• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH JAWA TIMUR DALAM PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN STANDAR PROGRAM SIARAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH JAWA TIMUR DALAM PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN STANDAR PROGRAM SIARAN."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Per syaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ J awa Timur

Oleh :

YASA MUAZHAR

NPM. 1041010019

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Per syaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ J awa Timur

Oleh :

YASA MUAZHAR

NPM. 1041010019

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(3)

PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH J AWA TIMUR DALAM PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN

STANDAR PROGRAM SIARAN

Disusun Oleh :

YASA MUAZHAR NPM : 1041010019

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui :

Pembimbing,

Dra. Sr i Wibawani, M.Si

NIP. 196704061994032001

Mengetahui :

Dekan Falutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasionl ”Veteran” J awa Timur

(4)

PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH J AWA TIMUR DALAM PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN

STANDAR PROGRAM SIARAN

Disusun Oleh :

YASA MUAZHAR NPM : 1041010019

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Pr ogram Studi Administr asi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Pada Tanggal : 10 J uli 2014

Dosen Pembimbing, Tim Penguji :

Dra. Sr i wibawani, M.Si

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ J awa Timur

(5)

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian yang

berjudul “PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH J AWA

TIMUR DALAM PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN

DAN STANDAR PROGRAM SIARAN”.

Pembuatan Skripsi ini, merupakan bagian dari program studi Ilmu

Administrasi Negara yang wajib diselesaikan oleh Mahasiswa, untuk memenuhi

persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1). Pada Program Studi Ilmu

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Tersusunnya Skripsi ini, penulis mengucapakan terima kasih sebesar

besarnya kepada Ibu Dra. Sri Wibawani, M.Si. Selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

disamping itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan banyak terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

Penelitian ini, diantaranya :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

(6)

3. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN

“Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak/Ibu Komisioner KPID Jawa Timur, serta Staf dan rekan-rekan

KPID Jawa Timur. Yang telah membantu dan memberi kesempatan

kepada penulis, melakukan kegiatan penelitian sebagai syarat

memperoleh gelar Sarjana.

5. Buat kedua Orang tua Bapak’ Musthofa dan Ibu’ Sri Umayati serta

Keluarga tercinta. Terima kasih sudah memberi kesempatan Penulis

untuk mengenyam bangku Perkuliahan.

6. Buat Keluarga de.vils_pueblic: pee.ek Ali(kuman), Adit,

Arga(ultramen), Enggar(Item), pee.ek Lamongan, Mamat, Aceng,

Bagus. Atmoko, Diana, Dini, Shinta dan Teman-teman ADNE 2010.

Matur nuwun atas kebersamaan serta semangat yang telah diberikan.

7. Buat Si emaa.ak “Wury Nur Hidayati” Terima kasih buat semangat

dan marah-marahnya.

Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan

dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis senantiasa bersedia dan terbuka

dalam menerima saran, kritik dari semua pihak yang dapat menambah

kesempurnaan Skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih, serta besar harapan penulis.

Semoga Skripsi ini, dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Juli 2014

(7)

HALAMAN J UDUL ... i

HALAMAN PERSETUJ UAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

ABST RAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

BAB II KAJ IAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu ... 11

B. Landasan Teori ... 14

1. Pengertian Peran ... 14

2. Kebijakan Publik ... 15

a. Pengertian Kebijakan Publik ... 16

3. Birokrasi ... 18

a. Pegertian Birokrasi... 18

b. Karakteristik Birokrasi ... 19

c. Fungsi dan Posisi Birokrasi ... 20

4. Organisasi ... 21

a. Pengertian Organisasi ... 21

b. Prinsip-prinsip Organisasi ... 23

(8)

C. Kerangka Berfikir ... 32

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Fokus Penelitian ... 34

C. Lokasi Penelitian ... 35

D. Jenis dan Sumber Data ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 44

G. Keabsahan Data ... 46

BAB 1V HASIL DAN PE MBAHASAN A. Gamba r a n Umum Lokasi Penelitian ... 48

1. Struktur Organisasi Sekretriat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur ... 51

2. Fungsi, Wewenang, Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur ... 53

3. Wilayah Pemantauan Isi Siaran Televisi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur ... 56

1. Struktur Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Jawa Timur ... 60

a. Tugas Sekretariat KPID Provinsi Jawa Timur ... 60

2. Komposisi Pegawai Sekretriat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Jawa Timur ... 63

B. Hasil Penelitia n

(9)

3. Melakukan Koordinasi dan/atau Kerjasama dengan Pemerintah,

Lembaga Penyiaran, dan Masyarakat ... 83

a. Koordinasi dan/atau Kerjasama dengan Pemerintah ... 84

b. Koordinasi dan/atau Kerjasama dengan Lembaga Penyiaran ... 87

c. Koordinasi dan/atau Kerjasama dengan Masyarakat ... 90

C. Pembahasa n ... 93

1. Mengawasi Pelaksanaan Peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran Serta Standar Program Siaran ... 94

2. Memberikan Sanksi Terhadap Pelanggaran Peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran Serta Standar Program Siaran... 96

3. Melakukan Koordinasi dan/atau Kerjasama dengan Pemerintah, Lembaga Penyiaran, dan Masyarakat ... 97

BAB V KESIMPUL AN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA

(10)

Televisi dan radio sudah menjadi kebutuhan setiap manusia, dalam rangka memperoleh informasi dan hiburan. Hal ini yang terkadang dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran baik televisi maupun radio, dikarenakan lembaga penyiaran adalah sebuah Perusahaan. Dimana dalam menjalankan setiap aktifitasnya, dituntut untuk selalu berinovasi, berdaya saing/berlomba-lomba guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga banyak lembaga penyiaran mengesampingkan nilai-nilai, serta budaya yang berlaku di masyarakat, dengan cara menayayangkan program siaran yang tidak sehat.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Fokus penelitian ini pertama adalah mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, fokus kedua adalah memberikan sanksi terhadap perlanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, fokus ketiga adalah melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarajat. Penelitian ini dengan menggunakan model interaktif Miles and Huberman (1992: 20) Terjemahan dari Tjetjep Rohendi Rohidin. Keabsahan data pada penelitian ini meliputi credibility

(derajat kepercayaan); transferability (keteralihan); dependability

(ketergantungan); konfirmability (kepastian).

Hasil dari penelitian ini adalah pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran sudah tersusun dan ditetapkan pada tahun 2012, dalam pelaksanaan pengawasan bisa dikatakan belum optimal dikarenakan masih minimnya peralatan yang digunakan untuk mengawasi isi siaran di televisi. Pemberian sanksi yang dilakukan KPID Jawa Timur hanya sampai dengan sanksi administratif/teguran tertulis hingga pengurangan durasi program acara, hal ini dikarenakan minimnya kewenangan yang diberikan oleh KPID Jawa Timur dalam menjatuhkan sanksi terhadap lembaga penyiaran yang terbukti melakukan pelanggaran isi siaran. Koordinasi dan kerjasama dengan Pemerintah, Lembaga Penyiaran dan Masyarakat telah dilakukan dengan serangkaian acara misalnya pengawasan siaran kampanye melalui media televisi, sosialisasi, workshop serta literasi media. Peran KPID Jawa Timur sangatlah penting baik dalam melakukan pengawasan maupun memberikan sanksi terhadap isi siaran, dengan adanya koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait diharapkan KPID Jawa Timur mampu merepresentasikan kepentingan publik.

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 F berbunyi “Setiap orang berhak

untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan

pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Dalam era globalisasi seperti saat ini, manusia sebagai makhluk sosial

tidak akan bisa terlepas dari alat telekomunikasi. Karena komunikasi juga

diartikan sebagai kebutuhan setiap manusia untuk memperoleh informasi,

dapat dikatakan televisi dan radio merupakan salah satu media masa yang

efektif dalam menjalin suatu komunikasi. Khususnya di Republik Indonesia,

televisi dan radio saat ini telah menjadi barang biasa di rumah, kantor bisnis,

maupun institusi, khususnya sebagai sumber kebutuhan akan hiburan, berita,

serta menjadi media periklanan.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi baik televisi maupun

radio. Telah melahirkan masyarakat informasi yang makin besar tuntutannya,

akan hak untuk mengetahui, dan hak untuk mendapatkan informasi. Informasi

telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas

penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(12)

masing-saja penonton akan mendapat hiburan. Jika penonton menganggap televisi

merupakan salah satu media untuk memperoleh pengetahuan, maka manfaat

yang dirasakanpun akan menjurus kepada hal tersebut. Salah satu manfaat dari

televisi dan radio adalah sebagai penambah wawasan terkini mulai dari berita,

hobby, gaya hidup, hingga dunia. Wawasan ini dirangkum dalam sebuah

konsep acara tertentu. Program yang memberikan wawasan bermanfaat terlaris

adalah berita, baik berita mengenai politik, ekonomi, pendidikan, seni, hingga

olah raga yang mampu memberikan manfaat bagi penonton.

Lembaga penyiaran sebagai penyelenggara penyiaran, baik lembaga

penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas,

maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas,

fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu, pemerintah sebagai pembuat regulasi

mengeluarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran.

Pasal 7 Undang-undang Republik Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran :

1. Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)

disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI;

2. KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur

hal-hal mengenai penyiaran;

3. KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI

(13)

4. Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya,

KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi.

Pasal 8 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran :

1. KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi

aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran;

2. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), KPI mempunyai wewenang:

a. Menetapkan standar program siaran;

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;

c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku

penyiaran serta standar program;

d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman

perilaku penyiaran serta standar program siaran;

e. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah,

lembaga penyiaran, dan masyarakat.

Pasal 50 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran :

(14)

2. KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang

mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku

penyiaran;

3. KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang

bersifat mendasar;

4. KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang

bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab;

5. KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan

penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga

Penyiaran yang terkait.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran merupakan dasar bagi pembentukan Komisi Peyiaran Indonesia

(KPI), semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan

ranah publik, harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari

campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

Proses Demokratisasi Penyiaran di Indonesia, menempatkan publik

sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi

adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus

sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Artinya adalah media penyiaran harus

menjalankan fungsi pelayanan, memberi informasi publik yang sehat.

Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan,

ilmu pengetahuan, dll. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat

(15)

tentang Penyiaran, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

mengamanatkan semangat demokratisasi dalam ranah penyiaran. Harapan ini

berbanding lurus dengan sistem sosial dan politik Indonesia yang mengarah

pada sistem yang demokratis setelah bangsa Indonesia masuk Era Reformasi.

Demokratisasi politik merambah pada demokratisisasi penyiaran.

Demokratisasi dalam bidang penyiaran secara substansial bermakna

berkurangnya atau bahkan hilangnya hegemoni kekuasaan politik terhadap

dunia penyiaran. Sistem penyiaran demokratis mengandaikan masyarakat

diberi kepercayaan untuk mengatur dunia penyiaran. Negara atau pemerintah

mempercayakan regulasi penyiaran pada rakyat. Rakyat itulah yang

direpresentasikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) apabila di daerah.

Demokratisasi penyiaran juga bisa dimaknai dengan adanya diversity of

content (keragaman isi), diversity of ownership (keragaman kepemilikan) dan

diversity of voice (keragaman pendapat dan suara). Artinya, monopoli

kepemilikan media seharusnya tidak diperkenankan. Sementara isi siaran

seharusnya tidak boleh lagi seragam dan bersifat sentralistik. Independen

dalam Komisi Penyiaran Indonesia adalah untuk mempertegas bahwa

pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik, harus dikelola

oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan

kekuasaan.

(16)

7 ayat 4. Yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terdiri dari Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI) pusat, di bentuk tingkat pusat dan Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI) daerah, di bentuk di tingkat provinsi. Dengan

tujuan pasal 7 ayat 2, untuk mengatur hal-hal mengenai penyiaran.

Sebagaimana di atur dalam ketentuan pasal 9 dan 10 Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, anggota Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur berjumlah 7 orang yang di

pilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atas usul masyarakat melalui

uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.

Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan

merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika,

kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi

nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,

mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam

rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera,

serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur sudah

berlangsung selama IV periode, dimulai dari periode I masa jabatan tahun

2003-2007, periode II masa jabatan tahun 2007-2010, periode III masa jabatan

tahun 2010-2013. Pada hari jum’at tanggal 11 Oktober 2013 di Gedung

(17)

kepengurusan baru Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur

periode IV untuk masa jabatan tahun 2013-2016.

Sebanyak tujuh komisioner itu diminta untuk lebih bisa menjaga

informasi yang disampaikan media penyiaran kepada masyarakat. Menurut

gubernur, ini karena fungsi informasi yang adil dari media diyakini bisa

membawa suasana yang nyaman dan aman. “Memberikan keseimbangan dan

keadilan antar lembaga penyiaran”. Konkritnya Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah (KPID) tidak berpihak pada satu media saja.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)/Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

(KPID), membuat regulasi berupa Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan

Standar Program Siaran (SPS) yang dimasukkan dalam Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tujuannya

adalah menegakkan aturan-aturan mengenai pelanggaran program siaran,

merusak nilai-nilai, dan budaya yang berlaku di masyarakat. Sehingga

diharapkan masyarakat mendapatkan siaran yang sehat dan bermartabat.

Masyarakat berhak mendapatkan siaran yang sehat dan bermartabat, karena

frekuensi adalah milik publik bukan milik individu atau golongan.

Dalam kenyataannya, banyak lembaga penyiaran tidak menjalankan

ketentuan isi siaran sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan

(18)

Tabel 1

Rekapitulasi Laporan Monitoring J awa Timur Pengawasan Isi Siar an Bulan J anuar i – April Tahun 2014

No Bulan Pelanggaran

Seksualitas Kekerasan

Merokok/Napza/Minuman

Beralkohol

1 Januari 30 22 13

2 Februari 33 54 10

3 Maret 39 54 9

4 April 51 43 9

J umlah 153 173 41

Sumber : Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur Tahun 2014

Televisi dan radio sudah menjadi kebutuhan setiap manusia, dalam

rangka memperoleh informasi dan hiburan. Hal ini yang terkadang

dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran baik televisi maupun radio, dikarenakan

lembaga penyiaran adalah sebuah Perusahaan. Dimana dalam menjalankan

setiap aktifitasnya, dituntut untuk selalu berinovasi, berdaya

saing/berlomba-lomba guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga banyak

lembaga penyiaran mengesampingkan nilai-nilai, serta budaya yang berlaku di

masyarakat, dengan cara menayayangkan program siaran yang tidak sehat.

(19)

Belakangan orang tua mulai prihatin dengan joget oplosan yang dinilai terlalu vulgar karena mulai diikuti anak-anak. Gerakan joget itu sendiri sebenarnya simpel. Ketika lagu sudah memasuki bagian reff, sekelompok orang membuat barisan berjejer dan menghadap ke kanan atau ke kiri secara bergantian. Kemudian, tangan kanan berada di kening, dan tangan kiri di pinggang belakang, dan bagian panggul ditonjolkan ke depan. Pinggul kemudian diayun-ayunkan naik turun. Badan pun ikut bergerak maju mundur. Gerakan ini berulang dilakukan sampai bagian reff lagu selesai. "Anak saya juga sudah pinter joget-joget seperti itu, padahal itu gerakannya agak vulgar," curhat seorang bapak Rian, kepada merdeka.com, Senin (30/12).

Berdasarkan data dan fenomena tren goyang oplosan di atas, yang

dipopulerkan artis Soimah pada program YKS. Tayang di salah satu televisi

swasta ini, melanggar ketentuan Standar Program Siaran (SPS) BAB XII

mengenai Pelarangan dan Pembatasan Seksualitas Pasal 18 poin (i)

menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis.

Dari data dan fenomena diatas menunjukkan, dengan adanya Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur, tidak menutup peluang bagi lembaga

penyiaran melakukan pelanggaran melalui isi siaran, hal ini yang membuat

penulis melakukan sebuah penelitian mengenai “Peran Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah J awa Timur Dalam Pelaksanaan Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Progr am Siaran”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat ditarik

suatu rumusan masalah yaitu : Bagaimana Per an Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah J awa Timur Dalam Pelaksanaan Pedoman

(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai

dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan,

menganalisis dan menginterpretasikan : Untuk Mengetahui Bagaimana

Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah J awa Timur Dalam

Pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Pr ogram

Siar an.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan suatu usaha untuk

meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah

dan untuk menerapkan teori-teori yang para penulis peroleh selama

perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bagi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur, hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan

pemikiran sebagai masukan dalam rangka meningkatkan Peran

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur Dalam Pelaksanaan

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

3. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, akan melengkapi

ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat

(21)

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat

dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait dengan

penelitian ini, yaitu :

1. Yohana Pomot (2013), jurusan Ilmu Administr asi Negara, fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer sitas Tanjungpur a Pontianak.

Dengan judul penelitian “Implementasi Pedoman Perilaku Penyiaran

dan Standar Pr ogram Siaran Di Radio Banua Cordis Darit –

Kabupaten Landak”.

Maka dari hasil penelitian ini adalah Standar porsi siaran waktu iklan

niaga dan iklan layanan masyarakat, serta potongan harga iklan layanan

masyarakat tidak sesuai dengan P3SPS Pasal 44 ayat 1, 2 dan 5. Sumber

daya tidak memadai, sikap dan pelaksanaan kebijakan belum memenuhi

P3SPS pasal 44 ayat 1, 2 dan 5, belum adanya komunikasi antar organisasi

pelaksana kebijakan.

Dari uraian diatas, maka permasalahan di Radio Banua Cordis adalah

Harga iklan layanan masyarakat tidak sesuai P3SPS pasal 44 ayat 5. Porsi

waktu siaran iklan niaga dan iklan layanan masyarakat di Radio Banua

Cordis tidak sesuai dengan P3SPS pasal 44 ayat 1 dan 2.

(22)

mengkaji pelaksanaan Radio Banua Cordis tidak sesuai dengan aturan

P3SPS pasal 44 ayat 1 dan 2 mengenai porsi waktu siaran iklan niaga dan

iklan layanan masyarakat.

Perbedaan dan persamaan dari penelitian ini antara lain, untuk perbedaan

yaitu mengenai tujuan peneltian. Dimana dalam penelitian tersebut,

peneliti mengkaji pelaksanaan Radio Banua Cordis yang tidak sesuai

dengan aturan P3SPS mengenai Siaran Iklan pasal 44 ayat 1, 2 dan 5.

Untuk persamaan dalam penelitian ini yaitu jenis penilitian dimana

sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif.

2. Devi Rahayu (2010), jurusan Ilmu Komunikasi, fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi Univer sitas Islam Negri Syar if

Hidayatullah J akarta. ”Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Pusat Ter hadap Tayangan Infotaimen Di Televisi”.

Maka dari hail penelitian diatas adalah KPI melakukan kajian dalam

bidang masing-masing. KPI menerima aduan dari masyarakat. KPI

melakukan pengawasan langsung.

Dari uraian di atas maka permasalahannya adalah Apa saja kegiatan KPI

dalam mengawasi tayangan infotaimen di televisi. Bagaimana

langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran tayangan infotaimen di

televisi.

Tujuan penelitian adalah Secara umum ingin memberikan kontribusi

kepada khalayak berupa tulisan dan teori mengenai KPI Pusat. Serta

(23)

peneliti ingin memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai KPI Pusat

yang merupakan lembaga independen dan mengetahui ketentuan yang

ditentukan KPI dalam memberikan batasan terhadap suatu tayangan.

Persamaan dari penelitian ini antara lain yaitu ingin mengetahui peran

KPI, walaupun dalam penelitian ini. Peneliti lebih ke tayangan televisi.

Yaitu KPI melakukan kajian dalam bidang masing-masing. KPI menerima

aduan dari masyarakat. KPI melakukan pengawasan langsung, serta jenis

penelitian yang sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif.

3. Siti Aisah (2010), jur usan Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam

Univer sitas Islam Negri Syarif Hidayatullah J akarta. “Implementasi

Regulasi Penyiaran dalam Pr ogr am Berita Kriminal Sergap di

RCTI”.

Maka dari hasil penelitian diatas adalah Regulasi penyiaran mencakup tiga

hal, yakni struktur, tingkah laku, dan isi.

Dari uraian diatas maka permasalahannya adalah Bagaimana Implementasi

Regulasi Penyiaran dalam Program berita Kriminal Sergap di RCTI.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana Implementasi

regulasi penyiaran dalam program berita kriminal Sergap di RCTI..

Perbedaan dan persamaan dari penelitian ini antara lain, untuk perbedaan

yaitu mengenai tujuan peneltian. Dimana dalam penelitian tersebut,

peneliti ingin mengetahui Bagaimana Implementasi regulasi penyiaran

(24)

penelitian ini yaitu jenis penilitian dimana sama-sama menggunakan

metode penelitian kualitatif.

B. Landasan Teori

Di dalam cara berpikir secara ilmiah, penggunaan teori sangat dibutuhkan,

baik sebagai tolak ukur berpikir maupun bertindak. Karena teori merupakan

suatu kebenaran yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai

keterbatasan waktu dan tempat. Adapun tujuan landasan teori ini adalah untuk

memberikan suatu landasan berpikir kepada penulis dalam usahanya untuk

mencari kebenaran yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, dimana

hasilnya.

1. Pengertian Peran

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah

laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan

dimasyarakat dan harus dilakukan.

Peranan menurut (Soekanto, 2009:212-213) merupakan proses

dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu

peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk

kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan

karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.

Merton dalam Raho (2007:67) mengatakan bahwa peranan

didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari

(25)

perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah

kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki

oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus.

Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan mencakup

3 hal, antara lain:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi

atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini

merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing

seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

oleh indvidu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang

penting bagi struktur sosial masyarakat.

Dari perbincangan tentang definisi peran menurut beberapa pakar di

atas, kini kita menyadari bahwa peran merupakan beberapa tingkah laku

yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat dan

harus dilakukan. Sehingga peran adalah kelengkapan dari

hubungan-hubungan berdasarkan kedudukan, yang dimiliki dan harus dilakukan oleh

orang yang menduduki status-status sosial khusus.

2. Kebijakan Publik

a. Pengertian Kebijakan Publik

(26)

(pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh

pemerintah). Definisi yang diusulkan Dye ini sering dikutip dan hampir

selalu dapat kita jumpai di setiap buku teks yang ditulis oleh para ahli.

Namun, meski cukup akurat, ia sebenarnya tidak cukup memadai untuk

mendeskripsikan substansi atau esensi kebijakan publik yang

sesunguhnya. Dengan pemaknaan seperti yang digagas oleh Dye itu,

kemungkinan akan menimbulkan kerancuan tertentu. Sebab, dalam realita

memang terdapat perbedaan makna yang cukup besar dan mendasar antara

apa yang ingin dilakukan pemerintah dengan apa yang nyata dilakukan

pemerintah.

Pakar Inggris, W.I. Jenkins (1978:15), merumuskan kebijakan

publik sebagai berikut:

“A set of interrelated decisions taken by a political actor or group

of actors concerning the selection of goals and the means of achieving

them within a specified situation where thes decisions should, in

principle, be within the power of these actors to achiev” (serangkaian

keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor

politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah

dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi.

Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam

batas-batas kewenangan kekuasaaan dari para aktor tersebut).

Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria (1981), telah

(27)

action addressed to a particular problem or group of related problems

that affect society at large” (suatu tindakan bersanki yang mengarah

pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi

sebagian besar warga masyarakat).

Pakar Perancis, Lemieux (1995: 7), merumuskan kebijakan publik

sebagai berikut:

“The product of activities aimed at the resolution of public

problems in the environment by political actors whose realitionship

are structured. The entire process evolves over time” (produk

aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan

masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh

aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses

aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu).

Dari perbincangan tentang definisi kebijakan publik di atas, kini

kita menyadari bahwa semua pembuatan kebijakan publik (public

policy making) itu akan selalu melibatkan pemerintah, dengan cara

tertentu. Gerston (2002), kiranya tidak keliru ketika ia dalam kaitan ini

menegaskan bahwa “all public policy making involves government in

some way” (semua pembuatan kebijakan publik melibatkan

(28)

3. Birokr asi

a. Pengertian Birokr asi

Secara bahasa, istilah birokrasi berasal dari bahasa Perancis

bureau yang berarti kantor atau meja tulis, dan kata Yunani, kratein

yang artinya mengatur.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008:199) Birokrasi

adalah 1. Pemerintah yang dijalankan oleh pegawai pemerintah yang

berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. 2. Cara bekerja atau

susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat

dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.

Birokrasi menurut Mas’ud (2009:2) adalah sistem administrasi dan

pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hirarki

yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis (written procedures).

Dilakukan oleh bagian tertentu, yang terpisah dengan bagian lainnya.

Oleh orang-orang yang terpilih karena kemampuan dan keahlian

dibidangnya. Yang memiliki ciri dari birokrasi ini adanya pembagian

kerja secara hirarki dan rinci yang didasarkan pada aturan-aturan

tertulis, dan diterapkan secara personal, dijalankan oleh staf yang

bekerja full time. Seumur hidup dan professional, yang sama sekali

tidak turut memegang kepemilikan atas alat-alat pemerintah atau

pekerjaan yang memberikan keuntungan jabatannya dan keuntungan

(29)

Dalam pemikiran Max Weber, birokrasi ditempatkan dalam

kerangka proses rasionalisasi dunia modern. Bahkan Weber

memandang birokrasi rasional sebagai umur pokok dalam proses

rasionalisasi dunia modern, yang baginya lebih mencakup ketepatan

dan kejelasan yang dikembangkan dalam prinsip-prinsip

kepemimpinan organisasi sosial.

b. Karakteristik Birokr asi

Menurut Weber dan Pasolong (2007:72), menyusun karakteristik

birokrasi menjadi 7, sebagai berukut:

1. Spesialisai pekerjaan, yaitu semua pekerjaan dilakukan dalam

kesederhanaan, rutinitas, dan mendefinisikan tugas dengan baik.

2. Hirarki kewenangan yang jelas, yaitu sebuah struktur multi tingkat

yang formal dengan posisi hirarki atau jabatan, yang memastikan

bahwa setiap jabatan yang lebih rendah berada di bawah supervise

dan control dari yang lebih tinggi.

3. Formalisasi yang tinggi, yaitu semua anggota organisasi diseleksi

dalam basis kualifikasi yang di demonstrasikan dengan pelatihan,

pendidikan, atau latihan formal.

4. Pengambilan keputusan mengenai penempatan pegawai yang

didasarkan atas kemampuan, yaitu pengambilan keputusan tentang

seleksi dan promosi didasarkan atas kualifikasi teknik, kemampuan

(30)

5. Bersifat tidak pribadi (impersionalitas), yaitu sanksi-sanksi

diterapkan secara seragam tanpa perasaan pribadi untuk

menghindari keterlibatan dengan kepribadian individual dan

preferensi pribadi para anggota.

6. Jejak karier bagi para pegawai diharapkan mengejar karier dalam

organisasi. Sebagai imbalan atas komitmen terhadap karier

tersebut, para pegawai mempunyai masa jabatan, artinya mereka

akan dipertahankan meskipun mereka kehabisan tenaga atau jika

kepandaiannya tidak terpakai lagi.

7. Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan

pribadi, yaitu pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk

keperluan pribadinya termasuk keluarganya.

c. Fungsi dan Posisi Birokr asi

Negara modern membutuhkan birokrasi yang modern.

Birokrasilah yang mengimplementasikan politik dan kebijakan Negara.

Seorang pejabat publik memiliki waktu yang terbatas dan tak mungkin

bisa ada di semua tempat pada saat yang bersamaan, hal itu disebabkan

rentang kendali mereka terbatas.

Dalam kaitan ini birokrat memiliki posisi unik. Keterjaminan

posisi pegawai negri sipil lebih besar ketimbang yang dimiliki oleh

para politisi. Dengan demikian ada dua kekuatan birokrasi, yaitu :

“Control over implementation and comparison between the career

(31)

Sumber kekuatan birokrasi itu sendiri bisa menjadi sesuatu yang

positif dan juga bias menjadi sesuatu yang negative. Menjadi sesuatu

yang positif jika dijalankan dalam kerangka pencapaian tujuan Negara.

Namun, menjadi sesuatu yang negative manakala dijalankan demi

birokrasi itu sendiri.

4. Organisasi

a. Pengertian Organisasi

James L. Gibson c.s. menyatakan bahwa: “Organisasi-organisasi

merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai

hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh

individu-individu yang bertindak secara sendiri” (Gibson, et.al., 1985:7).

Organisasi-organisasi didirikan oleh perilaku mereka yang

diarahkan ke arah pencapaian tujuan. Mereka mengupayakan

pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran, yang dapat

dilaksanakan secara lebih efektif dan lebih efisien, melalui

tindakan-tindakan individu-individu serta kelompok-kelompok secara terpadu.

Herbert G. Hicks menyajikan rumusan berikut untuk sebuah

organisasi: “An organization is a structured process in which person

interact for objectives” (Herbert G. Hicks, 1972: 23).

Adapun definisi tersebut berlandaskan sejumlah fakta yang

merupakan ciri umum semua organisasi.

(32)

2. Orang-orang tersebut terlibat satu sama lain dengan satu atau lain

cara – maksudnya mereka semua berinteraksi.

3. Interaksi tersebut selalu dapat diatur atau diterangkan degan jenis

struktur tertentu.

4. Masing-masing orang di dalam sesuatu organisasi memiliki

sasaran-sasaran pribadi, di mana beberapa diantaranya merupakan

alasan-alasan bagi tindakan yang dilakukannya. Ia mengekspektasi

bahwa keterlibatannya di dalam organsisasi tersebut membantunya

mencapai sasaran-sasarannya.

Menurut Sondang P. Siagian mendefinisikan organisasi sebagai

berikut : “Oranisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang

atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan bersama dan

terikat secara fomal dalam suatu ikatan hirarki di mana selalu terdapat

hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut

pimpinan dan seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan”.

(Sondang P. Siagian 1983)

Chester I, Bernard : “Organization is a system of cooperation

activities of two or more persons something intangible and impersonal,

largely a matter of relationship”. Artinya kurang lebih : organisasi

merupakan suatu sistem usaha bersama antara dua orang atau lebih,

sesuatu yang tidak berwujud dan tidak bersifat pribadi, yang sebagaian

besar mengenai hubungan-hubungan kemanusiaan. (Chester I. Bernard

(33)

Dari beberapa definisi tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa

organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara sekelompok

orang yang tergabung dalam suatu wadah tertentu guna mencapai

tujuan bersama seperti yang telah ditetapkan bersama.

b. Pr insip-pr insip Organisasi

Koordinasi (coordination) adalah kegiatan pengaturan usaha

sekelompok orang secara terarah dan teratur untuk menciptakan

kesatuan gerak/tindakan dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Koordinasi juga merupakan usaha untuk mendapatkan sinkronisasi

usaha yang berpangkal pada waktu dan tata-urutan pelaksanaan

pekerjaan. Dengan kata lain koordinasi adalah suatu keselarasan tugas

antar satuan organisasi yang ada di dalam organisasi. Dengan demikian

tujuan organisasi akan tercapai secara efektif apabila semua orang,

semua pejabat, dan semua unit/satuan organisasi serta sumber daya

diselaraskan dengan tujuan organisasi.

Koordinasi hendaknya dibedakan dengan kerja sama. Kerja sama

merupakan kegiatan bantu-membantu yang dilakukan bersama-sama.

Oleh karena itu kerja sama merupakan aksi (action) bersama, antara

seseorang dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama

(collective action of an person with another or other toward a

commongoal). Sedang koordinasi perupakan perpaduan atas

(34)

waktu serta pengerahan aksi-aksi yang harmonis dan seragam,

serempak menuju ke arah tercapainya tujuan tertentu.

Menurut arahnya koordinasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu

koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal (Soekarno K.; 1975,

53-54).

1. Koordinasi vertikal adalah tindakan atau kegiatan

penyatuan/pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap

kegiatan-kegiatan, unit-unit/satuan-satuan kerja yang langsung ada

di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Misalnya Direktur

Jendral melakukan koordinasi terhadap para direktur yang ada

dibawah wewenang dan tanggung jawabnya.

2. Koordinasi Horizontal dibedakan menjadi dua, yaitu

interdisiplinary dan interealated:

a. Koordinasi Interdisiplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka

mengarahkan/menyatukan tindakan untuk mewujudkan disiplin

antar unit yang satu dengan yang lain, baik secara internal maupun

secara eksternal pada unit-unit yang mempunyai tugas yang sama.

Misalnya penggandaan warkat pada suatu organisasi dikoordinasi

oleh unit pengandaan organisasi yang bersangkutan. Masalah

pendidikan dan pelatihan pegawai suatu departemen dikoordinasi

oleh unit pendidikan dan pelatihan departemen yang bersangkutan.

b. Koordinasi Interelated adalah koordinasi antara badan,

(35)

atau mempunyai kaitan secara internal maupun secara eksternal.

Misalnya masalah transmigrasi, secara fungsional merupakan

tanggung jawab Departemen Transmigrasi. Dalam melaksanakan

transmigrasi perlu pembukaan hutan sebagai lahan bagi para

transmigran, dan juga penyediaan tempat tinggal. Kita tahu bahwa

pembukaan lahan hutan merupakan tugas dan tanggung jawab serta

wewenang dari Departemen Kehutanan, sedang penyediaan tempat

tinggal merupakan fungsi dari Departemen Pekerjaan Umum. Oleh

karena itu pelaksanaan transmigrasi akan berhasil dengan baik

apabila ada koordinasi antara instalasi/departemen tersebut.

Koordinasi terutama bertujuan untuk menghindari bahaya

spesialisasi dalam organisasi. Spesialisasi dalam organisasi akan

menimbulkan ekses-ekses negatif sebagai berikut:

1. Dengan spesialisasi orang akan semakin mengkonsentrasikan

dirinya dalam bidang tertentu. Orang akan membenamkan diri

dalam suatu bidang tertentu, dalam cara kerja yang semkain sempit

sehingga hubungan antara tugasnya sendiri dengan tugas pegawai

yang lain tidak sempit lagi.

2. Orang hanya merasa bertanggung jawab kepada bidang

spesialisasinya.

3. Masing-masing pejabat (para spesialis) merasa bidang tugasnya

(36)

4. Semakin mendalam seseorang dalam pengkhususan (spesialisasi),

semakin tidak mampu ia memahami implikasi sosial dari apa yang

dikerjakan.

5. Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

Handoko (1984:359) mendefinisikan pengawasan sebagai “proses

untuk menjamin agar tujuan organisasi dan manajemen tercapai”.

Pengawasan pada dasarnya merupakan aktivitas membandingkan

kondisi yang ada dengan kondisi yang seharusnya terjadi. Bila ternyata

ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan segera diambil

tindakan koreksi. Agar dapat efektif mencapai tujuannya, pengawasan

tidak dilakukan hanya pada saat akhir proses manajemen saja, akan

tetapi berada pada setiap tingkatan proses manajemen. Dengan

demikian pengawasan akan memberikan nilai tambah bagi

peningkatan pelayanan atau kinerja organisasi.

Koontz (1984:123) berpendapat bahwa “kontrol merupakan sistem

sibernetik dan sistem masukan balik”. Setiap sistem mempunyai naluri

untuk hidup, dan mengontrol dirinya sendiri melalui sistem

komunikasi yang mentransfer informasi masukan balik agar bahaya

dapat diketahui dengan segera dapat diambil.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengawasan adalah proses

untuk menjamin agar tujuan organisasi dan manajemen tercapai.

(37)

1. Untuk mengetahui apakah hasil kegiatan yang dilaksanakan telah

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan;

2. Apakah pelaksanaan visi, misi, tugas dan fungsi organisasi telah

sesuai dengan kebijaksanaan, pengarahan, prosedur, dan

pedoman-pedoman yang telah ditetapkan;

3. Untuk mengetahui apakah ada kesulitan-kesulitan,

hambatan-hambatan, tantangan, peluang dan potensi-potensi yang penting

diketahui untuk keberhasilan pencapain tujuan dan bilamana perlu

melaksanakan tindakan koreksi;

4. Apakah pelaksanaan kegiatan tersebut dapat berjalan secara

efisien, efektif dan produktif dilihat dari tenaga, biaya

perlengkapan/ peralatan dan saran prasarana yang ada;

5. Untuk mengambil tindakan koreksi dan meluruskan kembali bila

terjadi penyimpangan tujuan organisasi serta ketidak beresan

dalam pelaksanaan rencana dan program;

6. Dengan adanya pengawasan dapat dicegah terjadinya

penyimpangan, pemborosan dan kegagalan yang tidak perlu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa salah satu

urgensi dan tujuan pengawasan adalah untuk mencegah terjadinya

penyimpangan dan penyelewengan dari aturan dan

perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

(38)

disiplin, atau dengan kata lain dapat mendorong pegawai untuk

meningkatkan disiplin kerja mereka.

Ndraha (2003:197) Pengawasan sebagai proses, berlangsung

dibawah empat prinsip pengawasan yang juga adalah prinsip

organisasi, yaitu:

1. Koordinasi sebagai hubungan timbal balik semua faktor di dalam

suatu situasi,

2. Koordinasi dengan kontak langsung antar manusia yang

berkepentingan,

3. Koordinasi pada tahap awal setiap kegiatan dan

4. Koordinasi sebagai sebuah proses yang berjalan terus menerus.

b. Tujuan Pengawasan

Beberapa tujuan pengawasan administrasi kantor menurut

(Odgers:2005) adalah :

1. Meningkatkan kinerja organisasi secara kontinu, karena kondisi

persaingan usaha yang semakin tinggi menuntut organisasi untuk

setiap saat mengawasi kinerjannya.

2. Meningkatkan efisiensi dan keuntungan bagi organisasi dengan

menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu atau mengurangi

penyalahgunaan alat atau bahan.

3. Menilai derajat pencapaian rencana kerja dengan hasil aktual yang

dicapai, dan dapat dipakai sebagai dasar pemberian kompensasi

(39)

4. Mengkoordinasikan beberapa elemen tugas atau program yang

dijalankan,

5. Meningkatkan keterkaitan terhadap tujuan organisasi agar tercapai.

Sehingga dapat diuraikan definisi dari tujuan pengawasan adalah

meningkatkan baik kinerja organisasi serta efisiensi, menilai derajat

pencapaian rencana kerja, mengkoordinasikan beberapa elemen tugas

dan meningkatkan keterkaitan terhadap tujuan organisasi yang telah

disepakati bersama.

c. Manfaat Pengawasan

Beberapa manfaat kantor antara lain :

1. Membantu memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh

organisasi.

2. Membantu pegawai dalam meningkatkan produktivitas karena

kesadaran akan kualitas dan kuantitas.

3. Menyediakan alat ukur produktivitas pegawai atau aktivitas yang

objektif bagi organisasi.

4. Mengidentifikasi beberapa hal yang membuat rencana tidak sesuai

dengan hasil actual yang dicapai, dan memfasilitasi

pemodifikasiannya.

5. Membantu pencapaian kerja sesuai tingkat atau deadline yang

ditetapkan (Quible : 2001).

(40)

produktivitas, mengidentifikasi, dan membantu pencapaian kerja

sesuai dengan tingkat dan target yang telah ditetapkan.

d. Unsur Pengawasan

Proses pengawasan akan berkurang optimal jika unsur–unsur di

bawah ini dihilangkan (Quible : 2001) :

1. Faktor–faktor yang diawasi, sebelum pengawasan dilakukan

seyogyanya stakeholders internal diberikan pemahaman tentang

faktor–faktor apa saja yang diawasi. Tentu saja, pengawasan

terhadap faktor yang tidak terlalu penting akan mengakibatkan

waktu dan tenaga terbuang secara sia–sia. Misalnya, pada

departemen administrasi penjualan, penyelesaian order penjualan

merupakan factor penting yang perlu diawasi guna mengukur

keefektifan dari fungsi pengolahan data penjualan yang dilakukan.

2. Identifikasi hasil yang diharapkan. Identifikasi parameter yang

kurang jelas mengenai hasil yang di inginkan dari aktivitas

pekerjaan yang dilakukan membuat pengawasan tidak akan

berjalan dengan efektif. Untuk itulah, ketertiban semua pihak

(termasuk pihak yang akan diawasi) mutlak diperlukan, bila perlu

organisasi dapat mengundang konsultan untuk menentukan

alatukur yang akan digunakan.

3. Pengukuran kinerja. Sebelum hasil actual dan hasil yang di

inginkan dibandingkan, hasil aktual harus diukur. Dalam beberapa

(41)

organisasi yang menerapkan konsep TQM, pengukuran lebih

ditekankan pada seberapa baik pelanggan dilayani oleh organisasi.

Selain itu, hasil dari aktivitas yang akan dilakukan

dikuantifikasikan, misalnya pendistribusian surat edaran dari pihak

manajemen terlaksana maksimal 1 hari setelah ditandatangani, atau

order pembelian akan dipenuhi dengan time limit 3 hari setelah

order dilakukan.

4. Aplikasi tindakan pembenahan. Apabila hasil actual kurang dari

hasil yang diharapkan, perlu dilakukan tindakan koreksi untuk

memperkecil gap yang terjadi dengan mengimplementasikan hal

yang dianggap perlu. Misalnya, dalam pemenuhan order pembelian

yang akan terealisasi maksimal 3 hari setelah order dilakukan

tetapi ketika sudah waktunya belum tercapai, ternyata fasilitas

komunikasi antara divisi administrasi penjualan dengan gudang

tidak difasilitasi dengan alat komunikasi yang memadai, sehingga

perlu ditunjang dengan alat komunikasi yang representatife.

Sehingga dapat diuraikan unsur pengawasan yaitu, faktor-faktor

yang diawasi sebelum pengawasan, identifikasi dari hasil yang

(42)

C. Kerangka Ber fikir

Gambar 1

Kerangka Ber fikir

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. J enis Penelitian

Untuk memperoleh metode yang tepat dalam penelitian, maka tergantung

maksud dan tujuan penelitian. Karena penelitian ini merupakan penelitian

yang dilakukan terhadap variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau

menghubungkan dengan variabel lain, maka penelitian ini menggunakan

metode penelitian yang bersifat deskriptif.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

deskriptif, yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek

penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagai mana adanya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan

maksud ingin memperoleh gambaran yang komprehensif dan mendalam

tentang mengenai “Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur

Dalam Pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

Siaran”. Secara teoritis, menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (1975:5),

mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Prosedur penelitian ini diarahkan pada situasi dan individu secara utuh

sebagai obyek penelitian sebagaimana dinyatakan Moleong (2004:4) bahwa

(44)

organisasi kedalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya

sebagai suatu keutuhan.

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986:9)

mendefinisikan, bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada

manusia baik dalam kawasannya maupun peristilahannya. Sehingga dalam

penelitian ini, penulis berusaha menggambarkan dan ingin mengetahui tentang

“Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur Dalam Pelaksanaan

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran”.

B. Fokus Penelitian

Masalah yang akan diteliti pada awalnya masih umum dan samar – samar

akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah peneliti berada dalam

lapangan. Fokus ini masih mungkin akan mengalami perubahan selama

berlangsungnya penelitian itu.

Menurut Moleong (2004:97), fokus penelitian dalam penelitian kualitatif

merupakan batas yang harus dilalui oleh seorang peneliti dalam melaksanakan

suatu penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, bahwa fokus penelitian pada

dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman penelitiatan

melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun

kepustakaan lainnya.

Fokus dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan rumusan masalah

(45)

penelitian. Dalam hal ini, fokus penelitian bisa berkembang atau berubah

sesuai dengan perkembangan masalah penelitian di lapangan.

Fokus permasalahan yang dikerjakan selain digambarkan berdasarkan

kerangka teori juga dapat ditentukan berdasarkan keperluan praktis. (Basrowi,

2008: 54). Untuk itu dasar penentuan fokus adalah keperluan praktis, dalam

hal ini peraturan-peraturan yang berkaitan dengan obyek penelitian yaitu Pasal

8 Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Bagaimana

bentuk Peran yang dilakukan Komisi Penyiaran Indoesia Daerah Jawa Timur

Dalam Pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran:

1. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku

penyiaran serta standar program siaran;

2. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman

perilaku penyiaran serta standar program siaran;

3. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah,

lembaga penyiaran, dan masyarakat.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh

data yang akurat. Agar memperoleh data yang akurat atau mendekati

kebenaran sesuai dengan fokus penelitian, maka penulis memilih dan

menetapkan lokasi penelitian ini di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia

(46)

Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara “purposive sampling”

(sampel bertujuan), sesuai kebutuhan penelitian berdasarkan latar belakang,

objek dan fokus penelitian.

D. Sumber dan J enis Data

Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam 2

(dua) jenis. Yaitu jenis data primer dan jenis data sekunder:

1. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber

datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang

memiliki sifat up to date. Adalah aktor atau informan pada saat

dilaksanakannya penelitian mengenai Peran Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Jawa Timur Dalam Pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program Siaran”. Yaitu 7 (tujuh) Komisioner Komisi Penyiaran

Indonesia Daerah Jawa Timur.

2. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber

yang telah ada. Dalam hal ini, data sekunder berupa dokumen-dokumen,

laporan-laporan dan arsip-arsip lain yang ada relevansinya dengan

penelitian ini yang berada pada di Kantor dan Wilayah Kerja Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur.

Menurut Lofland dalam Moleong (1984:47), sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah berasal dari informan yang berupa kata-kata dan

(47)

Berkaitan dengan hal itu, pada bagian ini jenis data dibagi ke dalam kata-kata,

tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik:

1. Kata-kata dan Tindakan

Kata-kata dan tindakan orag-orang yang diamati atau diwawancarai

merupakan data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis

atau melalui rekaman video/audio tape, pengambilan foto, atau film.

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan

berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan mengamati,

mendengar dan bertanya, Manakalah diantara kegiatan yang dominan,

jelas akan bervariasi dari satu waktu ke waktu yang lain dan dari satu

situasi ke situasi yang lain. Misalnya, jika peneliti merupakan pengamat

tak diketahui pada tempat-tempat umum, jelas bahwa melihat dan

mendengar merupakan alat utama, sedangkan bertanya terbatas sekali.

Sewaktu peneliti memanfaatkan wawancara mendalam, jelas bahwa

bertanya dan mendengar akan merupakan kegiatan pokok. Jika peneliti

menjadi pengamat berperan serta pada suatu latar penelitian tertentu,

ketiga kegiatan terebut akan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya

bergantung pada suasana dan keadaan yang dihadapi. Pada dasarnya ketiga

kegiatan tersebut adalah kegiatan yang biasa dilakukan oleh semua orang,

namun pada penelitian kualitatif kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara

sadar, terarah, dan senantiasa bertujuan memperoleh suatu informasi yang

(48)

macam informasi yang tersedia tidak seluruhnya akan digali oleh peneliti.

Senantiasa bertujuan karena peneliti mempunyai seperangkat tujuan

penelitian yang diharapkan dicapai unuk memecahkan sejumlah masalah

penelitian. Perumusan masalah yang baik akan membatasi studi.

Membatasi studi di sini sebenarnya adalah membatasi kata-kata dan

tindakan yang akan dijaring dari orang-orang yang menjadi subjek

penelitian.

3. Foto/Rekaman/Hendikcam

Sekarang ini foto sudah lebih banyak dipakai sebagai alat untuk keperluan

penelitian kualitatif, karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan. Foto

menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan

untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara

induktif. Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian

kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh

peneliti sendiri (Bogdan dan Biklen, 1982: 102).

4. Data Statistik

Peneliti kualitatif sering juga menggunakan data statistik yang telah

tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Statistik

misalnya dapat membantu memberi gambaran tentang kecenderungan

subjek pada latar penelitian. Misalnya, statistik akan memberikan

gambaran tentang kecenderungan bertambah atau berkurangnya

(49)

Indonesia Daerah Jawa Timur Dalam Pelaksanaan Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran.

Untuk mendapatkan informasi menurut Lofland dalam Moleong

(1984:47), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah berasal dari

informan yang berupa kata-kata dan tindakan.

1. Informan Kunci (Key Person)

Informan kunci, dimana pemilihannya secara sampel bertujuan (purposive

sampling) dan di seleksi melalui Teknik bola salju (snowball sampling).

Adapun pengertian dari Sampel bertujuan (purposive sampling) dan

Teknik bola salju (snowball sampling) yaitu:

a. Teknik sampling dalam penelitian kualitatif:

Peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi,

maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin

informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (constructions).

Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya

perbedaan-perbedaan yang naninya dikembangkan ke dalam generalisasi.

Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan

konteks yang unik,. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi

yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang muncul. Oleh sebab

itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel

bertujuan (purposive sample).

(50)

(1) ancangan sampel yang muncul:

Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu

(2) Pemilihan sampel secara berurutan:

Tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai

apabila pemilihan suatu sampel dilakukan jika satuan sebelumnya sudah

dijaring dan dianalisis. Setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk

memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat

dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui.

Dari mana atau dari siapa ia mulai tidak menjadi persoalan, tetapi menjadi

persoalan, tetapi bila hal itu sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya

bergantung pada apa keperluan peneliti. Teknik sampling Bola salju

(snowball sampling) bermanfaat dalam hal ini, yaitu mulai dari satu

menjadi makin lama makin banyak.

(3) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel:

Pada mulanya setiap sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah

makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan

hipotesis kerja, akan ternyata bahwa sampel makin dipilih atas dasar fokus

penelitian.

(4) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan:

Pada sampel bertujuan seperti ini jumlah sampel ditentukan oleh

pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Jika maksudnya

memperluas informasi, jika tidak ada lagi informasi yang dapat dijaring,

(51)

ialah jika sudah mulai terjadi pengulangan informasi, maka penarikan

sampel sudah haru dihentukan. Dengan demikian didasarkan atas subjek

yang menguasai permasalahan dengan menggunakan sampel bertujuan

(purposive sampling) dan di seleksi melalui Teknik bola salju (snowball

sampling), memiliki data dan bersedia memberikan data yang benar-benar

relevan dan kompeten. Sebagai informan awal adalah 7 (tujuh)

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur. Sedangkan

informan selanjutnya diminta kepada informan awal untuk menunjuk

orang lain yang dapat memberikan informasi adalah staf pegawai di

wilayah kerja Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur, maka

untuk triangulasi data tersebut. Informan tersebut ditemukan dengan cara

Teknik Bola salju (snowball sampling) bermanfaat dalam hal ini, yaitu

mulai dari satu menjadi makin lama makin banyak. Dengan judul

penelitian. Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur Dalam

Pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

2. Tempat dan Peristiwa

Tempat dan peristiwa dimana fenomena yang terjadi dengan fokus

penelitian yaitu di Kantor dan Wilayah Kerja Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah Jawa Timur.

3. Dokumen

Dokumen sebagai sumber data yang sifatnya melengkapi data utama yang

(52)

Penyiaran. Peraturan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar

Program Siaran (SPS), serta data baik mengenai rekapitulasi monitoring

daerah jawa timur maupun data-data yang di dapat di kantor dan wilayah

kerja Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan bagian terpenting dalam penelitan karena hakekat dari

penelitian adalah pencarian data yang nantinya di analisa dan di

interpretasikan. Dalam penelitian kualitatif, sumber data yang utama adalah

kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen.

Dalam rangkaian pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tiga

proses kegiatan yang dilakukan, yaitu :

1. Proses memasuki lokasi penelitian (Getting In)

Agar proses pengumpulan data dari informasi berjalan baik, peneliti

terlebih dahulu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, baik

kelengkapan administrative maupun semua persoalan yang berhubungan

dengan setting dan subyek penelitian dan mencari relasi awal. Dalam

memasuki lokasi penelitian, peneliti menempuh pendekatan formal dan

informal serta menjalin hubungan baik dengan informan (Moleong,

2004:128). Maka dalam tahap ini peneliti memasuki lokasi penelitian,

guna memperoleh gambaran aktifitas Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

Jawa Timur. Dengan membawa surat ijin penelitian dari Universitas

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi Laporan Monitoring Jawa Timur  Pengawasan Isi Siaran
Gambar 1 Kerangka Berfikir
Gambar 2 Analisis Model Interaktif Menurut Miles dan Huberman
Gambar 3 Kantor Komisi Penyiaran Indonesia Provinsi Daerah (KPID) Jawa Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan nilai korelasi dan koefisien jalur yang telah dilakukan, maka dapat diketahui besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung kompetensi, motivasi,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul CorelDRAW pada pelajaran Dasar Desain Grafis kelas X di SMK Darul Ulum Layoa Bantaeng yang dikembangkan layak digunakan

Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) berdasarkan Pasal 58 huruf b UU BPJS ditugaskan untuk menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas serta hak dan kewajibannya ke

Objective of this research are to understand effect of reducing sugar and total nitrogen variation to ethanol production and fermentation efficiency, cell

Bila dibandingakan dengan hasil penelitian dari Mezuan (2007) Perairan Marina Teluk Jakarta dan Sutisna (2007) Pelabuhan Sunda Kelapa Teluk Jakarta maka kapasitas

Pembicara Annisa Yuniar dari Yayasan Sekar Kawung dan Kornelis Ndapakamang dari Kelompok Tenun Paluanda Lama Hamu dalam sesi yang berlangsung selama 2 jam ini, pembicara

Proyek Akhir ini bertujuan untuk membuat sistem tenaga listrik hybrid untuk suplay beban penerangan jalan umum type led sebagai energi alternatif yang terbaharukan

Penelitian kali ini, untuk faktor demografi hanya pada bagian jumlah uang saku yang memiliki beda dengan perilaku konsumtif mahasiswa. Semakin banyak uang yang