• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS

Lilis Lisdiati

SMP Negeri 2 Sidamulih, Pangandaran, Jawa Barat, Indonesia lilislisdati697@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Tujuan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS siswa kelas IX-A SMP Negeri 2 Sidamulih melalui penggunaan model Problem Based Learning (PBL). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih tahun pelajaran 2018/2019 berjumlah 27 orang, terdiri dari 16 laki-laki dan 11 perempuan. Hasil penelitian pada Siklus I menunjukkan hasil belajar siswa meningkat dari 63,33 dengan persentase 7,41% pada pertemuan 1 menjadi 71,11 dengan persentase 25,93% pada pertemuan 2, pada Siklus II diperoleh hasil nilai rata-rata 78,52 dengan persentase 74,07% pada pertemuan 1 menjadi 87,78 dengan persentase 96,30% pada pertemuan 2. Hasil keterampilan pada siklus I terjadi peningkatan rata-rata dari 68,75 dengan persentase 7% pada pertemuan 1 menjadi 76,16 dengan persentase 33% pada pertemuan 2, pada siklus II meningkat dari 79,63 dengan persentase 70% pada pertemuan 1 menjadi 85,65 dengan persentase 93% pada pertemuan 2. Berdasarakan persentase ketuntasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS materi Interaksi Antarnegara Asia dan Negara Lainnya di Kelas IX A SMPN 2 Sidamulih.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Model Pembelajaran, Problem Based Learning, mata pelajaran IPS.

ABSTRACT

This research is motivated by the low student learning outcomes in social studies subjects was still in low category. The research objective was to improve the learning outcomes of social studies subjects for class IX-A students of SMP Negeri 2 Sidamulih through the use of the Problem Based Learning (PBL) model. This study used CAR method that was carried out in 2 cycles, each cycle consists of 2 meetings. The research subjects were 27 students of class IX A SMP Negeri 2 Sidamulih in the 2018/2019 academic year, consists of 16 male and 11 female student. The results of the research in cycle I showed that the average learning outcomes Increased 7,41% from 63,33 to 71,11 from the first meeting with a percentage of 25.93% at the second meeting, in Cycle II the average score was 78, 52 with a percentage of 74.07% at meeting 1 to 87.78 with a percentage of 96.30% at meeting 2. The results of skills in the first cycle increased on average from 68.75 with a percentage of 7% at meeting 1 to 76.16 with 33% percentage at meeting 2, in cycle II increased from 79.63 with a percentage of 70% at meeting 1 to 85.65 with a percentage of

(2)

93% at meeting 2.Based on the percentage of completeness, it can be concluded that the implementation of the Problem Based Learning model can improve student learning outcomes class IX A subject matter at SMP Negeri 2 Sidamulih.

Keywords: Learning Outcomes, Problem Based Learning Model, Social Studies subjects PENDAHULUAN

Pembelajaran IPS sebaiknya tidak selalu teacher-centered learning yaitu berpusat/berorientasi pada kepentingan guru melainkan student-centered learning yang berpusat pada kebutuhan siswa (Taufiq, 2009: 3). Setiap materi pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan dan pengembangan pendekatan pembelajaran sesuai Kompetensi Dasar (KD) yang akan ditempuh. Penggunaan pendekatan yang tepat dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mandiri dan aktif dalam menggali informasi serta dapat berpikir ktiris dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga hasil belajar siswa lebih bermakna.

Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca pengalaman orang lain, mengalami sendiri merupakan kunci kebermaknaan (Trianto, 2009: 69). Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang merupakan pendekatan pembelajaran student-centered adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL). Menurut Arends (2008: 41), esensi dari PBL adalah menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dipandang akan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap proses pembelajaran IPS, intinya dalam hal meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil pembelajarannya. Untuk mencapai hasil tersebut, peneliti merasa perlu melakukan penelitian tindakan kelas guna memperbaiki proses pembelajaran.

Penelitian ini memiliki tujuan yakni: 1) mendeskripsikan penerapan Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar Mata Pelajaran IPS siswa Kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih; 2) mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPS materi Interaksi Antarnegara Asia dan Negara Lainnya siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih melalui penerapan Metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Setelah kegiatan belajar mengajar terlaksana atau sudah dilakukan, tentu akan diperoleh perubahan berupa tingkah laku ataupun suatu hasil akhir yang berasal dari pengalaman menuju ke arah yang lebih baik, yang menunjukkan suatu keberhasilan dari terlaksananya kegiatan belajar dan mengajar. Menurut Sugihartono dkk (2007: 74) belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi

(3)

kebutuhan hidupnya. Belajar di sekolah berkaitan tentang siswa dan proses yang menyertainya dalam rangka perubahan tingkah lakunya. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Penilaian dilakukan untuk mengetahui suatu keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Proses merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010: 3) “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar”. Kingsley, Howard dalam Nana Sudjana, (2010: 45) membagi tiga macam hasil belajar, yakni “1) keterampilan dan kebiasaan, 2) pengetahuan dan pengertian, 3) sikap dan cita-cita, yang masing- masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh individu setelah menerima pengalaman belajar yang ditandai dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan motorik, sehingga dapat dilihat dari sikap dalam menghadapi dan menanggapi suatu permasalahan.

Pengertian model pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas. Komaruddin (2007:175) mengungkapkan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai : (1) suatu tipe atau desain (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek peristiwa ; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya.

Atas dasar pengertian tersebut, maka model dalam pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu rancangan yang telah diprogram melalui media peraga dalam membantu untuk memvisualisasikan pesan yang terkandung didalamnya untuk mencapai tujuan belajar sebagai pegangan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Langkah yang dilakukan guru dan siswa yang berhubungan dengan masing-masing fase menurut Arends (2008: 57) antara lain:

(4)

Tabel 1. Langkah-Langkah PBL

Fase Perilaku guru

Fase 1 Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa

Guru membahas tujuan

pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi siswa untuk

terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

Fase 3 Membantu investigasi

mandiri dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Fase 4 Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dam exhibit

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, model- model dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain.

Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Tahap-tahap pembelajaran berbasis masalah menurut Fogarty sebagai berikut: 1) Menemukan masalah; 2) Mendefinisikan masalah; 3) Mengumpulkan fakta; 4) Menyusun hipotesis; 5) Melakukan penyelidikan; 5) Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan; 6) Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif; dan 7) Melakukan pengujian hasil pemecahan masalah. (Made Wena, 2009: 93)

Proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru (teacher centered), dimana siswa cenderung menerima informasi dari guru, sehingga siswa menganggap IPS hanyalah kumpulan konsep yang harus dihafal yang berdampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Ketika guru memberikan pertanyaan, siswa kurang berminat untuk menjawab pertanyaan guru, dan tidak aktif mengajukan pendapat didalam kelas. Hal-hal tersebut

(5)

menyebabkan pembelajaran didominasi oleh guru dan hanya beberapa dari siswa yang aktif merespon pembelajaran. Siswa cenderung pasif dalam memberikan pendapat di dalam kelas. Siswa belum menggunakan kemampuan berpikir kritisnya untuk menilai dan mengevaluasi serta melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang.

Model Problem-Based Learning menganut pandangan kontruktivisme dalam pembelajaran dan memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan evaluatif melalui analisis masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. PBL merupakan suatu cara yang memberi peluang kepada siswa untuk memperdalam pemahamannya terhadap materi ajar yang akan diperoleh melalui kegiatan belajar mengajar dikelas, dan akan memberikan landasan baru bagi siswa untuk lebih kritis dalam menghadapi permasalahan- permasalahan yang beredar dilingkungan sekitar.

Hal ini dipertegas dengan penelitian Kusnandar (2019), hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning memberi pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kognitif dan motivasi belajar peserta didik pada materi mitigasi bencana.

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini mengacu pada Suharsimi Arikunto (2008: 16) yang meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Rancangan masing-masing siklus menurut John Elliot terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Untuk lebih jelasnya gambar kerangka berfikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut.

Pelaksanaan

Pelaksanaan Perencanaan

Perencanaan

Refleksi

Refleksi

Pengamatan Pengamatan

Siklus 1

Siklus 2

Siklus berikutny

a

(6)

Gambar1. Model Visualisasi Bagan PTK. John Elliot (dalam Arikunto, 2009: 16) Berdasar dari uraian diatas hipotesis tindakan penelitian ini adalah bahwa penerapan Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS materi Interaksi Antarnegara Asia dan Negara Lainnya siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih tahun pelajaran 2018/2019.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Sidamulih Jl. Raya Cijulang Km.

07 Ciokong RT.5/RW.1 Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran. Waktu pelaksanaan perbaikan pembelajaran mata pelajaran mulai dilaksanakan dari tanggal 02 September 2018 sampai dengan 23 September 2018.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih dengan jumlah 27 orang siswa yang terdiri dari 16 orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan. Siswa kelas ini memiliki karakteristik yang beragam, baik dari prestasi belajar maupun partisipasi orang tua dalam keberhasilan pendidikan anaknya.

Penelitian dilakukan mengacu pada Suharsimi Arikunto (2008: 16) yang meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Rancangan masing-masing siklus menurut John Elliot terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Penelitian yang dilakukan direncanakan terdiri dari dua siklus dan dua pertemuan. Rancangan siklus dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut.

Gambar 2. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Riset aksi model John Elliot dalam Subiantoro 2009: 39)

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian diantaranya hasil dari: 1) Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Observasi

(7)

dilakukan oleh observer untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran dengan indikator. Kemampuan mengingat fakta, kemampuan mengingat konsep, kemampuan mengingat prosedur, kemampuan mengingat prinsip, dan kemampuan menggunakan prosedur; dan 2) Tes tertulis, yaitu melaksanakan evaluasi sesudah kegiatan pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Bentuk soal berupa soal pilihan ganda dengan KKM 75 dan persentase ketuntasan 80%.

Data yang telah terkumpul dilakukan analisis dengan cara membandingkan pada setiap siklus apakah ada peningkatan atau tidak. Untuk hasil observasi dilakukan persentase pada setiap hasil observasi, sedangkan pada untuk nilai tes berdasarkan kriteria ketuntasan minimal sebagai tolak ukur pencapaian keberhasilan belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini yakni: 1) Lembar Observasi Langsung. Observasi dilakukan untuk mengamati partisipasi dalam pembelajaran siswa selama kegiatan penelitian dan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai upaya untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, dan mengetahui sejauh mana tindakan dapat menghasilkan perubahan yang dikehendaki oleh observer.

Observasi ini dilakukan oleh peneliti selama pelaksanaan tindakan. Lembar observasi diisi oleh observer. 2) Lembar posttest. Soal posttes terdiri dari 10 soal soal pilihan ganda pada masing-masing siklus yang berfungsi untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa. Untuk mengetahui validitas dari isi soal digunakan validitas isi. Validitas isi digunakan untuk menentukan sejauh mana item-item dalam soal tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur.

Validitas isi dilakukan melalui kajian terhadap isi soal dengan analisis rasional atau keputusan ahli (expert judgement) agar soal tes yang digunakan dapat mengukur apa yang akan diukur. Dalam penelitian ini validitas soal tes dilakukan dengan menggunakan keputusan ahli (expert judgement) dan sebagai expert adalah pembimbing. 3) Lembar Observasi Keterampilan Peserta Didik, 4) Lembar observasi aktivitas guru. Lembar observasi digunakan sebagai alat untuk melakukan kegiatan pengamatan terhadap aktivitas selama proses pembelajaran.

Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk memperoleh data untuk mengetahui hasil belajar siswa pada ranah psikomotorik pada setiap siklus. 4) Lembar Kerja Siswa / LKS. LKS ini berfungsi sebagai petunjuk dalam melaksanakan proses pembelajaran agar kegiatan atau aktivitas siswa lebih terarah dan berisi bahan-bahan yang akan didiskusikan oleh siswa.

Analisis dan pengolahan data dilakukan selama penelitian dari awal hingga akhir penelitian. Data diperoleh dari kumpulan instrumen dan dideskrpsikan untuk diambil kesimpulannya.

HASIL PENELITIAN Siklus I Pertemuan 1

Tahap Perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah membuat skenario pembelajaran berupa Rencana Perbaikan Pembelajaran

(8)

(RPP) sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran pada materi “Interaksi Antarnegara Asia dan Negara Lainnya” dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Selain membuat RPP peneliti juga mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS), Lembar observasi penilaian keterampilan, dan lembar soal posttest untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif, beserta kisi-kisi soal dan kunci jawabannya. Peneliti juga mempersiapkan media pembelajaran seperti alat dan bahan sebagai bahan diskusi. Jumlah seluruh siswa kelas IX A 27 anak, dibagi menjadi 5 kelompok, jadi setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Peneliti juga dibantu oleh seorang observer.

Tahap Pelaksanaan. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 02 September 2018 di kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih dengan jumlah siswa 27 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan yang terdiri dari 5 fase proses pembelajaran Problem Based Learaning. Pada kegiatan inti yaitu pada tahap 1 (orientasi siswa), tahap 2 (Mengorganisasi siswa untuk belajar), tahap 3 (membimbing penyelidikan individual ataupun kelompok), tahap 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya), dan tahap 5 pada pembelajaran PBL adalah Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Observasi. Hasil pengamatan, terdapat beberapa kekurangan dalam proses pembelajaran, diantaranya: a) guru belum menyampaikan tujuan pembelajaran; b) masih banyak siswa yang merespon negatif terhadap penggunaan Problem-Based Learning. Beberapa siswa tidak mengerjakan LKS dengan serius, ada beberapa nomor soal LKS yang tidak dijawab; c) siswa tidak langsung tanggap untuk berkelompok dan berdiskusi; d) guru belum menyodorkan permasalahan-permasalahan sesuai dengan materi yang di ajarkan;

dan e) kemampuan berpikir kritis siswa masih berada dalam kategori sangat negatif.

Refleksi. Berikut ini beberapa hasil refleksi pada siklus I pertemuan I, yakni: a) pada awal pembelajaran guru harus menyampaikan tujuan pembelajaran sehingga siswa mengetahui apa yang akan dipelajari; b) guru lebih memotivasi siswa dan melakukan bimbingan secara intensif baik pada saat siswa mengumpulkan informasi maupun presentasi; c) guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari; d) guru menyodorkan masalah- masalah otentik, memfasilitasi penyelidikan siswa dan mendukung pembelajaran siswa; e) diskusi kelompok masih sangat kurang; f) guru memberikan stimulus bagi siswa baik secara langsung maupun melewati LKS supaya kemampuan berpikir siswa dapat meningkat; dan g) bimbingan guru terhadap aktifitas siswa lebih ditingkatkan.

Siklus I Pertemuan 2.

Perencanaan. Peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran, mempersiapkan lembar observasi menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan soal evaluasi untuk mengukur kemampuan kognitif siswa.

(9)

Kegiatan dan Pelaksanaan. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada tanggal 09 September 2018 di kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih dengan jumlah siswa 27 siswa. Peneliti bertindak sebagai guru. Proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan yang terdiri dari 5 fase proses pembelajaran Problem Based Learaning. Tahap 1 (Orientasi siswa), guru menyampaikan tujuan pengamatan gambar peta benua dan video mengenai benua Amerika, siswa diminta mengamati peta dan atau video yang menayangkan tentang letak Benua Amerika, mengenai lokasi benua dan batas- batas benua Amerika, dan seterusnya. Tahap 2 (Mengorganisasi siswa untuk belajar), guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Siswa membentuk kelompok beranggotakan 4 orang. Siswa berbagi peran/tugas untuk menyelesaikan masalah mengenai apa yang membedakan benua yang satu dengan benua yang lainnya?, dan seterusnya. Tahap 3 (membimbing peyelidikan individual ataupun kelompok), guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah (Hubungan sebab akibat, solusi, dll). Tahap 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya). Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan yang sesuai (mengubah moda audio visual menjadi moda teks), serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5 (menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah).

Observasi. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dengan teman sejawat, yang membantu pelaksanaan observasi dan refleksi selama penelitian berlangsung. Hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung, pelaksanaan proses belajar mengajar menggunakan PBL mengalami peningkatan dibandingkan pada pertemuan sebelumnya, seperti: a) guru sudah menyampaiakan apersepsi tujuan pembelajaran; b) guru sudah mengaitkan materi pelajaran dengan masalah kehidupan sehari-hari; c) kesiapan siswa untuk membaca materi selanjutnya dengan cara mencari sumber belajar selain buku paket pedoman belajar dan lembar kerja siswa (LKS); d) memotivasi siswa untuk lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapat, baik dalam hal mengajukan ataupun menjawab pertanyaan di hadapan siswa yang lain serta memberikan reward berupa nilai; dan e) guru harus mampu mengoptimalkan waktu dengan baik dan mengkondisikan siswa secara keseluruhan, agar pelaksanaan strategi pembelajaran aktif.

Refleksi. Berdasarkan deskripsi pelaksanaan dan hasil tindakan pada siklus I ada beberapa yang perlu diperbaiki di siklus II, diantaranya: a) diskusi kelompok masih belum maksimal, hal ini terlihat sewaktu presentasi hasil diskusi ada beberapa anggota kelompok yang nampak kurang menguasai materi yang dipresentasikan. b) kemampuan berpikir kritis siswa masih berada dalam kategori sangat negatif. Dari beberapa kekurangan di siklus I tersebut setelah didiskusikan antara peneliti dengan guru yang mengajar, didapatkan rekomendasi untuk siklus II, yaitu: (1) guru lebih memotivasi siswa dan melakukan bimbingan secara intensif baik pada saat diskusi kelompok maupun

(10)

diskusi kelas; dan (2) guru memberikan stimulus bagi siswa baik secara langsung maupun melewati LKS supaya kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat sehingga hasil belajarnya pun meningkat.

Setelah melalui beberapa proses tahapan. Berikut ini hasil penelitian siklus I:

Tabel 2. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Kognitif (Pemahaman Konsep) Siklus I

No. Kriteria Siklus I

Pertemuan 1 Pertemuan 2

1 Nilai Tertinggi 90 90

2 Nilai Terendah 50 60

3 Rata-rata Kelas 63,33 71,11

4 Persentase Ketuntasan 7,41% 25,93%

Hasil tes evaluasi aspek kognitif siklus I pertemuan 1 diperoleh rata-rata kelas sebesar 63,33, persentase ketuntasan sebesar 7,41%, sedangkan pada siklus I pertemuan 2 rata-rata kelas sebesar 71,11 dan persentase ketuntasan sebesar 25,93%.

Tabel 3. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus I

No. Kriteria Siklus I

Pertemuan 1 Pertemuan 2

1 Nilai Tertinggi 81,25 81,25

2 Nilai Terendah 50,00 62,50

3 Rata-rata Kelas 68,75 76,16

4 Persentase Ketuntasan 7% 33%

Nilai aspek keterampilan siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata kelas sebesar 68,75 dengan persentase ketuntasan sebesar 7%, sedangkan pada pertemuan 2 rata-rata kelas sebesar 76,16 dan persentase ketuntasan sebesar 33%.

Siklus II Pertemuan 1

Perencanaan. Rencana tindakan pada siklus II ini didasarkan hasil refleksi siklus I. Rencana ini berupaya untuk meminimalisasi kekurangan-kekurangan pada siklus I agar tidak terjadi kembali dan berupaya untuk memperbaiki proses maupun hasil pembelajaran siklus I.

Kegiatan dan Pelaksanaan. Pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 16 September 2018 di kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih dengan

(11)

jumlah siswa 27 siswa. Proses pembelajaran mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Kegiatan inti yaitu tahap 1 (Orientasi siswa ), siswa diminta mengamati video yang ditayangkan tentang letak Benua Eropa, batas- batas benua, luas Benua Eropa dan mengamati ibukota negara-negara yang ada di Eropa, dan seterusnya. Selanjutnya, Siswa diminta mengidentifikasi informasi yang telah didapat (apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah), dan seterusnya. Tahap 2 (mengorganisasi siswa untuk belajar), guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Siswa membentuk kelompok beranggotakan 4 orang. Siswa berbagi peran/tugas untuk menyelesaikan masalah mengenai apa yang membedakan benua yang satu dengan benua yang lainnya?; Negara-negara mana saja yang masuk ke dalam Benua Eropa?; dan seterusnya. Tahap 3 (membimbing peyelidikan individual ataupun kelompok), guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah (hubungan sebab akibat, solusi, dll). Tahap 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya). Tahap 5 adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pada tahap ini guru mengkonfirmasi prediksi yang telah dibuat siswa dan membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. Kemudian Siswa dalam kelompok diminta mempresentasikan hasil simpulan dari jawaban atas pertanyaan yang telah dirumuskan. Kelompok lain diminta memberi tanggapan atas hasil simpulan kelompok yang dipresentasikan. Setelah itu, Siswa bersama guru mengambil simpulan atas jawaban dari pertanyaan.

Observasi. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dengan teman sejawat, yang membantu pelaksanaan observasi dan refleksi selama penelitian berlangsung. Berdasarkan pengamatan pada siklus II pertemuan I proses pembelajaran sudah lebih baik dibandingkan proses pembelajaran pada siswa sudah mencapai kriteria ketuntasan minimun namun untuk persentase keberhasilan masih kurang dari 80%.

Refleksi. Kegiatan refleksi meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya.

Siklus 2 Pertemuan 2

Perencanaan. Rencana tindakan pada siklus II pertemuan 2 didasarkan hasil refleksi siklus sebelumnya. Dimana rencana ini berupaya untuk meminimalisasi kekurangan-kekurangan pada siklus I agar tidak terjadi kembali dan berupaya untuk memperbaiki proses maupun hasil pembelajaran siklus I.

Peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran, mempersiapkan lembar observasi pengelolaan penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan soal evaluasi untuk mengukur kemampuan kognitif siswa.

Kegiatan dan Pelaksanaan. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 23 September 2018 di kelas IX A SMP Negeri 2 Sidamulih dengan jumlah siswa 27 siswa. Pembelajaran mengacu pada rencana pelajaran yang telah

(12)

dipersiapkan., meliputi: Tahap 1 (orientasi siswa ), siswa diminta mengamati video yang ditayangkan tentang letak Benua Australia, dan lain-lain. Siswa diminta mengidentifikasi informasi yang telah didapat (apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah), siswa beserta teman satu meja diminta untuk mendiskusikan tentang hal-hal yang ingin diketahui, dan lain-lain. Tahap 2 (mengorganisasi siswa untuk belajar), guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Siswa membentuk kelompok beranggotakan 5-6 orang. Siswa berbagi peran untuk menyelesaikan masalah mengenai apa yang membedakan benua yang satu dengan benua yang lainnya?; negara-negara mana saja yang masuk ke dalam Benua Australia?; dan lain-lain. Tahap 3 (membimbing peyelidikan individual ataupun kelompok), guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah (hubungan sebab akibat, solusi, dll). Tahap 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya). Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan yang sesuai (mengubah moda audio visual menjadi moda teks), serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membimbing siswa untuk menentukan penyelesaian masalah yang paling tepat dari berbagai alternatif pemecahan masalah yang siswa temukan. Masing-masing kelompok membuat analisis sederhana seperti benua manakah yang luasnya paling besar dan paling kecil di dunia, negara mana yang paling luas dan paling kecil di Australia? dan seterusnya. Tahap 5 (menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah).

Guru mengkonfirmasi prediksi yang telah dibuat siswa dan membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. Siswa dalam kelompok diminta mempresentasikan hasil simpulan dari jawaban atas pertanyaan yang telah dirumuskan. Kelompok lain diminta memberi tanggapan atas hasil simpulan kelompok yang dipresentasikan. Setelah itu, siswa bersama guru mengambil simpulan atas jawaban dari pertanyaan.

Observasi. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dengan teman sejawat, yang membantu pelaksanaan observasi dan refleksi selama penelitian berlangsung. Secara keseluruhan proses pembelajaran pada siklus II pertemuan 2 ini menunjukkan adanya peningkatan apabila dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan ketuntasan hasil belajar. Hampir semua siswa juga sudah aktif dalam pembelajaran.

Refleksi. Kegiatan refleksi ini dilakukan setelah kegiatan pembelajaran siklus II. Dalam kegiatan ini, guru dan teman sejawat menganalisis dan mengevaluasi pelaksanaan serta temuan-temuan permasalahan pada tindakan pembelajaran siklus II, dan membandingkan data evaluasi siklus I dan II. Proses pembelajaran lebih baik bila dibandingkan dengan proses pembelajaran pada siklus I. Ketuntasan hasil belajar meningkat pada siklus II ini. Oleh karena itu,

(13)

dapat disimpulkan bahwa tindakan perbaikan dalam penelitian ini sudah cukup dan dapat dihentikan.

Hasil pembelajaran pada siklus II dapat dilihat pada tabel bderikut:

Tabel 4. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Kognitif (Pemahaman Konsep) Siklus II

No Kriteria Siklus II

Pertemuan 1 Pertemuan 2

1 Nilai Tertinggi 90 100

2 Nilai Terendah 60 70

3 Rata-rata Kelas 78,52 87,78

4 Persentase Ketuntasan 74,07% 96,30%

Hasil penelitian pada siklus II pertemuan 1, diperoleh rata-rata kelas sebesar 78,52 dengan persentase ketuntasan sebesar 74,07%, siklus II pertemuan 2 diperoleh rata-rata kelas sebesar 87,78 dengan persentase ketuntasan sebesar 96,30%.

Tabel 5. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus II

No Kriteria Siklus I

Pertemuan 1 Pertemuan 2

1 Nilai Tertinggi 87,50 93,75

2 Nilai Terendah 75,00 75,00

3 Rata-rata Kelas 79,63 85,65

4 Persentase Ketuntasan 70% 93%

Hasil penelitian aspek keterampilan pada siklus II pertemuan 1, diperoleh rata-rata kelas sebesar 79,63 dengan persentase ketuntasan sebesar 70%, siklus II pertemuan 2 diperoleh rata-rata kelas sebesar 85,65 dengan persentase ketuntasan sebesar 93%.

PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian dilakukan berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan metode analisis yang telah ditentukan serta berpedoman pada indikator keberhasilan. Indikator keberhasilan menyatakan bahwa penelitian dinyatakan berhasil apa bila rata-rata hasil belajar mencapai minimal 75 dengan persentase ketuntasan 80%.

Siklus I

Hasil penelitian aspek kognitif siklus I, dengan membandingkan perolehan hasil penelitan pada pertemuan 1 siklus 1dan pertemuan 2 siklus 1.

Hasil tes evaluasi pertemuan 1 memperoleh rata-rata kelas sebesar 63,33 dengan persentase ketuntasan sebesar 7,41%. Rata-rata nilai pertemuan I tersebut belum

(14)

mencapai rata-rata nilai minimal 75 (63,33<75). Begitu pula persenatse ketuntasan baru mencapai 7,41% belum mencapai persentase minimal 80% (7,41% < 80%).

Hasil penelitian aspek kognitif (pemahaman konsep) pertemuan 2 dapat dilihat pada tabel 3. Hasil tes evaluasi pertemuan 2 memperoleh rata-rata kelas sebesar 71,11 dan persentase ketuntasan sebesar 25,93%. Bila merujuk pada indikator keberhasilan, maka hasil penelitian pertemuan 2 siklus pertama ini pun belum berhasil karena baik nilai rata-rata (71,11), maupun persentase ketuntasan (25,93%) belum mecapai rata-rata nilai minimal (75) dan persentase ketuntasan minimal (80%). Namun demikian baik nilai rata-rata kelas maupun persentase ketuntasan pada pertemuan ke dua lebih besar dari nilai rata-rata dan persentase ketuntasan pada pertemuan 1. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik berikut.

Grafik 1. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Kognitif (Pemahaman Konsep) Siklus I

Hasil penelitian aspek keterampilan siklus I dapat dilihat pada tabel 3, pada tabel tersebut membandingkan perolehan hasil penelitan pada pertemuan 1 siklus I dan pertemuan 2 siklus I. Hasil tes keterampilan pertemuan 1 memperoleh rata-rata kelas sebesar 68,75 dengan persentase ketuntasan sebesar 7%. Rata-rata pencapaian nilai keterampilan pertemuan 1 tersebut belum mencapai rata-rata nilai minimal 75 (68,75 <75). Begitu pula persentase ketuntasan baru mencapai 7%

belum mencapai persentase minimal 80% (7% < 80%).

Hasil penelitian pertemuan 2 memperoleh rata-rata kelas sebesar 76,16 dan persentase ketuntasan sebesar 33%. Bila merujuk pada indikator keberhasilan, maka hasil penelitian pertemuan 2 siklus pertama ini pun belum berhasil karena baik nilai rata-rata (76,16), maupun persentase ketuntasan (33%) belum mencapai rata-rata nilai minimal (75) dan persentase ketuntasan minimal (80%). Namun demikian baik nilai rata-rata kelas maupun persentase ketuntasan pada pertemuan kedua lebih besar dari nilai rata-rata dan persentase ketuntasan pada pertemuan 1. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik berikut:

63,33 71,11

7,41 25,93

0 50 100 150

Pert.1 Pert.2

Persentase Ketuntasan Rata-rata

(15)

Grafik 2. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus I Siklus II

Hasil penelitian aspek kognitif siklus 2 dapat dilihat pada tabel 4, pada tabel tersebut membandingkan perolehan hasil penelitan pada pertemuan 1 Siklus II dan Pertemuan 2 Siklus II. Hasil tes evaluasi pertemuan 1 memperoleh rata-rata kelas sebesar 78,52 dengan persentase ketuntasan sebesar 74,07%. Rata-rata nilai pertemuan I tersebut sudah mecapai rata-rata nilai minimal 75 (78,52 > 75).

Namun prosentse ketuntasan baru mencapai 74,07% belum mencapai persentase minimal 80% (74,07% < 80%). Hasil Penelitian pertemuan 2 memperoleh rata-rata kelas sebesar 87,78. Rata rata nilai pertemuan 2 siklus II seperti pada pertemuan 1 telah mencapai rata-rata minimal 75, bahkan lebih tinggi dari rata-rata nilai pertemuan pertama (87,78 > 78,52). Persentase ketuntasan pertemuan 2 siklus II adalah sebesar 96,30 telah mencapai persentase minimal (80%) bahkan lebih (96,30

> 80%).

Bila merujuk pada indikator keberhasilan, maka hasil penelitian pertemuan 2 Siklus II telah berhasil karena baik nilai rata-rata (87,78), maupun persentase ketuntasan (96,30) sudah mencapai rata-rata nilai minimal (75) dan persentase ketuntasan minimal (80%). Dan terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas maupun persentase ketuntasan pada pertemuan ke dua lebih besar dari nilai rata- rata dan persentase ketuntasan pada pertemuan 1. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik berikut:

Grafik 3. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Kognitif (Pemahaman Konsep) Siklus II

68,75 76,16

7

33

0 20 40 60 80 100 120

Pert.1 Pert.2

Series 3 Presentase Ketuntasan

78,52 87,78

74,07

96,3

0 50 100 150 200

Pert.1 Pert.2

Persentase Ketuntasan Rata-rata

(16)

Hasil penelitian aspek Keterampilan siklus II dapat dilihat pada tabel 5, tabel tersebut membandingkan perolehan hasil penelitan pada pertemuan 1 siklus II dan pertemuan 2 siklus II. Hasil tes keterampilan pertemuan 1 memperoleh rata-rata kelas sebesar 79,63 dengan persentase ketuntasan sebesar 70%. Rata-rata nilai pertemuan 1 tersebut sudah mencapai rata-rata nilai minimal 75 (79,63>75).

Namun persentase ketuntasan baru mencapai 70% belum mencapai persentase minimal 80% (70% < 80%).

Hasil penelitian aspek keterampilan pertemuan 2 memperoleh rata-rata kelas sebesar 85,65 rata-rata nilai pertemuan 2 siklus II seperti pada pertemuan 1 telah mencapai rata-rata minimal 75, bahkan lebih tinggi dari rata-rata nilai pertemuan pertama (85,65>79,63). Persentase ketuntasan pertemuan 2 siklus II adalah sebesar 93% telah mencapai persentase minimal 80% bahkan lebih. Bila merujuk pada indikator keberhasilan, maka hasil penelitian pertemuan 2 siklus II telah berhasil karena baik nilai rata-rata (85,65), maupun persentase ketuntasan (93%) sudah mencapai rata-rata nilai minimal (75) dan persentase ketuntasan minimal (80%). Dan terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas maupun persentase ketuntasan pada pertemuan kedua lebih besar dari nilai rata-rata dan persentase ketuntasan pada pertemuan 1. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 4.4.

Grafik 4. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus II Siklus I dan Siklus II

Hasil penelitian aspek kognitif siklus 1 dan siklus 2 sebagaimana telah diuraikan di atas diringkaskan pada tabel 4.5 Berdasarakn tabel tersebut dapat dilihat peningkatan nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata pemahaman konsep dan persentase ketuntasan.

Rata-rata aspek kognitif (pemahaman konsep) meningkat dari 63,33 pada siklus I pertemuan 1, menjadi 71,11 pada siklus I pertemuan 2, 78,52 pada siklus II pertemuan 1 dan menjadi 87,78 pada siklus II pertemuan 2.

Tabel 6. Rekapitulasi Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Kognitif Siklus I dan Siklus II

No. Kriteri Siklus I Siklus II

Pert.1 Pert.2 Pert.1 Pert.2

1 Nilai Tertinggi 90 90 90 100

2 Nilai Terendah 50 60 70 70

3 Rata-rata Kelas 63,33 71,11 78,52 87,78

79,63 85,65

70 93

0 50 100 150 200

Pert.1 Pert.2

Series 3 Presentase Ketuntasan

(17)

4 Persentase Ketuntasan 7,41% 25,93% 74,07% 96,30 Berdasarkan data tersebut, walaupun telah terjadi peningkatan pada rata- rata kelas dari siklus I pertemuan 1 ke pertemuan 2 namun penelitian dinyatakan baru dinyatakan berhasil pada siklus II. Sementara dari persentase ketuntasan terjadi peningkatan dari 7,41% pada siklus I pertemuan 1 menjadi 25,93% pada siklus I pertemuan 2, 74,07% pada siklus II pertemuan 1 menjadi 96,30 pada siklus II pertemuan 2. Dengan demikian berdasarakan persentase ketuntasan penelitian baru dinyatakan berhasil pada pertemuan 2 siklus II.

Peningkatan hasil belajar aspek kognitif pada setiap pertemuan pada siklus I dan Siklus II, lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 5. Data Hasil Evaluasi Aspek Kognitif Diolah peneliti

Di bawah ini merupakan nilai evaluasi aspek keterampilan secara keselurahan pada proses perbaikan pembelajaran siklus I dan siklus II untuk aspek keterampilan yang tertera pada tabel 4.6 dan grafik 4.6. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat peningkatan nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata aspek keterampilan dan persentase ketuntasan.

Tabel 7. Rekapitulasi Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus I dan Siklus II

No. Kriteri Siklus I Siklus II

Pert.1 Pert.2 Pert.1 Pert.2 1 Nilai Tertinggi 81,25 81,25 87,50 93,75 2 Nilai Terendah 50,00 62,50 75,00 75,00 3 Rata-rata Kelas 68,75 76,16 79,63 85,65

4 Persentase Ketuntasan 7% 33% 70% 93%

63,33 71,11 78,52 87,78

7,41

25,93

74,07

96,3

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Siklus I Pert.1 Siklus I Pert.2 Siklus II Pert.1 Siklus II Pert.2

Persentase Ketuntasan Rata-rata

(18)

Rata-rata nilai keterampilan meningkat dari 68,75 pada pertemuan 1 siklus I, menjadi 76,16 pada pertemuan 2 siklus I, menjadi 79,63 pada pertemuan 1 siklus II dan menjadi 85,65 pada pertemuan 2 siklus II.

Peningkatan hasil belajar aspek keterampilan pada setiap pertemuan pada siklus I dan siklus II, lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 6. Rekapitulasi Data Hasil Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan pembahasan setiap siklus, maka secara keseluruhan telah terjadi peningkatan hasil belajar dari silklus 1 pertemuan 1 baik pada nilia rata- rata kelas maupun persentase ketuntasan, dimana penelitian mencapai kriteria keberhasilan saat baik nilai rata-rata kelas maupuan persentase ketuntasan mencapai kriteria keberhasilan, 75 dan 80% baik nilai kognitif maupun keterampilan. Pada siklus II pertemuan 2 nilai rata-rata kelas sebesar 87,78 dan persentase ketuntasan 96,30 untuk nilai kognitif. Kemudian perolehan nilai keterampilan sebesar 85,65 untuk rata-rata kelas dan 93% untuk persentase ketuntasan.

Hal ini menunjukan penggunanaan model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman dan keterampilan siswa pada konsep-konsep yang dipelajari. Hal tersebut selaras dengan pendapat Lis Permana dan Sukisman (2009:89-90) bahwa pembelajaran menggunakan model PBL dapat mengembangkan pemahaman yang lebih tinggi dan keterampilan yang lebih baik karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk mandiri dan aktif dalam menggali informasi serta dapat berpikir ktiris dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari secara langsung sehingga pemahaman konsep siswa lebih bermakna.

Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan teman sejawat untuk mengobservasi kinerja guru dalam proses perbaikan pembelajaran siklus I dan II mata pelajaran IPS dideskripsikan pada tabel 8 dan tabel 9 di bawah:

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Observasi Perbaikan Siklus I No Perilaku Guru yang Diamati

Kemunculan

Pertemuan I Pertemuan II Ada Tidak Ada Tidak A Tahap 1 (Orientasi siswa terhadap

masalah)

68,75 76,16 79,63 85,65

7

33

70

93

0 20 40 60 80 100

Siklus I Pert.1 Siklus I Pert.2 Siklus II Pert.1 Siklus II Pert.2

Rata-rata

(19)

1 Guru mengaitkan materi pembelajaran dengan masalah dalam kehidupan sehari

2 memotivasi siswa untuk terlibat dalam

kegiatan mengatasi masalah

3 Guru menyampaikan/ menjelaskan

tujuan pembelajaran

B Tahap 2 (Mengorganisasai siswa untuk belajar)

4

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

C Tahap 3 (Membimbing investigasi individual maupun kelompok)

5

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

D Tahap 4 (Mengembangkan dan menyajikan hasil karya)

6 Guru meminta siswa untuk

mempresentasikan hasil diskusinya E Evaluasi (evaluation)

7

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap

investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Jumlah komponen 1 6 4 3

Persentase (%) 14, 3 85,7 57,1 42,8 Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Observasi Perbaikan Siklus II

No Perilaku Guru yang Diamati

Kemunculan

Pertemuan I Pertemuan II Ada Tidak Ada Tidak A Tahap 1 (Orientasi siswa terhadap

masalah)

1 Guru membahas tujuan

pembelajaran

2 memotivasi siswa untuk terlibat

dalam kegiatan mengatasi masalah 3 Guru menyampaikan/ menjelaskan

tujuan pembelajaran

B Tahap 2 (Mengorganisasai siswa

(20)

untuk belajar)

4

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

C Tahap 3 (Membimbing investigasi individual maupun kelompok)

5

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

D Tahap 4 (Mengembangkan dan menyajikan hasil karya)

6 Guru meminta siswa untuk

mempresentasikan hasil diskusinya E Evaluasi (evaluation)

7

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Jumlah komponen 5 2 7 0

Persentase (%) 71 28,6 100 0

Proses perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada siklus I, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang digunakan kurang efektif, dimana proses pembelajaran belum sesuai sintaks pembelajaran PBL dan bimbingan guru belum mnyeluruh. Sedangkan pada siklus II penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk menjelaskan materi pembelajaran sudah efektif dan intensitas bimbingan guru terhadap siswa yang kurang paham ditingkatkan, sehingga siswa dapat memahami proses melalui masukan dari teman kelompok dan guru.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan hasil belajar siswa meningkat dari 63,33 pada siklus I pertemuan 1 menjadi 71,11 pada siklus I pertemuan 2 dan pada siklus II pertemuan 1 78,52 meningkat menjadi 87,78 pada siklus II pertemuan 2.

Persentase ketuntasan meningkat dari 7,41% pada siklus I pertemuan 1 menjadi 25,93% pada siklus I pertemuan 2 dan pada siklus II pertemuan 1 dan pada siklus II pertemuan 1 74,07% meningkat menjadi 96,30 pada siklus II pertemuan 2. Hasil penialaian aspek keterampilan meningkat dari rata-rata 68,75 pada siklus I pertemuan 1 menjadi 76,16 pada siklus I pertemuan 2. Pada siklus II peningkatan dari nilai rata-rata 79,63 pada pertemuan 1 menjadi 85,65 pertemuan 2. Persentase ketuntasan siklus 1 meningkat dari 7% pada pertemuan 1 menjadi 33% pada pertemuan 2 dan pada siklus II meningkat dari 70% pada pertemuan 1 menjadi

(21)

93% pada pertemuan 2. Ini berarti bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX A mata pelajaran IPS materi Interaksi Antarnegara Asia dan Negara Lainnya di SMP Negeri 2 Sidamulih.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Taufiq. (2009). Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana.

Anderson, Lorin W. dan Krathwohl David R. (Editor). (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen (Revisi taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rhineka Cipta.

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin. (2007). Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Kusnandar, Dede. (2019). Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Kognitif dan Motivasi Belajar IPA: MADRASCIENCE Jurnal Pendidikan Islam, Sains, Sosial, dan Budaya. 1 (1): 17-30. Diunduh pada 10 Oktober 2019 , dari

http://www.madrascience.com/index.php/ms/article/view/62 Rosana, Dadan. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: UNY Press.

Sari, Lis Permana dan Sukisman Purtadi. (2009). “Penggunaan Praktikum Kimia Terintegrasi sebagai Model Pembelajaran Berbasis Masalah”. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains (Edisi II Tahun XIV). Hlm. 89-90.

Sudarman. (2007). “Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.”

Jurnal Pendidikan Inovatif (Nomor 2). Hlm.68-73

Sudjana, Nana. (1995). Dasar-Dasar Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar-Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Gambar

Tabel 1. Langkah-Langkah PBL
Gambar 2. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas   (Riset aksi model John Elliot dalam Subiantoro 2009: 39)
Tabel 3. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus I
Tabel 5. Data Hasil Evaluasi Perbaikan Aspek Keterampilan Siklus II
+6

Referensi

Dokumen terkait

Koordinasi di bidang Statistik dilaksanakan antara Pemerintah Kota Semarang dengan Badan Pusat Statistik (BPS), sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997

KEPADA PESERTA PELELANGAN YANG KEBERATAN, DIBERIKAN KESEMPATAN UNTUK MENYAMPAIKAN SANGGAHAN KHUSUSNYA MENGENAI KETENTUAN DAN PROSEDUR YANG TELAH DITENTUKAN DALAM

Dari suatu barisan aritmatika, suku ketiga adalah 36, jumlah suku kelima dan ketujuh adalah 144.. Jumlah sepuluh suku pertama deret tersebut

dari shuhuf, bentuk plural dari kata shahîfah yang berarti ‘surat kabar’), dan al-Kitâb (Buku), sebagai dua media komunikasi dalam proses komunikasi massa yang

”Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS.10

No Waktu MATERI NARASUMBER. SENIN, 21

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa pemanasan melalui permainan tradisional memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

Tahun Pelajaran ……… Bulan Januari s.d Maret 2016 Melaksanakan tugas mengajar dengan beban kerja sebanyak ……… Jam Tatap Muka (JTM) yang terdiri