SKRIPSI
PEMBERIAN
WILLIAM’S FLEXION EXERCISE
(WFE) LEBIH
BAIK DARI PADA
BACK STRENGTHENING EXERCISE
(BSE)
DENGAN KOMBINASI INTERVENSI
INFRA RED
DAN
MASSAGE
TERHADAP PENURUNAN NYERI FUNGSIONAL
PADA PEKERJA BURUH BANGUNAN PENDERITA LBP
MIOGENIK DI BANJAR DAKDAKAN DESA ABIANTUWUNG
KECAMATAN KEDIRI TABANAN
MADE ADITYA YOGI GUNTARA
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Nama : Made Aditya Yogi Guntara
NIM : 1202305032
Judul Skripsi : “Pemberian William’s Flexion Exercise (WFE) lebih baik
dari pada Back Strengthening Exercise (BSE) pada
Intervensi Infra Red dan Massage Terhadap Penurunan
Nyeri Fungsional pada Pekerja Buruh Bangunan Penderita
LBP Miogenik di Banjar Dakdakan Desa Abiantuwung
Kecamatan Kediri Tabanan”
Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk
diajukan ke Sidang Skripsi.
Denpasar, 9 Mei 2016
Komisi Pembimbing
Pembimbing I
(I Made Niko Winaya, SKM, Sst.Ft, M.Fis)
Pembimbing II
(dr. I Putu Adiartha Griadhi, M.Fis)
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Denpasar, 13 Mei 2016
Pembimbing I
(I Made Niko Winaya, SKM, Sst.Ft, M.Fis)
Pembimbing II
(dr. I Putu Adiartha Griadhi, M.Fis)
NIP. 19761125 200501 1 002
Penguji
(Dr. dr. I Made Muliarta, M.Kes)
iv
SKRIPSI
PEMBERIAN
WILLIAM’S FLEXION EXERCISE
( WFE)
LEBIH BAIK DARI PADA
BACK STRENGTHENING
EXERCISE
(BSE) DENGAN KOMBINASI INTERVENSI
INFRA RED
DAN
MASSAGE
TERHADAP PENURUNAN
NYERI FUNGSIONAL PADA PEKERJA BURUH BANGUNAN
PENDERITA LBP MIOGENIK DI BANJAR DAKDAKAN
DESA ABIANTUWUNG KECAMATAN KEDIRI TABANAN
TELAH DIUJIKAN DIHADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI: JUMAT
TANGGAL: 13 MEI 2015
MENGETAHUI
KETUA
PS FISIOTERAPI FK UNUD
Prof.Dr.dr.I.N.Adiputra, MOH, PFK NIP. 19471211 197602 1 001 DEKAN
FK UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Pemberian William’s Flexion Exercise lebih baik dari pada Back Strengthening
Exercise pada Intervensi Infra Red dan Massage Terhadap Penurunan Nyeri
Fungsional pada Pekerja Buruh Bangunan Penderita LBP Miogenik di Banjar
Dakdakan Desa Abiantuwung Kecamatan Kediri Tabanan”.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan
Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu
dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan Skripsi
ini, yaitu kepada:
1. Prof.Dr.dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
2. Prof.Dr.dr.I Nyoman Adiputra, MOH, PFK selaku ketua Program Studi
Fisioterapi Universitas Udayana.
3. I Made Niko Winaya SKM, SSt.Ft, M.Fis selaku pembimbing sekaligus
pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam
vi
4. dr. I Putu Adiartha Griadhi, M.Fis selaku pembimbing sekaligus pengajar
yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini
5. Dosen-dosen pengajar dan staf Program Studi Fisioterapi yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini
6. Ibu, Bapak dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini
7. Seluruh teman-teman Axoplasmic yang selalu membantu dan memberikan
semangat.
8. Seluruh kerabat dan sejawat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat
harapkan.
Denpasar, 9 Mei 2016
PEMBERIAN WILLIAM’S FLEXION EXERCISE (WFE) LEBIH BAIK DARI PADA BACK STRENGTHENING EXERCISE (BSE) DENGAN KOMBINASI INTERVENSI INFRA RED DAN MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI FUNGSIONAL PADA PEKERJA BURUH BANGUNAN PENDERITA
LBP MIOGENIK DI BANJAR DAKDAKAN DESA ABIANTUWUNG KECAMATAN KEDIRI TABANAN
ABSTRAK
Nyeri punggung bawah miogenik adalah nyeri pada punggung bawah yang disebabkan oleh gangguan pada unsur tendomusculer tanpa disertai dengan gangguan neurologis antara vertebra torakal 12 sampai dengan bagian bawah pinggul dan anus. Back Strengthening Exercise dan William Flexion Exercise pada intervensi kombinasi Infra Red dan Massage adalah teknik intervensi penurunan nyeri padasubyek dengan keluhan sakit punggung bawah.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah adanya perbedaan pemberian Back Strengthening Exercise dengan William’s Flexion Exercise pada intervensi kombinasi Infra Red dan Massage lebih baik dalam menurunkan Low Back Pain Miogenik pada pekerja buruh bangunan di Banjar Dakdakan, Tabanan.
Penelitian eksperimental dengan rancangan Pre and Post Test Control GroupDesign. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling.Sampel merupakan 18 orang pekerja buruh bangunan di Banjar Dakdakan dengan nyeri punggung bawah yang dipilih berdasarkan skor Modified Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire dengan nilai >20%.Rerata selisih penurunan skor nyeri fungsional Low Back Pain Miogenik pada kelompok Back Strengthening Exercise dan kelompok William’s Flexion Exercise diuji dengan Independent t-test
Hasil analisis untuk skor nyeri fungsional punggung bawah non-spesifik menunjukkan bahwa rerata selisih penurunan nyeri fungsional punggung bawah non-spesifik yang bermakna pada kelompok Back Strengthening Exercise dan kelompok William’s Flexion Exercise (14,55 dan 22,88) dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi William’s Flexion Exercise menghasilkan penurunan skor nyeri fungsional punggung bawah miogenik lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan intervensi Back Strengthening Exercise
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi William’s Flexion Exercise lebih baik dalam menurunkan nyeri fungsional punggung bawah Miogenik dari pada pemberian Back Strengthening Exercise pada intervensi Infra Red dan Massage pada Pekerja Buruh Bangunan di Banjar Dakdakan, Tabanan
viii
GIVING WILLIAM’S FLEXION EXERCISE (WFE) IS BETTER THAN BACK
STRENGTHENING EXERCISE (BSE)WITH INFRA RED COMBINATION OF INTERVENTION AND MASSAGE TO DECREASE PAIN FUNCTIONAL
BY THE BUILDING WORKERS WHICH SUFFER LBP MIOGENIC AT THE REGION OF DAKDAKAN ABIANTUWUNG KEDIRI TABANAN
ABSTRACT
Miogenic low back pain is lower back pain caused by disorders of the elements tendomusculer which is not accompanied by neurological disorders between the thoracic vertebra 12 and the lower pelvic and anal. Back Strengthening Exercise and William Flexion Exercise by Infra Red interventions of combinations and Massage are the technique of pain relief interventions in subjects with symptoms of lower back pain. This research was conducted to determine whether there is difference provision between Back Strengthening Exercise with William's Flexion Exercise with Infra Red combination of intervention and Massage are better than decreasing miogenic low back pain by the building workers at the region of Dakdakan, Tabanan.
This study is an experimental research design with Pre and Post Test Control Group Design. The sampling technique is purposive sampling. The samples are 18 people of building workers at Dakdakan region with lower back pain were selected based on the scores Modified Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire with values> 20%. The average difference in reduction in pain scores Low Back Pain Miogenik functional groups Back Strengthening Exercise and William's Flexion Exercise groups were tested by Independent t-test.
The analysis result for functional pain scores of non-specific lower back showed that the average difference in pain reduction functional non-specific lower back that is meaningful to the group Back Strengthening Exercise and the group of William's Flexion Exercise (14.55 and 22.88) with a value of p = 0.000 ( p <0.05). This indicates that the intervention of William's Flexion Exercise resulted in a decrease in pain scores of functional lower back miogenic significantly greater than the intervention of Back Strengthening Exercise
From the result, it can be concluded that the provision of William's Flexion Exercise is better in reducing miogenic low back pain functional than the provision of Back Strengthening Exercise with intervention of Infra Red and Massage by the building workers at Dakdakan, Tabanan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... iii
SKRIPSI ...iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
1.3.1 Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined.
1.3.2 Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat ... Error! Bookmark not defined.
1.4.1 Keilmuan / Institusi Pendidikan ... Error! Bookmark not defined.
1.4.2 Praktis ... Error! Bookmark not defined.
x
2.1 Gambaran Klinis Low Back Pain MogenikError! Bookmark not defined.
2.1.1 Definisi Low Back Pain Miogenik .... Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Etiologi ... Error! Bookmark not defined.
2.1.3 Patofisiologi Low Back Pain MiogenikError! Bookmark not defined.
2.1.4 Tanda dan Gejala... Error! Bookmark not defined.
2.1.5 Anatomi Terapan dan Biomekanik ... Error! Bookmark not defined.
2.1.6 Biomekanik Vertebra lumbal ... Error! Bookmark not defined.
2.2 Konsep Dasar Nyeri ... Error! Bookmark not defined.
2.2.1 Definisi Nyeri ... Error! Bookmark not defined.
2.2.2 Mekanisme Timbulnya Nyeri ... Error! Bookmark not defined.
2.3 Pengukuran Nyeri ... Error! Bookmark not defined.
2.3.1 Pengukuran Nyeri Fungsional ... Error! Bookmark not defined.
2.3.2 Penilaian Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire .. Error! Bookmark not defined.
2.4 Intervensi Infrared dan Massage pada Low Back Pain Miogenik .. Error! Bookmark not defined.
2.4.1 Definisi ... Error! Bookmark not defined.
2.4.2 Mekanisme penurunan nyeri pada penderita Low Back Pain Miogenik
dengan modalitas infrared... Error! Bookmark not defined.
2.4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Infrared Error! Bookmark not defined.
2.4.4 Aplikasi Infra Red ... Error! Bookmark not defined.
2.4.5 Definisi massage ... Error! Bookmark not defined.
2.4.6 Mekanisme penurunan nyeri pada penderita Low Back Pain Miogenik
2.4.7 Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian MassageError! Bookmark not defined.
2.4.8 Aplikasi Massage Eufleurage ... Error! Bookmark not defined.
2.5 Intervensi Back Strengthening Exercise dan William’s Flexion Exercise
... Error! Bookmark not defined.
2.5.1 Pengantar Back Strengthening ExerciseError! Bookmark not defined.
2.5.2 Mekanisme Back Strengtheing Exercise menurunkan nyeri fungsional
akibat LBP miogenik ... Error! Bookmark not defined.
2.5.3 Aplikasi Back Strengthening ExerciseError! Bookmark not defined.
2.5.4 William’s Flexion Exercise ... Error! Bookmark not defined.
2.5.5 Mekanisme Wiliiam Flexion Exercise menurunkan nyeri fungsional
akibat low back pain miogenik ... Error! Bookmark not defined.
2.5.6 Aplikasi William’s Flexion exercise . Error! Bookmark not defined.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESISError! Bookmark
not defined.
3.1 Kerangka Berpikir ... Error! Bookmark not defined.
3.2 Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined.
3.3 Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
BAB IV METODE PENELITIAN ...Error! Bookmark not defined.
4.1 Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.3 Populasi dan Sampel ... Error! Bookmark not defined.
4.3.1 Populasi ... Error! Bookmark not defined.
xii
4.3.3 Besar Sampel ... Error! Bookmark not defined.
4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... Error! Bookmark not defined.
4.4 Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.5 Definisi Operasional Variabel ... Error! Bookmark not defined.
4.6 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.7 Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.7.1 Prosedur Pendahuluan : ... Error! Bookmark not defined.
4.7.2 Prosedur Pelaksanaan : ... Error! Bookmark not defined.
4.8 Alur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
4.9 Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
BAB V HASIL PENELITIAN ...Error! Bookmark not defined.
5.1 Data Karakteristik Sampel ... Error! Bookmark not defined.
5.2 Uji Persyaratan Analisis ... Error! Bookmark not defined.
5.2.1 Uji Normalitas dan Homogenitas pada Kelompok Back Strengthening
Exercise kombinasi intervensi Infra Red dan Massage dan kelompok William’s Flexion Exercise kombinasi intervensi Infra Red dan Massage ... Error! Bookmark not defined.
5.3 Pengujian Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
5.3.1 Efektifitas Back Strengthening Exercise kombinasi intervensi Infra
Red dan Massage Terhadap Penurunan Skor Nyeri Fungsional akibat
Low Back Pain Miogenik ... Error! Bookmark not defined.
5.3.2 Efektifitas William’s Flexion Exercise kombinasi intervensi Infra Red
dan Massage Terhadap Penurunan Skor Nyeri Fungsional akibat low
back pain miogenik ... Error! Bookmark not defined.
5.3.3 Perbandingan Penurunan Skor Nyeri Fungsional akibat low back pain
miogenik pada Kelompok Back Strengthening Exercise kombinasi
Exercise kombinasi intervensi Infra Red dan Massage ... Error! Bookmark not defined.
BAB VI PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined._Toc454752381
6.1 Karakteristik Sampel ... Error! Bookmark not defined.
6.2 Pemberian Back Strengthening Exercise kombinasi intervensi Infra Red
dan Massage dapat Menurunkan Nyeri Fungsional akibat low back pain
miogenik ... Error! Bookmark not defined.
6.3 Pemberian William’s flexion Exercise kombinasi intervensi Infra Red dan
Massage dapat Menurunkan Nyeri Fungsional akibat low back pain
miogenik ... Error! Bookmark not defined.
6.4 Pemberian William’s Flexion Exercise kombinasi intervensi Infra Red dan
Massage Lebih Baik Menurunkan Nyeri Fungsional akibat Low Back
Paint Miogenik dari pada Pemberian Back Strengthening Exercise
kombinasi intervensi Infra Red dan Massage.Error! Bookmark not defined.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...Error! Bookmark not defined.
7.1 Simpulan ... Error! Bookmark not defined.
7.2 Saran ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined.
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva Vertebra dilihat dari lateral .... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.2Vertebralumbal (Cael, 2010) ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.3 Ligamen - ligamen yang memperkuat columna vertebralis... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 2.4 Otot deep abdominal (Cael, 2010) .... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.5 Otot- otot Paravertebral ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.6 Posisi Collumna Vertebralis saat melakukan gerakan sederhana
... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.7massage Eflluarge (Simon,2002) ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.8 Sit-up / Abdominal crunches ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.9 opposite arm leg(Kisner,2007) ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.10 Back extension (Kisner, 2007) ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.11 Pelvic tilting ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.12 Single knee to chest ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.13 Doubel to chest ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.14 Partial Sit Up ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.15 Hamstring Stretch ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.16 Squat ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Interpretasi nilai Modified Oswestry Low Back Pain Disability
Questionnaire (Hiagian, 2013) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 3.1 Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.1 Prosedur Assessment Fisioterapi ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... Error!
Bookmark not defined.
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Nyeri Fungsional Low Back
Pain Miogenik... Error! Bookmark not defined.
Tabel 5.3 Skor Nyeri Fungsional akibat Low Back Pain Miogenik Sebelum dan
Sesudah pada Kelompok Perlakuan Back Strengthening Exercise
kombinasi intervensi Infra Red dan MassageError! Bookmark not
defined.
Tabel 5.4 Skor Nyeri Fungsional akibat low back pain miogenik Sebelum dan
Sesudah pada Kelompok Perlakuan William’s Flexion Exercise
kombinasi intervensi Infra Red dan MassageError! Bookmark not
defined.
Tabel 5.5 Perbandingan Penurunan Skor Nyeri Fungsional akibat low back pain
miogenik pada Kelompok Back Strengthening Exercise dengan
Intervensi Infra Red dan Massage dan Kelompok William’s flexion
kombinasi intervensi Infra Red dan MassageError! Bookmark not
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed Consent ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2 Lembar Persetujuan ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 3 Curriculum Vitae ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4 Kuisioner ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 5 Form Assessment Fisioterapi ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 6 Data Hasil Pengukuran Penurunan NyeriError! Bookmark not
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia globalisasi menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Bekerja merupakan hal wajib yang dilakukan, seiring kemajuan
globalisasi maka daya konsumsi kebutuhan primer, sekunder dan tersier juga
semakin meningkat. Masyarakat terkadang melupakan kesehatan demi
mewujudkan kebutuhannya dengan sering tidak memperhatikan waktu istirahat dan
durasi bekerja. Keadaan ini sangat penting untuk dipaparkan ditambah keadaan
posisi kerja yang kurang baik saat menyelesaikan aktivitas pekerjaan yang
kemudian banyak menimbulkan keluhan, masalah ketidak nyamanan pada saat
bekerja akan menimbulkan rasa sakit sehingga menganggu aktivitas pekerjaan salah
satunya keluhan sakit pinggang yang biasa dikenal dengan istilah low back pain
(LBP).
Pengertian dari program kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu upaya
pemberian perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja
yang bertujuan untuk menjamin keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
Pelaksanaannya seperti upaya keselamatan kerja, kesehatan kerja seperti
pencegahan terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi (Sugeng Budiono
2
Menurut pandangan fisioterapi, sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang
dapat melakukan aktivitas sehari–hari tanpa adanya gangguan dari gerak dan fungsi
tubuhnya. Kondisi dan fungsional tubuh yang optimal memungkinkan seseorang
dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, sebaliknya tanpa kemampuan
fungsional yang maksimal, maka seseorang akan sulit untuk menyelesaikan
pekerjaannya. Fisioterapi dalam pelayanan kesehatan profesional bertanggung
jawab atas kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat khususnya dalam
perbaikan gerak dan mengembalikan fungsional selama daur kehidupan (Abdullah,
2015). Fisioterapi mempunyai peranan penting dalam penanganan nyeri punggung
bawah. Pemilihan modalitas terapi yang tepat menjadi suatu keharusan bagi
seorang fisioterapis.
Definisi low back pain (LBP) adalah sindroma klinik yang dirasakan dengan
gejala utama rasa nyeri atau perasaan tidak nyaman pada tulang punggung bagian
bawah dan sekitarnya (Tiger, 2010). Pada umumnya cenderung sebagian besar
orang dewasa pernah mengalami LBP mengakibatkan terganggunya aktivitas
fungsional.
Penyebab LBP bervariasi dari yang ringan (misal sikap tubuh yang salah)
sampai yang berat dan serius (misal keganasan). LBP miogenik dapat
mengakibatkan spasme pada otot yang menimbulkan penderita merasakan nyeri.
Spasme otot yang berkepanjangan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah yang mengakibatkan iskemia, sehingga penderita akan membatasi adanya
3
Berdasarkan buku data induk kependudukan di Br. Dakdakan, pekerjaan
masyarakat yang paling dominan adalah buruh bangunan, hasil data yang diperoleh
dari buku induk penduduk 65% masyarakat bekerja sebagai buruh bangunan.
Pekerjaan sebagai buruh bangunan memerlukan kapasitas aktivitas fungsional
tubuh yang optimal, tubuh akan banyak melakukan gerakan mengangkat beban dan
tanpa disadari aktifitas pekerjaan membungkuk statis menyebabkan tekanan
intradiskal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukan sikap kerja dengan
resiko tinggi yang dilakukan para pekerja disebabkan dalam melakukan
pekerjaanya para pekerja mengangkat beban berlebih secara manual, sehingga
pergerakan tubuh para pekerja banyak yang dipaksakan menjahui posisi tubuh yang
alamiah. Jadi dianjurkan pada para pekerja untuk sikap tubuh berdiri, duduk dan
jongkok hendaknya disesuaikan dengan prinsip-prinsip ergonomi (Sritomo, 2003).
Kemudian pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan
seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama (Merulalia, 2010).
Keadaan anatomis tubuh sangat mempengaruhi fungsi dan struktur dari trunk,
adanya ketegangan otot, ligament, dan sendi serta tekanan pada diskus,
menyebabkan otot-otot lumbal akan mengalami sensasi rasa yang tidak nyaman.
Aktifitas pekerja buruh bangunan sangat bermacam-macam dibutuhkan kekuatan
fisik yang prima serta mengetahui posisi tubuh yang ergonomis untuk melakukan
pekerjaan seperti membuat dan mengaduk bahan bangunan yang dilakukan dengan
cara membungkuk, mengangkat semen, pasir dan material lainnya secara
4
Exercise merupakan tindakan yang paling baik dilakukan pada kasus LBP
miogenik untuk mencegah terjadinya resiko nyeri punggung bawah (low back pain)
berulang. Exercise merupakan program yang tepat sangat membantu untuk
meningkatkan flexibilitas otot dan menguatkan otot sehingga mencegah terjadinya
re-injury (Anthoni Delitto, 2012)
Back Strengthening Exercise (BSE) dipilih karena memiliki kelebihan, jika
diberikan sesuai prosedur yang benar akan meningkatkan kekuatan otot deep
abdominal dan lumbal secara isotonik serta penguatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot secara aktif atau sering disebut stabilisasi aktif
sehingga secara fisiologis tubuh dalam keadaan yang tegak. Peningkatan kekuatan
otot akan mempengaruhi pembebanan dan gerakan secara statis dan dinamis untuk
menstabilkan fungsional lumbal sekaligus mampu untuk menurunkan nyeri
fungsional akibat LBP miogenik, ditambah jenis latihannya yang lebih sedikit dan
efisien waktu (Kisner, 2007)
William’s flexion exercise (WFE ) merupakan latihan yang paling sering
digunakan di klinik serta dikombinasikan dengan modalitas fisioterapi untuk
menurunkan nyeri low back pain. Gerakan latihan ini bertujuan untuk membuka
foramen intervertebralis sendi facet, untuk mengulur otot fleksor hip dan ekstensor
lumbal, menguatkan otot abdominalis dan otot gluteal serta meningkatkan
mobilitas pada jaringan ikat bagian posterior lumbosakral joint. Latihan fleksi
lumbal lebih sesuai untuk mengurangi nyeri dan peningkatan flexibilitas LGS
5
Pendekatan fisioterapi yang dapat dipilih untuk kasus LBP miogenik adalah
BSE dengan kombinasi intervensi Infra Red dan Massage ditambah dengan WFE
dengan kombinasi intervensi Infra Red dan Massage untuk membuktikan
efektivitas yang lebih baik untuk menangani permasalahan nyeri fungsional akibat
low back pain miogenik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Apakah pemberian BSE dengan intervensi Infra Red dan Massage dapat
menurunkan nyeri fungsional pada penderita low back pain miogenik?
2. Apakah pemberian WFE dengan intervensi Infra Red dan Massage dapat
menurunkan nyeri fungsional pada penderita low back pain miogenik?
3. Apakah ada perbedaan terhadap pemberian kombinasi BSE dengan
intervensi Infra Red dan Massage dan WFE dengan intervensi Infra Red dan
Massage untuk menurunkan nyeri fungsional pada penderita LBP
miogenik?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran secara umum perbedaan kombinasi latihan
BSE dengan WFEdengan intervensi Infra red dan massage untuk menurunkan nyeri fungsional pada penderita nyeri punggung miogenik pada pekerja buruh
bangunan penderita low back pain miogenik di Banjar Dakdakan Desa
6
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk membuktikan efektivitas pemberian BSE pada intervensi Infra
Red dan Massage untuk menurunkan nyeri fungsional akibat Low Back
Pain Miogenik pada pekerja buruh bangunan di Banjar Dakdakan Desa
Abiantuwung Kecamatan Kediri Tabanan.
b. Untuk membuktikan efektivitas pemberian pemberian WFE Infra Red
dan Massage untuk menurunkan nyeri fungsional akibat Low Back Pain
Miogenik pada pekerja buruh bangunan di Banjar Dakdakan Desa
Abiantuwung Kecamatan Kediri Tabanan..
c. Untuk membuktikan perbedaan efektivitas pemberian BSE pada
intervensi Infra Red dan Massage dengan WFE Infra Red dan Massage
untuk menurunkan nyeri fungsional akibat Low Back Pain Miogenik
pada pekerja buruh bangunan di Banjar Dakdakan Desa Abiantuwung
Kecamatan Kediri Tabanan..
1.4 Manfaat
1.4.1 Keilmuan / Institusi Pendidikan
a. Memberi dasar ilmiah dalam menurunkan nyeri fungsional akibat LBP
Miogenik
b. Digunakan sebagai bahan referensi atau acuan untuk penelitian
selanjutnya yang akan membahas hal yang sama.
c. Menambah khasanah ilmu dalam bidang pendidikan pada umumnya dan
7
1.4.2 Praktis
a. Dapat dijadikan acuan dalam memilih tindakan fisioterapi untuk
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Klinis Low Back Pain Mogenik
2.1.1 Definisi Low Back Pain Miogenik
Nyeri punggung bawah miogenik adalah nyeri pada punggung bawah yang
disebabkan oleh gangguan pada unsur tendomusculer tanpa disertai dengan
gangguan neurologis antara vertebra torakal 12 sampai dengan bagian bawah
pinggul dan anus (Magee, 2013). LBP miogenik berhubungan dengan gangguan
otot di daerah punggung bawah, tendon, dan ligamen yang bisa timbul pada saat
melakukan aktifitas sehari-hari secara berlebihan, seperti duduk lama, berdiri
lama atau mengangkat beban berat dengan cara yang salah, dimana nyeri
bersifat tumpul dan tidak menjalar ke tungkai (Magee, 2013). Gangguan yang
terjadi pada LBP miogenik yaitu nyeri tekan pada regio lumbal, spasme
otot-otot punggung bawah, sehingga dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
antara otot abdominal dan paravertebrae, yang dapat mengakibatkan terjadinya
keterbatasan gerak. Adanya ketidakseimbangan tersebut akan menyebabkan
penurunan mobilitas lumbal akibat adanya nyeri, spasme, ketidakseimbangan
otot tersebut, sehingga aktivitas fungsional terganggu, terutama aktivitas yang
memerlukan gerak membungkuk dan memutar badan (Meliana & Pinzon,
9
2.1.2 Etiologi
Menurut Borenstein dan Wiessel (2004), faktor-faktor penyebab nyeri
punggung bawah dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu :
a). Faktor statik
Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh yang
menyebabkan peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara segmen
Vertebra L5 dan Vertebra S1) yang normalnya 30-34 derajat, atau
peningkatan lengkung lordotik lumbal dalam waktu yang cukup lama, serta
menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan (center of gravity/CoG),
yang normalnya berada di garis tengah sekitar 2,5 cm di depan segmen
Vertebra S2. Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran CoG tersebut
akan menyebabkan peregangan pada ligamen dan berkontraksinya otot-otot
yang berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal, akibatnya
dapat terjadi sprain atau strain pada ligamen atau otot-otot sekitar punggung
bawah yang menimbulkan nyeri (Pandono, 2008).
b.) Faktor dinamik
Faktor mekanik dinamik atau kinetik yaitu terjadinya stress atau beban
mekanik abnormal pada struktur jaringan (ligamen atau otot) di daerah
punggung bawah saat melakukan gerakan. Stress atau beban mekanik
tersebut melebihi kapasitas fisiologik atau toleransi otot maupun ligamen di
daerah punggung bawah. Timbulnya nyeri adalah akibat kelainan pada
ritme lumbal pelvis yaitu karena fungsinya tidak sempurna. Gerakan yang
10
gerakan kombinasi terutama fleksi dan rotasi, dan bersifat repetitif, apalagi
disertai dengan beban, misalnya ketika sedang mengangkat beban yang
berat (Pandono, 2008). Menurut Bull dan Archad (2007), faktor-faktor
resiko pada nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama,
yaitu faktor eksternal atau pekerjaan dan faktor internal :
1) Faktor eksternal atau pekerjaan
a). pekerjaan fisik yang berat, yang terutama memberikan tekanan yang
cukup besar pada punggung bawah;
b). pekerjaan yang berhubungan dengan posisi statik yang berkepanjangan,
misalnya berdiri atau duduk yang cukup lama, apalagi disertai dengan
vibrasi atau getaran pada tubuh.
c). pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan membungkuk atau memutar
tubuh secara berulang-ulang.
d). pekerjaan yang membosankan, repetitif, atau tidak memberikan
kepuasan.
2) Faktor internal
Faktor internal berkaitan dengan individu itu sendiri, antara lain :
a) umur, dari berbagai studi epidemiologik, kejadian nyeri punggung bawah
meningkat pada usia 30 tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 55
tahun
b) antropometrik, berhubungan dengan berat badan, individu dengan
11
bawah karena obesitas menyebabkan hiperlordosis lumbal sehingga terjadi
pergeseran titik pusat berat badan ke depan.
2.1.3 Patofisiologi Low Back Pain Miogenik
Keluhan utama pasien LBP miogenik adalah adanya nyeri, spasme, dan
keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri
merupakan pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan pada tubuh (Meliana & Pinzon, 2004).
Nyeri terjadi jika saraf sensori perifer, yang disebut nociseptor terpicu oleh
rangsang mekanik, kimiawi maupun thermal maka impuls nyeri akan
dihantarkan ke serabut-serabut afferen cabang spinal, dari medula spinalis
impuls diteruskan ke otak melalui traktus spinotalamikus kolateral, selanjutnya
akan memberikan respon terhadap impuls saraf tersebut. Respon tersebut
berupa upaya untuk menghambat atau mensupresi nyeri dengan pengeluaran
substansi peptida endogen yang mempunyai sifat analgesik yaitu endorphin.
Impuls nyeri yang mencapai medulla spinalis, akan memicu respon reflek spinal
segmental yang menyebabkan spasme otot dan vasokonstriksi (Tan, 2006).
Spasme otot yang terjadi disini adalah merupakan suatu mekanisme proteksi,
karena adanya spasme otot akan membatasi gerakan sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih berat, namun dengan adanya spasme otot, juga terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan iskemia dan sekaligus
menjadi titik picu terjadinya nyeri (Meliala & Pinzon, 2004).
Pada nyeri miogenik, aktivasi nosiceptor umumnya disebabkan oleh
12
yang berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik
atau posisi yang salah dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana otot-otot
di daerah punggung akan berkontraksi untuk mempertahankan postur tubuh
yang normal (Bernard, 2003).
Penggunaan otot yang berlebih ini akan menimbulkan iskemia atau inflamasi
sehinga akan terjadi peningkatan berbagau mediator inflamasi seperti
histamine, bradikinin, serotonin, atau 5-hydroxytriptamine (5-HT) dan
prostaglandin (PGE 2) (Meliala & Pinzon, 2004). Mediator inflamasi tersebut
akan mensensitisasi nociseptor otot, akibatnya otot menjadi lebih sensitif,
stimulasi yang seharusnya tidak menimbulkan nyeri dapat menimbulkan
terjadinya nyeri. Setiap gerakan pada otot dapat menimbulkan nyeri sekaligus
menambah spasme otot. Adanya spasme otot menyebabkan ketidakseimbangan
otot abdominal dan paravertebrae, maka akan membatasi mobilitas lumbal
terutama untuk gerakan membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi) (Hills,
2006). Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan
otot-otot punggungnya untuk melakukan gerakan lumbal, selanjutnya akan
menyebabkan perubahan fisiologi pada otot tersebut yaitu berkurangnya massa
otot dan penurunan kekuatan otot, akhirnya menimbulkan penurunan tingkat
13
2.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala LBP miogenik adalah ditemukannya nyeri otot yang dikenal
sebagai nyeri miogenik, yaitu nyeri yang tidak wajar yang tidak sesuai dengan
distribusi saraf serta dermatom dengan reaksi yang sering berlebihan. Nyeri
tersebut ditandai dengan adanya nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan
(triger point), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang bersangkutan (loss
of range motion), spasme otot punggung bawah. Adanya spasme otot daerah
lumbosakral, ketidakseimbangan otot stabilisator dan fiksator trunk, mobilitas
lumbosakral terbatas, sehingga mengalami penurunan aktivitas fungsional.
keluhan akan hilang apabila kelompok otot lumbosakral diregangkan
(Riyantania, 2010)
2.1.5 Anatomi Terapan dan Biomekanik
Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai struktur pada columna
vertebralis dan struktur regio lumbal
1. Columna vertebralisdan Regio Lumbal
a. Tulang vertebra
Tulang vertebra adalah sekumpulan tulang yang tersusun dalam
columna vertebralis yang berfungsi untuk menjaga tubuh pada posisi
berdiri di atas dua kaki. Garis berat tubuh manusia di kepala berawal
dari vertex, diteruskan melalui columna vertebralis ke tulang panggul
yang selanjutnya akan meneruskan lagi ke tungkai melalui acetabulum.
14
vertebra diperkuat oleh ligamen dan otot-otot yang sekaligus mengatur
keseimbangan gerakannya (Wibowo, 2007).
Columna vertebralis dibentuk oleh serangkaian tulang vertebra yang
teridiri dari 7 buah vertebrae cervicales, 12 buah vertebrae thoracicae,
5 buah vertebrae lumbal, os sacrum dan coccyx. Os sacrum merupakan
penyatuan dari 5 buah vertebrae sacrales, dan coccyx terdiri dari 4 buah
vertebrae coccyeae. Dengan demikian dikatakan bahwa columna
vertebralis dibentuk oleh 33 buah tulang vertebra (Wibowo, 2007).
Tulang-tulang vertebra pada columna vertebralis membentuk curva
lordosis dan kifosis secara bergantian jika dilihat pada bidang sagital.
Segmen cervical dan lumbal membentuk kurva lordosis dimana derajat
lordosis pada segmen cervical lebih kecil dari pada derajat lordosis
pada segmen lumbal. Pada segmen thoracic dan sacrococcygeal
memebentuk kurva kifosis. Posisi kurva pada posisi netral tersebut
bukanlah posisi yang mutlak.Antara ruas-ruas tulang vertebra
dihubungkan oleh discus intervertebralis yang memungkinkan untuk
15
Gambar 2.1 Kurva Vertebra dilihat dari lateral
Sumber: http://www.spineuniverse.com
b. Lumbal spine
Tulang vertebralumbal memiliki bentuk yang lebar dan besar,
vertebralumbal sesuai untuk menyangga seluruh beban dari kepala,
badan dan ekstremitas atas. Tulang lumbal berhubungan dengan lower
thorakal, upper sacral, dan hip pelvic complex. Sendi lumbal terdiri
atas 5 ruas corpus vertebralis yang merupakan bagian dari columna
vertebralis (Wibowo, 2007).
Pada setiap ruas tulang terbentuk atas sebuah corpus yang bentuknya
mirip ginjal. Lumbal memiliki corpus yang lebih besar dan tebal jika
dibandingkan dengan corpus vertebralis yang lain dan bentuknya
kurang lebih bulat dengan bagian atas dan bawah yang datar, satu
16
transversus, sepasang processus articularis superior dan inferior,
dimana kedua bagian ini saling bertemu pada kedua belah sisi dalam
bentuk sendi facet dan foramen intervertebralis, tempat menjalarnya
cauda equina dimana merupakan lanjutan dari spynal cord, dengan
kurva lordosis yang dimiliki oleh lumbal menyebabkan lumbal
menerima beban paling besar dari segmen columna vertebralis lainnya.
Selain itu lumbal juga mempunyai mobilitas yang tinggi (Wibowo,
2007).
Gambar 2.2Vertebralumbal (Cael, 2010)
Gerakan pada collumna vertebralis bergantung pada segmen mobile,
yaitu , 2 sendi facet dan jaringan lunak diantaranya. Segmen tersebut
memberikan beberapa derajat gerakan pada setiap regio (Kurniasih,
2011). Pada regio lumbal, orientasi sendi facet lebih kedalam bidang
sagital sehingga gerak yang dominan adalah fleksi – ekstensi.
Disamping itu, terjadi gerakan lateral fleksi kiri dan kanan serta rotasi
17
akan bergerak menekuk kearah anterior sehingga terjadi peregangan
pada discus intervertebralis bagian posterior (Kurniasih, 2011). Pada
gerakan ekstensi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak menekuk
kearah posterior, sementara discus menjadi mampat pada bagian
posterior dan teregang pada bagian anterior. Ligamen longitudinal
anterior juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal
posterior rileks. Dengan demikian, gerakan ekstensi dibatasi oleh
struktur tulang dari arkus vertebra dan ketegangan ligamen
longitudinal anterior (Kurniasih, 2011).Pada gerakan lateral fleksi ,
corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral, sementara
discus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena bergeser kearah
kontralateral (Kurniasih, 2011).Pada bagian rotasi, vertebra bagian atas
berotasi pada vertebra bagian bawah ,tetapi gerakan rotasi ini hanya
terjadi disekitar pusat rotasi. Discus intervertebralis tidak berperan
dalam gerakan rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh sendi
facet vertebra lumbal (Kurniasih, 2011).
c. Discus Intervertebralis
Discus intervertebralis merupakan struktur penghubung antara
ruas-ruas vertebra yang cukup besar (Kurniasih, 2011). Fungsi discus
intervertebralis antara lain memperluas gerak antar tulang vertebra,
sebagai shock absorber, melindungi permukaan sendi ruas-ruas
vertebra yang bersangkutan serta sebagai stabilisasi tulang vertebra
18
Discus intervertebralis memiliki nucleus pulposus yang berbentuk
bulat ibarat bola yang terletak antara dua papan, sehingga memiliki
derajat gerak yaitu :
1. Tilting ke depan-belakang dalam bidang sagital sebagai fleksi
-ekstensi, gliding ke depan-belakang dalam bidang sagital sebagai
anterior-posterior glide
2. Tilting kesamping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai lateral
fleksi kanan-kiri, gliding kesamping kanan-kiri dalam bidang frontal
sebagai gerak geser kanan-kiri
3. Rotasi kiri dalam bidang transversal sebagai rotasi
kanan-kiri, gliding sumbu longitudinal sebagai traksi-kompresi
(Sudaryanto, 2013)
d. Ligamen
Ligamen memperkuat columna vertebralis sehingga membentuk
postur tubuh seseorang. Ligamen-ligamen tersebut antara lain :
1) Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior merupakan jaringan fibrous
yangterdapat di sepanjang bagian depan columna vertebralis.
Ligamenum ini dimulai dari os occipital dan berakhir pada os
sacrum, makin kebawah ukurannya semakin lebar namun pada
daerah thoracal ligamen ini menyempit (Wibowo, 2007).Fungsi
19
tetapi tidak cukup kuat memfiksir annulus fibrosus discus
intervertebralis (Kurniasih, 2011).
2) Ligamen longitudinal posterior
Di bagian belakang corpus, di dalam canalis vertebralis terdapat
ligamen longitudinal posterior. Berbeda dengan yang anterior,
ligamen longitudinal posterior berawal dari corpus cervicalis kedua
dan juga berakhir pada permukaan anterior canalis ossos sacri
(Wibowo, 2007).
Ligamen ini melekat pada discus intervertebralis, oleh karena
ligamen ini dapat mengfiksir atau menutupi discus intervertebralis
sehingga berfungsi membatasi gerakan terutama gerakan fleksi dan
ekstensi serta berperan sebagai pelindung. Namun karena ligamen
ini tidak melekat secara penuh, maka pada bagian posterolateral dari
discus intervertebralis tidak terlindungi. Ligamen ini sangat sensitif
karena banyak mengandung serabut saraf afferentt nyeri (A δ dan
tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak (Kurniasih, 2011).
3) Ligamen intertransversal
Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus
transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini
mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral (Sudaryanto,
2004).
20
Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra
tepatnya pada setiap lamina vertebra, kearah anterior dan lateral,
ligamen ini menutup capsular dan ligamen anteriomedial sendi
facet. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto,
2004).
5) Ligamen interspinosus
Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus
spinosus dan memanjang kearah posterior dengan ligamen
supraspinosus. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat
gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004).
6) Ligamen supraspinosus
Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Pada
regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan
serabut insersio otot lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai
stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004).
Gambar 2.3 Ligamen - ligamen yang memperkuat columna vertebralis
e. Otot – Otot Vertebra Lumbal
Sistem otot / muscular pada regio punggung bawah bila dilihat pada
21
dan posterior. Namun karena tidak ada batas jelas antara dinding anterior
dan lateral maka lebih mudah bila memakai istilah antero-lateral. Dinding
antero-lateral ini disusun oleh otot-otot abdominal dan fascia abdominalis,
sedangkan dinding posterior oleh otot-otot paravertebral dan columna
vertebralis.
1. Dinding Antero Lateral
Otot-otot abdominal (dinding antero-lateral) tersusun atas tiga lapisan.
Lapisan pertama adalah otot oblikus eksternus abdominis, lapisan ke dua
adalah otot oblikus internus sedangkan lapisan ke tiga adalah otot
transversus abdominis dan otot rektus abdominis.
a. Otot oblikus eksternus berorigo di permukaan eksternal kosta ke 5 – 12;
insersio pada linea alba, tuberkulum pubikum dan setengah bagian
anterior krista iliaka; fungsi untuk fleksi dan rotasi trunk.
b. Otot oblikus internus berorigo dari fascia torakolumbal, 2/3 bagian
anterior krista iliaka dan separuh bagial lateral ligamen inguinal;
insersio pada sisi posterior kosta ke 10 – 12, linea alba dan pekten pubis;
fungsinya dalam kompresi dan penyanggaan viscera abdominal serta
fleksi dan rotasi trunk.
c. Otot transversus abdominis berorigo dari permukaan internal kartilago
kosta ke 7 – 12, fascia torakolumbal, krista iliaka dan 1/3 lateral ligamen
inguinal; insersio pada linea alba, krista pubikum, lapisan anterior
22
mengencangkan dinding abdominal, kompresi/menekan serta
menyangga viscera abdominal.
d. Otot rektus abdominis berorigo pada simpisis pubis dan krista pubikum,
insersio di prosesus xifoideus dan kartilago kosta ke 5 – 7, fungsinya
untuk fleksi trunk, menekan viscera abdominal dan mengontrol tilting
pelvis (antilordosis).
Gambar 2.4 Otot deep abdominal (Cael, 2010)
Bagian Lateral abdomen terdapat otot quadratus lumborum dan otot
psoas dapat dimasukkan ke dalam lapisan otot deep dari dinding lateral
(Kapandji, 2010). Otot quadratus lumborum memiliki tiga jenis serabut
yaitu serabut yang berjalan dari kosta 12 ke krista iliaka, serabut dari kosta
12 ke prosesus transversus vertebra lumbal dan serabut dari prosesus
transversus vertebra lumbal 1-4 ke krista iliaka. Otot psoas terdiri dari
psoas mayor dan psoas minor. Origo kedua otot ini adalah di sisi lateral
23
insersio psoas mayor pada trokantor minor femur dan psoas minor pada
linea pektinea.
2. Dinding Posterior
Otot-otot dinding posterior dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
otot-otot ekstrinsik dan intrinsik.
a. Kelompok ekstrinsik meliputi lapisan otot-otot superficial dan
intermediate yang berfungsi menghasilkan dan mengontrol gerakan
ekstremitas serta respirasi. Otot ekstrinsik yang sampai ke regio punggung
bawah hanyalah latissimus dorsi. Otot ini berorigo di Krista iliaka, 4 kosta
terbawah, 6 vertebra torakal terbawah dan fascia torakolumbal, insersio di
fossa intertuberkularis humeri. Fungsinya lebih banyak pada gerakan
ekstensi sendi bahu.
b. Otot-otot intrinsik terbagi menjadi tiga lapisan yaitu superficial,
intermediate dan deep. Namun pada regio punggung bawah hanya terdapat
lapisan intermediate dan deep. Otot-otot intrinsik berperan utama pada
gerakan kolumna vertebralis dan pemeliharaan postur. Otot-otot pada regio
punggung bawah sebagian besar termasuk kelompok intrinsik. Pada lapisan
intermediate terdapat otot paravertebral / erector spine yaitu otot
iliocostalis, otot longissimus dan otot spinalis. Otot-otot ini disebut “otot
panjang” punggung, merupakan otot dinamik yang menghasilkan gerakan
ekstensi saat beraksi secara bilateral. Lapisan deep disusun oleh otot-otot
yang berjalan oblik, terdiri dari otot semispinalis,otot multifidus dan otot
24
dan melekat pada prosesus spinosus vertebra di atasnya. Kerja otot-otot ini
relatif inaktif pada posisi berdiri santai, namun aksinya sangat diperlukan
sebagai otot postural statik untuk menjaga stabilitas columna vertebralis
(Moore dan Dalley, 2004).
Gambar 2.5 Otot- otot Paravertebral
(Putz R dan Pabst R, 2006)
2.1.6 Biomekanik Vertebra lumbal
Biomekanik adalah studi tentang struktur dan fungsi dari sistem biologis
dengan mekanika. Ditinjau dari keluasan gerak sendinya, sendi tersebut termasuk
amphiartrosis (hyaline joint). Adapun bidang geraknya antara lain bidang gerak
sagital , transversal dan frontal. Sedangkan gerakan yang terjadi yaitu fleksi,
ekstensi, rotasi, dan latero fleksi. Pada pemeriksaan gerakan dari columna
vertebralis ini mengambil titik pusat pada sendi lumbosacral (Kapandji, 2010).
25
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis gerakan frontal. Sudut
yang normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60º. Gerakan ini dilakukan oleh otot
fleksor yaitu otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot ekstensor spine
(Kapandji, 2010).
2) Gerakan Ekstensi lumbal
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis frontal. Sudut ekstensi
lumbal sekitar 35º. Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus
dorsi dan iliocostalis lumborum (Kapandji, 2010).
3) Gerakan Rotasi
Terjadi di bidang horizontal dengan aksis melalui processus spinosus
dengan sudut normal yang dibentuk 45º dengan otot penggerak utama m.
iliocostalis lumborum untuk rotasi ipsi lateral dan kontra lateral, bila otot
berkontraksi terjadi rotasi ke pihak berlawanan oleh m. obliqus eksternus
abdominis. Gerakan ini dibatasi otot rotasi samping yang berlawanan dan ligamen
interspinosus (Kapandji, 2010).
26
Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang dibentuk sekitar
30°dengan otot penggerak m. obliqus internus abdominis, m. rektus abdominis
(Hislop dan Montgomery, 2013).
Gambar 2.6 Posisi Collumna Vertebralis saat melakukan gerakan sederhana
Keterangan:
A. Posisi collumna pada saat beristirahat
B. Posisi collumna pada saan teregang
C. Posisi collumna pada saat terkompresi
D. Posisi collumna pada saat ekstensi, tulang vertebra di atas bergerak ke posterior
27
2.2 Konsep Dasar Nyeri
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri menurut The International For Study of Pain (IASP) adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan
atau menggambarkan adanya kerusakan jaringan. Nyeri juga merupakan
suatu refleks untuk menghindari dari semacam bahaya, tetapi perasaan nyeri
itu terlalu keras atau berlangsung terlalu lama akan berakibat tidak baik bagi
badan (William, 2005). Nyeri dapat juga diartikan sebagai refleks untuk
menghindari rangsangan dari luar badan, atau melindungi badan dari
hal-hal yang membahayakan tubuh dan menjadi sinyal adanya kerusakan
jaringan. Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi atas :
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat
adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer
pada sistem saraf
3. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologi tidak dapat
ditemukan
4. Nyeri psikologik, penyebab nyeri tidak dapat ditemukan kelainan
organik tetapi penderita mengeluh nyeri. Dan biasanya keluhan nyeri
28
2.2.2 Mekanisme Timbulnya Nyeri
Impuls disampaikan oleh serabut saraf yang bermyelin besar dan
kecil, aktivitas dari serabut saraf besar akan menghambat aktivitas
substansia gelatinosa yang menyebabkan pintu gerbang tertutup sehingga
impuls nyeri tidak sampai, sedangkan saraf yang bermyelin kecil
memperlancar impuls masuk kedalam substansia gelatinosa selanjutnya
naik ke otak untuk diterjemahkan sebagai nyeri. Ada empat proses dalam
transmisi nyeri :
1. Proses transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri diubah menjadi
suatu aktivitas listrik yang akan diterima oleh ujung – ujung saraf. Stimulasi
ini dapat berupa stimulasi fisik mekanis (berupa tekanan), thermis (panas
dan dingin), atau kimiawi (Kurniasih, 2011).
2. Proses transmisi
Yaitu penyaluran impuls melalui saraf sensorik menyusul proses
transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut A δ dan serabut C
sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus
spinothalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls
disalurkan kedaerah somatosensorik diskorteks serebri melalui neuron
ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai
29
3.Proses modulasi
Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke cornu
posteriormedulla spinalis. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin,
endorfin, serotinin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada
cornu posteriormedulla spinalis. Cornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls
nyeri. Proses terbuka dan tertutupnya pintu nyeri tersebut diperankan oleh
sistem analgesik endogen (Kurniasih, 2011). Modulasi nyeri terdapat empat
tingkatan yaitu:
a. Level sensoris
Pada tingkat ini terjadi pada proses transduksi, dimana rangsang
nyeri yang diterima diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf bebas (Kurniasih, 2011).
b. Level spinal
Pada level spinal dimulai terjadinya proses transmisi dimana impuls
nyeri disalurkan melalui saraf sensorik menyusul proses transduksi.
Axon dari saraf afferent yang membawa rangsang nyeri mencapai
medulla spinalis hingga ke dorsal root. Sel-sel di cornu posterior
bertugas memproses informasi yang diterima oleh stimulus nyeri. Sel-sel
ini juga dapat berfungsi sebagai alat dalam mekanisme inhibisi dan
fasilitasi nyeri dari pusat kontrol (Kurniasih, 2011). Impuls nyeri pada
30
inhibisi pelepasan substansi P, dimana substansi ini dapat meningkatkan
sensitifitas ujung-ujung serabut saraf (Kurniasih, 2011).
c. Level supraspinal
Pada tingkat ini terdapat dua jalur ascending utama, yaitu tractus
spinothalamicus, dandorsal colum postsynaptic spinomedularly
system.Tractus spinothalamicus sangat penting untuk transmisi baik
rangsang nyeri maupun panas ke pusat. Tractus spinothalamicus berakhir
di thalamus. (Kurniasih, 2011).
Thalamus berfungsi sebagai stasiun relay untuk informasi sensorik.
Neuron-neuron di thalamus menerima input dari beberapa area di perifer
untuk diteruskan ke corteks serebri. Pelepasan endorpin dan cortisol
dapat mengurangi rasa nyeri pada tingkat ini karena efek analgesiknya
(Kurniasih, 2011).
d. Level sentral
Modulasi nyeri pada level sentral melibatkan sistem limbic sebagai
pusat emosional. Proses akhir dari rangkaian proses nocisepsi adalah
persepsi. Persepsi merupakan cara seseorang memperlakukan secara
aktual nyeri yang dirasakannya, yang mencakup sikap dan tingkah laku
yang kompleks, psikis dan faktor emosional yang tertinggi mencakup
rasa takut yang berlebihan dan gembira, kadang – kadang secara
temporer dapat memblokade impuls nyeri di cornu posterior medulla
31
e. Proses Persepsi
Adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks yang dimulai
dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada gilirannya
akan menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal dengan
persepsi nyeri (Kurniasih, 2011).
2.3 Pengukuran Nyeri
2.3.1 Pengukuran Nyeri Fungsional
Pengukuran kondisi spesifik status kesehatan sering digunakan dalam
percobaan klinis untuk perbaikan pasien. Salah satu pengukuran nyeri fungsional
adalah Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire. Perkembangan
Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire di prakarsai pertama kali oleh
John O’Brien pada tahun 1976. Indeks tersebut dirancang sebagai ukuran untuk
penilaian dan hasil (Hiagian, 2013)
2.3.2 Penilaian Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire
Sampel diminta untuk mengekpresikan derajat nyeri yang dialami
menggunakan Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire yang telah
dimodifikasi untuk masyarakat Indonesia. Terdapat 10 bagian pertanyaan yang
masing-masingnya membahas tentang intensitas nyeri, kebutuhan pribadi,
mengangkat beban, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kehidupan sosial, kehidupan
sexual, dan bepergian (Hiagian, 2013).
Dari masing-masing petanyaan terdapat enam pilihan pernyataan jawaban
32
adalah 5. Apabila lebih dari satu pernyataan jawaban yang pilih maka pilih yang
nilainya paling tinggi. Apabila seluruh pertanyaan sudah dijawab maka nilainya
dikalkulasian sebagai berikut : apabila 16 (nilai total) dari 50 (nilai total yang
memungkinkan) x 100% = 32% (Hiagian, 2013).
Berikut adalah interpretasi nilai dari Modified Oswestry Low Back Pain
Disability Questionnaire :
Tabel 2.1 Interpretasi nilai Modified Oswestry Low Back Pain Disability
Questionnaire (Hiagian, 2013)
Hasil Interpretasi
0% - 30% Disabilitas ringan
31% - 60% Diasabilitas sedang
61% - 100% Disabilitas berat
2.4 Intervensi Infrared dan Massage pada Low Back Pain Miogenik
2.4.1 Definisi
Infrared merupakan pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7.700 sampai 4 juta Ao. Infrared dapat digunakan untuk
mengatasi keluhan yang hanya sampai di bagian kulit. Sebagian besar
radiasi infrared yang datang pada kulit akan langsung diserap oleh lapisan
kulit bagian luar. Bagian dalam kulit akan mengalami pemanasan dari
33
infra red diabsorbsi oleh kulit, maka akan terjadi peningkatan suhu secara
lokal.
2.4.2 Mekanisme penurunan nyeri pada penderita Low Back Pain Miogenik
dengan modalitas infrared
Pemanasan pada jaringan superfisial dapat menghasilkan relaksasi
dari otot skelet. Reaksi ini merupakan refleks alamiah yang dicetuskan oleh
efek reseptor suhu pada kulit. Stimulasi pada superfisialis dapat mengurangi
aktivitas serabut gamma sehingga kepekaan otot spindel akan berkurang.
Selain itu dengan pemberian pemanasan dengan modalitas infrared dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga menyebabkan aliran
darah pada daerah nyeri yang diakibatkan oleh Low back pain miogenic
menjadi lancar. Pemberian infra red menyebabkan kulit akan tampak
kemerah-merahan, hal ini disebabkan karena adanya dilatasi pada pembuluh
darah kapiler dan arteriole. Keadaan ini merupakan reaksi tubuh terhadap
adanya energi panas yang diterima oleh ujung-ujung syaraf sensoris yang
kemudian dipengaruhi mekanisme pengatur panas (heat regulating
mechanism). Dengan sirkulasi darah yang meningkat ini, maka pemberian
nutrisi dan oksigen meningkat, sehingga kadar sel darah merah dan anti
bodies dalam jaringan akan meningkat. Dengan demikian jaringan akan
menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang
juga semakin baik. Dengan lancarnya sirkulasi darah maka zat ”P” juga akan
ikut terbuang, sehingga rasa nyeri berkurang dan terjadi relaksasi otot
34
a) Efek fisiologis
1.Meningkatkan proses metabolisme.
Suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas atau
kenaikan temperatur akibat pemanasan. Proses metabolisme yang
terjadi pada lapisan superficial kulit akan mengalami peningkatan
sehingga pemberian oksigen dan nutrisi ke jaringan menyebabkan
pengeluaran sampah-sampah sisa hasil pembakaran dalam tubuh dan
adanya perbaikan pada jaringan.
2.Vasodilatasi pembuluh darah
Efek thermal yang dihasilkan oleh sinar infrared dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah kapiler dan artiole. Kulit akan mengadakan
reaksi dan berwarna kemrah-merahan yang disebut erythema. Untuk ini
mekanisme vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran
pembuluh darah sehingga jumlah panas daratakan keseluruh jaringan
lewat sirkulasi darah. Dengan sirkulasi darah yang miningkat, maka
pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan meningkat,
sehingga pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan
terhadap radang juga baik.
3. Pigmentasi
Penyinaran yang berulang-ulang dengan sinar infra red dapat
menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut
disebabkan oleh karena adanya perubahan sel-sel darah merah di tempat
35
4. Pengaruh terhadap jaringan otot.
Kenaikan temperatur membantu terjadi relaksasi otot, pemanasan juga
akan mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa-sisa metabolisme.
5. Distruksi Jaringan.
Penyinaran yang diberikan dapat menimbulkan kenaikan temperatur
jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama
sehingga diluar toleransi jaringan penderita.
b).Efek terapeutik
1) Mengurangi rasa sakit
Mild heating menimbilkan efek sedatif pada superficial sensoris
nerve ending, stronger heating dapat counter iritation yang akan
menimbulkan pengurangan nyeri. Deangan sirkulasi darah yang
lancar maka zat ”P” yang merupakan salah satu penyebab nyeri akan
ikut terbuang.
2) Relaksasi otot
Relaksasi otot mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan
hangat dan rasa sakit tidak ada.
3) Meningkatkan suplai darah
Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi, yang
akan menyebabkan terjadinya peningkatan darah kejaringan
setempat.
36
Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula
sudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan
meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui
keringat.
2.4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Infrared
a. Indikasi Infrared
Indikasi merupakan suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat
diberikan intervensi infrared, serta infrared tersebut akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap tubuh. Indikasi dalam infrared adalah:
1) Keadaan tubuh yang sangat lelah.
2) Vasokontriksi pembuluh darah.
3) Kelainan-kelainan tubuh yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja yang
kelewat batas (sehingga otot menjadi kaku dan rasa nyeri pada persendian
serta gangguan pada persarafan).
b. Kontraindikasi Infra Red
Kontraindikasi atau pantangan terhadap infra red adalah sebagai keadaan
atau kondisi tidak tepat diberikan masase, karena justru akan menimbulkan
akibat yang merugikan bagi tubuh itu sendiri. Kontraindikasi dalam infra red
adalah:
1. Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya luka-luka baru atau
cedera akibat berolahraga atau kecelakaan.
2. Sedang menderita patah tulang, pada tempat bekas luka, bekas cedera,