KONVENSI PERUBAHAN I KLI M
(
Tw ent y- second Sessions of Subsidiary Bodies of the United Nations
Framew ork Convention on Climate Change
)
Bonn, Jerman, 19 – 27 May 2005
Oleh
Dr. Sunaryo
Staf Ahli Ment eri Kehutanan I V Bidang Kemitraan/
Ketua Tim CDM Kehutanan
e- mail : [email protected]
Dr. Joko Prihatno
Kasubdit Pemanfaatan Jasa lingkungan- Direktorat WAPJL
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam/
Anggota Tim CDM Kehutanan
e- mail : [email protected]
PENGANTAR
1. Sidang SBSTA dan SBI -22 diselenggarakan di Bonn-Jerman, pada tanggal 19-27 May 2005 membahas agenda yang ditugaskan oleh Conference of Parties (COP) ke-10 atas berbagai pending matters yang hasilnya akan dilaporkan pada COP-11 dan Meeting of Parties of the Protocol (MOP-1) di Montreal-Canada pada tanggal 28 November – 9 Desember 2005.
2. Sidang diikuti oleh 157 negara dengan jumlah partisipan 1.589 peserta, terdiri dari delegasi Pemerintah 926 peserta, Badan I nternasional 105 peserta, Lembaga Swadaya Masyarakat 511 peserta, media masa 39 peserta, dan pengamat 8 orang.
Delegasi I ndonesia pada sidang SBSTA dan SBI -22 sebanyak 11 orang terdiri dari wakil Departemen Luar Negeri/ Kedutaan Besar RI di Berlin (1 orang), Kementerian Lingkungan Hidup (2 orang), Departemen Luar Negeri (1 orang), Departemen Kehutanan (2 orang), BPMI GAS (1 orang)), PT. PLN (1 orang), PT. I ndonesia Power (1 orang) dan WWF-I ndonesia (1 orang), dan Pelangi (1 orang).
3. Laporan ini disusun sebagai pertanggung-jawaban atas penugasan kami
sebagai anggota DELRI1 dalam Sidang SBSTA dan SBI -22 Konvensi
Perubahan I klim (Twenty-second Sessions of Subsidiary Bodies of United Nations Framework Convention on Climate Change), di Bonn-Jerman, 19-27 May 2005. Karena masalah administrasi kami baru bisa berangkat pada tanggal 22 Mei 2005, sehingga kami tidak dapat mengikuti event Carbon Expo, Seminar on Governmental Expert (SOGE), dan in-session workshop tentang Adaptasi dan Mitigasi terhadap Perubahan I klim, namun demikian ada beberapa anggota delegasi lain yang mengikuti pada minggu pertama yang dapat melengkapi laporan ini.
4. Diharapkan juga bahwa laporan ini merupakan sosialisasi hasil sidang kepada pihak terkait untuk mendapat masukan atas hasil-hasil sidang penting khususnya di sector LULUCF untuk kepentingan I ndonesia. Dilampirkan juga hasil sidang SBSTA -22 sebanyak 14 laporan dan SBI -22 sebanyak 13 laporan berikut hasil keputusan sidang COP-10, COP-9 dan COP-7 terkait, dengan harapan bahwa siapapun calon DELRI dari Departemen Kehutanan di COP-11 dan COP/ MOP 1 dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk kepentingan Departemen Kehutanan I ndonesia.
5. Secara garis besar, laporan ini menyajikan jalannya persidangan, hasil laporan yang telah diadopsi dalam sidang pleno SBSTA dan SBI -22 (khusus untuk agenda yang relevan dan penting terhadap LULUCF) dan saran tindak lanjut di sektor LULUCF. Saran tindak lanjut disusun berdasarkan hasil adopsi
1
laporan dan perkembangan sidang sektor LULUCF sampai akhir sesi (tanggal 27 Mei 2005) serta perkembangan penanganan bidang tersebut di Departemen Kehutanan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek terkait.
JALANNYA PERSI DANGAN
Sidang SBSTA dan SBI -22 ini didahului oleh serangkaian kegiatan seperti Carbon Expo, Seminar on Governmental Expert (SOGE), dan I n -session Workshop tentang Adaptasi dan Mitigasi terhadap Perubahan I klim.
A. Carbon Expo dilaksanakan pada tanggal 11–12 Mei 2005, diikuti oleh 14 organisasi dengan menampilkan berbagai publikasi terkait dengan Perubahan I klim, seperti I PCC publication and information, I nternational emission trading, the potential of forest and plantation for carbon sequestration and
information for COP 11 participation in Montreal-Canada.
B. Pertemuan koordinasi G77/ China pada tanggal 15 Mei 2005.
C. Seminar of Governmental Expert (SOGE) dilaksanakan pada tanggal 16-17 Mei 2005. Seminar dibagi dalam 2 topik seminar yaitu hal-hal yang terkait dengan mitigasi dan adaptasi untuk membantu negara anggota melakukan tindakan yang sesuai dan efektif untuk merespon perubahan iklim.
D. I n-session Workshop tentang Adaptasi dan Mitigasi terhadap Perubahan I klim dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2005, yang diarahkan sebagai pertukaran pandangan dalam suasana yang informal.
Sidang pokok dibagi menjadi 2 kelompok persidangan yaitu sidang Subsidiary
Body on Scientific and Technical Advise (SBSTA) dan Subsidiary Body on
I mplementation (SBI ) yang kebanyakan berjalan secara parallel.
A. Persidangan SBSTA terbagi kedalam 11 agenda yaitu : (1) Opening of the session, (2) Organizational matters (adoption of the agenda and organization
of the work of the session), (3) Scientific, technical and socio-economic
aspects of impacts of, and vulnerability and adaptation to, climate change, (4) Scientific, technical and socio-economic aspects of mitigation of climate change, (5) Methodological issues, (6) Development and transfer of
technologies, (7) Good practices in policies and measures among Parties
included in Annex I to the Convention, (8) Research needs relating to the
Convention, (9) Cooperation with relevant international organizations, (10)
Other matters, and (11) Report on the session. Sidang ini dilakukan secara
efektif mulai tanggal 19-27 Mei 2005 dan menghasilkan 14 laporan. Dari 14 laporan yang perlu mendapat perhatian khusus dari Departemen Kehutanan adalah agenda it em 3 (Scientific, technical and socio-economic aspects of impacts of, and vulnerability and adaptation to, climate change), agenda item 4 (Scientific, technical and socio-economic aspects of mitigation of climate
change), agenda item 5b (I mplications of the implementation of project
conventions and protocols) dan agenda item 6 ( Development and transfer of technologies).
B. Persidangan SBI terbagi kedalam 9 agenda yaitu : (1) Opening of the session, (2) Organizational matters (adoption of the agenda and organization
of the work of the session), (3) National Communication from Parties
included in Annex I to the Convention, (4) Financial mechanism of the
Convention (special Climate Change Fund), (5) implementation of Article 4,
paragraph 8 and 9, of the Convention, (6) Arrangements for
intergovernmental meetings, (7) Administrative and financial matters, (8)
Other matters, and (9) Report on the session. Agenda ini dibahas mulai
tanggal 19-27 Mei 2005 dan menghasilkan 13 laporan. Dari 13 laporan yang perlu mendapat perhatian khusus dari Kehutan an adalah: agenda item 3 (National communication from Parties not included in Annex I to the Convention), agenda item 4 (Financial mechanism for Special Climate Change
Fund/SCCF), dan agenda item 6 (a) (Eleventh session of the COP).
Adopsi hasil laporan sidang akan digunakan sebagai bahan pembahasan di SBSTA dan SBI -23 serta akan diputuskan pada COP 11 yang akan diselenggarakan di Montreal-Canada pada tanggal 28 November -9 Desember 2005. Konferensi para Anggota (COP) ke 11 UNFCCC akan dilangsungkan secara bersama dengan COP/ MOP 1 setelah Kyoto Protokol diberlakukan (inter into force) pada tanggal 16 Februari 2005. COP/ MOP 1 merupakan pertemuan para pihak Protokol Kyoto dalam rangka mengupayakan terjadinya implementasi Protokol secara efektif. Oleh karena itu sidang COP 11 dan MOP 1 di Montreal pada akhir tahun 2005 ini mempunyai peranan penting karena akan memutuskan upaya-upaya untuk efektifitas pelaksanaan protokol maupun konvensi perubahan iklim baik melalui mitigasi maupun adaptasi.
Disamping mengikuti sidang formal di plenary dilakukan juga pertemuan informal baik dalam bentuk informal consultation, friends of the chair, contact
group, maupun drafting group. Beberapa pertemuan penting dari DELRI antara
HASI L PERSI DANGAN YANG RELEVAN DI BI DANG KEHUTANAN
(
LULUCF/ LAND USE, LAND USE CHANGE AND FORESTRY)
A
Hasil sidang
SBSTA- 22
yang perlu mendapat perhatian dan tindak
lanjut dari bidang kehutanan (
Land Use, Land Use Change and
Forestry/ LULUCF) adalah sebagai berikut :
1. [ Agenda item 3: Scientific, Technical and Socio-economic aspects of impacts vulnerability and adaptation to climate change.] COP, dalam Keputusan 1/ COP10, menugaskan SBSTA untuk merumuskan program kerja 5-tahunan SBSTA mengenai Scientific, Technical and Socio-economic aspects of impacts vulnerability and adaptation to climate
change. Hasil pembahasan SBSTA -22 untuk agenda item 3 dalam bentuk
draft keputusan No. FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.14 tentang “the five year programme of work of impacts, vulnerability and adaptation to climate
change” belum diselesai di bahas sampai kepada program adaptasi
selama 5 tahun. Program 5 tahun adaptasi tersebut akan di bahas secara lebih detail dan lebih jauh pada SBSTA-23 dan COP 11, dimana sebelumnya kepada Sekretariat UNFCCC diminta untuk mengorganisasi informal workshop. Kepentingan I ndonesia dalam hal ini adalah agar program kerja adaptasi untuk 5 tahun tersebut dapat juga dimanfaatkan I ndonesia. Pada kesempatan tersebut, saran I ndonesia agar sektor yang dicakup ini tidak dibatasi dan menyesuaikan dengan prioritas dan kebutuhan nasional telah diterima. Dengan demikian, nantinya program seperti konservasi hutan dan avoiding deforestation dan lainnya dapat dimasukkan dalam program kerja SBSTA sesuai dengan kebutuhan dan prioritas nasional. Disamping itu ada beberapa isu yang perlu mendapat pencermatan khusus bagi I ndonesia, diantaranya adalah:
§
Draft program kerja 5 tahun untuk adaptasi, baru dapatmenyelesaiakan isu-isu tentang tujuan, ruang lingkup pekerjaan, proses dan aktivitas, yang sebagian besar masih bertanda bracket. Hal ini terjadi sebagai akibat perbedaan pandangan antara negara non Annex 1 khususnya kelompok Afrika dan AOSI S (sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim) dan negara Annex 1 khususnya berkaitan dengan tujuan dan ruang lingkup, sehingga pembahasan berjalan lambat dan berlarut-larut. Untuk isu tentang proses dan aktivitas, baru menyelesaian tahap pertama dari program kerja 5 tahun. Elaborate lebih detail dan lebih jauh tentang program kerja 5 tahun ini diantaranya adalah “Gaps, problems, and needs; Opportunities and options for solutions; and additionalities to be
under take as a part of the programme of work” akan dibentuk Ad
Hock Expert Group. Badan tambahan yang akan dibentuk pada
§
Lampiran draft keputusan FCC/ SBSTA/ 2005/ l.14, article I paragraph 1 tentang objectives, terdapat pernyataan tentang “the most vulnerable” to adaptation, posisi I ndonesia lebih aman jika menghapus kata-kata “the most” sehingga cukup dengan kata-kata “vulnerability to adaptation”.§
Article I I paragraph 3, pernyataan tentang “isu-isu yang terkait dengan metodologi, data dan modeling, penilaian adaptasi dan vulnerability, perencanaan adaptasi, measures and actions, serta keterpaduan kepada sustanaible development, dilakukan berdasarkan kebutuhan dan prioritas nasional dan regional” masih bertanda kurung. Pernyataan ini menguntungkan I ndonesia, maka perlu dipertahankan.§
I ndonesia perlu mempersiapkan posisi terkait dengan program 5 tahun adaptasi yang mencakup seluruh sector terkait yang seharusnya dikoordinir oleh Kementerian Lingkungan Hidup atu BAPPENAS.2. Agenda item 5b I mplications of the implementation of project activities under the clean development mechanism, referred to in decision 12/ CP.10, for the achievement of objectives of other environmental
conventions and protocols dalam pembahasan ini SBSTA belum mencapai
kesepakatan. Oleh karena itu SBSTA mengundang Para Pihak untuk memasukkan proposal tentang implikasinya paling lambat tanggal 5 Agustus 2005. Sekretariat akan mengkompilasi proposal dari parties tersebut dan dimasukan dalam dokumen misc. untuk dipertimbangkan dalam psesi SBSTA -23 bulan Desember 2005.
3. Agenda I tem 6, Development and transfer of technologies dalam hal ini terdapat perbedaan pandangan antara Annex I dan Non-Annex I tentang mandat SBSTA kepada EGTT, namun akhirnya dicapai kesepakatan. SBSTA menyambut baik hasil evaluasi awal yang dilakukan oleh UNEP terhadap kegiatan EGTT, selain itu SBSTA juga sangat menghargai atas kesediaan negara-negara UK, USA, EC, Canada, dan Jepang dalam men-support kegiatan EGTT. Follow up workshop on inovative options for financing the development and transfer of technologies, direncanakan akan diselenggarakan pada bulan Oktober 2005 dengan peserta dari negara berkembang dan negara maju serta negara donor. Dengan demkian diharapkan dapat diidentifikasi potensial project selama
pelaksanaan technology needs assessment. EGTT akan
menyelenggarakan seminar pada tanggal 14 - 16 Juni 2005 di Trinidad dan Tobago dengan judul Technologies for adaptation to climate change. Hasil seminar ini akan dilaporkan pada sesi ke 23.
in-session workshop, untuk itu sekretariat diminta membuat laporan lengkap dengan arahan ketua SBSTA, sampai 15 Juli 2005. Laporan tersebut harus mencakup GRK, sektor, teknologi, region, aspek socio-ekonomi, dan hal lain yang terkait dan disajikan.
B
Hasil sidang
SBI - 22
yang perlu mendapat perhatian dan tindak
lanjut dari bidang kehutanan (
Land Use, Land Use Change and
Forestry/ LULUCF) adalah sebagai berikut :
1. Agenda I tem 4 mengenai Special Climate Change Fund (SCCF) merupakan topik yang sensitifitasnya cukup tinggi di mana terdapat perbedaan kepentingan yang cukup prinsipil di antara Negara Pihak dari kelompok Annex-1 (Negara maju yang mempunyai tanggung jawab pembiayaan SCCF) dengan kelompok non-Annex-1 (negara berkembang yang dimotori oleh G-77/ Cina). Sebagai akibatnya SBI dalam keputusannya No. FCCC/ SBI / 2005/ L.13 memutuskan bahwa masalah ini akan dibahas lebih lanjut pada SBI berikutnya. Dalam annex dari dokumen tersebut terdapat beberapa isu yang belum dapat disetujui dan perlu dicermati serta tindak lanjut khususnya sebagai persiapan posisi delegasi I ndonesia yang akan menghadiri COP-11/ MOP-1 pada bulan November -Desember 2005. Hal-hal tersebut terutama menyangkut:
-
Pertimbangan mengenai pengaitan komunikasi nasional dengan kegiatan yang dapat dibiayai lewat SCCF.-
Pembiayaan lewat SCCF untuk kegiatan seperti yang diatur dalamKeputusan 7/ CP.7 paragraf 2c yaitu di bidang transportasi dan industri. Negara-negara pihak mengajukan tiga opsi yang perlu diputuskan pada pertemuan SBI berikutnya.
-
Afforestasi dan reforestasi dalam penggunaan tanah marjinal merupakan kegiatan yang akan dibiayai dari SCCF, perlu diidentifkasi kegiatan lain di sektor LULUCF yang perlu mendapat pembiayaan dari SCCF.-
Pembiayaan lewat SCCF untuk kegiatan seperti yang diatur dalamkeputusan 7/ CP.7 paragraf 2d yang menjadikan SCCF sebagai dana pelengkap dari dana GEF. Negara-negara Annex1, dimotori oleh Jepang dan Norwegia, menghendaki agar SCCF dapat juga membiayai bantuan teknis. Negara berkembang, khususnya G-77/ Cina, berpandangan bahwa bantuan teknis tidak perlu dimasukkan dalam skema SCCF.
2. Agenda item 6 tentang Eleven session of the Conference of the Parties, COP 11 dan COP/ MOP 1 akan diselenggarakan di Montreal-Canada pada tanggal 28 November -9 Desember 2005, dimana tanggal 7-9 Desember merupakan forum High level segment yang akan dihadiri oleh pejabat setingkat Menteri atau Ketua Delegasi lainnya.
selanjutnya antara tiga sampai lima tahun dari pembayaran pertama, kecuali untuk Pihak yang telah menyerahkan komunikasi nasional tersebut lebih dari 5 tahun, maka harus mengajukan permohonan tersebut sebelum 2006. I mplikasinya adalah I ndonesia perlu mengambil langkah-langkah aktual dan mempersiapkan National Communication selanjutnya selambat-lambatnya Desember 2005.
PERTEMUAN TERKAI T
Pertemuan G77+ China
Selama SB-22, Pertemuan G77+ China diselenggarakan 2 kali setiap harinya (9.00-10.00 dan 14.00-15.00 waktu setempat), yang dimaksudkan untuk ‘updating’ negara anggota tentang proses negosiasi dan menyusun posisi bersama terutama yang menyangkut kepentingan negara berkembang secara umum. Pertemuan juga dimaksudkan untuk menggalang pengertian untuk isu-isu yang tidak dapat melahirkan posisi bersama, seperti agenda 3 SBSTA dan agenda 6 SBSTA serta agenda 4 SBI .
Pertemuan informal
1. Di sela-sela persidangan, Delri juga melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa pihak. Pihak Sekretariat telah melakukan pendekatan kepada Delri untuk menjajaki kemungkinan I ndonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan lokakarya pelatihan untuk kawasan Asia Pasifik di bidang modeling untuk kerentanan dan adaptasi (Vulnerability and Adaptation). Lokakarya direncanakan akan diikuti oleh 50 orang dan diharapkan dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun 2006. Pihak Sekretariat menyampaikan bahwa pendanaan untuk kegiatan ini akan diupayakan dari kontribusi sukarela. Sejauh ini didapat informasi bahwa Australia telah memberikan indikasi untuk memberikan bantuan. Pengumuman rencana pelaksanaan workshop ini akan dilakukan pada COP11 di Montreal. Sehubungan itu, I ndonesia (Kementerian LH) perlu segera memutuskan tanggapannya terhadap usulan ini .
informasi dari New York pihak sekretariat UNFCCC akan segera menginformasikan ke Pemerintah I ndonesia melalui Focal Point atau Deplu.
3. Pihak Delri juga melakukan pertemuan dengan Delegasi Belanda (Regie Harnus) yang membahas khususnya mengenai perkembangan BCPA (Bilateral CER Purchase Agreement) untuk sektor industri. VROM minta penjelasan mengapa sampai saat ini, belum dapat ditunjuk konsultan yang akan membantu proses manejemen kegiatan CDM yang bisa berkoordinasi dengan Pemerintah I ndonesia, VROM, dan pihak swasta sebagai implementasi kegiatan. Pihak I ndonesia menginformasikan bahwa kesulitan ini disebakan karena belum ada kepastian jumlah dana yang tersedia untuk menyewa konsultan. Oleh karenanya, pada diskusi nasional sendiri timbul pertanyaan siapa yang akan menandatangani persetujuan tersebut. VROM menghendaki agar penandatangan dari pihak I ndonesia adalah Pemerintah RI dalam hal ini KLH dengan pihak konsultan. Dalam hal ini, VROM tak bisa menjadi pihak yang mengkontrak nasional konsultan, karena tidak diizinkan oleh kebijakan EU yang harus melalui international bidding dan lewat persetujuan parlemen. I ndonesia mengusulkan kem ungkinan VROM ikut menandatangani sebagai saksi dan dimasukannya klausal dalam kontrak tersebut yang menjamin implikasi pembiayaannya ditanggung oleh VROM. VROM secara tentative dapat setuju dan akan mengkonsultasikan usulan ini dengan penasihat hukumnya. Menyangkut biaya, VROM tak bisa memberikan info dana yang pasti tersedia karena belum jelas kemungkinan rencana tersebut terwujud. Konsultan terpilih harus segera memberikan proposal dengan mengajukan biaya untuk kemudian dikonsultasikan dengan VROM. Tindak lanjut dalam rangka mempercepat proses ini dapat dilakukan konsultasi informal lewat email dengan VROM untuk membantu finalisasi seleksi konsultan. VI ROM mengharapkan agar paling tidak bulan Agustus 2005 program ini sudah dapat diluncurkan, karena apabila sampai dengan tahun anggaran ini tidak ada dana yang dapat dimanfaatkan (cairkan) maka posisi VROM sangat kritis dan dapat mengakibatkan BCPA tidak terwujud.
energi ini. Delegasi UK menyampaikan bahwa, pemerintah UK hanya dapat mempunyai kendali efektif atas badan nasionalnya dan tidak mencakup sektor swasta. Namun demikian, UK mempunyai Climate Change Process Office (CCPO) yang membantu bisnis untuk berpartisipasi dalam proyek CDM. Diinformasikan juga bahwa perusahaan-perusahaan UK merupakan potential buyer CER dan Pemerintah UK akan mengusahakan untuk mengar ahkan pembelian tersebut ke I ndonesia.
Mengenai perkembangan pelaksnaan CDM, ke dua pihak sepaham bahwa saat ini proses CDM ini masih sangat lambat dan juga rumit bagi negara berkembang untuk mengimplementasikannya. Pihak UK telah menerima berabgai masukan dan akan melakukan penilaian dan studi lebih lanjut mengenai CDM.
Pihak I ndonesia menyampaikan bahwa selain KP, negara Pihak juga perlu menangani isu-isu yang termuat dalam Konvensi khususnya: capacity building, public awareness dan penelitian. Delegasi UK menyatakan ketertarikannya terhadap masalah-masalah tersebut dan kemungkinan penanganannya.
Ke dua pihak juga melakukan tukar informasi mengenai area kerjasama yang dapat dijajagi dalam bidang lingkungan hidup. Pihak I ndonesia menyampaikan bahwa salah satu bidang yang dapat digarap adalah masalah kehutanan . Hal ini mendapat tanggapan positif dari pihak UK. Ke dua pihak sepakat untuk menindaklanjuti pembicaraan ini dalam bentuk kerjasama khususnya secara bilateral.
Tindak lanjut pertemuan ini, pihak UK akan mempelajari lebih lanjut hasil pembicaraan ini dan seandainya ada rencana kerjasama akan menghubungi focal point yang akan difasilitasi oleh Kedutaan I nggris di Jakarta. Di sisi lain, Pihak UK juga terbuka untuk menerima masukan atau usulan kerjasama dari I ndonesia.
6. Pertemuan Kelompok Asia telah diselenggarakan disela-sela pertemuan SBSTA/ SBI -22. Pertemuan membahas antara lain pencalonan anggota Biro COP11/ MOP1 mendatang serta anggota Compliance Committee. Untuk anggota Biro terdapat dua posisi wakil ketua sementara untuk Compliance Committee, Asia diharapkan dapat mengajukan dua calonnya. Negara anggota diminta untuk mengajukan pencalonannya paling lambat pada minggu pertama penyelenggaraan COP11/ MOP1.
Hal-Hal Lain :
Pertemuan dengan sekretariat untuk penjajagan sehubungan dengan kemungkinan menjadi penyelenggara COP, diperoleh gambaran kasar tentang jumlah yang harus ditanggung oleh tuan rumah sekitar Rp. 40 – 50 milyar. Selain pendanaan tersebut juga masih ada pertimbangan UNFCCC bahwa tuan rumah perlu diteliti terlebih dahulu oleh UN tentang keamanan kota yang akan digunakan sebagai tempat penyelenggaraan dengan skala UN dari 1 - 5. I nformasi sementara Jakarta merupakan skala 1 dan Bali sekala 3, semakin besar skala semakin besar pula resiko keamanannya. Berdasarkan informasi tersebut untuk menjadi tuan rumah COP agar dipertimbangkan secara cer mat, sehingga benar -benar mendapat manfaat sebagai tuan rumah.
JI CA menginformasikan bahwa dalam rangka membantu meningkatkan pengetahuan sumber daya manusia dari anggota para pihak tentang pemahaman isu perubahan iklim. Untuk tujuan tersebut JI CA akan m enyelenggarakan Training Workshop di Tsukuba, 9 Januari – 2 Maret 2006, dengan judul Development of Strategies on Climate Change. Pencalonan peserta paling lambat tanggal 6 Oktober 2005, ke Kantor JI CA atau kedutaan Jepang. Peserta harus dicalonkan oleh Pemerintah dan harus membuat Paper tentang kebijakan Pemerintah dalam menangani isu perubahan iklim.
SARAN TI NDAK LANJUT
1. Persiapan SBSTA-23/ COP-11 dan COP/ MOP 1 di Montreal-Canada, tanggal 28 November -9 Desember 2005:
a) Melakukan pencermatan dari aspek hukum, teknis dan kelembagaaan terhadap dokumen SBSTA dan SBI -22 sebagai bahan negosiasi di SBSTA dan SBI -23 serta COP- 11, antara lain:
Agenda item 3 SBSTA (adaptasi):
-
Objectives: [ all] Parties, particularly the [ most] vulnerable, ] ...: perlu dikaitkan dg article 4.1e; 4.4; 4.4; 4.8 dan 4.9-
Scope of work paragraph 1: [ and taking into account dec 1/ CP.10] : lebih fokus kepada tindak lanjut dari dec 1/ CP.10-
Scope of work paragraph 2: [ take into account regional andnational priorities and needs by] : dipertahankan untuk ditentukan berdasarkan prioritas nasional, tingkat kerentanan di setiap negara berbeda (untuk kehutanan: avoiding deforestation dan
conservation activities).
agenda item 4 (a) SBI (SCCF):
-
[ Pengaitan komunikasi nasional, program adaptasi nasional, atau informasi relevan lainnya dengan kegiatan yang dapat dibiayai lewat SCCF] .-
Paragrap 2 bis [ menjadikan SCCF sebagai dana pelengkap dari GEF untuk mendukung pembiayaan kegiatan asistensi teknis] .b) Berkaitan dengan butir 1a) tersebut, mengingat sejumlah paragraph
masih dalam tanda kurung (square bracket) sebagai akibat dari
perbedaan pendapat diantara negara annex 1 dan negara non annex 1 khususnya G77/ China dan Kelompok Afrika serta AOSI S. Pencermatan lebih dalam diperlukan pada paragraph-paragraph tersebut untuk pembahasan lebih lanjut dalam SABSTA-23 dan negosiasi di COP-11 dan COP/ MOP 1.
3. Sekretariat mengundang Para Pihak untuk memasukkan proposal tentang implikasi pelaksanaan kegiatan CDM paling lambat tanggal 5 Agustus 2005.
4. Dalam Pengembangan transfer teknologi, EGTT akan menyelenggarakan
workshop tentang inovative options for financing the development and
transfer of teknologies pada bulan Oktober 2005 . Peserta dari negara
berkembang, negara maju serta negara donor. Perlu diidentifikasi potensial project selama pelaksanaan technology needs assessment.
5. Untuk isu mitigasi SBSTA meminta sekretariat membuat laporan in-session workshop paling lambat tanggal 15 Juli 2005. Laporan tersebut mencakup GRK, Sektor yang dicakup, teknologi, aspek sosio-ekonomi, pendapat peserta pada saat workshop.
6. I su utama yang menjadi perbedaan pandangan dalam SCCF adalah kegiatan apa saja yang dapat di danai oleh SCCF terutama kegiatan bantuan teknis. Negara Non-Annex menolak bantuan teknis dibiayai oleh SCCF. Sebagaimana Dec 7/ COP 7 tentang kegiatan yang didanai dari SCCF, kegiatan aforestasi dan reforestasi di tanah marjinal disetujui untuk didanai dari SCCF. Disamping itu program 5 tahun adaptasi perubahan iklim yang isunya akan ditentukan berdasarkan prioritas dan kebutuhan negara yang bersangkutan (diusulkan termasuk konservasi dan avoiding deforestation), perlu diposisikan untuk dapat didanai juga dari SCCF.
7. Sesuai pembahasan Nasional komunikasi, maka National Communication ke dua untuk I ndonesia harus sudah diusulkan sebeleum tahun 2006. Hal ini berarti proposal yang sedang disiapkan harus segera dilaksanakan sehingga pengajuan pendanaan dapat diusulkan paling lambat Dersember 2005.
8. Sekretariat UNFCCC menawarkan Pemerintah I ndonesia untuk
menyelenggarakan training workshop untuk modeling kerentanan dan adaptasi dari CGE yang direncanakan pertengahan tahun 2006. Saat ini UNFCCC menunggu approval dari UN New York sehubungan dengan masalah keamanan di I ndonesia.
9. Pemerintah Belanda melalui VROM mengharapkan agar proses BCPA dapat dipercepat khususnya dalam pemelihan konsultan dan diharapkan sudah dapat selesai bulan Agustus 2005.
10.Pemerintah I nggris juga menunjukkan keinginan untuk mengadakan
11.Saat ini ada lowongan untuk Biro MOP dan Komisi Kepatuhan, maka apabila I ndonesia berminat agar dapat mempersiapkan dan mengajukan pencalonan ke sekretariat dan perlu lobi ke negara ASI A atau G77/ China untuk dukungan kepada calon I ndonesia saat berlangsungnya SB ke-23 yang akan datang.
12.Perlu melakukan aliansi dengan negara-negara yang memiliki pandangan sama terhadap avoiding deforestation dan kegiatan konservasi untuk mendapat kompensasi pembiayaan dari negara annex 1 melalui mekanisme adaptasi maupun mitigasi. Negara yang telah memberikan pandangannya antara lain Papua New Guinea, Brazil dan Ghana.
13.Perlu membentuk tim penyusun materi sidang SBSTA/ SBI 23 dan COP 11 , yang bertugas mempersiapkan materi teknis sebagai posisi I ndonesia. Proses komunikasi antar tim dan proses penyusunan materi perlu dirumuskan dalam program pertemuan yang jelas tata waktu dan agendanya.
14.
I dentifikasi data kegiatan LULUCF terkait kegiatan adaptasi perubahan iklim seperti dampak dan tingkat kerentanan masyarakat, satwa dan ekosistem sebagai akibat dari perubahan lahan dan penggunaan lahan kehutanan; upaya illegal logging, perambahan dan pencegahan kebakaran; dampak negative akibat kekeringan/ banjir dan dan hubungannya dengan peningkatan suhu.LAMPI RAN
1.
Draft Laporan SBSTA ke 22 “Draft report of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice on its twenty-second session” (dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.1).2.
“Technical guidance on methodologies for adjustments under Article 5, paragraph 2, of the Kyoto Protocol” (dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.2 dan dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.2/ Add.1).3.
“I mplications of the implementation of project activities under the clean development mechanism referred to in decision 12/ CP.10” (dokumen dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.3).4.
“Good practices” in policies and measures among Parties included in Annex I to the Convention, dokumen dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.4.5.
“I ssues relating to the implementation of Article 2, paragraph 3, of the Kyoto Protocol” (dokumen dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.5).6.
“Research needs relating to the Convention” (dokumenFCCC/ SBSTA/ 2005/ L.6 dan dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.6/ Add.1).
7.
“Registry systems under the Kyoto Protocol” (dokumen dokumenFCCC/ SBSTA/ 2005/ L.7).
9.
“Reports from the secretariate of the Global Climate Observing System” (dokumen dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.9).10.
Dokumen tentang mitiga si “Scientific, technical and socio- economic
aspects of mitigation of climate change” ( dokumen
FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.10)
∗.
11.
“Emissions from fuel used for international aviation and maritime transport” (dokumen dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.11).12.
“I nternational meeting to Review the implementation of the Programme ofAction for Sustainable Development of Small I sland Developing States” (Dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.” 12)
13.
Draft Keputusan tentang
“Development and transfer of
technologies” ( dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.13)
∗.
14.
Dokumen tentang adaptasi “Scientific, technical and
socio-economic aspects of impacts, vulnerability and adaptation to
climate change” ( dokumen dokumen FCCC/ SBSTA/ 2005/ L.14) * .
15.
“Draft report of the Subsisiary Body for I mplementation on its twenty-secondsession” (dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.1).
16.
“I mplementation of the Headquarters Agreement” (dokumenFCCC/ SBI / 2005/ L.2).
17.
“ Flexibility for Croatia under Article 4, paragraph 6, of the Convention”(dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.3).
18.
“Arrangements for intergovernmental meetings”
( dokumen
FCCC/ SBI / 2005/ L.4) * .
19.
“ Budget performance for the biennium 2004-2005” (dokumenFCCC/ SBI / 2005/ L.5).
20.
“ I nternal review of the activities of the secretariat” (dokumenFCCC/ SBI / 2005/ L.6 dan dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.6/ Add.1).
21.
“ Provision of financial and technical support” (dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.7).22.
“Compilation and synthesis of initial national communications” (dokumenFCCC/ SBI / 2005/ L.8).
23.
“Submission of second and, w here appropriate, third national
communications” ( dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.9) * .
24.
“ I mplementation of paragraph 7 © of the financial procedures of theConvention concerning the financial support for participation in the UNFCCC process” (dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.10).
25.
“Work of the Consultative Group of Experts on National Communicationsfrom Parties not included in Annex I to the Convention” (dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.11).
26.
“Climate neutral UNFCCC meetings” (dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.12)27.
Draft Keputusan tentang
“Special Climate Change Fund ( SCCF) ”
( dokumen FCCC/ SBI / 2005/ L.13) * .
28.
Keputusan 1 COP-10 tentang “ Boenos Aires programme of work onadaptation and response measures”.
29.
“A Five -Year Program on the Scientific, Technical and
Socio-Economic Aspects of I mpacts, Vulnerability and Adaptation to
Climate Change” ( posisi Departemen Kehutanan, sebagai bahan
sidang SBSTA dan SBI - 22) * .
30.
“View s on the five - year programme of w ork of the Subsidiary Body
for Scientific and Technological Advice on the scientific, technical
and socio- economic aspects of impacts of, and vulnerability and
adaptation to, climate change” ( Submission from Parties) * .
31.
Pandangan dari Pemerintah Papua New Guinea tentang Avoiding
Deforestation “Statement by H.E. Robert G. Aisi Ambassador of
Papua New Guinea to the United Nations”* .
Jakarta, 29 Mei 2005
1. Dr. Sunaryo