• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risalah Kebijakan. Mempersiapkan Sekolah Menghadapi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Ringkasan. Nomor 10, Juli 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Risalah Kebijakan. Mempersiapkan Sekolah Menghadapi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Ringkasan. Nomor 10, Juli 2021"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Mempersiapkan Sekolah Menghadapi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Berdasarkan pengalaman mengikuti uji coba AKM, sebagian guru dan siswa menilai soal-soal AKM tidak mencerminkan apa yang diperoleh dari proses pembelajaran di sekolah, sehingga keberadaan AKM dapat mendorong mereka untuk mengubah strategi pembelajaran.

Secara umum, soal-soal AKM relatif mudah dipahami, meskipun tidak mudah dijawab, terutama karena kebiasaan dengan materi serta cara penilaian lama.

Kemendikbudristek perlu lebih intensif memberikan pemahaman kepada sekolah tentang filosofi dan tujuan AKM, sehingga tidak terjadi proses adaptasi yang kontraproduktif seperti upaya penyempitan kurikulum dalam bentuk fokus yang berlebihan pada pengajaran mata pelajaran tertentu.

Ringkasan

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Nomor 10, Juli 2021

Risalah Kebijakan

(2)

2

Konteks

Setelah Ujian Nasional (UN) resmi ditiadakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) mengembangkan Asesmen Nasional (AN) sebagai gantinya. AN terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. AN berfungsi sebagai asesmen terhadap sistem pendidikan yang pada akhirnya dapat menjadi rujukan kebijakan peningkatan mutu pendidikan nasional. AKM mengukur kompetensi bernalar yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai konteks, baik personal maupun profesional (pekerjaan), dengan mengukur kompetensi literasi dan numerasi.

Memberikan fokus pada dua kompetensi dasar tersebut sangat penting karena kompetensi siswa Indonesia dalam keterampilan dasar literasi dan numerasi tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam 20 tahun terakhir. Hasil Program for International Student Assessment (PISA) pada 2015 hingga 2018 menunjukkan skor siswa Indonesia mengalami penurunan pada semua subjek. Bahkan, skor Membaca mengalami penurunan paling besar hingga 26 poin dibandingkan sejumlah negara yang lain (Tabel 1).

Perubahan sistem asesmen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi siswa Indonesia. Mengubah mekanisme asesmen dapat mengubah cara belajar dan mengajar.

Reformasi sistem asesmen ini juga menjadi bagian dari kebijakan Merdeka Belajar. AKM selaras dengan tujuan pembelajaran yang tidak berorientasi pada penguasaan materi pelajaran, tetapi pada kompetensi dan pemahaman konsep. AKM mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMMS.

Asesmen literasi membaca bertujuan melihat kemampuan memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu siswa. Sedangkan asesmen numerasi bertujuan melihat kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan.

Oleh karena itu, Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbudristek melakukan kajian terkait dengan persiapan sekolah menghadapi AKM. Pengumpulan data dilakukan melalui survei online dan wawancara mendalam kepada guru dan siswa di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang yang mengikuti gladi bersih UNBK tahun 2020 yang menggunakan soal-soal AKM. Jumlah responden survei dari kalangan siswa SMP sebanyak 1.118 orang, siswa SMA sebanyak 1.406 orang, dan siswa SMK sebanyak 635 orang. Sedangkan jumlah responden guru SMP sebanyak 221 orang, SMA sebanyak 308 orang, dan SMK sebanyak 244 orang. Adapun wawancara dilakukan di setiap daerah sampel dengan melibatkan 16 guru dan 6 siswa di setiap jenjang. Sampel sekolah dipilih berdasarkan kriteria hasil nilai UN tahun 2019 yang mewakili kategori tinggi, sedang, dan rendah.

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Tabel 1 Perolehan Skor PISA Indonesia dan Beberapa Negara, 2015 dan 2018

Sumber: OECD (2019)

Dari segi keterbacaan, secara umum soal-soal AKM cenderung dapat dipahami, baik oleh guru maupun siswa. Siswa yang memiliki persentase terbanyak yang mengaku belum mampu memahami soal-soal AKM khususnya adalah siswa SMK (Grafik 8). Kebutuhan analisis dalam memahami soal menyebabkan guru menganggap soal AKM sulit dipahami. Soal harus dibaca dengan hati-hati, dianalogikan, dan dianalisis. Beberapa istilah asing dalam narasi soal juga

dianggap membingungkan. Sedangkan pada siswa, pemilihan kosa kata dalam narasi soal sering menyulitkan mereka dalam memahami maksud pertanyaan. Adapun siswa yang mengatakan soal mudah dipahami, menganggap bahwa untuk memahaminya cukup dengan mengacu pada informasi yang ada dalam narasi soal.

Dari segi konten, guru menganggap soal AKM lebih sulit, sementara siswa memiliki anggapan sebaliknya (Grafik 9 dan 10). Alasan guru, siswa kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan soal, serta kesulitan dalam mencari solusi untuk menjawab soal karena soal AKM tidak sesuai dengan materi yang dipelajari di kelas. Namun, bagi guru yang mengatakan bahwa soal AKM mudah, menurut mereka kuncinya terletak pada ketelitian siswa dalam membaca soal, karena soal AKM umumnya mirip dengan tugas wacana. Jika siswa sering melatih kemampuan dasar literasi dan numerasi, kemungkinan besar siswa akan terbiasa dengan bentuk soal AKM.

Kemampuan dalam menyimpulkan merupakan alasan siswa yang menyatakan soal AKM sulit untuk dikerjakan. Hal ini terkait dengan perbandingan yang harus siswa lakukan pada dua teks dalam satu soal. Dengan mengkaji informasi dari dua teks tersebut, siswa harus menarik kesimpulan. Adapun siswa yang menjawab mudah mengatakan bahwa untuk menjawabnya, mereka hanya perlu mengacu pada informasi yang sudah disediakan soal dan mencermatinya sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

Akan tetapi, perbandingan yang kontras antara persepsi sebagian siswa yang menyatakan bahwa soal AKM mudah dan rata-rata skor AKM mereka yang rendah menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya memahami soal-soal yang dikerjakan. Berikut ini hasil AKM berdasarkan gladi bersih tahun 2020 (Grafik 11). Rata-rata skor AKM siswa SMA sedikit lebih tinggi dibandingkan siswa SMP. Temuan ini berkebalikan dengan persepsi sebagian besar siswa SMP yang menganggap soal AKM mudah, tetapi rata-rata hasil AKMnya justru di bawah rata-rata siswa SMA yang menganggap soal AKM sulit.

MERGE SCORE IN PISA 2018 LONG-TERM : AVERAGE RATE OF CHANGE IN PERFORMANCE, PER THREE-YEAR-PERIOD

SHORT-TERM CHANGE IN PERFORMANCE (PISA 2015 TO PISA 2018)

READING

487 489 489 0 -1 -2 -3 2 -2

MATHEMATICS SCIENCE READING MATHEMATICS SCIENCE OECD Average

555 549 525 524 503 377 371

359 368 396

353 368 377

353 393 384

342

340 353

325 336

357

379 396

353 365

531 558 558

544 517 516 591

569

590 551

m 6

m 1

m 3

6 6 8

2 0 -8

1 -4 -2

1 -4 -2

1 2 3

m m m

m m m

m m m

m m m

m m m

m 14

m 5

m -5

16 14 15

-2 3 -7

6 -11 -17

6 -11 -17

-26 -7 -7

m m m

7 -3 -3

6 4 -14

16 -3 4

m m m

B-S-J-Z (China) Singapore Macao (China) Hong Kong (China) Chinese Taipei Panama Indonesia Morroco Lebanon Kosovo

Dominican Republic Philiphines

READING MATHEMATICS SCIENCE

(3)

Lebih dari 50% guru mengatakan soal AKM tidak sesuai atau hanya sebagian kecil yang sesuai dengan materi pelajaran (Grafik 1). Berbeda dengan opini tersebut, lebih dari 50% siswa justru mengatakan sebagian besar atau seluruh soal AKM sudah sesuai (Grafik 2). Guru yang mengatakan tidak sesuai dengan materi pelajaran, menganggap soal AKM bersifat umum dan tidak ada soal yang bermuatan mata pelajaran secara khusus. Sementara alasan siswa yang mengatakan tidak sesuai karena materi yang diajarkan di sekolah jelas substansinya dan siswa tahu jawaban yang tepat atas pertanyaan yang diajukan, sedangkan soal AKM memerlukan analisis lebih lanjut untuk menjawabnya. Adapun guru dan siswa yang mengatakan sesuai, menganggap bahwa materi yang ditanyakan di AKM memang sesuai dengan yang selama ini diajarkan. Kesesuaian itu misalnya, terdapat pada pelajaran Matematika yang terintegrasi dalam soal-soal numerasi, seperti persentase, peluang, dan kemampuan membaca diagram kartesius.

Mayoritas guru SMP mengatakan bahwa soal AKM sesuai dengan metode pembelajaran yang telah dilakukan, namun mayoritas guru SMA dan SMK mengatakan sebaliknya (Grafik 3).

Sedangkan pada siswa, sekitar 50%-nya menyatakan soal AKM sesuai dengan metode pembelajaran yang diberikan (Grafik 4). Alasan guru yang mengatakan soal AKM belum sesuai dengan metode pembelajaran karena guru menganggap proses pembelajaran di sekolah belum menekankan siswa untuk berpikir analitis terkait dengan materi yang diajarkan guru. Siswa lebih banyak diberikan materi pelajaran untuk diingat dan dipahami. Adapun yang mengatakan sudah sesuai beralasan karena dalam pembelajaran siswa juga telah dituntut untuk berpikir analitis.

Selain itu, dalam pembelajaran guru juga menugaskan siswa untuk mencari teks dari media cetak yang berhubungan dengan berita terkini atau menonton video yang relevan, lalu siswa menceritakan isi video tersebut.

3

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Soal AKM dianggap belum sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan, metode pembelajaran yang diterapkan guru, serta penilaian harian yang biasa dilakukan.

Nomor 10, Juli 2021

Grafik 1 Persepsi Guru tentang Kesesuaian soal AKM dengan mata

pelajaran

Grafik 3 Persepsi Guru tentang Kesesuaian Soal AKM dengan Metode

Pembelajaran

Grafik 2 Persepsi Siswa tentang Kesesuaian soal AKM dengan mata

pelajaran

Grafik 4 Persepsi Siswa tentang Kesesuaian Soal AKM dengan Metode

Pembelajaran

Dari segi keterbacaan, secara umum soal-soal AKM cenderung dapat dipahami, baik oleh guru maupun siswa. Siswa yang memiliki persentase terbanyak yang mengaku belum mampu memahami soal-soal AKM khususnya adalah siswa SMK (Grafik 8). Kebutuhan analisis dalam memahami soal menyebabkan guru menganggap soal AKM sulit dipahami. Soal harus dibaca dengan hati-hati, dianalogikan, dan dianalisis. Beberapa istilah asing dalam narasi soal juga

dianggap membingungkan. Sedangkan pada siswa, pemilihan kosa kata dalam narasi soal sering menyulitkan mereka dalam memahami maksud pertanyaan. Adapun siswa yang mengatakan soal mudah dipahami, menganggap bahwa untuk memahaminya cukup dengan mengacu pada informasi yang ada dalam narasi soal.

Dari segi konten, guru menganggap soal AKM lebih sulit, sementara siswa memiliki anggapan sebaliknya (Grafik 9 dan 10). Alasan guru, siswa kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan soal, serta kesulitan dalam mencari solusi untuk menjawab soal karena soal AKM tidak sesuai dengan materi yang dipelajari di kelas. Namun, bagi guru yang mengatakan bahwa soal AKM mudah, menurut mereka kuncinya terletak pada ketelitian siswa dalam membaca soal, karena soal AKM umumnya mirip dengan tugas wacana. Jika siswa sering melatih kemampuan dasar literasi dan numerasi, kemungkinan besar siswa akan terbiasa dengan bentuk soal AKM.

Kemampuan dalam menyimpulkan merupakan alasan siswa yang menyatakan soal AKM sulit untuk dikerjakan. Hal ini terkait dengan perbandingan yang harus siswa lakukan pada dua teks dalam satu soal. Dengan mengkaji informasi dari dua teks tersebut, siswa harus menarik kesimpulan. Adapun siswa yang menjawab mudah mengatakan bahwa untuk menjawabnya, mereka hanya perlu mengacu pada informasi yang sudah disediakan soal dan mencermatinya sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

Akan tetapi, perbandingan yang kontras antara persepsi sebagian siswa yang menyatakan bahwa soal AKM mudah dan rata-rata skor AKM mereka yang rendah menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya memahami soal-soal yang dikerjakan. Berikut ini hasil AKM berdasarkan gladi bersih tahun 2020 (Grafik 11). Rata-rata skor AKM siswa SMA sedikit lebih tinggi dibandingkan siswa SMP. Temuan ini berkebalikan dengan persepsi sebagian besar siswa SMP yang menganggap soal AKM mudah, tetapi rata-rata hasil AKMnya justru di bawah rata-rata siswa SMA yang menganggap soal AKM sulit.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

SMP SMA SMK SMP SMA SMK

SMP SMA SMK SMP SMA SMK

6%

38%

41%

15%

5%

18%

43%

34%

12%

40%

43%

8%

3%

19%

46%

32%

7%

44%

38%

11%

10%

40%

34%

16%

7%

53%

35%

5%

5%

35%

44%

16%

7%

36%

44%

13%

12%

42%

35%

11%

7%

43%

39%

11%

10%

41%

35%

14%

Seluruhnya sesuai Sebagian besar sesuai

Sebagian kecil

sesuai Tidak sesuai

Seluruhnya sesuai Sebagian besar sesuai

Sebagian kecil

sesuai Tidak sesuai

(4)

Kecenderungan sebagian guru yang menganggap soal AKM tidak sesuai dengan metode pembelajaran dapat dikaitkan dengan temuan penelitian Pusat Penelitian dan Kebijakan tahun 2018. Dalam penelitian ini terungkap, sebagian besar guru dan kepala sekolah belum menguasai konsep pembelajaran bermuatan HOTs (Higher Order Thinking Skills). Implementasi pembelajaran HOTs sudah terindikasi dalam silabus dan RPP, tetapi belum terlihat dalam proses pembelajaran di kelas (Puslitjak, 2018).

Simpulan penelitian Puslitjak (2018) di atas juga selaras dengan temuan survei ini terkait dengan penilaian harian yang dilakukan guru. Lebih dari 50% guru mengatakan bahwa soal AKM tidak sesuai dengan soal-soal yang dikembangkan untuk penilaian harian (Grafik 5). Sebaliknya, sekitar 50% siswa mengatakan sebagian besar atau seluruh soal AKM sesuai dengan soal penilaian harian (Grafik 6).

Alasan guru yang mengatakan bahwa soal AKM belum sesuai dengan penilaian harian karena guru mengembangkan soal dengan mengacu pada kompetensi dasar (KD), dan sangat jarang guru membuat soal yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Adapun beberapa guru yang mengatakan terdapat penilaian harian yang sesuai dengan soal AKM walau porsinya tidak banyak, yaitu soal yang terkait dengan literasi, misalnya materi menentukan/menganalisis informasi dalam teks. Alasan siswa yang mengatakan bahwa soal AKM belum sesuai dengan penilaian harian karena guru belum pernah memberi soal seperti AKM, dan lebih menekankan pada penguasaan materi pembelajaran utama saja. Adapun siswa yang menyatakan sesuai mengatakan bahwa untuk soal literasi, mereka cukup sering mengerjakan di kelas, tetapi untuk soal tabel, siswa jarang mendapatkannya di sekolah.

Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian Juhanda (2016) menemukan bahwa rerata persentase kemunculan soal yang mengembangkan keterampilan tingkat tinggi (Higher-Order Thinking Skills) mulai dari soal C4 (menganalisis) sampai dengan C6 (mencipta) memiliki rerata persentase yang rendah. Oleh karena itu, kemunculan soal jenjang kognitif Bloom Revisi pada buku sekolah elektronik (BSE) khususnya yang mengembangkan higher-order thinking skills masih perlu untuk ditingkatkan.

4

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Dari segi keterbacaan, secara umum soal-soal AKM cenderung dapat dipahami, baik oleh guru maupun siswa. Siswa yang memiliki persentase terbanyak yang mengaku belum mampu memahami soal-soal AKM khususnya adalah siswa SMK (Grafik 8). Kebutuhan analisis dalam memahami soal menyebabkan guru menganggap soal AKM sulit dipahami. Soal harus dibaca dengan hati-hati, dianalogikan, dan dianalisis. Beberapa istilah asing dalam narasi soal juga

Meskipun soal AKM dianggap relatif mudah dibaca dan dapat dipahami, namun sebagian besar guru dan siswa kesulitan mengerjakan soal tersebut.

dianggap membingungkan. Sedangkan pada siswa, pemilihan kosa kata dalam narasi soal sering menyulitkan mereka dalam memahami maksud pertanyaan. Adapun siswa yang mengatakan soal mudah dipahami, menganggap bahwa untuk memahaminya cukup dengan mengacu pada informasi yang ada dalam narasi soal.

Dari segi konten, guru menganggap soal AKM lebih sulit, sementara siswa memiliki anggapan sebaliknya (Grafik 9 dan 10). Alasan guru, siswa kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan soal, serta kesulitan dalam mencari solusi untuk menjawab soal karena soal AKM tidak sesuai dengan materi yang dipelajari di kelas. Namun, bagi guru yang mengatakan bahwa soal AKM mudah, menurut mereka kuncinya terletak pada ketelitian siswa dalam membaca soal, karena soal AKM umumnya mirip dengan tugas wacana. Jika siswa sering melatih kemampuan dasar literasi dan numerasi, kemungkinan besar siswa akan terbiasa dengan bentuk soal AKM.

Kemampuan dalam menyimpulkan merupakan alasan siswa yang menyatakan soal AKM sulit untuk dikerjakan. Hal ini terkait dengan perbandingan yang harus siswa lakukan pada dua teks dalam satu soal. Dengan mengkaji informasi dari dua teks tersebut, siswa harus menarik kesimpulan. Adapun siswa yang menjawab mudah mengatakan bahwa untuk menjawabnya, mereka hanya perlu mengacu pada informasi yang sudah disediakan soal dan mencermatinya sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

Akan tetapi, perbandingan yang kontras antara persepsi sebagian siswa yang menyatakan bahwa soal AKM mudah dan rata-rata skor AKM mereka yang rendah menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya memahami soal-soal yang dikerjakan. Berikut ini hasil AKM berdasarkan gladi bersih tahun 2020 (Grafik 11). Rata-rata skor AKM siswa SMA sedikit lebih tinggi dibandingkan siswa SMP. Temuan ini berkebalikan dengan persepsi sebagian besar siswa SMP yang menganggap soal AKM mudah, tetapi rata-rata hasil AKMnya justru di bawah rata-rata siswa SMA yang menganggap soal AKM sulit.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Seluruhnya sesuai Sebagian besar sesuai

Sebagian kecil

sesuai Tidak sesuai

2%

41%

34%

23%

3%

26%

43%

28%

3%

25%

39%

33%

10%

39%

39%

12%

7%

46%

36%

11%

9%

40%

33%

18%

SMP SMA SMK SMP SMA SMK

Grafik 5 Persepsi Guru tentang Kesesuaian Soal AKM dengan

Penilaian Harian

Grafik 6 Persepsi Siswa tentang Kesesuaian Soal AKM dengan

Penilaian Harian

(5)

5

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Nomor 10, Juli 2021

dianggap membingungkan. Sedangkan pada siswa, pemilihan kosa kata dalam narasi soal sering menyulitkan mereka dalam memahami maksud pertanyaan. Adapun siswa yang mengatakan soal mudah dipahami, menganggap bahwa untuk memahaminya cukup dengan mengacu pada informasi yang ada dalam narasi soal.

Dari segi konten, guru menganggap soal AKM lebih sulit, sementara siswa memiliki anggapan sebaliknya (Grafik 9 dan 10). Alasan guru, siswa kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan soal, serta kesulitan dalam mencari solusi untuk menjawab soal karena soal AKM tidak sesuai dengan materi yang dipelajari di kelas. Namun, bagi guru yang mengatakan bahwa soal AKM mudah, menurut mereka kuncinya terletak pada ketelitian siswa dalam membaca soal, karena soal AKM umumnya mirip dengan tugas wacana. Jika siswa sering melatih kemampuan dasar literasi dan numerasi, kemungkinan besar siswa akan terbiasa dengan bentuk soal AKM.

Kemampuan dalam menyimpulkan merupakan alasan siswa yang menyatakan soal AKM sulit untuk dikerjakan. Hal ini terkait dengan perbandingan yang harus siswa lakukan pada dua teks dalam satu soal. Dengan mengkaji informasi dari dua teks tersebut, siswa harus menarik kesimpulan. Adapun siswa yang menjawab mudah mengatakan bahwa untuk menjawabnya, mereka hanya perlu mengacu pada informasi yang sudah disediakan soal dan mencermatinya sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Seluruhnya sulit

Sebagian besar sulit

Sebagian kecil

sulit Tidak ada

sulit

3%

46%

43%

8%

3%

47%

45%

5%

6%

39%

50%

5%

3%

25%

58%

14%

3%

31%

55%

11%

10%

37%

48%

10%

SMP SMA SMK SMP SMA SMK

Grafik 7 Persepsi Guru tentang Keterbacaan Soal AKM

Grafik 8 Persepsi Siswa tentang Keterbacaan Soal AKM

Grafik 9 Persepsi Guru tentang Tingkat Kesulitan Soal AKM

Grafik 10 Persepsi Siswa tentang Tingkat Kesulitan Soal AKM

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

605 70%

80%

90%

100%

Seluruhnya dapat dipahami

Sebagian besar dapat dipahami

Sebagian kecil

dapat dipahami Tidak ada yang dipahami

21%

60%

17%

2%

16%

60%

23%

1%

21%

54%

23%

2%

19%

46%

32%

3%

19%

60%

28%

3%

10%

42%

41%

7%

SMP SMA SMK SMP SMA SMK

(6)

6

Risalah Kebijakan

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Mempersiapkan Sekolah Menghadapi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Nomor 10, Juli 2021

Dari segi keterbacaan, secara umum soal-soal AKM cenderung dapat dipahami, baik oleh guru maupun siswa. Siswa yang memiliki persentase terbanyak yang mengaku belum mampu memahami soal-soal AKM khususnya adalah siswa SMK (Grafik 8). Kebutuhan analisis dalam memahami soal menyebabkan guru menganggap soal AKM sulit dipahami. Soal harus dibaca dengan hati-hati, dianalogikan, dan dianalisis. Beberapa istilah asing dalam narasi soal juga

Dari segi konten, guru menganggap soal AKM lebih sulit, sementara siswa memiliki anggapan sebaliknya (Grafik 9 dan 10). Alasan guru, siswa kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan soal, serta kesulitan dalam mencari solusi untuk menjawab soal karena soal AKM tidak sesuai dengan materi yang dipelajari di kelas. Namun, bagi guru yang mengatakan bahwa soal AKM mudah, menurut mereka kuncinya terletak pada ketelitian siswa dalam membaca soal, karena soal AKM umumnya mirip dengan tugas wacana. Jika siswa sering melatih kemampuan dasar literasi dan numerasi, kemungkinan besar siswa akan terbiasa dengan bentuk soal AKM.

Kemampuan dalam menyimpulkan merupakan alasan siswa yang menyatakan soal AKM sulit untuk dikerjakan. Hal ini terkait dengan perbandingan yang harus siswa lakukan pada dua teks dalam satu soal. Dengan mengkaji informasi dari dua teks tersebut, siswa harus menarik kesimpulan. Adapun siswa yang menjawab mudah mengatakan bahwa untuk menjawabnya, mereka hanya perlu mengacu pada informasi yang sudah disediakan soal dan mencermatinya sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

Akan tetapi, perbandingan yang kontras antara persepsi sebagian siswa yang menyatakan bahwa soal AKM mudah dan rata-rata skor AKM mereka yang rendah menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya memahami soal-soal yang dikerjakan. Berikut ini hasil AKM berdasarkan gladi bersih tahun 2020 (Grafik 11). Rata-rata skor AKM siswa SMA sedikit lebih tinggi dibandingkan siswa SMP. Temuan ini berkebalikan dengan persepsi sebagian besar siswa SMP yang menganggap soal AKM mudah, tetapi rata-rata hasil AKMnya justru di bawah rata-rata siswa SMA yang menganggap soal AKM sulit.

Sebagian besar guru mengaku bahwa sekolah mereka siap untuk menghadapi AKM. Namun demikian, cukup banyak pula guru yang mengaku sekolah mereka kurang dan bahkan tidak siap dengan AKM, terutama pada jenjang SMA dan SMK (35%).

Guru mengatakan sekolah sudah siap mengikuti AKM karena sekolahnya sudah melaksanakan Kurikulum 2013 yang selaras dengan soal AKM. Pada guru lainnya, menyatakan bahwa mereka siap menghadapi AKM tahun 2021 asalkan mendapat bimbingan untuk mengatur strategi dan mengelola pembelajaran yang sesuai dengan AKM terutama dalam hal penilaian. Dalam hal ini, guru mengharapkan adanya pelatihan untuk membuat soal-soal AKM. Adapun guru yang mengatakan sekolah belum siap karena kemampuan siswa di sekolah cukup beragam, sementara soal AKM dianggap lebih cocok diterapkan pada siswa yang mempunyai kemampuan kognitif relatif baik. Guru juga menyampaikan pentingnya untuk memberikan pemahaman

Kebijakan AKM mendorong guru dan siswa mengubah strategi pembelajaran.

mengenai AKM, tujuannya, serta hal-hal yang perlu mereka lakukan guna memperbaiki proses pembelajaran.

Dalam menyongsong pelaksanaan AKM, guru mengaku akan menerapkan beberapa strategi, antara lain menyesuaikan alokasi waktu pembelajaran, metode mengajar, dan cara penilaian (Grafik 13). Beberapa guru mengungkapkan rencana mereka, misalnya dengan memperbanyak diskusi di kelas, mendorong daya nalar siswa, melatih siswa memahami studi kasus sesuai materi ajar, dan melaksanakan proses pembelajaran dan penilaian harian yang disesuaikan dengan orientasi HOTS. Guru juga memandang perlu untuk mempelajari bentuk soal AKM, menyiapkan soal-soal yang sesuai dengan AKM, dan menyediakan modul untuk latihan soal AKM. Secara umum guru pun setuju untuk mengubah strategi dan metode mengajar, materi ajar, penugasan, dan penilaian agar dapat memenuhi kompetensi siswa dalam menyelesaikan soal-soal AKM.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

SMP SMA SMK

Siap Kurang siap Tidak siap

78%

16%

6%

65%

30%

5%

65%

31%

4%

0,00 10,00 20,00 30,00

KOTA JAKARTA

PUSAT KOTA BOGOR KOTA DEPOK KOTA BEKASI KOTA

TANGERANG 21,44

25,80

20,98 27,29

20,06 23,52

19,85 23,70

18,40 21,67

SMP SMA

Grafik 11 Rata-rata Skor AKM di Wilayah Sampel (Skala 0 - 100)

Grafik 12 Persepsi Guru tetang Kesiapan Sekolah Menghadapi AKM

(7)

7

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Mempersiapkan Sekolah Menghadapi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Risalah Kebijakan

Nomor 10, Juli 2021

Dari segi keterbacaan, secara umum soal-soal AKM cenderung dapat dipahami, baik oleh guru maupun siswa. Siswa yang memiliki persentase terbanyak yang mengaku belum mampu memahami soal-soal AKM khususnya adalah siswa SMK (Grafik 8). Kebutuhan analisis dalam memahami soal menyebabkan guru menganggap soal AKM sulit dipahami. Soal harus dibaca dengan hati-hati, dianalogikan, dan dianalisis. Beberapa istilah asing dalam narasi soal juga

informasi yang ada dalam narasi soal.

Dari segi konten, guru menganggap soal AKM lebih sulit, sementara siswa memiliki anggapan sebaliknya (Grafik 9 dan 10). Alasan guru, siswa kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan soal, serta kesulitan dalam mencari solusi untuk menjawab soal karena soal AKM tidak sesuai dengan materi yang dipelajari di kelas. Namun, bagi guru yang mengatakan bahwa soal AKM mudah, menurut mereka kuncinya terletak pada ketelitian siswa dalam membaca soal, karena soal AKM umumnya mirip dengan tugas wacana. Jika siswa sering melatih kemampuan dasar literasi dan numerasi, kemungkinan besar siswa akan terbiasa dengan bentuk soal AKM.

Kemampuan dalam menyimpulkan merupakan alasan siswa yang menyatakan soal AKM sulit untuk dikerjakan. Hal ini terkait dengan perbandingan yang harus siswa lakukan pada dua teks dalam satu soal. Dengan mengkaji informasi dari dua teks tersebut, siswa harus menarik kesimpulan. Adapun siswa yang menjawab mudah mengatakan bahwa untuk menjawabnya, mereka hanya perlu mengacu pada informasi yang sudah disediakan soal dan mencermatinya sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

Akan tetapi, perbandingan yang kontras antara persepsi sebagian siswa yang menyatakan bahwa soal AKM mudah dan rata-rata skor AKM mereka yang rendah menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya memahami soal-soal yang dikerjakan. Berikut ini hasil AKM berdasarkan gladi bersih tahun 2020 (Grafik 11). Rata-rata skor AKM siswa SMA sedikit lebih tinggi dibandingkan siswa SMP. Temuan ini berkebalikan dengan persepsi sebagian besar siswa SMP yang menganggap soal AKM mudah, tetapi rata-rata hasil AKMnya justru di bawah rata-rata siswa SMA yang menganggap soal AKM sulit.

Sebagian besar guru mengaku bahwa sekolah mereka siap untuk menghadapi AKM. Namun demikian, cukup banyak pula guru yang mengaku sekolah mereka kurang dan bahkan tidak siap dengan AKM, terutama pada jenjang SMA dan SMK (35%).

Guru mengatakan sekolah sudah siap mengikuti AKM karena sekolahnya sudah melaksanakan Kurikulum 2013 yang selaras dengan soal AKM. Pada guru lainnya, menyatakan bahwa mereka siap menghadapi AKM tahun 2021 asalkan mendapat bimbingan untuk mengatur strategi dan mengelola pembelajaran yang sesuai dengan AKM terutama dalam hal penilaian. Dalam hal ini, guru mengharapkan adanya pelatihan untuk membuat soal-soal AKM. Adapun guru yang mengatakan sekolah belum siap karena kemampuan siswa di sekolah cukup beragam, sementara soal AKM dianggap lebih cocok diterapkan pada siswa yang mempunyai kemampuan kognitif relatif baik. Guru juga menyampaikan pentingnya untuk memberikan pemahaman

mengenai AKM, tujuannya, serta hal-hal yang perlu mereka lakukan guna memperbaiki proses pembelajaran.

Dalam menyongsong pelaksanaan AKM, guru mengaku akan menerapkan beberapa strategi, antara lain menyesuaikan alokasi waktu pembelajaran, metode mengajar, dan cara penilaian (Grafik 13). Beberapa guru mengungkapkan rencana mereka, misalnya dengan memperbanyak diskusi di kelas, mendorong daya nalar siswa, melatih siswa memahami studi kasus sesuai materi ajar, dan melaksanakan proses pembelajaran dan penilaian harian yang disesuaikan dengan orientasi HOTS. Guru juga memandang perlu untuk mempelajari bentuk soal AKM, menyiapkan soal-soal yang sesuai dengan AKM, dan menyediakan modul untuk latihan soal AKM. Secara umum guru pun setuju untuk mengubah strategi dan metode mengajar, materi ajar, penugasan, dan penilaian agar dapat memenuhi kompetensi siswa dalam menyelesaikan soal-soal AKM.

Berdasarkan ulasan temuan di atas, kajian ini merekomendasikan beberapa hal.

Melakukan upaya untuk meningkatkan pemahaman guru.

Kemendikbud melalui Balitbang dan Perbukuan bersama dengan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan perlu memberikan pemahaman tentang kebijakan AKM melalui sosialisasi dan pelatihan kepada guru dalam melakukan pembelajaran dan penilaian yang selaras dengan filosofi dan konsep AKM.

Dinas pendidikan menyiapkan program-program pendampingan bagi kepala sekolah dan guru agar setiap sekolah mampu mengembangkan materi ajar terintegrasi dan menyusun soal asesmen tematik kontekstual.

1.

Rekomendasi kebijakan

a.

b.

Memitigasi potensi dampak AKM terhadap praktik penyempitan kurikulum oleh sekolah.

2.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100% 91%

87%

83% 85%

84% 78% 84%

80% 70%

SMP SMA SMK

Menyesuaikan alokasi

waktu pembelajaran Mengubah metode mengajar Mengubah cara penilaian

Grafik 13 Persepsi Guru tentang Strategi Persiapan Menghadapi AKM

Penerapan AKM jangan sampai berdampak pada “penyempitan kurikulum”, di mana hanya mata pelajaran tertentu yang dianggap terkait langsung dengan AKM yang mendapatkan perhatian khusus. Perlu mengintegrasikan mata pelajaran lain (selain bahasa Indonesia dan Matematika) dalam soal AKM, serta memperkuat pemahaman literasi dan numerasi guru dan pengawas sekolah melalui pendampingan oleh UPT Kemendikbud yang relevan di daerah.

(8)

Risalah Kebijakan

http://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/

puslitjak.kemdikbud

Mempersiapkan Sekolah Menghadapi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Daftar Pustaka

Elektronik Biologi SMA. Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 21, Nomor 1, April 2016, hlm.

61-66.

Juhanda. 2016. Analisis Soal Jenjang Kognitif Taksonomi Bloom Revisi pada Buku Sekolah

Puslitjakdikbud (2018). Muatan HOTs pada pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Dasar.

Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang, Kemendikbud.

OECD. (2019). Programme for International Students Assessment (PISA): Results from PISA 2018, Country Note: Indonesia. https://www.oecd.org/pisa/publications/

PISA2018_CN_IDN.pdf diunduh pada Januari 2020.

Nomor 10, Juli 2021

Risalah Kebijakan ini merupakan hasil dari penelitian/kajian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Kompleks Kemdikbud-Ristek, Gedung E, Lantai 19 Jl. Jenderal Sudirman-Senayan, Jakarta 10270 Telp. 021-5736365, 5713827

Tim Penyusun

Meni Handayani Ikhya Ulummudin Novrian Satria Perdana Asma Aisha

https://qrgo.page.link/ZLbHU

Dari segi keterbacaan, secara umum soal-soal AKM cenderung dapat dipahami, baik oleh guru maupun siswa. Siswa yang memiliki persentase terbanyak yang mengaku belum mampu memahami soal-soal AKM khususnya adalah siswa SMK (Grafik 8). Kebutuhan analisis dalam memahami soal menyebabkan guru menganggap soal AKM sulit dipahami. Soal harus dibaca dengan hati-hati, dianalogikan, dan dianalisis. Beberapa istilah asing dalam narasi soal juga

Dari segi konten, guru menganggap soal AKM lebih sulit, sementara siswa memiliki anggapan sebaliknya (Grafik 9 dan 10). Alasan guru, siswa kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan soal, serta kesulitan dalam mencari solusi untuk menjawab soal karena soal AKM tidak sesuai dengan materi yang dipelajari di kelas. Namun, bagi guru yang mengatakan bahwa soal AKM mudah, menurut mereka kuncinya terletak pada ketelitian siswa dalam membaca soal, karena soal AKM umumnya mirip dengan tugas wacana. Jika siswa sering melatih kemampuan dasar literasi dan numerasi, kemungkinan besar siswa akan terbiasa dengan bentuk soal AKM.

Kemampuan dalam menyimpulkan merupakan alasan siswa yang menyatakan soal AKM sulit untuk dikerjakan. Hal ini terkait dengan perbandingan yang harus siswa lakukan pada dua teks dalam satu soal. Dengan mengkaji informasi dari dua teks tersebut, siswa harus menarik kesimpulan. Adapun siswa yang menjawab mudah mengatakan bahwa untuk menjawabnya, mereka hanya perlu mengacu pada informasi yang sudah disediakan soal dan mencermatinya sesuai dengan pertanyaan yang diberikan.

Akan tetapi, perbandingan yang kontras antara persepsi sebagian siswa yang menyatakan bahwa soal AKM mudah dan rata-rata skor AKM mereka yang rendah menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya memahami soal-soal yang dikerjakan. Berikut ini hasil AKM berdasarkan gladi bersih tahun 2020 (Grafik 11). Rata-rata skor AKM siswa SMA sedikit lebih tinggi dibandingkan siswa SMP. Temuan ini berkebalikan dengan persepsi sebagian besar siswa SMP yang menganggap soal AKM mudah, tetapi rata-rata hasil AKMnya justru di bawah rata-rata siswa SMA yang menganggap soal AKM sulit.

Referensi

Dokumen terkait

 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (q-to-q) Provinsi Papua Barat pada triwulan I tahun 2016 turun sebesar 5,17 persen dari triwulan IV tahun 2015,

Pasar Eropa ditutup naik kemarin setelah munculnya harapan dari pemerintah China dan Jepang untuk memberikan stimulus Namun pasar Amerika ditutup turun setelah

Pada gambar jaring-jaring kubus di bawah ini, sisi yang berhadapan dengan sisi yang diarsir adalah … a.. Perhatikan gambar di

prostornog dijagrama tlakova je vidljivo da nakon ispada pumpe tlakovi u padaju ispod vrijednosti tlaka para fluida p V što upućuje na pojavu kavitacije avlja

Siswa dan guru mampu menjawab soal yang mirip dengan soal yang dilatihkan pada saat pembinaan, namun belum dapat menjawab soal modifikasi yang mempunyai tingkat kesulitan

Diharapkan bapak/ ibu guru dapat memahami bagaimana cara membuat soal dengan tingkatan High Order Thinking (hots) serta mempersiapkan materi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang

➢ Peserta praktik membuat soal AKM berbasis literasi sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditentukan?. PENUTUP (alokasi waktu :

Berdasarkan hasil penelitian banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita, kesulitan tersebut, yaitu menginterpretasikan soal cerita menjadi kalimat