• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

10

2.1 Azas, Tujuan dan Fungsi Penyuluhan Pertanian 2.1.1 Azas penyuluhan

Pada pasal 2 dalam UU No. 16 tahun 2006 tentang SP3K disebutkan bahwa penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan dan bertanggung gugat. Berdasarkan hal tersebut, maka dijelaskan masing-masing azas dari penyuluhan pertanian seperti:

a. Demokrasi yaitu penyuluhan yang diselenggarakan dengan saling menghormati pendapat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku utama dan pelaku usaha.

b. Manfaat yaitu penyuluhan yang harus memberikan nilai manfaat bagi peningkatan dan perubahan perilaku untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha.

c. Kesetaraan yaitu hubungan antara penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha yang merupakan mitra sejajar.

d. Keterpaduan yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan secara terpadu antara kepentingan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

e. Keseimbangan yaitu penyelenggaraan penyuluhan harus memperhatikan keseimbangan antara kebijakan, inovasi teknologi dengan kearifan masyarakat setempat, pengarusutamaan gender, keseimbangan pemanfaatan sumberdaya

(2)

dan kelestarian lingkungan serta keseimbangan antara kawasan yang maju dengan kawasan yang relatif masih tertinggal.

f. Keterbukaan yaitu penyelenggaraan penyuluhan dilakukan secara terbuka antara penyuluh dengan pelaku utama serta pelaku usaha.

g. Kerjasama yaitu penyelenggaraan penyuluhan harus diselenggarakan secara sinergis dalam kegiatan pembangunan perikanan yang merupakan tujuan bersama antara pemerintah dan masyarakat.

h. Partisipatif yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang melibatkan secara aktif pelaku utama dan pelaku usaha dan penyuluh sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

i. Kemitraan yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip saling menghargai, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling membutuhkan antara pelku utama dan pelaku usaha yang difasilitasi oleh penyuluh.

j. Keberlanjutan yaitu penyelenggaraan penyuluhan dengan upaya secara terus menerus dan berkesinambungan agar pengetahuan, keterampilan, serta perilaku pelaku utama dan pelaku usaha semakin baik dan sesuai dengan perkembangan sehingga dapat terwujud kemandirian.

k. Bertanggung gugat yaitu evaluasi kinerja penyuluhan dikerjakan dengan membandingkan pelaksanan yang telah dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat dengan sederhana, terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan (Departemen Pertanian, 2006).

Penyuluhan pertanian adalah upaya pemberdayaan petani dan nelayan beserta keluarganya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan

(3)

kemandirian agar mereka mau dan mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki/meningkatkan daya saing usahanya, kesejahtaraan sendiri serta masyarakatnya (Zakaria, 2006).

Penyuluhan pertanian dapat juga diartikan sebagai sistem pembelajaran luar sekolah (non formal) untuk para petani dan keluarganya (ibu tani dan petani muda) dengan tujuan agar mereka mau dan mampu, sanggup dan berswadaya meningkatkan kesejahteraan sendiri serta masyarakatnya (Padmanagara, 2012).

2.1.2 Tujuan penyuluhan

Tujuan utama penyuluhan pertanian adalah perubahan perilaku petani dan keluarganya sehingga diharapkan dapat mengelola usahataninya dengan produktif, efektif dan efisien. Padmanagara (2012) menyatakan bahwa tujuan penyuluhan adalah membantu dan memfasilitasi para petani beserta keluarganya untuk mencapai tingkat usahatani yang lebih efisien/produktif, taraf kehidupan keluarga dan masyarakat yang lebih memuaskan melalui kegiatan-kegiatan yang terencana untuk mengembangkan pengertian, kemampuan, kecakapan mereka sendiri sehingga mengalami kemajuan ekonomi.

Tujuan suatu progam penyuluhan pertanian seharusnya di satu pihak melatih dan memotivasi petani untuk saling mengajarkan inovasi-inovasi yang diperkenalkan dan di lain pihak mengajar mereka bagaimana dapat menyempurnakan inovasi-inovasi tersebut. Melalui suatu proses uji coba secara terbatas, para petani dapat belajar bagaimana cara mengembangkan dan menyesuaikan teknologi-teknologi baru secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan produktivitas mereka. Singkatnya, tujuan program penyuluhan

(4)

bukan mengembangkan usahatani para petani, namun mengajarkan kepada mereka suatu proses yang dapat digunakan sendiri untuk mengembangkan usahatani mereka sendiri (Bunch, 2001).

Wahjuti (2007) menyatakan bahwa tujuan penyuluhan pertanian yang paling utama adalah agar terjadi dinamika dan perubahan-perubahan pada diri petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian dan pelaku usaha beserta keluarganya. Dinamika dan perubahan-perubahan yang diharapkan mencakup perilaku (behavior) yang meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap maupun kepribadian (personality) yang meliputi kemandirian, ketidaktergantungan, keterbukaan, kemampuan kerjasama, kepemimpinan, daya saing dan sensitive gender sehingga mereka mau dan mampu menolong dirinya sendiri dalam

mengatasi permasalahan-permasalahn untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

2.1.3 Fungsi penyuluhan pertanian

Kartasapoetra (1994) menyatakan bahwa fungsi penyuluhan yang pertama harus memberikan jalan kepada petani untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan dalam berusahatani seperti cara-cara atau teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani dan keluarganya. Melalui penyuluhan, maka penyuluh merupakan rekan kerja petani dalam melaksanakan Good Agriculture Practices (GAP). Penyuluh dapat membimbing, mengarahkan petani dengan pengetahuan dan teknologi yang berkembang untuk diterapkan para petani masing-masing dalam praktek usahataninya. Fungsi penyuluhan yang lain

(5)

adalah sebagai penyampai, pengusaha dan penyesuai program nasional dan regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh para petani. Program-program masyarakat petani harus terlahir dari itikad baik para petani untuk mensukseskan atau partisipasinya dalam tujuan pembangunan yang dapat diperhatikan oleh pemerintah (pembuat program tingkat nasional dan regional).

Dalam Undang-undang RI No. 16 Tahun 2006 tentang SP3K dijelaskan bahwa fungsi system penyuluhan pertanian adalah:

a. Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;

b. Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;

c. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha;

d. Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan;

e. Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usahanya;

f. Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian lingkungan serta melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju serta modern bagi pelaku utama dan pelaku usaha.

(6)

Berdasarkan uraian tujuan dan fungsi penyuluhan pertanian yang termuat dalam UU tersebut maka diperlukan suatu konsekuensi dan strategi yang logis untuk mencapai tujuan penyuluhan yang mendukung keberhasilan program pembanguan pertanian secara efektif dan efisien serta berkelanjutan dengan implementasi metoda dan teknik yang relevan dan akuntable.

2.2 Kinerja Penyuluh Pertanian

Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya) yang dicapai seseorang,

perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerjapersatuan waktu, hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai seseorang persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2006).

Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai sesuatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara nyata tercermin keluaran yang dihasilkan dan disebutkan juga istilah kinerja hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan misalnya standar, target/sasaran. Kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Sering disalahartikan sebagai upaya

(7)

(effort) yang mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil (Simamora dan Henry, 2004).

Wibowo (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Kinerja mempunyai makna yang luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaiman proses pekerjaan berlangsung.

Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Selanjutnya dikatakan bahwa sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 5/Permentan/KP.120/7/2007 tanggal 25 Juli 2007 tentang pedoman penilaian penyuluh pertanian berprestasi telah mengamanatkan agar Kementerian Pertanian melaksanakan penilaian kinerja penyuluh pertanian dan memberikan penghargaan kepada penyuluh yang berprestasi. Penilaian prestasi kerja meliputi: a) Kegiatan utama penyluh petanian.

b) perencanaan penyuluh pertanian, c) Programa penyuluhan pertanian, d) rencana kerja penyuluh pertanian, e) penyusunan materi penyuluhan, f) penerapan metode penyuluhan, g) Pengembangan swadaya dan swakarsa petani, h) Pengembangan wilayah, i) Pengembangan profesi penyuluh, j) Pengembangan hubungan kerjasama dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah.

(8)

2.3 Umur

Faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan efisiensi belajar baik secara langsung maupun tidak langsung adalah umur. Umur yang paling baik untuk memperoleh pelajaran atau inovasi adalah pada umur 25 tahun. Kemampuan belajar mulai menurun pada umur 46 tahun dan akan menurun drastis pada umur 60 tahun. Variasi umur yang dimiliki oleh penyuluh pertanian akan juga berpengaruh pada kompetensi dan kinerjanya. Umur dapat memberikan gambaran pengalaman seseorang dan dianggap akan lebih mudah mempelajari sesuatu.

Pengalaman adalah satu-satunya jalan kepemilikan pengetahuan. empirisme, salah satu aliran dalam filsafat mengatakan bahwa pengetahuan terbentuk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku, tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu karena pengalaman masa lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku (Rakhmat, 2002).

Menurut Padmowihardjo (2004), umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Seseorang yang berumur 15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi belajar jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun setelah mencapai usia 55 tahun. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur.

Faktor pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ seksual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar yang lain.

(9)

Robbins (2001) menyatakan bahwa terdapat periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Tahap seperti itu hadir dalam perkembangan sensor utama, seperti konsepsi tentang ukuran, bentuk, dan jarak dan juga dalam pengembangan perilaku sosial. Usia seseorang sangat erat hubungannya dengan kinerja, alasan yang memperkuat ungkapan ini adalah produktivitas seseorang akan merosot dengan bertambahnya usia seseorang. Kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi merosot dengan perjalanan waktu. Pekerjaan yang membosankan dan kurangnya rangsangan intelektual juga akan mengurangi produktivitas.

2.4 Tingkat Pendidikan

Secara umum pendidikan akan berpengaruh terhadap cara dan pola pikir seseorang. Pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung membuat bersikap lebih dinamis dan tenang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan ada kecenderungan semakin tingginya tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap seseorang.

Tingkat kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor kemampuan dari orang tersebut yang salah satunya melalui tingkat pendidikan yang dimiliki.

Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka akan semakin tinggi pula tingkat kinerjanya (Robbins, 1998).

Tingkat pendidikan yang rendah disuatu negara merupakan salah satu penghalang dalam mengakses teknologi informasi yang ada. Faktor penggunaan bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional dalam teknologi informasi tersebut menuntut pengguna khususnya internet untuk memperoleh pendidikan formal yang member kesempatan untuk belajar bahasa Inggris (Bakar, 2016).

(10)

2.5 Pendidikan dan Pelatihan

Pengembangan sumber daya manusia akan berjalan dengan efektif bila organisasi penyelenggaraan mengelolanya secara profesional. Salah satu upaya pengembangan SDM adalah pendidikan dan pelatihan. Untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan diperlukan suatu strategi. Strategi yang dapat ditempuh tetap mengacu pada mutu, di mana produk akhir diukur dan memenuhi standard tertentu. Standard bagi personil diukur dari kemampuan melaksanakan tugas sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing (Bakar, 2016).

Hermanto (2012) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan wahana yang strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menjadi faktor determinan pengembangan industri. Meningkatnya pengetahuan tentang produk yang dipasarkan, teknisi akan lebih mudah dalam menyelesaikan tugasnya di bengkel. Kemampuan dan ilmu teknisi menjadi ujung tombak bagi perusahaan dalam meningkatkan pelayanan kepada customer (pelanggan).

Pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pertama, sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya pelatihan dasar I, pelatihan dasar II, sedangkan yang kedua tidak mensyaratkan golongan kepangkatan dan tidak mensyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan dari program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian di bidang inovasi atau teknologi pertanian, misalnya pelatihan teknologi, komoditi dan budidaya (Sinar Tani, 2001).

Menurut Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (2007), sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:

(11)

167/Kpts/KP.440/3/2007, penyelenggaraan pelatihan dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam hal ini oleh Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Pelatihan bagi penyuluh ini terdiri dari:

a. Pelatihan Dasar yaitu pelatihan bagi pegawai negeri sipil yang akan menduduki jabatan fungsional sebagai penyuluh, terdiri dari pelatihan dasar umum dan pelatihan dasar khusus.

b. Pelatihan Perjenjangan yaitu pelatihan bagi penyuluh terampil maupun penyuluh ahli yang telah memenuhi persyaratan untuk diangkat atau menduduki jabatan fungsional setingkat lebih tinggi dari pelatihan penjenjangan terampil dan pelatihan penjenjangan ahli.

c. Pelatihan Alih Jenjang yaitu pelatihan bagi penyuluh pertanian terampil yang akan beralih ke penyuluh pertanian ahli.

2.6 Masa Kerja Penyuluh

Masa kerja berhubungan dengan pengalaman dan kemampuan, semakin tinggi pengalaman dan kemampuan dari seseorang maka kinerja yang dihasilkan akan semakin meningkat. Menurut Padmowihardjo (2004), masa kerja adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki dalam proses belajar. Seluruh pemikiran, kepribadian dan temperamen manusia, secara psikologi ditentukan oleh pengalaman indera.

Masa kerja merupakan proses yang dialami seorang penyuluh pertanian dalam melakukan kegiatan penyuluhan yang menjadi bidang tugasnya. Supriani (2014) menyatakan bahwa masa kerja penyuluh merupakan proses yang dialami

(12)

seorang penyuluh pertanian dalam melakukan kegiatan penyuluhan yang menjadi bidang tugasnya. Pengalaman akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang penyuluh. Pengalaman juga sangat berkaitan dengan produktivitas kerja. Masa kerja bagi seorang penyuluh pertanian merupakan akumulasi hasil belajar yang diperoleh baik dari pendidikan, pelatihan maupun aktivitas kehidupannya, dan menentukan keberhasilan dalam menjalankan perannya.

2.7 Jumlah Petani Binaan

Tujuan dari penyuluhan pertanian secara umum yang diamanatkan dalam Undang-undang RI No. 16 Tahun 2006 tentang SP3K adalah adanya perubahan perilaku dari sasaran. Yang dimaksud sasaran penyuluhan adalah pelaku utama yaitu petani dan pelaku usaha di bidang pertanian. Petani tersebut tergabung dalam suatu wadah yang disebut kelompoktani atau gapoktan dan di Bali terdapat subak yang merupakan sasaran yang harus dibina oleh seorang penyuluh pertanian.

Kartasapoetra (1994) menjelaskan bahwa kelompoktani adalah kumpulan petani (± 15 orang) yang mempunyai kepentingan bersama dalam usahatani.

Organisasinya bersifat non formal, namun dapat dikatakan kuat karena dilandasi oleh kesadaran bersama dan azas kekeluargaan. Kelompoktani terbentuk atas dasar kesadaran agar terwujudnya pertanian yang baik, usahatani yang optimal dan keluarga tani yang sejahtera dalam kehidupannya. Kelompoktani dijadikan tempat belajar petani baik antara anggota maupun dengan penyuluh pertanian yang menjadi rekan dilapangan. Kelompoktani dapat bergabung menjadi satu wadah yang selanjutnya disebut gapoktan (gabungan kelompoktani).

(13)

Di Bali terdapat organisasi petani yang juga merupakan sasaran dari penyuluh pertanian yang disebut subak. Subak merupakan lembaga irigasi tradisional yang tangguh dan lestari (sustainable). Subak adalah sistem irigasi khas Bali yang didalamnya terdapat ritual keagamaan yang senantiasa menyertai setiap aktivitas yang memiliki nilai-nilai luhur dan bersifat universal serta sangat relevan dengan konsep-konsep pembangunan secara berkesinambungan (Windia, 2006).

2.8 Motivasi Kerja

Rivai (2008) menyatakan motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang sepesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat individu dalam bekerja). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal organisasi. Selain itu, motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu karena dapat memuaskan keinginan mereka.

Motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang penyuluh pertanian. Tanpa motivasi seorang penyuluh pertanian tidak akan dapat bekerja secara maksimal dan cenderung seadanya, tetapi bila mempunyai motivasi akan ada perhatian dan keaktifan dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik.

(14)

Komponen motivasi terdiri dari motif, harapan dan insentif. Motivasi membuat semangat kerja meningkat dan semangat yang tinggi untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai (Mangkunegara, 2006).

Menurut Anoraga dalam Supriani (2014) menyatakan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi kerja sebagai pendorong semangat kerja. Definisi konseptual motivasi kerja penyuluh pertanian dalam penelitian ini adalah dorongan dan upaya penyuluh pertanian untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan berprestasi, dorongan untuk berafiliasi, dorongan untuk mendapat penghargaan dan dorongan untuk kebutuhan aktualisasi diri.

2.9 Perilaku Petani

Perilaku petani dicerminkan dalam tindakan sehari-hari baik dalam lingkungan seperti keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pekerjaan. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan mendarah daging disebut dengan perilaku. Perilaku ini juga dapat mempengaruhi cara berfikir petani dalam pengelolaan usahatani yang sudah dilakukan sejak dahulu kala. Pengelolaan usahatani yang sudah dilakukan sejak dulu itu, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Petani merasa membutuhkan, oleh karena itu timbul suatu dorongan atau semacam motivasi yang ada di dalam diri mereka (Danim, 2000).

Perilaku petani yang dimaksud disini adalah pengetahuan, ketrampilan dan sikap dari petani itu sendiri. Menurut Angel, dkk dalam Hidayah (2012), pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan petani mempunyai arti penting,

(15)

karena pengetahuan petani dapat mempertinggi kemampuannya untuk mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. Jika pengetahuan petani tinggi dan petani bersikap positif terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas.

Peningkatan pengetahuan merupakan langkah yang sangat penting sebagai tahap awal dalam suatu proses adopsi inovasi. Peningkatan pengetahuan petani dalam suatu inovasi teknologi diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap teknologi yang disampaikan dan pada akhirnya akan memperbaiki keterampilan petani dalam aplikasi teknologi yang telah didiseminasikan. Melalui peningkatan pengetahuan, transfer inovasi teknologi diharapkan dapat lebih cepat sampai kepada pengguna (Sudarta, 2005).

2.10 Iklim Organisasi

Iklim organiasasi menurut Tagiuri (1968) dalam Muhammad (2000) adalah kualitas yang relatif abadi dari lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya yang mempengaruhi tingkah laku serta dapat diuraikan dengan istilah nilai-nilai suatu set karakteristik tertentu dari lingkungan. Sedangkan Payne dan Pugh (1976) dalam Muhammad (2000) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu konsep yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan anggota terhadap suatu sistem sosial.

Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) yang tetap menghubungkan antara mereka dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang

(16)

mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi serta kinerja anggota organisasi yang akan menentukan kinerja organisasi (Wirawan, 2007).

Asmoro (2009) menyimpulkan bahwa iklim organisasi merupakan tata kerja dan tata laku dalam suatu organisasi yang mempengaruhi perilaku anggotanya.

Tata kerja berkaitan dengan aturan atau sistem dan sebagainya dalam bekerja, sedangkan tata laku berhubungan dengan kebiasaan yang dianggap sebagai cara berperilaku yang diterima sebagai kaidah-kaidah pengatur.

2.11 Teknologi Pengeloalaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi

Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi merupakan model dan bukan paket teknologi yang tetap, tetapi merupakan pendekatan usahatani yang dinamis. PTT mengintegrasikan berbagai komponen teknologi yang saling bersinergi dalam implementasinya, sehingga dapat memecahkan masalah setempat, meningkatkan efisiensi penggunaan input, memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. PTT merupakan suatu pendekatan yang akan mengembalikan tingkat hasil panen padi seperti semula, karena dengan penerapan model PTT akan dapat meningkatkan hasil gabah dan kualitas beras, mengurangi biaya usahatani padi melalui penggunaan teknologi yang tepat dan kesehatan serta kelestarian lingkungan tumbuh padi dan lingkungan kehidupan menjadi terjaga (Bobihoe, 2007).

Pengelolaan tanaman terpadu adalah pendekatan dalam budidaya tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan produksi padi dalam beberapa tahun terakhir. Keberhasilan program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) yang diimplementasikan sejak tahun 2007 tentu tidak dapat dipisahkan dari

(17)

pengembangan PTT padi sawah. Untuk mempertahankan swasembada beras yang telah berhasil diraih kembali pada tahun 2008, inovasi teknologi ini terus dikembangkan oleh Departemen Pertanian (Firdaus dan Muhammad, 2008).

Yusuf (2010) menjelaskan bahwa dalam usaha meningkatkan produksi beras untuk pencapaian swasembada pangan, diperlukan upaya terobosan rekayasa teknologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan yang dapat diterapkan secepatnya.

Salah satu rekayasa teknologi yang dapat diterapkan adalah dengan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi. Berdasarkan laporan hasil kajian BPTP Bali pada tahun 2012 model PTT padi dapat meningkatkan produktivitas sebesar 6,9% - 28,7%. Komponen teknologi budidaya padi sawah dengan pendekatan PTT adalah: (1) Varietas unggul baru, (2) Bibit bermutu dan sehat, (3) Bibit muda, (4) Pengolahan Tanah, (5) Penggunaaan bahan organik, (6) Penanaman sistem legowo, (7) Irigasi berselang, (8) Pemupukan spesifik lokasi, (9) Penggunaan pupuk mikro, (10) Pengendalian Hama Terpadu (PHT), (11) Pengendalian gulma, (12) Penanganan panen dan pasca panen (Bobihoe, 2007).

2.12 Penelitian Terdahulu

Jahi dan Leilani (2006) meneliti tentang kinerja penyuluh pertanian di beberapa Kabupaten Provinsi Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui karaktersitik penyuluh pertanian, menganalisis kinerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas pokoknya, mengetahui bidang tugas yang dianggap paling penting oleh penyuluh pertanian dan menganalisis karakter penyuluh pertanian yang paling berpengaruh terhadap kinerja dalam melaksanakan tugas pokoknya. Hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas penyuluh dalam

(18)

penelitian ini berumur lanjut, masa kerja cukup lama, tanggungan keluarga tidak terlalu besar (1- 2 orang anak), tingkat pendidikan diploma tiga, berasal dari PTN, bidang keahlian utama adalah tanaman pangan, mengikuti pelatihan lebih dari 5 kali, memiliki motivasi kerja yang cukup, penghasilan relatif tinggi, sering melakukan kontak pribadi kepada petani dan tokoh masyarakat, sering menghadiri pertemuan antar PPL, mayoritas bekerja di pedesaan yang dekat dengan khalayak sasaran, dan bekerja pada lembaga yang relatif jelas kedudukannya baik tingkat kabupaten ataupun kecamatan.

Kinerja penyuluh pertanian dalam pelaksanaan tugas pokok termasuk kategori cukup baik. Bidang tugas pokok yang dianggap penting adalah pengembangan program, sedangkan yang dianggap kurang penting ialah;

pengembangan profesionalitas, menyusun materi penyuluhan, mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanan penyuluhan pertanian, serta menerapkan metode penyuluhan. Karakter penyuluh pertanian dalam penelitian yang berhubungan erat dengan kinerja dalam pelaksanaan tugas pokok adalah umur, masa kerja, tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, asal perguruan tinggi, bidang keahlian, jumlah pelatihan yang diikuti, motivasi kerja, penghasilan, interaksi dengan petani dan tokoh masyarakat, intensitas pertemuan dengan rekan kerja, lokasi tugas dan kelembagaan penyuluhan yang ada di kabupaten serta kecamatan.

Raya, dkk (2007) meneliti tentang pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja BIPP Kulon Progo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati variabel internal yaitu budaya organisasi dan hubungan antar organisasi. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa: 1). Budaya organisasi internal sebagai keyakinan organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi, 2). Bentuk hubungan antar

(19)

organisasi terbagi atas hubungan antar organisasi kerjasama dan kemitraan, 3).

Budaya organisasi internal dan hubungan antar organisasi kerjasama berpengaruh terhadap kinerja organisasi sebesar 54,30%, 4). Hubungan antar organisasi kerjasama berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi tetapi hubungan antar organisasi kemitraan tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi, dan 5). Bentuk hubungan antar organisasi dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang dilakukan.

Tamba (2007) meneliti tentang kebutuhan informasi pertanian dan aksesnya bagi petani sayuran kasus di Provinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kesatuan kelembagaan manajemen penyuluhan terhadap motivasi dan kinerja penyuluh, mengetahui kemampuan petani dalam mengakses informasi, mengetahui faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap situasional kegiatan penyuluhan. Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Provinsi Jawa Barat mengalami distorsi, karena tidak adanya satu kesatuan kelembagaan manajemen penyuluhan, mengakibatkan rendahnya motivasi dan kinerja penyuluh, kemampuan petani dalam kualitas mengakses informasi sangat rendah, faktor lingkungan seperti:

lingkungan fisik, lingkungan sosial, ketersediaan informasi, kondisi megapolitan, serta kebijakan bidang penyuluhan umumnya masih kurang kondusif.

Suhanda, dkk (2008) meneliti tentang kinerja penyuluh pertanian di Jawa Barat. Tujuan penelitiannya adalah menganalisis karakteristik penyuluh pertanian yang berhubungan dengan kinerja penyuluh pada tipe kelembagaan dan wilayah komoditi yang berbeda. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagaian besar penyuluh di Jawa Barat berada pada usia menjelang pensiun dengan masa kerja

(20)

diatas 28 tahun dan tingkat pendidikan S1/S2, keadaan ini menimbulkan tingginya harapan (ekspektansi) yang beresiko pada tingginya ketidakpuasan kerja.

Spesialisasi penyuluh sebagian besar adalah tanaman pangan khususnya padi dan sebagian besar penyuluh bekerja pada kelembagaan non penyuluhan. Penyuluh pertanian di Jawa Barat sudah melaksanakan dengan baik bidang-bidang kinerja, antara lain pelibatan tokoh masyarakat, penumbuhan kelompok tani, penyusunan rencana kerja penyuluhan, penerapan metoda penyuluhan, penyusunan programa.

Bidang-bidang kinerja yang cukup baik adalah: penyusunan materi, penumbuhan keswadayaan dan keswakarsaan petani, tatalaksana kantor, penumbuhan kelembagaan ekonomi pedesaan, analisis potensi dan kebutuhan petani. Bidang yang relatif kurang baik dilaksanakan adalah evaluasi dan pelaporan, pengembangan profesionalisme dan pengembangan jejaring dan kemitraan. Kinerja penyuluh pada kelembagaan kantor penyuluhan dengan kelembagaan non penyuluhan menunjukkan adanya kecenderungan kelembagaan penyuluhan dalam mendorong kinerja penyuluh kearah yang lebih baik.

Karakteristik penyuluh yang paling erat hubungannya dengan kinerja adalah usia, masa kerja, institusi sekolah, pelatihan, motivasi berprestasi, kesempatan pengembangan karir, tingkat kewenangan dan tanggungjawab, makna pekerjaan, insentif, pembinaan dan supervisi serta kondisi kerja memiliki kesepakatan yang tinggi terhadap penjenjangan unsur-unsur kinerja.

Kusmiyati, dkk (2010) meneliti tentang kinerja penyuluh pertanian PNS dalam melaksanakan tupoksi di Kabupaten Bogor (kasus di BP3K Cibungbulang).

Tujuan penelitiannya adalah menganalisis faktor internal dan eksternal penyuluh

(21)

yang mendukung pelaksanaan TUPOKSI sebagai penyuluh PNS dan kinerja penyuluh pertanian PNS dalam melaksanakan TUPOKSI.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah faktor internal penyuluh pertanian yang mendukung kinerja adalah tingkat pendidikan formal. Sebagian besar penyuluh pertanian PNS di berpendidikan DIV/S1, sedangkan faktor usia penyuluh yang sebagian besar (50 persen) berusia > 52 tahun masih produktif untuk mendukung kinerja. Faktor eksternal yang mendukung kinerja penyuluh dalam melaksanakan TUPOKSI yaitu kebijakan pemerintah (Kelembagaan, dana, sarana) yaitu sebesar 41,70 persen. Sembilan indikator keberhasilan penyuluh pertanian PNS dalam melaksanakan TUPOKSI, memperoleh hasil bahwa tujuh indikator termasuk kategori baik. Dua indikator lainnya yaitu memotivasi petani dalam meningkatkan peran dalam pembangunan pertanian, dan pengembangan swadaya dan swakarsa petani berada pada kategori sedang.

Hamzah (2011) meneliti tentang faktor penentu kinerja penyuluh pertanian di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Tujuan penelitiannya adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan memiliki hubungan terhadap tingkat kinerja penyuluh pertanian serta merumuskan strategi penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah rendahnya kinerja penyuluh pertanian disebabkan oleh rendahnya aspek kompetensi perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program penyuluhan, pemanfaatan media, kompetensi penerapan prinsip belajar orang dewasa, persepsi penyuluh terhadap pekerjaan atau tugas, dukungan penghargaan, masa kerja penyuluh, umur, kompetensi

(22)

berkomunikasi, dukungan supervisi dan monitoring, partisipasi aktif masyarakat dan intensitas pelatihan.

Strategi penyelenggaran penyuluhan yang tepat adalah dengan meningkatkan kemampuan kelompok tani melalui peningkatan kompetensi, penyuluh dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan, meningkatkan kesadaran penyuluh dalam memanfaatkan media penyuluhan melalui pembuatan materi-materi penyuluhan, meningkatkan persepsi penyuluh terhadap tugas/pekerjaan melalui peningkatan kompetensi-kompetensi fungsional, meningkatkan kualitas pelatihan melalui penerapan sistem manajemen pelatihan secara baik, dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat melalui kegatan-kegiatan penyuluhan secara partisipatif, demokratis dan kontinyu.

Sapar, dkk (2012) meneliti tentang kinerja penyuluh pertanian dan dampaknya pada kompetensi petani kakao di empat wilayah Sulawesi Selatan.

Tujuan dalam penelitian adalah: menganalisis faktor-faktor individu penyuluh pertanian yang mempengaruhi kinerja, menganalisis hubungan antara faktor-faktor individu dengan kinerja penyuluh, menganalisis dampak kinerja penyuluh pertanian dan kompetensi ketua kelompok tani terhadap kompentensi petani kakao.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh faktor-faktor individu seperti kompetensi, motivasi dan kemandirian. Terdapat hubungan yang lemah antara faktor-faktor individu penyuluh yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian. Kinerja penyuluh pertanian dan kompetensi ketua kelompok tani berdampak pada kompetensi petani.

Referensi

Dokumen terkait

Seksi pemerintahan mempunyai tugas memberikan pelayanan staf dalam rangka penyelenggaraan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap.. pelaksanaan pemerintahan dalam

Karena kemampuan translasi dapat mencegah timbulnya miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal-soal materi persamaan linear satu variabel, kemampuan representasi juga

Pemantauan residu pestisida yang dilakukan sejak tahun 2000-an oleh Direktorat Perlindungan Hortikultura sampai saat ini memberikan gambaran bahwa produk

Maka dari itu dibutuhkan adanya sebuah tempat di luar kota Jakarta, yang dapat menampung kebutuhan musisi dan penikmat musiknya dengan kualitas akustik dan fasilitas pendukung

 Ekspansi ini diharapkan dapat mendukung target penjualan CSAP pada tahun 2018 yang diharapkan naik 14% menjadi Rp11 triliun dibandingkan dengan tahun lalu.. Penjualan dari

Hal tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 71 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menyatakan

Karena disini dirasa cocok untuk dilakukan penelitian karena tersedia cukup data yang relevan bagi pelaksanaan penelitian ini, sehingga peneliti akan mengkajinya lebih