TUGAS AKHIR
ANALISIS KONSOLIDASI TANAH LUNAK MENGGUNAKAN PRELOADING DAN PVD DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE
ELEMEN HINGGA (STUDI KASUS PROYEK JALAN BEBAS HAMBATAN MEDAN-KUALANAMU KM 36+100)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana
Disusun Oleh : MICHAEL 12 0404 037
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
ABSTRAK
Tanah lunak bersifat kurang menguntungkan secara teknis untuk mendukung suatu pekerjaan konstruksi karena dengan sifat-sifat yang dimilikinya, tanah tersebut mengalami penurunan yang besar dan dalam waktu yang sangat lama. Hal inilah yang sering menjadi masalah dalam pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi. Pada proyek jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100 ini, perbaikan tanah lempung untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan cara menggunakan Prefabricated Vertical Drain (PVD). Pemasangan PVD dapat mempercepat waktu penurunan yang terjadi karena disipasi air pori terjadi dalam dua arah yaitu secarah horizontal dan vertikal. Dalam tugas akhir ini, dilakukan analisa perhitungan konsolidasi tanah dengan menggunakan metode analitis dan metode elemen hingga, dimana perhitungan penurunan dan waktu konsolidasi dihentikan pada saat derajat knsolidasi mencapai 95%. Analisa jarak spasi antar PVD serta pola pemasangan antar PVD juga akan dihitung untuk mendapatkan jarak yang paling efektif yang disesuaikan dengan waktu konsolidasi yang paling cepat tanpa adanya analisis biaya
Dari hasil perhitungan tanpa menggunakan PVD yang telah dilakukan maka diperleh waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konslidasi 95% adalah 136 hari dengan besar penurunan 37,5 cm. Sedangkan dengan menggunakan PVD, waktu yang dibutuhkan adalah 25 hari dengan besar penurunan 37,6 cm.
Dari analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jarak pemasangan yang paling efektif adalah semakin kecil jarak spasi antar PVD dan dengan menggunakan pola pemasangan segitiga
Kata Kunci : Tanah Lunak, Penurunan, Derajat Konslidasi, Prefabricated Vertical Drain (PVD)
KATA PEGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “ANALISIS KONSOLIDASI TANAH LUNAK MENGGUNAKAN PRELOADING DAN PVD DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA (STUDI KASUS PROYEK JALAN BEBAS HAMBATAN MEDAN-KUALANAMU KM 36+100)”
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:
1. Bapak Medis Sejahtera Surbakti S.T., M.T., Ph.D selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Andy Putra Rambe, MBA, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, M.T, selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar untuk meluangkan waktu serta memberi bimbingan dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.S.CE, selaku koordinator Sub Jurusan Geoteknik Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara beserta dosen penguji.
5. Ibu Ika Puji Hastuty S.T, M.T, selaku dosen Penguji beserta Kepala Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak dan Ibu pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Pihak Satuan Kerja pada proyek Jalan Bebas Hambatan Medan-Kualanamu yang bergerak sebagai owner yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (KPUPRRI), terkhususnya kepada Bapak Faisal Rizal S.T., M.T yang telah membantu saya dan mengarahkan saya untuk mengumpulkan data-data yang saya butuhkan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Pihak Satuan Kerja pada proyek Jalan Bebas Hambatan Medan-Kualanamu yang bergerak sebagai kontraktor, terutama Pak Husein dan Pak Gindo yang telah membantu saya memberikan data-data yang saya butuhkan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada :
1. Kepada Papa saya Tjia Nyek Sin yang selalu memberikan dukungan moral dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Semoga Tuhan selalu memberkati beliau.
2. Kepada Mama saya Lusina Tjandra yang selalu memberikan dukungan doa, semangat dan kasih saying kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir
3. Kepada sahabat-sahabat saya di kampus (Fanny, Astrya, Novita, Hendra, Sintong, Brian, Rinaldy, Aditya, Frans, George, Erick, Luccas, Ecy, Hizkia, Anastasia, Agita, Yohana, Joshua, dan Claudya) yang selalu memberi doa, semangat, penghiburan dan bantuan selama 5 tahun masa perkuliahan dan terutama dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Kepada sahabat SMA saya Monica Tiresna Lubis, S.T. yang selama ini selalu memberikan dukungan dalam bentuk doa, motivasi, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2012 yang selalu ada selama 5 tahun masa perkuliahan yang telah memberi semangat, bantuan, dan ilmu kepada penulis dari awal hingga akhir masa perkuliahan
6. Kepada adik angkatan 2013 (Juanda Andika Siregar, S.T., Lintong Situmorang, S.T., dan Ary Simanjuntak, S.T.) yang telah memberikan semangat dan ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
7. Kepada segenap pihak yang belum penulis sebut satu-persatu atas jasa dan dukungannya membantu penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis akan terbuka terhadap semua saran dan kritik mengenai Tugas Akhir ini. Penulis berharap Tugas Akhir ini juga memberi manfaat bagi kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2017
Penulis
Michael
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...
...i KATA PENGANTAR ...
...ii DAFTAR ISI ...
...vi DAFTAR TABEL ...
...ix DAFTAR GAMBAR ...
...xi DAFTAR NOTASI ...
...xvi DAFTAR LAMPIRAN ...
...xviii AB I. PENDAHULUAN ...
...1 I1. Latar Belakang ...
...1 I2. Tujuan dan Manfaat ...
...2 I2.1. Tujuan ...
...2 I2.2. Manfaat ...
...2 I3. Pembatasan Masalah ...
...3 I4. Sistematika Penulisan ...
...3 AB II. TINJAUAN PUSTAKA ...
...5
II1. Pendahuluan ...
5
II2. Tanah ...
6
II3. Tanah Lempung ...
7
II3.1. Karakter Fisik Tanah Lempung Lunak ...
8
II4. Timbunan pada Tanah Lempung Lunak ...
11
II5. Pembebanan Awal (Preloading) ...
11
II5.1. Beban Preloading Bertahap ...
14
II6. Prefabricated Vertical Drain (PVD) ...
15
II7. Smear Zone ...
21
II8. Konsolidasi ...
26
II8.1. Perhitungan Penentuan Tekanan
Prakonsolidasi ...
...27 II8.2. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal ...
29
II8.3. Koefisien Konsolidasi Arah Horizontal ...
29
II8.4. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal Gabungan ...
...29 II8.5. Derajat Konsolidasi Arah Vertikal ...
II8.6. Derajat Konsolidasi Arah Radial ...
30
II8.7. Derajat Konsolidasi Rata-Rata ...
31
II8.8. Waktu Konslidasi ...
32
II8.9. Faktor Waktu Konsolidasi Arah Radial ...
33
II8.10. Perhitungan Besarnya Penurunan Konsolidasi . 33
II8.11. Tegangan Air Pori Akibat Beban Tak
Terdrainase ...
...35 II8.12. Tegangan Total dan Tegangan Efektif ...
37
II9. Settlement ...
37
II10. Plaxis sebagai Metode Elemen Hingga ...
39
II10.1. Pemodelan Jenis Material pada Metode Elemen Hingga...
...41
10.1.1. Model Tanah Mohr-Coulomb... 41 10.1.2. Verifikasi Pemodelan Vertical Drain... 49 II11. Instrumen Geoteknik ...
51
AB III. METODOLOGI PENELITIAN ...
...59 1. Data Umum Proyek ...
59
2. Data Prefabricated Vertical Drain (PVD) ...
60
3. Data Teknis Lapangan ...
61
4. Tahapan Penimbunan ...
62
5. Data pada Program Metode Elemen Hingga ...
63
6. Metode Pengumpulan Data ...
64
7. Tahap Penelitian ...
65
AB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...
...66 1. Pendahuluan ...
66
2. Analisa Studi Kasus Jalan Bebas Hambatan Medan- Kualanamu KM 36+100 dengan Metode Analitis ...
66
2.1. Perhitungan Penurunan ...
66
2.2. Analisa Derajat Konsolidasi tanpa Menggunakan PVD ...
...68 2.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD...
...69 2.4. Variasi Perhitungan Derajat Konsolidasi Berdasarkan Pola Pemasangan dan Jarak Pemasangan Antar PVD...
...72 IV2.4.1. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD dengan Pemasangan
Pola Segitiga dan Jarak 1,5 m ...
...72 IV2.4.2. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD dengan Pemasangan Pola Segitiga dan Jarak 1,7 m ...
...74 IV2.4.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Menggunakan PVD dengan Pemasangan Pola Persegi dan Jarak 1,6 m ...
...76 2.5. Analisa Tegangan Excess Pore Water Pressure ...80 3. Verifikasi Pemodelan PVD pada Metode Elemen Hingga ...
82
4. Analisa Skala Penuh ...
89
4.1. Penurunan pada Program Metode Elemen Hingga (FEM) ...
...93 4.2. Disipasi Excess Pore Water Pressure pada Program Metode Elemen Hingga (FEM) ...
...97 4.3. Analisa Derajat Konsolidasi dengan Pola Persegi Spasi 1,6 m ...
...82 5. Nilai Penurunan Berdasarkan Pembacaan Settlement Plate ...
105
6. Perbandingan Nilai Penurunan yang Didapat dari Analisa dengan Metode Elemen Hingga, Analisa dengan Metode Analitik, dan Pembacaan Settlement Plate di Lapangan ...
107
AB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...
110
1. Kesimpulan ...110 2.Saran ...
.111
DAFTAR PUSTAKA ...
...xix LAMPIRAN ...
...xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung 9
Tabel 2.2 Variasi faktor waktu terhadap derajat konsolidasi 32 Tabel 2.3 Besar Af untuk berbagai kondisi tanah 37 Tabel 2.4 Nilai perkiraan modulus elatisitas tanah 44 Tabel 2.5 Hubungan jenis tanah dengan poisson’s ratio (μ) 45 Tabel 2.6 Hubungan antara kepadatan, relative density, nilai N-SPT,
qc, dan sudut geser (ф)
46
Tabel 2.7 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah 47
Tabel 2.8 Korelasi N-SPT dengan γsat untuk pasir (non-kohesif) 48 Tabel 2.9 Korelasi N-SPT dengan γsat untuk tanah lempung (kohesif) 49
Tabel 3.1 Dimensi PVD 60
Tabel 3.2 Tahapan penimbunan 62
Tabel 3.3 Parameter tanah ketika model axisymmetry pada saat verifikasi
63 Tabel 4.1 Analisa penurunan timbunan 1-D Terzaghi untuk tanah
terkonsolidasi normal
66 Tabel 4.2 Analisa penurunan timbunan 1-D Terzaghi untuk tanah
terkonsolidasi normal berdasarkan nilai Cc yang sudah dikorelasi dengan persamaan empiris
67
Tabel 4.3 Analisa derajat konsolidasi tanpa menggunakan PVD 68 Tabel 4.4 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD
dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,6 m
70 Tabel 4.5 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD
dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,5 m
73 Tabel 4.6 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD
dengan pemasangan pola segitiga dan jarak 1,7 m
75 Tabel 4.7 Analisa derajat konsolidasi dengan menggunakan PVD
dengan pemasangan pola persegi dan jarak 1,6 m 77
Tabel 4.8 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada pola segitiga dan pola persegi serta jarak pemasangan PVD yang bervariasi
79
Tabel 4.9 Hasil disipasi excess pore water pressure berdasarkan
tahapan penimbunan 80
Tabel 4.10 Nilai derajat konsolidasi setiap titik nodal pada 23,721 hari dan 24 hari.
88 Tabel 4.11 Parameter tanah ketika model skala penuh 89
Tabel 4.12 Nilai excess pore water pressure di setiap titik nodal 104 Tabel 4.13 Hasil analisa penurunan berdasarkan tahap penimbunan 107 Tabel 5.1 Hasil analisa penurunan berdasarkan tahap penimbunan 110 Tabel 5.2 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada
pola segitiga dan pola persegi serta jarak pemasangan PVD yang bervariasi
111
Tabel 5.3 Hasil perhitungan tegangan air pori berlebih dengan metode analitis
111 Tabel 5.4 Hasil perhitungan tegangan air pori berlebih dengan metode
elemen hinggap
112
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses pemberian pembebanan awal (preloading) 14
Gambar 2.2 Aliran air pori pada PVD 17
Gambar 2.3 Prefabricated Vertical Drain 18
Gambar 2.4 Pola PVD (kiri pola bujur sangkar, kanan pola segitiga) 20
Gambar 2.5 Transformasi tampang vertical drain 21
Gambar 2.6 PVD dikaitkan ke pelat baja 22
Gambar 2.7 Proses pemasangan PVD 23
Gambar 2.8 Pemasangan PVD di Lapangan 23
Gambar 2.9 Pengaruh smear dan tahanan drain 25
Gambar 2.10 Skematik dan peralatan percobaan yang menunjukkan 27
Gambar 2.12 Prosedur penentuan tekanan prakonsolidasi dengan cara grafis
30
Gambar 2.13 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb 44
Gambar 2.14 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb 45
Gambar 2.15 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb dalam ruang tegangan utama
46 Gambar 2.16 Definisi E0 dan E50 dari hasil pengujian triaxial terdrainase 47
Gambar 2.17 Detail pemasangan settlement plate 56
Gambar 2.18 Detail pemasangan satu piezometer dalam satu lubang bor 59 Gambar 2.19 Detail pemasangan dua piezometer dalam satu lubang bor 59
Gambar 2.20 Detail pemasangan water stand pipe 60
Gambar 4.1 Hubungan derajat konslidasi (95%) terhadap waktu (136 hari) dengan metode analitis tanpa menggunakan PVD
74 Gambar 4.2 Hubungan derajat konslidasi (95%) terhadap waktu (25
hari) dengan metode analitis dengan menggunakan PVD pola segitiga spasi 1,6 m
75
Gambar 4.3 Grafik perbandingan lamanya hari untuk mencapai derajat
konsolidasi 95% antara menggunakan PVD dan tanpa PVD 76 Gambar 4.4 Hasil disipasi excess pore water pressure dari persamaan
Skempton berdasarkan besar beban timbunan
78 Gambar 4.5 Hubungan derajat konsolidasi (95%) terhadap waktu (22
hari) dengan metode analitis menggunakan PVD pola segitiga spasi 1,5 m
80
Gambar 4.6 Hubungan derajat konsolidasi (95%) terhadap waktu (28 hari) dengan metode analitis menggunakan PVD pola segitiga spasi 1,7 m
82
Gambar 4.7 Hubungan derajat konsolidasi (95%) terhadap waktu (29 hari) dengan metode analitis menggunakan PVD pola persegi spasi 1,6 m
84
Gambar 4.8 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada pola segitiga dan spasi 1,5 m; 1,6 m; dan 1,7 m pada kondisi U = 95%
85
Gambar 4.9 Hubungan derajat konsolidasi dan waktu berdasarkan pada spasi 1,6 m dan pola segitiga dan persegi pada kondisi U = 95%
85
Gambar 4.10 Plan verifikasi PVD 89
Gambar 4.11 Lokasi titik nodal pengamatan derajat konsolidasi untuk
kondisi axisymmetry dan plane strain 89
Gambar 4.12
Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal A pada kondisi axisymmetry (96,454% / 23,721 hari) dan plane strain (93,947% / 24 hari)
90
Gambar 4.13 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal B pada kondisi axisymmetry (97,850% / 23,721 hari) dan plane strain (97,632% / 24 hari)
90
Gambar 4.14 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal C pada kondisi axisymmetry (97,853% / 23,721 hari) dan plane strain (97,632% / 24 hari)
91
Gambar 4.15 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal D pada kondisi axisymmetry (95,525% / 23,721 hari) dan plane strain (93,345% / 24 hari)
91
Gambar 4.16 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal E pada kondisi axisymmetry (97,654% / 23,721 hari) dan plane strain (97,074% / 24 hari)
92
Gambar 4.17 Derajat konsolidasi dan waktu konsolidasi di titik nodal F pada kondisi axisymmetry (97,649% / 23,721 hari) dan plane strain (96,952% / 24 hari)
92
Gambar 4.18 Gambar perencanaan proyek jalan bebas hambatan Medan- Kualanamu KM 36+100
96 Gambar 4.19 Pemodelan geometri proyek jalan bebas hambatan Medan-
Kualanamu KM 36+100 97
Gambar 4.20 Kontur penurunan yang terjadi pada output FEM proyek jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100
98 Gambar 4.21 Mesh timbunan proyek jalan bebas hambatan Medan-
Kualanamu KM 36+100 untuk peninjauan penurunan terhadap waktu
99
Gambar 4.22 Grafik penurunan di titik nodal A sebesar 15,219 cm pada hari ke 242
99 Gambar 4.23 Grafik penurunan di titik nodal B sebesar 16,87 cm pada
hari ke 242
100 Gambar 4.24 Grafik penurunan di titik nodal C sebesar 15,191 cm pada
hari ke 242
100
Gambar 4.25 Perbandingan grafik penurunan di titik nodal A (settlement plate kiri), titik nodal B (titik tengah lapisan permukaan tanah) dan titik nodal C (settlement plate kanan) terdapat selisih 1,679 cm
101
Gambar 4.26 Excess pore water pressure pada output FEM proyek jalan bebas hambatan Medan-Kualanamu KM 36+100
102 Gambar 4.27 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik
nodal A
103 Gambar 4.28 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik
nodal B 103
Gambar 4.30 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal D
104 Gambar 4.31 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik
nodal E 105
Gambar 4.32 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik nodal F
105 Gambar 4.33 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik
nodal G
106 Gambar 4.34 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik
nodal H
106 Gambar 4.35 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik
nodal I
107 Gambar 4.36 Grafik excess pore water pressure terhadap waktu di titik
nodal J 107
Gambar 4.37 Grafik perbandingan nilai excess pore water pressure terhadap waktu di setiap titik nodal
108 Gambar 4.38 Grafik perbandingan nilai excess pore water pressure
terhadap waktu di setiap titik nodal E dan titik nodal J
109 Gambar 4.39 Hubungan antara tebal timbunan preloading dengan
tanggal pembacaan pada SP-39
112 Gambar 4.40 Hubungan antara penurunan dengan tanggal pembacaan
pada SP-39
112 Gambar 4.41 Perbandingan grafik penurunan antara analisa dengan
metode elemen hingga, analisa dengan metode analitik, dan pembacaan settlement plate di lapangan
115
Gambar 4.42 Grafik tebal timbunan pada proyek jalan bebas hambatan
Medan-Kualanamu KM 36+100 selama 242 hari 117
DAFTAR NOTASI A dan B Parameter Skempton
Am Luasan mandrel (cm2) c Kohesi tanah (kN/m2)
C Perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm
Cc Indeks kompresi tanah
Ch Koefisien konsolidasi arah horizontal (cm2/s) cu Kohesi tanah dasar (t/m2)
Cu Kuat geser mula-mula (t/m2)
Cu’ Kuat geser setelah pemampatan (t/m2)
ΔCu Peningkatan kuat geser akibat pemampatan (t/m2) Cs Indeks pengembangan tanah
Cv Koefisien konsolidasi arah vertikal (cm2/s) D Diameter jangkauan kerja PVD (m)
de Diameter ekivalen (setelah penampang diubah menjadi bentuk lingkaran (cm)
ds Diameter smear zone (cm) dw Diameter ekivalen PVD (cm)
e0 Angka pori
Exp Bilangan eksponen (2,7182818)
F(n) Faktor hambatan disebabkan karena jarak PVD F(s) Efek smear zone
H Panjang maksimum lintasan drainase (cm) Hcr Tinggi timbunan kritis (m)
kh Koefisien permeabilitas horizontal (mm/s) kr Koefisien permeabilitas radial (mm/s)
ks Koefisien permeabilitas tanah arah radial pada smear zone (mm/s)
l Lebar mandrel (cm)
OCR Overconsolidation Ratio
Pc Tegangan prakonsolidasi efektif (t/m2) PI Indeks Plastisitas (%)
Po Tegangan overburden efektif (t/m2)
Po’ Tegangan overburden efektif setelah pemampatan (t/m2) ΔP Penambahan tegangan (t/m2)
qu Daya dukung tanah (t/m2)
R Jari-jari jangkauan kerja PVD (m) rs Jari-jari smear zone (cm)
rw Jari-jari ekivalen PVD (cm)
s Rasio smear zone
S Penurunan akibat proses konsolidasi (m) Sc Consolidation Settlement (cm)
Si Immediate Settlement (cm) Ss Secondary Settlement (cm)
t Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi U%
(s)
Tr Faktor waktu konsolidasi arah radial Tv Faktor waktu konsolidasi arah horizontal U Derajat konsolidasi rata-rata
Ur Derajat konsolidasi arah radial Uv Derajat konsolidasi arah vertikal
ΔU Kenaikan tegangan air pori akibat beban tak terdrainase Δσ1 Perubahan tegangan aksial (tegangan deviator) (t/m2)
Δσ3 Perubahan tegangan normal yang bekerja pada bidang utama (t/m2)
σ Tegangan normal (kN/m2)
σp’ Preconsolidation Pressure (kN/m2) σo’ Effective Overburden Pressure (kN/m2) τ Tegangan geser tanah (kN/m2)
ϕ Sudut geser tanah (derajat)
γtimb Berat volume tanah timbunan (t/m3)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran-1, Data Typical Preloading Lampiran-2, Data Plan dan Profile Lampiran-3, Data Plan PVD
Lampiran-4, Data Installation Monitoring Soft Soil Lampiran-5, Data Drilling Log
Lampiran-6, Data Borehole
Lampiran-7, Data Pembacaan Settlement Plate di Lapangan Lampiran-8, Data Pembacaan Pneumatic Piezometer di Lapangan Lampiran-9, Data Pembacaan Water Stand Pipe di Lapangan Lampiran-10, Data Pembacaan Inclinometer di Lapangan
BAB I PENDAHULUAN I1. Latar Belakang
Pada umumnya tanah lunak bersifat kurang menguntungkan secara teknis untuk mendukung suatu pekerjaan konstruksi. Plastisitas yang tinggi, kembang susut yang tinggi, daya dukung yang rendah, kandungan air yang tinggi dan sulit terdrainase karena permeabilitas tanah relatif rendah serta kompresibilitas yang besar menyebabkan tanah mengalami penurunan yang besar dan dalam waktu yang sangat lama. Hal inilah yang sering menjadi masalah dalam pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi. Salah satu metode untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan sistem preloading yang dikombinasikan dengan Prefabricated Vertical Drain (PVD).
Preloading atau pemberian beban awal dilakukan dengan cara memberikan beban yaitu berupa timbunan sehingga menyebabkan tanah akan termampatkan sebelum konstruksi didirikan. PVD adalah sistem drainase buatan yang dipasang vertikal di dalam lapisan tanah. Sistem drainase vertikal ini mempunyai bentuk berupa sabuk berpenampang persegi panjang, terdiri dari bagian luar berupa penyaring/filter yang terbuat dari bahan synthetic/geotextile, kertas atau goni dan bagian dalam yang berfungsi sebagai media aliran air yang terbuat dari plastik atau serabut organik. Pada saat ini penggunaan PVD sudah banyak digunakan karena dapat mengurangi waktu penurunan dan konsolidasi tanah secara signifikan dari beberapa tahun ke dalam hitungan bulan. Ini dikarenakan vertical drain dapat menekan keluar air pori selama proses
Pada tugas akhir ini, perhitungan mengenai besarnya penurunan akibat Preloading menggunakan data parameter tanah, dimensi PVD, Bore Hole, dan Settlement Plate serta instrument Geoteknik lain yang berasal dari lapangan lokasi proyek, yaitu Proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu STA 36+100. Kemudian akan dibandingkan besar penurunannya secara analitis dan dengan metode elemen hingga
I2. Tujuan dan Manfaat I2.1. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Mengetahui besarnya penurunan tanah lunak yang menggunakan preloading dan PVD
2. Mengetahui lamanya waktu konsolidasi tanah lunak yang menggunakan preloading dan PVD
3. Menganalisa perbandingan lama waktu konsolidasi tanah lunak tanpa menggunakan PVD dan menggunakan PVD
4. Menganalisa perbandingan besar penurunan tanah lunak yang terjadi secara analitis dan metode elemen hingga dengan pengamatan di lapangan.
5. Mengetahui besar teganganair pori berlebih tanah secara analitis dan metode elemen hingga
I2.2. Manfaat
Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini antara lain:
1. Agar penulis maupun pembaca dapat mengetahui perbandingan besar penurunan dan lama waktu konsolidasi secara analitis maupun dengan metode elemen hingga
2. Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan ingin mempelajari hal yang dibahas tugas akhir ini.
I3. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup yang akan dibahas dalam tugas akhir ini dan untuk mempermudah penulis dalam menganalisa maka dibuat batasan masalah yang meliputi:
1. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis didapat dari data parameter tanah, dimensi PVD, Bore Hole, dan Settlement Plate serta instrument Geoteknik lain yang berasal dari lapangan lokasi proyek, yaitu Proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu STA 36+100.
2. Nilai-nilai ataupun koefisien yang tidak terdapat pada data-data diperoleh berdarkan referensi-referensi dan sumber-sumber yang ada
I4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 (lima) bab uraian sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab pendahuluan berisi latar belakang penulisan, lokasi penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup hal-hal yang dijadikan penulis sebagai dasar teori dalam membahas analisa konsolidasi tanah yang dihitung secara analitis dan dengan metode elemen hingga
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang metodologi yang dilakukan dalam analisa berupa urutan tahapan pelaksanaan dari pencarian data, studi literarur, hingga analisa data yang telah diperoleh. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan metodologi penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan tugas akhir 2. Melakukan studi literatur sebagai dasar teori dan referensi 3. Melakukan studi kepustakaan terhadap jurnal-jurnal terkait 4. Menganalisa data-data di atas berdasarkan formula yang ada Bab IV : Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan perhitungan analisa konsolidasi tanah baik secara analitis maupun dengan metode elemen hingga. Hasil perhitungan dari masing-masing metode kemudian akan dibandingan dengan data di lapangan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa dan saran-saran yang diberikan atas hasil yang diperoleh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pendahuluan
Pada umumnya tanah lunak bersifat kurang menguntungkan secara teknis untuk mendukung suatu pekerjaan konstruksi. Plastisitas yang tinggi, kembang susut yang tinggi, daya dukung yang rendah, kandungan air yang tinggi dan sulit terdrainase karena permeabilitas tanah yang relatif rendah serta kompresibilitas yang besar menyebabkan tanah mengalami penurunan yang besar dan dalam waktu yang sangat lama. Untuk mengatasi masalah ini, maka kita perlu mempercepat konsolidasi. Salah satu metode untuk mempercepat konsolidasi tersebut adalah dengan menggunakan sistem preloading yang dikombinasikan dengan Prefabricated Vertical Drain (PVD).
Preloading atau pemberian beban awal dilakukan dengan cara memberikan beban yaitu berupa timbunan sehingga menyebabkan tanah akan termampatkan sebelum konstruksi didirikan. PVD adalah sistem drainase buatan yang dipasang vertikal di dalam lapisan tanah. Sistem drainase vertikal ini mempunyai bentuk berupa sabuk berpenampang persegi panjang, terdiri dari bagian luar berupa penyaring/filter yang terbuat dari bahan synthetic/geotextile, kertas atau goni dan bagian dalam yang berfungsi sebagai media aliran air yang terbuat dari plastik atau serabut organik.
Pada saat ini penggunaan PVD sudah banyak digunakan karena dapat mengurangi waktu penurunan dan konsolidasi tanah secara signifikan dari beberapa tahun ke dalam hitungan bulan. Ini dikarenakan vertical drain dapat menekan keluar air pori selama proses konsolidasi tanah dan juga mengalirkan air secara cepat arah horizontal
II.2. Tanah
Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).
Menurut Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :
1. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal (cobbles) atau pebbes.
2. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
3. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm. Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1 mm).
4. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.
5. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
6. Koloid (colloids), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
II.3. Tanah Lempung
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 2 mikron (2μ), atau < 5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain, disebut sebagai partikel tanah lempung Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (< 1μ) dan ukuran 2μ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.
Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya.
ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat.
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan
II.3.1. Karakter Fisik Tanah Lempung Lunak
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat:
1. Hidrasi
Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan lapisan molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul, oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000 C dan akan mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.
2. Aktivitas
Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan
(2.1) Untuk nilai A > 1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai 1,25 < A <
0,75 digolongkan normal sedangkan nilai A < 0,75 digolongkan tidak aktif.
Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Skempton, 1953) Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas
Kaolinite 0,4 – 0,5
Ilinite 0,5 – 1,0
Montmorillonite 1,0 – 7,0
3. Flokulasi dan Dispersi
Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto, ion- ion H+ dari air gaya Van Der Waals dan partikel berukuran kecil akan bersama- sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.
Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.
4. Pengaruh Zat Cair
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan.
Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup
lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negatif pada ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena ini hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.
5. Sifat Kembang Susut (Swelling Potential)
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan sistem tanah dengan air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya di dalam struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta gaya Van Der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan bermuatan negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan negatif ini diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat oleh suatu gaya listrik.
Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air tanah, keseimbangan gaya–gaya dan jarak antar partikel akan membentuk keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses kembang susut.
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan.
Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:
1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.
2. Kadar air.
3. Susunan tanah.
4. Konsentrasi garam dalam air pori.
5. Sementasi.
6. Adanya bahan organik, dll.
II.4. Timbunan pada Tanah Lempung Lunak
Penambahan beban berupa tanah timbunan pada suatu permukaan tanah lempung dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara di dalam pori, dan lain - lain. Faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah II.5. Pembebanan Awal (Preloading)
Metode preloading atau pembebanan awal adalah metode penimbunan beban yang besarnya lebih besar atau sama dengan beban konstruksi yang akan dilaksanakan. Timbunan pada lapisan tanah lempung berfungsi sebagai preloading yang mempercepat proses konsolidasi. Dengan terdisipasinya air pori pada lapisan tanah tersebut maka akan meningkatkan kuat geser tanah dan kohesi tanah, sehingga lapisan tanah tersebut dapat memikul beban yang besar dan mempengaruhi tinggi timbunan yang akan dipergunakan. Penentukan tinggi timbunan sesuai dengan nilai penurunan agar tanah timbunan tidak dibuang sia-sia dan dapat dijadikan pondasi dari suatu konstruksi.
Tinggi timbunan kritis beban preloading ini dihitung berdasarkan daya dukung tanah lempung mula-mula, kemudian dibandingkan dengan tinggi
Daya dukung tanah lempung dalam perencanaan beban preloading dihitung sebagai berikut:
qu = 2 . Cu (2.2)
(nilai Cu diambil dari kohesi tanah dasar dari tipe jenis material tanah yang dipakai untuk timbunan)
qu = γtimb . Hcr
(2.3) Maka
(2.4) Dimana:
qu = Daya dukung tanah (t/m2) Cu = Kohesi tanah dasar (t/m2)
γtimbunan = Berat volume tanah timbunan (t/m3)
Hcr = Tinggi timbunan kritis (m)
Kombinasi antara metode preloading dengan instalasi PVD merupakan salah satu metode untuk mempercepat proses konsolidasi. Kombinasi pada metode ini dilakukan dengan cara memberikan beban awal yaitu berupa timbunan (preloading) pada tanah lempung yang telah dipasang PVD. Studi ini dilakukan untuk mengetahui percepatan waktu konsolidasi yang dihasilkan dari proses kombinasi preloading dan PVD untuk mencapai konsolidasi primer pada derajat konsolidasi yang sama.
Prinsip dari preloading dijelaskan pada Gambar 2.1, dimana besar beban yang direncanakan adalah sebesar po dan penurunan total yang terjadi dalam selang waktu tBU adalah sebesar s1 (garis po). Akibat beban tambahan sebesar ps
maka beban total pv yang sebesar (po + ps) akan menghasilkan penurunan yang
semakin besar (garis pv), sehingga penurunan total tanah akibat beban rencana po
dapat tercapai dalam waktu yang lebih singkat ts. Setelah penurunan akibat beban rencana tercapai, seluruh beban sementara ini (pv) dihilangkan dan beban bangunan (po) kemudian diberikan. Perbedaan penurunan total akibat beban rencana tanpa preloading dan akibat pembebanan awal (preloading) setelah mencapai waktu tBU adalah sebesar s2 - s1 yang merupakan penurunan yang terjadi akibat beban rencana dan akibat beban preloading.
Gambar 2.1. Proses pembebanan awal (preloading)
Dengan adanya preloading, maka partikel-partikel tanah akan semakin padat dan jumlah penampang butiran tanah yang saling menempel satu sama lain akan semakin meningkat serta akan meningkatkan shear strength. Hal ini berarti bahwa pada saat pembebanan awal, tanah kohesif akan meningkatkan shear strength-nya dan meningkatkan daya dukung terhadap compression yang lebih besar.
II.5.1. Beban Preloading Bertahap
Besarnya beban preloading yang akan diberikan dapat ditentukan terlebih dahulu, kemudian dibandingkan dengan tinggi timbunan atau beban yang mampu diterima oleh tanah dasar yaitu H kritis (). Apabila ternyata tinggi timbunan sebagai beban preloading yang akan diberikan lebih besar dari pada Hcr, maka timbunan tersebut harus diletakkan secara bertahap (stepped preloading).
Umumnya timbunan yang dilakukan bertahap adalah timbunan di atas tanah lunak.
Langkah-langkah pemberian beban preloading secara bertahap adalah sebagai berikut:
1. Menghitung pemampatan yang akan terjadi akibat timbunan setinggi Hcr
(beban tahap I).
2. Menghitung besar pemampatan untuk U rata-rata = 90% dan waktu yang diperlukannya yaitu St1 dan t1.
3. Menghitung peningkatan daya dukung tanah akibat pemampatan sebesar St1, dengan menggunakan persamaan:
(2.5) (2.6)
Dimana:
= Peningkatan kuat geser akibat pemampatan (t/m2)
= Tegangan overburden efektif setelah pemampatan (t/m2)
= Plasticity Index (%)
= Kuat geser mula-mula (t/m2)
= Kuat geser setelah pemampatan (t/m2)
4. Menghitung penambahan tinggi timbunan (beban tahap II) berdasarkan daya dukung tanah yang telah meningkat yang dihitung pada langkah no. 3.
5. Menghitung besar pemampatan akibat beban tahap II untuk U rata-rata = 90%
dan waktu yang diperlukannya, St2 dan t2.
6. Menghitung peningkatan daya dukung setelah pemampatan akibat beban tahap II terjadi.
7. Menentukan beban tahap III seperti langkah sebelumnya sehingga sampai total pemampatan yang harus dihilangkan tercapai. Pada akhir tahap pemberian beban, dapat diketahui tinggi akhir dari timbunan harus sama dengan tinggi timbunan rencana.
II.6. Prefabricated Vertical Drain (PVD)
PVD merupakan material geosynthetic yang konsep kerjanya sama dengan kolam pasir yang mempunyai karakteristik sebagai pengumpul air pori yang kemudian akan dialirkan secara vertikal baik ke atas maupun ke bawah lapisan tanah sepanjang PVD tersebut. Laju konsolidasi yang rendah pada lempung jenuh dengan permeabilitas rendah dapat dinaikkan dengan menggunakan PVD. Kemudian konsolidasi yang diperhitungkan akibat pengaliran horizontal radial menyebabkan disipasi kelebihan tekanan air pori yang lebih cepat, sedangkan pengaliran vertikal sangat kecil pengaruhnya. Dalam teori, besar penurunan konsolidasi akhir adalah sama, hanya laju penurunannya yang berbeda- beda.
Gambar 2.2. Aliran air pori pada PVD
PVD umumnya berbentuk pita dengan sebuah inti plastik beralur terbuat dari material geosintesis (material polimer) yang dibentuk seperti potongan yang panjang. Material polimer dapat berupa Material PVC dengan lebar 90 sampai 100 mm, ketebalan 2 sampai 6 mm (Gulhati, Shaskhi K. 2005). Gambaran lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3. Prefabricated Vertical Drain
Jika menggunakan PVD, maka karekteristik hidroliknya harus diperhatikan dengan seksama, misalnya mengenai kapasitas pengeluaran air dan permeabilitas dari filter dan kuat tekuk serta ketahanannya terhadap degradasi fisik dan biokimia dalam berbagai kondisi cuaca dan lingkungan yang tidak ramah.
PVD biasanya dipasang sampai pada kedalaman lapisan tanah undrained dengan menggunakan rig penetrasi statis. Untuk yang lebih dalam dibutuhkan rig yang lebih besar untuk mempermudah proses penetrasi.
Karena tujuannya adalah untuk mengurangi panjang lintasan pengaliran, maka jarak antara drainase merupakan hal yang terpenting. PVD tersebut biasanya diberi jarak dengan pola bujur sangkar atau segitiga. Jarak antara drainase tersebut harus lebih kecil daripada tebal lapisan lempung dan tidak ada gunanya menggunakan PVD dalam lapisan lempung yang relatif tipis. Untuk mendapatkan desain yang baik, koefisien konsolidasi horizontal dan vertikal (Ch dan Cv) yang
akurat sangat penting untuk diketahui. Biasanya rasio Ch/Cv terletak antara 1 dan 2. Semakin tinggi rasio ini, maka pemasangan PVD semakin bermanfaat.
Untuk penentuan titik pemasangan PVD biasanya akan digunakan pola- pola tertentu untuk memudahkan pelaksanaan. Pada umumnya, PVD dipasang dengan pola bujur sangkar atau segitiga dimana rumus yang berlaku untuk mengetahui daerah pengaruh kerja PVD itu adalah:
R = 0,546S atau D = 1,13S (untuk pola bujur sangkar) (2.7) R = 0,525S atau D = 1,05S (untuk pola segitiga) (2.8) Dimana R adalah jari-jari, D adalah diameter jangkauan kerja PVD dan S adalah spacing atau jarak antar PVD.
Gambar 2.4. Pola PVD (kiri pola bujur sangkar, kanan pola segitiga)
Pola segitiga dan bujur sangkar tidak memiliki banyak pengaruh terhadap kinerja PVD, hanya dari segi pemasangan pola bujur sangkar akan lebih mudah untuk dikontrol, sedangkan dari segi penurunan maka pola segitiga akan memberikan penurunan yang lebih seragam.
Ukuran band drain atau PVD adalah 100 mm kali 4 mm dengan bentuk penampang persegi panjang. Oleh karena itu, pada Gambar 2.6 perlu dilakukan transformasi tampang dari PVD. Pada saat dilakukan perhitungan terhadap PVD
tersebut maka penampang dari PVD akan dimodelkan menjadi berbentuk lingkaran dengan perhitungan diameter ekivalen yang diasumsikan sebagai keliling persegi panjang dibagi π (Hansbo, 1960). Asumsi tersebut didasarkan pada rumusan di bawah ini:
Keliling lingkaran = keliling persegi panjang (2.9) (2.10) (2.11)
Gambar 2.5. Transformasi tampang vertical drain
Sistem vertical drain dengan PVD harus dipasang dengan mandrel yang ujungnya tertutup (closed end mandrel) yang dimasukkan ke dalam tanah baik dengan penetrasi statis maupun pemancangan dengan vibrator. Tingkat kerusakan atau gangguan pada tanah yang ditimbulkannya tergantung pada bentuk dan ukuran dari mandrel dan sepatu yang dapat dilepaskan (detachable shoe) pada dasar mandrel, yang digunakan untuk mengangkut material ke dalam tanah.
Pemasangan PVD pada lapisan tanah lunak dilakukan dengan menggunakan mandrel. Mandrel tersebut dipasang pada alat pengarah atau leader
lapisan lunak sampai kedalaman tanah keras. Ujung dari PVD kemudian dijepit pada lapisan tanah keras dan mandrel kemudian diangkat ke permukaan lapisan tanah dengan meninggalkan PVD pada lapisan tanah tersebut.
Adapun proses pemasangan PVD secara bertahap adalah sebagai berikut:
1. Persiapkan alat yaitu berupa excavator, stitcher, PVD, mandrel dan plate angkur baja. Pada dasar mandrel, material PVD dilingkarkan ke pengait baja atau drain shoe yang dapat memperkuat posisi PVD supaya tidak lepas dengan mandrel pada saat proses pemasangan seperti dapat dilihat pada Gambar 2.6
Gambar 2.6 PVD dikaitkan ke pelat baja atau drain shoe
2. PVD dipasang dengan menekan mandrel baja yang sudah dikaitkan dengan PVD. Mandrel didorong masuk kedalam tanah dengan menggunakan alat excavator.
3. Setelah PVD mencapai kedalaman yang diinginkan atau alat sudah menemui lapisan keras, mandrel kemudian dilepas dan ditarik keatas tanah.
Sementara itu, PVD dan plat pengait dari baja tetap dibiarkan didalam tanah.
Setelah mandrel telah sepenuhnya keluar dari lapisan tanah, sisa PVD tersebut dipotong 15-20 cm dari permukaan tanah lantai kerja.
4. Untuk dapat mendorong mandrel kedalam tanah, nilai resisten pada tanah (tanah di lantai kerja yang biasanya padat atau dilapisi geotextile) harus tidak melebihi 5 Mpa. Apabila lapisan tanah dipermukaan adalah merupakan jenis tanah sangat kuat, untuk memasukan mandrel ke dalam tanah diperlukan sistem getar, hammer maupun drilling system.
Ilustrasi proses pemasangan dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan 2.8
Gambar 2.7. Proses pemasangan PVD (Menard)
Gambar 2.8. Pemasangan PVD di lapangan II.7. Smear Zone
Pada pemasangan PVD diasumsikan bahwa sifat-sifat tanah di
mengganggu tanah, tergantung pada sensitifitas tanahnya (Rowe, 1968).
Gangguan pada tanah akibat PVD seperti mengurangi permeabilitas tanah yang dapat memperlambat proses konsolidasi disebut dengan efek smear.
Solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan memperkecil luas penampang mandrel, akan tetapi kekakuan mandrel tetap dipertahankan.
Efek smear, F(s) dirumuskan sebagai berikut:
(2.12) Dimana:
kh/kr = diasumsikan bernilai 2
kh = koefisien permeabilitas horizontal (mm/detik) kr = koefisien permeabilitas radial (mm/detik) s = rasio smear zone (cm)
ds = diameter smear zone (cm) dw = diameter ekivalen PVD (cm)
Gambar 2.9. Pengaruh smear dan tahanan drain (After Hansbo, 1981).
Smear Zone adalah sand drain yang terbuat dari peremasan tanah lempung selama operasi pengeboran untuk PVD, hal ini mengakibatkan pengurangan koefisien permabilitas arah horizontal.
Menurut jurnal Tugu Pasaribu “Analisa Penurunan pada Tanah Lunak Akibat Timbunan (Studi Kasus Runway Bandara Kualanamu)”, rumus untuk menentukan rs, adalah:
(2.13) Dimana :
rs = Jari-jari smear zone (cm)
= Panjang mandrel (cm)
= Lebar mandrel (cm)
Pemasangan PVD dengan mandrel bisa mengubah subsoil. Bagian pada smear zone yang terganggu, akan mengalami pengurangan permeabilitas pada arah lateral dan peningkatan kompresibilitas. Pada lapisan tanah lempung, tanah yang lebih halus dan lebih mampat, akan terbawa hingga ke lapisan yang dapat ditembus air sehingga mengurangi permeabilitas pada tanah di sekeliling PVD.
Barron (1948) menyarankan konsep penurunan permeabilitas dengan mengurangi nilai koefisien konsolidasi. Hansbo (1979) menambahkan penjelasan lebih lanjut bahwa smear zone dengan permeabilitas yang berkurang disekitar PVD dikelilingi oleh tanah yang tak terganggu.
Berdasarkan permeabilitas yang berkurang di smear zone, Jamiolkowski et al. (1983) mengajukan bahwa diameter dari smear zone (ds) dan diameter dari
ds = (2,5 s/d 3) . dm (2.14) (2.15) Dimana :
ds = Diameter Smear Zone (cm) dm = Diameter Mandrel (cm) Am = Luasan Ukuran Mandrel (cm2)
dm adalah diameter dari lingkaran yang disebabkan oleh mandrel. Dari persamaan diatas, menurut Akagi (1979) dan Hansbo (1987), smear zone biasa dievaluasikan dengan persamaan sebagai berikut:
ds = 2.dm (2.16)
Onoue et al. (1991) memperkenalkan 3 zona hipotesis berdasarkan, plastic smear zone yang dekat dengan PVD dimana tanah terbentuk ulang secara drastis selama pemasangan PVD, plastic zone dimana permeabilitas berkurang secara sedang, dan outer undisturbed zone dimana tanah tidak terpengaruh oleh pemasangan PVD.
Berdasarkan eksperimen, Indraratna dan Redana (1998) menyatakan bahwa diameter dari smear zone paling tidak sekitar 3 s/d 4 kali lebih besar dari diameter lubang akibat mandrel. Hubungan ini dicoba dengan menggunakan konsolidometer besar yang didesain khusus.
Gambar 2.10 Skematik dari peralatan percobaan yang menunjukkan central drain dan smear zone (Indraratna dan Redana, 1998)
Gambar di bawah ini menunjukkan variasi dari rasio permeabilitas arah horizontal dengan vertikal, dan kadar air sepanjang jarak radial dari central drain pada perlengkapan konsolidasi skala besar (Indratna dan Redana 1998;
Sathanthan dan Indraratna 2006; Walker dan Indraratna 2006). Radius dari smear zone sekitar 2.5 kali dari radius ekivalen mandrel. Permeabilitas arah lateral (pada area smear zone) adalah 61% s/d 92% dari nilai pada daerah luar yang tidak terganggu, dimana mirip dengan rekomendasi dari Hansbo (1987) dan Bergado et al (1991). Hanya saja Sathananthan et al. (2008) menggunakan cavity expansion theory (CET), mengikuti Cam Clay model, untuk menganalisa jarak dari smear zone akibat mandrel yang menusuk tanah. Prediksi mereka diperiksa dengan tes laboratorium. Skala besar dimana jarak dari smear zone ini dihitung berdasarkan respon dari tegangan air pori berlebih saat mandrel menusuk tanah, perubahan permeabilitas arah lateral, dan penurunan aliran air menuju drain.
Gambar 2.11. Penentuan smear zone menggunakan rasio permeabilitas dan kadar air (Sathananthan dan Indraratna, 2006)
II.8. Konsolidasi
Konsolidasi adalah proses terdisipasinya air tanah akibat bekerjanya beban, yang terjadi sebagai fungsi waktu karena kecilnya permeabilitas tanah.
Proses ini berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total yang telah benar-benar hilang. Peristiwa konsolidasi umumnya dipicu oleh adanya beban/muatan di atas tanah. Muatan tersebut dapat berupa tanah atau konstruksi bangunan yang berdiri diatas tanah. Bila lapisan tanah mengalami beban di atasnya, maka air pori akan mengalir keluar dari lapisan tersebut dan volumenya akan berkurang atau dengan kata lain akan mengalami konsolidasi (Wesley, 1977).
Pada umumnya konsolidasi akan berlangsung satu arah (one dimensional consolidation) yaitu pada arah vertikal saja, karena lapisan yang mengalami tambahan beban itu tidak dapat bergerak secara horizontal, karena ditahan oleh tanah disekitarnya (lateral pressure).
II.8.1. Perhitungan Penentuan Tekanan Prakonsolidasi
Tegangan maksimum yang pernah dialami tanah disebut tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure) (p’).
Menurut riwayat pembebananya, tanah dibedakan atas : 1. Normally consolidated, dimana OCR = 1
2. Over consolidated, dimana OCR > 1 3. Under consolidated, dimana OCR < 1 Dimana,
OCR = Overconsolidation ratio = p’ / o’
p’ = Preconsolidation pressure (kN/m2)
o’ = Effective overburden pressure (kN/m2)
Tanah dikatakan dalam kondisi underconsolidated jika tanah tersebut tidak stabil, tanah dalam proses pembentukan (baru diendapkan) dan belum sampai pada kondisi setimbang. Sedangkan tanah dalam kondisi overconsolidated terjadi akibat perubahan tegangan total yang terjadi karena erosi, penggalian, melelehnya lapisan salju yang menutupi dan terjadi akibat perubahan tekanan pori karena penguapan oleh pohon- pohon, pemompaan air tanah dalam, pengaliran air tanah ke lorong saluran dan pengeringan lapisan permukaan.
Sumber : Braja M Das “Mekanika Tanah (Prinsip – prinsip Rekayasa Geoteknis)”.
Dari Gambar 2.12 dapat dilihat bahwa (Casagrande, 1936) menyarankan suatu cara mudah untuk menentukan besarnya tekanan prakonsolidasi, Pc, dari grafik e versus log p yang digambar dari hasil percobaan konsoilidasi di laboratorium. Prosedurnya adalah sebagai berikut (lihat Gambar 2.12):
1. Dengan melakukan pengamatan secara visual, tentukan titik a dimana grafik e versus log p mempunyai jari-jari kelengkungan yang paling minimum.
2. Gambar garis datar ab.
3. Gambar garis singgung ac pada titik a.
4. Gambar garis ad yang merupakan garis bagi sudut bac.
5. Perpanjang bagian grafik e versus log p yang merupakan garis lurus hingga memotong garis ad di titik f. Absis untuk titik f adalah besarnya tekanan prakonsolidasi.
II.8.2. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal
Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) menentukan kecepatan pengaliran air pada arah vertikal dalam tanah. Karena pada umumnya konsolidasi berlangsung satu arah saja, yaitu arah vertikal, maka koefisien konsolidasi sangat berpengaruh terhadap kecepatan konsolidasi yang akan terjadi.
Harga Cv dapat dicari menggunakan persamaan berikut:
(2.17) Dimana:
Cv = Koefisien konsolidasi arah vertical (cm²/s) Tv = Faktor waktu konsolidasi arah vertikal
t = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi U% (s) H = Panjang maksimum lintasan drainase (cm)
II.8.3. Koefisien Konsolidasi Arah Horizontal
Menurut Muller dan Larsson (2013) pada jurnal Aspects on the Modelling of Smearzones Around Vertical Drain untuk material tanah jenis lempung homogen maka nilai konsolidasi horizontal (Ch) ;
(2.18) II.8.4. Koefisien Konsolidasi Arah Vertikal Gabungan
Cv gabungan didapat dari nilai Cv dan tebal lapisan tanah setiap pengujian yang didapatkan dari borehole. Menurut CUR (Centre for Civil Engineering Research and Codes), rumus untuk mencari Cv gabungan adalah sebagai berikut:
II.8.5. Derajat Konsolidasi Arah Vertikal
Menentukan nilai derajat konsolidasi arah vertikal dapat dinyatakan dengan dua formula berikut:
Jika Uv < 60%, Maka Uv :
(2.20)
Uv > 60%, Maka Uv:
(2.21)
Dimana :
Uv = Derajat konsolidasi arah vertikal Tv = Faktor waktu konsolidasi arah vertikal m = Bilangan integer = 0
Exp = Bilangan eksponen = 2,7182818 II.8.6. Derajat Konsolidasi Arah Radial
Dengan menggunakan metode equal strain consolidation (Baron, 1948), maka untuk menentukan nilai derajat konsolidasi arah radial, Ur:
(2.22) Dimana :
Ur = Derajat konsolidasi arah radial Tr = Faktor waktu konslidasi arah radial
(2.23)
(2.24) (2.25) (2.26) de = Diameter ekivalen (cm)
dw = Diameter ekivalen PVD (cm) rs = Jari-jari smear zone (cm) rw = Jari-jari ekivalen PVD (cm)
ks = Koefisien permeabilitas tanah arah radial pada smear zone = (1 – 15) kr
kr = Koefisien permeabilitas tanah arah radial = (1 – 15) kv II.8.7. Derajat Konsolidasi Rata-Rata
Derajat konsolidasi tahah (U) adalah perbandingan penurunan tanah pada waktu tertentu dengan penurunan total. Persamaan derajat konsolidasi pada tanah yang distabilisasi dengan menggunakan sistem PVD menurut Carrillo (1942) adalah sebagai berikut:
U = 1 – (1 – Ur) (1 – Uv) (2.27)
Dimana:
U = Derajat konsolidasi rata-rata Ur = Derajat konsolidasi arah radial Uv = Derajat konsolidasi arah vertikal
Variasi derajat konsolidasi rata-rata terhadap faktor waktu yang tak berdimensi, diberikan dalam Tabel 2.2, yang berlaku untuk keadaan di mana Uo
adalah sama untuk seluruh kedalaman lapisan yang mengalami konsolidasi.
Tabel 2.2 Variasi faktor waktu terhadap derajat konsolidasi Uav % Tv
0 0
10 0.008
20 0.0314
30 0.0707
40 0.126
50 0.196
55 0.239
60 0.286
65 0.304
70 0.403
75 0.477
80 0.567
95 1.129
100 ∞
II.8.8. Waktu Konsolidasi
Besarnya waktu konsolidasi akibat pemakaian PVD dihitung menggunakan persamaan:
(2.28) Dimana:
t = Waktu yang diperlukan untuk mencapai Uh (detik) D = Diameter ekivalen lingkaran (cm)
= 1,13 S (untuk pola susunan bujursangkar) dan
= 1,05 S (untuk pola susunan segitiga)
Ch = Koefisien konsolidasi arah horizontal (cm2/s) F(n) = Faktor hambatan disebabkan karena jarak PVD Ur = Derajat konsolidasi arah radial
Perhitungan lamanya waktu konsolidasi di lapangan dapat mempergunakan rumus sebagai berikut:
(2.29) Dimana:
Tv = Faktor waktu konslidasi arah vertikal H = Panjang maksimum lintasan drainase (cm) Cv = Koefisien konsolidasi arah vertikal (cm2/s) t = Waktu konsolidasi (s)
II.8.9. Faktor Waktu Konsolidasi Arah Tadial Menentukan faktor waktu radial, Tr :
(2.30) Sumber : Braja M Das “Advanced Soil Mechanics”
Dimana :
Tr = Faktor waktu konsolidasi arah radial
Ch = Koefisien konsolidasi arah horizontal (cm2/s) t = Waktu konsolidasi (s)
de = Diameter ekivalen (cm)
II.8.10. Perhitungan Besarnya Penurunan Konsolidasi
Besarnya penurunan konsolidasi dapat dicari dengan mempergunakan persamaan sebagai berikut :
(2.31) Sedangkan besarnya penurunan pada kondisi tanah lempung yang terlalu terkonsolidasi adalah:
Apabila (Po + P) < Pc
(2.32) Apabila (Po + P) > Pc
(2.33) Dimana:
S = Penurunan akibat proses konsolidasi (m) Cc = Indeks kompresi tanah
Cs = Indeks pengembangan tanah Po = Tegangan overburden efektif (t/m2)
P = Penambahan tegangan (t/m2) e0 = Angka pori
H = Tebal lapisan tanah (m)
(Sumber: Braja M Das “Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis)” ).
Adapun cara untuk mendapatkan parameter-parameter konsolidasi di atas adalah sebagai berikut:
1. Tekanan Prakonsolidasi (Pc)
Menunjukkan besarnya tekanan vertikal maksimum yang pernah terjadi terhadap tanah tersebut.
2. Indeks Kompresi Tanah (Cc)
Didapat dari kurva hasil tes konsolidasi kompresi asli yang merupakan bagian kurva dengan tekanan melebihi tekanan prakonsolidasi, bentuk kurvanya mendekati linier. Dari bagian kurva ini dapat dihitung Indeks Kompresi (Compression Index) Cc, yang merupakan kemiringan dari bagian kurva ini.
Holtz dan Kovacs (1986), menentukan persamaan empiris untuk korelasi nilai Cc
sebagai berikut :
Untuk Tanah Undisturbed Clays of Low to Medium Sensitivity
Cc = 0,009 * (LL - 10) (2.34)
Untuk Tanah Remolded Clays
Cc= 0,007 * (LL - 7) (2.35)
3. Rekompresi dan Pengembangan (Recompression and Swell)
Bagian rekompresi dari kurva konsolidasi menunjukkan tingkah laku tanah jika mengalami tambahan beban kembali setelah sebelumnya mengalami penurunan tegangan, sedangkan jika tanah mengalami penurunan tegangan,
tidak seluruhnya volume tanah kembali, dari bagian kurva ini dapat dihitung Indeks Pengembangan (Swelling Index), Cs, dan Index Rekompresi (Recompression Index).
4. Koefisien Konsolidasi (Cv)
Koefisien konsolidasi menunjukkan kecepatan pengaliran air pori selama konsolidasi, secara empiris dapat ditentukan dengan 2 cara, yaitu metoda logaritma waktu (Casagrande) dan metoda akar waktu (Taylor).
II.8.11. Tegangan Air Pori Akibat Beban Tak Terdrainase
Jika suatu lapisan lempung dengan tebal 2Hdr yang terletak antara dua lapisan pasir yang sangat tembus air (highly permeable) diberi penambahan tekanan sebesar ΔP, maka tekanan air pori pada suatu titik di dalam lapisan tanah lempung tersebut akan mengalir ke luar dalam arah vertikal, yaitu ke arah lapisan pasir.
Perubahan angka air pori terjadi karena penambahan tegangan efektif (yaitu : pengurangan tekanan air pori yang terjadi). Dengan anggapan bahwa penambahan tegangan efektif sebanding dengan pengurangan tekanan air pori.
Kecepatan air yang mengalir ke luar dan kecepatan air yang mengalir masuk sama dengan kecepatan perubahan volume. Persamaan umum perubahan tegangan air pori pada uji triaksial undrained pada sampel tanah bebentuk silinder adalah:
(2.36) Dimana :
= Kenaikan tegangan air pori akibat beban tak terdrainase
= Perubahan tegangan aksial (tegangan deviator) A dan B = Parameter Skempton
Tabel 2.3. Besar Af untuk berbagai kondisi tanah
Type of Clay Af
Highly Sensitive Clays +0,75 sampai dengan +1,5 Normally Consolidated Clays +0,5 sampai dengan +1
Compacted Sandy Clays +0,25 sampai dengan +0,75 Lightly Overconsolidated Clays 0 sampai dengan +0,5
Compacted Clay-Gravels -0,5 sampai dengan +0,75 Heavily Overconsolidated Clays -0,5 sampai dengan 0
(Sumber: An Introduction to Geotechnical Engineering) II.8.12. Tegangan Total dan Tegangan Efektif
Pendekatan analisis tegangan total disebut juga pendekatan pada kondisi undrained, dimana excess pore water pressure belum sepenuhnya terdisipasi, sehingga parameter undrained yang dipakai.
Pada program FEM analis tegangan total (kondisi undrained) dimungkinkan dilakukan dengan memakai parameter efektif, tak terkecuali pada