SKRIPSI
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
Oleh :
REZA FEBRIANSYAH
F24103032
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
Reza Febriansyah
1)dan Yadi Haryadi
2)ABSTRAK
Proses penggorengan yang menggunakan energi panas menimbulkan
berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen
flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat pemanasan ini mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.
Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan
keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak
yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Namun disisi lain,
penggunaan minyak goreng pada industri membutuhkan biaya yang cukup besar.
Oleh karena itu, dibutuhkan usaha untuk memperpanjang masa pakai minyak.
Salah satu upaya yang telah lama dilakukan adalah penggunaan adsorben.
Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan
bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada
hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan
anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang
gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada
parameter indeks bias.
Berdasarkan analisis korelasi, perubahan viskositas dan bobot jenis
berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin.
Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat
nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar
ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh
produk.
Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh nyata tehadap
pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Nilai peroksida
berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%.
Kata kunci : penggorengan, minyak goreng, oil uptake, degradasi minyak, dan
adsorben.
Jurnal skripsi 2007
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
REZA FEBRIANSYAH
F24103032
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
REZA FEBRIANSYAH
F24103032
Dilahirkan pada 10 Februari 1985
Di Sukabumi, Jawa Barat
Tanggal Lulus: September 2007
Menyetujui,
Bogor, September 2007
Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc.
Pembimbing I
Shirley Virgoria Permana
Pembimbing II
Mengetahui,
Reza Febriansyah. F24103032.
Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang
dan Aplikasi Adsorben terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan
Minyak pada Kacang Salut. Di bawah Bimbingan
Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc
.
dan
Shirley Virgoria Permana
. 2007.
RINGKASAN
Minyak merupakan bahan dasar yang penting dalam proses penggorengan
bagi industri penggorengan dengan fungsi utama sebagai medium penghantar
panas. Menggoreng adalah suatu teknik pemasakan melalui kontak minyak atau
lemak panas yang melibatkan pindah panas dan pindah massa secara simultan.
Proses penggorengan yang menggunakan energi panas tersebut menimbulkan
berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen
flavor. Perubahan sifat fisikokimia akibat pemanasan ini mengakibatkan
terjadinya kerusakan minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.
Adanya penurunan kualitas minyak goreng ini menyebabkan umur simpan
produk berbeda antara satu proses penggorengan dengan proses penggorengan
sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng perlu dianalisa sebelum
digunakan kembali untuk menghasilkan produk dengan shelf life yang diinginkan.
Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan
keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak
yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Selain itu, tingginya
biaya untuk penggunaan minyak goreng di industri-industri mengakibatkan
perlunya metode untuk memperpanjang umur pakai minyak goreng. Salah satu
cara yang sering digunakan adalah penggunaan zat adsorben dalam pemurnian
minyak goreng bekas pakai. Dengan adanya tahap pemurnian minyak goreng
bekas pakai ini diharapkan umur pakai minyak dapat diperpanjang sehingga dapat
menurunkan biaya produksi.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Kajian Pengaruh
Penurunan Kualitas Minyak dan Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak
Goreng Bekas Pakai. Tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak terdiri
atas pembuatan kacang salut dan proses penggorengan kacang salut. Tahap
Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai terdiri atas
proses filtrasi minyak goreng bekas pakai yang digunakan pada tahap kajian
pengaruh penurunan kualitas minyak dengan adsorben, pembuatan kacang salut,
dan proses penggorengan dengan menggunakan minyak bekas pakai yang lebih
dimurnikan kembali dengan penggunaan adsorben. Minyak hasil pemurnian
kembali menggunakan adsorben selanjutnya disebut minyak recovery, sementara
yang digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak disebut
minyak non-recovery.
Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan
bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada
hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan
anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang
gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada
parameter indeks bias.
Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat
nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar
ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh
produk.
Berdasarkan hasil penelitian, indikator kimia yang dapat digunakan dalam
penentuan kualitas minyak adalah kadar TPM dan bilangan anisidin. Kadar ALB
kurang cocok untuk dijadikan sebagai indikator kualitas minyak walaupun
memiliki koefisien regresi dan korelasi yang sangat nyata dengan kualitas minyak.
Hal ini karena kadar ALB mengalami fluktuasi selama proses penggorengan.
Untuk parameter fisik, indikator yang paling mungkin adalah viskositas. Hal ini
karena viskositas memiliki korelasi yang sangat kuat dengan perubahan kimia
minyak. Selain itu, viskositas sering dijadikan sebagai prinsip dasar kerja
instrumen komersial untuk menentukan kualitas minyak.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Ferbuari
1985. Penulis adalah anak ke-1 dari pasangan Moze Alaudin
Syah dan Nani Lestari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar
pada tahun 1997 di SDN Ir H Juanda Sukabumi kemudian
melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Kota
Sukabumi hingga tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan
menengah atas di SMUN 1 Kota Sukabumi pada tahun 2003. Penulis melanjutkan
pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2003.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat, rizki, nikmat, dan kemudahan yang telah
dikaruniakan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Mempelajari Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang dan
Aplikasi Adsorben terhadap Kinetika Ketengikan dn Tingkat Penyerapan Minyak
pada Kacang Salut
.
Skripsi ini penulis susun di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi
Haryadi, MSc. dan Shirley Virgoria Permana. Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh
dari sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1.
Bapak dan Ibu atas doa yang tidak pernah terputus dan kasih sayang yang
selama ini diberikan. Tecia, adik kebanggaanku yang terus menjadi
penyemangat dalam menggapai cita.
2.
Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. selaku pembimbing akademik dan Bapak
kedua selama menempuh pendidikan di Departemen ITP atas waktu,
bimbingan, dan saran-saran yang diberikan selama ini.
3.
Shirley Virgoria Permana selaku pembimbing lapang yang sangat
membantu dalam pelaksanaan kegiatan magang dan penyelesaian skripsi.
4.
Dr. Ir. Sukarno, MSc. selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji dan
memberikan masukan serta saran kepada penulis.
5.
Riztia Delianita Kusnedi, Hauraku...yang telah datang dalam kehidupanku
dan memberikan perhatian yang tulus.
6.
Pimpinan PT. GPPJ serta jajaran manajemen atas kesempatan magang
yang diberikan kepada penulis dan bantuannya selama penulis.
7.
Mas Trisno, Ranto, Mas Iyan, Haris, Mbak Titin, Mbak Sundari, Lince,
Putri, Anita, dan semua karyawan PT. GPPJ yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
8.
Teman-teman satu bimbingan dan satu perjuangan Annissa, Kemal, dan
9.
Villagers dan Villager’s friends, Chusni, Ujo, Yoga, eRTe, Ados, Adie,
Denang, Arga, Sarwo, Arie, Ari-hut, Amin, Aguy, Tomy, Catur, Beti,
Lilin, Mitoel, Gading, dan Dhea yang telah menjadi saudara dan keluarga
bagi penulis selama hidup di Bogor dan semoga untuk selamanya.
10.
Teman-teman ITP 40, Gilang, Idham, Aan, Nunu, Monce, Rika, Asih,
Ade, Eneng dan semuanya yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu atas
semua warna yang telah menghiasi kehidupan penulis sebagai mahasiswa.
Bogor, September 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I.
PENDAHULUAN ... 1
A.
LATAR BELAKANG ...
1
B.
TUJUAN PENELITIAN ...
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ...
3
A.
MINYAK GORENG ...
3
B.
MINYAK KELAPA SAWIT ... 5
C.
INDEKS KUALITAS MINYAK GORENG ... 6
D.
PROSES PENGGORENGAN ... 10
E.
DEEP FAT FRYING ... 11
F.
PERUBAHAN SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SELAMA
PROSES PENGGORENGAN ... 13
G.
METODE ANALISIS KUALITAS MINYAK ... 15
H.
PENGGUNAAN ADSORBEN PADA MINYAK GORENG
BEKAS ... 16
III.
METODOLOGI PENELITIAN ... 18
A.
BAHAN DAN ALAT ... 18
B.
METODE PENELITIAN ... 18
1. Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak ... 18
2. Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Bekas Pakai ... 19
C. PROSEDUR ANALISIS ... 20
1. Analisis Kimia Minyak ... 20
2. Analisis Fisik Minyak ... 22
SKRIPSI
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
Oleh :
REZA FEBRIANSYAH
F24103032
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
Reza Febriansyah
1)dan Yadi Haryadi
2)ABSTRAK
Proses penggorengan yang menggunakan energi panas menimbulkan
berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen
flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat pemanasan ini mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.
Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan
keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak
yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Namun disisi lain,
penggunaan minyak goreng pada industri membutuhkan biaya yang cukup besar.
Oleh karena itu, dibutuhkan usaha untuk memperpanjang masa pakai minyak.
Salah satu upaya yang telah lama dilakukan adalah penggunaan adsorben.
Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan
bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada
hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan
anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang
gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada
parameter indeks bias.
Berdasarkan analisis korelasi, perubahan viskositas dan bobot jenis
berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin.
Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat
nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar
ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh
produk.
Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh nyata tehadap
pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Nilai peroksida
berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%.
Kata kunci : penggorengan, minyak goreng, oil uptake, degradasi minyak, dan
adsorben.
Jurnal skripsi 2007
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
REZA FEBRIANSYAH
F24103032
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN
APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN
TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
REZA FEBRIANSYAH
F24103032
Dilahirkan pada 10 Februari 1985
Di Sukabumi, Jawa Barat
Tanggal Lulus: September 2007
Menyetujui,
Bogor, September 2007
Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc.
Pembimbing I
Shirley Virgoria Permana
Pembimbing II
Mengetahui,
Reza Febriansyah. F24103032.
Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang
dan Aplikasi Adsorben terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan
Minyak pada Kacang Salut. Di bawah Bimbingan
Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc
.
dan
Shirley Virgoria Permana
. 2007.
RINGKASAN
Minyak merupakan bahan dasar yang penting dalam proses penggorengan
bagi industri penggorengan dengan fungsi utama sebagai medium penghantar
panas. Menggoreng adalah suatu teknik pemasakan melalui kontak minyak atau
lemak panas yang melibatkan pindah panas dan pindah massa secara simultan.
Proses penggorengan yang menggunakan energi panas tersebut menimbulkan
berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen
flavor. Perubahan sifat fisikokimia akibat pemanasan ini mengakibatkan
terjadinya kerusakan minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.
Adanya penurunan kualitas minyak goreng ini menyebabkan umur simpan
produk berbeda antara satu proses penggorengan dengan proses penggorengan
sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng perlu dianalisa sebelum
digunakan kembali untuk menghasilkan produk dengan shelf life yang diinginkan.
Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan
keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak
yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Selain itu, tingginya
biaya untuk penggunaan minyak goreng di industri-industri mengakibatkan
perlunya metode untuk memperpanjang umur pakai minyak goreng. Salah satu
cara yang sering digunakan adalah penggunaan zat adsorben dalam pemurnian
minyak goreng bekas pakai. Dengan adanya tahap pemurnian minyak goreng
bekas pakai ini diharapkan umur pakai minyak dapat diperpanjang sehingga dapat
menurunkan biaya produksi.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Kajian Pengaruh
Penurunan Kualitas Minyak dan Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak
Goreng Bekas Pakai. Tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak terdiri
atas pembuatan kacang salut dan proses penggorengan kacang salut. Tahap
Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai terdiri atas
proses filtrasi minyak goreng bekas pakai yang digunakan pada tahap kajian
pengaruh penurunan kualitas minyak dengan adsorben, pembuatan kacang salut,
dan proses penggorengan dengan menggunakan minyak bekas pakai yang lebih
dimurnikan kembali dengan penggunaan adsorben. Minyak hasil pemurnian
kembali menggunakan adsorben selanjutnya disebut minyak recovery, sementara
yang digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak disebut
minyak non-recovery.
Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan
bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada
hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan
anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang
gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada
parameter indeks bias.
Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat
nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar
ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh
produk.
Berdasarkan hasil penelitian, indikator kimia yang dapat digunakan dalam
penentuan kualitas minyak adalah kadar TPM dan bilangan anisidin. Kadar ALB
kurang cocok untuk dijadikan sebagai indikator kualitas minyak walaupun
memiliki koefisien regresi dan korelasi yang sangat nyata dengan kualitas minyak.
Hal ini karena kadar ALB mengalami fluktuasi selama proses penggorengan.
Untuk parameter fisik, indikator yang paling mungkin adalah viskositas. Hal ini
karena viskositas memiliki korelasi yang sangat kuat dengan perubahan kimia
minyak. Selain itu, viskositas sering dijadikan sebagai prinsip dasar kerja
instrumen komersial untuk menentukan kualitas minyak.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Ferbuari
1985. Penulis adalah anak ke-1 dari pasangan Moze Alaudin
Syah dan Nani Lestari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar
pada tahun 1997 di SDN Ir H Juanda Sukabumi kemudian
melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Kota
Sukabumi hingga tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan
menengah atas di SMUN 1 Kota Sukabumi pada tahun 2003. Penulis melanjutkan
pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2003.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat, rizki, nikmat, dan kemudahan yang telah
dikaruniakan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Mempelajari Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang dan
Aplikasi Adsorben terhadap Kinetika Ketengikan dn Tingkat Penyerapan Minyak
pada Kacang Salut
.
Skripsi ini penulis susun di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi
Haryadi, MSc. dan Shirley Virgoria Permana. Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh
dari sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1.
Bapak dan Ibu atas doa yang tidak pernah terputus dan kasih sayang yang
selama ini diberikan. Tecia, adik kebanggaanku yang terus menjadi
penyemangat dalam menggapai cita.
2.
Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. selaku pembimbing akademik dan Bapak
kedua selama menempuh pendidikan di Departemen ITP atas waktu,
bimbingan, dan saran-saran yang diberikan selama ini.
3.
Shirley Virgoria Permana selaku pembimbing lapang yang sangat
membantu dalam pelaksanaan kegiatan magang dan penyelesaian skripsi.
4.
Dr. Ir. Sukarno, MSc. selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji dan
memberikan masukan serta saran kepada penulis.
5.
Riztia Delianita Kusnedi, Hauraku...yang telah datang dalam kehidupanku
dan memberikan perhatian yang tulus.
6.
Pimpinan PT. GPPJ serta jajaran manajemen atas kesempatan magang
yang diberikan kepada penulis dan bantuannya selama penulis.
7.
Mas Trisno, Ranto, Mas Iyan, Haris, Mbak Titin, Mbak Sundari, Lince,
Putri, Anita, dan semua karyawan PT. GPPJ yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
8.
Teman-teman satu bimbingan dan satu perjuangan Annissa, Kemal, dan
9.
Villagers dan Villager’s friends, Chusni, Ujo, Yoga, eRTe, Ados, Adie,
Denang, Arga, Sarwo, Arie, Ari-hut, Amin, Aguy, Tomy, Catur, Beti,
Lilin, Mitoel, Gading, dan Dhea yang telah menjadi saudara dan keluarga
bagi penulis selama hidup di Bogor dan semoga untuk selamanya.
10.
Teman-teman ITP 40, Gilang, Idham, Aan, Nunu, Monce, Rika, Asih,
Ade, Eneng dan semuanya yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu atas
semua warna yang telah menghiasi kehidupan penulis sebagai mahasiswa.
Bogor, September 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I.
PENDAHULUAN ... 1
A.
LATAR BELAKANG ...
1
B.
TUJUAN PENELITIAN ...
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ...
3
A.
MINYAK GORENG ...
3
B.
MINYAK KELAPA SAWIT ... 5
C.
INDEKS KUALITAS MINYAK GORENG ... 6
D.
PROSES PENGGORENGAN ... 10
E.
DEEP FAT FRYING ... 11
F.
PERUBAHAN SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SELAMA
PROSES PENGGORENGAN ... 13
G.
METODE ANALISIS KUALITAS MINYAK ... 15
H.
PENGGUNAAN ADSORBEN PADA MINYAK GORENG
BEKAS ... 16
III.
METODOLOGI PENELITIAN ... 18
A.
BAHAN DAN ALAT ... 18
B.
METODE PENELITIAN ... 18
1. Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak ... 18
2. Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Bekas Pakai ... 19
C. PROSEDUR ANALISIS ... 20
1. Analisis Kimia Minyak ... 20
2. Analisis Fisik Minyak ... 22
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
A. KAJIAN PENGARUH PENURUNAN KUALITAS MINYAK ... 27
1. Karakteristik Kimia Minyak ... 27
2. Karakteristik Fisik Minyak ... 34
3. Penyerapan Minyak oleh Produk ... 40
B. APLIKASI ADSORBEN DALAM PEMURNIAN MINYAK
BEKAS PAKAI ... 41
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
A. KESIMPULAN ... 46
B. SARAN ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Syarat mutu minyak ... 4
Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak kelapa sawit ... 5
Tabel 3. Perbandingan kualitas minyak bekas pakai sebelum dan sesudah
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses oksidasi lemak ... 8
Gambar 2. Kesetimbangan massa dan energi pada proses penggorengan
secara deep frying ... 10
Gambar 3. Penampang melintang bahan pangan yang digoreng ... 13
Gambar 4. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep frying ... 14
Gambar 5. Reaksi ketengikan pada minyak ... 23
Gambar 6. Viskometer falling ball ... 24
Gambar 7. Grafik perubahan bilangan peroksida selama penggorengan ... 27
Gambar 8. Reaksi pemecaha hidroperoksida pada proses penggorengan ... 28
Gambar 9. Reaksi pemecahan hidroperoksida lemak ... 29
Gambar 10. Grafik perubahan kadar asam lemak bebas selama proses
penggorengan ... 30
Gambar 11. Grafik perubahan nilai TPM selama penggorengan ... 31
Gambar 12. Grafik perubahan bilangan anisidin selama penggorengan ... 34
Gambar 13. Perubahan viskositas minyak selama penggorengan ... 35
Gambar 14. Reaksi polimerisasi oleh ikatan karbon-karbon ... 36
Gambar 15. Grafik perubahan bobot jenis minyak selama proses
penggorengan ... 36
Gambar 16. Grafik perubahan indeks bias minyak selama proses
penggorengan ... 37
Gambar 17. Grafik perubahan absorbansi minyak selama penggorengan ... 39
Gambar 18. Perubahan kadar minyak coatting kacang salut selama
penggorengan ... 40
Gambar 19. Grafik perubahan kadar peroksida minyak non-recovery dan
recovery pada penggorengan ... 42
Gambar 21. Grafik perubahan kadar TPM minyak non-recovery dan
recovery pada penggorengan ... 43
Gambar 22. Grafik perubahan kadar bobot jenis minyak non-recovery dan
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Minyak merupakan bahan dasar yang penting dalam proses
penggorengan bagi industri penggorengan dengan fungsi utama sebagai
medium penghantar panas. Menurut Ketaren (1986), menggoreng adalah suatu
teknik pemasakan melalui kontak minyak atau lemak panas yang melibatkan
pindah panas dan pindah massa secara simultan.
Secara umum dikenal dua teknik menggoreng, yatu menggoreng
gangsa (pan frying/contact frying) dan deep frying. Teknik menggoreng
gangsa (pan frying/contact frying) ditandai dengan bahan secara langsung
bersentuhan dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak,
sedangkan
deep frying merupakan proses menggoreng yang memungkinkan
bahan pangan terendam dalam minyak dan seluruh bagian permukaannya
mendapat perlakuan panas yang sama. Selain itu, proses penggorengan dapat
pula dibedakan berdasarkan kontinuitasnya menjadi small scale/food service
frying
yang bersifat bacth dengan kapasitas 5-25 kg minyak dan large
scale/industrial frying yang bersifat kontinu dengan kapasitas
≥
500 kg
minyak.
Menurut Blumethal (1996), proses penggorengan yang menggunakan
energi panas menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan
menghasilkan komponen flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat
pemanasan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada minyak dan
menurunkan mutu produk gorengnya.
asam-asam lemak hidroksi, epoksida, senyawa siklik, dan
senyawa-senyawa polimer (Ketaren, 1986).
Adanya penurunan kualitas pada minyak goreng ini menyebabkan
umur simpan produk berbeda antara satu proses penggorengan dengan proses
penggorengan sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng perlu
dianalisis sebelum digunakan kembali untuk menghasilkan produk dengan
shelf life yang sudah ditetapkan. Selain itu, kualitas minyak goreng yang
digunakan berhubungan pula dengan keamanan produk yang dihasilkan.
Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak yang dapat menggambarkan
kualitas minyak secara tepat. Ada berbagai jenis uji yang dapat digunakan
dengan berbagai tujuan. Menurut Winarno (2002), uji ketengikan dapat
ditentukan antara lain dengan penentuan bilangan peroksida, jumlah karbonal,
oksigen aktif, uji asam tiobarbiturat, bilangan asam, dan uji oven Schaal.
Selain itu, terdapat pula uji yang memperlihatkan kualitas minyak goreng,
seperti bilangan iod, titik asap, indeks refraktif, warna, dan infra-red
spectroscopy.
B.
TUJUAN PENELITIAN
I.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
MINYAK GORENG
Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas,
penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori (Winarno, 2002).
Menurut SNI 01-3741-1995 (BSN, 1995), minyak goreng didefinisikan
sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak makan
nabati. Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia
(jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai,
kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit),
dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao,
dan lain-lain) (Nugraha, 2004).
Tidak semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng.
Menurut Ketaren (1986), minyak yang termasuk golongan setengah
mengering (semi drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai,
dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak
goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak tersebut kontak dengan
udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga berbau tengik.
Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam
kelompok
non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk
lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak
sawit.
Mutu minyak goreng ditentukan pula oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan
dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami
pemanasan yang berlebihan, gliserol akan mengalami kerusakan dan
kehancuran dan minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang
sangat mengganggu lapisan selaput mata. Hidrasi gliserol akan
membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik
asap, makin tinggi mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak
goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya (Winarno, 2002). Syarat
mutu minyak goreng menurut SNI dapat dilihat padaTabel 1.
Tabel 1
.
Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-1995).
Komponen Kadar
maksimum
Air
Bilangan peroksida
Asam lemak bebas (sebagai asam laurat)
Logam-logam berbahaya
i.
Besi (Fe)
ii.
Timbal (Pb)
iii.
Tembaga (Cu)
iv.
Raksa (Hg)
v.
Arsen (Ar)
Minyak pelikan
Keadaan (bau, warna, rasa)
0,3 %
1,0 mg O
2/100 g
0,3 %
1,5 ppm
0,1 ppm
0,1 ppm
0,05 ppm
0,1 ppm
Negatif
Negatif
Sumber : BSN, 1995
Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1.
Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.
2.
Tahan terhadap tekanan oksidatif.
3.
Memiliki kualitas seragam.
4.
Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih
mudah daripada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan.
5.
Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah
digunakan untuk menggoreng.
7.
Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh
greasy pada permukaan produk.
Mohamed Sulieman et al. (2001), menyatakan bahwa pemilihan
minyak goreng tergantung pada banyak faktor seperti ketersediaan,
performa penggorengan, aroma, dan kestabilan produk pada saat
penyimpanan.
B.
MINYAK KELAPA SAWIT
Minyak kelapa sawit diekstrak dari bagian serabut yang tebal pada
lapisan luar dari pulp bagian buah pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis
jacq.). Minyak kelapa sawit yang tidak mengalami pemucatan akan
berwarna oranye tua dengan konsistensi yang lembut seperti mentega dan
berbau seperti halnya bunga violet. kandungan pigmen yang secara alami
tedapat dalam minyak sawit adalah karoten dan yang paling penting adalah
β
-karoten.
[image:30.612.166.432.462.704.2]Minyak kelapa sawit terutama mengandung asam palmitat (C 16:0)
pada fraksi stearinnya dan asam oleat (C 18:1) pada fraksi oleinnya.
komposisi asam lemak dari kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
.
Komposisi asam lemak pada minyak kelapa sawit.
Asam lemak
Jumlah (%)
C 12:0
< 12
C 14:0
0,5-5,9
C 16:0
32-59
C 16:1
<0,6
C 18:0
1,5-8,0
C 18:1
27-52
C 18:2
5,0-14
C 18:3
<1,5
C 20:0
<1,0
C 20:1
-
C.
INDEKS KUALITAS MINYAK GORENG
Pemahaman mengenai bagaimana minyak terdegradasi selama
proses penggorengan sangat penting diketahui untuk menghasilkan produk
goreng dengan kualitas tinggi. Adanya pemahaman ini akan membantu
operator penggorengan dalam mengontrol laju degradasi minyak,
memproduksi makanan goreng berkualitas tinggi, dan mengoperasikan
proses penggorengan secara efektif dan efisien secara ekonomi. Pada saat
proses penggorengan, operator harus memahami bahwa sekali proses
penggorengan dimulai minyak yang digunakan akan mulai terdegradasi
dan proses ini bersifat irreversibel (Stier, 2001).
Menurut Blumethal (1996), proses penggorengan yang
menggunakan energi panas menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi
pada minyak dan menghasilkan komponen flavor. Perubahan sifat
fisikokimia akibat pemanasan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya. Lebih jauh lagi
penurunan kualitas minyak ini berhubungan dengan masalah keamanan
produk goreng yang dihasilkan.
Pada saat minyak digunakan, akan terjadi perubahan sifat
fisikokimia dari minyak. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap
kualitas produk yang dihasilkan. Terlebih lagi perubahan pada minyak ini
berhubungan dengan keamanan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,
ahli pangan telah lama meneliti untuk menentukan indikator kualitas
minyak yang tepat (Hawson, 1995). Beberapa tes direkomendasikan
sebagai indikator yang tepat, seperti komponen polar (TPM) dan polimer.
Selain itu, terdapat uji-uji lain yang sering dugunakan oleh industri
penggorengan, seperti peroksida, asam lemak bebas, viskositas, anisidin,
dan warna.
asam lemak akan hilang karena oksidasi dan destilasi uap dari makanan.
Labih jauh lagi, asam lemak bebas akan mengkatalis hidrolisis minyak
yang digunakan pada proses penggorengan. Pada saat akumulasi asam
lemak bebas berada dalam jumlah yang signifikan, akan terbentuk asap
yang berlebihan dan kualitas dari makanan hasil goreng menurun. Pada
saat ini, minyak harus diganti (Krishnamurthy dan Vernon, 1996).
Kadar asam lemak bebas merupakan penentuan dari jumlah rantai
asam lemak hasil hidrolisis ikatan trigliserida yang belum didegradasi
menjadi komponen tak tertitrasi atau mungkin dibentuk melalui proses
oksidasi. Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng
digunakan metode titrasi asam basa dengan menggunakan NaOH sebagai
titran. Jumlah asam lemak di dalam minyak dinyatakan dengan persen
(Blumethal, 1996; Krishnamurthy dan Vernon, 1996).
Bilangan peroksida merupakan metode yang paling luas untuk
menentukan derajat degradasi minyak. Produk oksidasi primer dari
minyak adalah hidroperoksida. Peroksida dapat dihitung secara kuantitatif
dengan penentuan jumlah iodin yang dibebaskan oleh reaksi peroksida
dengan KI. Bilangan peroksida dapat dinyatakan sebagai meq O
2/kg, meq
O
2/100 g, atau meq O
2/g. Minyak segar yang telah dideodorisasi
seharusnya memiliki nilai peroksida nol. Pada kebanyakan kasus, minyak
goreng dianggap masih memiliki kemampuan baik pada penyimpanan jika
memiliki nilai bilangan peroksida 1.0 meq/kg.
lainnya, tetapi elektron yang telah berhasil dirampasnya biasanya lepas
sebelum berhasil dimasukkan dalam orbitnya. Hal ini menyebabkan
proses ini terus berlangsung (Anonim, 2007). Proses oksidasi lemak dapat
dilihat pada Gambar 1.
[image:33.612.140.512.157.524.2]Gambar 1. Proses oksidasi lemak.
(Winarno, 2002)
Bilangan anisidin menghitung jumlah aldehid-aldehid penting
(terutama 2-alkenal). Aldehid merupakan produk dari dekomposisi asam
lemak yang berubah menjadi peroksida. Aldehid dapat digunakan sebagai
penanda untuk menentukan berapa banyak bahan-bahan yang berubah
menjadi peroksida telah dipecah (Blumethal, 1996; Krishnamurthy dan
Vernon, 1996). Bilangan p-anisidin didefinisikan sebagai 100 kali densitas
optik yang dihitung di dalam sel (kuvet) 1-cm dari larutan yang
R
1– C – C = C – C – R
2H
H
H H H H
R
1– C – C = C – C – R
2+ H
H
H
H H H
R
1– C – C = C – C – R
2O – O
H
H
H
H
H
R
1– C – C = C – C – R
2+
H
H
H H H H
R
1– C – C = C – C – R
2O – OH
H H H H
R
1– C – C = C – C – R
2H
H
H
H
H
energi
(panas + siniar)
radikal bebas
hidrogen
yang labil
+ O
2peroksida aktif
+
mengandung 1 gram minyak yang telah dicampur dengan pelarut dan
pereaksidan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 350 nm.
Komponen polar didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang
tertinggal di dalam kolom setelah proses elusi pertama pada saat minyak
goreng yang telah dipanaskan diuji dengan menggunakan kromatrografi
kolom silika gel. Komponen polar termasuk semua senyawa
non-trigliserida dan partikel-partikel di dalam minyak. Minyak segar umumnya
mengandung 2-4% komponen non-trigliserida. Sekali saja minyak goreng
dipanaskan sampai suhu penggorengan, perubahan dari senyawa
trigliserida mulai terjadi. Oleh karena komponen polar dapat digunakan
untuk menghitung degradasi total dari minyak yang digunakan pada
proses penggorengan (Stier, 2001). Komponen polar direkomendasikan
pada simposium internasional ke-3 deep frying sebagai uji yang harus
dilakukan untuk menentukan kualitas minyak goreng. Jumlah komponen
polar (Total Polar Materials) dinyatakan dengan satuan % (DGF, 2004).
Warna minyak sudah lama digunakan sebagai indikator fisik dalam
melihat kerusakan minyak. Namun, sebenarnya tidak tepat menggunakan
warna sebagai indikator kerusakan minyak. Hal ini karena perubahan
warna minyak goreng yang tidak diikuti dengan kenaikan jumlah senyawa
hasil degradasi minyak hanya akan mempengaruhi warna produk dan tidak
akan mempengaruhi rasa produk. Warna minyak dapat ditentukan dengan
menggunakan Lovibond tintometer atau spektrofotometer. Penentuan
dengan menggunakan Lovibond bersifat subjektif, sedangkan penentuan
warna menggunakan spektrofotometer lebih bersifat objektif
(Krishnamurthy dan Vernon, 1996). Penentuan warna dengan
menggunakan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 490
nm dengan minyak segar sebagai referensi (blanko). Kenaika nnilai
absorbansi minyak memperlihatkan warna minyak semakin gelap yang
disebabkan oleh adanya kenaikan senyawa-senyawa hasil degradasi
minyak (Przybylski, 2000).
D.
PROSES PENGGORENGAN
[image:35.612.174.492.484.670.2]Menggoreng adalah suatu proses untuk mempersiapkan makanan
dengan jalan memanaskan makanan di dalam ketel yang berisi minyak
panas. Prinsip proses penggorengan dapat diamati pada Gambar 2. Terlihat
bahwa yang menjadi input dari ketel penggorengan adalah minyak, bahan
makanan, dan panas, sedangkan yang menjadi output adalah makan yang
telah digoreng, uap panas, minyak, by-product berminyak, dan
remah-remah.
Gambar 2.
Kesetimbangan massa dan energi pada proses penggorengan
secara deep frying (Robertson, 1967).
Steam-entrained
Fat and fatty by product
steam
Finish fried
product
Filtered crumbs
Heat (BTU)
Menurut Blumethal (1996), secara umum dikenal dua teknik
menggoreng, yatu menggoreng gangsa (pan frying/contact frying) dan
deep frying. Teknik menggoreng gangsa (pan frying/contact frying)
ditandai dengan bahan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan
hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak, sedangkan deep frying
merupakan proses menggoreng yang memungkinkan bahan pangan
terendam dalam minyak dan seluruh bagian permukaannya mendapat
perlakuan panas yang sama. Selain itu, proses penggorengan dapat pula
dibedakan berdasarkan kontinuitasnya menjadi small scale/food service
frying
yang bersifat bacth dengan kapasitas 5-25 kg minyak dan large
scale/industrial frying yang bersifat kontinu dengan kapasitas
≥
500 kg
minyak.
Dalam proses menggoreng, penggunaan ketel juga pemanas perlu
diperhatikan terutama dari segi kebersihan ketel yang digunakan. Menurut
Djatmiko dan Enie (1985), selama proses berlangsung, potongan bahan
makanan yang hangus akan melekat pada dasar dan dinding ketel sehingga
akan mempengaruhi rupa dan bau makanan yang digoreng. Untuk
menghilangkan bahan-bahan tersebut, ketel harus dibersihkan secara
teratur dengan menyikat ataupun mencucinya dengan deterjen.
E.
DEEP FAT FRYING
dilapisi dengan permukaan yang renyah, warna yang disukai, adanya
penyerapan minyak oleh produk goreng akan menimbulkan mouthfeel
yang diinginkan, mudah untuk direkontruksi, dan bahan pangan akan
terbebas dari mikroorganisme yang berbahaya.
Proses
deep fat frying biasanya berlangsung pada suhu tinggi
(antara 160
oC dan 180
oC) dan dengan keberadaan udara serta air, minyak
yang digunakan akan mengalami kerusakan secara fisik dan kimia. Hal ini
akan mempengaruhi performa penggorengan minyak dan stabilitas dari
produk hasil goreng (Mohamed Sulieman et al., 2001). Pada proses
penggorengan skala industri, pemakaian suhu proses disesuaikan dengan
waktu berjalan konveyor produk selama melewati cairan panas. biasanya
dengan suhu sekitar 177
oC diperlukan waktu 1-2 menit untuk
menghasilkan produk yang matang. Oleh karena itu, di dalam proses deep
fat frying sering kali diikuti dengan beberapa proses tambahan, seperti
continus filter sistem dan
very rapid frying oil turnover sistem yang
digunakan untuk menekan kerusakan minyak.
Penambahan bahan tambahan pangan tertentu seringkali digunakan
untuk meningkatkan sifat fisik maupun kimia dari minyak goreng.
Menurut Hawson (1995), penambahan metil silikon sebesar 2-6 ppm dapat
digunakan untuk mereduksi terbentuknya busa pada minyak ketika
digunakan untuk menggoreng. Penambahan bahan kimia ini biasanya
dilakukan pada akhir proses untuk menurunkan tekanan oksidatif.
Pemakaian dimetil polisilixanes sebesar 2-5 ppm juga mampu
meningkatkan frekuensi pemakaian minyak goreng untuk proses bacth
deep fat frying.
Gambar 3.
Penampang melintang bahan pangan yang digoreng.
(Keijbebets, 2001)
F.
PERUBAHAN SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SELAMA PROSES
PENGGORENGAN
Masalah perubahan sifat fisiko kimia minyak selama penggorengan
telah menjadi perhatian para ahli teknologi pangan. Hal ini terkait dengan
proses penggorengan yang melibatkan suhu tinggi yang dapat menurunkan
mutu minyak dan bahan pangan yang digoreng. Ada perubahan besar yang
terjadi selama proses deep fat frying, yaitu: (1) perubahan fisik, seperti
transfer komponen air dari dalam bahan ke minyak goreng, penguapan air
bahan, migrasi minyak ke dalam bahan atau sebaliknya, (2) perubahan
kimia sebagai pengaruh dari suhu dan migrasi air dari bahan pangan ke
minyak, dan (3) interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen
alami dari bahan yang digoreng.
Menurut Gebhardt (1996), dalam proses perubahan sifat fisiko
kimia minyak ada tiga hal utama yang mempercepat proses perubahan
tersebut, yaitu (1) keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang
digoreng yang dapat menyebabkan reaksi hidrolisis minyak, (2) oksigen
dari atmosfer yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak, dan (3)
suhu proses yang sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses
kerusakan minyak. Skema reaksi-rekasi yang terjadi selama proses deep
fat frying dapat dilihat pada Gambar 4.
outer zone surface
core
Gambar 4.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying.
(Quaglia dan Bucarelli, 2001)
Proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen
akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat
di dalam minyak, seperti asam oleat dan asam linoleat. Kerusakan minyak
akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan
kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas, kenaikan bilangan
peroksida, dan kenaikan kandungan urea
adduct forming esters. Selain
itu, dapat pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan penurunan
kandungan asam lemak tak jenuh.
oksigen
hidrolisis
oksidasi
penyerapan
pelarutan
hidroperoksida
pemecahan
asam
alkohol
aldehid
komponen warna
lemak makanan
dehidrasi
asam lemak bebas
digliserida
mono digliserida
gliserin
radikal bebas
dimer
trimer
apoksida
alkohol
hidrokarbon
hidrokarbon
keton
uap
komponen volatil
anti oksidan
uap
makanan
aerasi
penguapan
pemanasan
dimer
Menurut Hawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses
penggorengan akan mengalami empat perubahan besar, yaitu: (1)
perubahan warna, (2) oksidasi, (3) polimerasi, dan (4) hidrolisis.
Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering terjadi pada minyak
yang telah digunakan selama proses penggorengan. Reaksi kimia
ketengikan dapat dilihat pada Gambar 5 .
Gambar 5.
Reaksi ketengikan pada minyak
.
(Anonim, 2002)
G.
METODE ANALISIS KUALITAS MINYAK
Penggunaan yang berlebihan dari minyak goreng menyebabkan
pengaruh yang merugikan pada flavor, kestabilan, warna, dan tekstur dari
produk goreng dan terlebih adanya kemungkinan membahayakan
kesehatan manusia. Minyak yang teroksidasi parah dapat memproduksi
hidrokarbon poliaromatik yang dapat bersifat karsinogenik. Di samping
itu, kualitas minyak akan berubah sehingga mutu produk hasil goreng akan
rendah dan minyak penggorengan harus diganti. Oleh karena itu, kualitas
dari medium penggoreng penting untuk kualitas gizi dan umur simpan
produk akhir.
Hasil degradasi yang terbentuk pada saat deep frying meliputi
komponen volatil dan non-volatil, walaupun kebanyakan dari komponen
volatil akan hilang pada saat proses penggorengan berlangsung (Chang et
al., 1978 dikutip dalam Mohamed Sulieman et al., 2001). Oleh karena itu,
kebanyakan metode untuk menentukan kerusakan dari minyak goreng
didasarkan pada perubahan hasil dekompoposisi minyak yang nonvolatil
(Hawson, 1995).
Minyak + O2 Hidroperoksida keton
Panas
Aldehid & hidrokarbon Cahaya, logam-laogam
Oksidasi primer
Ketengikan / Off flavors
Secara tradisional, metode yang tidak spesifik seperti ALB, IV,
viskositas, non urea adducting ester, petroleum ether insoluble, dan asam
lemak teroksidasi telah digunakan untuk menentukan kualitas minyak
goreng. Semua metode tersebut tidak ada yang dapat digunakan sebagai
indikator kondisi minyak selama proses penggorengan. Nilai peroksida
spesifik pun bukan penentu yang bagus karena peroksida tidak stabil pada
kondisi penggorengan (Hawson, 1995). Nilai peroksida dipengaruhi oleh
laju perubahan dan pemecahan prosedur oksidasi. Permasalahan lainnya,
peroksida akan meningkat setelah sampel diangkat dari penggorengan
sebelum minyak sempat untuk dianalisis. Hal ini sebenarnya dapat
dikontrol namun sulit (Mohamed Sulieman et al., 2001).
Metode-metode standar yang dapat digunakan meliputi penentuan
komponen polar, conjugated dienoic acids, analisis asam lemak dan rasio
C 18:2/16:0, dan trigliserida terpolimerisasi. Namun, metode-metode
tersebut memerlukan waktu yang cukup lama. Metode penentuan
komponen polar memerlukan waktu 3,5 jam untuk satu kali analisis. Oleh
karena itu, pada saat ini terdapat sejumlah quick test komersial, seperti uji
konstanta dielektrik yang dihitung menggunakan Food Oil Sensor (FOS)
untuk menghitung komponen polar, Oxifrit formely RAU-test (kolorimetri)
untuk menghitung komponen karbonil, spot test (metode kolorimetri)
untuk menghitung ALB, alkaline contaminant material
test
(metode
kolorimetri) untuk menentukan penyabunan, dan untuk uji penentuan polar
total, ALB, serta alkalin total menggunakan veri-fry (Hawson, 1995).
H.
PENGGUNAAN ADSORBEN PADA MINYAK GORENG BEKAS
Tingginya biaya untuk penggunaan minyak goreng di
industri-industri mengakibatkan perlunya metode untuk memperpanjang umur
pakai minyak goreng. Penggunaan kondisi penggorengan yang benar dan
pembersihan alat penggorengan merupakan salah satu cara yang dilakukan
untuk memperbaiki dan memperpanjang umur pakai minyak goreng.
penambahan minyak baru, dan selama periode tertentu minyak dibiarkan
turun suhunya.
Setiap hari dapat dilakukan filtrasi dengan menggunakan adsorben
untuk mengurangi partikel-partikel bahan pangan dan sekaligus untuk
mengurangi senyawa-senyawa yang mempercepat kerusakan minyak,
sehingga umur pakai minyak dapat lebih panjang. Adsorben yang dapat
digunakan meliputi : zeolit, bentonit, kaolin, tanah diatome, silika aktif,
magnesia aktif, alumina, dan karbon aktif.
Mekanisme adsorpsi dapat terjadi antara permukaan padat-padat,
gas-padat, gas-cair, cair-cair, atau cair-padat. Mekanisme yang terjadi
antara adsorben dengan minyak termasuk mekanisme cair-padat. Ketaren
(1986) menambahkan bahwa daya adsorpsi disebabkan karena adsorben
memiliki pori dalam jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi karena adanya
perbedaan energi potensial antara adsorben dengan zat yang akan diserap.
Penyerapan warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut memiliki bobot
jenis yang rendah, ukuran partikel halus, dan pH adsorben mendekati
netral.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan adalah minyak goreng kelapa sawit
bekas pakai dan adonan kacang salut. Bahan-bahan yang kimia
digunakan terdiri atas etanol 95%, indikator PP, NaOH, heksan, HCl 0,5
N, kloroform, KI 15%, natrium tiosulfat 0,1 N, larutan pati 1%, isooktan,
filter hidrofobik, benang wol, pasir laut, petroleum eter-eter, gas N
2, dan
kertas saring.
Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, labu
erlenmeyer 250 ml, penangas air, termometer, pembakar gas, piknometer,
pipet tetes, pendingin tegak (kondesator), batang gelas, corong gelas,
pipet volumetrik, labu berdasar bulat, oven pengering, cawan alumunium,
desikator, gelas ukur, dan sudip.
B.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Kajian Pengaruh
Penurunan Kualitas Minyak dan Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian
Minyak Goreng Bekas Pakai. Tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas
Minyak terdiri dari pembuatan kacang salut dan proses penggorengan
kacang salut. Tahap Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng
Bekas Pakai terdiri dari proses filtrasi minyak goreng bekas pakai yang
digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak
dengan adsorben, pembuatan kacang salut, dan proses penggorengan
dengan menggunakan minyak bekas pakai yang lebih dimurnikan kembali
dengan pengguaan adsorben.
1.
Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak
penggorengan dilakukan sesuai dengan proses yang dilakukan pada
industri penggorengan.
Setiap selesai tahap penggorengan sampel minyak bekas
penggorengan (± 200ml) dan produk hasil goreng diambil setelah
penggorengan ke- 5, 10, 15, dan 20. Sampel minyak termasuk minyak
awal yang belum digunakan dalam proses penggorengan. Sampel
minyak disimpan dalam botol berwarna untuk dianalisis kualitasnya
berdasarkan parameter bilangan peroksida, ALB, warna, bilangan
anisidin, viskositas, dan total polar material. Produk hasil
penggorengan dikemas dalam kemasan plastik PP. Selanjutnya produk
hasil goreng ini dianalisis kualitasnya berdasarkan parameter
penyerapan minyak.
Tahapan ini bertujuan mempelajari korelasi antara kualitas
minyak goreng secara fisiko kimia dengan peningkatan penyerapan
minyak oleh produk hasil goreng. Selain itu, diharapkan informasi
yang didapatkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam memilih standar
indikator kualitas minyak untuk penerimaan/penolakan minyak goreng
untuk penggunaan ulang minyak goreng (reusing).
2.
Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Bekas Pakai.
kadar ALB, viskositas, dan bobot jenis. Selain itu, minyak hasil
penyaringan (minyak recovery) ini digunakan dalam proses
penggorengan kacang salut. Proses penggorengan dan pengambilan
sampel sama dengan yang dilakukan pada tahap Kajian Pengaruh
Penurunan Kualitas Minyak. Tahap ini bertujuan mempelajari
efektivitas penggunaan adsorben magnesium silikat dalam
memperbaiki kualitas minyak. Selain itu, penggunaan minyak hasil
penyaringan (recovery oil) bertujuan membandingkan laju kerusakan
antara minyak bukan hasil recovery dan minyak recovery pada saat
digunakan dalam proses penggorengan kacang salut.
C.
PROSEDUR ANALISIS
1.
Analisis Kimia Minyak
a.
Kadar Asam Lemak Bebas Metode Titrasi
Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 2.5 gram
ke dalam erlenmeyer 250 ml. Setelah itu, sampel yang telah
ditimbang tersebut ditambah 2.5 ml etanol 95% netral. Larutan
ditambahkan 3-5 tetes indikator PP dan dititrasi dengan larutan
standar NaOH hingga terbentuk warna merah muda tetap (tidak
berubah selama 15 detik).
Kadar asam lemak bebas (% asam palmitat) =
m
xVxT
5
.
26
Keterangan :
V = Volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi (ml)
T = Normalitas NaOH yang digunakan (N)
m = bobot molekul contoh (g)
b.
Bilangan Peroksida
Contoh minyak ditimbang seberat 5 g dalam labu
yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40 % kloroform.
Setelah minyak larut, ditambahkan 1 ml larutan kalium iodida
jenuh sambil dikocok. Sampel didiamkan pada tempat gelap
selama 30 menit. Setelah itu, ditambahkan larutan pati 1%.
Kelebihan iod ditritrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N.
Penentuan dilakukan pula untuk blanko.
Bilangan peroksida (meq O
2/100 g) = (S-B) x N x 8 x 100
bobot sampel (g)
Keterangan : S = volume titrasi sampel (ml)
B = volume titrasi blanko (ml)
N = Normalitas larutan natrium tiosulfat (N)
c.
Bilangan Anisidin
Sebanyak 1,5 g minyak dimasukkan ke dalam labu
takar 25 ml dan ditambah dengan heksan sampai tanda tera.
Larutan itu kemudian dihitung absorbansinya pada panjang
gelombang 350 nm dengan menggunakan blanko yang terdiri
dari pelarutnya.
Pipet sebanyak 5 ml larutan minyak tersebut ke dalam
tabung reaksi dan 5 ml pelarut ke dalam tabung reaksi lainnya.
Stelah itu tambahkan 1 ml larutan p-anisidin (0,25 g/100 ml
larutan di dalam asam asetat glasial) ke dalam masing-masing
tabung dan kemudian dikocok. Setelah 10 menit absorbansi
larutan minyak dihitung pada panjang gelombang 350 nm
dengan pelarut pada tabung ke dua sebagai blanko.
Bilangan anisidin = 25 x (1,2 A
s– A
B)
bobot sampel (g)
Keterangan : A
s= nilai absorbansi setelah reaksi
d.
TPM (
Total Polar Materials
)
Pengukuran TPM pada penelitian ini menggunakan alat
TPM meter Testo 265. Alat ini bekerja mengukur konstanta
dielektrik minyak yang dihubungkan dengan kadar TPM.
Sensor TPM-meter dibersihkan dengan kertas tisu. Alat
dinyalakan dengan menekan tombol
on/off
selama 3 detik.
Setelah itu, alat dicelupkan ke dalam minyak yang akan diukur
nilai TPM-nya. Nilai TPM dan suhu dibaca pada layar
display
saat terbaca satu nilai TPM dan suhu yang tidak berubah.
Pengukuran dilakukan pada suhu 145
oC. Minyak yang telah
digunakan pada saat akan dilakukan pengukuran dipanaskan
dahulu tanpa ada produk goreng selama 5-15 menit. Hal ini
bertujuan mengurangi kesalahan pembacaan yang disebabkan
oleh air yang ada di dalam minyak.
2.
Analisis Fisik Minyak
a.
Viskositas
Pengukuran viskositas pada penelitian ini digunakan
alat viskometer
falling ball
dengan merek Gilmont no. 2.
Falling ball viskometer bekerja berdasarkan prinsip daya
hambat cairan terhadap laju bola yang telah diketahui bobot
jenis dan konstantanya.
1)
Pengisian sampel
Mur (
nut
) dan
adapter
dipisahkan serta tutup (
cap
)
dilepaskan dari sekrup (
screw
). Bola diangkat dari tabung.
Setelah itu, sampel dipipet dengan hati-hati ke dalam
tabung sampai hampir penuh (kira-kira 5 ml). Setelah itu,
bola dimasukkan ke dalam tabung dengan hati-hati dan
dibiarkan turun ke dalam tabung. Adapter dan sekrup
(
screw
) dipasang pada posisi terbuka kemudian dimasukkan
saluran lubang udara (
vent
). Mur (
nut
) dan sekrup (
screw
)
dikencangkan pada pinggiran sampai aman kemudian tutup
(
cap
) dipasangkan ke sekrup (
screw
).
2)
Pembacaan viskositas
Alat viskometer yang telah penuh dengan sampel
dibalikkan sampai bola masuk ke dalam sekrup PTFE
(
PTFE screw
) dan kenop (
knob
) dikecangkan sampai
posisi menutup. Alat viskometer kemudian dibalik lagi
menjadi posisi vertikal. Udara dan gelembung udara harus
dikeluarkan melalui lubang udara kemudian tutup
dipasang.
Bola dilepaskan dengan cara memutar kenop
(
knob
) sampai mengangkat sekrup (
screw
). Waktu bola
turun antara dua set
fiduciary lines
ditentukan dengan
stop-watch
. Ulangan perhitungan dapat dilakukan dengan cara
membalikkan viskometer sampai bola masuk ke sekrup
dan kemudian sekrup diputar ke posisi tertutup. Viskositas
sampel dapat dihitung dengan rumus :
µ = K (
ρ
t-
ρ
) t
Keterangan
:
µ
= viskositas (cp)
ρ
t= densitas bola (g/mL)
2.53 untuk gelas
8.02 untuk stainless steel
16.6 untuk tantalum
ρ
= densitas cairan (g/mL)
t = waktu jatuh bola (menit)
K = konstanta viskometer
0.3 untuk alat nomor 1
3.3 untuk alat nomor 2
Gambar 6. Viskometer
falling ball
(Anonim, 2006)
b.
Bobot jenis
Piknometer dikeringkan kemudian ditimbang dengan
menggunakan neraca analitik. Setelah itu, piknometer diisi
dengan sampel sampai penuh dan tutupnya diletakkan
sehingga sampel tumpah. Piknometer dibersihkan kemudian
timbang piknometer yang telah berisi sampel dengan
menggunakan neraca analitik.
Bobot jenis (g/ml) =
C
B
A
−
Keterangan : A = bobot piknometer (gram)
B = bobot piknometer kosong (gram)
c.
Indeks bias
Refraktometer Abbe dihubungkan dengan
waterbath
sirkulator, kemudian alat sirkulator disetting pada suhu 40
oC
dan dibiarkan sampai suhu setting tercapai. Setelah alat
mencapai suhu setting, penentuan indeks bias dilakukan.
Sampel diteteskan dengan pipet pada lensa dan kemudian
ditutup, biarkan selama 2 menit agar suhu sampel sama
dengan suhu setting. Setelah 2 menit indeks bias dibaca.
Indeks bias minyak dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Indeks bias terkoreksi =
n
Dt1−
(
t
−
t
1)
F
Keterangan :
n
tD1= indeks bias yang terbaca
t
1= suhue yang terbaca (
oC)
F = 0.00036
d.
Warna
Warna minyak diukur dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis. Sampel minyak dimasukkan ke
dalam kuvet. Setelah itu, diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 490 nm dengan menggunakan sampel minyak awal
sebagai blanko.
3.
Analisis
Oil Uptake
Produk
Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring
lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Petroleum eter dituang ke
dalam labu lemak dan kemudian alat dirangkai. Refluks dilakukan
selama 5-6 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dan
sisa pelarut heksan diangkat dan kemudian dipanaskan dalam oven
pada suhu 105
0C sampai pelarut menguap semua. Labu yang berisi
lemak didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang.
Kadar lemak (%) = X – Y x 100%
W
Keterangan : X = bobot lemak hasil ekstraksi dan labu lemak (g)
Y = bobot labu lemak kosong (gram)
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
KAJIAN PENGARUH PENURUNAN KUALITAS MINYAK.
Analisis kualitas minyak meliputi analisis kimia dan fisik. Analisis
kualitas minyak secara kimia didasarkan pada senyawa-senyawa hasil
dekomposisi minyak yang bersifat non-volatil karena senyawa-senyawa yang
bersifat volatil akan menguap selama proses penggorengan berlangsung.
Analisis fisik yang dilakukan dilakukan terhadap parameter-parameter fisik
yang mengalami perubahan karena adanya perubahan sifat kimia dari minyak.
1.
Karakteristik Kimia Minyak
a.
Peroksida
Bilangan peroksida merupakan metode yang paling luas
digunakan untuk menentukan derajat oksidasi (Krishnamurthy dan
Vernon, 1996; Blumethal, 1996). Bilangan peroksida ditentukan dengan
metode titrasi iodometri dengan menggunakan kloroform-asam asetat
sebagai pelarut dan KMnO
4sebagai titran (Pike, 1998). Oleh karena
sifat yang sangat tidak stabil maka dalam penentuan bilangan peroksida
diperlukan penanganan yang baik. Perubahan bilangan peroksida
selama proses penggorengan dapat dilihat pada Gambar 7.
[image:52.612.189.487.498.658.2]Gambar 7. Grafik perubahan bilangan peroksida selama proses
penggorengan.
y = -2.0755x2 + 16.356x - 8.9965
R2 = 0.9555
0 5 10 15 20 25 30
0 1 2 3 4 5 6
Penggorengan Ke-Kadar Peroksida (meq O
2
/100 g)
Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa bilangan peroksida
mengalami kenaikan sampai penggorengan 15 kemudian mengalami
penurunan kembali pada penggorengan 20. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa grafik perubahan bilangan peroksida akan mengikuti persamaan
kuadrat. Tren perubahan yang terbentuk akan membentuk kurva bukan
garis linier. Menurut Blumethal (1996), pada proses penggorengan
kadar peroksida akan mengalami kenaikan pada awal proses sampai
titik tertentu kemudian akan mengalami penurunan. Penurunan ini
disebabkan oleh proses degradasi lebih lanjut peroksida menjadi
komponen lain karena peroksida merupakan komponen organik yang
sangat tidak stabil. Proses degradasi peroksida ini sangat dipengaruhi
oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka proses degradasi peroksida akan
semakin cepat. Proses degradasi lebih lanjut dari hidroperoksida dapat
dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Reaksi pemecahan hidroperoksida pada proses penggorengan.
Keto-gliserida
polimer
Diperoksida
Oksidasi lebih lanjut
Asam-asam
Hidroperoksida
Oksidasi CH=CH
pada molekul lain
Dimer, polimer berbobot molekul
besar
polimerisasi
Epoksida
OH-gliserida
Di OH-gliserida
Aldehid
Semi-aldehid
Aldehido-gleserida
Komponen-OH
Gambar 9. Reaksi pemecahan hidroperoksida lemak.
(Gillatt, 2001)
Krishnamurthy dan Vernon (1996) menambahkan bahwa
peroksida akan hilang pada saat suhu penggorengan, tetapi terbentuk
kembali pada saat proses pendinginan. Selain itu, metode penentuan
bilangan peroksida terbentur dengan permasalahan lingkungan. Hal ini
kerena dalam penentuan bilangan peroksida digunakan kloroform yang
sangat berbahya bagi lingkungan. Oleh karena itu, bilangan peroksida
merupakan tes standar untuk minyak baru (fresh oil) tetapi jarang
digunakan pada penentuan kualitas minyak pada minyak yang
digunakan pada proses penggorengan.
b