POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS
SAVE STREET CHILD
SURABAYA
Skripsi
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
Oleh :
Rizka Lailatur Rochmah
NIM. B36213054
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
ABSTRAK
Rizka Lailatur Rochmah, B36213033, 2017. Skripsi. Pola Komunikasi Komunitas
Save Street Child Surabaya
Kata Kunci : Pola Komunikasi, anggota komunitas Save Street Child Surabaya
Pada umumnya komunikasi dengan anak-anak kecil pada umumnya tidaklah mudah, mereka tidak mengenal tentang ekonomi keluarga, atau mencari uang untuk membeli makan, namun anak-anak didik yang ada pada komunitas Save Street Child Surabaya ini berbeda, mereka adalah anak-anak jalanan yang kesehariannya mencari uang, mebutuhkan susah berkomunikasi dengan mereka yang memiliki pola pemikiran dan kepribadian yang berbeda sehingga diperlukan teknik komunikasi yang berbeda dalam berkomunikasi dengan anak-anak jalanan
ini untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan komunitas Save Street Child
Surabaya.
Ada dua fokus yang dikaji dalam penelitian ini yakni : (1) bagaimana
pola komunikasi yang dilakukan komunitas Save Street Child Surabaya dengan
anak-anak jalanan dan marjinal disetiap kegiatannya (2) apa motif anak jalanan
dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya.
Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam peneliti mencari data menggunakan metode penelitian deskriptif- kualitaif dengan pendekatan fenomenologi yang berguna untuk mendapatkan fakta dan data seputar pola komunikasi yang dilakukan komunitas Save Street Child Surabaya kepada anak-anak jalanan dalam setiap kegiatannya. Peneliti menganalisa lebih lanjut hasil data dengan menggunakan teori pertukaran sosial guna memperkuat dan mempertegas argument yang dihasilkan peneliti.
Dari hasil penelitian ini temukan bahwa (1) pola komunikasi yang
dilakukan komunitas Save Street Child Surabaya menggunakan pola komunikasi
antarpribadi, pola komunikasi kelompok, dan pola komunikasi masa, dalam pola
komunikasi kelompok komunitas Save Street Child Surabaya menggunakan pola
komunikasi dengan struktur roda (2) motif yang digunakan anak-anak jalanan
dalam kegiatan komunitas Save Street Child Surabaya yakni motif informatif, dan
motif hiburan.
Oleh sebab itu komunikasi yang efektif dilakukan jika memahami dan mengerti pola komunikasi yang akan dibangun, sehingga komunikasi yang dilakukan berstruktur dan mendapatkan respon timbal balik terhadap budaya individu.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...17
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ...18
3. Jenis Data dan Sumber Data ...19
4. Tahap Penelitian ...20
5. Teknik Pengumpulan Data ...23
6. Teknik Analisis Data ...23
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...24
I. Sistematika Pembahasan ...26
BAB II STUDI TEORITIS TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE STREET CHILD SURABAYA A. Kajian Pustaka ...28
1. Pola Komunikasi dalam Dinamika Kelompok ...28
2. Simbol Sebagai Alat Bantu Komunikasi ...35
3. Hambatan Komunikasi dalam Kelompok ...38
4. Motif Hubungan dalam Partisipasi Kelompok ...41
5. Pola Hubungan antara Kelompok dengan Anak ...43
B. Kajian Teori ...47
BAB III KAJJIAN EMPIRIS TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE STREET CHILD SURABYA
A. Pofil Informan ...54
1. Tentang Save Street Child Surabaya ...54
2. Tentang Informan ...63
a. Informan 1 (Johanes) ...63
b. Informan 2 (Muhammad Acef Styantoro) ...63
c. Informan 3 (Defira Julia Putri Raga)...64
d. Informan 4 (Reza Resandi) ...64
e. Informan 5 (Iqbal Al-Farisi) ...64
f. Informan 6 (Surya Firmansyah) ...65
g. Informan 7 (Ayubi Mustofa) ...65
h. Informan 8 (Ikhyaul Maslufi) ...65
B. Deskripsi Data Penelitian ...67
1. Pola Komunikasi yang dilakukan Komunitas Save Street Child Surabaya dengan anak-anak jalanan yang menjadi anggota ...68
2. Motif Anak-anak jalanan sebagai anggota dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya ...84
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISA DATA TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE STREET CHILD SURABAYA A. Temuan Data Penelitian ...88
1. Pola Komunikasi yang dilakukan Komunitas Save Street Child Surabaya dengan anak-anak jalanan yang menjadi anggota ...88
a. Komunikasi dengan diri sendiri...88
b. Komunikasi antarpribadi ...89
c. Komunikasi kelompok...90
d. Komunikasi media modern...91
2. Motif Anak-anak jalanan sebagai anggota dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya ...92
a. Motif Informatif...92
b. Motif Hiburan ...93
B. Analisa Data Penelitian ...94
1. Pola Komunikasi yang dilakukan Komunitas Save Street Child Surabaya dengan anak-anak jalanan disetiap kegiatannya ...95
2. Motif Anak-anak dalam mengikuti setiap kegiatan Save Street Child Surabaya ...105
C. Konfirmasi Temuan dan Teori ...109
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...114
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian ide atau gagasan
terhadap komunikan dan komunikator. Komunikasi minimal mengandung
kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat, dikatakan minimal karena
kegiatan komunikasi tidak hanya Informatif, yakni agar orang lain bersedia
menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau
kegiatan, dan lain-lain1.
Pada dasarnya mengajar anak anak tidaklah mudah, harus mengerti
karakteristik dan cara yang berbeda dalam memahami dan mengarahkan
anak-anak. Anak-anak pada umumnya cukup mudah untuk memahami
pembelajaran karena selain disekolah, dirumah atau dilingkungannya mereka
juga akan dibimbing orang tua dan dipelajari pelajaran yang ada disekolah
pada umummnya. Anak-anak pada umumnya tidak mengenal pekerjaan,
hanya sebatas bermain, belajar, dan lain-lain pada umumnya, mereka tidak
terbebani dengan pemikiran masalah ekonomi dan lain sebagainya.
2
Namun anak-anak didik dari SSCS (Save Street Child Surabaya,
Komunitas Penggerak Anak jalanan dan Marjinal) ini berbeda, mereka dari
lingkungan yang berbeda, anak-anak didik SSCS ini setiap harinya bekerja
mencari uang dijalan, tidak berpendidikan layaknya anak sekolah pada
umumnya, mereka dilingkungan keluarga yang ekonominya kurang, bahkan
ada yang tidak memiliki tempat tinggal. Akan sangat bebeda saat bertemu
dengan anak-anak jalanan dan marjinal ini, cara berkomunikasi dan
bersosialisasi terhadap merekapun cukup sulit jika tidak memiliki kesabaran
dan cara berkomunikasi yang berbeda. Saat mengajak untuk berbicara dan
berkomunikasi dengan mereka juga harus memiliki tekni dan cara yang
berbeda meskipun sama halnya dengan berbicara dengan anak-anak kecil
pada umumnya, namun anak-anak jalanan ini memiliki alasan lain untuk
mengikuti dan mepercayai tujuan yang dibangun komunitas SSCS ini. Mereka
akan berfikir dua kali untuk mengikuti dan mempertimbangkan waktu yang
mereka miliki, waktu bekerja mencari uang dan mengikuti kegiatan berlajar
mengajar SSCS, sehingga SSCS harus memiliki caranya sendiri dalam
mengajak anak-anak jalanan dalam mengajak dan mempertahankan anak-anak
jalanan dalam setiap kegiatan yang mereka buat.
Anak-anak jalanan memiliki komunikasi yang berbeda dengan
anak-anak kecil pada umumnya, anak-anak-anak-anak kecil pada umumnya meliki komunikasi
3
benar, sedangkan bersama anak-anak jalanan kota Surabaya ini akan cukup
sulit untuk mengikuti pola komunikasi dan kepribadian mereka yang ada
dijalanan, pola pikir dan kepribadian mereka yang sulit ditebak dan susah
untuk diajak berubah akan membutuhkan pola komunikasi dan cara yang
berbeda untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan anak-anak jalanan.
Akan sangat berbeda baik cara mengajar, berkomunikasi, dan
bersosialisasi dengan anak-anak jalanan ini karena anak jalanan memiliki
pemikiran bahwa mencari uang lebih penting dari pada belajar, mereka lebih
membutuhkan makan dari pada proses belajar. Namun SSCS dapat mengubah
pola pikir Anjal ini bahwa makan dan belajar adalah hal yang penting dan
sama-sama dibutuhkan. Melalui komunikasi yang efektif dengan anak-anak
jalanan SSCS memberikan wadah bagi mereka Anjal untuk belajar dan
sejenak melupakan kegiatan keseharian mereka untuk mengisi waktu belajar.
Komunikasi yang dibangun komunitas ini cukup efektif karena Anjal selalu
menunggu dan menanti kedatangan komunitas SSCS ini disetiap titik kumpul
yang sudah ditentukan sebelumnya. Komunitas SSCS ini tidak pernah
kehabisan Anjal disetiap pertemuannya. Oleh karena itu diperlukan proses
lebih lanjut mengenai pola komunikasi yang di bangun SSCS bersama Anjal
di Surabaya, dan proses pembelajaran serta sosialisasi SSCS kepada Anjal
yang notabennya memiliki pemikiran yang berbeda dengan anak-anak pada
4
B. Fokus Penelitian :
Peneliti mengfokuskan penelitian ini pada :
1. Bagaimana pola komunikasi yang dilakukan komunitas SSCS
dengan anak-anak jalanan yang menjadi anggota SSCS ?
2. Apa motif Anjal sebagai anggota dalam mengikuti setiap kegiatan
SSCS ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Dapat mendeskripsikan pola komunikasi komunitas SSCS dalam
berinteraksi dan bersosialisasi dengan Anjal yang menjadi anggota.
2. Mengetahui motif Anjal sebagai anggota dalam mengikuti
kegiatan dalam proses belajar mengajar.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam rangka pengembangan Ilmu Komunikasi
5
diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa yang
ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan
penelitian yang sejenis. Juga sebagai sumbangan ilmiah dalam
perkembangan ilmu pengetahuan bagi institusi maupun akademisi
dan mahasiswa tentang Pola komunitas dalam berkomunikasi,
membimbing, dan bersosialisasi dengan orang lain khususnya
Anjal.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu
pandangan dalam mengembangkan pola komunikasi yang ada
dalam suatu kelompok terutama dalam bidang komunikasi dan
sosial yang dapat dilihat dari bentuk-bentuk dan cara seseorang
dalam berkomunikasi dengan orang yang memiliki pemikiran dan
sikap individu yang berbeda dari pola pikir membimbing
anak-anak pada umumnya.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian ini tidak lepas dari penelitian terdahulu karena dapat
menjadi bahan rujukan dan pegangan dalam mengadakan penelitian lebih
lanjut mengenai pengembangan penelitian yang relevan. Adapun penelitian
6
1. Jurnal komunikasi pembangunan dengan judul “Pengaruh Pola
Komunikasi Keluarga dalam Fungsi Sosialisasi Keluarga terhadap
Perkembangan Anak”
Penelitian ini dilakukan oleh A. Sari, A. V. S. Hubeis, S.
Mangkuprawira, dan A. Saleh dari Institut Pertanian Bogor, Mayor
Komunikasi Pembangunan. Penelitian ini sama-sama mengunaka objek
penelitan yang sama namun subjek penelitian yang berbeda, perbedaan
penelitian ini juga memakai desain survei, dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik disproporsional random sampling.
2. Jurnal Ilmu Komunikasi Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan
Emosi Anak (Studi Kasus Penerapan Pola Komunikasi Keluarga dan
Pengaruhnya terhadap Perkembangan Emosi Anak pada Keluarga Jawa).
Penelitian ini dilakukan oleh Yuli Setyowati, penelitian ini sama-sama
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan menggunakan
objek penelitian yang sama, namun perbedaannya penelitian ini
menggunakan model analisis interaktif bukan fenomenologi, objek yang
dikaji juga sangat berbeda.
F. Definisi Konsep
1. Pola Komunikasi
Shannon dan Weaver mengatakan bahwa komunikasi adalah
7
sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi
menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan,
seni, dan teknologi.2 Pentingnya bentuk interaksi yang saling
mempengaruhi akan memudahkan dalam bersosialisasi dengan anak-anak
jalanan.
Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada berapa jenis yang dapat
dikemukakan, ilmu komunikasi mempunyai pola (tipe) tersendiri dalam
mengamati perilaku komunikasi. Namun semua itu tidak perlu dibedakan
secara kontradiktif, hanya berbeda penekanan disebabkan latar belakang
dan lingkungan yang mendukungnya. Guna membedakan pola komunikasi
yang berkembang di Indonesia dan lebih ditinjau dari aspek sosialnya,
antara lain komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi massa.3
Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold
D. Lasswell mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain (1)
manusia dapat mengontrol lingkungannya, (2) beradaptasi dengan
lingkungan tempat mereka berada, (3) melakukan transformasi warisan
sosial pada generasi berikutnya.4 Jika komunikasi yang dibangun
komunitas SSCS sudah terbangun dan terhubung dengan anak-anak
2
Hafied cangara, pengantar ilmu komunikasi, (jakarta, rajagrafindo persada, 2012), Hal. 23.
8
jalanan, maka mereka akan lebih mudah untuk mengontrol lingkungan
Anjal dan membimbing mereka pada kegiatan-kegiatan komunitas SSCS.
Dengan kata lain pentingnya komunikasi yang dibangun komunitas SSCS
dalam membimbing anak-anak jalanan untuk mengikuti setiap kegiatan
yang ada di komunitas SSCS.
“Komunikasi adalah proses hal dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksut mengubah
prilaku”, demikian dikatan Everett M. Rogers. Definisi ini
menekankan bahwa dalam komunikasi ada sebuah proses pengoperan
(pemprosesan) ide, gagasan, lambang, dan didalam proses itu
melibatkan orang lain.5 Komunikasi membutukan proses yang berbeda
disetiap interaksinya, karena komunikan memiliki pola pikir tersendiri,
jadi untuk menyamakan suatu presepsi harus memiliki caranya sendiri
dalam berkomunikasi.
Dalam Arti yang paling dasar, sebuah hubungan terbentuk
ketika terjadi proses pengiriman dan penerimaan pesan secara timbal
balik, yaitu ketika dua atau lebih individu saling mempertimbangkan
dan saling menyesuaikan prilaku verbal dan nonverbal mereka satu
sama lain. Pengelolahan timbal balik sedemikian, yang boleh kita
5
9
sebut komunikasi interpersonal, adalah cara-cara dimana semua jenis
hubungan diawali, berkembang, tumbuh, dan kadang memburuk.6
Hubungan yang dibentuk oleh komunitas SSCS sangat erat
dengan anak-anak jalanan yang ada di kota Surabaya, tak heran jika
setiap kegiatannya selalu dikuti dan dihadiri oleh Anjal. Pada
komunitas SSCS, mereka memiliki cara tersendiri dalam membuat
suatu hubungan dengan anak-anak jalanan. Mereka akan
mempertimbangkan dan menyesuaikan komunikasi bersama Anjal,
pola hubungan ini akan berbeda saat kita berkomnikasi dengan
anak-anak pada umumnya. Sehingga setiap kegiatan yang ada pada
komunitas SSCS dapat dipercaya dan diikuti oleh anak-Anjal.
2. Community atau komunitas
Menurut Soerjono Soekanto, istilah community dapat diterjemahkan
sebagai “masyarakat setempat”, istilah mana menunjukan pada warga
-warga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa. Adanya beberapa
faktor yang melatar belakangi timbulnya suatu community antara lain7 :
a. Adanya suatu interaksi yang lebih besar diantara anggota –anggota
yang bertempat tinggal disuatu tempat atau daerah engan
batas-batas tertentu.
6
10
b. Adanya norma sosial manusia didalam masyarakat, iantaranya
kebudayaan masyarakat sebagai suatu ketergantungan yang
normative, norma kemasyarakatan yang historis, perbedaan sosial
budaya antara lembaga kemasyarakatan dan organisasi
masyarakat.
c. Adanya ketergantungan antara kebudayaan dan masyarakat yang
bersifat normatif. Dan juga norma yang ada dalam masyarakat itu
akan diberikan batas-batas pada kelakuan-kelakuan anggotanya
dan dapat berfungsi sebagai pedoman bagi kelompok untuk
menyumbangkan sikap kebersamaannya dimana mereka berada.
3. Save Street Child
Save Street Child adalah sebuah organisasi yang berawal dari gerakan di media massa yang diinisiasi oleh Shei Latiefah. Melalui akun
@savestreetchild, 23 Mei 2011 yang lalu, gerakan ini bermetamorfosis
menjadi sebuah organisasi independen yang mempersiapkan anak-anak
marjinal yang memiliki akses pendidikan minim supaya dapat menjadi
generasi penerus bangsa bekal yang memadai: pendidikan dan teman baik.
Kita memberi apa yang telah kita terima. Tugas manusia terdidik adalah
mendidik manusia lainnya. Untuk itulah, Save Street Child lahir dan
menjadi wadah bagi kaum muda untuk berbagi.8
8
11
Save Street Child terlahir di Jakarta dan kemudian, gerakan ini dicontoh oleh pemuda-pemuda lain di kota-kota dan menjadi gerakan
yang desentralis. Dengan bantuan media sosial seperti twitter
(@savestreetchild) SSC dapat memperluas jaringannya hingga 14 kota
diantaranya: Surabaya, Bandung, Jogjakarta, Medan, Makassar, Manado,
Palembang, Padang, Madura, Jember, Blitar, Depok, Pasuruan, dan
Malang. Para pegiat Save Street Child di kota-kota itu membuat gerakan
Save Street Child kota mereka yang otonom dan melakukan
kegiatan-kegiatan konkrit. 9
Komunitas ini mengelola kelas-kelas belajar gratis yang dijalankan
oleh tim pengajar berdedikasi dan memiliki kepekaan, cinta dalam
mendidik, dan berteman dengan adik-adik marjinal. Kelas belajar yang
disediakan sebelumnya telah melalui mekanisme survey seperti
pendekatan terhadap warga sekitar, dan perencanaan kecil sebelum
akhirnya berjalan sebagai pusat belajar mengajar.Tiap kelas belajar Save
street child dikelola oleh tim pengajar yang berdomisili tidak jauh dari
kelas belajar tersebut, sehingga tidak memberatkan sang pengajar. Banyak
hal yang diajarkan oleh tim SSC mulai dari membaca, menulis, berhitung
hingga keterampilan seperti membuat pita dan bandana. Kreasi yang
dibuat anak-anak marjinal biasanya dijual untuk menambah penghasilan
12
meningkatkan taraf kesejahteraan anak-anak jalanan dalam aspek
pendidikan dan pemberdayaan kreatifitas. Namun, SSC tidak hanya fokus
pada kegiatan belajar mengajar saja. SSC juga memiliki program seni dan
rekreasi seperti tamasya dan mengadakan bakti sosial bersama komunitas
lainnya.10
Goal utama dari komunitas ini, selain menyebarkan kepedulian adalah,
sebagai pusat informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan anak
jalanan. Mulai dari rumah singgah, relawan, hingga akses
pelatihan-pelatihan untuk pengorganisiran anak jalanan. Save Street Child adalah
rumah. Save Street Child adalah tempat berkumpul (melting pot)
orang-orang yang peduli anak jalanan. Save Street Child bukan satu-satunya
pengomando gerakan. Komando datang dari kamu. Kamu adalah agen
perubahan. Kamu adalah manusia yang tercerahkan. Kamu, adalah satu
dari sekian orang yang punya waktu untuk memikirkan sesama.11
4. Motif
Motif dapat mengacu kepada beberapa hal berikut:
a. motif (psikologi) - alasan-alasan manusia yang melatar belakangi
mereka untuk melakukan suatu kehendak
b. motif (tekstil) - pengulangan suatu gambaran atau corak pada kain
10
http//Save Street Child, Komunitas Peduli Anak Jalanan - Citizen6 Liputan6.com.htm 11
13
c. motif (genetika) - urutan basa singkat yang diulang-ulang secara
berturutan
Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang timbul
dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh
manusia tersebut. Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti
bergerak atau to move. Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau driving
force. Motif sebagai pendorong sangat terikat dengan faktor-faktor lain, yang disebut dengan motivasi. Motivasi merupakan keadaan dalam diri
individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan
demikian motivasi mempunyai tiga aspek di dalamnya yaitu:12
a. Keadaan terdorong dalam diri organisme (a drive state), yaitu
kesiapan bergerak karena kebutuhan jasmani, keadaaan lingkungan,
atau keadaan mental seperti berpikir dan ingatan.
b. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini
c. Tujuan atau "goal" yang dituju oleh perilaku tersebut
Ada beberapa kriteria motif, berikut ini adalah motif-motif yang
timbul pada diri manusia ketika berkomunikasi:13
14
a. motif informatif, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan hasrat
untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan
b. motif hiburan, yaitu hal-hal yang berkenaan untuk mendapatkan rasa
senang
c. motif integrasi personal, merupakan motif-motif yang timbul akibat
keinginan untuk memperteguh status, kredibilitas, rasa percaya diri, dll
d. motif integratif sosial, dimaksudkan untuk memperteguh kontak sosial
dengan cara berinteraksi dengan keluarga, teman, orang lain
e. motif pelarian, merupakan motif pelepasan diri dari rutinitas, rasa
15
G. Kerangka Pikir Penelitian
Bagan 1.1
Kerangka Pikir Penelitian
Anggota SSCS Anak Jalanan
(Save Street Child) Wilayah Surabaya
Kesadaran Anak-
anak jalanan
Partisipasi anak
jalanan kedalam
kegiatan SSCS
Teori pertukaran adalah teori yang berkaitan dengan tindakan sosial
16
individu berdasarkan tatanan sosial tertentu. Adapun objek yang dipertukaran
itu bukanlah benda yang nyata, melainkan hal-hal yang tidak nyata. Ide
tentang pertukaran itu juga menyangkut perasaan sakit, beban hidup, harapan,
pencapaian sesuatu, dan pernyataan-pernyataan antar-individu. 14 dalam hal
ini komunitas SSCS berkaitan erat dengan tindakan sosial yang saling
member, namun objek yang dipertukarkan disini bukan uang atau benda
seperti bantuan-bantuan dinas sosial biasanya, melaikan bantuan ide, gagasan,
harapan hidup, bahkan menyangkut masa depan anak-anak yang tinggal
dijalanan.
George Homans mengakui bahwa fakta sosial mempunyai pengaruh
yang menentukan dalam perubahan tingkah laku (yang bersifat psikologi),
yang menyebabkan munculnya fakta sosial baru berikutnya. Homans
mengakui bahwa sebenarnya faktor utamanya adalah variabel yang bersifat
psikologi. 15 dari pertukaran yang diberikan oleh komunitas SSCS diharapkan
kegiatan yang dibangun komunitas ini dapat merupah pola pikir, prilaku, dan
kpribadian dari anak-anak jalanan dapat berubah dan berkembang menjadi
lebih baik lagi kedepannya.
Model Thibaut dan Kelley mendukung asumsi-asumsi yang dibuat
oleh Homans dalam teorinya pertukaran sosial, khususnya bahwa interaksi
14
I.B Wirawan, teori-teori sosial, (Jakarta, kencana, 2013). Hal: 171 15
17
manusia mencakup pertukaran barang dan jasa, serta bahwa
tanggapan-tanggapan individu-individu yang muncul melalui interaksi diantara mereka
mencakup imbalan (rewards) maupun pengeluaran (costs). Komunikasi
kelompok menitik beratkan pada interaksi sosial serta penggunaannya dari
segi ekonomi dan imbalan dalam menerangkan gejala kelompok.16
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
1.1Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
Fenomenologi. Fenomenologi adalah analisis tentang aktivitas
kesadaran. Dengan hal ini peneliti meneliti aktivitas kesadaran
komunikasi yang dibangun oleh komunitas SSCS dalam membimbing,
mengajak, dan mendidik anak-anak jalanan.
1.2Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitan kualitatif
dengan tataran analisis deskriptif.17 Peneliti menggunakan
pendekatan deskriptif dalam penelitian kualitatif ini, karena dalam
konteks ini peneliti berusaha mendeskripsikan bagaimana sebuah
fenomena atau kenyataan sosial mengenai bagaimana proses
16
18
informan mengkomunikasikan kepada komunikannya yang memiliki
kehidupan dan pemikiran yakni pada anak-anak jalanan yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Untuk mendeskripsikan penelitian
ini nantinya peneliti akan mencari data sebanyak mungkin yang
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian
a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang,
benda, ataupun lembaga (organisasi). Subjek penelitian pada
dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Di
dalam subjek penelitian inilah terdapat objek penelitian.18
Dalam penelitian ini subyek yang diangkat menjadi informan
ialah anggota komunitas SSCS dan anak anak jalanan yang
bersangkutan dalam penelitian. Dimana informan yang peneliti
temui, mereka mempunyai latar belakang dan pengalaman didalam
kelompok yang berbeda-beda.
b. Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang,
atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. sifat
keadaan dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas yang
bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian,
18
19
sikap pro-kontra, simpati-antipati, keadaan batin, dan bisa juga
berupa proses.19
Obyek penelitian dalam penelitian ini sesuai dengan kajian
keilmuan komunikasi yaitu Pola Kominikasi. Dalam penelitian ini
peneliti mengangkat fenomena pola dan faktor komunikasi
kelompok di kalangan anggota komunitas dan dalam proses
kegiatan Pengajar Keren.
c. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Basecame Komunitas SSCS yang ada di
daerah Semampir Sel. II Blok A NO.45 Medokan Semampir
Surabaya dan kawasan belajar yang berada dikawasan Taman
Bungkul, JMP (jembatan Merah Plaza), dan Kawasan Traffic Light
Jalan dr. moestopo (Ambengan Selatan Karya).
3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini bersifat kualitatif-deskriptif dan merupakan penelitian
kepustakaan. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder.
a. Data Primer
Data Primer dalam Penelitian ini adalah data lansung dari
komunitas SSC, yang dimulai dari pengurus, anggota, hingga
proses kegiatan kepada anak-anak jalanan.
20
Data sekunder adalah data pendukung yang diambil melalui
literatur seperti buku, penelitian, internet, jurnal dan situs yang
berhubungan dengan penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan
utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Dalam
penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi. Teknik sampling
yang digunakan oleh peneliti adalah Accidental sampling yakni peneliti
lagsung mengumpulkan data dari pengurus, pengajar dan anak jalanan
melalu unit sampling yakni komunitas SSC Surabaya.
4. Tahapan Penelitian
a. Tahap Pra Lapangan
Ada empat tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam
tahap ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami,
yaitu etika peneliti lapangan. Kegiatan dan pertimbangan tersebut di
uraikan berikut ini.20
1) Menyusun Rancangan Penelitian
Tahap ini disebut juga dengan tahap pembuataan proposal
penelitian. Peneliti melakukan tahap ini pada awal bulan
November.
2) Memilih Lapangan penelitian
20
21
Peneliti memilih komunitas SSC yang membimbing anak-anak
jalanan untuk dapat tetap belajar dan memberikan motivasi hidup.
Namun di sini peneliti lebih memfokuskan ke pola komunikasi
yang dilakukan oleh komunitas SSC dalam mengajak dan
membimbing anak-anak jalanan ikut serta dalam setiap kegiatan
yang dilakukan.
3) Menjajaki dan Menilai Lapangan
Pada tahap ini peneliti akan sering berinteraksi dengan
pengurus komunitas SSC supaya lebih mudah memahami dan
mengenal pola komunikasi yang digunakan saat berkomunikasi
dengan anak jalanan yang memiliki kehidupan dan pemikiran yang
berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
4) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Peneliti dalam tahap ini memilih informan yang berbicara jujur
dan tidak mengada-ada dalam memberikan informasi terutama
tentang Pola Komunikasi komunitas SSC dalam berkomunikasi
dengan anak-anak jalanan yang memiliki kehidupan dan pemikiran
yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
b. Tahap Lapangan
Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu :
22
Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami
latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan
datanya.
2) Memasuki Lapangan
Pada saat sudah masuk kelapangan peneliti menjalin hubungan
yang akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur
bahasa yang baik, akrab serta bergaul dengan mereka dan tetap
menjaga etika pergulan dan norma-norma yang berlaku di dalam
lapangan penelitian tersebut. Peneliti mulai berkomunikasi dengan
pengurus SSC dan juga berperan dalam kegiatan yang dibuat SSC
agar data yang diperoleh lebih relevan dan peneliti juga
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan anak-anak jalanan.
3) Berperan serta sambil mengumpulkan data
Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya
kedalam field notes, baik data yang diperoleh dari wawancara,
pengamatan atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.
c. Tahap Penulisan Laporan
Dalam tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap
hasil penulisan laporan. Penulisan laporan yang sesuai dengan prosedur
penulisan yang baik karena menghasilkan kualitas yang baik pula
23
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Partisipan
Observasi ini dilakukan peneliti dengan melihat bagaimana
pola komunikasi dan hubungan yang terjalin antara komunitas SSC
dengan anak jalanan. Dalam penelitian ini, peneliti juga
menggunakan metode observasi, saat wawancara peneliti juga
mengamati lingkungan sekitar dan juga mengamati gesture
narasumber saat di wawancarai.
b. Wawancara
Dalam metode ini peneliti membuat naskah wawancara dan
kemudian mewawancarai narasumber yakni pengurus dan anggota
komunitas SSCS beserta salah satu anak jalanan yang ikut dalam
kegiatan SSC.
c. Studi Pustaka
Mencari dengan cara penelusuran terhadap literatur untuk
mencari data, mengenai teori-teori seperti pola komunikasi,
tahap-tahap komunikasi, hingga pengaruh komunikasi, dan tentang
penelitian, yang dapat mendukung penelitian ini.
6. Teknis Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskripsi kualitatif yaitu berusaha
24
dengan anak jalanan dalam kegiatan yang dibuat, analisis deskripsi
kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, yaitu analisis interaktif. Dalam analisis ini,
data yang diperoleh dilapangan disajikan dalam bentuk narasi.21
Proses analisis datanya menggunakan tiga sub proses yang saling
berhubungan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Melalui reduksi data, peneliti memulai dengan
memilih tema penelitian, kemudian peneliti mengumpulkan data dari
lapangan berupa hasil observasi, wawancara, dan studi pustaka. Kemudian
penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif, dengan
tujuan dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
bentuk yang padu dan mudah dipahami. Langkah selanjutnya adalah
penarikan kesimpulan atau verifikasi data, ini mencakup proses
pemaknaan dan penafsiran data yang terkumpul.
7. Teknik pemeriksa keabsahan data
Dalam penelitian kualitatif temuan atau data dapat dinyatakan valid
apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa
yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui
bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat
tunggal tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia dibentuk
21
25
dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan
berbagai latar belakangnya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunaka teknik pemeriksaan
keabsahan data sebagai berikut:
a. Perpanjangan pengamatan
Dengan teknik perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti ikut
bergabung dalam kegiatan komunitas SSCS samapi data yang
dikumpulkan terpenuhi. Perpanjangan keikutsertaan peneliti ini akan
memungkinkan peningkatan hasil data yang dikumpulkan karena akan
peneliti semakin dekat dengan sumber data baik informan maupun
subyek penelitian dan , dapat menguji ketidakbenaran informasi, dan
membangun kepercayaan subjek. Dalam hal ini peneliti mengikuti
kegiatan komunitas SSCS dalam kegiatan pengajar keren yang ada
dikawasan taman bungkul, dan kawasan yang lainnya, sehingga
peneliti dapat dekat dengan subyek penelitian dan dapat menguji
ketidak benaran informan.
b. Meningkatkan ketekunan
Dengan teknik meningkatkan ketekunan, maka peneliti
melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu
26
penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan
yang diteliti.
c. Triangulasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori pertukaran
sosial untuk menganalisa lebih jauh lagi temuan-temuan dari hasil
penelitian di lapangan. Sehingga penelitian yang didapat memiliki
argumen yang lebih kuat.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang sistematika
pembahasan dalam proposal penelitian ini, maka peneliti akan memberikan
deskripsi sebagai berikut:
Adapun BAB I terdiri dari pendahuluan, yang mengantarkan pada inti
pembahasan selanjutnya, yaitu meliputi: Konteks Penelitian, Fokus Penelitian,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu,
Definisi Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan, dan Jadwal
Penelitian.
Selanjutnya pada BAB II masuk pada pembahasan awal berisi tentang
tinjauan teoristis yang terdiri dari pengertian Komunikasi, pola Komunikasi,
sampai dengan hambatan Komunikasi dan teori Interaksionalisme simbolik
27
Selanjutnya pada BAB III yaitu terdiri dari: Biografi SSC (Save Street
Child Surabaya, Komunitas Penggerak Anak jalanan dan Marjinal),
Gambaran umum tentang SSCS, gambaran umum tentang deskripsi hasil dari
pola komunikasi SSCS dalam berinteraksi dan bersosialisasi sehari-hari
bersama anak-anak jalanan.
Selanjutnya pada BAB IV merupakan pembahasan inti dari penelitian
ini yakni, menganalisis data yang diperoleh dari data penelitian dan
membandingan temuan hasil penelitian dengan teori Interaksionalisme
Simbolik dan teori Analisis Transaksional.
Kemudian pada BAB V adalah penutup, berisi kesimpulan hasil
BAB II
STUDI TEORITIS TENTANG POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS SAVE
STREET CHILD SURABAYA
A. Kajian Teoritis
1. Pola Komunikasi dalam Dinamika Kelompok
Komunikasi merupakan hal yang penting bagi kegiatan kelompok,
salah satu karakteristik dari hampir semua kelompok adalah bahwa
beberapa orang berbicara telalu banyak dan yang lain terlalu sedikit,
situasi sekeliling nampaknya tidak banyak mempengaruhi pola seperti
ini, tidak jadi masalah apakah kelompok tersebut terstruktur atau tidak,
apakah masalah yang didiskusikan bersifat umum atau khusus, apakah
anggota kelompok itu teman atau orang-orang yang belum dikenal.
Aspek yang paling menarik dari gejala ini adalah bahwa hal itu
berlangsung tanpa perduli seberapa besar ukuran kelompok, tampa
memperhatikan jumlah anggota, komunikasi akan mengikuti pola yang
sangat teratur yang dapat disajikan dengan sebuah fungsi logaritma.1
Guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di
Indonesia dan lebih ditinjau dari aspek sosialnya, antara lain
komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi
kelompok, komunikasi massa.2
1
David O. Sears DKK. Psikologi Sosial . Erlangga. (Jakarta, 1991). Hal : 109-110 2
29
a) Komunikasi dengan diri sendiri
Menurut Hafied Changara, terjadi proses komunikasi ini
karena adanya seseorang yang menginterpretasikan sebuah
objek yang dipikirkannya.
b) Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antarpribadi, yakni suatu proses komunikasi
secara tatap muka yang dilakukan antara dua orang atau lebih.
Menurut sifatnya, komunikasi antarpersonal dibedakan
menjadi dua, yakni komunikasi diadik dan komunikasi
kelompok kecil. komunikasi diadik adalah proses komunikasi
yang berlansung antara dua orang dalam situasi tatap muka
yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara
dan dialog.
c) Komunikasi kelompok
Sesuatu yang dikatakan komunikasi kelompok karena
pertama proses komunikasi dimana hal mana pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara pada khalayak
dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Kedua,
komunikasi berlangsung kontinyu dan bisa dibedakan mana
sumber dan mana penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan
terencana (dipersiapkan) dan bukan spontanitas untuk segmen
30
d) Komunikasi massa
Secara ringkas komunikasi massa bisa diartikan sebagai
komunikasi dengan menggunakan media massa modern. Oleh
karena itu, media tradisional tidak dimaksudkan dalam istilah
ini. Media massa yang dimaksudkan antara lain televisi, surat
kabar, dan radio.
Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan
terapan yang tidak menitik beratkan perhatiannya pada proses
kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam
diskusi kelompok tatap muka yang kecil. Komunikasi kelompok
maupun diskusi kelompok memusatkan perhatiannya pada tingkah
laku para anggota kelompok dalam berdiskusi.3
Kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu, yang
mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan
cara dan atas dasar keasatuan presepsi. Sedangkan dinamika berarti
adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang
satu dengan anggota yang lain secara timbal balik dan antara anggota
dengan kelompok secara keseluruhan. Jadi, dinamika kelompok berarti
suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang
mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu
dengan anggota yang lain. Dengan kata lain antar anggota kelompok
3
31
mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang
dialami secara bersama-sama.4
Komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur
dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai
kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama.
Namun berbeda dengan komunikasi organisasi, komunikasi kelompok
bersifat langsung dan tatap muka, komunikasi kelompok agak kurang
dipengaruhi emosi dan lebih cenderung melibatkan pengaruh antar
pribadi sebagai kabalikan dari pemuasan sasaran sasaran organisasi
yang rasional. Komunikasi kelompok kecil biasanya lebih spontan,
kurang berstruktur, serta kurang berorientasi pada tujuan.5
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok saat
mereka berkembang, diantaranya adalah jumlah struktur dalam
kelompok; waktu yang tersedia bagi kelompok untuk menyelesaikan
tugas; besaran kelompok; sikap dan perasaan anggota kelompok
terhadap tugas, topik, sesama anggota dan hakikat tugas.6
Ruth Benedict menjelaskan bahwa persoalan yang ada dalam
dinamika kelompok dapat diuraikan sebagai berikut :7
4
Slamet Santosa. Dinamika Kelompok. Bumi aksara. (Jakarta, 1999). Hal : 8-9 5
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, komunikasi kelompok, Jakarta, UI-press, 1985. Hal 8-11 6
32
a. Kohesi atau persatuan
Dalam persoalan kohesi ini akan dilihat tingkah laku
anggota dalam kelompok, seperti : pengelompokan, intensitas
anggota, arah pilihan, nilai kelompok dan sebagainya.
b. Motif atau dorongan
Persoalan motive ini berkisar pada interes anggota terhadap
kehidupan kelompok, seperti : kesatuan kelompok, tujuan
bersama, orientasi diri terhadap kelompok dan sebaginya.
c. Struktur
Persoalan ini terlihat pada bentuk pengelompokan, bentuk
hubungan, perbedaan kedudukan antar anggota, pembagian
tugas dan sebagainya.
d. Pimpinan
Persoalan pimpinan tidak kalah pentingnya pada kehidupan
kelompok dimana hal ini terlihat pada : bentuk-bentuk
kepemimpinan, tugas pimpinan, sistem kepemimpinan, dan
sebagainya.
e. Perkembangan kelompok
Persoalan perkembangan kelompok dapat pula menentukan
kehidupan kelompok selanjutnya, dan ini terlihat pada
perubahan dalam kelompok, senangnya anggota tetap berada
33
Memperlihatkan beberapa diantara pola-pola untuk kelompok,
tampak dibawa bahwa struktur komunikasi menentukan kebebasan
berkomunikasi. Dalam struktur lingkaran, semua anggota sama dapat
berkomunikasi dengan anggota disebelahnya dan tidak dengan yang
lain. Dalam struktur berantai, dua anggota masing-masing hanya dapat
berbicara dengan satu orang anggota lain, jika dipandang dari sudut
komunikasi kurang baik bagi orang yang berada diujung rantai. Tiga
anggota yang lain memiliki teman bicara dalam jumlah yang sama,
tetapi orang yang berada ditengah menjadi pusat, dua orang yang
menjadi penghubung agak terisosali dari ujung rantai yang berlawanan,
pola ini mendapatkan yang satu tahap lebih maju pada struktur
berbentuk Y, dengan adanya tiga anggota diujung, hanya satu anggota
diantara anggota lain yang dapat berbicara dengan dua anggota dan
anggota kelima lain. Dalam struktur roda, salah seorang dapat
berbicara dengan anggota lain, tetapi anggota yang lain hanya
berbicara dengan anggota yang berada dipusat roda.8
34
Bagan 2.1
Tipe Jaringan Komunikasi
Pola berantai
Pola melingkar
Pola Y
Pola beroda (berputar)
Pola komunikasi seperti ini mempengaruhi banyak aspek
kehidupan kelompok, jaringan komunikasi mempengaruhi semangat
juang kelompok. Leavitt menyimpulkan bahwa semakin besar
kebebasan anggota kelompok untuk berbicara, semakin besar kepuasan
yang akan diperoleh. Jaringan komunikasi juga dapat mempengaruhi
efesiensi pemecahan masalah kekelompok, karena kelompok yang
tersentralisasi lebih efektif bila mengerjakan masalah yang sederhana,
dan kelompok yang terpencar (terdesentralisasi) lebih efektif untuk
35
secara lebih efektif oleh kelompok yang mempunyai pola komunikasi
terpencar dimana kemungkinan besar terjadi interaksi yang lebih bebas
diantara angota-anggotanya.9
Bersama dengan teknologi komunikasi baru yang terus
dikembangkan, lebih dan lebih banyak lagi kelompok interaksi
berlangsung melalui saluran yang dimediasikan. Seperti mediasi yang
berbasis web, group email, atau web halaman pesan yang dapat
berhubungan secara online.10
2. Simbol Sebagai Alat Bantu Komunikasi
Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi,
manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol, baik
yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami.
Manusia dalam keberadaannya memang memiliki keistimewaan
dibanding dengan makhluk lainnya. Selain kemampuan daya
pikirannya (super rational), manusia juga memiliki keterampilan
berkomunikasi yang lebih indah dan lebih canggih (super sophisticated
system of communication), sehingga dalam berkomunikasi mereka bisa mengatasi rintangan jarak dan waktu. Manusia mampu menciptakan
simbol-simbol dan memberi arti pada gejala-gejala alam yang ada di
9
36
sekitarnya, sementara hewan hanya dapat mengandalkan bunyi atau
bau secara terbatas.11
Lambang komunikasi diartikan sebagai kode atau simbol, atau
tanda yang digunakan komunikator untuk mengubah pesan yang
abstrak menjadi konkret. Komunikasi anda tidak akan tahu apa yang
anda pikir dan rasakan sampai anda mewujudkan pesan kedalam salah
satu bentuk lambang komunikasi : mimic, gerak-gerik, suara, bahasa,
lisan, atau bahasa tulisan. Lambang komunkasi disbut juga sebagai
simbol atau kode, tanda atau lambang saja. Sedemikian banyak simbol
yang diciptakan dan digunakan manusia menyampaikan pesan,
membuat manusia disebut animal symbolicum, hewan yang
menggunakan simbol-simbol. Manusia membuat simbol dan memberi
makna atas simbol untuk merujuk obyek atau gagasan tertentu.12
Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa
manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam
berkomunikasi, mulai dari simbol yang sederhana seperti bunyi dan
isyarat, sampai kepada simbol yang dimodifikasi dalam bentuk
sinyal-sinyal melalui gelombang udara dan cahaya. Menurut David K. Berlo
simbol adalah lambang yang memiliki suatu objek, sementara kode
adalah seperangkat simbol yang telah disusun secara sistematis dan
11
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. (Jakarta, 2012). Hlm : 111 12
37
teratur sehingga memiliki arti. Sebuah simbol yang tidak memiliki arti
bukanlah kode.13
Istilah simbol, kode, tanda, dan lambang terkadang dipertukarkan,
tergantung konteksnya. Namun, keseluruhan istilah itu disatukan
dalam satu konsep “lambang komunikasi”: yaitu simbol, tanda atau
kode yang digunakan komunikator unruk mengubah pesan yang
abstrak menjadi konkrit. Sebagai bentuk konkrit pesan, lambang
komunikasi dapat dibedakan atas yang umum dan yang khusus.
Lambang komunikasi umum digunakan dengan tujuan umum dalam
berbagai bidang kehidupan manusia. Mimik, gerak-gerik, suara, bahasa
lisan, dan bahasa tulisan adalah contohnya. Sedangkan lambang
komunikasi khusus hanya digunakan untuk tujuan-tujuan khusus,
tertentu pada salah satu bidang kehidupan saja, sederhananya diluar
mimic, gerak-gerik, suara, bahasa lisan, dan bahasa tulisan disebut
lambang komunikasi khusus seperti warna, gambar, nada, bau-bauan,
dan sejenisnya. Selain lambang komunikasi umum dan khsusus juga
dikenal lambang komunikasi verbal dan nonverbal. Termasuk dalam
kategori verbal adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan, sedangkan yang
masuk kategori nonverbal adalah mimik, gerak-gerik, serta suara.14
13
38
Pemberian arti pada simbol adalah suatu proses komunikasi yang
dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu
masyarakat. Oleh karena itu dapat disimpulkan sebagai berikut.15
a. Semua kode memiliki unsur nyata;
b. Semua kode memiliki arti;
c. Semua kode tergantung pada persetujuan para pemakainya;
d. Semua kode memiliki fungsi;
e. Semua kode dapat dipindahkan, apakah melalui media atau
saluran-saluran komunikasi lainnya.
Kode pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yakni
kode verbal (bahasa) dan kode nonverbal (isyarat).
3. Hambatan Komunikasi dalam Kelompok
Dalam berkomunikasi setelah mengirim pesan, komunikator
cenderung beranggapan bahwa pesan pasti diterima dan dimaknai
sebagaimana yang dimaksudkan. Namun, dalam perjalanannya, pesan
sering kali mengalami sejumlah gangguan (noise) sehingga tidak
diterima sebagaimana yang dikirimkan atau dimaknai tidak
sebagaimana yang dimaksudkan. Gangguan komunikasi dapat
diartikan sebagai suatu keaadaan di mana proses komunikasi
berlangsung tidak sebagaimana harusnya.16
15
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. (Jakarta, 2012). Hlm : 113
16
39
Dalam hambatan komunikasi ada gangguan teknis dan
Miscommunication dan Misunderstanding. Gangguan teknis adalah gangguan yang terjadi selama proses perjalanan pesan komunikator ke
komunikannya, yakni mulai proses pengiriman (receiver), (transmit)
hingga proses penerimaan (receive). Artinya gangguan terjadi pada
saluran atau media komunikasi. Namun ada juga Miscommunication
yakni kesalahan pengertian karena faktor peralatan jasmaniah
(gangguan semantik) atau juga dapat terjadi karena faktor penilaian
akal (denotatif) yang tidak sama antara komunikator dan
komunikannya. Sedangkan Misunderstanding adalah kesalahpahaman
yang terjadi karena faktor penilaian budi (konotatif) yang tidak sama
antara komunikator dan komunikannya.17
Beberapa peluang terjadinya gangguan pada komunikasi18 :
a. Gangguan pada akal budi komunikator ketika menjalani fungsi
penginterpretasian. Ketika komunikator mencoba
mengiterpretasikan motif komunikasinya, yakni apa yang
dipikir dan dirasa, tiba-tibaakal budinya tidak berfungsi, dalam
puncak emosi manusia yang paling ekstrem, akal seakan tidak
mampu bekerja.
b. Gangguan pada akal budi komunikator ketika menjali fungsi
penyandian. Banyak ide dan gagasan yang ingin diucapkan,
sehingga situasi menjadi canggung, problem terjadi pada tahap
17
40
encoding didalam diri komunikator, ia tahu apa yang ingin dikatakan, tapi tidak tahu bagaimana mengatakannya dalam
lambang komunikasi yang dimengerti komunikan.
c. Gangguan pada peralatan jasmaniah ketika menjalani fungsi
penerimaan. Akal budi komunikator mampu menjalankan
fungsi interpreter dan encoder, namun peralatan jasmaniah
gagal men-transmit-nya, mengirimkannya karena sesuatu
keaadaan jasmani yang terganggu atau terhalang.
d. Gangguan pada saluran atau media komunikasi. Terdapat
gangguan pada alat bantu komunikasi yang digunakan
komunikator, atau gangguan pada saluran atau media yang
digunakan saat berkomunikasi.
e. Gangguan pada peralatan jasmaniah komunikan ketika
mengalami fungsi penerimaan. Peralatan jasmaniah komunikan
yang berfungsi sebagai receiver, alat penerima, bermasalah;
membuat pesan diterima tidak sebagaimana yang dikirimkan
atau bahkan tidak dapat diterima (receive) sama sekali.
f. Gangguan pada akal budi komunikan ketika menjalani fungsi
penyandian balik. Pengetahuan akal komunikan gagal mengurai
(decode) lambang komunikasi yang digunakan sehingga ia tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan.
g. Gangguan pada akal budi komunikan ketika menjalani fungsi
41
berhasil diurai, komunikan mengerti perkataan atau pesan yang
disampaikan tapi interpretasinya kurang atau keliru, tidak
sebagaimana yang dimaksudkan.
4. Motif hubungan dalam Partisipasi Kelompok
Komunikasi sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia,
sementara pesan kita maknai sebagai segala sesuatu yang disampaikan
komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif
komunikasinya. Artinya pada saat manusia melakukan tindak
komunikasinya dengan menyampaikan pesan kepada manusia lain, ia
berusaha mewujudkan motif komunikasi. Karenanya, motif
komunikasi didefinisikan sebagai sebab-sebab yang mendorong
komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan. Manusia terdiri
dari alam sadar dan alam bawah sadar, derajat kesengajaan itu sulit
ditentukan. Manusia sengaja menyampaikan pesan karena ia memiliki
motif. Hanya saja ada motif-motif yang disadari karena datang dari
alam sadar, namun terdapat pula motif-motif yang tidak disadari
karena datang dari alam bawah sadar. Karena itulah, derajat
kesengajaan sulit ditentukan.19
Scheidlinger berpendapat bahwa aspek-aspek motif dan emosional
sangat memegang peranan penting dalam kehidupan kelompok. Beliau
mengungkapkan betapa kelompok itu akan dapat terbentuk apabila
didasarkan pada kesamaan motif antar anggota kelompok. Demikian
42
pula emosional yang sama akan menjadi tenaga pemersatu dalam
kelompok sehingga kelompok tersebut semakin kokoh.20
Pesan datang karena adanya motif komunikasi, motif komunikasi
yang terbentuk dari konsepsi kebahagiaan, konsepsi kebahagiaan
merupakan perwujudan falsafah hidup pada bidang kehidupan
manusia. Pesan yang menjadi obyek kajian ilmu komunikasi
disampaikan saat manusia melakukan tindak komunikasi. Tindak,
diartikan sebagai perbuatan, karenanya tindak komunikasi
didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan manusia dalam usaha
penyampaian pesan guna mewujudkan motif komunikasinya.21
Keikutsertaan individu menjadi anggota kelompok disebabkan
alasan-alasan, sebagai berikut22 :
a. Perhatian dan keikutsertaan individu ditumbuhkan oleh
solidaritas kelompok.
b. Perubahan sikap akan lebih mudah terjadi apabila individu
berada dalam satu kelompok, selanjutnya keputusan-keputusan
kelompok akan lebih muda diterima dan dilaksanakan apabila
individu terlibat dalam pengambilan keputusan.
c. Kepercayaan besar yang diberikan kepada kelompok.
Jaringan komunikasi kelompok merupakan perangkat hubungan
yang menunjukan lingkaran pergaulan antara individu satu dengan
20
Slamet Santosa. Dinamika Kelompok. Bumi aksara. (Jakarta, 1999). Hal : 12
21
Dani Vardiansyah. pengantar Ilmu Komunikasi. Ghalia Indonesia. (Bogor selatan, 2004). Hal : 53
22
43
yang lainnya, atau anggota-anggota kelompok dalam membicarakan
isu-isu tertentu. Keberhasilan komunikasi kelompok disebabkan oleh
keterbukaan anggota menanggapi, anggota dengan senang hati
menerima informasi, kemauan anggota merasakan apa yang dirasakan
anggota lain, situasi kelompok yang mendukung komunikasi
berlangsung efektif, perasaan positif terhadap orang lain agar lebih
aktif berpartisipasi, dan kesetaraan, yakni bahwa semua anggota
kelompok memiliki gagasan yang penting untuk disumbangkan kepada
kelompok.23 Indvidu memiliki tujuan pararel dengan tujuan
kelompoknya, oleh karena itu anggota-anggota kelompok berusaha
untuk mencapai keberhasilan tujuan kelompok dan menghindari
kegagalan tujuan kelompok.24
5. Pola Hubungan antara Kelompok dengan Anak
Pada tiap-tiap kelompok memiliki nilai tersendiri bagi individu
artinya kelompok mempunyai nilai tinggi atau kelompok tersebut
mempunyai niali rendah. Nilai suatu kelompok dapat ditingkatkan bila
ada kesadaran dari anggota bahwa ia masuk kedalam suatu kelompok,
keinginan atau kebutuhan akan terpenuhi. Menurut Homans, semakin
banyak interaksi diantara para anggota semakin menarik kelompok itu
sebab dengan semakin sering berhubungan antar anggota semakin
senang para anggota kelompok untuk bekerja sama.25
23
44
Jikalau hubungan berubah, karaketristik pola komunikasi juga
berkembang, pola hubungan adalah hasil dari aturan bersama yang
telah dikembangkan diantara orang-orang yang terlibat, secara singkat
ada empat diantara pola-pola komunikasi yang paling umum : (1) iklim
suportif dan defensif; (2) ketergantungan dan ketidaktergantungan; (3)
spiral kemajuan dan spiral kemunduran, dan (4) prasangka baik dan
prasangka buruk.26
a. Iklim suportif dan defensif
Orientasi hidup dalam hubungan dan pola mereka
berkomunikasi satu sama lain menciptakan iklim komunikasi.
Iklim dan prilaku individu akan dapat dicirikan sebagai garis
kontinum yang menghubungkan titik sangat mendukung dan
titik sangat defensif.
b. Ketergantungan dan tidakketergantungan
Dinamika ketergantungan dan ketidakketergantungan
adalah hal yang lazim dalam banyak hubungan dari waktu
kewaktu. Hubungan ketergantunagan muncul ketika satu orang
dalam suatu hubungan sangat tergantung pada yang lain untuk
dukungan, uang, kerja, kepemimpinan, atau pengarahan,
sehingga melengkapkan ketergantungan sebagai salah satu sisi
hubungan.
26
45
c. Spiral kemajuan dan spiral kemunduran
Ketika aksi dan reaksi orang-orang dalam sebuah hubungan
konsisten dengan tujuan dan kebutuhan mereka, berarti
hubungan itu mengalami kemajuan dengan pertambahan yang
kontinyu dalam level kelarasan dan kepuasan, keadaan seperti
ini dapat digambarkan sebagai spiral kemajuan atau
progressive spiral. Dalam spiral kemajuan, proses timbal balik pengelolahan pesan dari para peserta interaksi mengantarkan
pengalaman mereka kearah yang positif. Kepuasan setiap
peserta berasal dan dibangun oleh dirinya sendiri, dan hasilnya
adalah sebuah hubungan yang menjadi sumber tumbuhnya
kesenangan dan penghargaan bagi para partisipan.
Pola komunikasi dalam suatu hubungan sangat bervariasi dari satu
tahap ketahap yang lainnya, tentunya orang yang bertemu pertama kali
akan berinteraksi secara berbeda dari orang yang telah hidup bersama
selama beberapa tahun, sifat pola interpersonal juga bervariasi
tergantung pada konteks dimana percakapan berlangsung. William
Schutz telah menyebutkan bahwa keinginan relatif kita memberi dan
menerima kasih sayang, ikut serta dalam kegiatan orang lain dan orang
lain turut dalam kegiatan kita, mengendalikan atau dikendalikan orang
lain, adalah keinginan yang sangat mendasar bagi orientasi kita
terhadap seluruh jenis hubungan sosial. Masing-masing
46
mengendalikan, kebutuhan kasih sayang, dan kebutuhan kepersetaan,
sebagaimana kita butuh pada area yang lain.27
Gaya interpersonal juga memainkan peran penting dalam
membentuk pola komunikasi yang muncul dalam hubungan. Beberapa
orang bisa bicara dengan lancar dan lagi ramah, sangat terbiasa
menggunakan cara lisan saat berhadapan dengan orang lain, sementara
yang lainnya memiliki gaya interpersonal yang berciri lebih pasif dan
dikendalikan oleh pihak lain, baik dalam keinginan maupun kekhawatiran,
untuk berbicara pada situasi sosial, mereka lebih menggunakan gaya cerita
mampu mengelola pemikiran dan peasaannya secara terusterang dan
tegas.28
Komunikasi memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk
sebuah hubungan dekat dan bermakna. Semakin dekat sebuah hubungan,
semakin penting peran komunikasi.29 Seiring dengan tahapan anak masuk
sekolah, mereka menjadi semakin independen, menghabiskan banyak
waktu mereka dirumah, disekolah dengan teman-teman mereka. Pada
periode ini, berbicara dengan anak sangat penting untuk memupuk
keterkaitan, berbagi ide, opini dan informasi. Seiring masuknya anak
kesekolah, pemahaman dan penggunaan bahasanya juga semakin baik,
biasanya anak-anak memahami lebih banyak kata dan konsep-konsep dari
27
Brent D. Ruben DKK. komunikasi dan prilaku manusia. Raja Grafindo persada. (Jakarta, 2013). Hal : 289-290
28
Ibid, Brent D. Ruben DKK. Hal : 290 29
47
pada yang biasa mereka ungkapkan. Anak pada periode usia ini juga dapat
bercerita, dan berbagi pendapat dan ide dengan bahasa yang jelas.30
Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan komunikasi yang dapat
memberikan kontribusi positif bagi anak meliputi sikap responsif,
diskusi dan pemahaman perasaan, dan penekanan dan pemberian
contoh perilaku sosial yang positif. Adapun pesan-pesan kontrol dapat
dibagi dua, negatif dan positif, pesan-pesan kontrol negatif seperti
pemberian hukuman fisik seringkali dihubungkan dengan sikap agresif
anak. Pemaksaan dapat melemahkan ketaatan anak pada standar moral.
Penolakan dapat mengakibatkan ketergantungan anak yang kebih
besar. Pesan-pesan kontrol positif seperti pemberian alasan dan
penjelasan terhadap perilaku tertentu dapat membantu anak
mengembangkan kompetensi sosial yang akan mereka butuhkan untuk
sukses dikemudian hari.31
B. Kerangka Teoritik
1. Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial mendasarkan diri pada premis bahwa
prilaku sosial harus dipahami sebagai sebuah pertukaran sumber daya
yang bernilai. Teori ini bersumber pada psikologi behavioral,
prespektif ini mengfokuskan diri pada kontingensi pertukaran sumber
48
daya diantara individu yang berusaha menyesuaikan tingkatan
imbalan.32
Secara khusus, teori pertukaran sosial dikembangkan berdasarkan
tiga asumsi, yakni (1) perilaku sosial merupakan sebuah rangkaian
pertukaran; (2) individu-individu selalu berusaha untuk
memaksimalkan imbalan dan meminimalkan biaya yang harus
dikeluarkan; (3) ketika individu menerima imbalan dari pihak lain,
mereka merasa mempunyai kewajiban untuk membalasnya
(mengembalikannya).33
Asumsi kunci teori pertukaran dapat diringkas sebagai berikut : (1)
perilaku dimotivasi oleh keinginan untuk menigkatkan hasil dan
menghindari kerugian (atau meningkatkan dampak positif dan
mengurangi dampak negatif); (2) hubungan pertukaran berkembang
dalam struktur ketergantungan mutual baik karena adanya kesamaan
alasan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pertukaran untuk
mendapatkan sumber daya ataupun karena tidak adanya keinginan
membangun jaringan hubungan pertukaran; (3) aktor-aktor yang
terlibat dalam pertukaran saat ini, secara timbal balik meningkatkan
pertukaran dengan pasangan khusus pada kesempatan yang lain
(artinya mereka tidak terlibat dalam transaksi-transaksi jangka
pendek); (4) dampak bernilai akan mengikuti hokum ekonomi utilitas
32
Sindung Haryanto. Spektrum teori sosial. Ar-Ruzz Media. (Jogjakarta, 2012). Hal : 162 33