• Tidak ada hasil yang ditemukan

Index of /enm/images/dokumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Index of /enm/images/dokumen"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF)1

Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan laporan tahunan mengenai indeks daya saing global dari negara-negara di dunia, yang tahun ini laporannya berjudul The Global Competitiveness Report 2007-2008. Daya saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing suatu negara/ekonomi, bukan daya saing suatu produk. Jadi daya saing dalam pengertian WEF ini tidak hanya relevan bagi perdagangan internasional (ekspor dan impor) tetapi juga investasi: negara dengan indeks daya saing global (global competitiveness index; GCI) yang tinggi akan lebih menarik bagi investor asing karena secara potensial negara tersebut memberikan keuntungan bisnis lebih besar daripada negara dengan GCI yang rendah. Selama ini, laporan tahunan mengenai daya saing global dari WEF dan laporan tahunan dari Bank Dunia, yakni Doing Business, termasuk dua sumber informasi yang penting yang sering digunakan oleh (calon) investor asing mengenai negara-negara tujuan investasi mereka.

Metodologi yang digunakan oleh WEF untuk menentukan daya saing global sebuah negara adalah suatu kombinasi antara analisis data sekunder dan analisis data primer yang meliputi sejumlah aspek yang secara teoritis dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat daya saing suatu negara/ekonomi, dan dalam penghitungan dengan rumus-rumus tertentu, masing-masing aspek/faktor tersebut diberi bobot-bobot tertentu yang besarannya didasarkan pada `signifikansi dari pengaruh dari aspek bersangkutan.

Data primer didapat dari hasil survei terhadap lebih dari 100 perusahaan, dari semua skala usaha, di sektor-sektor utama ekonomi (seperti pertanian, pertambangan, industri manufaktur, perbankan, dan jasa). Survei ini disebut Executive Opinion Survey, yang isinya adalah pendapat pribadi dari pimpinan, ceo, atau manajer perusahaan mengenai segala aspek terkait dengan daya saing yang dicantumkan di dalam daftar pertanyaan. Untuk Indonesia, sejak tahun 1996 survei dilakukan oleh Kadin Indonesia.2

Sedangkan data sekunder didapat dari sumber-sumber pemerintah, misalnya di Indonesia, dari Biro Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), dan lainnya. Data sekunder terutama menyangkut ekonomi seperti tingkat pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, jumlah pemilik telepon, inflasi, dll. Penggunaan data sekunder terutama dimaksud selain untuk memberi gambaran secara makro mengenai kondisi atau karakteristik dari negara yang diteliti, tetapi juga untuk mengurangi kadar subyektif dari hasil survei. Karena hasil suatu sirvei berdasarkan opini pribadi tentu sangat subyektif sifatnya, yang belum tentu menggambarkan keadaan sebenarnya, apalagi pada tingkat makro/negara.

1

Kadin Indonesia, Senin, 13 Oktober 2008. 2

(2)
[image:2.612.55.574.226.553.2]

Ada 12 pilar, dikelompokkan ke dalam tiga kolompok faktor, yang menentukan tingkat daya saing sebuah negara (Gambar 1). Pertama, persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, kondisi ekonomi makro dan tingkat pendidikan serta kesehatan masyarakat. Faktor-faktor ini dianggap sebagai motor utama penggerak proses/pertumbuhan ekonomi. Secara empiris, faktor-faktor ini sudah terbukti berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kelompok kedua adalah faktor-faktor yang bisa meningkatkan efisiensi (atau produktivitas) ekonomi seperti pendidikan tinggi dan pelatihan (kualitas sumber daya manusia), kinerja pasar yang efisien, dan kesiapan teknologi di tingkat nasional maupun perusahaan secara individu. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor inovasi dan kecanggihan proses produksi di dalam perusahaan yang secara bersama menentukan tingkat inovasi suatu negara.

Gambar 1: 12 Pilar Penentu Daya Saing Negara

Sumber: WEF

(3)
[image:3.612.139.487.37.198.2]

Tabel 1: Peringkat Indeks Daya Saing Global (GCI) Indonesia

No 2008-2009 2007-2008 2006-2007 2005-2006

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Amerika Serikat Swis Denmark Sweden Singapura Finlandia Jerman Belanda Jepang Kanada Indonesia (55) Amerika Serikat Swis Denmark Sweden Jerman Finlandia Singapura Jepang Inggris Belanda Indonesia (54) Swiss Finlandia Sweden Denmark Singapura Amerika Serikat Jepang Jerman Belanda Inggris Indonesia (54) Amerika Serikat Finlandia Denmark Swiss Singapura Jerman Sweden Taiwan, China Inggris Jepang Indonesia (69)

Sumber: WEF (2008, 2007, 2006, 2005)

Tabel-tabel berikut ini menunjukkan posisi Indonesia untuk ketiga kelompok faktor tersebut. Tabel 2 memperlihatkan bahwa dalam tiga tahun terakhir menurut laporan WEF, posisi Indonesia untuk persyaratan dasar memburuk, dari peringkat ke 68 menjadi ke 76. Untuk efisiensi, ada perbaikan tetapi dapat dikatakan sangat tidak signifikan, yakni dari 50 ke 49. Sedangkan untuk inovasi memburuk daro 41 ke 45, yang sempat menunjukkan ada perbaikan untuk periode 2007-2008.

Tabel 2: Sub-indeks dari GCI Indonesia

Periode Persyaratan dasar Efisiensi Inovasi 2006-2007 2007-2008 2008-2009 68 82 76 50 37 49 41 34 45

Untuk empat komponen dari persyaratan dasar, seperti yang dapat dilihat di Tabel 3, posisi Indonesia untuk kelembagaan memburuk, terutama dibandingkan periode 2006-2007. Untuk infrastruktur, kondisi Indonesia tetap memburuk, yang untuk periode 2008-2009 berada pada peringkat ke 86, yang terdiri dari infrastruktur secara umum (antara lain jalan raya, pelabuhan laut dan udara, jalan kereta api, dan jaringan telepon) 96, dan spesifik 79. Untuk stabilitas ekonomi makro, posisi Indonesia juga tidak membaik, bahkan memburuk dari 57 pada periode 2006-2007) jatuh ke peringkat ke 72 untuk periode 2008-2009. Untuk aspek kesehatan dan pendidikan primer, posisi Indonesia juga semakin buruk.

Tabel 3: Sub-indeks dari Persyaratan Dasar, Indonesia

Periode Kelembagaan Infrastruktur Stabilitas ekonomi makro Kesehatan & pendidikan primer 2006-2007 2007-2008 2008-2009 52 63 68 Publik 71 Swasta 62 89 91 86 Umum: 96 Spesifik: 79 57 89 72 72 78 87 Kesehatan: 95 Pendidikan primer: 75

(4)

periode 2008-2007. Mengenai efisiensi pasar, kondisinya juga demikian, baik untuk pasar barang, tenaga kerja, maupun keuangan. Untuk kesiapan teknologi di tingkat perusahaan, peringkat Indonesia juga terus jatuh, ke 88 dari 72 pada periode 2006-2007. Ini memberi suatu indikasi bahwa pada umumnya perusahaan-perusahaan di dalam negeri tidak atau belum siap bersaing dalam segala hal yang berbobot teknologi tinggi. Padahal kemajuan teknologi semakin pesat, di satu sisi, dan, di lain sisi, persaingan di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, teknologi maju sangat menentukan kemampuan sebuah perusahaan untuk bisa tetap unggul di pasar global. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya perhatian yang serius dari perusahaan-perusahaan Indonesia dalam kegiatan R&D, dan hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan Indonesia pada umumnya yang tidak mencantumkan pengeluaran rutin untuk kegiatan tersebut.

Sedangkan untuk luas pasar, tentu dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, paling tidak secara potensial, pasar domestik Indonesia sangat luas. Dikatakan secara potensial, karena tidak saja jumlah penduduk tetapi juga tingkat pendapatan per kapita yang menentukan luasnya pasar domestik di suatu negara.

Tabel 4: Sub-indeks dari Penggerak Efisiensi, Indonesia

Periode Pendidikan tinggi & pelatihan Efisiensi pasar Kesiapan teknologi Luas pasar 2006-007 2007-008 2008-2007 53 65 71 27 -pasar barang: 23 -pasar buruh: 31 -pasar keuangan: 50 (kecanggihan) - pasar barang: 37 -pasar buruh: 43 -pasar keuangan: 57

72 75 88 - 15 17

[image:4.612.86.549.307.419.2]

Terakhir, untuk inovasi, posisi Indonesia juga cenderung memburuk terus. Sedangkan untuk kecanggihan bisnis, termasuk antara lain penggunaan teknologi informasi (IT), kondisi Indonesia sempat membaik pada periode sebelumnya, namun dalam laporan WEF tahun ini, posisinya kembali memburuk (Tabel 5)..

Tabel 5: Sub-indeks dari Inovasi, Indonesia

Periode Kecanggihan Bisnis Inovasi 2006-2007 2007-2008 2008-2009 42 33 39 37 41 47

(5)

Dan, semua pihak, baik Kadin Indonesia, asosiasi, perusahaan itu sendiri, dan pemerintah perlu secara serius mencari penyebab-penyebab utamanya dan solusi-solusi terbaiknya.

Dalam laporan tahun ini, untuk sejumlah aspek, posisi Indonesia berada di bawah 50 atau 40, yang tentu berarti jauh lebih baik daripada negara-negara dengan peringkat di atas 50. Namun melihat kenyataan bahwa Indonesia adalah sebuah negara besar dengan jumlah penduduk sangat banyak dan kaya akan sumber daya alam (SDA), maka posisi Indonesia walaupun di peringkat, sebut saja, ke 20 tetap akan mencerminkan buruknya posisi Indonesia secara relatif dibandingkan negara kecil sekecil Singapura dengan peringkat, misalnya, ke 60. Ini sama saja, misalnya, di dalam suatu perlombaan perkalian 1 hingga 10, seorang anak kelas 2 SMP bisa menyelesaikannya dalam 10 menit sedangkan seorang anak baru kelas 3 SD menyelesaikan dalam 30 menit. Seharusnya anak kelas 2 SMP tersebut harus bisa menyelesaikan dalam 3 menit!

Dalam laporannya ini, WEF juga mengelompokkan negara-negara yang disurvei ke dalam tiga kelompok berdasarkan fase pembangunannya. Ada tiga fase. Pertama, awal pembangunan, di mana proses ekonomi sepenuhnya tergantung pada faktor-faktor keunggulan komparatif yang ada atau didorong oleh faktor-faktor alam, seperti kekayaan sumber daya alam (SDA), jumlah tenaga kerja yang banyak dan murah (didominasi oleh tenaga kerja tidak terdidik), iklim yang baik, lokasi yang strategis, dll. Fase kedua, pembangunan ekonomi didorong oleh efisiensi dan produktivitas dalam pemakaian semua faktor-faktor alam tersebut; jadi pada fase ini, teknologi dan pendidikan mulai berperan, karena untuk meningkatkan efisiensi atau produktivitas diperlukan teknologi dan pekerja dengan pendidikan atau keahlian yang tinggi. Pada fase terakhir, proses dan daya saing ekonomi sepenuhnya didorong oleh inovasi. Jadi pada fase ini, faktor-faktor keunggulan kompetitif, seperti teknologi, sumber daya manusia berkualitas tinggi, ketersediaan infrastruktur yang baik, iklim usaha yang kondusif, dll., jauh lebih penting daripada faktor-faktor keunggulan komparatif. Faktor-faktor keunggulan kompetitif adalah faktor-faktor yang diciptakan oleh manusia, bukan yang bersifat alam.

(6)
[image:6.612.128.477.352.654.2]

Gambar 2: Pembangunan Ekonomi Indonesia: Fase 1

Sumber: WEF (2008)

Gambar 3: Pembangunan Ekonomi AS: Fase 3

(7)
[image:7.612.163.431.52.281.2]

Gambar 4: Pembangunan Ekonomi China: Transisi dari Fase 1 ke Fase 2

[image:7.612.144.438.304.558.2]

Sumber: WEF (2008)

Gambar 5: Pembangunan Ekonomi Malaysia: Fase 2

Sumber: WEF (2008)

(8)
[image:8.612.134.443.65.332.2]

jalan raya, transportasi, kereta api, dan fasilitas telekomunikasi serta listrik dibawah nilai rata-rata, yang artinya sangat buruk.

Gambar 6: Pembangunan Ekonomi Thailand: Fase 2

Sumber: WEF (2008)

Gambar 7: Permasalahan Utama Melakukan Bisnis di Indonesia

[image:8.612.50.548.354.605.2]
(9)

Lampiran: GCI Lebih Rinci

Pilar 1: Kelembagaan

Pilar 2: Infrastruktur

Pilar 3: Stabilitas Ekonomi Makro

(10)

Pilar 5: Pendidikan Tinggi & Pelatihan

Pilar 6: Efisiensi Pasar Barang

Pilar 7: Efisensi Pasar Buruh

(11)

Pilar 9: Kesiapan Teknologi

Pilar 10: Luas Pasar

Pilar 11: Kecanggihan Bisnis

Pilar 12: Inovasi

Catatan: * data sekunder (lainnya berdasarkan Executive Opinion Survey

Daftar Pustaka:

Gambar

Gambar 1: 12 Pilar Penentu Daya Saing Negara
Tabel 1: Peringkat Indeks Daya Saing Global (GCI) Indonesia  No 2008-2009 2007-2008  2006-2007  2005-2006
Tabel 5: Sub-indeks dari Inovasi, Indonesia  Periode Kecanggihan Bisnis Inovasi
Gambar 2:  Pembangunan Ekonomi Indonesia: Fase 1
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan komunikasi yang terdapat di dalam perancangan identitas dari Situs Taman Purbakala Cipari ini adalah menciptakan suatu identitas berupa logo yang memiliki ciri khas dan

berdasarkan hasil uji ANOVA dengan signifikansi 0.000 (p<0.01); (2) pembelajaran menggunakan model Problem-Based Learning berpengaruh terhadap penguasaan konsep

Sasaran yang dituju dalam proses komunikasi massa adalah khalayak atau masyarakat luas yang terpencar satu sama lain tidak saling mengenal, karena masing – masing berbeda

Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.Urtikaria atau

tersebut, karena merupakan pesan atau solusi yang diperpendek menjadi sebuah kata-kata yang mudah dimengerti, serta dapat memotivasi pendengar, penyiar berusaha

Terapi obat dan tindakan pembedahan dapat digunakan untuk mengecilkan atau menghilangkan miom jika menyebabkan rasa tidak nyaman atau gejala-gejala yang bermasalah..

sanggahan selama 3 (1iga) hari kerja dari langgal 16 Sid 18 Juni 2015, yang dilujukan kepada Uni1. Layanan Pengadaan Kementerian