• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DISPARITAS PERKEMBANGAN WILAYAH ANTAR FUNGSI PUSAT PELAYANAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN Analisis Disparitas Perkembangan Wilayah Antar Fungsi Pusat Pelayanan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Di Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS DISPARITAS PERKEMBANGAN WILAYAH ANTAR FUNGSI PUSAT PELAYANAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN Analisis Disparitas Perkembangan Wilayah Antar Fungsi Pusat Pelayanan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Di Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DISPARITAS PERKEMBANGAN WILAYAH ANTAR FUNGSI PUSAT

PELAYANAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN

BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2002 DAN 2011

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi Geografi

Dan Memperoleh Gelar Sarjana

Diajukan Oleh :

NOVIE ANGGRAENI

E 100100056

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

ANALISIS DISPARITAS PERKEMBANGAN WILAYAH ANTAR FUNGSI PUSAT PELAYANAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN

BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2002 DAN 2011

Analysis of Disparities Development of the Region Between the Service Center Fungction of Spatial Plans in the District Boyolali Province Central Java in 2002 and 2011

Novie Anggraeni1, Muhammad Musiyam2, Retno Woro Kaeksi2 1

Mahasisiwa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta 2

Staf Pengajar Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : nuna.novie@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dengan judul analisis disparitas perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan dalam rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Boyolali, provinsi Jawa tengah tahun 2002 dan 2011. Tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) mengetahui tingkat perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali, (2) mengetahui tingkat disparitas perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali, dan (3) mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap perkembangan wilayah.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik analisis data sekunder menggunakan Skoring, Indeks Williamson dan analisis Regresi berganda. Skoring dilakukan terhadap indikator-indikator perkembangan wilayah untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah. Penghitungan dengan Indeks Williamson dilakukan terhadap PDRB Perkapita untuk menentukan tingkat disparitas perkembangan wilayah. Dan analisis Regresi berganda dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah : (1) tingkat perkembangan wilayah di

kabupaten Boyolali ditentukan dengan perkembangan “naik”, “tetap”, dan “turun”. Perkembangan wilayah “naik” meliputi Kecamatan Ampel, Karanggede, Sambi, dan

Wonosegoro. Untuk Perkembangan Wilayah yang “tetap” meliputi kecamatan Boyolali,

Mojosongo, Banyudono, Teras, Simo, Ngemplak, Selo, Cepogo, Musuk, Sawit, Nogosari,

Klego, Andong, dan Kemusu. Tingkat perkembangan yang “turun” hanya Kecamatan

Juwangi. Sedangkan untuk perkembangan wilayah berdasarkan fungsi pusat pelayanan

tergolong dalam perkembangan “tetap”. (2) Disparitas perkembangan wilayah di kabupaten

Boyolali termasuk dalam klasifikasi tinggi, karena pada tahun 2002 besar nilai IW dari 0,94 meningkat menjadi 1,52 pada tahun 2011. Disparitas berdasarkan Fungsi Pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali yang tertinggi berada pada PPL (Pusat Pelayanan Lokal) dengan nilai IW pada tahun 2002 dari 0,587 dan meningkat menjadi 1,273 pada tahun 2011. Sedangkan berdasarkan Kecamatan yang memiliki nilai IW tertinggi adalah Kecamatan Teras dan Sawit. (3) hasil analisis dengan regresi berganda diperoleh bahwa pada tahun 2002 variabel yang paling berpengaruh adalah variabel Fasilitas Kesehatan dengan nilai coefficient beta yang terbesar yaitu 0,483 dan pada tahun 2011 adalah variabel PDRB Perkapita dengan coefficient beta yang terbesar yaitu 0,438.

(4)

Abstract

This research with entitled analysis with The purpose in this research are: (1) Know the level of development of the region beetween the service center function in Boyolali, (2) Know the level of disparities development of the region between the service center function in Boyolali, and (3) Know the most dominant factor influence the development of the region.

The method used is descriptive quantitative method, with secondary data analysis techniques using scoring, Williamson index and multiple regression analysis. Scoring is done on regional growth indicators to determine the level of development of the region. Calculation of the index against GDP per capita Williamson conducted to determine the disparity in regional growth. And multiple regression analysis performed to determine which variables are most influential to the development of the region.

Result obtained from this research are: (1) the level of development in the region is determined by the development of the district Boyolali “up, “Fixed”, “down”. The development of the “up” includes the sub-district Ampel, Karanggede, Sambi, and Wonosegoro. For regional development “fixed” include sub-district Boyolali, Mojosongo, Banyudono, Teras, Simo, Ngemplak, Selo, Cepogo, Musuk, Sawit, Nogosari, Klego, Andong, dan Kemusu. The level of development of the “down” ony the sub-district juwangi. As for the development of the region by the service center function classified as “fixed”. (2) Disparities development of the region in district Boyolali included in the classification high, becouse IW value in 2002 is 0,94 increased to 1,52 in 2011. Disparities by function service center in Boyolali which was highest in PPL (Local Service Center) with IW value of 0,587 in 2002 and increased to 1,273 in 2011. While based on the sub-district which has the highest value of IW is the Sawit and Teras sub-district. (3) The result of the multiple regression analysis found that in 2002 the most influential variable is the variable of health facilities with a beta coefficient value of 0,483 and in 2011 GDP per capita is a variable with a beta coefficient of 0,438.

Keywords : service center function, development of the region, disparities, Williamson index, regression

PENDAHULUAN

Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif bagi pencapaian aspirasi setiap warga. (Rustiadi,2011).

Tujuan pokok dari pembangunan itu adalah pembangunan wilayah-wilayah yang ada didalamnya terutama dalam keserasian perkembangan atau laju pertumbuhan antar wilayah. Faktor-faktor pendorong perkembangan suatu wilayah sangat berkaitan erat dengan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah khususnya sarana dan prasarana sosial ekonomi yang berperan dalam memajukan serta pemerataan pembangunan wilayah. Tidak meratanya persebaran fasilitas publik

tersebut akan menimbulkan disparitas antar wilayah sehingga suatu wilayah dapat dikatakan tertinggal atau wilayah miskin. Pusat pengembangan suatu wilayah umumnya juga berfungsi sebagai pusat pelayanan harus mempunyai sarana yang mampu memberikan pelayanan sebagai wilayah di belakangnya. Analisis mengenai disparitas tingkat perkembangan wilayah penting untuk mengetahui perkembangan pelayanan, terutama dalam menjamin ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan sehingga perlu usaha untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang perlu di pertimbangkan dalam pengembangan wilayah.

(5)

terkonsentrasinya penduduk di pusat kabupaten, diketahui dari tingkat kepadatan penduduk Tahun 2011 tertinggi berada di Kecamatan Boyolali yaitu 2.282 jiwa/km2 dimana Kecamatan Boyolali yang juga menjadi pusat Kota. Sedangkan untuk

Kecamatan Sawit 1912

jiwa/km2,Kecamatan Ngemplak 1863 jiwa/km2, Kecamatan Banyudono 1.775 jiwa/km2 dan Kecamatan Teras 1544 jiwa/km2. Selain Kecamatan-Kecamatan tersebut kepadatan penduduk berkisar antara 439-1188 jiwa/ km2. Kesenjangan kedua tampak dari PDRB perkapita masing-masing kecamatan di Kabupaten Boyolali pada tabel 1.3. Dimana nilai PDRB perkapita yang tertinggi adalah Kecamatan Banyudono sebesar Rp 18.056.373,04, selanjutnya Kecamatan Teras Rp 15.426.752,15, Kecamatan Boyolali Rp 12.157.318,59, Kecamatan Simo Rp 10.585.581,14, Kecamatan Sawit Rp 10.560.587,22 sedangkan Kecamatan yang lainnya berkisar Rp 10.178.988,42- Rp 6.726.427,77. Kesenjangan yang ke tiga yaitu tidak meratanya persebaran fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, serta fasilitas perekonomian. Persebaran dari fasilitas-fasilitas tersebut lebih terkonsentrasi di pusat kabupaten yaitu kecamatan Boyolali serta kecamatan yang berdekatan dengan pusat kabupaten. Hal tersebut mendorong penduduk untuk lebih memilih ke pusat Kabupaten untuk melakukan kegiatannya.

Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti menentukan rumusan masalah penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana perkambangan wilayah antar

fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali?

2. Bagaimana disparitas perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali?

3. Faktor apa yang dominan mempengaruhi perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali?

Sejalan dengan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali.

2. Mengetahui disparitas perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali.

3. Mengetahui faktor yang dominan mempengaruhi perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis data sekunder yaitu mengolah data-data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) tahun 2002 dan 2011.

Alur Penelitian

(6)

wilayah menggunakan regresi linier berganda. Berikut diagram alir dalam penelitian pada gambar 1.

Gambar 1.

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Secaraa rinci masing-masing data yang diperlukan adalah:

a. Peta yang digunakan meliputi:

Peta administrasi Kabupaten Boyolali b. Data yang digunakan meliputi:

1) Data Kependudukan 2) Data fasilitas pendidikan 3) Data fasilitas kesehatan 4) Data fasilitas perekonomian 5) Data PDRB Perkapita 6) Data jumlah perusahaan

7) Data daya serap tenaga kerja di sektor industri

8) Data jumlah sambungan telepon 9) Data jarak tiap Kecamatan ke pusat

(Boyolali)

Analisis Data

Tahap ini menggunakan analisis sebagai berikut:

1. penilaian tingkat perkembangan wilayah Dalam mengukur tingkat perkembangan wilayah dapat digunakan dengan menggunakan beberapa indikator. Indikator tersebut disajikan dalam tabel 1.

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui perkembangan wilayah adalah dengan menggunakan teknik skoring sebelum melakukan skoring langkah yang paling penting yang harus dilakukan adalah memberikan asumsi terhadap indikator-indikator yang telah dipilih. Bahwa untuk melihat distribusi perkembangan wilayah dengan melihat perbedaan total skor keseluruhan indikator-indikator yang ada. Adapun untuk menentukan prioritas penanganan berdasarkan skor total terendah dan dilihat pada indikator terendahnya. Penelitian ini menentukan tiga klas dimana untuk menentukan interval kelas digunakan rumus sturgess sebagai berikut:

�� � �� = � �� � − � �� ��

Kelas

Dimana :

Maks : Nilai tertinggi Min : Nilai terendah

(7)

Tabel 1. Indikator perkembangan wilayah dan asumsinya

Indikator Variabel Asumsi

Fasilitas Publik

- Jumlah fasilitas pendidikan - Jumlah fasilitas kesehatan - Jumlah fasilitas perekonomian

- Semakin banyak fasilitas pendidikan maka perkembangan wilayah semakin tinggi

- Semakin banyak fasilitas kesehatan maka taraf hidup masyarakat semakin baik sehingga perkembangan wilayah semakin tinggi.

- Semakin banyak fasilitas ekonomi maka arus perputaran uang dan barang semakin baik serta perkembangan wilayah semakin baik. Kontribusi

produksi industri

- Daya serap tenaga kerja di sektor industri

- Jumlah perusahaan di sektor industri

- PDRB Perkapita

- Semakin tinggi daya serap tenagakerja di bidang industri maka perkembangan wilayah semakin tinggi

- Semakin tinggi jumlah perusahaan di sektor industri maka perkembangan wilayah semakin tinggi.

- Semakin tinggi PDRB perkapita maka semakin baik tingkat perkembangan wilayah

Aksesibilitas

- Jarak santar kecamatan ke pusat (Boyolali)

- Sambungan telepon

- Semakin dekat dengan pusat (Boyolali) maka perkembangan wilayah semakin tinggi

- Semakin banyak sambungan telepon yang di pasang maka tingkat perkembangan wilayah semakin tinggi

Sumber : Penulis, 2014

Teknik skoring tingkat perkembangan wilayah

1. Indikator Fasilitas Publik

Tabel 2 Klasifikasi Tingkat Ketersediaan Fasilitas Pendidikan

Klasifikasi TK S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

Klasifikasi SD S B N

Rendah 1 2 2

Sedang 2 2 4

Tinggi 3 2 6

Klaasifikasi SMP S B N

Rendah 1 3 3

Sedang 2 3 6

Tinggi 3 3 9

Klasifikasi SMA S B N

Rendah 1 4 4

Sedang 2 4 8

Tinggi 3 4 12

Sumber: Penulis, 2014

Tabel 3 Klasifikasi Tingkat Ketersediaan Fasilitas Kesehatan

Klasifikasi RS S B N

Rendah 1 4 4

Sedang 2 4 8

Tinggi 3 4 12

Klasifikasi puskesmas

S B N

Rendah 1 3 3

Sedang 2 3 6

Tinggi 3 3 9

Klasifikasi

puskesmas pembantu

S B N

Rendah 1 2 2

Sedang 2 2 4

Tinggi 3 2 6

Klasifikasi tempat praktek dokter

S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

(8)

Tabel 4 Klasifikasi Tingkat Ketersediaan Fasilitas Perekonomian

Klasifikasi Pasar S B N

Rendah 1 2 2

Sedang 2 2 4

Tinggi 3 2 6

Klasifikasi Toko S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

Sumber: Penulis, 2014

2. Indikator Produksi

Tabel 5 Klasifikasi Jumlah Daya Serap Tenaga Kerja di sektor industri Klasifikasi tenaga

kerja S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

Sumber: Penulis, 2014

Tabel 6 Klasifikasi Jumlah Perusahaan di sektor industri

Klasifikasi Jumlah perusahaan

S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

Sumber: Penulis, 2014

Tabel 7 Klasifikasi Tingkat PDRB Perkapita

Klasifikasi PDRB Perkapita

S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

Sumber: Penulis, 2014

3. indikator Aksesibilitas

Tabel 8 Klasifikasi Jarak tiap Kecamtan ke pusat (Boyolali)

Klasifikasi Jarak S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

Sumber: Penulis, 2014

Tabel 9 Klasifikasi Saluran Sambungan Telepon

Klasifikasi sambungan telepon

S B N

Rendah 1 1 1

Sedang 2 1 2

Tinggi 3 1 3

Sumber: Penulis, 2014

2. Peniaian tingkat disparitas

Dalam penilaian tingkat disparitas Kabupaten Boyolali yaitu dengan menggunakan Indeks Williamson (Rustiadi,2008) yaitu sebagai berikut:

��=

(�� − �)���/�

Dimana :

Iw = Indeks Kesenjangan wilayah (Iw)

Fi = jumlah penduduk di kecamatan wilayah ke-i

n = jumlah penduduk Kabupaten Yi = PDRB per kapita kecamatan

wilayah ke-i

Y = rata- rata PDRB perkapita Kabupaten

Dengan ketentuan sebagai berikut: IW < 0,4 = artinya tingkat

ketimpangan rendah 0,4<IW<0,5= artinya tingkat

ketimpangan sedang IW > 0,5 = artinya tingkat

ketimpangan tinggi

3. Penilaian variabel yang paling berpengaruh

(9)

adalah alat analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (Yamin,2011) Berikut persamaan regresi berganda:

Y’ = a + b1X1+ b2X2 +...+ bnXn

Keterangan :

Y’ = Variabel Dependen (Nilai yang diprediksikan)

X1 dan X1 = Variabel Independen

A = Konstanta (nilai Y’ apabila X1,X2.... Xn = 0)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Boyolali

Perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali dihitung dengan menggunakan indikator perkembangan wilayah yaitu: indikator fasilitas publik, indikator

produksi, dan indikator aksesibilitas. Seperti telah di jelaskan pada tabel 1, bahwa setiap indikator memiliki variabel-variabel yang kemudian di skoring. Hasil skoring tersebut dijadikan nilai komposit.

Berdasarkan indikator 1, indikator 2, dan indikator 3 pada tahun 2002 dan 2011 di Kabupaten Boyolali, maka dapat digunakan sebagai perhitungan untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah. Tingkat perkembangan wilayah ditentukan dengan menggabungkan data potensi indikator Fasilitas publik, produksi, dan aksesibilitas tahun 2002 dan 2011. Dari nilai potensi tersebut ditentukan tingkat perkembangan. Tingkat perkembangan di tahun 2002 dan tahun 2011, selanjutnya di tetntukan perubahan perkembangan dengan ketentuan perkembangan wilayah berupa klasifikasi tetap, naik, dan turun.

Berikut penyajian data perkembangan wilayah Kabupaten Boyolali Tahun 2002 dan 2011 pada tabel 10.

Tabel 10 Tingkat Perkembangan Wilayah antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2002 dan 2011

Pusat

Pelayanan Kecamatan

Nilai Klasifikasi Tahun 2002

Ket.

Nilai Klasifikasi Tahun 2011

Ket. Tingkat Perkembangan PKW Boyolali 74 Tinggi 69 Tinggi Tetap

PKL Ampel 47 Rendah 49 Sedang Naik PKLp Mojosongo 42 Rendah 45 Rendah Tetap

Banyudono 54 Sedang 54 Sedang Tetap Simo 50 Sedang 54 Sedang Tetap Karanggede 41 Rendah 52 Sedang Naik PPK Teras 41 Rendah 48 Rendah Tetap

(10)

Pusat

Pelayanan Kecamatan

Nilai Klasifikasi Tahun 2002

Ket.

Nilai Klasifikasi Tahun 2011

Ket. Tingkat Perkembangan Andong 45 Rendah 47 Rendah Tetap Kemusu 42 Rendah 47 Rendah Tetap Wonosegoro 39 Rendah 52 Sedang Naik Juwangi 42 Sedang 43 Rendah Turun Sumber : Analisis Data oleh Penulis Tahun 2014

Tabel 10 diketahui bahwa klasifikasi tingkat perkembangan wilayah berdasarkan Tinggi, sedang, rendah di Kabupaten Boyolali terdapat perkembangan wilayah yang naik yaitu Kecamatan Ampel, Karanggede, Sambi, dan Wonosegoro. Selanjutnya untuk Perkembangan wilayah yang menurun hanyalah Kecamatan Juwangi. Untuk Kecamatan dengan perkembangan wilayah yang tetap adalah Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Banyudono, Simo, Teras, Ngemplak, Selo, Cepogo, Musuk, Sawit, Nogosari, Klego, Andong, dan Kemusu.

Secara spasial perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali lebih terpusat dibagian selatan atau Kecamatan-kecamatan yang berdekatan dengan pusat pemerintahan yaitu Boyolali. Sedangkan untuk wilayah belakang yang meliputi Kecamatan-kecamatan dibagian utara lebih susah berkembangan karena pembangunan fasilitas publik yang kurang dan aksesibilitas wilayah yang cukup buruk karena jaraknya yang jauh dari Pusat Pemerintahan. Hal serupa juga terjadi pada wilayah Lereng gunung Merapi dan Merbabu, Kecamatan di wilayah tersebut susah untuk dibangun Aksesibilitas.

Perkembangan wilayah antar Fungsi Pusat Pelayanan di Kabupaten Boyolali tahun 2002 dan 2011 dapat dipetakan seperti pada gambar 2 berikut:

Gambar 2 dan 3 peta tingkat perkembangan wilayah tahun 2002 dan

2011

Berikut perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali dari tahun 2002 hingga 2011 sebagai berikut:

Tingkat Perkembangan Wilayah antar Fungsi Pusat Pelayanan di Kabupaten Boyolali tahun 2002 dan 2011, yaitu pada tabel 11 berikut:

Tabel 11 Tingkat Perkembangan Wilayah antar Fungsi Pusat Pelayanan di Kab. Boyolali

N o

Pusat Pelayanan

Skor tahun 2002

Skor tahun 2011

Tingkat Perkembangan

1 PKW 3 3 Tetap

2 PKL 1 1 Tetap

3 PKLp 1 1 Tetap

4 PPK 1 1 Tetap

5 PPL 1 1 Tetap

(11)

pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali tidak begitu terlihat perkembangannya. Baik yang mengalami penurunan atau peningkatan untuk semua fungsi pusat pelayanan memiliki tingkat perkembangan

“Tetap”. Namun walaupun termasuk dalam

klasifikasi yang tetap terdapat perubahan nilai pada masing-masing fungsi pusat pelayanan yaitu pada PKW pada tahun 2002 sebesar 74 turun menjadi 69 pada tahun 2011, PKL pada tahun 2002 sebesar 47 naik menjadi 49 pada tahun 2011, PKLp pada tahun 2002 sebesar 187 naik menjadi 205 pada tahun 2011, PPK pada tahun 2002 sebesar 120 naik menjadi 142 pada tahun 2011, dan PPL pada tahun 2002 sebesar 404 naik menjadi 469 pada tahun 2011. Perubahan nilai pada setiap fungsi pusat pelayanan di setiap tahunnya berdasarkan

pertambahan dan penurunan nilai disetiap indikator perkembangan wilayah.

2. Disparitas Perkembangan Wilayah di Kabupaten Boyolali

Disparitas wilayah ditunjukkan dengan perbedaan tingkat pendapatan perkapita antara satu wilayah relatif terhadap wilayah lain. Disparitas juga berarti masalah pembangunan antar wilayah yang tidak merata. Dari tidak meratanya pengembangan antar wilayah tersebut maka akan memunculkan masalah yang cukup komplek dalam pengembangan wilayah. Dalam penilaian tingkat disparitas suatu wilayah sering menggunakan Indeks Williamson. Berikut hasil perhitungan dengan indeks williamson antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali tahun 2002 dan 2011. Disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 12 Indeks Willamson antar Fungsi Pusat Pelayanan Kabupaten Boyolali tahun 2001 dan 2011

No kecamatan Tahun 2002 Tahun 2011

IW keterangan IW Keterangan

PKW Boyolali 0,299 Rendah 0,318 Rendah

PKL Ampel 0,304 Rendah 0,269 Rendah

PKLp

Mojosongo

0,557 Tinggi 0,562 Tinggi Banyudono

Simo Karanggede

PPK

Teras

1,891 Tinggi 0,449 Sedang Sambi

Ngemplak

PPL

Selo

0,586 Tinggi 1,273 Tinggi Cepogo

Musuk Sawit Nogosari Klego Andong Kemusu Wonosegoro Juwangi

Sumber : Analisis Data oleh Penulis Tahun 2014 Tabel 12 dapat diketahui bahwa Indeks Williamson antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali, menunjukkan bahwa IW di PKW pada tahun 2002 sebesar 0,229 sedangan untuk tahun 2011 nilai IW sebesar 0,318 Sehingga terdapat

(12)

pada tahun 2011 menjadi 0,269. Sehingga dari indeks tersebut diketahui bahwa disparitas perkembangan wilayah di PKL mengalami penurunan. IW di Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) di Kabupaten boyolali pada tahun 2002 sebesar 0,557 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 0,562. Sehingga diketahui bahwa disparitas perkembangan wilayah di PKLp mengalami kenaikan dan termasuk dalam klasifikasi disparitas yang tinggi. IW di PPK (pusat Pelayanan Kawasan) di Kabupaten Boyolali pada tahun 2002 termasuk dalam klasifikasi sangat tinggi yaitu 1.891 dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 0,449 atau termasuk dalam klasifikasi Sedang. Selanjutnya IW di Pusat Pelayanan Lokal di Kabupaten Boyolali pada tahun 2002 sebesar 0,585 yang termasuk dalap klasifikasi tinggi, sedangkan untuk tahun 2011 indeks mengalami peningkatan yang tinggi menjadi 1,272. Sehingga mencerminkan bahwa disparitas perkembangan wilayah di PPL sangat tinggi.

Disparitas perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali pada tahun 2002 cenderung lebih tinggi terutama pada PKLp, PPK, dan PKL. Namun pada tahun 2011 disparitas wilayah menjadi PKLp dan PKL. Dari hasil tersebut berarti disparitas perkembangan wilayah antar Fungsi Pusat Pelayanan di Kabupaten Masih termasuk klasifikasi tinggi. Secara spasial Disparitas perkembangan wilayah antar fungsi pusat pelayanan di Kabupaten Boyolali pada tahun 2002 dan 2011, disajikan dalam peta berikut:

Gambar 3 dan 4 Peta disparitas wilayah di kabupaten Boyolali tahun 2002 dan 2011

Tabel 12 telah disajikan Indeks

Williamson antar fungsi pusat pelayanan.

Sedangkan berikut Tabel 13 akan disajian

data Indeks Williamson antar Kecamatan di

(13)

Tabel 13 Indeks Willamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2002 dan 2011

Pusat Pelayanan Kecamatan 2002 2011

IW Keterangan IW Keterangan

PKW Boyolali 0,30 Rendah 0,32 Rendah

PKL Ampel 0,30 Rendah 0,27 Rendah

PKLp

Mojosongo 0,22 Rendah 0,21 Rendah

Banyudono 0,42 Sedang 0,41 Sedang

Simo 0,23 Rendah 0,24 Rendah

Karanggede 0,18 Rendah 0,22 Rendah

PPK

Teras 1,88 Tinggi 0,35 Rendah

Sambi 0,19 Rendah 0,20 Rendah

Ngemplak 0,15 Rendah 0,19 Rendah

PPL

Selo 0,02 Rendah 0,00 Rendah

Cepogo 0,24 Rendah 0,24 Rendah

Musuk 0,29 Rendah 0,22 Rendah

Sawit 0,18 Rendah 1,14 Tinggi

Nogosari 0,20 Rendah 0,22 Rendah

Klego 0,19 Rendah 0,18 Rendah

Andong 0,19 Rendah 0,19 Rendah

Kemusu 0,14 Rendah 0,15 Rendah

Wonosegoro 0,17 Rendah 0,19 Rendah

Juwangi 0,13 Rendah 0,14 Rendah

Sumber : Analisis Data oleh Penulis Tahun 2014

Tabel 13 dapat diketahui bahwa Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali, menunjukkan bahwa klasifikasi disparitas perkembangan wilayah yang tinggi pada tahun 2002 adalah Kecamatan Teras dengan nilai IW 1,88, untuk klasifikasi sedang yaitu Kecamatan Banyudono, sedangkan untuk kecamatan yang lain termasuk dalam tingkat disparitas wilayah yang rendah karena nilai IW < 0,4.

Tahun 2011 Disparitas Perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali yang tertinggi berada di Kecamatan Sawit dengan nilai IW 1,14, sama seperti pada tahun 2002 disparitas perkembangan wilayah sedang yaitu kecamatan Banyudono, dan untuk Kecamatan yang lainnya dengan tingkat disparitas perkembangan wilayah rendah.

Secara spasial disparitas perkembangan wilayah di Kabupaten

(14)

Berdasarkan data pada tabel 13 pengklasifikasian Disparitas Perkembanga wilayah antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2002 termasuk klasifikasi tinggi karena masih terdapat kecamatan dengan IW yang sangat tinggi dan IW yang rendah sehingga terdapat kesenjangan yang tinggi. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2011 disparitas perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali termasuk klasifikasi tinggi, karena kesenjangan masih tinggi yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Williamson.

3. Faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah Dalam sub bab ini akan membahas mengenai variabel apa yang berpengaruh terhadap perkembangan wilayah dan variabel yang paling berpengaruh dari variabel-variabel tersebut.

Berdasarkan uji Statistik dengan menggunakan analisis Regresi untuk tahun 2002. Besarnya pengaruh langsung variabel-variabel tersebut terhadap

perkembangan wilayah ditunjukkan oleh standardized coefficient Beta. Semakin besar nilai coefficient Beta maka pengaruhnnya semakin besar.

Berdasarkan uji statistik tersebut diperoleh persamaan Regresi sebagai berikut:

Y = 1,051) + 0,025X1 + 0,184X2 + (-0,013X3) + 0,158X4 + 0,160X5 + 0,069X6 + 0,076X7 + 0,337X8

Dimana :

X1 : Fasilitas Pendidikan X2 : Fasilitas Kesehatan X3 : Fasilitas Ekonomi X4 : Jumlah Tenaga Kerja X5 : Jumlah Perusahaan

X6 : Konstribusi PDRB perkapita X7 : Jarak Ke Pusat Pemerintahan X8 : Jumlah Sambungan Telepon Y : Skoring Perkembangan Wilayah

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa nilai variabel yang paling berpengaruh adalah variabel fasilitas kesehatan dengan nilai unstandardized coefficient beta 0,184 dan dengan nilai coefficient Beta 0,483.

Sedangkan untuk tahun 2011 Hasil uji Regresi Linier Berganda untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali Tahun 2011. Diperoleh persamaan Regresi sebagai berikut:

Y = (-1,777) + 0,116X1 + (-0,073X2) + 0,404X3 + (-0,009X4) + 0,412X5 + 0,452X6 + (-0,075X7 + (0,418X8) Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa nilai variabel yang paling berpengaruh adalah variabel fasilitas kesehatan dengan nilai unstandardized coefficient beta 0,452 dan dengan nilai coefficient Beta 0,438.

(15)

dilakukan pengujian berdasarkan variabel. Berikut hasil dari pengujian Analisis Regresi Linier berganda untuk mengetahui indikator apa yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah.

Besarnya pengaruh langsung variabel-variabel tersebut terhadap perkembangan wilayah ditunjukkan oleh standardized coefficient Beta, dimana untuk besar pengaruh Indikator 1 yaitu Fasilitas Publik menunjukkan nilai 0,536, untuk indikator 2 yaitu Indikator Produksi menunjukkan nilai 0,403, untuk indikator 3 yaitu Indikator Aksesibilitas menunjukkan nilai 0,162. Sehingga besar pengaruh yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah adalah indikator fasilitas publik dengan nilai 0,536.

Berdasarkan uji statistik tersebut diperoleh persamaan Regresi sebagai berikut:

Y = (-1,222) + 0,89X1 + 0,15X2 + 0,104X3

Dimana :

X1 : Fasilitas Pendidikan X2 : Fasilitas Kesehatan X3 : Fasilitas Ekonomi

Hasil uji Regresi Linier Berganda untuk mengetahui indikator yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali Tahun 2011.

Besarnya pengaruh langsung variabel-variabel tersebut terhadap perkembangan wilayah ditunjukkan oleh standardized coefficient Beta, dimana untuk besar pengaruh Indikator 1 yaitu Fasilitas Publik menunjukkan nilai 0,514, untuk indikator 2 yaitu Indikator Produksi menunjukkan nilai 0,396, untuk indikator 3 yaitu Indikator Aksesibilitas menunjukkan nilai 0,353. Sehingga besar nilai indikator yang paling berpengaruh terhadap

perkembangan wilayah adalah indikator fasilitas publik dengan nilai 0,514.

Berdasarkan uji statistik tersebut diperoleh persamaan Regresi sebagai berikut:

Y = (-4,239) + 0,198X1 + 0,233X2 + 0,237X3

Dimana :

X1 : Fasilitas Pendidikan X2 : Fasilitas Kesehatan X3 : Fasilitas Ekonomi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat perkembangan wilayah berdasarkan kecamatan di Kabupaten Boyolali dari tahun 2002 dan 2011 terbagi menjadi 3 klasifikasi yaitu perkembangan wilayah naik, tetap, dan turun. Untuk perkembangan

wilayah yang “naik” meliputi

Kecamatan Ampel, Karanggede, Sambi, dan Wonosegoro. Untuk

perkembangan wilayah yang “tetap”

meliputi Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Banyudono, Teras, Simo, Ngemplak, Selo, Cepogo, Musuk, Sawit, Nogosari, Klego, Andong, dan Kemusu. Sedangkan untuk

perkembangan wilayah yang “turun”

hanya Kecamatan Juwangi. Sedangkan perkembangan wilayah berdasarkan Fungsi Pusat Pelayanan, perkembangan wilayah tidak meningkat ataupun tidak mengalami penurunan, sehingga dengan kata lain

perkembangan wilayah “tetap” untuk

(16)

2. Hasil penghitungan dengan indeks williamson untuk mengetahui Ketimpangan perkembangan wilayah di kabupaten Boyolali secara keseluruhan termasuk dalam klasifikasi tinggi dengan nilai IW 0,94 pada tahun 2002 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 1,52.

Ketimpangan perkembangan wilayah berdasarkan fungsi pusat pelayanan sebagai berikut :

a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), pada tahun 2002 dengan IW dari 0,299, meningkat pada tahun 2011 dengan nilai IW 0,318.

b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pada tahun 2002 dengan IW dari 0,304, mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 0,269.

c. Pusat Kegiatan Lokal (PKLp), pada tahun 2002 dengan nilai IW dari 0,557, meningkat pada tahun 2011 menjadi 0,562.

d. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), pada tahun 2002 dengan nilai IW dari 1,891, turun menjadi 0,449 pada tahun 2011.

e. Pusat Pelayanan Lokal (PPL), pada tahun 2002 dengan IW darri 0,586, meningkat pada tahun 2011 menjadi 1,273.

Sehingga ketimpangan perkembangan wilayah tertinggi ada di Pusat Pelayanan Lokal dengan IW 1,273 > 0,5 yang berarti disparitas wilayah sangat tinggi.

Sedangkan Disparitas perkembangan wilayah berdasarkan Kecamatan yang tertinggi adalah Kecamatan Teras pada tahun 2002 dan Sawit pada tahun 2011, untuk yang termasuk klasifikasi sedang pada tahun 2002 dan 2011 adalah kecamatan Banyudono, sedangkan kecamatan yang lain

termasuk klasifikasi rendah pada tahun 2002 dan 2011.

3. Hasil dari pengujian data dengan menggunakan Regresi Linier Berganda secara keseluruhan membuktikan bahwa variabel yang paling mempengaruhi perkembangan wilayah di Kabupaten Boyolali adalah variabel Fasilitas Kesehatan pada tahun 2002 dengan nilai coefficient Beta sebesar 0,483. Sedangkan pada tahun 2011 variabel yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah adalah variabel PDRB Perkapita yaitu dengan coefficient Beta sebesar 0,438.

Dengan teknik pengujian yang sama namun dengan mengetahui indikator yang paling berpengaruh terhadap perkembangan wilayah adalah indikator fasilitas publik baik pada tahun 2002 dan 2011.

Saran

1. Pemerintah supaya memperhatikan dan mempertimbangkan mengenai pemerataan perkembangan wilayah. Dengan melakukan pemerataan akan fasilitas-fasilitas publik. Terutama Kecamatan-kecamatan yang nilai perkembangan wilayahnya menurun. Dengan pemerataan fasilitas di setiap kecamatan maka dapat meningkatkan perkembangan wilayah.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Adi Prabowo, Nugroho. 2005. Analisis perkembangan Wilayah SWP I Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Afif Setiawan, M. Analisis Ketimpangan Pembagunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007.

http://id-development.blogspot.com/2011/02/ana lisis-ketimpangan-pembangunan.html# Diakses:08 Oktober 2013

Anonim. 2002. Boyolali dalam angka 2002.

Boyolali: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali

Anonim. 2011. Boyolali dalam angka 2011.

Boyolali: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali

Anonim. 2014. Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW). Boyolali: Bappeda Kabupaten

Boyolali

Anonim. 2002. Produksi Domestik Regional

Bruto 2002. Boyolali: Badan Pusat

Statistik Kabupaten Boyolali

Anonim. 2011. Produksi Domestik Regional Bruto 2011. Boyolali: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali

Anonim. 2010. Buku Petunjuk Penyusunan

Skripsi. Surakarta: Fakultas Geografi

Hartono, Budiantoro. 2008. Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.jurnal. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mantra, Ida Bagoes.2003. Demografi Umum.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Murtopo, Tri. 2009. Kajian Tingkat Perkembangan Wilayah untuk Penentuan Prioritas Pengembangan di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Muta’ali, Lutfi. 2011. Kapita Selekta

Pengembangan Wilayah.

Yogyakarta: Badan Penerbitan Fakultas Geografi (BPFG) UGM.

Muta’ali, Lutfi. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan

Pengembangan Wilayah.

Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG) UGM. Nadiroh, Fuktiatun. 2012. Ketimpangan

Pembangunan Antar Wilayah.

http://fuktia-alkarazkani.blogspot.com/2012/04/k etimpangan-pembangunan-antar-wilayah.html. Diakses: 08 Oktober 2013.

Priyana, Yuli. 1998. Pengantar Metodologi dan Klimatologi. Diktat Kuliah. Surakarta:Fakultas Geografi.

Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta

Rustiadi, , Saefulhakim S, Panuju DR.

2008. Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sabari Yunus, Hadi. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Depok: RajaGrafindo Persada Wiyatri. 2012. Kajian Pertumbuhan

Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Sukoharjo Periode 2004-2008. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Gambar

Gambar 1. 1. penilaian tingkat perkembangan wilayah
Tabel 1. Indikator perkembangan wilayah dan asumsinya
Tabel 4 Klasifikasi Tingkat Ketersediaan Fasilitas Perekonomian
Tabel 10 Tingkat Perkembangan Wilayah antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2002 dan 2011
+5

Referensi

Dokumen terkait

Location Quotion dan Shift Share Analysis ; 3) mengetahui tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah dengan metode Skalogram, Indeks Entropy, Analisis Fisik,

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Di Kabupaten Purwakarta adalah karya saya

Mencermati perkembangan perekonomian Kabupaten Boyolali sebagaimana diuraikan diatas maka menarik untuk mengkaji danmenganalisis potensi dan daya saing tiap kecamatan sebagai pusat

Analisis Disparitas Pembangunan Ekonomi Wilayah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) IV Propinsi Jawa Timur; Angeline Marzella, 110810101039; 2015;

Hal ini terlihat dari berbagai hasil analisis yang juga menunjukkan bahwa hampir semua pusat pengembangan dalam wilayah pengembangan (kecuali WP IV), memiliki

Location Quotion dan Shift Share Analysis ; 3) mengetahui tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah dengan metode Skalogram, Indeks Entropy, Analisis Fisik,

Dan berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya dan sesuai dengan tujuan studi ini yaitu untuk menemukenali konsep disparitas melalui studi kasus di Kabupaten Tanah Datar

Analisis komparasi yang bertujuan untuk mengambarkan perbedaan karakteristik dari dua variabel yaitu hasil analisis yang didapat berupa perkembangan wilayah kecamatan