BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan penting untuk menjamin kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Pendidikan merupakan wahana untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Pembaharuan-pembaharuan terus dilakukan agar kualitas pendidikan semakin
baik. Demikian juga halnya di Indonesia. Visi pendidikan nasional di
Indonesia adalah “mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehinggga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Peraturan
pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007). Dari visi tersebut,
penyempurnaan dan perbaikan pendidikan harus terus dilakukan sesuai
dengan perkembangan zaman di setiap tingkat satuan pendidikan.
Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan nasional adalah
dengan adanya pendidikan matematika. Matematika merupakan bidang studi
yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA bahkan juga di
perguruan tinggi karena matematika merupakan salah satu penguasaan yang
mendasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa.
Tujuan pembelajaran matematika di Indonesia termuat dalam
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Dalam Permendiknas tersebut, tertulis
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3)
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5)
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki keingintahuan, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran
matematika di SMP tidak hanya bertujuan agar siswa mampu memahami
konsep, namun mereka juga harus mampu melakukan penalaran, pemecahan
masalah serta mengkomunikasikan gagasannya untuk menyelesaikan
permasalahan matematika.
Sementara itu berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007
tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, standar proses
meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk
pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP).
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dijabarkan
dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran dalam upaya
mencapai Kompetensi Dasar (KD). Salah satu komponen yang harus ada di
dalam RPP adalah sumber belajar. Penentuan sumber belajar didasarkan pada
standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi ajar, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Untuk memperoleh
sumber belajar yang relevan, guru diharapkan mampu mengembangkan bahan
ajar sebagai salah satu sumber belajar
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di
SMP N 1 Tawangmangu, diperoleh informasi bahwa kegiatan pembelajaran
di SMP N 1 Tawangmangu berlangsung cukup baik. Akan tetapi, penggunaan
sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran masih belum optimal. Di
sekolah tersebut, guru belum mengembangkan perangkat pembelajaran secara
mandiri karena kesibukan dan kesulitan guru dalam mengembangkan
perangkat. Oleh karena itu, pembelajaran hanya menggunakan satu buku
cetak Matematika. Dalam proses pembelajaran, guru menerangkan materi
sesuai dengan buku cetak yang tersedia, sehingga peserta didik tidak
berkesempatan membangun pengetahuan mereka sendiri. Padahal
berdasarkan Permendiknas nomor 41 tahun 2007, guru dianjurkan untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
Peran guru dalam proses pembelajaran tidak hanya sebagai pemberi
informasi, namun juga sebagai fasilitator bagi peserta didik serta
membimbing peserta didik untuk terlibat aktif dalam membangun konsep
pengetahuannya sendiri. Pembelajaran matematika juga akan lebih bermakna
jika materi yang dipelajari bersifat kontekstual dan realistik sehingga dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut yang melatarbelakangi peneliti untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS yang dapat memfasilitasi siswa
untuk dapat mengkonstruksikan pengetahuannya melalui kegiatan memahami
konsep, memecahkan permasalahan serta mengkomunikasikan gagasannya.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika di SMP N 1
Tawangmangu, peserta didik masih mengalami kesulitan mempelajari materi
aritmetika sosial dikarenakan kemampuan peserta didik menerjemahkan soal
cerita masih kurang. Padahal kemampuan untuk menerjemahkan soal adalah
kemampuan dasar yang harus dikuasai siswa dalam penyelesaian masalah
matematika. Selain itu, materi aritmetika sosial sering diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini, peneliti memilih model
pembelajaran Group Investigation karena model pembelajaran ini adalah
salah satu tipe pembelajaran kooperatif, dimana pembelajaran dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil sehingga pembelajaran terpusat pada siswa.
Pembelajaran yang terpusat pada siswa dapat mendorong siswa untuk terlibat
aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Selain itu, model
penyelesaian masalah nyata sehingga pembelajaran bersifat kontekstual dan
realistik agar peserta didik memiliki gambaran manfaat dari mempelajari
materi matematika serta dapat menerapkan konsepnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Penelitian tentang pengembangan perangkat pembelajaran ini akan
dilakukan melalui penelitian Research and Design berupa Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Berbasis Model Pembelajaran Group Investigation
Materi Aritmetika Sosial untuk Siswa Kelas VII SMP.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Guru belum mengembangkan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS)
secara mandiri. Hal ini dikarenakan guru masih mengalami kesulitan
dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dan kesibukan guru
dalam mengajar.
2. Belum tersedianya LKS yang dapat membantu peserta didik untuk dapat
mengkonstruksi pengetahuannya serta mengaitkan materi matematika
dengan permasalahan kehidupan sehari-hari.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan permasalahan terkait belum adanya perangkat pembelajaran
matematika dan kurangnya bahan ajar yang dapat memfasilitasi peserta didik
peneliti membatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP
dan LKS berbasis model pembelajaran Group Investigation pada materi
aritmetika sosial untuk peserta didik SMP kelas VII berdasarkan KTSP
dengan memperhatikan aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.
Pengembangan perangkat pembelajaran ini menggunakan metode R&D
(Research and Development) tipe ADDIE yang terdiri dari tahap analysis,
design, development, implementation, dan evaluation.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Bagaimanakah kelayakan bahan ajar yang
dikembangkan berdasarkan aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan
pada materi Aritmetika Sosial berbasis model pembelajaran Group
Investigation untuk siswa SMP Kelas VII?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran
berbasis model pembelajaran Group Investigation dan menguji kevalidan,
kepraktisan serta keefektifannya untuk siswa kelas VII SMP N 1
Tawangmangu.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti: Menambah pengetahuan peneliti tentang cara
mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis model pembelajaran
2. Bagi guru: Penelitian ini diharapkan dapat mendukung tugas guru
sebagai fasilitator dan mediator agar lebih optimal. LKS juga membantu
guru dalam menyampaikan materi pelajaran aritmetika sosial.
3. Bagi siswa: Siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuannya serta
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna karena siswa
mengetahui manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari
4. Bagi pembaca: memberikan informasi tentang kelayakan perangkat
pembelajaran berbasis Group Investigation pada materi aritmetika
BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori
1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk
memperoleh pengetahuan baru. Reber dalam Agus Suprijono(2010: 3)
mengemukakan bahwa belajar adalah “the process of acquiring
knowledge”, yang berarti bahwa belajar adalah proses mendapatkan
pengetahuan. Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Sugihartono, dkk.
(2007:74) belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan
bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi
individu dengan lingkungannya.
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk
membuat siswa melakukan kegiatan belajar. Menurut Sugihartono, dkk.
(2007: 81) pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai
metode, sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif
dan efisien serta dengan hasil yang optimal. Sedangkan menurut Hamzah
melibatkan dan menggunakan pengetahuan professional yang dimiliki
guru untuk mencapai tujuan kurikulum.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar bersifat
internal dan unik dalam diri individu siswa. Belajar dapat terjadi tanpa
guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain.
Sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja dirancang
dan dipertimbangkan oleh guru. Dalam proses pembelajaran terdapat
interaksi antara guru dan siswa, dan antar sesama siswa untuk mencapai
suatu tujuan pembelajaran. Pembelajaran diperlukan agar kemampuan
siswa dapat dikontrol dan berkembang semaksimal mungkin dengan
adanya desain pembelajaran yang telah dirancang guru dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran yang telah diuji
keunggulannya.
2. Hakikat Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja
dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana memungkinkan untuk
sesorang melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut
berpusat pada siswa untuk belajar dan berpusat pada guru untuk mengajar (Siti
Hawa, 2014: 4).
Dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah,
pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang
dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang
tersebut jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika
adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja
dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana
kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam
hal ini sebagai salah satu bidang studi atau pelajaran.
Sejauh mana konsepsi pelajaran matematika berdasarkan falsafahnya
dapat dibeda-bedakan tetapi dalam pelaksanaan dapat dikombinasikan antara
satu dengan yang lain. Menurut Demunth (Ismail dkk, 2003: 114) konsepsi
yang dimaksud adalah:
Konsepsi pertama, pembelajaran matematika berorientasi pada matematika formal. Pengertian-pengertian seperti hubungan, fungsi, kelompok, vektor, diperkenalkan dan dimasukkan dengan definisi dan dihubungkan satu sama lain dalam suatu sistem yang susun secara deduktif. Konsepsi kedua, pembelajaran matematika berorientasi pada dunia sekeliling. Titik tolaknya adalah tema yang diambil dari jangkauan pengalaman belajarnya. Pelajaran mempunyai tugas mematematiskan keadaan sekeliling. Konsep ketiga, konsep heuristik yaitu pembelajaran matematika sebagai sitem dimana pelajarnya dilatih untuk menemukan sesuatu secara mandiri. Konsep keempat, pembelajaran matematika berorientasi pada matematika sebagai alat. Dalam konsep ini kesiapan menjadi menonjol, dan hanya digunakan sebagai kesiapan teknis.
3. Materi Aritmetika Sosial
Materi aritmetika sosial merupakan salah satu materi pada mata pelajaran
matematika yang diajarkan pada peserta didik SMP kelas VII. Sesuai dengan
Standar Kompetensi(SK) dan Kompetensi Dasar(KD) pada standar isi SMP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, materi aritmetika sosial terdiri dari nilai
Standar Kompetensi : 3.Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan
pertidaksamaan linier satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan
masalah.
Kompetensi Dasar : 3.3 Mengunakan konsep aljabar dalam pemecahan
masalah aritmetika sosial yang sederhana
4. Perangkat pembelajaran
Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut perangkat
pembelajaran. Menurut Ibrahim dkk (2000:3), perangkat pembelajaran yang
diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS),
Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB), media pembelajaran serta
buku ajar siswa.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai
satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi yang dijabarkan
dalam silabus. RPP memiliki dua fungsi, yaitu pertama, fungsi
perencanaan, yaitu mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan
pembelajaran; kedua, fungsi pelaksanaan, dimana pelaksanaannya harus
benar-benar sesuai dengan kebutuhan lingkungan, sekolah dan daerah.
Menurut Permendiknas nomor 41 tahun 2007 mengenai Standar
Proses telah diatur komponen RPP sebagai berikut:
Identitas mata pelajaran terdiri dari satuan pendidikan, kelas,
semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema
pelajaran, serta jumlah pertemuan.
2) Standar Kompetensi
Standar kompetensi berisi kemampuan minimal siswa yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap serta keterampilan
yang diharapkan dapat dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada
suatu mata pelajaran.
3) Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan
indikator pencapaian kompetensi dalam suatu pelajaran karena
kompetensi dasar berisi sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
siswa dalam mata pelajaran tertentu.
4) Indikator pencapaian kompetensi
Indikator pencapaian kompetensi merupakan perilaku yang
dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar, yang kemudian digunakan sebagai
acuan penilaian. Indikator ini dirumuskan dengan menggunakan
kata kerja operasional sehingga dapat diamati dan diukur.
5) Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan gambaran proses serta hasil
belajar yang diharapkan dicapai siswa.
Materi ajar berisi fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7) Alokasi waktu
Perumusan alokasi waktu ditentukan sesuai dengan tujuan
serta beban belajar.
8) Metode pembelajaran
Pemilihan metode pembelajaran ditujukan untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran yang dirumuskan.
Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan
kondisi siswa, serta karakteristik indikator dan kompetensi yang
akan dicapai.
9) Kegiatan pembelajaran
a) Pendahuluan
Kegiatan ini merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran
yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi serta
memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
b) Inti
Kegiatan inti dalam pembelajaran dilakukan secara
sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi agar menciptakan pembelajaran yang kondusif
c) Penutup
Kegiatan penutup dalam pembelajaran, meliputi rangkuman
atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, serta tindak
lanjut.
10) Penilaian hasil belajar
Penilaian hasil belajar dilakukan untuk melihat apakah tujuan
belajar siswa tercapai atau tidak sehingga prosedur dan instrumen
penilaian disesuaikan dengan indikator dan mengacu pada Standar
Penilaian.
11) Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada SK, KD, serta materi
ajar, kegiatan pembelajaran dan indikator.
Selain komponen-komponen RPP, terdapat prinsip-prinsip
penyusunan RPP yaitu sebagai berikut:
1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal,
tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar,
kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus,
kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau
lingkungan peserta didik.
2) Partisipasi aktif peserta didik.
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran
membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam
berbagai bentuk tulisan.
4) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi.
5) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan
pengalaman belajar.
8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
b. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan
oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Lembar Kerja
Siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan
penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar Kerja Siswa dapat berupa
panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan
untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan
eksperimen atau demonstrasi. Menurut Trianto (2010: 223), Lembar Kerja
Siswa memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh
kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus
ditempuh.
Sedangkan menurut Depdiknas (2004:18), LKS adalah
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. Lembar
kegiatan biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas dan tugas tersebut haruslah jelas kompetensi
dasar yang akan dicapai.
Sementara menurut pandangan Belawati dkk dalam Andi Prastowo
(2011: 204), LKS memuat materi ajar yang dikemas sedemikian rupa,
sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut
secara mandiri. Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan materi,
ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu, peserta
didik juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami
materi yang diberikan. Pada saat yang bersamaan, peserta didik diberi
materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.
LKS setidaknya memiliki empat fungsi sebagai berikut (Andi
Prastowo, 2011:205-206):
1) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik,
namun lebih mengaktifan peserta didik.
2) Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk
memahami materi yang diberikan.
3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih;
4) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
Langkah-langkah penyusunan Lembar Kerja Siswa menurut Diknas
(2004) yaitu:
1) Melakukan Analisis Kurikulum
Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana
yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada umumnya, dalam
menentukan materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara
melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan
diajarkan.
2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS
3) Menentukan Judul-judul LKS
4) Penulisan LKS.
Untuk menulis LKS, langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
a) Merumuskan kompetensi dasar.
b) Menentukan alat penilaian.
c) Menyusun materi.
d) Memperhatikan struktur LKS
LKS terdiri atas enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar
(petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung,
tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, serta penilaian.
Menurut Hendro Darmodjo, Jenny R.E. Kaligis (1992 : 41-46),
memberikan pengaruh yang besar dalam proses pembelajaran, sehingga
LKS tersebut harus memenuhi persyaratan didaktik, konstruksi, dan teknis.
1) Syarat Didaktik
Syarat didaktik mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat
universal dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau
yang pandai. LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan
konsep, yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui
berbagai media dan kegiatan siswa. LKS diharapkan mengutamakan
pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral,
dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh
tujuan pengembangan pribadi siswa.
2) Syarat Konstruksi
Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa,
susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam
LKS.
3) Syarat Teknis
Syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan,
gambar dan penampilannya dalam LKS.
Tiga syarat diatas dijelaskan kembali oleh Endang Widjajanti dalam
makalahnya yang berjudul Kualitas Lembar Kerja Siswa (2008: 3-5),
bahwa LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat-syarat didaktik yang
dapat dijabarkan sebagai berikut:
2) Memberi penekanan pada proses pembelajaran.
3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan
siswa sesuai dengan ciri kurikulum.
4) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional,
moral, dan estetika pada diri siswa.
5) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi.
Syarat-syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan
penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan
kejelasan, yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat
dimengerti oleh pihak pengguna, yaitu anak didik. Syarat-syarat konstruksi
tersebut yaitu:
1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.
2) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kalimat menjadi jelas
maksudnya, yaitu:
a) Hindarkan kalimat kompleks.
b) Hindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya “mungkin, “kira-kira”.
c) Hindarkan kalimat negatif, apalagi kalimat negatif ganda.
d) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negatif.
3) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat
kemampuan anak. Apalagi konsep yang hendak dituju merupakan
sesuatu yang kompleks, dapat dicegah menjadi bagian-bagian yang
4) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka. Pertanyaan dianjurkan
merupakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan
informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang
tak terbatas.
5) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan
keterbacaan siswa.
6) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada
siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.
Memberikan bingkai dimana anak harus menuliskan jawaban atau
menggambar sesuai dengan yang diperintahkan. Hal ini dapat juga
memudahkan guru untuk memeriksa hasil kerja siswa.
7) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. Kalimat yang
panjang tidak menjamin kejelasan intruksi atau isi. Namun kalimat
yang terlalu pendek juga dapat mengandung pertanyaan.
8) Gunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih
dekat pada sifat konkrit sedangkat kata-kata lebih dekat pada sifat
“formal” atau abstrak sehingga lebih sukar ditangkap oleh anak.
9) Dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang
cepat.
10) Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber
11) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya.
Misalnya, kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama
anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.
Syarat teknis penyusunan LKS sebagai berikut:
1) Tulisan
a) Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau
romawi.
b) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf
biasa yang diberi garis bawah.
c) Gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam
satu baris.
d) Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan
jawaban siswa.
e) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya
gambar serasi.
2) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat
menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada
pengguna LKS.
3) Penampilan
Penampilan sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan
LKS (student worksheet) yang dapat dikatakan baik adalah harus
memenuhi berbagai persyaratan sebagai berikut:
1) Aspek kelayakan isi
Pada aspek kualitas isi/materi, terdapat beberapa hal yang perlu
dilakukan yaitu:
a) Bahasa yang digunakan harus bersifat mengarahkan dan mudah
dimengerti.
b) Penggunaan tanda baca yang tidak menyulitkan.
c) Perintah-perintah yang digunakan dapat dijangkau oleh siswa.
d) Memilih jenis, warna, dan ukuran huruf yang sesuai dengan
penggunaanya.
e) Konsep yang diajarkan harus benar dan tepat.
f) Cakupan materi sudah sesuai KI dan KD.
g) Materi yang dipaparkan sudah sesuai dengan KI dan KD, serta
sesuai dengan tujuan pengembangan.
h) Materi yang disajikan sudah sesuai dengan urutan materi dalam
silabus.
i) Pembelajaran materi mudah dimengeri, jelas, mengaktifkan siswa,
dan memotivasi siswa.
j) Latihan soal yang disajikan dapat membantu pemahaman siswa dan
dapat menggambarkan aplikasi dari apa yang telah siswa pelajari.
k) Soal-soal evaluasi benar-benar mampu mengukur tingkat
l) Teknik penskoran yang ada harus tepat.
2) Aspek kelayakan bahasa
Yang dimaksud dengan kelayakan bahasa ialah syarat-syarat yang
berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat
kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat guna dalam
arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna yaitu siswa.
a) Menggunakan bahasan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan
anak.
b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.
c) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat
kemampuan siswa.
d) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka.
e) Tidak mengacu pada buku sumber yang diluar kemampuan
keterbacaan siswa.
f) Menyediakan ruang yang cukup untuk memberi keleluasaan pada
siswa untuk menulis maupun mengambar pada LKS.
g) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek.
h) Gunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.
i) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari itu sebagai
sumber motivasi.
j) Mempunyai identitas untuk memudahkan asministrasinya.
3) Aspek kelayakan kegrafikan
Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau
romawi.
Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf
biasa yang diberi garis bawah.
Gunakan tidak lebih dari 10 kata dalam satu baris.
Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan
jawaban siswa.
Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya
gambar sesuai.
b) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah yang dapat menyampaikan
pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS.
c) Penampilan
Penampilan adalah sangat penting dalam LKS. Kombinasi antara
gambar dan kata akan membuat LKS menjadi lebih baik.
4) Aspek kelayakan penyajian
a) Memperhatikan adanya perbedaan individual.
b) Tekanan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga
LKS disini berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk
mencari tahu.
c) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan
d) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional,
moral, dan estetika pada diri siswa.
e) Pengalaman belajarnya ditentukan oleh tujuan pengembangan
pribadi siswa (intelektual, emosional dan sebagainya), dan bukan
ditentukan oleh pokok bahasan bahan pelajaran.
5. Model Pembelajaran
Model pembelajaran menurut Joyce dalam Trianto (2010: 22) adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model
pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk
membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran
tercapai.
Sedangkan menurut pandangan Paul Eggen dan Don Kauchak(2012: 7),
model pembelajaran adalah pendekatan spesifik dalam mengajar yang
memiliki tiga ciri yaitu:
a. Model mengajar dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memperoleh
pemahaman mendalam tentang bentuk spesifik materi.
b. Model mengajar mencakup serangkaian langkah-langkah disebut
“fase” yang bertujuan membantu siswa mencapai tujuan
c. Model mengajar didukung teori dan penelitian tentang
pembelajaran dan motivasi.
Pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan
diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran
tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Dalam hal ini, tujuan yang ingin
dicapai peneliti adalah meningkatkan keefektifan pembelajaran. Salah satu
model pembelajaran yang dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran
adalah model pembelajaran Group Investigation (Johnson dan Johnson dalam
Joyce dkk, 2009:321).
6. Group Investigation
Group Investigation merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran
kooperatif. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Herbert Thelan
kemudian diperbaharui dan diteliti oleh Shlomo dan Yael Sharan di Universitas
Tel Aviv. Menurut Seyed Mohammad Hassan Hosseini dalam jurnal
internasionalnya tahun 2014 mengatakan:
Group Investigation method is one of the rare CL methods that gives considerable freedom to participants. Students, in this method, have the latitude to decide on the composition of their teams, assign their roles and responssibilities, establish and clear the norms and their desired behaviours, and set their goals.
Group Investigation adalah salah satu pembelajaran kooperatif yang memberikan kebebasan bagi pesertanya. Siswa, dalam metode ini, mempunyai kebebasan untuk menentukan komposisi timnya, menugaskan kemampuan dan tanggung jawab mereka, menghapuskan norma dan kebiasaan yang diinginkan, dan mengatur tujuan mereka.
dilakukan secara verbal, atau mungkin merupakan pengalaman yang nyata
ataupun pengalaman yang direkayasa oleh guru. Jika siswa bereaksi, guru akan
menggiring perhatian mereka terhadap reaksi mereka masing-masing. Saat
siswa mulai tertarik pada perbedaan reaksi tersebut, guru menggiring siswa
untuk merumuskan serta menyusun masalah bagi diri mereka sendiri.
Kemudian siswa menganalisis beberapa peran yang dibutuhkan, mengatur diri
mereka sendiri, bertindak dan melaporkan hasil yang mereka dapatkan.
Akhirnya masing-masing kelompok mengevaluasi solusi permasalahan yang
dicocokan dengan maksud dan tujuan utama (Joyce dkk, 2009: 318).
Peran guru dalam investigasi kelompok adalah sebagai narasumber dan
fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada
dan untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya, dan membantu tiap
kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah
dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek
pembelajaran. (Slavin, 2010: 217)
Sedangkan menurut Setiawan (2006:12), peranan guru dalam
pembelajaran Group Investigation sebagai berikut:
a. Memberikan informasi dan instruksi yang jelas
b. Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan
siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukan
cara penyelesaianya).
c. Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi.
e. Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir.
Sistem pendukung dalam investigasi kelompok haruslah ekstensif dan
responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Sekolah harus dilengkapi dengan
sebuah ruang perpustakaan yang menyediakan informasi dan opini dari
berbagai macam media. Sekolah juga harus memberikan akses terhadap
referensi-referensi luar. Siswa harus didorong untuk melacak dan menghubungi
orang-orang yang bisa dijadikan referensi di luar sekolah.
Penerapan dari model pembelajaran investigasi kelompok tidaklah rumit.
Dengan kelompok yang terdiri dari beberapa siswa yang baru mengenal
metode ini, investigasi dalam skala kecil sangatlah dimungkinkan. Penyajian
masalah dimulai dari penyajian isu, topik, informasi, dan aktivitas alternatif
dalam lingkup lokal. Menurut Johnson dkk dalam Joyce dkk (2009: 321),
review dan penelitian dapat menimbulkan anggapan bahwa bekerja sama dapat
meningkatkan energi belajar dan penghargaan terhadap performa kelompok
sangat efektif serta dapat menimbulkan peningkatan yang signifikan terhadap
energi kelompok. Selain itu praktik mengajar antar kawan sebaya juga
menimbulkan efek positif karena memunculkan sebuah tim yang heterogen dan
saling melengkapi.
Menurut pandangan Slavin dalam Joyce dkk (2009: 321), pembelajaran
dengan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan membagi tugas yang
berbeda saat kelompok tengah mengerjakan suatu tugas proyek. Cara tersebut
dapat meningkatkan energi dari masing-masing siswa. Masing-masing individu
pada siswa lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin beragam bahan
yang dipelajari dalam suatu kelompok, maka perilaku atau tanggung jawab
terhadap tugas akan semakin positif.
Sedangkan menurut penelitian Sharan dalam Joyce dkk (2009: 321),
semakin tinggi daya kooperatif suatu kelompok maka akan semakin positif
energi yang dimiliki siswa dalam mengerjakan tugas maupun bergaul dengan
temannya. Kompleksitas sosial yang semakin bagus akan meningkatkan
prestasi dan capaian dari beberapa tujuan pembelajaran yang lebih kompleks,
baik secara konsep maupun teori. Menurut penelitian ini, peningkatan
informasi dalam pembelajaran juga dapat meningkatkan skill yang dimiliki
siswa.
Langkah-langkah dalam pembelajaran Group Investigation menurut
Joyce dkk (2009: 319) adalah sebagai berikut:
a. Fase pertama: Siswa dihadapkan pada keadaan yang penuh teka-teki
dan membingungkan (direncanakan atau tidak)
b. Fase kedua: Siswa mengeksplorasi reaksi terhadap situasi.
c. Fase ketiga: Siswa merumuskan tugas dan mengatur pelajaran
(masalah definisi, peran, tugas, dll)
d. Fase keempat: Kemandirian dalam kelompok belajar
e. Fase kelima: Siswa menganalisis kemajuan dan proses
f. Fase keenam: Mendaur ulang aktivitas.
Sedangkan menurut Slavin (2010: 218), pembelajaran model Group
1) Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik
dan mengkategorikan saran-saran.
b) Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari
topik yang telah mereka pilih.
c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat heterogen.
d) Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
2) Merencanakan tugas yang akan dipelajari
a) Para siswa merencanakan bersama mengenai:
Apa yang kita pelajari?
Bagaimana kita mempelajarinya? Siapa melakukan
apa?(pembagian tugas)
Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?
3) Melaksanakan investigasi
a) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan.
b) Tiap anggota kelompok berkontribusinuntuk usaha-usaha yang
dilakukan kelompoknya.
c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan
mensintesis semua gagasan.
a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek
mereka.
b) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan,
dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
c) Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi
5) Mempresentasikan laporan akhir
a) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam
bentuk.
b) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya
secara aktif.
c) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan
presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya
oleh seluruh anggota kelas.
6) Evaluasi
a) Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik
tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai
eefektifan pengalaman-pengalaman mereka.
b) Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran
siswa.
c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling
Setiawan (2006: 9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran
Group Investigation, yaitu sebagai berikut:
1) Secara Pribadi
a) dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
b) memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
c) rasa percaya diri dapat lebih meningkat
d) dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
2) Secara Sosial / Kelompok
a) meningkatkan belajar bekerja sama
b) belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
c) belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
d) belajar menghargai pendapat orang lain
e) meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan
Ufuk Simsek dalam Jurnal Internasionalnya tahun 2012 menyatakan
bahwa, “Some factors that contribute to the success of the cooperative learning
methods (Group Investigation) are that students help each other during group
work and the students actively participate in reaching course goals.” Hal ini
berarti bahwa beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kesuksesan dari
kooperatif learning dalam hal ini adalah Group Investigation adalah bahwa
siswa saling membantu selama pekerjaan grup berlangsung dan siswa secara
aktif berpartisipasi dalam mencapai tujuan pembelajaran.” Ini menunjukkan
bahwa salah satu kelebihan dari Group Investigation adalah bahwa siswa saling
Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran Group
Investigation tersebut, jelas bahwa model pembelajaran Group Investigation
mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa
dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara
penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu
menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan
pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama
(Setiawan, 2006: 9).
7. Kriteria Kualitas Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran memiliki peran penting dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Kegiatan pembelajaran yang diharapkan adalah kegiatan
pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta
memotivasi siswa untuk dapat berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Oleh karena itu, perangkat
pembelajaran yang dikembangkan harus memiliki kualitas yang baik. Untuk
mencapai kualitas perangkat pembelajaran yang baik, maka diperlukan beberapa
kriteria yang dapat dijadikan acuan konsep berkualitas yang diharapkan.
Menurut Nieveen (1999:127), kualitas produk dalam pendidikan, dalam
penelitian ini adalah perangkat pembelajaran yang dikembangkan, dapat dilihat
dari tiga aspek, yaitu kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. Berikut penjelasan
dari ketiga aspek tersebut.
Aspek kevalidan merupakan suatu kriteria kualitas perangkat
pembelajaran dilihat dari materi yang terdapat di dalam perangkat
pembelajaran. Perangkat pembelajaran termasuk dalam kategori valid jika
materi yang terdapat dalam perangkat pembelajaran sesuai dengan
pengetahuan state-of-the-art dan semua komponen dalam perangkat
pembelajaran terhubung secara konsisten (Nieveen, 1999:127).
Tingkat kevalidan pada perangkat pembelajaran yang dikembangkan
ditentukan dari pendapat para ahli. Para ahli dalam hal ini adala dosen
FMIPA UNY dan guru matematika yang akan memberikan saran dan
penilaian terkait dengan aspek kevalidan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan.
b. Kepraktisan
Aspek kepraktisan merupakan kriteria kualitas perangkat pembelajaran
ditinjau dari tingkat kemudahan siswa dalam menggunakan perangkat
pembelajaran yang dikembangkan (Nieveen, 1999:127). Oleh karena itu,
dalam mengembangkan perangkat pembelajaran sebaiknya dapat
disesuaikan dengan harapan dan kebutuhan di lapangan.
Tingkat kepraktisan pada perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dapat ditentukan melalui angket respons siswa. Angket respons ini
digunakan untuk mengetahui tanggapan pengguna perangkat pembelajaran
yang dikembangkan. Perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika hasil
dari pengisian angket respons siswa berada pada kriteria minimal baik.
Hamzah B. Uno (2008:138) menyatakan bahwa keefektifan proses
pembelajaran diukur dengan tingkat pencapaian siswa pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Perangkat pembelajaran dikatakan
efektif jika tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan suatu kriteria
tertentu. Pada penelitian ini, keefektifan perangkat pembelajaran diukur
dengan tes hasil belajar. Tes hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk
menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah diberikan guru kepada peserta
didiknya dalam jangka waktu tertentu (Harjanto, 2008:278). Perangkat
pembelajaran dikatakan efektif jika dapat mempengaruhi ketuntasan
belajar siswa sesuai dengan harapan atau lebih dari sama dengan KKM
yang ditetapkan.
8. Perangkat Pembelajaran berbasis Model Pembelajaran Group Investigation
Perangkat pembelajaran berbasis model pembelajaran Group
Investigation yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari RPP dan
LKS. Langkah-langkah pembelajaran dalam RPP yang dikembangkan ini
berbasis model pembelajaran Group Investigation, yaitu sebagai berikut.
1) Pengelompokkan
Dalam tahap ini, guru menjelaskan kepada siswa secara garis besar
apa yang akan dipelajari dan permasalahan yang akan diselesaikan,
kemudian membagi siswa kedalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4
siswa per kelompok.
Pada tahap ini, masing-masing kelompok merencanakan kegiatan
belajar dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
3) Penyelidikan
Pada tahap ini masing-masing kelompok melakukan rencana yang
telah mereka susun untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah yang
dihadapi dengan memanfaatkan sumber belajar maupun lingkungan
sosialnya untuk mempelajari topik tersebut.
4) Pengorganisasian
Pada tahap ini, siswa mempersiapkan dan merencanakan apa yang akan
mereka sampaikan di depan kelas dengan membuat sajian untuk
dipresentasikan.
5) Presentasi
Pada tahap ini setiap kelompok menampilkan hasil diskusi
masing-masing kelompok di depan kelas agar semua siswa di dalam kelas
memahami materi yang sedang dipelajari.
6) Evaluasi
Pada tahap ini, guru melakukan evaluasi terhadap hasil diskusi
kelompok yang telah dipresentasikan, serta melakukan evaluasi secara
individu.
Pada tahap perencanaan dan penyelidikan, kegiatan pembelajaran
difasilitasi dengan menggunakan LKS yang telah dikembangkan. Masalah
yang akan diselesaikan dicantumkan dalam LKS. Siswa menuliskan
siswa melakukan tahap penyelidikkan dengan cara mengumpulkan informasi
baik dari keterangan yang tersedia di LKS maupun dari lingkungan sekitar
peserta didik. LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini bersifat
kontekstual realistik agar proses pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran
kontekstual menurut Trianto (2010: 107) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Sedangkan realistik adalah bersifat nyata, artinya isi perangkat
pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan realita yang ada dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation dan Jigsaw pada Materi Pokok Garis Singgung
Lingkaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Kelas VII”
2. Skripsi yang berjudul “Penggunaan Pendekatan Group Investigation Sebagai Upaya Meningkatkan Kemandirian Dan Prestasi Belajar Siswa
Pada Pembelajaran Matematika di SMP N 1 Seyegan”.
3. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation dengan Metode Co-op Co-op terhadap Pemahaman Konsep Matematika
Siswa SMP”
Dalam penelitian ini akan diuji keefektifan perangkat pembelajaran ini
dilakukan sebelumnya, model pembelajaran Group Investigation berpengaruh
baik dan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu, model
pembelajaran Group Investigation juga mempunyai pengaruh terhadap
pemahaman konsep matematika siswa SMP. Oleh karena itu, diharapkan
perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini memenuhi
kriteria efektif.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang terjadi di sekolah saat ini masih terbiasa dengan
pembelajaran konvensional dimana fokus utama yang peserta didik tangkap dari
pengajaran ini adalah mendapatkan jawaban. Guru menerangkan materi di depan
kelas sementara siswa mendengarkan. Pemberian materi biasanya diawali
dengan pengenalan definisi suatu topik kemudian dilanjutkan dengan pemberian
rumus dan pemberian soal dimana soal tersebut cara mengerjakannya hanya
menerapkan rumus yang telah tersedia.
Suasana belajar seperti yang diuraikan di atas menyebabkan siswa
menjadi pasif karena siswa hanya menerima ilmu yang disampaikan oleh guru
tanpa membangun sendiri pengetahuaanya. Selain itu, pembelajaran juga tidak
kontekstual sehingga siswa tidak mengetahui manfaat dari mempelajari
matematika serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengubah pembelajaran model konvensional kepada
pembelajaran yang inovatif, yaitu pembelajaran yang menuntut agar peserta
didik memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia, maka
dilakukan berbagai macam upaya, salah satunya yang dilakukan oleh peneliti
adalah pembuatan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan Group
Investigation.
Penggunaan perangkat pembelajaran matematika berbasis model
pembelajaran Group Investigation bertujuan untuk memberikan inovasi
pembelajaran matematika agar siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri
dan tertarik untuk mempelajari matematika karena materi yang diajarkan bersifat
kontekstual dan realistik. Peserta didik diharapkan mempunyai kemampuan
untuk dapat menerapkan pengetahuan yang telah ditemukan atau dibangun itu
serta mengetahui makna dari pembelajaran matematika.
D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah kelayakan bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan
aspek kevalidan pada materi aritmetika sosial berbasis model
pembelajaran Group Investigation untuk siswa SMP Kelas VII?
2. Bagaimanakah kelayakan bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan
aspek kepraktisan pada materi aritmetika sosial berbasis model
pembelajaran Group Investigation untuk siswa SMP Kelas VII?
3. Bagaimanakah kelayakan bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan
aspek keefektifan pada materi aritmetika sosial berbasis model
BAB III
METODE PENELITIAN A. Prosedur Pengembangan
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran matematika berupa RPP dan LKS pada
materi aritmetika sosial untuk SMP kelas VII dengan model pembelajaran Group
Investigation sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development)
yang bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS
pada materi aritmetika sosial. Menurut Wina Sanjaya (2013:129), research and
development merupakan proses pengembangan dan validasi produk pendidikan.
Dalam research and development setidaknya ada tiga hal yang harus dipahami yakni;
1) tujuan akhir research and development adalah suatu produk yang andal karena
melewati pengkajian terus menerus; 2) produk yang dihasilkan sesuai dengan
kebutuhan lapangan; 3) proses pengembangan produk dari mulai pengembangan
produk awal sampai produk jadi yang sudah divalidasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengembangan
ADDIE. ADDIE dikembangkan oleh Dick dan Carry (Endang Mulyatiningsih,
2012:200) untuk merancang sistem pembelajaran. Metode pengembangan ADDIE
terdiri dari tahap analysis, design, development, implementation, dan evaluation,
1. Analysis
Pada tahap ini dilakukan analisis masalah perlunya suatu pengembangan.
Tahap analisis memuat analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis
karakteristik siswa.
Analisis kebutuhan dapat dilakukan dengan menganalisis bahan ajar yang
tersedia. Pada tahap ini akan diketahui bahan ajar apa yang perlu dikembangkan
untuk memfasilitasi peserta didik. Analisis selanjutnya adalah analisis kurikulum
yang dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kurikulum yang digunakan.
Hal ini dilakukan agar bahan ajar yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan
kurikulum yang berlaku. Langkah selanjutnya adalah mengkaji KD untuk
merumuskan indikator-indikator pencapaian pembelajaran. Analisis yang terakhir
adalah analisis karakter peserta didik yang dilakukan dengan observasi saat
pembelajaran matematika.
2. Design
Setelah tahap analisis selesai, tahap selanjutnya yaitu tahap design. Pada
tahap ini dilakukan penentuan komponen-komponen penyusun perangkat
pembelajaran baik berupa RPP maupun LKS. Penyusunan rancangan awal RPP
dan LKS dilakukan dengan langkah-langkah yang telah diuraikan pada
pembahasan sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan instrumen
penilaian perangkat pembelajaran dan angket respons. Instrumen disusun dengan
memperhatikan aspek penilaian LKS yaitu aspek kesesuaian dengan syarat
digunakan. Selanjutnya instrumen tersebut divalidasi oleh ahli materi, ahli media,
dan guru matematika.
3. Development
Setelah selesai tahap design, tahap selanjutnya yaitu tahap development.
Tahap ini merupakan tahap pengembangan RPP dan LKS. Kemudian RPP dan
LKS tersebut divalidasi oleh ahli materi, ahli media, dan guru matematika.
Validasi dilakukan hingga pada akhirnya RPP dan LKS dinyatakan valid.
4. Implementation
Setelah RPP dan LKS dinyatakan valid, perangkat tersebut diuji cobakan
secara terbatas pada sekolah yang telah ditentukan sebagai tempat penelitian. Pada
tahap ini dilakukan pengujian tes hasil belajar peserta didik untuk mengetahui
keefektifan dari LKS yang dikembangkan. Kemudian pada tahap ini juga
dilakukan pengisian angket respons yang diisi oleh peserta didik. Angket respons
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepraktisan LKS yang dikembangkan.
Setelah didapatkan data dari tes hasil belajar dan angket respons maka data
tersebut diolah kemudian dianalisis.
5. Evaluation
Pada tahap ini peneliti melakukan revisi terhadap LKS berdasarkan masukan
yang didapat dari angket respons. Hal tersebut bertujuan agar LKS yang
dikembangkan benar-benar sesuai dan dapat digunakan oleh sekolah yang lebih
B. Waktu, Tempat, dan Subjek Penelitian 1. Waktu penelitian
Penelitian ini dalam pelaksanaannya dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi: pengajuan judul, penyususnan
proposal penelitian, seminar judul proposal, penyusunan instrumen
penelitian dan pengajuan ijin penelitian. Tahap ini akan dilaksanakan
mulai bulan September 2014 sampai dengan bulan Maret 2015.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi uji coba instrumen penelitian dan
pengumpulan data. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015
sampai dengan bulan April 2015.
c. Tahap Penyelesaian
Tahap ini meliputi proses analisis data dan penyusunan laporan
penelitian. Tahap ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan
bulan Mei 2015.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP N 1 Tawangmangu
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah kelas VII SMP N 1 Tawangmangu tahun
C. Uji Coba Produk 1. Desain Uji Coba
Uji coba terdiri dari beberapa langkah:
a. Validasi produk oleh ahli
Dilaksanakan oleh 3 ahli yang terdiri dari 1 dosen ahli materi, 1 dosen
ahli media dan 1 guru matematika.
b. Revisi produk berdasarkan saran dari ahli materi
c. Uji coba
d. Revisi produk berdasarkan saran hasil uji coba
2. Subjek Uji Coba
Subjek dari uji coba ni adalah siswa kelas VII SMP N 1 Tawangmangu
sebanyak 64 siswa dan ahli materi terdiri dari 2 dosen ahli dan 1 guru
matematika.
3. Jenis Data
a. Data kualitatif
Data kualitatif berupa masukan, kritikan, tanggapan, dan saran yang
berkaitan dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
b. Data kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang berwujud angka-angka sebagai hasil
observasi atau pengukuran. Data ini diperoleh dari hasil penelitian ahli
materi LKS dan ahli media LKS, penilaian kualitas RPP, hasil angket
respons siswa serta hasil tes belajar siswa yang digunakan untuk menilai
D. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket penilaian
produk untuk menilai aspek kevalidan, angket respons siswa untuk menilai
aspek kepraktisan, dan soal hasil tes belajar siswa untuk menilai aspek
keefektifan.
1. Angket Penilaian
Angket merupakan salah satu bentuk instrumen penilaian yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk
diberikan respons.(S. Eko Putro Widoyoko, 2014: 155). Angket digunakan
untuk menilai perangkat pembelajaran, terdiri dari:
a. Angket untuk ahli materi LKS
b. Angket untuk ahli media LKS
c. Angket penilaian kualitas RPP
2. Angket Respons Siswa
Angket bertujuan untuk mendapatkan data mengenai pendapat siswa
tentang proses pembelajaran yang mereka alami menggunakan lembar kerja
siswa berbasis Group Investigation yang telah disusun peneliti. Angket
berbentuk Likert dengan 4 kategori penilaian: sangat setuju (skor 4), setuju
(skor 3), kurang setuju (skor 2), tidak setuju (skor 1).
3. Tes Hasil Belajar Siswa
Tes berbentuk uraian bebas artinya peserta tes, dalam hal ini siswa,
bebas untuk mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan
Tes hasil belajar bertujuan untuk memperoleh data tentang penguasaan
materi yang diberikan setelah siswa mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan perangkat berbasis Group Investigation yang dilaksanakan di
akhir uji coba.
E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Kevalidan
Instrumen yang digunakan untuk menganalisis kevalidan ialah angket
penilaian. Data angket penilaian terhadap perangkat pembelajaran pada
materi aritmetika sosial dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Melakukan tabulasi data oleh validator yang diperoleh dari dosen
ahli dan guru matematika. Tabulasi data dilakukan dengan
memberikan penilaian pada aspek penilaian dengan memberikan
skor 5, 4, 3, 2, 1 berdasarkan skala pengukuran rating scale (skala
lanjutan). Skor 5 untuk kategori sangat baik, skor 4 untuk kategori
baik, skor 3 untuk kategori cukup, skor 2 untuk kategori kurang
baik dan skor 1 untuk kategori tidak baik.
b. Perhitungan rata-rata skor tiap aspek
Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan setelah data skor
penilaian kevalidan produk ditabulasi. Pada tahap ini, data skor
penilaian kevalidan RPP dan LKS yang telah ditabulasi kemudian
dihitung rata-ratanya untuk setiap aspek. Rata-rata skor tiap aspek
penilaian kevalidan RPP dan LKS dihitung menggunakan rumus
�̅ =∑�=� ��
Keterangan:
�̅ = rata-rata tiap aspek penilaian kevalidan produk ∑�= �� = jumlah skor tiap aspek penilaian kevalidan produk
� = jumlah butir penilaian tiap aspek penilaian kevalidan produk
c. Pembandingan rata-rata skor tiap aspek dengan kriteria yang
ditentukan.
Pada tahap ini, rata-rata skor tiap aspek yang telah didapat pada
tahap sebelumnya dinyatakan dalam nilai kualitatif. Cara yang digunakan
untuk menyatakan rata-rata skor tiap aspek dalam nilai kualitatif adalah
dengan membandingkannya dengan kriteria penilaian kualitas tertentu.
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1
[image:47.595.176.510.458.687.2](Eko Putro Widoyoko, 2009: 238).
Tabel 1. Kriteria Penilaian Kualitas RPP dan LKS Interval Rata-rata Skor Klasifikasi
� > �̅�+ ,8 × ��� Sangat baik �̅�+ ,6 × ��� < � ≤ �̅� + ,8 × ��� Baik
�̅�− ,6 × ��� < � ≤ �̅� + ,6 × ��� Cukup �̅�− ,8 × ��� < � ≤ �̅� − ,6 × ��� Kurang
� > �̅�− ,8 × ��� Sangat Kurang
Keterangan:
�̅� = rata-rata ideal
= (skor maksimum ideal + skor minimum ideal) ��� = simpangan baku ideal
=
Dalam penelitian ini, skor maksimal ideal adalah 5 dan skor
minimal ideal adalah 1. Berdasarkan Tabel 1, dapat diperoleh pedoman
dalam menyatakan rata-rata skor tiap aspek menjadi data kualitatif.
[image:48.595.154.518.576.730.2]Pedoman pengubahan dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Pedoman Pengubahan Rata-rata Skor Tiap Aspek Menjadi Data Kualitatif
Interval Rata-rata Skor Klasifikasi
� > , Sangat baik
, < � ≤ , Baik
,6 < � ≤ , Cukup
,8 < � ≤ ,6 Kurang
� ≤ ,8 Sangat Kurang
d. Penghitungan rata-rata skor total penilaian produk.
e. Pembandingan rata-rata skor total dengan kriteria penilaian kualitas
RPP dan LKS pada tabel 2. Produk dikatakan valid jika memenuhi
klasifikasi minimum baik.
2. Analisis Kepraktisan
Analisis kepraktisan dinilai berdasarkan respons peserta didik terhadap
penerapan model pembelajaran Group Investigation dengan menggunakan
perangkat yang telah dikembangkan.
a. Analisis data ini menggunakan skala Likert yaitu pemberian skor 1-4 terhadap pernyataan.
Tabel 3. Pedoman Penskoran Angket Respons Siswa
Pilihan Jawaban Pernyataan
Positif Negatif
Sangat setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak setuju 2 3
b. Setelah dilakukan penskoran maka selanjutnya adalah menghitung
rata-rata skor untuk masing-masing aspek yang diamati menggunakan
rumus:
�̅ = ∑ ����
Keterangan:
� = banyaknya responden
�̅ = rata-rata perolehan skor tiap aspek ∑ �� = jumlah perolehan skor tiap aspek � = banyaknya butir pernyataan tiap aspek
c. Mengkonversikan skor rata-rata yang diperoleh menjadi nilai
kualitatif sesuai kriteria skala 5 seperti pada tabel 2 sehingga diperoleh
kualifikasi penilaian seperti tabel 4. Perangkat pembelajaran dikatakan
praktis jika minimal kualifikasi tingkat kepraktisan yang diperoleh
[image:49.595.176.516.482.587.2]adalah baik.
Tabel 4. Pedoman Pengubahan Rata-rata Skor Tiap Aspek Menjadi Data Kualitatif
Interval Rata-rata Skor Klasifikasi
� > , Sangat baik
,8 < � ≤ , Baik
, < � ≤ ,8 Cukup
,6 < � ≤ , Kurang
� ≤ ,6 Sangat Kurang
3. Analisis Keefektifan
Analisis keefektifan dinilai dari tes hasil belajar siswa. Untuk menentukan
klasifikasi intrepretasi data digunakan pedoman sebagai berikut:
Persentase ketuntasan (p) = � �ℎ � �� �� � �
Berikut ini adalah pedoman yang akan digunakan untuk menentukan
interpretasi data ketuntasan belajar siswa menurut S. Eko Putro Widyoko
[image:50.595.203.499.195.299.2](2009:242) yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Penilaian Keefektifan RPP dan LKS Presentase Ketuntasan Klasifikasi
> 8 Sangat Baik
> 6 − 8 Baik
> − 6 Cukup
> − Kurang
≤ Sangat Kurang
Perangkat pembelajaran berbasis model pembelajaran Group
Investigation pada materi aritmetika Sosial dianggap efektif apabila
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2010. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Andi Prastowo. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
Asep Jihad dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.
Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategie and Models for Teacher: Teaching Content and Thinking Skills, Sixth Edition. Penerjemah: Satrio Wahono. Jakarta: PT. Indeks.
Endang Mulyatiningsih. 2012. Riset Terapan. Yogyakarta: UNY Press.
Endang Widjajanti. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat dengan Judul Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran Kimia Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bagi Guru SMK/MAK: FMIPA UNY. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/endang-widjajanti-lfx-ms-dr/kualitas-lks.pdf. pada tanggal 15 Mei 2014.
Faticha Rizky. 2015. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Jigsaw pada Materi Pokok Garis Singgung Lingkaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Kelas VII. Skripsi. FMIPA UNY
Hamzah B. Uno. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad. 2013. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara.
Harjanto. 2008. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud.