297
TOTOBUANG
Volume 8 Nomor 2, Desember 2020 Halaman 297— 310 RELASI HUBUNGAN KEKERABATAN BAHASA AMBAI, ANSUS, DAN SERUI
LAUT DI KEPULAUAN YAPEN
(Relationship of Religion Relationship Ambai, Ansus, and Serui Laut Languages in Yapen Islands)
Yohanis Sanjoko Balai Bahasa Papua
Jalan Yoka, Distrik Heram, Jayapura Pos-el: triojoko55@yahoo.com
Diterima: 16 Juli 2020; Direvisi: 4 Agustus 2020; Disetujui: 21 Oktober 2020 doi: https://doi.org/10.26499/ttbng.v8i2.228
Abstract
This study examines the kinship relations of the Ambai, the Ansus, and the Serui Laut language spoken by people living in the Yapen Islands, Papua Province. These three languages are in the same archipelago, made it possible for the kinship of their vocabulary. It was proven to document the three languages through language research. This study uses a quantitative approach with a lexicostatistic method to describe the kinship relationship language among Ambai , the Ansus , and the Serui Laut language through a lexicostatistic way. The results showed that based on lexicostatistic calculations that the three languages related as a family of languages with a percentage of cognition that is between Ambai and Ansus by 57%, Ambai by Serui Laut by 67%, and Ansus by Serui Laut by 65%. While the separation time between Ambai and Ansus is estimated about 1,298 years ago, Ambai and Serui Laut were 963 years ago. Ansus and Serui sea were 994 years ago.
Keywords: Ambai language, Ansus language, Serui Laut language, kinship, lexicostatistics Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang hubungan kekerabatan bahasa Ambai, Ansus, dan Serui Laut yang dituturkan oleh masyarakat di Kepulauan Yapen, Provinsi Papua. Ketiga bahasa ini berada di wilayah kepulauan yang sama sehingga memungkinkan adanya kekerabatan kosakata. Hal tersebut perlu dibuktikan dengan mendokumentasikan ketiga bahasa melalui penelitian kebahasaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode leksikostatistik yang bertujuan mendiskripsikan hubungan kekerabatan bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga bahasa tersebut masih berkerabat sebagai keluarga bahasa dengan persentase kekognatan, yakni antara bahasa Ambai dengan bahasa Ansus sebesar 57%, bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut sebesar 65%, dan bahasa Ansus dengan bahasa Serui Laut sebesar 66%. Sementara, waktu pisah antara bahasa Ambai dan bahasa Ansus diperkirakan 1.298 tahun yang lalu, bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut diperkirakan berpisah 994 tahun yang lalu, dan antara bahasa Ansus dan bahasa Serui laut diperkirakan berpisah sekitar 963 tahun yang lalu.
Kata-kata Kunci: bahasa Ambai, bahasa Ansus, bahasa Serui Laut, kekerabatan, leksikostatistik
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan ciri yang paling khas bagi manusia yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lain di bumi ini. Bahasa merupakan media untuk memenuhi hasrat manusia sebagai makhluk sosial, untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Pada hakikatnya, bahasa merupakan media yang digunakan manusia untuk berinteraksi satu dengan yang lain, baik berupa lisan
maupun tulisan. Bahasa merupakan jembatan makna untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan oleh seseorang dalam kehidupannya. Keraf (2004, hlm. 5) menuturkan bahwa bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Bahasa mengatur semua aktivitas
Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 297—310
298
kemasyarakatan, merencanakan, dan mengarahkan masa depan.
Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara yang digunakan sebagai bahasa pengantar, di Indonesia juga memiliki jumlah bahasa daerah yang banyak. Bahasa-bahasa daerah ini juga masih digunakan sebagai bahasa pengantar di setiap etnis. Bahasa-bahasa daerah ini merupakan salah satu unsur kebudayaan Indonesia yang perlu terus dipelihara dan tentunya harus tetap dilestarikan. Negara wajib memelihara, mengembangkan, dan melestarikan bahasa-bahasa daerah agar nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya tetap utuh dan tetap memainkan perannya sebagai salah satu aset kebudayaan nasional.
Pelindungan dan pengembangan bahasa daerah memiliki hubungan integral dengan pengembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa daerah menjadi penyumbang kosakata dalam rangka memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan hasil pengkajian dan pendokumentasian terhadap bahasa daerah agar semua ungkapan-uangkapan atau istilah-istialh yang digunakan dalam setiap tradisi di daerah masyarakat tutur bisa terdokumentasi. Selain itu, dengan adanya pelindungan dan pengembangan bahasa daerah, tentu saja nilai-nilai luhur budaya bangsa tidak mengalami kepunahan. Saat ini, pengembangan kosakata bahasa Indonesia difokuskan pada konsep yang berasal dari seluruh bahasa daerah di Indonesia. Kosakata baru, istilah baru yang terdapat dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa daerah yang ada dari Sabang sampai Merauke, termasuk kosakata bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut dari bahasa-bahasa di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Bahasa Ambai dituturkan oleh masyarakat Kampung Ambai II, Distrik Kepulauan Ambai, Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua. Berdasarkan
pengakuan penduduk, bahasa itu juga dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di sebelah timur, barat, utara, dan selatan Kampung Ambai II. Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, isolek Ambai merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya bahasa Saweru, bahasa Ansus-Papuma, bahasa Yama Onate, dan bahasa Biak (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2019).
Bahasa Ansus-Papuma dituturkan oleh masyarakat Kampung Wimoni Ansus I dan Kampung Papuma, Distrik Yapen Barat, Kabupaten Yapen, Pulau Yapen, Provinsi Papua. Kampung Wimoni Ansus I terletak di pantai yang penghuninya (99%) merupakan etnik Ansus, sedangkan Kampung Papuma terletak di pesisir pantai yang penghuninya merupakan etnik Papuma. Bahasa Ansus-Papuma terdiri atas dua dialek, yaitu (1) dialek Ansus dan (2) dialek Papuma dengan persentase perbedaan sebesar 77%. Dialek Ansus dituturkan oleh masyarakat Kampung Wimoni Ansus I dan juga masyarakat yang berada di sebelah timur dan barat kampung itu. Sementara dialek Papuma dituturkan oleh masyarakat Kampung Papuma dan juga oleh masyarakat yang tinggal di sebelah utara Kampung Papuma. Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, isolek Ansus-Papuma merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan sebesar 81—100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya bahasa Saweru dan bahasa Serui Laut. (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2019).
Bahasa Serui Laut dituturkan oleh penduduk Kampung Serui Laut, Distrik Yapen Selatan, Kabupaten Yapen, Provinsi Papua. Menurut pengakuan penduduk, wilayah tutur bahasa Serui Laut berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Onate di sebelah timur dan utara, bahasa Onate dan Ansus di sebelah barat, dan bahasa Waropen di sebelah selatan Kampung Serui Laut.
Relasi Hubungan Kekerabatan Bahasa Ambai, …. (Yohanis Sanjoko)
299 Berdasarkan hasil penghitungan
dialektometri, isolek Serui Laut merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 82%—94% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya, misalnya bahasa Ansus, bahasa Saweru, bahasa Warari Onate, dan bahasa Arui (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2019).
Hubungan kekerabatan ketiga bahasa tersebut dapat dilihat dari bentuk kosakata dan maknanya. Dalam bahasa Ambai terdapat banyak kemiripan bahkan sama kosakatanya dengan bahasa Ansus, begitu pun dengan bahasa Serui Laut. Contoh kosakata angin dalam Ambai wanang [wanaG], dalam bahasa Ansus wanang [wanaG], dan dalam bahasa Serui Laut juga disebut wanang [wanaG]. Kesamaan kosakata tersebut, merupakan suatu ciri bahwa ketiga bahasa itu memiliki hubungan kekerabatan. Penelitian ini berfokus pada kekerabatan bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut dalam kajian linguistik historis komparatif.
Penelitian kekerabatan telah banyak dilakukan oleh para linguis di Indonesia. Penelitian serupa dengan penelitian ini di antaranya penelitian kekerabatan bahasa Kulawi dan bahasa Kaili di Sulawesi Tengah (Fatinah, 2017), kekerabatan bahasa-bahasa di kawasan utara Kabupaten Jayapura (Suharyanto, 2016), dan hubungan kekerabatan bahasa Jawa dan Madura (Puspa Ruriana, 2018).
Berdasarkan uraian di atas dan melihat daftar penelitian yang relevan sebelumnya, peneliti tertarik meneliti tentang kekerabatan bahasa. Permasalahan penelitian kekerabatan ini adalah bagaimanakah hubungan kekerabatan antara bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut secara leksikostatistik. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan hubungan kekerabatan bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut melalui cara leksikostatistik.
LANDASAN TEORI
Penelitian kebahasaan atau kajian linguistik di manapun menggunakan beberapa teori untuk mendukung penelitian tersebut. Oeh karena itu, teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah linguistik historis komparatif dan teori leksikostatistik. Kajian atas perkembangan dan perbandingan antara bahasa-bahasa adalah salah satu kajian linguistik, kajian ini disebut kajian linguistik historis komparatif. Menurut Suparno dalam Dewi Pusposari (2017). Teori leksikostatistik digunakan untuk memperbandingkan bahasa yang ditemukan berdasarkan perbendaharaan kata-kata yang menjadi dasar universalnya. Ada beberapa asumsi bahwa bahasa yang sekerabat berasal dari muasal yang sama. Hal ini dikemukakan oleh Mbete dalam Suharyanto (2016) bahwa sejumlah bahasa di kawasan tertentu dapat dihipotesiskan sebagai suatu kerabat yang bermula dari muasal yang tunggal. Menurut Suharyanto dalam Erniati (2020), yang menonjol pada hipotesis ini adalah kemiripan dan kesamaan wujud kebahasaan. Piranti-piranti kebahasaan yang memiliki kesamaan dan atau kemiripan bentuk dan makna tersebut dinamakan kata kerabat (kognat). Kesamaan dan atau kemiripan itu tidak hanya dijelaskan sebagai pinjaman, kebetulan, ataupun kecenderungan semesta, namun dihipotesiskan sebagai warisan atau asal-usul yang sama.
Kajian linguistik bandingan historis adalah kajian yang memilki tujuan menenemukan keserumpunan dan kekerabatan bahasa. Oleh karena itu, teori linguistik bandingan historis yang mendukung kajian ini adalah teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli bahasa. Parera dalam Erniati (2020, hlm. 24) mengemukakan bahwa linguistik historis komparatif memperbandingkan dua bahasa secara diakronis dari satu zaman ke zaman yang lain. Juga bertujuan mengelompokkan bahasa-bahasa atas rumpun-rumpun dan berusaha menemukan sebuah bahasa
Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 297—310
300
purba/proto bahasa yang menurunkan bahasa-bahasa tersebut. Setelah itu, mencari persamaan-persamaan fonologi dan morfologi dari bahasa-bahasa yang berkerabat, serta menentukan arah penyebaran bahasa-bahasa.
Selanjutnya, Keraf (2010:22) mengatakan bahwa linguistik bandingan historis (linguistik historis komparatif) adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Salah satu tujuan dan kepentingan linguistik historis komparatif adalah mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa dalam satu rumpun bahasa-bahasa. Bahasa-bahasa dalam suatu rumpun yang sama belum tentu sama tingkat kekerabatannya atau sama tingkat kemiripannya satu sama lain.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat diungkapkan bahwa kajian linguistik historis komparatif adalah salah satu kajian linguistik yang memperbandingkan dua bahasa atau lebih untuk menemukan kekerabatan bahasa yang diperbandingkan tersebut.
Selanjutnya, teori leksikostatistik merupakan teori yang dapat mengemukakan peringkat kekerabatan antara dua bahasa atau lebih dengan membandingkan kosakatanya. Beberapa teori kajian leksikostatistik yang dikemukana oleh para ahli bahasa, yaitu Fernandes dalam Puspa Ruriana (2018, hlm. 45) mengemukakan dengan menggunakan teori leksikostatistik dapat menentukan peringkat kekerabatan antara dua bahasa atau lebih dengan membandingkan kosakata dan dapat menentukan peringkat kemiripan yang ada. Atau dikatakan pula bahwa teori leksikostatistik merupakan suatu teknik untuk melakukan pengelompokan bahasa-bahasa sekerabat.
Sementara itu, Mahsun (2011, hlm. 163) menjelaskan kajian leksikostatistik merupakan kajian yang menggunakan
metode pengelompokan bahasa yang dilakukan dengan menghitung persentase perangkat kognat. Kosakata yang menjadi dasar penghitungan adalah kosakata dasar (basic vocabulary).
METODE
Pada umumnya, kajian
leksikostatistik menggunakan metode penelitian yang sama seperti penelitian linguistik lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga langkah atau tahap penelitian. Sudaryanto (2002, hlm. 21) mengemukakan bahwa langkah-langkah penelitian linguistik yaitu tahap penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Penelitian leksikostatistik ini menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengitung jumlah kekerabatan secara fonetis pada bahasa yang diperbandingkan, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan data yang sudah tersedia melelui tahap penyediaan data.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dengan tahap penyediaan data. Penyediaan data yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dengan bertemu langsung dengan penutur bahasa yang menjadi objek penelitian, peneliti melakukan wawancara langsung dengan informan yang telah dipilih sesuai dengan syarat atau kriteria informan. Penyediaan data ini menggunakan metode simak dan cakap semuka dengan menggunakan teknik wawancara, catat, dan perekaman. Teknik wawancara dilkukan dengan cara mewawancarai lima informan dari masing-masing bahasa tersebut, yaitu bahasa Ambai, Ansus, dan Seui laut. Peneliti menyiapkan pedoman wawancara dengan sejumlah pertanyaan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Teknik catat digunakan dengan mencatat semua data yang merupakan hasil dari pertanyaan yang telah disiapkan. Dan, teknik rekam atau perekaman dilakukan dengan merekam
Relasi Hubungan Kekerabatan Bahasa Ambai, …. (Yohanis Sanjoko)
301 semua proses wawancara dari informan.
Teknik perekaman ini merupakan bagian yang sangat penting pada proses penyediaan data karena berhubungan dengan pengecekan data ulang pada saat analisis data. Hasil perekaman ini sangat diperlukan untuk mengecek keabsahan data.
Pemerolehan data penelitian ini dimulai dengan menyiapkan beberapa informan yang sesuai kriteria yang ditentukan sesuai peneliti. Kemudian peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan. Peneliti mengajukan daftar pertanyaan kosakata dasar Swadesh sebanyak 200 kata, kemudian informan menjawab sesuai daftar tanyaan tersebut. Jumlah informan sebanyak lima orang dari masing-masing penutur bahasa. Menurut Mahsus dalam Fatinah (2017, hlm. 250) kriteria informan penelitian yaitu, terdiri atas satu informan kunci dan dua informan pendamping. Informan yang dipilih harus memenuhi syarat, yaitu (1) setiap informan minimal berumur empat puluh tahun, (2) memiliki organ bicara dan mental yang normal, (3) orang tua, istri atau suami informan yang bersangkutan lahir dan besar di desa atau di daerah pemakaian bahasa yang diteliti serta jarang atau tidak meninggalkan desanya dalam waktu yang lama, dan (4) memiliki kebanggaan terhadap bahasa daerahnya dalam arti yang bersangkutan selalu menggunakan bahasa daerahnya dalam setiap kesempatan.
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya peneliti menganalisis dengan memilah data yang sesui dengan kepentingan penelitian. Sugiono (2009:6) mengungkapkan bahwa analisis data sesungguhnya sudah dimulai pada saat peneliti mengumpulkan di lapangan dengan cara memilah data yang penting dan tidak. Ukuran penting dan tidaknya mengacuh pada kontribusi data tersebut pada upaya menjawab fokus penelitian.
Sesuiai dengan kebutuhan data penelitian leksikostatistik, data yang yang sudah terkumpul sebanyak 200 kosakata
dasar Swadesh dianalisis secara leksikostistik. Para ahli memandang bahwa penyediaan 200 kosakata dasar ini merupakan daftar yang baku dalam melihat hubungan kekerabatan bahasa. Kosakata dasar Swadesh ini menjadi dasar atau piranti analisis leksikostatistik. Menurut Keraf (2004, hlm. 126—129), teknik leksikostatistik dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. 1) Mengumpulkan kosakata dasar
bahasa-bahasa kerabat.
2) Menetapkan pasangan-pasangan kosakata yang merupakan kognat. Sebuah pasangan kata akan dinyatakan sebagai kata kognat bila memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut. (1) pasangan kata itu identik, yaitu
pasangan kata yang semua fonemnya sama betul, (2) pasangan kata itu memiliki
korespondensi fonemis,
(3) pasangan itu mirip secara fonetis, dan
(4) pasangan itu ada perbedaan satu fonem.
3) Menghitung jumlah kognat di antara bahasa-bahasa kerabat.
Untuk menghitung kata-kata kognat dari beberapa bahasa kerabat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut ini. (1) Mengeluarkan glos yang tidak
diperhitungkan. Glos yang tidak diperhitungkan adalah kata-kata kosong, yaitu glos yang tidak ada katanya, baik dalam salah satu bahasa atau dalam ke semua bahasa. Selain itu, semua kata pinjaman baik dari bahasa kerabat maupun dari bahasa nonkerabat juga merupakan glos yang tidak diperhitungkan.
(2) Mengisolasi morfem terikat. Data-data yang mengandung morfem terikat harus dipisahkan antara bentuk dasar dengan semua morfem terikat yang melekat. Dengan melakukan pengisolasian morfem
Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 297—310
302
terikat akan lebih mudah apakah suatu pasangan menunjukkan kesamaan atau tidak.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan teknik leksikostatistik. Penghitungan leksikostatistik ini dilakukan dengan rumus
ΣK x 100% = d ΣKB
ΣK : jumlah persamaan kata kognat ΣKB : jumlah kata yang diperbandingkan d : persentase kekerabatan
Crowly dalam Suharyanto (2016, hlm. 67) mengemukakan bahwa perbedaan persentase kognat akan menunjukkan tingkatan yang berbeda pengelompokan bahasa. Tingkatan yang berbeda dalam sub-grouping diberi nama yang berbeda pula. Tingkatan-tingkatan tersebut adalah sebagai berikut ini.
Tabel 1
Persentase Persamaan Kosakata Dasar Status Persentase Persamaan
Kosakata Dasar Bahasa 81—100 Keluarga 36—81 Stok/Rumpun 12—36 Mikrofilum 4—12 Mesofilum 1—4 Makrofilum 0—1 PEMBAHASAN
Proses analisis data penelitian ini dengan menampilkan daftar 200 kosakata dasar Swadesh terlebih dahulu bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut dengan kajian leksikostatistik. Ini akan menunjukkan persentase kekerabatan ketiga bahasa tersebut. Untuk memperoleh persentase bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut dimulai dengan cara mencari kesamaan atau kemiripan kata atau leksikon baik bentuk maupun makna (Sanjoko, 2013). Persentase kekerabatan bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut menggunakan metode leksikostatistik diuraikan berikut ini.
4.1 Persentase Kata Berkognat Bahasa Ambai, Bahasa Ansus, dan Bahasa Serui Laut
Untuk menentukan jumlah persentase kekerabatan bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut dilakukan dengan menetapkan jumlah kata-kata berkerabat antara ketiga bahasa tersebut. Jumlah kata yang berkerabat (kognat) antara bahasa bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut, diuraikan pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 2
Relasi Hubungan Kekerabatan Bahasa Ambai, …. (Yohanis Sanjoko)
Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 297—310
Relasi Hubungan Kekerabatan Bahasa Ambai, …. (Yohanis Sanjoko)
Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 297—310
Relasi Hubungan Kekerabatan Bahasa Ambai, …. (Yohanis Sanjoko)
307 Berdasarkan senarai 200 kosakata
dasar Swadesh bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut di atas, dapat ditentukan bahwa jumlah kata yang berkerabat dihitung secara leksikostatistik. Tahap selanjutnya, yaitu mengikuti prosedur kerja kajian leksikostatistik. Metode leksikostatistik digunakan untuk menentukan jumlah kata yang berkerabat antara bahasa Ambai dan bahasa Ansus adalah 114 kata. Jumlah kata yang berkognat antara bahasa Ambai dan bahasa Serui Laut sebanyak 131. Jumlah kosakata yang berkognat antara bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut sebanyak 133. Setelah ditetapkan jumlah kata kerabat (kognat), yang dilakukan selanjutnya adalah membagi jumlah kata yang berkerabat dengan jumlah kosakata yang diperbandingkan. Cara mendapatkan jumlah persentase kata kerabat seperti yang dilakukan di bawah ini.
Bahasa Ambai dengan bahasa Ansus 114 x 100% = 57%
200
Hasil perhitungan leksikostatistik di atas memperlihatkan bahwa bahasa Ambai dan bahasa Ansus merupakan bahasa yang berkerabat. Persentase hubungan kekerabatan bahasa tersebut sebanyak 57%. Jika dihubungkan dengan persentase dasar penentuan hubungan kekerabatan bahasa dengan perbedaan kosakata dasar bahasa (81—100%), keluarga (36—80%), stok/rumpun (12—36%), mikrofilum (4— 12%), mesofilum (1—4%), atau makrofilum (kurang dari 1%) dapat disimpulkan bahwa bahasa Ambai dan bahasa Ansus termasuk keluarga bahasa.
Perhitungan leksikostatistik antara bahasa Ambai dan bahasa Serui Laut akan diuraikan berikut.
Bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut
131 x 100% = 65% 200
Hasil perhitungan leksikostatistik di atas memperlihatkan bahwa bahasa Ambai dan bahasa Serui Laut merupakan bahasa yang berkerabat. Persentase hubungan kekerabatan bahasa tersebut sebanyak 65%. Jika dihubungkan dengan persentase dasar penentuan hubungan kekerabatan bahasa dengan perbedaan kosakata dasar bahasa (81—100%), keluarga (36—80%), stok/rumpun (12—36%), mikrofilum (4— 12%), mesofilum (1—4%), atau makrofilum (kurang dari 1%) dapat disimpulkan bahwa bahasa Ambai dan bahasa Ansus termasuk keluarga bahasa.
Perhitungan leksikostatistik antara bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut akan diuraikan berikut.
Bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut 133 x 100% = 66%
200
Hasil perhitungan leksikostatistik di atas memperlihatkan bahwa bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut merupakan bahasa yang berkerabat. Persentase hubungan kekerabatan bahasa tersebut sebanyak 66%. Jika dihubungkan dengan persentase dasar penentuan hubungan kekerabatan bahasa dengan perbedaan kosakata dasar bahasa (81—100%), keluarga (36—80%), stok/rumpun (12—36%), mikrofilum (4— 12%), mesofilum (1—4%), atau makrofilum (kurang dari 1%) dapat disimpulkan bahwa bahasa Ambai dan bahasa Ansus termasuk keluarga bahasa.
Persentase kekerabatan ketiga bahasa tersebut dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 297—310 308 Tabel 3 Persentase Kekerabatan Ambai Ambai = Ansus Ansus 57 = Serui Laut Serui Laut 65 66 =
Supaya tingkat kekerabatan yang telah dinyatakan dalam angka-angka itu lebih sederhana, angka-angka persentase rata-rata itu dikonversikan ke dalam bagan silsilah kekerabatan. Untuk itu, mula-mula sepasang bahasa yang memiliki persentase paling tinggi dihubungkan satu sama lain. Persentase kekerabatan paling tinggi di antara ketiga bahasa tersebut adalah antara bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut sebanyak 66%. Dengan demikian,, di antara kedua bahasa tersebut dibuat garis penghubung.
Setelah kedua bahasa tersebut (bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut) dihubungkan, dicarilah hubungan antara bahasa-bahasa tersebut dengan bahasa yang belum disebutkan, yaitu bahasa Ambai. Untuk mengetahui hubungan antara ketiga bahasa tersebut, maka diperlukan langkah-langkah untuk mencari rata-rata.
Langkah pertama dalam mencari rata-rata adalah dengan menjumlahkan persentase kekerabatan antara bahasa Ambai dan bahasa Serui Laut (57%) dan persentase kekerabatan bahasa Ambai dan bahasa Ansus (65%) kemudian dibagi dua. Hasil yang diperoleh, yaitu sebesar 61%. Hasil perhitungan tersebut digambarkan dalam bagan di bawah ini.
Bagan Silsilah Kekerabatan Bahasa Ambai, Bahasa Ansus, dan Bahasa Serui Laut
Berdasarkan bagan silsilah di atas dan juga melihat kembali penentuan kekerabatan, dapat disimpulkan bahwa bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut termasuk dalam rumpun (stock) bahasa yang sama dengan persentase 66%. Sementara itu, bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut dan bahasa Ansus juga termasuk dalam satu rumpun (stock) dengan persentase 61%. Singkatnya, ketiga bahasa tersebut merupakan bahasa dalam satu rumpun yang sama.
Meskipun ketiganya termasuk ke dalam rumpun yang sama, tentu ada bahasa yang lebih dekat satu sama lain. Oleh sebab itu, perlu digambarkan kedekatannya. Sudah tampak jelas bahwa bahasa Ansus dan bahasa Serui Laut berhubungan lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan bahasa Ambai. Secara sederhana dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Ansus Serui Laut Ambai Dari diagram pohon di atas diketahui bahwa bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan
Relasi Hubungan Kekerabatan Bahasa Ambai, …. (Yohanis Sanjoko)
309 bahasa Serui Laut berada dalam satu rumpun
yang sama.
4.2 Penentuan Waktu Pisah Bahasa Ambai, Bahasa Ansus, dan Bahasa Serui Laut
Setelah diketahui persentase keseluruhan kata berkerabat bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut untuk menghitung penentuan waktu pisah ketiga bahasa tersebut dapat menggunakan rumus sebagai berikut.
W= log. C 2 log. r
W : waktu perpisahan dalam ribuan tahun yang lalu
r : retensi, persentase konstan dalam 1000 tahun
C : persentase kerabat log: logaritma
Berdasarkan hasil persentase kekerabatan bahasa Ambai dengan bahasa Ansus, penentuan waktu pisah kedua bahasa tersebut dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini. W= log. 0,57 2 log. 0,805 W= -0,244 2 (-0,094) W= -0,244 -0,188 W=1,298
W= 1.298 ribuan tahun yang lalu, atau W= 1,298 x 1.000 tahun = 1.298 tahun yang lalu
Dengan demikian, perhitungan lama waktu pisah bahasa Ambai dengan bahasa Ansus dapat dinyatakan sebagai berikut.
1) Bahasa Ambai dengan bahasa Ansus berpisah menjadi dua bahasa sekitar 1.298 tahun yang lalu.
2) Bahasa Ambai dengan bahasa Ansus berpisah menjadi dua bahasa sekitar abad VII sebelum Masehi.
Penentuan waktu pisah bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut diuraikan berikut ini. W= log. 0,65 2 log. 0,805 W= -0,187 2 (-0,094) W= -0,187 -0,188 W= 0.994
W= 0,994 ratusan tahun yang lalu, atau W= 0,994 x 1.000 tahun = 994 tahun yang
lalu
Dengan demikian, perhitungan lama waktu pisah bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut dapat dinyatakan sebagai berikut. 1) Bahasa Ambai dengan bahasa Serui
Laut berpisah menjadi dua bahasa sekitar 994 tahun yang lalu.
2) Bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut berpisah menjadi dua bahasa sekitar abad XVI sebelum Masehi.
Penentuan waktu pisah bahasa Ansus dengan bahasa Serui Laut diuraikan sebagai berikut ini. W= log. 0,66 2 log. 0,805 W= -0,181 2 (-0,094) W= -0,181 -0,188 W=0,963 W= 0,963 ratusan tahun yang lalu, atau W= 0,963 x 1.000 tahun = 963 tahun yang lalu
Dengan demikian, perhitungan lama waktu pisah bahasa Ansus dengan bahasa Serui Laut dapat dinyatakan sebagai berikut. 1) Bahasa Ansus dengan bahasa Serui Laut
berpisah menjadi dua bahasa sekitar 963 tahun yang lalu.
Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 297—310
310
2) Bahasa Ansus dengan bahasa Serui Laut berpisah menjadi dua bahasa sekitar abad XVI sebelum Masehi.
PENUTUP
Berdasarkan penghitungan leksokostatistik, bahasa Ambai, bahasa Ansus, dan bahasa Serui Laut dapat dikemukakan dalam simpulan bahwa ketiga bahasa tersebut masih berkerabat sebagai keluarga bahasa dengan persentase kekognatan, yakni bahasa Ambai dengan bahasa Ansus sebesar 57%, bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut sebesar 65%, dan bahasa Ansus dengan bahasa Serui Laut sebesar 66%. Sementara itu, waktu pisah bahasa Ambai dengan bahasa Ansus diperkirakan 1.298 tahun yang lalu, bahasa Ambai dengan bahasa Serui Laut diperkirakan berpisah 994 tahun yang lalu, dan bahasa Ansus dengan bahasa Serui laut diperkirakan berpisah sekitar 963 tahun yang lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2019). Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Jakarta. Erniati. (2020). “Negeri Wakasihu
Mempertahankan Bahasa Lokal’. Artikel yang dimuat di Harian Kabar Timur, Ambon, Maluku.
______. (2020). “Kekerabatan Bahasa Ambalau dan Bahasa Buru Berdasarkan Daftar 200 Kosakata
Dasar Swadeh: Kajian
Leksikostatistik”. Totobuang.7 (2). Hlm. 279 – 290.
Fatinah, S. (2017). “Kekerabatan Bahasa Kulawi dan Bahasa Kaili di Sulawesi Tengah”. Kandai. 13 (2). Hlm.249— 262.
Keraf, Gorys A. (2004). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. (2011). Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres.
Pusposari, Dewi. (2017). “Kajian Linguistik Historis Komparatif Dalam Sejarah
Perkembangan Bahasa
Indonesia”.Inovasi Pendidikan. 1 (1). Hlm.75 – 85.
Ruriana, Puspa. (2018). “Hubungan Kekerabatan bahasa Jawa dan Madura”. Kandai. 14(1). Hlm.15— 30.
Sudaryanto, et.al. (2002). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana.
Suharyanto. (2016). “Kekerabatan Bahasa-Bahasa di Kawasan Utara Kabupaten Jayapura. Kibas Cenderawasih. 13 (2). Hlm. 187—198.
Summer International Linguistik. (2006). Bahasa-Bahasa di Indonesia. Jakarta:SIL Internasional Cabang Jakarta.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan dan R&D. Bandung:Alfabeta.