat ia menafsiri ayat 6
surat al-Ma>idah, yang mayoritas kebanyakan mufasir alur penafsirannya selalu
mengarah terhadap persoalan hukum.
Bukan tidak ahli dalam persoalan hukum sehingga pada ayat yang
bernuansa hukumpun memiliki rasa tasawuf. Akan tetapi justru imam
al-Qushayri lebih terlihat kepakarannya dengan memberikan tambahan maksud.
Sistematikanya ialah dengan pengulasan makna dari aspek hukum, lalu diulas
dengan lebih luas lagi menurut aspek tasawufnya, dengan memberikan
isharat-isharat sufi. Sehingga ayat hukum itu, terasa lebih luas maknanya. Sikapnya yang
demikian itu dapat dilihat pada contoh penasirannya pada ayat wudu surat
al-Ma>idah ayat 6.
٘يٛق
ٌٓج
ٙسنذ
:
{
اَٜ
اََٜٗٗأ
َٜٔٔرٖيا
اََُٛٓاَ٤
اَذٔإ
ُِِتُُِق
٢َئإ
ٔ٠َاٖصيا
اًُٛٔطِغاَف
ُِِهَُٖٛجَٚ
ُِِهَٜٔدَِٜأَٚ
٢َئإ
ٔلٔفاَسَما
اُٛخَطَِاَٚ
ُِِهٔضُٚؤُسٔب
ُِِهًَُجِزَأَٚ
٢َئإ
َِٔٔٝبِعَهيا
}
.
اُن
ٖٕأ
ي
١عٜسػيا
ا
ٗحصت
ُ٠اصيا
ٔرػب
زٛٗطيا
اف
ٗحصت
-
ي
١كٝكحا
-
رػب
زٛٗط
.
اُنٚ
ٕأ
سٖاعًي
ّ٠زاٗط
س٥اسطًًف
ّاطٜأ
٠زاٗط
،
ُ٠زاٗطٚ
ٕادبأا
٤ام
٤اُطيا
ٟأ
سطما
،
٠زاٗطٚ
بًٛكيا
٤ام
ّدٓيا
ٌجخاٚ
،
ِث
٤ام
٤اٝحا
ٌجٛياٚ
.
اُنٚ
بج
ٌُطغ
ٔ٘جٛيا
دٓع
ّاٝكيا
ىإ
٠اصيا
بج
-
ي
ٕاٝب
٠زاغإا
-
١ْاٝص
٘جٛيا
ٔع
ٍٗربتيا
ٍاهغأي
ٔع
بًط
ظ٥اطخ
ضاسعأا
.
اُنٚ
بج
ٌُطغ
ٜٔدٝيا
ي
ٜٔدٝيا
ي
٠زاٗطيا
بج
اُٖسصق
ٔع
ّاسحا
١ٗبػياٚ
.
اُنٚ
بج
ُحطَ
عأسيا
بج
ْ٘ٛص
ٔع
عضاٛتيا
ضفخاٚ
ٌهي
دحأ
.
اُنٚ
بج
ٌطغ
نًِجٔسيا
ي
٠زاٗطيا
بج
اُْٗٛص
ي
٠زاٗطيا
١ٓطابيا
ٔع
ٌكٓتيا
اُٝف
ا
شٛج
Pada contoh ke dua ini, jika pada lumrahnya, mufasir menjadikan ayat 6
al-Ma>idah itu sebagai dasar dalil fardunya wudu’, maka lebih daripada itu, Imam
al-Qushayri> dengan background tasawufnya menilainya bukan hanya sekedar
ayat hukum dan tatacara wudu saja, akan tetapi di balik setiap basuhan
anggota itu, ada isha>rah (intuisi) nilai pembersihan dosa dari setiap
anggota-anggota itu. Langkah penafsiran d