SKRIPSI
Oleh:
DIAN PUTRI FAJAR WATI NIM. C02212008
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH) SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap Patokan Harga Beras dalam Arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik adalah penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan : Bagaimana pelaksanaan patokan harga beras dalam arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik dan juga bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan patokan harga beras dalam arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dengan melalui proses pengamatan (observasi), wawancara dan dokumentasi. Dalam hal ini penulis menganalisis data menggunakan metode deskriptif dengan pola pikir induktif, hasil dari penelitian ini dapat memecahkan permasalahan mengenai arisan Darmin tersebut sehingga dapat memeperoleh kesimpulan yang obyektif
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik terdapat perbedaan kualitas beras dalam penerimaan arisan karena adanya patokan harga dalam arisan Darmin tersebut. Oleh sebab itu praktik arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik dilarang dalam hukum Islam karena mengandung unsur riba.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Kajian Pustaka ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KONSEP QARD} DAN RIBA FADHL DALAM HUKUM ISLAM A. Qard} ... 21
1. Definisi qard} ... 21
3. Hukum qard} ... 26
4. Rukun dan Syarat qard}... 28
5. Syarat yang sah dan tidak sah (fasid) ... 32
6. Tambahan dalam utang piutang ... 33
7. Hikmah dan manfaat disyariatkan qard} ... 37
B. Riba Fad}l ... 37
1. Definisi riba ... 37
2. Riba fad}l ... 38
3. Pandangan para ulama terhadap riba fad{l ... 42
BAB III PELAKSANAAN PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK A. Gambaran Umum Desa Beton ... 46
1. Letak geografis beserta struktur pemerintahan desa ... 46
2. Kondisi sosial agama ... 48
3. Kondisi pendidikan ... 49
4. Kondisi sosial ekonomi ... 50
B. Sejarah Patokan Harga Beras Dalam Arisan Darmin ... 50
C. Praktik Arisan Darmin ... 54
1. Sistematika arisan Darmin ... 54
2. Pembayaran arisan dan waktu pembayaran arisan ... 55
3. Perolehan arisan ... 55
4. Masa berakhirnya arisan ... 56
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA
BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN
GRESIK
A. Analisis Terhadap Praktik Patokan Harga Beras dalam
Arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti
Kabupaten Gresik ... 58
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Patokan Harga Beras dalam
Arisan Darmin di desa Beton Kecamatan Menganti
Kabupaten Gresik ... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70
DAFTAR TRANSLITERASI
Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
No Arab Indonesia Arab Indonesia
1. ا ’ ط t}
2. b ظ z}
3. ت t ع ‘
4. ث th غ gh
5. ج j ف f
6. ح h} ق q
7. خ kh ك k
8. د d ل l
9. ذ dh م m
10. ر r ن n
11. ز z و w
12. س S ه h
13. ش Sh ء ’
14. ص s} ي y
15. ض d}
Sumber: Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Term Papers.
Disertasions (Chicago and London: The University of Chicago Press. 1987).
B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan
Huruf Arab Nama Indonesia
__ َ
__ fath}ah a
__ ِ
__ kasrah i
__ ُ
Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berh}arakat sukun atau didahului oleh huruf yang berh}arakat sukun. Contoh: iqtid}a>’ (ءاضتقا)
2. Vokal Rangkap (diftong)
Tanda dan Huruf
Arab Nama Indonesia Ket.
ْيـــَـــــــــ fath}ah dan ya’ Ay a dan y
ْوـــُـــــــــ fath}ah dan wawu Au a dan w
Contoh : bayna ( نيب )
: mawd}u>’ ( عوضوم )
3. Vokal Panjang (mad)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia Ket.
ـــــــــــــــَـــــــ fath}ah dan alif a> a dan garis di atas
ــــ
يــــــِــــ kasrah dan ya’ i> i dan garis di atas
وــــــــــُـــــــــ d}ammahdan wawu u> u dan garis di atas
Contoh : al-jama>’ah (ةعامجلا)
: takhyi}>r (رييخت)
: yadu>ru (رودي)
C. Ta>’ Marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua :
1. Jika hidup (menjadi mud}a>f) transliterasinya adalah t.
2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh : shari>‘atal-Isla>m (ماسااةعيرش)
: shari>‘ahisla>mi>yah (ةيماسإةعيرش)
D. Penulisan Huruf Kapital\
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama universal, tidak terbatas oleh waktu dan
tempat tertentu. Diyakini pula bahwa ajaran Islam mencakup berbagai aspek
kehidupan umat manusia, baik hubungan dengan Allah maupun dalam
hubungannya dengan sesama manusia dan alam semesta. Al-Qur’an
menyatakan bahwa lingkup keberlakuan ajaran Islam yang di bawa oleh Nabi
Muhammad Saw adalah seluruh umat manusia di mana pun mereka berada.1
Selain bersifat sempurna juga dinamis, Islam memiliki karakter ajaran
yang dinamis yaitu mampu berkembang sesuai dengan dinamika dan
perkembangan zaman. Islam memiliki ajaran yang selalu relevan dengan
perkembangan manusia dengan perkembangan manusia. Karakteristik Islam
yang dinamis ini merupakan konsekuensi logis bahwa Islam merupakan
agama bagi manusia sepanjang zaman. Disebut sempurna karena Islam
merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan
syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat
aqidah maupun muamalah.
Allah menciptakan manusia dengan suatu sifat yang saling
membutuhkan satu sama lainnya. Tidak ada seorangpun yang dapat
menguasai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya dapat
mencapai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya dapat mencapai
kebahagiaan yang menjadi hajatnya itu, dia mesti memerlukan apa yang
menjadi kebutuhan orang lain.2
Kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia dapat dimaknai sebagai
upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Secara
umum, kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia itu menyangkut dimensi
produksi, konsumsi dan distribusi.3 Di dalam Islam masuk kerangka
muamalat yang mengkaji pokok-pokok dasar ekonomi sesuai ajaran Islam,
seperti ketentuan larangan riba, adanya prinsip bagi hasil, prinsip
pengambilan keuntungan, pengenaan zakat dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan muamalah, islam mengatur segala bentyuk
perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam
yang mengatur tentang hutang piutang. Pada dasarnya hutang piutang itu
bisa terjadi karena adanya faktor kebutuhan yang sangat mendesak, yang
harus dipenuhi agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup individu
misalnya digunakan untuk pengembangan modal usaha.
Untuk melengkapi keterbatasan antar masing-masing individu dalam
menyelesaikan suatu masalah, perlu diadakannya kegiatan muamalah. Saling
bermuamalah adalah ketentuan syariat yang berhubungan dengan tata cara
hidup sesama umat manusia yaitu menyangkut aspek ekonomi meliputi
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkankesejahteraan hidup dan kualitas
hidup. Untuk itu kadang seseorang sering berhutang kepada orang lain baik
hutang itu berupa uang atau berupa barang yang akan dibayar gantinya pada
waktu yang lain, sesuai dengan ketentuan yang menjadi kesepakatan antara
dua pihak yang bersangkutan. Dengan adanya bantuan dari orang lain untuk
saling tolong-menolong timbullah adanya hutang piutang yang dilakukan
oleh seseorang yang membutuhkan kepada orang yang mampu.
Kebutuhan materi manusia senantiasa berkembang sejalan dengan
perkembangan budaya manusia itu sendiri, manusia dalam bermuamalah
diberi kebebasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kebebasan
itu senantiasa dibatasi oleh kebebasan manusia lain, karena manusia
merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam
masyarakat. Sebagai makhluk social, dalam hidupnya manusia memerlukan
adanya manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat, manusia
selalu berhubungan satu sama lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya4
Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa manusia diperbolehkan
melakukan muamalah dengan bentuk yang beranekaragam dan inovatif akan
tetapi tetap harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dan konsep muamalah
yang diajarkan oleh syari’at Islam. Islam sebagai suatu sistem dan jalan hidup
yang utuh dan terpadu memberikan paduan yang dinamis dan lugas terhadap
semua aspek kehidupan. Dengan semikian, apapun bentuk dan konsep
muamalah yang dilakukan oleh manusia hendaknya dilakukan dengan
berdasarkan syari’at Islam.
4 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata islam), (Yogyakarta: UII
Maka dari itu Allah atau hukum Islam yang harus dijadikan pedoman
dan acuan oleh umat manusia dalam mengarungi hidup dan kehidupan itu
tiada lain maksudnya ialah agar manusia meraih hasanah kebaikan di dunia
dan di akhirat atau dengan kata lain yaitu dalam melakukan atas dasar saling
bantu membantu, dan tidak saling merugikan, dengan demikian,
kemaslahatan bagi umat manusia akan berlangsung dengan baik, dan
hubungan harmonis antar sesama manusia tetap akan terjalin.
Hutang piutang adalah salah satu bentuk dari muamalah, biasanya
dikatakan sebagai pinjam-meminjam, kata ini telah menjadi istilah, terkait
dengan ilmu fiqih yang menyebut perbuatan hutang piutang sebagai aktifitas
antar manusia. Pelaksanaan hutang piutang diartikan sebagai perbuatan
pemberian milik untuk sementara waktu oleh seorang kepada orang lain,
pihak yang menerima kepemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta
mengambil manfaat dari harta yang diberikan tanpa harus membayar
imbalan, dan dalam waktu tertentu penerima hutang wajib mengembalikan
harta yang diterimanya kepada pemberi hutang dengan barang sepadan yang
dipinjamkannya.5
Utang piutang secara hukum dapat didasarkan pada adanya perintah
dan anjuran agama supaya manusia hidup dengan saling tolong menolong
serta saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan. Surat al-Ma’idah
ayat 2 Allah berfirman:
…
Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan
permusuhan.(Al-Ma’idah : 2).
Orang yang berhutang berkewajiban mengembalikan barang yang
sudah dihutangkan padanya. Setiap hutang wajib dibayar sehingga berdosalah
orang yang tidak mau membayar hutangnya, bahkan termasuk dosa. Dalam
hal hutang piutang juga dijelaskan dalam hadis Abu Hurairah :
ل قَ رير َيِبأَ ع
:
َ ِمًَبرُكَمِسمَ عَسَف َ مَمَسوَِي عَ َلاَىَصََِلاَُلوسرَل ق
َلاَ رتسَ ِسمَرتسَ موَِم يِقْلاَِويَِ رُكَ ِمًَبرُكَ عَ َلاَسَف َ ي دلاَِ رُك
َ ي دلاَيِفَ
ِد عْلاَِ وعَيِفَ َلاوَِرِخ ْلاوَ ي دلاَيِفَِي عَ َلاَرسيَرِسعمَى عَرسيَ موَِرِخ ْلاو
َ كَ مَ
ِيِخأَِ وعَيِفَد عْلا
Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengilangkan kesusahan seorang muslim di dunia maka Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim di dunia maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa memudahkan seorang muslim maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama hambatersebut menolong saudaranya.6
Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa qard{ (utang atau pinjaman)
merupakan perbujatan yang dianjurkan, yang akan diberi imbalan oleh Allah.
Dalam hadis disebutkan bahwa apabila seseorang memberikan bantuan atau
pertolongan kepada orang lain maka Allah akan memberikan pertolongan
kepadanya di dunia dan di akhirat.7\
Hutang piutang dibolehkan dalam pembayaran melebihi jumlah yang
dihutangkan, asalkan kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berhutang,
hal ini menjadi kebaikan bagi yang membayar hutang, jika pembayaran
tersebut dikehendaki oleh pemberi hutang atau telah menjadi perjanjian
dalam akad hutang maka tambahan itu tidak halal bagi pemberi hutang untuk
mengambilnya.8
Adapun unsur perjanjian utang-piutang adalah ijab-qabu>l. Ija>b adalah
pernyataan dari pihak pemberi hutang dan qabul adalah penerimaan dari
pihak yang berhutang. Ija>b qabu>l tidak harus dengan lisan tetapi dapat
dengan isyarat bagi orang yang bisu.9
Disyaratkan untuk sahnya pemberi hutang ini bahwa pemberi hutang
benar-benar memiliki harta yang akan dipinjamkan tersebut dan juga
diketahui jumlah dan ciri-ciri harta yang dipinjamkan, agar dapat
dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan demikian, piutang tersebut menjadi
hutang di tangan orang yang meminjam, dan wajib mengembalikannya ketika
mampu dengan tanpa menunda-nundanya.10
Transaksi hutang piutang diharapkan bertujuan untuk memberikan
kemudahan dalam urusan manusia itu sendiri serta memberikan jalan keluar
dari himpitan masalah yang menyelimuti mereka. Semua itu dilakukan
semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mendapatkan
rida dari Nya.
8 Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), 148-149).
9Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 38.
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa
hidup sendiri tanpa adanya interaksi sosail dengan yang lainnya, guna untuk
memenuhi hajat hidup dan kelangsungan kehiduipannya. Allah Swt
menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai makhluk sosial, karena
manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa berinteraksi
dengan manusia lainnya, yakni berupa pemenuhan kebutuhan berupa sandang,
pangan dan lain-lainnya.
Salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan materi, yang banyak
digunakan oleh masyarakat adalah arisan.11 Arisan merupakan salah satu cara
yang digunakan masyarakat umum untuk mengumpulkan uang demi
memenuhi kebutuhan. Arisan juga berfungsi sebagai wadah untuk
mempererat hubungan sosial sesama anggota kelompok masyarakat. Maka
tidak heran apabila sekarang ini arisan banyak diminati dari berbagai
kalangan masyarakat. Secara umum, cara melakukan arisan adalah beberapa
orang berkumpul mengdakan kesepakatan untuk mengumpulkan uang atau
barang setiap jangka waktu yang ditentukan setiap bulannya kemudian
ditentukan siapa yang paling awal mengambil hasil yang telah dikumpulkan
dengan cara diundi, dan demikian seterusnya dalam pertemuan-pertemuan
selanjutnya sampai semua peserta mendapatkan bagiannya.
Berkembangnya arisan membuat munculnya arisan-arisan yang masih
diragukan kebolehan dan hukumnya. Banyaknya syarat-syarat yang harus
dipatuhi ketika mengikuti suatu arisan di salah satu komunitas. Salah satunya
11 Pius A.Partanto Dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994),
adalah arisan Darmin yang terjadi di Desa Beton Kec. Menganti Kab. Gresik.
Arisan ini dinamakan arisan Darmin karena orang yang mengadakan arisan
pertama kali adalah Bapak Darmin warga Desa beton sendiri, arisan ini
merupakan arisan beras yang diikuti dengan patokan harga beras yang di
lakukan sejak arisan ini di adakan kurang lebih sejak 20 tahun silam.
Arisan ini termasuk jenis arisan jangka panjang karena arisan ini tidak
akan ada habisnya karena setiap tahunnya ada yang mengikuti arisan
tersebut, dan mau tidak mau orang-orang yang mengikuti arisan harus terus
menjalankan arisan hingga tidak ada lagi yang di anggap tidak mampu
meneruskan arisan di keluarganya.
Arisan Darmin ini dulunya diikuti sekitar 20 peserta, dengan seiring
berjalannya waktu hingga berjalan hampir 20 tahun yakni sejak tahun 1996
sampai sekarang tahun 2016, sekarang ini sudah beranggotakan sekitar 200
peserta. Dalam arisan ini yang digunakan sebagai media pembayarannya
adalah beras. Untuk beras di patok dengan harga Rp. 6.000,- per kilo sampai
sekarang ini pun patokan harga tersebut tidak berubah. Untuk minimal
pembayaran arisan adalah 25 kg beras. Arisan ini pun tidak mengenal undian
karena arisan ini keluar saat mereka mengadakan hajatan. Setiap tahunnya di
batasi hanya sekitar 10 orang yang boleh mendapatkan arisan.
Dalam hal ini ada pihak yang dirugikan seperti halnya Bapak Pardi
yang ikut serta dalam arisan ini, beliau merasa dirugikan karena Bapak Pardi
saat mendapat giliran memperoleh arisan. Ia mendapat beras dengan kualitas
bagus. Hal ini disebabkan adanya patokan harga beras yang ada dalam arisan
Darmin.12
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa arisan Darmin
merupakan masalah Muamalah yang perlu diadakan kajian hukum agamanya,
karena adanya perbedaan pendapatan dari setiap peserta, bahkan ada pihak
yang tampaknya merasa dirugikan.
Melihat realita yang terjadi di Desa Beton kecamatan Menganti
Kabupaten Gresik maka penulis ingin melakukan penelitian terhadap praktek
arisan Darmin. Penelitian ini difokuskan untuk meninjau terhadap Patokan
harga beras di dalam arisan darmin dan penulis ingin mengangkat dan
meneliti sebagai karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Patokan Harga Beras Dalam Arisan “Darmin” di
Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat beberapa masalah
dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Latar belakang terjadinya pelaksanaan patokan harga didalam arisan
Darmin.
2. Pelaksanaan ija>b dan qabu>l.
3. Pelaksanaan patokan harga dalam arisan Darmin di Desa Beton
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
4. Proses pembayaran arisan Darmin.
5. Timbulnya kerugian pada anggota arisan dalam pelaksanaan patokan
harga dalam arisan Darmin tersebut.
6. Tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan patokan harga beras dalam
arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
Untuk menghasilkan penelitian yang lebih fokus pada judul di atas,
penulis membatasi penelitian yakni pada: Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Patokan Harga Beras Dalam Arisan “Darmin” di Desa Beton Kecamatan
Menganti Kabupaten Gresik, dengan fokus bahasan antara lain:
1. Pelaksanaan Patokan harga beras dalam arisan darmin di Desa Beton
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
2. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Patokan harga beras dalam
Arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan menganti Kabupaten Gresik.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan di atas, maka dapat
ditarik beberapa rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi
ini, yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan patokan harga beras dalam arisan Darmin di Desa
Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan patokan harga
beras dalam arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang sedang akan dilakukan ini bukan merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.13
Pembahasan masalah tentang arisan telah banyak dibahas dan ditulis
dalam karya ilmiah sebelumnya yang dijadikan sebagai gambaran penulisan,
sehingga tidak ada pengulangan permasalahan yang sama. Dan penelitian
yang membahas mengenai patokan harga beras dalam arisan darmin di Desa
Beton kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
1. Penelitian oleh Anas pada tahun 2003 dengan Judul : “ Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Jual beli Arisan di Kelurahan Tanah Kali Kedinding
Kecamatan Kenjeran Kota Madya “. Skripsi ini membahas tentang hak
milik dan pengurangan harga serta penangguhan barang. Hasil penelitian
mengemukakan bahwa uang arisan sebelum waktu penarikannya tidak
dapat dikategorikan sebagai hak milik pribadi sehingga tidak dapat
diperjualbelikan, keberadaannya hanya sebagai milik yang tidak
sempurna, milik yang mengharuskan pemiliknya untuk memperoleh izin
dari pihak-pihak tertentu bila hendak melakukan tindakan atasnya. Jual
beli barangsejenis dengan penurunan harga dan penangguhan barang
salahs satunya adalah tidak dibenarkan menurut Hukum Islam. Karena
syarat mutlak diperbolehkan jual beli barang sejenis adalah dengan
melunasi seketika, diserah terimakan secara langsung dan serupa
segalanya baik berat, jumlahnya maupun jenisnya.14
2. Moh. Ahidin Nor pada tahun 2008 yang berjudul : “ Tinjauan Hukum
Islam terhadap Arisan Piow Pasar Baru Magetan Kabupaten Magetan”.
Hasil penelitian mengemukakan bahwa arisan piow haram, karena
terdapat unsur riba di dalamnya, serta terjadi ketidakadilan antara peserta
dan pengelola arisan perolehan antara pengelola dan peserta arisan tidak
sama. Pihan pengelola yang cenderung mendapatkan keuntungan, serta
adanya kecenderungan pihak peserta arisan yang dirugikan. 15
3. Nur Chomariyah pada tahun 2009 yang berjudul : “Tinjauan Hukum Islam
terhadap Arisan Jajan dengan Sistem Bagi Hasil di Kelurahan
Sukomanunggal Kecamatan Sukomanunggal“. Hasil penelitian
mengemukakan bahwa terdapat beberapa perjanjian antara peserta dan
pendiri arisan sama-sama mendapatkan keuntungan (bagi hasil), maka
praktek arisan dengan sistem bagi hasil yang menyangkut dengan
perjanjian (akad) tersebut sesuai dengan hukum Islam.16
Sedang judul penulis mengenai Tinjauan Hukum Islam terhadap
patokan harga beras dalam arisan “Darmin” di Desa Beton Kecamatan
14Anas, “ Tinjauan Hukum islam Terhadap Jual Beli Arisan di kelurahan Tanah KaliKedinding
Kecamatan Kenjeran Kota Madya Surabaya “ ( Skripsi—IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2001).
15 Moh. Ahidin Nor, “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Arisan Piow Pasar Baru Magetan
Kabupaten Magetan “ ( Skripsi – IAIN Sunan Ampel, Surabay, 2008).
16Nur Chomariyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Arisan Jajan dengan Sistem Bagi Hasil di
Menganti Kabupaten Gresik, untuk mengetahui dan memahami masalah yang
ada dalam arisan darmin tersebut.
E. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini, maka ada dua tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan patokan harga beras dalam arisan Darmin
di Desa Beton kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
2. Untuk mengetahui tinjauan hokum Islam Terhadap pelaksanaan patokan
harga beras dalam arisan Darmin di desa Beton Kecamatan Menganti
Kabupaten Gresik.
F. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis
a. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang jual beli khususnya
dalam penetapan status hukumnya dari praktik jual beli air sumber
dengan tarif sama.
b. Untuk menambah wawasan pemikiran bagi pengembangan keilmuan
dan pemahaman studi hokum Islam bagi mahasiswa Fakultas Syariah
2. Secara praktis
Dapat dijadikan sebagai bahan acuan, bacaan dan referensi bagi
penelitian-penelitian berikutnya, khususnya yang terkait dengan masalah
jual beli dalam fikih muamalah.
G. Definisi Operasional
Dalam definisi operasional ini dipaparkan istilah-istilah yang
digunakan. Untuk mempermudah persepsi tentang istilah-istilah dalam judul
skripsi ini, maka penulis perlu menjelaskan terlebih dahulu yaitu adalah:
Hukum Islam : Peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan
kehidupan berdasarkan Alquran dan Hadis. Serta menurut
pendapat ulama dan kaidah fiqhiyyah. Dalam hal ini,
hukum Islam yang digunakan adalah hutang piutang
(al-qard}) dan riba fad}l.
Arisan Darmin : Arisan yang dilakukan di Desa Beton dengan media
pembayaran berupa Beras, namun diberi patokan harga
beras berkisar Rp. 6.000 per kg.
Patokan Harga : Adalah penetepan dasar harga atau nilai suatu barang
yang ditentukan atau dirupakan dengan uang17. Yang
dimaksud dengan patokan harga disini adalah penetapan
harga beras dalam pembayaran arisan.
Dari penjabaran di atas, definisi operasional penelitian yang dimaksud
adalah bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap patokan harga beras dalam
arisan darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti kabupaten Gresik. Yang
dimaksud dengan Patokan harga beras dalam arisan darmin adalah adanya
dasar harga yang digunakan oleh anggota peserta arisan disetiap kilo beras
dalam pembayaran arisan, padahal untuk harga beras sendiri per tahunnya
tidak stabil di angka tersebut. Hal inilah yang akan ditinjau dari segi hukum
Islam.
H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas
maka data yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut:
a. Deskripsi lokasi penelitian dan praktek arisan Darmin di Desa Beton
kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
b. Latar belakang dan proses terjadinya arisan Darmin di Desa Beton
kecamatan menganti Kabupaten Gresik.
2. Sumber data
Adapun sumber data yang diperlukan agar data yang dihasilkan
menjadi lebih akurat dalam pembahasan skripsi ini terbagi menjadi dua
sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder sebagai
berikut:
a. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data.18 Sumber ini meliputi para pihak yang
terlibat dalam praktek arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan
Menganti Kabupaten Gresik, diantaranya :
1) 108 peserta yang sudah mendapatkan arisan dan 92 peserta yang
belum mendapatkan arisan Darmin.
2) 3 pengelola arisan Darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti
Kabupaten Gresik.
b. Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen.19 Data ini bersumber dari buku-buku dan catatan-catatan
atau dokumen tentang apa saja yang berhubungan dengan penelitian,
antara lain:
1) Abdur Rahman Ghazaly,dkk., Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana,
2012)
2) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2002)
3) Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta:
UII Press Yogyakarta, 2000)
4) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al ma’arif,1997)
3. Teknik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang benar dan akurat ditempat
penelitian, penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
peneliti dengan cara mengamati (melihat, memperhatikan,
mendengarkan dan mencatat secara sistematis obyek yang diteliti.20
Teknik ini digunakan peneliti untuk mengamati praktik arisan darmin
di Desa Beton Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
b. Interview (wawancara)
Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan data
dimana pewawancara (peneliti atau yang diberi tugas melakukan
pengumpulan data), dalam mengumpulkan data mengajukan suatu
pertanyaan kepada yang diwawancarai. Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau
kecil.21 Adapun wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan
bertanya langsung kepada peserta yang ikut serta dalam arisan
Darmin yang merasa dirugikan dalam arisan tersebut dan dengan
peserta lain yang merasa di untungkan di Desa Beton Kecamatan
menganti Kabupaten Gresik. Yakni dari beberapa responden sekitar
200 peserta arisan, yang kami wawancari diantaranya 8 orang.
c. Dokumentasi
Dalam mencari data penyusun menggunakan bahan-bahan
dokumen yang telah ada di lokasi penelitian yaitu dengan mengambil
dokumen-dokumen yang beermanfaat dalam penelitian, seperti data
peserta arisan dan data peserta yang telah mendapat arisan.
4. Teknik pengolahan data
Untuk memudahkan analisis, maka diperlukan pengolahan data
dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Organizing
Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan
penelitian.22
b. Editing
Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan
ketetapan data tersebut.23
c. Coding
Coding adalah kegiatan mengklafikasi dan memeriksa data
yang relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional.24
5. Teknik analisis data
Dalam penelitian terhadap Pelaksanaan patokan harga beras di
desa Beton, teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
22Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004),89. 23Ibid., 97.
a. Metode deskriptif adalah metode yang digunakan dengan cara
menuturkan dan menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul.
Tujuan dati metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau
gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.25 Metode ini digunakan untuk memberikan
penjelasan mengenai pelaksanaan patokan harga beras dalam arisan
darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti kabupaten Gresik.
b. Pola pikir induktif adalah merupakan pola pikir yang berpijak pada
fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti dan akhirnya
dikemukakan pemecahan persoalan yang bersifat umum.26 Pola pikir
ini digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta dari hasil penelitian
di Beton Kecamatan menganti kabupaten gresik. Kemudian diteliti
sehingga ditemukan pemahaman terhadap pelaksanaan patokan harga
beras dalam arisan darmin di Desa Beton kecamatan Menganti
Kabupaten Gresik yang kemudian dianalisis secara umum menurut
hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini,
penulis membagi menjadi lima bab. Dibawah ini akan diuraikan sistematika
pembahasan dalam skripsi ini.
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan landasan teori yang membahas tentang hutang
piutang (al-qard}}) yang meliputi pengertian hutang piutang (al-qard}), landasan
hukum hutang piutang (al-qard}), rukun dann syarat hutang piutang (Al-qard}),
kewajiban membayar hutang dan etika membayar hutang dan kedua tentang
riba fad}l, meliputi pengertian riba fad{l dan hukumnya.
Bab ketiga membahas hasil penelitian yang berisi tentang gambaran
umum Desa Beton kecamatan menganti Kabupaten Gresik dan pelaksanaan
patokan harga beras dalam arisan darmin di desa tersebut.
Bab keempat berisi tentang analisa terhadap hasil penelitian lapangan
yang terdiri dari analisis pelaksanaan patokan harga beras dalam arisan
darmin di Desa Beton Kecamatan Menganti kabupaten Gresik.
Bab kelima berisi penutup yang memuat tentang kesimpulan dan
BAB II
KONSEP QARD{ DAN RIBA FAD{L DALAM ISLAM
A. Qard{
1. Definisi qard{.
Secara bahasa, qard{ berarti al-qath‘. Harta yang diberikan kepada
orang yang meminjam (debitur) disebut qard{. Karena merupakan
“potongan” dari harta orang yang memberikan pinjaman (kreditur).
Secara istilah, menurut hanafiyah qard{ adalah harta yang memiliki
kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih kembali. Atau dengan
kata lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta
yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang
sepadan dengan itu.1
Sayid Sabiq memberikan definisi qard{ adalah harta yang diberikan
oleh pemberi utang (muqrid{) kepada penerima utang (muqtarid{) untuk
kemudian dikembalikan kepadanya (muqrid{) seperti yang diterimanya
ketika dia telah mampu membayarnya.2
Secara istilah, menurut hanafiyah qard{ adalah harta yang memiliki
kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih kembali. Atau dengan
kata lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta
1 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayye al-Kattani(Jakarta:
Gema Insani & Darul Fikr, 2011),373-374.
2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Penerjemah Kamaludin A. Marzuki, (Bandung: PT Alma’arif,
yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang
sepadan dengan itu.3
Mazhab-madzhab yang lain mendefinisikan qard{ sebagai bentuk
pemberian harta dari seseorang (kreditur) kepada orang lain (debitur),
yang sama dengan harta yang diambil, dimaksudkan sebagai bantuan
kepada orang yang diberi saja. Harta tersebut mencakup harta mitsliyat,
hewan dan barang dagangan.4
Adapun qard{ secara terminologis adalah memberikan harta kepada
orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya
dikemudian hari.5 Menurut kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, qard{
adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah
dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan
pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.6
Islam menganjurkan dan menyukai orang yang meminjamkan
(qard{), dan membolehkan bagi orang yang diberikan qard{, serta tidak
menganggapnya sebagai sesuatu yang makruh, karena dia menerima
hartanya untuk dimanfaatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya, dan peminjam tersebut mengembalikan harta seperti semula.7
3 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu. . . ,374. 4Ibid.
5 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), 334. 6Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 ayat 36
7 Abdullah bin Muhammad ath-Thayar, et al, Ensiklopedia Fiqih Muamalah, Penerjemah Miftahul
2. Dasar hukum qard{
Secara umum Hukum memberi pinjaman kepada orang lain
hukumnya sunnah karena termasuk tolong menolong dalam kebaikan,
bahkan hukumnya menjadi wajib jika orang yang berhutang itu
benar-benar memerlukan, hukum hutang piutang juga akan berubah menjadi
haram jika hutang tersebut akan digunakan untuk maksiat, perjudian,
pembunuhan dan itun akan digunakan untuk sesuatu yang makruh.8
Dasar disyariatkannya qard{ dalam Alquran, Hadis, dan ijmak.
a. Dalil Alquran
1) QS. Al-Baqarah/2:245:
َ ِْقيَ َلاوًَرِثكَ ًف عضأَ لَ فِع ضيفَ سحَ ضرقَ َلاَ ِرْقيَ ِ َلاَا َ م
َ وعجرتَِيلِإوَُطس يو
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanyadengan lipat ganda yang banyak.9
2) QS Al- Hadid/57:11:
م
َ
اَ
ِ َلا
َ
ِرْقي
َ
َلا
َ
ضرق
َ
سح
َ
فِع ضيف
َل
َ
لو
َ
رجأ
َ
مِرك
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan Dia akan memperoleh
pahala yang banyak.10
3) QS. At-Taqa#bun/64/17:
ضيَ سحَ ضرقَ َلاَاوضِرْقتَْ ِإ
ميِحَروُ شَ َلاوَمُ لَرِفغيوَمُ لَ ْفِع
8 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 419.
9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV penerbit Diponegoro,
2009), 31.
Jika kamu meminjamkan kepada Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu dan
Allah Maha Jasa lagi Maha penyayang.11
b. Dalil Hadis
1). Hadis Ibnu Mas’ud
ع
َل قَمَسوَِي عَ َلاَىَصَيِ لاََ أٍَدوعسمَِ باَ
:
َ ِرْقيَمِسمَ ِمَ م
ًَرمَ ِتقدصكَ كَ َلِإَِ يترمَ ضرقَ ِسم
Dari Ibnu Mas'ud berkata, "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang lain dua kali, kecuali seperti
sedekahnya yang pertama.12
2). Hadis Abu Hurairah
َ ع
ل قَ رير َيِبأ
:
َ عَسَف َ مَمَسوَِي عَ َلاَىَصََِلاَُلوسرَل ق
َِم يِقْلاَِويَِ رُكَ ِمًَبرُكَ عَ َلاَسَف َ ي دلاَِ رُكَ ِمًَبرُكَمِسم
ي دلاَيِفَ َلاَ رتسَ ِسمَرتسَ مو
َرسيَرِسعمَى عَرسيَ موَِرِخ ْلاوَ
َِ وعَيِفَد عْلاَ كَ مَِد عْلاَِ وعَيِفَ َلاوَِرِخ ْلاوَ ي دلاَيِفَِي عَ َلا
ِيِخأ
Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengilangkan kesusahan seorang muslim di dunia maka Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim di dunia maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapamemudahkan seorang muslim maka Allah akan
memudahkannya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong
seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.13
11 Ibid., 445.
12 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Vol. III, terj H. Abdullah Son Haji, (Semarang: As-Syifa’,
1993), 236-237
Dari hadis-hadis tersebut dapat dipahami bahwa qard{ (utang
atau pinjaman) merupakan perbujatan yang dianjurkan, yang akan
diberi imbalan oleh Allah. Dalam hadis disebutkan bahwa apabila
seseorang memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain
maka Allah akan memberikan pertolongan kepadanya di dunia dan di
akhirat.14\
Adapun hikmah disyariatkan qard{ (utang piutang) dilihat dari
sisi yang menerima utang atau pinjaman (muqtarid{) adalah membantu
mereka yang membutuhkan. Ketika seseorang sedang terjepit dalam
kesulitan hidup, seperti kebutuhan biaya untuk masuk sekolah anak,
membeli perlengkapan sekolahnya, bahkan untuk makannya,
kemudian ada orang yang bersedia memberikan pinjaman uang tanpa
dibebani tambahan bunga, maka beban dan kesulitannya untuk
sementara dapat teratasi. Dilihat dari sisi pemberi pinjaman (muqrid{),
qard{ dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain,
menghaluskan perasaannya, sehingga ia peka terhadap kesulitan yang
dialami oleh saudara, teman, atau tetangganya.15
c. Ijma’
Dalam hal ijma’ para ulama telah menyetujui bahwa qard{
boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari perbuatan manusia
yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.
Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan.
Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari
kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.16
Meskipun demikian, para ulama Hanabilah berpendapat bahwa
sedekah lebih utama daripada qard{ dan tidak ada dosa bagi orang yang
dimintai pinjaman kemudian tidak meminjamkannya.17
3. Hukum qard{
Akad utang piutang merupakan akad tabarru’ yang dimaksudkan
untuk tolong-menolong dan murni semata-mata karena mengharap ridha
dari Allah Swt yang bukanlah merupakan salah satu sarana untuk
memperoleh penghasilan dan bukanlah salah satu sumber keuntungan
bagi yang berpiutang. Oleh karena itu, semua ulama sepakat diharamkan
bagi pemberi utang untuk mensyaratkan tambahan dari utang yang dia
berikan ketika mengembalikannya.
Menurut madhab Hanafi dalam pendapatnya yang kuat (rajih)
menyatakan bahwa qard{ yang mendatangkan keuntungan hukumnya
haram, jika keuntungan tersebut disyaratkan sebelumnya, jika tidak
disyaratkan dan bukan kebiasaan atau tradisi yang biasa berlaku, maka
diperbolehkan.18
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa qard{ yang
mendatangkan keuntungan tidak diperbolehkan, seperti mengutangkan
16Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Depok: Gema Insani, 2001),
132-133.
seribu dinar dengan syaratn orang itu menjual rumahnya kepadanya, atau
dengan syarat dikembalikan seribu dinar dengan mutu koin dinar yang
lebih baik atau dikembalikan lebih banyak dari itu. Alasannya, karena
Nabi SAW melarang akad salaf (utang) bersama jual beli. Salaf adalah
qard dalam bahasa rakyat Hijaz.19
Akad utang piutang (qard{) diperbolehkan dengan dua syarat :20
a. Tidak mendatangkan keuntungan. Jika keuntungan tersebut untuk
pemberi pinjaman, maka para ulama bersepakat bahwa itu tidak
diperbolehkan. Jika untuk penerima pinjaman, maka diperbolehkan.
Dan jika untuk mereka berdua maka tidak boleh. Kecuali jika sangat
dibutuhkan. Namun ada perbedaan pendapat dalam mengartikan
“sangat dibutuhkan”. Utang piutang (qard{) boleh dilakukan ketika ada
kwkhawatiran atas harta pemberi pinjaman diperjalanan. Boleh juga
akad piutang (qard{) bila si peminjam saja yang diuntungkan seperti
adanya kelaparan yang melandanya atau jual beli biji-bijian yang
sudah dimakan hewan ngengat lebih murah bagi peminjam karena itu
mahal di pasaran.
b. Akad utang piutang (qard{) ini tidak dibarengi dengan tranksaksi lain
seperti jual beli dan lainnya.21
Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar,
seperti jika ia mempunyai harta yang dapat diharapkan dan mempunyai
19 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu . . . . ,380-381. 20 Ibid., 380.
niat menggunakannya untuk membayar hutangnya. Jika hal ini tidak ada
pada diri penghutang. Maka ia tidak boleh berhutang.
Seseorang wajib berhutang jika dalam kondisi terpaksa dalam
rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk membeli makanan
agar dirinya tertolong dari kelaparan.22
4. Rukun dan syarat qard{
a. Rukun utang piutang (qard{)
Syarat qard{ merupakan perkara penting yang harus ada
sebelum dilaksanakan qard{. Jika syarat tidak terwujud maka transaksi
qard{ batal. Adapun rukun qard{ adalah sesuatu yang harus ada ketika
qard{ itu berlangsung. Seperti halnya jual beli, rukun qard{ juga
diperselisihkan oleh para fukaha, rukun qard{ adalah:23
1) ‘Aqid, yaitu muqrid{ dan muqtarid{.
2) Ma’qud ‘alaih, yaitu uang dan barang.
3) Sighat}, Yaitu ijab dan qabul
b. Syarat-syarat qard{
1) Aqid (orang yang berutang dan berpiutang)
Yang dimaksud dengan ‘aqid adalah para pihak yang
berakad, yakni pemberi utang dan pengutang. Adapun
22 Abdullah bin Muhammad ath-Tahyar, et all, Ensiklopedia Fiqh Muamalah, Penerjemah
Miftahul Khair, Cet. 1 (Yogyakarta: Makatabah al Hanif, 2009), 158.
syarat bagi pemberi utang adalah merdeka, baligh, berakal sehat,
pandai serta dapat membedakan baik dan buruk.24
Untuk aqid, baik muqrid maupun muqtarid} disyaratkan
harus orang yang dibolehkan melakukan tasarruf atau memiliki
ahliyatul ada’. Oleh karena itu, qard tidak sah apabila dilakukan
oleh anak yang masih di bawah umur atau orang gila.25
Dari sisi muqrid{ (orang yang memberikan utang) Islam
menganjurkan kepada umatnya untuk memberikan bantuan kepada
orang lain yang membutuhkan dengan cara memberi utang. Dari
sisi muqtarid{, utang bukan perbuatan yang dilarang, melainkan
dibolehkan karena seseorang berutang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, dan ia akan mengembalikannya persis seperti yang
diterimanya.26
2) Objek utang
Objek akad yang merupakan barang pinjaman. Barang
pinjaman adalah barang yang dipinjamkan oleh pemilik barang
kepada si peminjam. Syarat barang yang berkenaan dengan objek
yaitu uang. Uang adalah jelas nilainya, milik sempurna dari yang
memberi hutang dan dapat diserahkan pada waktu akad.27
Ulama Hanafiah berpendapat bahwa akad qard{ dibenarkan
dalam harta mitsli yaitu harta yang satuan barangnya tidak
24 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), 335. 25 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat. . . . , 278.
26 Ibid., 275.
berbeda yang mengakibatkan perbedaan nilainya, seperti
barang-barang yang ditakar, ditimbang, dijual satuan dengan ukuran yang
tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lain (seperti
kelapa, telur, dan kertas satu ukuran) dan yang diukur seperti
kain.28
Akad qard{ tidak dibolehkan pada harta qimiyyat ( harta
yang dihitung berdasarkan nilainya), seperti hewan, kayu bakar
dan properti. Begitu juga barang satuan yang jauh berbeda antara
satuannya. Hal itu karena sulit mengembalikan harta semisalnya.29
Ulama malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabillah berpendapat
bahwa diperbolehkan melakukan qard{ atas semua benda yang bisa
dijadikan objek akad salam, baik itu barang yang ditakar dan
ditimbang seperti emas, perak dan makanan maupun dari harta
qimiyyat, seperti barang-barang dagangan, binatang, dan juga
barang yang dijual satuan. Alasannya sesuatu yang dapat dijadikan
objek salam dimiliki dengan akad jual beli dan diidentifikasi
dengan sifatnya, sehingga ia boleh dijadikan objek akad qard}
seperti halnya barang yang ditakar dan ditimbang.30
3) Ija>b qabu>l (shighat})
Yang dimaksud dengan Shighat} adalah ija>b dan qabu>l.
Tidak ada perbedaan di antara fukaha bahwa ijab qabul itu sah
28 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu. . . . , 377. 29 Ibid.
dengan lafazutang dan dengan semua lafaz yang menunjukkan
maknanya, seperti kata, “Aku memberimu utang,” atau “Aku
mengutangimu.” Demikian pula kabul sah dengan semua lafaz
yang menunjukkan kerelaan, seperti “Aku berutang,” atau “Aku
menerima,” atau “Aku ridha” dan lain sebagainya.31
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad ini adalah:
a) Harus berada dalam satu majelis. Karena ijab itu bisa menjadi
bagian dari akad bila ia bertemu langsung dengan qabul. Perlu
dicatat bahwa kesamaan lokasi tersebut disesuaikan dengan
kondisi zaman. Sehingga akad tersebut bisa berlangsung
melalui pesawat telepon. Dalam kondisi demikian, lokasi
tersebut adalah masa berlangsungnya percakapan telepon.
Selama percakapan tersebut masih berlangsung, dan line
telepon masih tersambung, berarti kedua belah pihak masih
berada dalam majelis akad.
b) Hal yang menjadi penyebab terjadinya ija>b harus tetap ada
hingga terjadinya qabul dari pihak kedua yang ikut dalam
akad. Sedangkan ija>b ditarik dari pihak pertama, kemudian
datang qabul, itu dianggap qabul tanpa ija>b, dan itu tidak ada
nilainya sama sekali.
c) Tidak adanya hal yang menunjukkan penolakan atau
pengunduran diri pihak kedua. Karena adanya hal itu
membatalkan ijab. Jika datang kembali penerimaan sesudah
itu, sudah tidak ada gunanya lagi, karena tidak terkait dengan
ija>b sebelumnya secara tegas sehingga akad bisa
dilangsungkan.
d) Akad dapat memberi faedah.32
5. Syarat yang sah dan tidak sah (fasid)
Di dalam akad qard{ adanya kesepakatan yang dibuat untuk
mempertegas hak milik, seperti syarat adanya barang jaminan,
penanggung pinjaman (kafil), saksi, bukti tertulis, atau pengakuan di
hadapan hakim.
Mengenai batas waktu, jumhur ulama menyatakan syarat itu tidak
sah, dan malikiyah menyatakan sah. Tidak sah yang tidak sesuai dengan
akad qard{, seperti syarat tambahan dalam pengembalian harta yang bagus
sebagai ganti yang cacat.
Adapun syarat yang fasid (rusak) diantaranya adalah syarat
tambahan atau hadiah bagi si pemberi pinjaman. Syarat ini dianggap batal
namun tidak merusak akad apabila tidak terdapat kepentingan siapa pun.
Seperti syarat pengembalian barang cacat sebagai ganti yang sempurna
atau yang jelek sebagai ganti yang bagus atau syarat memberikan
pinjaman kepada orang lain.33
32 Shalah As-Shawi dan Abdullah Al-Mushlih, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul
Haq, 2008).30-32.
a. Harta yang harus dikembalikan
Para ulama sepakat bahwa wajib hukumnya bagi peminjam
untuk mengembalikan harta semisal apabila ia meminjam harta mitsli
dan mengembalikan harta semisal dalam bentuknya (dalam pandangan
ulama selain Hanafiyah) bila pinjamannya adalah harta qimiy, seperti
mengembanlikan kambing yang ciri-cirinya mirip dengan domba yang
dipinjam.
b. Waktu pengembalian
Menurut ulama selain Malikiyah, waktu pengembalian harta
pengganti adalah kapan saja terserah kehendak si pemberi pinjaman,
setelah peminjam menerima pinjamannya. Karena qard{ merupakan
akad yang tidak menegenal batas waktu. Sedangkan menurut
Malikiyah, waktu pengembakian itu adalah ketika sampai pada batas
waktu pembayaran yang sudah ditentukan di awal. Karena mereka
berpendapat bahwa qard{ bisa dibatasi dengan waktu.34
Pengembalian barang ini dianjurkan untuk dilakukan
secepatnya, apabila orang yang berutang telah memiliki uang atau
barang untuk pengembaliannya itu.35
6. Tambahan dalam utang piutang
Akad perutangan merupakan akad yang dimaksudkan untuk
mengasihi manusia, menolong mereka menghadapai berbagai urusan, dan
memudahkan sarana-sarana kehidupan. Akad perutangan bukanlah salah
34 Ibid.,
satu sarana untuk memperoleh penghasilan dan bukan salah satu metode
untuk mengeksploitasi orang lain.
Oleh karena itu, diharamkan bagi pemberi utang mensyaratkan
tambahan dari utang yang ia berikan ketika mengembalikannya. Para
ulama sepakat, jika pemberi utang mensyaratkan untuk adanya tambahan,
kemudian si pengutang menerimanya maka itu adalah riba. Dalam hal ini
Nabi SAW, bersabda :“Telah menceritakan padaku, Yazid bin Abi
Khabib dari Abi Marzuq At-Tajji dari Fadholah bin Ubaid bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda: “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat,
maka itu salah satu dari beberapa macam riba” (H.R. Baihaqi).36
Yang dimaksud dengan mengambil manfaat dari hadist di atas
adalah keuntungan atau kelebihan atau tambahan dari pembayaran yang
disyaratkan dalam akad utang piutang atau ditradisikan untuk menambah
pembayaran. Bila kelebihan itu adalah kehendak yang ikhlas dari orang
yang berutang sebagai balas jasa yang diterimanya, maka yang demikian
bukan Riba dan dibolehkan serta menjadi kebaikan bagi si pengutang.37
Karena ini terhitung husnul al-qada (membayar utang dengan baik).
Sebagimana hadist Nabi Saw. yang artinya: “Dari Abu Hurairah r.a
berkata: “Rasulullah Saw. Berhutang seekor unta, dan mengembalikannya
sebagai bayaran yang lebih baik dari unta yang diambilnya secara hutang,
dan beliau bersabda: “orang yang lebih baik diantara kamu adalah orang
yang paling baik pembayarannya”. (HR. At-Turmudzy)
36 Saleh al-Fauzan, al-Mulakhasul Fiqhi, Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 411.
Dari hadist tersebut jelas pengembalian yang lebih baik itu tidak
disyaratkan sejak awal, tetapi murni inisiatif debitur (al-mustaslif). Itu
juga bukan tambahan atas jumlah sesuatu yang diutang karena tidak ada
tambahan atas jumlah unta yang dibayarkan dan tidak ada pula tambahan
apapun atas unta yang diutang. Itu tidak lain adalah pengembalian yang
semisal dengan apa yang diutang, itu tidak lain adalah pengembalian yang
semisal dengan apa yang diutang; seekor hewan dengan seekor hewan,
namun lebih tua dan lebih besar tubuhnya. Itulah yang dimakud dengan
pengembalian yang lebih baik (husn al-qada). Tapi jika sebelum utang
dinyatakan terlebih dahulu syarat tambahannya dan kedua belah pihak
setuju maka dengan riba. Sebagaimana sabda Nabi Saw. yang artinya
“Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari
beberapa macam riba”.38
Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha
Mazhab mengenai boleh atau tidaknya menerima manfaat dari akad utang
piutang tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Menurut Mazhab Hanafiyah: menyatakan bahwa qard{ yang
mendatangkan keuntungan hukumnya haram jika keuntungan tersebut
disyaratkan sebelumnya. Muqrid{ haram mengambil manfaat dari qard{
dengan penambahan jumlah pinjaman lebih jikja disyaratkan, kecuali
berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Tapi jika
penambahan pengembalian pinjaman itu bentuk i’tikad baik dan tidak
merugikan orang lain maka tidak ada salahnya karena Rasulullah saw
memberi Abu Bakar unta yang lebih baik dari unta yang
dipinjamnya.39
b. Menurut Mazhab Malikiyah: utang piutang yang bersumber dari jual
beli, penambahan pembayaran yang tidak dipersyaratkan adalah
boleh. Sedangkan dalam hal utang piutang (al-qard{), penambahan
pembayaran yang tidak dipersyaratkan dan tidak dijanjikan karena
telah menjadi kebiasaan di masyarakat, hukumnya adalah haram.
Penambahan yang tidak dipersyaratkan dan tidak menjadi kebiasaan
di masyarakat, hukumnya adalah haram. Penambahan yang tidak
dipersyaratkan dan tidak menjadi kebiasaan masyarakat baru boleh
diterima.40
c. Menurut Mazhab Syafii: penambahan pelunasan utang yang
diperjanjikan oleh muqtarid{ (pihak yang berhutang), maka pihak yang
mengutangi makruh menerimanya.41
d. Menurut Mazhab Hambali: terdapat dua riwayat dan yang paling
sahih adalah pendapat yang mengatakan boleh tanpa kemakruhan.42
e. Sedangkan menurut Syekh Zainuddin al-Malibary menyebutkan
bahwa boleh bagi muqtarid{ menerima kemanfaatan yang diberikan
kepadanya oleh muqtarid{ tanpa disyaratkan sewaktu akad, misalnya
39 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhajul Muslimin, Penerjemah Husein Ibrahim, (Beirut: Da>r
al-Fir, 2003), 545-546.
40 Syaikh Zainuddin bin Abdul Azis Al-Malibary, Fathul Mu’in, Jilid II, Penerjemah Aliy As’ad,
(Yogyakarta: Menara Kudus, 1979), 212.
41 Ibid.,
kelebihan ukuran atau mutu barang pengembalian lebih baik dari yang
diutangkan. Bahkan melebihkan pengembalian utang adalah
disunnahkan bagi muqrid} sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang
berbunyi: “Sesungguhnya yang paling baik di antara kalian adalah
yang paling bagus dalam membayar utangnya”.43
7. Hikmah dan manfaat disyariatkan qard{
Beberapa hal yang menjadi alasan seseorang dalam melakukan
qard{ yakni sebagai berikut:
a. Melaksanakan kehendak Allah agar kaum muslimin saling menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan.
b. Jika dilihat dari sisi orang yang berutang adalah membantu mereka
yang membutuhkan.
c. Dilihat dari sisi pemberi pinjaman, qard{ dapat menumbuhkan jiwa
ingin menolong orang lain.
d. Menuatkan ikatan persaudaraan dengan cara mengulurkan bantuan
kepada orang yang kesulitan.44
B. Riba Fad{l
1. Definisi riba
Riba menurut pengertian bahasa berarti Az Ziadah (tambahan)
karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu
43 Syaikh Zainuddin bin Abdul Azis Al-Malibary, Fathul Mu’in, Jilid II, Penerjemah Aliy As’ad,
(Yogyakarta: Menara Kudus, 1979), 212.
44Ali Fikri, al-Mu’amalat al-Ma@ddiyah wa al-Adabiyah, Penerjemah Mustafa al-Babiy al-
yang diutangkan. Ada pula yang mengatakan “berbunga” karena salah
satu perbuatan riba adalah membuat harta, uang atau lainnya yang
dipinjamkan kepada orang lain berlebih.45
Dalam kaitan ini Allah berfirman :
رحِبَ ْاو ْأفَْاوُعْفتَ مَلَ ِإف
مت تَ ِإوَ ِِلوسروَ ِّلاَ ِمَ
َاَ مُ ِلاومأَسو رَمُ ف
و ْظتَاوَ و ِْظت
Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu modalmu, kamu tidak berbuat zalim dan tidak pula dizalimi. (Q.s.Al-Baqarah ayat 279)46
2. Riba fad{l
Para fuqaha Hanafiyah mengartikan riba fad{l adalah tambahan
benda dalam akad jual beli (tukar-menukar) yang menggunakan ukuran
syara’ (yaitu literan atau timbanagan) yang jenis barangnya sama.47
Sayid Sabiq mendefinisikan riba fad{l adalah jual beli uang dengan
uang atau makanan dengan makanan disertai dengan kelebihan
(tambahan).48
Menurut Ibnu Qayyum, riba fad{l ialah ribayang kedudukannya
sebagai penunjang diharamkannya ribanasi’ah.49 Ribanasi’ah adalah
tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu
yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam tanpa resiko
sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si
45 Islam Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 69. 46 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. . . . ,37.
47 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu. . . . ,308-309.
peminjam. Dengan kata lain bahwa riba fad{l diharamkan supaya
seseorang tidak melakukan ribanasiah yang sudah jelas keharamannya.50
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat diambil
intisari bahwa riba fad{l adalah tambahan yang disyaratkan dalam
tukar-menukar barang yang sejenis (jual beli barter) tanpa adanya imbalan
untuk tambahan tersebut. Misalnya, menukarkan beras ketan 10 kilogram
dengan beras ketan 12 kilogram. Tambahan 2 kilogram beras ketan
tersebut tidak ada imbalannya, oleh karena itu disebut riba fad{l (riba
karena kelebihan). Dengan demikian, apabila barang yang ditukarkan
jenisnya berbeda maka hukumnya dibolehkan dan tidak termasuk riba.
Misalnya menukarkan beras biasa 10 kilogram dengan beras ketan 8
kilogram.51
Riba fad{l hukumnya haram berdasarkan sunnah Rasulullah Saw.
Diantara sunnah tersebut adalah:
a. Hadis Abu Bakrah
عَ َلاَيِضرَ رْ بَوبأَل ق
ل ق
َ
َب َ لاَاوعيِتَ لَمَسوَِي عَ َلاَىَصََِلاَُلوسر
َِضِفْل ِبَب َ لاَاوعيِبوَ ٍءاوسِبَ ًءاوسَ َلِإَ ِضِفْل ِبَ ضِفْلاوَ ٍءاوسِبَ ًءاوسَ َلِإَِب َ ل ِب
متِْشَفيكَِب َ ل ِبَ ضِفْلاو
Abu Bakrah radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Janganlah kalian berjual beli emas dengan emas kecuali dengan jumlah yang sama, perak dengan perak kecuali dengan jumlah yang sama dan berjual belilah emas denganperak atau perak dengan emas sesuai keinginan kalian
.
52
50 Satria Efendi, Riba dalam Pandangan Fiqh, Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer, (Jakarta: Hikmah Syahid Indah, 1988), 147.
b. Hadis ‘Ubadah bin samit
ل قَِتِم صلاَِ بَ د عَ ع
َ لاَمَسوَِي عَ َلاَىَصََِلاَُلوسرَل ق
َِب َ ل ِبَب
ْثِمَِحِْ ْل ِبَحِْ ْلاوَِر تل ِبَر تلاوَِرِعشل ِبَرِعشلاوَِر ْل ِبَر ْلاوَِضِفْل ِبَُضِفْلاو
َ ْثِ ِبَ ً
ِإَمتِْشَفيكَاوعيِفَف صأْلاَِِ َتف تخاَا ِإفٍَديِبَاديٍَءاوسِبًَءاوس
ٍديِبَاديَ كَا
Dari ‘Ubadah bin Shamit dia berkata, "Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak mengapa jika dengan takaran yang sama, dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah
terimanya.53
Dari hadis-hadis tersebut jelaslah bahwa dalam jual beli barter
atau tukar menukar barang yang sejenis ukurannya harus sama, baik
takarannya maupun timbangannya. Apabila terdapat kelebihan yang
disyaratkan dalam perjanjian maka hal itu termasuk riba dalam hadis
tersebut disebutkan enam jenis barang yang termasuk kelompok ribawi,
yaitu :
a. emas,
b. perak,
c. gandum,
d. jagung,
e. kurma, dan
f. garam.54
Namun, apabila dilihat illat dari keenam jenis barang tersebut
maka yang termasuk kelompok ribawi ada dua macam, yaitu:
53 Muhammad bin Ismail Al-kahlani, Subul as-Salam. Juz 3, cet IV, (Mesir: Maktabah
Mushthafah Al- Babiy Al- halabiy, t.t.), 37.
a. Barang-barang yang biasa ditakar , dan
b. Barang-barang yang biasa ditimbang.
Dengan demikian, semua jenis barang yang biasa ditimbang dan
ditakar termasuk dalam kelompok ribawi, apa pun jenisnya. Oleh karena
itu, barang-barang seperti beras, gula, kopi, terigu dan sebagainya,
termasuk barang-barang dalam penukarannya harus sama, tidak boleh ada
kelebihan dan penyerahannya harus tunai, tidak boleh utang.55
Alquran menyinggung keharaman riba secara kronologis di
berbagai tempat. Pada periode Makkah turun firman Allah swt. Surah
ar-Ruum ayat 39.
َ موََِلاَد ِعَوبريَ فَِس لاَِلاومأَيِفَوبريِلَ بِرَ ِمَمتيت َ مو
ٍَ ك َ ِمَمتيت
وُفِعض ْلاَم َكِلوُأفََِلاَ جوَ وديِرت
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yangberbuatdemikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).56
Pada periode Madinah turun ayat yang secara jelas dan tegas
tentang keharaman riba, terdapat dalam surat Al- Imran ayat 130.
تَمُ َعلَ َلاَاوُقتاوًَفع ضمَ