• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumusan Seminar Kebijakan RE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rumusan Seminar Kebijakan RE"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

RANGKUMAN HASI L DI SKUSI

SEMI NAR KEBI JAKAN RESTORASI EKOSI STEM

PADA HUTAN ALAM PRODUKSI DI I NDONESI A

Libra Ballroom Hotel Sultan Jakarta, 27 Juli 2010

 

 

1. Tema- tema yang didiskusikan, antara lain:

a. Kebijakan dan Hukum

Dasar hukum pelaksanaan restorasi ekosistem pada hutan alam produksi melalui pemberian I UPHHK-RE sudah ada, tetapi masih diperlukan ketegasan dan kejelasan aturan, terutama dalam hal:

1). Proses pencadangan

2). Penanaman modal asing

3). Kriteria dan I ndikator keseimbangan ekosistem

4). I nsentif/ stimulus fiskal

5). Kewenangan pemegang I UPHHK-RE untuk mendapatkan izin usaha

pemanfaatan kawasan (I UPK), usaha pemanfaatan jasa lingkungan (I UPJL) serta usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (I UPHHBK)

b. Perdagangan Karbon

Hal-hal yang diperlukan ketegasan dan kejelasan, antara lain:

1). Kepastian mekanisme insentif REDD+ .

2). Mekanisme dan pembagian manfaat dari REDD+

3). Belum adanya contoh nyata yang dapat membuktikan mekanisme REDD+ ,

mulai dari bentuk proyek sampai mekanisme transaksi

c. Governance

Hal-hal yang diperlukan ketegasan dan kejelasan, antara lain:

1). Hubungan pusat dan daerah maupun kabupaten dengan provinsi terkait

dengan kewenangan dan manfaat secara finansial dari kegiatan restorasi ekosistem

2). Peranan/ partisipasi masyarakat dalam kegiatan restorasi ekosistem, meliputi

aspek: hak dan akses serta nilai kegiatan ekonomi.

d. Pengembangan usaha

1). Keberhasilan restorasi ekosistem memerlukan perubahan sistem pengelolaan

hutan berbasis ekosistem dengan mengembangan multiproduk. Misalnya kombinasi pemanfaatan air, ekowisata, satwa, perdagangan karbon, rotan dan lain-lain tergantung kondisi sumberdaya yang ada.

(2)

2). Tantangan yang masih dihadapi: skala usaha, pemasaran, kapasitas, peraturan, mutu dan kebijakan pendukung.

3). Perlu inovasi kebijakan yang mendukung: birokrasi yang efesien, mereduksi

biaya tinggi, mendorong kreatifitas pengelolaan, kemandirian dan tanggung jawab pengelola serta tujuan/ kinerja/ keberhasilan yang terukur.

2. Peluang dan Tantangan Pengembangan Restorasi Ekosistem:

a. Untuk mendorong kegiatan restorasi ekosistem diperlukan berbagai macam

upaya terkait mekanisme perijinan, termasuk penyederhanaan kewajiban bagi pemegang I UPHHK-RE karena restorasi ekosistem kegiatan yang positif.

b. I UPHHK-RE harus dilihat dari perspektif ”landscape”, di mana hal-hal seperti tata

ruang, konflik lahan, penegakan hukum, peran masyarakat, pendanaan yang mencukupi harus diperhatikan.

c. I UPHHK-RE dengan jelas menyumbang kepada target pengurangan emisi dari

sektor kehutanan di I ndonesia.

d. Restorasi ekosistem merupakan skema yang ideal dalam mekanisme insentif

REDD+ , karena dapat mencakup semua komponen REDD+ . Utamanya dalam hal: konservasi, sustainable management of forest dan enhancement of carbon stock.

e. Ada insentif fiskal yang disiapkan oleh Kementerian Keuangan untuk restorasi

ekosistem, di antaranya:

1). Pengelola kawasan ekosistem dapat memanfaatkan fasilitas PPN ditanggung

pemerintah yang telah dianggarkan dalam APBN-P tahun 2010 untuk menekan biaya pengadaan barang dan jasa, melalui kementerian kehutanan.

2). Untuk tahun 2011, pemerintah merencanakan akan memberikan DAK untuk

memberikan stimulus kepada pemerintah daerah agar terpacu untuk mengelola hutan dengan lebih baik. Namun belum jelasnya variabel/ kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya DAK untuk daerah tertentu.

f. Perlu pengaturan pembayaran DR untuk pembiayaan kegiatan restorasi

ekosistem.

g. Terdapat kredit karbon dari kegiatan restorasi ekosistem yang dapat

dimanfaatkan dari perdagangan karbon di pasar sukarela.

3. Usulan Tindak Lanjut:

a. Penyelesaian revisi P.61/ Menhut-I I / 2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian I zin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Melalui Permohonan (Ditjen BPK yang memimpin proses).

(3)

b. Penyelesaian revisi P.36/ Menhut-I I / 2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/ atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung, terutama dalam hal mekanisme distribusi manfaat jasa karbon serta insentif fiskal (Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu yang memimpin proses).

c. Perumusan kriteria dan indikator keseimbangan hayati pada areal I UPHHK-RE.

d. Kejelasan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Jakarta, 27 Juli 2010 Tim Perumus:

1. Dr. I r. Hadi S. Pasaribu, M.Sc

2. I r. Listya Kusumawardhani, M.Sc

3. Dr. Taufiq Alimi

4. Rezal Kusumaatmaja

5. Agus Budi Utomo

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda bisa beda ras, etnik, atau sosiol ekonomi, atau gabungan dari

Sebab suatu perilaku di anggap sebagai penyimpang an sosial jika tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Sehingga bagi orang yang

Kepada teman-teman penulis Koyud, Kak Ridah, Bu Entin (orang-orang lama MIDI), terima kasih atas segala dukungan dan semangat serta menemani penyelesaian

Selain penggunaan bahasa yang bersifat formal, dalam penulisan unsur-unsurnya surat juga harus mematuhi kaidah penulisan bahasa yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan..

Untuk daerah daerah beriklim subtropis yang terdapat musim dingin, kondisi udara dapat dalam keadaan ekstrim, temperatur di bawah nol dan kecendrungan udara

98 4 chain=forward action=drop packet-mark=JktExecutive content=sex 5 chain=forward action=drop packet-mark=JktExecutive content=bugil 6 chain=forward

 Guru mengumpulkan informasi tentang pertanyaan anak dan menjawab pertanyaan anak tentang kaca mata dan cara membuat kaca mata dari kertas.. KEGIATAN 1 : (Bermain kartu kata)

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah Terhadap Motivasi Kerja Guru Di Smk Pgri 2 Cimahi.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |