7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Gerakan Berulang
a. Pengertian Gerakan Berulang
Gerakan berulang merupakan gerakan kerja dengan mengulangi gerakan pada posisi yang sama (Sabila, 2019). Gerakan yang dilakukan secara berulang dengan posisi kerja tidak alamiah dan beban yang terus menerus dalam waktu yang lama tanpa adanya waktu istirahat menyebabkan terjadinya kelelahan dan ketegangan otot tendon (Andini, 2015). Tekanan yang diterima pada otot karena frekuensi beban telampau sering tanpa adanya relaksasi mengakibatkan keluhan otot (Tarwaka, 2015). Pengulangan gerakan mengakibatkan mengakibatkan risiko kerusakan jaringan dan masalah muskuloskeletal lainnya meningkat apabila gerakan terdapat posisi janggal dengan memerlukan tenaga yang besar (OSHA, 2013).
b. Faktor Kejadian Gerakan Berulang
Menurut Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja, disebutkan gerakan berulang dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja. Cedera yang disebabkan oleh gerakan berulang bukan merupakan penyakit jangka pendek yang terjadi dari kecelakaan satu kali, tetapi sebaliknya, merupakan hasil dari efek kronis yang bertahap, yang disebabkan oleh trauma
berulang. Tiga cedera yang paling umum adalah gerakan berulang otot, tendon, dan cedera saraf (Azizah, 2016).
Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2012) masalah kesehatan yang ditimbulkan dari pekerjaan dan kegiatan secara berulang-ulang yang menempati urutan pertama adalah gangguan muskuloskeletal akibat kerja salah satunya sakit punggung.
c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Gerakan Berulang
Menurut Sumaila dkk (2018) pengulangan gerakan yang dilakukan secara monoton dengan frekuensi yang tinggi dan waktu yang lama, akan berdampak timbulnya risiko pada pekerja. Gerakan berulang mempunyai faktor-faktor, antara lain:
1) Banyaknya gerakan yang dilakukan dalam proses pekerjaan berulang.
2) Besarnya atau seringnya penggunaan otot.
3) Lamanya pekerjaan yang dilakukan.
Pekerja melakukan pengulangan gerakan karena dalam pekerjaannya tidak mempunyai banyak gerakan sehingga pekerja akan lebih sering melakukan gerakan dengan posisi gerakan yang sama secara berulang (Sumaila dkk, 2018).
d. Dampak Gerakan Berulang
Menurut Sabila (2019) gerakan berulang yang dilakukan tanpa adanya relaksasi dapat menimbulkan keluhan otot, seperti:
1) Keluhan Muskuloskeletal
Aktivitas yang dilakukan oleh pekerja berisiko melakukan pengulangan gerakan, sehingga dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal karena aktivitas tersebut dilakukan secara berulang (Mukaromah dkk, 2017).
2) Keluhan Low Back Pain
Apabila seseorang melakukan aktivitas otot secara berulang pada tubuh bagian atas dalam waktu yang lama dengan posisi yang statis akhirnya muncul keluhan atau rasa sakit serta ketidaknyamanan pada punggung bagian bawah (Kurnia, 2015).
3) Carpal Tunnel Syndrome
Pada Carpal tunnel syndrome disebabkan oleh penekanan secara berulang pada pergelangan tangan sehingga struktur anatomis pada terowongan karpal yang mengalami penyempitan dan menekan saraf medianus (Mukhilsa, 2014).
e. Pengukuran Gerakan Berulang
Pengukuran Gerakan berulang pada tubuh bagian atas menggunakan stopwatch selama 1 menit. Gerakan berulang pada bagian atas terdapat 3 kategori yaitu gerakan berulang tidak berlebih (≤10 gerakan/menit), gerakan berulang sedang (11-20 gerakan/menit) dan gerakan berulang melebihi batas (≥20 gerakan/menit). Gerakan berulang kategori tidak berlebih tidak menimbulkan gangguan muskuloskletal karena masih dalam kategori aman. Gerakan berulang kategori sedang, menimbulkan kelelahan sedangkan gerakan berulang
yang melebihi batas dapat menimbulkan gangguan musculoskeletal seperti kaku, kesemutan dan nyeri (Birtles et al, 2009). Pengukuran gerakan berulang dilakukan 3 kali yaitu awal bekerja dimana setelah tembaga dicetak dan siap untuk di tempa, sebelum istirahat saat tembaga ditempa membentuk setengah jadi menyerupai gong dan setelah istirahat saat proses akhir menjadi gong karena setiap periode melakukan jumlah gerakan berulang berbeda-beda.
2. Keluhan Low Back Pain
a. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang
Struktur tulang belakang dibagi menjai lima vertebra (L1-L5) (Allegri et al, 2016). Anatomi vertebra dihubungkan dari berbagai macam struktur oleh sendi, ligamen, syaraf, tendon dan otot (Bahrudin, 2017). Terapat 33 ruas pada vertebra yang terdiri dari 7 ruas pada tulang leher, 12 ruas tulang punggung, 5 ruas tulang pinggang, 5 ruas tulang(sacrum) dan 4 ruas tulang coccygeal (Pearce, 2016).
Gambar 1. Ruas – ruas tulang belakang Sumber: Tortora & Derrickson, 2014
Ruas-Ruas Ruas tulang belakang terdiri dari:
1) Tulang leher (cervical vertebrata)
Tulang leher terdapat nomor sesuai urutan yaitu C1-C7 dengan sebutan C1 (atlas) dan C2( aksis). Bentuk tulang yang kecil dengan spina (bagian seperti sayap pada belakang tulang) merupakan ciri khas tulang leher.
2) Tulang punggung (thorack vertebrata)
Tulang bagian punggung terdiri dari 12 tulang dengan nomor T1-T2. Tulang punggung dorsal merupakan istilah yang dikenal tulang punggung dalam konteks manusia.
3) Tulang pinggang (lumbar vertebra)
Bagian tulang pinggang terdiri dari 5 ruas dengan nomor L1- L5 yang memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi. Tulang
pinggang merupakan tulang paling kuat karena menanggung beban paling berat.
4) Tulang selangkangan (sacrum)
Tulang selangkangan terdiri dari 5 ruas tulang (S1-S5) yang membentuk segitiga dan terletak paling bawah.
5) Tulang ekor (coccygeal)
Tulang ekor terdiri dari 4 ruas membentuk segitiga kecil yang bersendi dengan ujung bawah sacrum kecuali koksigis pertama.
b. Pengertian Keluhan Low Back Pain
Keluhan nyeri punggung bawah merupakan keluhan nyeri yang terdapat di punggung bawah antara vertebra lumbosacral (L1-L5) biasanya dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki (Rinaldi, 2015). Nyeri yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan. Sumber keluhan dapat berasal dari otot, saraf, tendon atau tulang rawan (Bahrudin, 2017). Otot, saraf, tendon atau tulang rawan merupakan sumber keluhan (Riningrum, 2016).
c. Klasifikasi Keluhan Low Back Pain
Klasifikasi menurut Tanderi (2017) berdasarkan etologinya klasifikasi nyeri punggung bawah dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Mekanik statik
Posisi statis (berdiri dan duduk) pada vertebra L5-S1 akan menyebabkan keluhan nyeri punggung bawah mekanik statik.
2) Mekanik Dinamik
Keluhan nyeri punggung bawah mekanik dinamik terjadi apabila beban mekanik yang tidak normal pada otot dan ligament di punggung bawah.
Menurut Saputra (2012) kategori keluhan low back pain dibagi menjadi 2 berdasarkan waktu terjadinya, yaitu:
1) Nyeri akut
Nyeri akut terjadi selama kurang dari 2 bulan dan tiba-tiba.
2) Nyeri sub akut
Nyeri sub akut terjadi 6minggu an 3 bulan.
3) Nyeri kronis
Nyeri kronis diakbitkan dari hasil risiko pekerjaan yang telah dilakukan secara lama. Nyeri ini terjadi secara terus menerus dan terjadi beberapan hari.
d. Gejala Keluhan Low Back Pain
Kondisi fisik seseorang saat mengalami keluhan nyeri punggung bawah merupakan salah satu faktor sesorang mempunyai gejala yang tidak sama satu sama lain (Tanderi, 2017). Pada umumnya gejala awal yang dialami pekerja seperti kaku, mati rasa, dan kesemutan.
Sedangkan nyeri dalam kategori berat seperti sulit buang air kecil, sulit tidur, masalah seksual dan depresi (Septiawan, 2012).
e. Gambaran Klinis Keluhan Low Back Pain
Keluhan low back pain merupakan keluhan di tulang pinggang dengan gejala nyeri dan perasaan tidak nyaman (Umami dkk, 2014).
Pekerja yang beraktivitas dengan postur tubuh yang tidak alamiah di tempat kerja paling banyak mengalami keluhan low back pain.
(Suleman, 2015).
Mengangkat, membungkuk, mengejan merupakah salah satu faktor gerakan pemicu timbulnya neyri di punggu bawah (Septiawan, 2012). Biasanya penderita akan sembuh dan kembali pulih membutuhkan waktu kurang lebih dua belas minggu dan untuk penderita kronik akan pulih membutuhkan waktu lebih dari dua belas minggu tergantung riwayat penyakit punggung sebelumnya (Tanderi,2017).
f. Faktor – Faktor Terjadinya Keluhan Low Back Pain
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya low back pain antara lain faktor individu, faktor pekerjaan dan lingkungan (Andini, 2015).
1) Faktor Individu a) Usia
Seseorang dengan usia 56 tahun ke atas mulai terjadi penurunan daya tahan tubuh tulang atau kesehatan dan tekanan psikologis (Utami,2013). Saat usia mencapai 60 tahun kekuatan otot menurun sampai 20% (Tarwaka, 2015). Usia dibagi menjadi
3 kategori yaitu dewasa awal (26-35 tahun), lansia awal (36-45 tahun), lansia akhir (46-55 tahun) (Wahab, 2019).
Dengan kata lain, semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala keluhan nyeri punggung bawah (Oliviana dan Wintoko, 2013).
b) Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil studi penelitian menyatakan bahwa wanita 75% lebih banyak mengalami keluhan low back pain dibandingkan pria (Kurnia, 2015). Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataan jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang (Saputra, 2012).
c) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang (Andini, 2015).
Rumus Perhitungan IMT adalah : IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m) Tabel 1. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia
Status gizi Kategori IMT (kg/m2)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
>25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27,0
Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2019
Seseorang yang mengalami underweight rentan terkena masalah kesehatan fisik seperti anemia, gangguan pencernaan, pengeroposan tulang serta gangguan menstruasi, akibat underweight juga dapat mempengaruhi psikologis seseorang
(Muna dkk, 2015). Pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pekerja kegemukan dan obesitas memiliki peluang risiko low back pain 5 kali lebih besar dibandingkan pekerja yang memiliki berat badan normal. Hal ini dikarenakan tulang belakang yang tertekan ketika menerima beban sehingga struktur tulang belakang akan lebih mudah mengalami kerusakan (Purnamasari dkk, 2010).
d) Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor risiko yang berkaitan dengan lamanya waktu kerja seseorang dalam hitungan tahun (Andini, 2015). Masa kerja salah satu faktor individu yang mempengaruhi terjadinya keluhan nyeri punggung bawah (Tarwaka, 2015).
Menurut Rasyidan dkk (2019) masa kerja dibagi menjadi masa kerja ≤5 tahun dan > 5 tahun. Berdasarkan hasil studi penelitian pekerja dengan masa kerja ≥ 5 tahun 71,7% mengalami nyeri pinggang (Umboh, 2017). Semakin lama masa kerja seseorang akan mempengaruhi pada sistem otot karena paparan mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen dan juga mengakibatkan degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan nyeri punggung bawah kronis (Nurzannah dkk, 2015).
e) Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok salah satu faktor yang dapat mempengaruhi gangguan otot rangka. Kandungan dalam rokok yaitu nikotin yang dapat menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi menebal sehingga pasokan darah dan nutrisi ke jaringan menjadi terhambat dan berpengaruh timbulnya rasa nyeri (Patraniangrum, 2015). Pekerja yang merokok memiliki peluang risiko untuk mengalami LBP sebesar 2,062 kali dibandingkan pekerja yang tidak merokok (Suleman, 2015).
Berdasarkan riset dalam jurnal BMJ, perokok yang merokok satu batang sehari, 74% lebih mungkin mengalami gangguan kesehatan dibandingkan bukan perokok. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017) sesorang yang berhenti merokok selama ≥ 10 tahun risiko terkena penyakit akan menurun pada level sama seperti seseorang yang belum pernah merokok.
f) Kebiasaan Olahraga
Seseorang yang melakukan kebiasaan olahraga 3 kali dalam seminggu secara tidak langsung akan menaikkan suplai oksigen ke dalam otot sehingga menurunkan tekanan darah yang tertalu tinggi dan rasa nyeri pun akan berangsur-angsur berkurang. Akan tetapi, kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke otot sehingga menyebabkan keluhan otot (Yonansha, 2012).
g) Riwayat Trauma
Penyebab utama keluhan nyeri pinggang bawah biasanya adanya gangguan trauma dan gangguan mekanis dalam tulang belakang. Seseorang yang tidak terbiasa melakukan pekerjaan yang berat dan banyak menggunakan kekuatan otot akan menderita nyeri pinggang bawah akut. (Purnamasari dkk, 2010).
Keluhan low back pain disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal seperti cedera akibat kecelakaan,
penyakit osteoarthritis, osteoporosis, rematik, dan trauma punggung belakang (Septiawan, 2012).
2) Faktor Pekerjaan a) Gerakan Berulang
Frekuensi gerakan yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan ketegangan otot tendon. Dampak gerakan berulang
akan meningkat bila gerakan tersebut dilakukan dengan postur janggal dengan beban yang berat dalam waktu yang lama.
Frekuensi terjadinya sikap tubuh terkait dengan berapa kali gerakan berulang dalam melakukan pekerjaan (Andini, 2015).
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka, 2015).
b) Beban Kerja
Beban kerja seperti tuntutan pekerjaan dan beban kerja fisik dapat mempengaruhi risiko keluhan low back pain. Dengan beban kerja fisik seperti mengangkat barang yang berat dan dilakukan berulang dilakukan dengan postur yang tidak ergonomis seperti membawa beban di punggung yang menjadikan seseorang membungkuk ketika membawa beban. Beban kerja sedang mempunyai risiko terjadi keluhan low back pain 0,304 kali lebih besar dibandingkan dengan beban kerja ringan karena selama berlangsungnya kontraksi otot statis, pembuluh darah ditekan oleh
tekanan dari dalam jaringan otot, sehingga menghambat sirkulasi darah ke jaringan otot (Nurzannah dkk, 2015).
c) Sikap Kerja
Sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menyebabkan menambah risiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal (Rina, 2016). Menurut Riningrum (2016) terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu :
(a) Sikap kerja duduk
Sikap kerja duduk tegak lebih cepat letih karena otot- otot punggungnya lebih tegang dibandingkan duduk membungkuk, akan tetapi dengan duduk membungkuk tekanan pada bantalan saraf lebih besar (Perdani, 2010).
(b) Sikap kerja berdiri
Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki sehingga dapat menimbulkan keluhan subjektif dan kelelahan apabila sikap kerja tidak dilakukan secara bergantian (Riningrum, 2016).
(c) Sikap kerja membungkuk
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian
bawah (low back pain) bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama. Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebratal disk justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah (Septiawan, 2012).
d) Lama Kerja
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam dan dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk timbulnya hal-hal negatif (Simanihuruk, 2018). Sedangkan menurut Rina (2016) durasi atau lamanya waktu bekerja dibagi menjadi durasi singkat yaitu <1 jam/hari, durasi sedang yaitu antara 1-2 jam/hari, dan durasi lama yaitu >2 jam/hari.
e) Pekerjaan Sampingan
Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan yang dilakukan diluar pekerjaan utama. Pekerjaan sampingan biasanya dimiliki oleh seseorang yang bekerja disektor informal (Septiawan, 2012).
Seseorang dengan pekerjaan yang mempunyai risiko keluhan low back pain yaitu pekerjaan pengelasan, pekerja pembuatan batu
bata, pekerjaan pemecah batu, buruh tani dan lain-lain. Apabila seseorang pekerjaan utama dapat berisiko keluhan low back pain, maka dengan adanya pekerjaan sampingan akan menambah risiko keluhan low back pain (Saputra, 2012).
3) Faktor Lingkungan a) Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan pendengaran dikarenakan suara timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan. Secara tidak langsung kebisingan ditempat kerja dapat mempengaruhi performa dalam bekerja dan membuat orang mengalami stres (Maharani, 2016).
Stres emosional seseorang dapat menyebabkan ketegangan fisik, biasanya terjadi pada jaringan lunak leher, bagian atas bahu dan tulang belikat, punggung dan pantat (Arumsari, 2016).
b) Pencahayaan
Jika tingkat pencahayaan pada suatu tempat redup maka akan menyebabkan postur leher untuk fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi (membungkuk) yang berisiko mengalami muskuloskeletal (Rina, 2016).
c) Iklim Kerja
Dalam keadaan suhu panas akan mengakibatkan kurangnya kelincahan, mengganggu kecermatan kerja otak, cepat berkurangnya energi dalam tubuh (Maharani, 2016).
Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot.
Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Tarwaka, 2015).
g. Pengukuran Tingkat Keluhan Low Back Pain
Pengukuran keluhan low back pain dilakukan dengan menggunakan kuesioner the pain and distress. The pain and distress atau sering disebut kuesioner PAD adalah kuesioner untuk mengukur keluhan low back pain, berisi 20 pertanyaan yang mencerminkan masalah yang biasanya menyertai rasa sakit 16 pertanyaan mencakup rasa sakit dan 4 pertanyaan mencakup perubahan perilaku. Kuesioner ini telah diuji validitas menunjukkan semua butir kuesioner tanggapan 20 valid dengan membandingkan r hitung > r tabel (nilai r tabel yang digunakan 5% = 0,632). Uji reliabilitas dengan nilai Cronbach alpha 0,816 yang menunjukkan bahwa validitas dan reliabilitas kuesioner tinggi.
h. Upaya pencegahan terjadinya keluhan low back pain
Upaya untuk mengurangi dan mencegah terjadinya keluhan low back pain dengan kategori risiko ringan biasanya dapat dengan perawatan di rumah. Sedangkan keluhan low back pain dengan kategori risiko berat dapat melakukan pemeriksaan ke Puskesmas
setempat. Menurut Simanhuruk (2018) upaya pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan, diantaranya adalah :
1) Pengaturan waktu dan istirahat yang seimbang 2) Melakukan kebiasaan olahraga
3) Melakukan peregangan otot disela-sela jam kerja
Berdasarkan penelitian eksperimen oleh Okananto (2014) tentang pemberian peregangan otot dengan keluhan low back pain yang dilakukan di sela sela jam kerja yaitu jam 10 pagi dan jam 3 sore selama 5 hari, didapatkan hasil pada kelompok kontrol diperoleh p value (0,261>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan peregangan otot.
Sedangkan pada kelompok perlakuan diperoleh p-value (0,000<0,05) sehingga menunjukkan bahwa dari pemberian peregangan otot terjadi penurunan rata-rata tingkat keluhan low back pain sebesar 40,93%.
Senam peregangan terbukti dapat memberikan penguluran atau peregangan pada otot di setiap anggota badan yang dapat mengurangi keluhan low back pain.
3. Hubungan Gerakan Berulang dengan Keluhan Low Back Pain Low back pain merupakan rasa sakit yang mengganggu yang
timbul di sekitar daerah tulang punggung bagian bawah (Rinaldi, 2015).
Rasa sakit yang timbul pada low back pain mungkin karena berbagai mekanisme. Cedera jaringan langsung, peradangan, pengulangan gaya,
posisi kerja yang berbahaya, kelelahan otot, kelebihan berat badan dan spasme otot semua berkontribusi terhadap derajat keparahan dari nyeri low back pain (Hadyan, 2015). Terdapat banyak faktor pemicu
terjadinya low back pain, sekitar 90% kasus low back pain terjadi hanya dikarenakan kesalahan dalam memposisikan punggung dalam keadan sehari – hari (Jhon, 2012). Gerakan kerja berulang dapat menyebabkan kerusakan pada otot, persendian, tulang, ligamen, tendon, saraf, dan pembuluh darah karena otot punggung menahan beban anggota gerak atas dan beban kerja bertumpu di daerah punggung bawah yang kemudian dapat menyebabkan rasa nyeri, ketegangan dan keregangan otot (Gowgzeh et al, 2015).
Pengulangan gerakan yang berlebihan saat bekerja dapat menjadi faktor pencetus terjadinya low back pain hal ini dikarenakan gerakan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu berjam – jam dapat menyebabkan kontraksi yang berlebihan pada otot punggung bawah (Jhon, 2012). Kontraksi yang berlebihan dari otot akan mengakibatkan terjadinya penekanan, ketegangan dan keregangan otot (Mensen and Gerwin, 2010). Nyeri yang timbul akibat kontraksi yang berlebihan dari otot pinggang merupakan hasil dari pengaruh penekanan, ketegangan dan keregangan otot yang menyempitkan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia atau kekurangan suplai darah ke organ tubuh (Hadyan, 2015). Keadaan ini menyebabkan suplai darah ke otot tersumbat sehingga suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat (Tarwaka, 2015). Ketika otot berkontraksi akan menyebabkan timbul rasa nyeri. Rasa nyeri ini terus berlanjut setelah otot berkontraksi dan akan hilang ketika aliran darah ke otot telah kembali normal (Afia, 2018).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil p value = 0,01 (p ≤ 0,05) dan koefisien korelasi sebesar 0,45 yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara gerakan berulang dengan kejadian low back pain di tempat kerja (Jaffar &
Rahman, 2017). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian mengenai gerakan berulang dengan keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja batu bata di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap Tahun 2012 didapatkan hasil p value = 0,042 (p ≤ 0,05) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara pergerakan berulang dengan keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja batu bata di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap (Sakinah dkk, 2012).
B. Kerangka Pemikiran
C.
D.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penekanan, Ketegangan
dan Keregangan otot
Otot punggung menahan beban anggota gerak atas dan beban kerja bertumpu di daerah punggung bawah
Gerakan berulang pada tubuh bagian atas
Faktor Individu a. Umur b. IMT c. Kebiasaan
Merokok d. Riwayat
Trauma Faktor Pekerjaan
a. Beban Kerja b. Sikap Kerja Faktor lingkungan a. Kebisingan b. Pencahyaan c. Iklim Kerja
Kontraksi otot berlebihan pada otot
Pembuluh darah menyempit dan suplai darah ke otot tersumbat
Suplai oksigen ke otot menurun
Proses metabolisme karbohidrat terhambat dan penimbunan asam
laktat dalam otot
Keluhan Low Back Pain Faktor pekerjaan
a. Lama Kerja b. Pekerjaan Sampingan
Faktor –faktor : a. Banyaknya
gerakan b. Seringnya
penggunaan otot
c. Lama pekerjaan
Keterangan :
: Diteliti : Tidak Diteliti
C. Hipotesis
Ada hubungan antara gerakan berulang dengan keluhan low back pain pada pekerja bagian penempaan di kawasan industri gamelan, Wirun, Sukoharjo.