PENELITIAN GRANT
PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) TERHADAP LUKA BAKAR
PADA MENCIT PUTIH (Mus musculus)
TIM PENGUSUL
APT. M. EKO PRANOTO, M. FARM NIDN. 0720119401
PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS IBRAHIMY SITUBONDO
TAHUN 2021
PENELITIAN GRANT
PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) TERHADAP LUKA BAKAR
PADA MENCIT PUTIH (Mus musculus)
TIM PENGUSUL
APT. M. EKO PRANOTO, M. FARM NIDN. 0720119401
PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS IBRAHIMY SITUBONDO
TAHUN 2021
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luka bakar merupakan salah satu cidera yang dapat mengenai siapa saja. Diperkirakan satu dari sekitar 3,5 juta orang akan mengalami luka bakar (Sheridan, 2012). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa terdapat 265.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia akibat luka bakar (WHO, 2014). Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah sebesar 0.7% dan telah mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008 (2.2%). Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Papua (2.0%) dan Bangka Belitung (1.4%), sedangkan prevalensi di Jawa Timur sebesar 0.7% (Depkes, 2013).
Luka tidak dirawat dapat menyebabkan komplikasi penyembuhan luka yaitu dapat tejadi infeksi dan perdarahan. Tujuan merawat luka yaitu untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit (Syamsuhidayat & Jong, 1997). Percepatan kesembuhan luka yang saat ini banyak dilakukan yaitu dengan cara mempertemukan kedua sisi luka, pemberian obat-obatan seperti salep antibiotik, dibalut dengan teknik tertentu seperti menggunakan hidrogel.
Cara penyembuhan itu masih dinilai kurang sederhana oleh sebagian masyarakat sehingga diperlukan alternatif lain untuk menyembuhkan luka selain menggunakan obat khusus maupun antiseptik. Salah satu alternatif lain yang bisa dimanfaatkan yaitu dengan manggunakan daun jambu biji
. Daun jambu biji menurut resep obat-obatan tradisional dapat dimanfaatkan sebagai antiinflamasi, hemostatik dan astringensia. Buahnya dapat digunakan sebagai obat disentri dan kencing manis. Jambu biji atau jambu klutuk mengandung pektin tinggi sehingga dapat menurunkan kolesterol serta mengandung tanin yang berfungsi untuk memperlancar system pencernaan. Senyawa kimia yang terkandung didalam buah jambu salah satunya adalah Quersetin. Quersetin merupakan senyawa golongan
flavonoid jenis flavonol dan flavon, yang berkhasiat diantaranya untuk mengobati kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia (Park et al., 2010)
Salah satu senyawa aktif yang terkandung pada jambu biji adalah tanin. Senyawa tanin mempercepat penyembuhan luka dengan beberapa mekanisme seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif, meningkatkan penyambungan luka serta meningkatkan pembentukan pembuluh darah kapiler juga fibroblas. Hasil penelitian Oktiarni et al.
(2012), menunjukkan penggunaan ekstrak etanol daun jambu biji dengan variasi konsentrasi 10%, 15%, dan 20% sebagai obat penyembuh luka bakar. Hasil menunjukkan, bahwa pada konsentrasi 1% memberikan efek penyembuhan sangat nyata (bermakna) pada luka bakar.
Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu biji mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi sediaan farmasi sebagai obat herbal penyembuh luka bakar. Pada penelitian ini akan dibuat sediaan farmasi salep dari ekstrak etanol daun jambu biji untuk memudahkan penggunaannya. Salep digunakan untuk pengobatan lokal pada kulit, melindungi kulit pada luka agar tidak terinfeksi serta dapat melembabkan kulit, maka akan dibuat sediaan salep ekstrak etanol daun jambu biji dengan basis Vaselin dan Adeps Lanae karena mampu memperpanjang kontak obat dengan kulit, mudah dioleskan, dan memiliki stabilitas baik.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun jambu biji (psidium guajava linn.) terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini apakah pengaruh pemberian uji aktivitas salep ekstrak etanol daun jambu biji (psidium guajava linn.) dapat terhadap luka bakar pada tikus jantan putih?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian ekstrak daun jambu biji (psidium guajava linn.) terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit putih?
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat memberikan dasar teori lebih lanjut untuk pengembangan penelitian pengaruh pemberian salep ekstrak daun jambu biji (psidium guajava linn.) terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit putih
1.4.2 Manfaat Praktis
Salep ekstrak daun jambu biji (psidium guajava linn.) dapat digunakan untuk meningkatkan kepadatan kolagen pada mencit putih
1.5. Target Luaran
Target luaran dalam penelitian ini yaitu diharapkan satu naskah hasil penelitian dapat dipublikasikan di jurnal Nasional terakreditasi. Sasaran publikasi hasil penelitian ini yaitu dipublikasi dalam jurnal nasional tidak terakreditasi yaitu Jurnal Oksitosin (http://ejournal.akbidibrahimy.ac.id) dengan status published. Rencana target capaian tahunan penelitian ini sebagaimana Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Rencana Target Capaian Tahunan
No. Jenis Luaran Indikator
Capaian
Kategori Sub Kategori
1. Artikel ilmiah dimuat di jurnal Nasional tidak terakreditasi
Published
2. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) Skala 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Gambar 1.Tanaman Jambu Biji
2.1.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Jambu Biji
Sistematika dan klasifikasi tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava L.
2.2.2 Morfologi dan Karakteristik Jambu Biji
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup banyak.
Tanaman jambu biji (P. Guajava L.) ditemukan pada ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga sepanjang tahun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan.
Jambu biji (P. Guajava L.) tersebar meluas sampai ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Sri Lanka. Jumlah dan jenis tanaman ini cukup banyak, diperkirakan kini ada sekitar 150 spesies di dunia.
Tanaman ini (P. Guajava L.) mudah dijumpai di seluruh daerah tropis dan subtropis. Seringkali ditanam di pekarangan rumah. Tanaman ini sangat adaptif
dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Di Jawa sering ditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup alamiah di tepi hutan dan padang (Cahyono, 2010).
2.2.3 Morfologi Daun Jambu Biji
Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari tangkai (Petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Dilihat dari letak bagian terlebarnya pada daunnya bagian terlebar daun jambu biji (P.
Guajava L.) berada ditengah-tengah dan memiliki bagian jorong karena perbandingan panjang : lebarnya adalah 1,5 - 2 : 1 (13 - 15 : 5,6 - 6 Cm). Daun jambu biji (P. Guajava L.) memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun ini memiliki 1 ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke samping,keluar tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita pada susunan sirip ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul, pada umumnya warna daun bagian atas tampak lebih hijau jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya (Cahyono, 2010)
2.2.4. Kandungan Kimia Daun Jambu Biji
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi, terutama quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai antibakteri, kandungan pada daun Jambu biji lainnya seperti saponin, minyak atsiri, tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan alkaloid. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis flavonoid yang ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, daun dan biji- bijian. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bahan dalam suplemen, minuman atau makanan.
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman dan digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi,
Tanin juga sebagai sumber asam pada buah. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat didunia tumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan (Aziz
& Djamil, 2013). 2.2 Mencit
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang termasuk dalam famili Murideae (Anonim, 2005). Mus musculus liar atau Mus musculus rumah adalah hewan satu spesies dengan Mus musculus laboratorium. Semua galur Mus musculus laboratorium sekarang ini merupakan keturunan dari Mus musculus liar sesudah melalui peternakan selektif (Smith & Mangkoewidjojo, 1988)
Mencit adalah salah satu hewan model yang sangat penting digunakan di Laboratorium sebagai obyek penelitian di bidang biologi dan kedokteran, karena memiliki keunggulan antara lain siklus hidup pendek, mudah dalam penanganan, pengadaan hewan tidak sulit dan dapat dipelihara dalam kandang yang terbuat dari bahan relatif lebih murah. Pertumbuhan yang lebih cepat pada waktu mencit masih muda, sejak terjadinya pembuahan sampai lahir dan mendekati dewasa.
Jenis kelamin jantan memiliki tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan betina, karena konsumsi ransum mencit betina lebih banyak digunakan untuk mempersiapkan dewasa kelamin. Pertumbuhan merupakan proses yang kompleks tidak dapat didefinisikan secara sederhana, karena tidak hanya meliputi peningkatan ukuran tubuh saja tetapi juga peningkatan berat badan, komposisi tubuh termasuk komponen tubuhperubahan komponen seperti otot, tulang, dan organ (Moriwaki, 1994)
2.3 Kulit
Struktur kulit Kulit melapisi seluruh permukaan eksternal kulit pada tubuh manusia dan merupakan situs pertama dari interaksi dengan dunia luar. Kulit bekerja sebagai pelindung yang mencegah jaringan internal dari paparan trauma, radiasi ultra violet, suhu, racun, dan bakteri. Fungsi penting lain dari kulit meliputi persepsi sensori, pengawasan immunologi, termoregulasi, dan pengaturan kehilangan cairan (Amirlak, 2015)
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit bervariasi dalam hal lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003)
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit bervariasi dalam hal lembut, tipis dan tebalnya. Kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003).
2.4 Luka Bakar
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat.
Sekitar 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya dari kelompok ini 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit, sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar 0,7%. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1-4 tahun.
Penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan luka. Penyembuhan luka melewati tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Faktor yang bisa mengganggu dan menghambat proses penyembuhan ini adalah infeksi. Berdasarkan kedalaman, luka bakar dibagi menjadi 4 jenis: superfisial (derajat 1), ketebalan parsial dalam (derajat 2), ketebalan penuh (derajat 3), dan derajat 4 (Giretzlehner et al, 2013). Luka bakar biasanya dapat dicegah, dan perawatan yang berbeda diterapkan berdasarkan tingkat keparahan luka bakar.
2.5 Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar derajat Pertama Epidermis utuh, ada eritema, misalnya disebabkan oleh terbakar sinar matahari. Luka bakar derajat kedua integritas epidermal rusak. Jika cedera terbatas pada lapisan atas dermis, digolongkan pada luka bakar superfisial tingkat kedua. Namun, keterlibatan lapisan yang lebih dalam (reticular) menyebabkan luka bakar derajat kedua yang dalam. Luka bakar superfisial biasanya jauh lebih menyakitkan, dibandingkan luka bakar tingkat dalam yaitu dengan sedikit rasa sakit dan perasaan tumpul dalam luka bakar.
Tingkat ketiga semua lapisan dermis terlibat. Kulit keras, gelap, kering, tidak nyeri, trombosis di dalam pembuluh, dan ada eschar bakar yang khas. Derajat Keempat semua lapisan kulit, jaringan lemak subkutan dan jaringan yang lebih dalam (otot, tendon) terlibat, dan terdapat karbonisasi (Yasti, 2015).
2.6 Penyembuhan Luka
Setiap terjadi luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional yang sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolic (Rahma, 2014).
2.7 Gangguan Penyembuhan Luka
Faktor yang menyebabkan gangguan penyembuhan luka yaitu faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik yang dapat berpengaruh terhadap penyembuhan luka adalah status nutrisi, status penyakit, hormon, imun dan usia, sedangkan faktor lokal yang dapat mempengaruhi gangguan penyembuhan luka adalah hidrasi luka, infeksi luka, benda asing, stress, tekanan, dan oksigenasi (Indraswary, 2013).
2.8 Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Salep adalah bentuk sediaan lunak tidak bergerak dan masuk semi padat biasanya mengandung bahan obat untuk pemakaian pada kulit atau pada membrane mukosa (Anief, 2002). Sediaan salep memiliki beberapa kelebihan diantaralain sebagai pelindung untuk mencegah kontak permukaan kulit
dengan rangsang kulit, stabil dalam penyimpanan dan penggunaan, sebagai antiinflamasi dalam inflamasi akut yang dapat menyejukkan dan sebgai efek proteksi terhadap iritasi mekanik, panas dan kimia (Isrofah, dkk., 2015).
2.9 Evaluasi Sediaan Salep
2.9.1 Pengamatan organoleptis. Dilakukan pengamatan warna, bau dan konsistensi sediaan salep.
2.9.2 Uji homogenitas. Sejumlah salep dioleskan pada plat kaca lalu diamati homogenitasnya. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang seragam
2.9.3 Uji pH. 1 gram salep dan diencerkan dengan 10 mL aquades, kemudian diukur pHnya menggunakan pH meter.
2.9.4 Daya sebar. Sebanyak 0,5 g salep diletakkan diantara dua lempeng objek transparan yang diberi beban 100 g. Pengukuran diameter daya sebar dilakukan setelah salep tidak menyebar kembali atau lebih kurang 1 menit setelah pemberian beban
2.9.5 Viskositas. Viskositas diukur sebelum dan sesudah penyimpanan dipercepat dengan menggunakan viskometer Brookfield dengan spindel 7 pada 50 putaran per menit (rpm).
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian true-experiment post-test dengan kelompok eksperimen dan kontrol. Pengukuran hanya dilakukan setelah pemberian perlakuan selesai. Rancangan ini terdapat 5 kelompok eksperimen.
Kelompok eksperimen diberi perlakuan yaitu dengan terapi ekstrak daun jambu biji 10 %, 15 %, dan 20 %. Kelompok kontrol negatif adalah kelompok yang diberikan normal salin (NaCl) 0,9 %, kelompok kontrol positif diberikan salep Burnazin.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Farmasetika, dan Laboratoriu Universitas Ibrahmy Situbondo Kab. Situbondo
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dengan pengusulan judul sampai penyusunan laporan akhir yang dimulai bulan April 2021 s/d bulan Juli 2021.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jambu biji di daerah kabupaten Situbondo Jawa Timur.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah representasi populasi yang dijadikan sumber informasi bagi semua data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun jambu biji.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Identifikasi Variabel Utama
Variabel utama pertama adalah ekstrak daun jambu biji yang diekstraksi dengan etanol 70% secara maserasi.
Variabel utama kedua adalah konsentrasi ekstrak sediaan salep yang akan dibuat dari sediaan uji.
Variabel utama ketiga adalah stabilitas sediaan salep ekstrak daun jambu biji yang akan dibuat dari sediaan uji.
Variabel utama keempat adalah sifat fisik selep yang meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, uji viskositas, uji daya sebar, dan uji pH.
Variabel utama kelima adalah efektivitas sediaan ekstrak daun jambu biji terhadap luka bakar pada mencit.
3.5 Bahan dan Alat 3.5.1 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) yang diperoleh dari perkebunan di Kabupaten Situbondo. Salep Bioplasenton®, adeps lanae, vaselin album, Dinatrium EDTA, Metil Paraben, Propil Paraben, aquadest, alkohol 70%, Pereaksi Mayer (1,36 gram HgCl2,5 gram KI, dan Air sampai 100 ml), Pereaksi Wagner (2,5 gram iodin, 2 gram kalium iodida dan Air sampai 200 ml) , Pereaksi Dragendorff (8 gram Bi(NO3)3.H2O, 30% b/v HNO3, 27,2 gram KI, Air sampai 100 ml), Pereaksi Buchar (1 ml asam asetat anhidrat, 1 ml kloroform, 1 tetes asam sulfat pekat), besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, NH3, CHCl3, HCl pekat serbuk magnesium (Mg), FeCl3, dan Eter.
3.5.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, batang pengaduk, blender, plat tetes, waterbath, cawan porselen, kassa steril, mortir dan stemper, sudip, kertas saring,timbangan analitik, pencukur bulu, kandang, jangka sorong/penggaris, ayakan mess no.65, rotary evaporator, kapas, thermometer, alat penginduksi panas, dan wadah salep, pH meter.
3.5.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih dewasa dengan usia 3-4 bulan yang memiliki berat 200 – 400 gram. Diadaptasikan selama 7 hari sebelum perlakuan serta diberi pakan berjenis pur 512.
3.6 Jalannya Penelitian 3.6.1 Pengeringan simplisia
Daun jambu biji yang diperoleh disortasi basah kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir. Daun jambu biji yang telah dibersihkan dilakukan pengeringan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan oleh jamur dan bakteri.
3.6.2 Pembuatan serbuk simplisia
Daun jambu biji yang telah disortasi, selanjutnya dicuci, dirajang, dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C dan diserbuk dengan menggunakan ayakan no 40, sehingga didapatkan serbuk. Serbuk yang diperoleh ditimbang sebanyak 500 g.
3.6.3 Pembuatan ekstrak Daun Jambu biji
Daun jambu biji dibuat dengan cara maserasi. Masing-masing simplisia ditimbang 500 gram, kemudian masing-masing ditempatkan pada botol kaca yang berwarna gelap (coklat) dimaksudkan agar terlindung dari cahaya matahari. Botol yang terisi serbuk, diisi dengan pelarut etanol 70% kemudian didiamkan selama 3 x 24 jam pada ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung dan dikocok beberapa kali. Hasil maserasi disaring dengan corong Buchner dan kain flannel untuk memisahkan filtrat dari ampas. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator.
3.6.4 Susut pengeringan
Ekstrak kering ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram dan dimasukkan kebotol timbang yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°
C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga terdapat lapisan setebal ± 5 mm sampai 10 mm. Kemudian dimasukkan kedalam ruang pengeringan, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Sebelum pengeringan botol dibiarkan dalam desikator hingga suhu kamar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).
3.7 Identifikasi Senyawa
3.7.1 Flavonoid. Ekstrak kental 0,1 g dilarutkan dalam 10 mL etanol kemudian dibagi kedalam empat tabung reaksi. Tabung pertama digunakan sebagai tabung kontrol, tabung kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut ditambahkan NaOH, H2SO4 pekat, dan serbuk Mg-HCl pekat. Warna pada masing-masing tabung dibandingkan dengan tabung kontrol, jika terjadi perubahan warna maka positif mengandung flavonoid (Gafur et al.,2013).
3.7.2 Alkaloid. Sebanyak 0,1 g ekstrak dilarutkan dengan 10 mL kloroform amonia dan hasilnya dibagi dalam dua tabung. Tabung pertama ditambahkan dengan H2SO4 2N. Lapisan asam dipisahkan, dibagi dalam 2 tabung reaksi dan masing-masing tabung dilakukan pengujian dengan menggunakan pereaksi Mayer dan Wagner. Tabung kedua dilakukan pengujian dengan menggunakan pereaksi Hager. Jika terbentuk endapan maka sampel tersebut positif mengandung alkaloid (Gafur et al., 2013).
3.7.3 Saponin. Ekstrak ditimbang sebanyak 0,1 g dilarutkan dengan air panas sebanyak 15 mL kemudian dipanaskan selama 5 menit. Selanjutnya disaring dan filtratnya diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, larutan kemudian dikocok-kocok.Uji positif adanya saponin pada larutan ditandai dengan terbentuknya busa atau buih (Gafur et al., 2013).
3.7.4 Tanin. Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring. Filtrat diencerkan dengan air sampai tidak berwarna.
Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan dengan 1 – 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Gafur et al., 2013).
3.7.5 Terpenoid. Ekstrak kental ditimbang sebanyak 1 g kemudian ditambahkan 20 mL etanol, 2 mL kloroform, dan 3 mL H2SO4 pekat. Uji positif adanya terpenoid ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah (Gafur et al., 2013).
3.8 Pembuatan Sediaan Salep
Sediaan salep yang akan dibuat dalam penelitian ini memiliki konsentrasi ekstrak daun jambu biji yaitu 1%, 3%, dan 5%, kontrol negatif Nacl 0,9%, kontrol positif. Dibuat sebanyak 20 gram dari masing-masing konsentrasi.
Proses pembuatan salep diawali dengan memasukan Adeps lanae dan Vaselin album kedalam lumpang kemudian diaduk hingga homogen. Setelah basis salep tersebut homogen, ditambahkan Dinatrium EDTA, metil paraben dan propil paraben kedalam lumpang yang berisi basis salep sambil diaduk hingga homogen. Selanjutnya ditambahkam ekstrak daun jambu biji sedikit demi sedikit dan terus diaduk hingga homogen dan membentuk salep.
Tabel 2. Rancangan Formula ekstrak etanol daun jambu biji
Bahan Kosentrasi
A B C K- K+
Ekstrak Daun Jambu Biji 10 (%) 15 (%) 20 (%) Nacl 0,9% Burnazin
Dinatrium EDTA 0,1 0,1 0,1
Metil Paraben 0,1 0,1 0,1
Propil Paraben 0,05 0,05 0,05
Adep Lanae 10 10 10
Vaselin 79,75 74,75 69,75
Total 100 100 100
3.9 Pembuatan Luka Bakar
Sehari sebelum pengujian, seluruh kelompok tikus putih ditimbang bobotnya.
Kemudian tikus putih dicukur bulu di daerah tubuh yang akan dibuat luka bakar pada bagian punggung kanan. Sebelum dibuat luka, tikus dianastesi dengan menggunakan eter sebanyak 5-8 ml. Panaskan solder listrik. (electro cauter) yang ujungnya dimodifikasi dengan logam aluminium berdiameter 2,5 cm. Kemudian dibuat luka bakar dengan solder listrik (electro cauter) pada kulit tikus yang sudah disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70% selama 2 detik tanpa menggunakan tekanan sehingga hanya bagian kulit epidermis yang terluka.
3.10 Uji Aktivitas Sediaan Salep Daun Jambu Biji
Pengujian aktivitas sediaan salep ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) dilakukan pada seluruh kelompok tikus yang sudah dilukai dengan diameter 2,5 cm. Kemudian luka bakar diolesi salep Burnazin® (kontrol positif), basis salep (kontrol negatif), dan salep ekstrak daun jambu biji 10%, 15%, dan 20%. Masing-masing diolesi secukupnya pada luka bakar.
Perlakuan dilakukan sehari sebanyak 2 kali. Kulit punggung tikus diamati selama 21 hari.
3.11 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Mencit putih sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok.
Kelompok Formula
A Mencit putih dengan luka bakar pengobatan SEDJB B Mencit putih dengan luka bakar pengobatan SEDJB C Mencit putih dengan luka bakar pengobatan SEDJB K (-) Mencit putih dengan luka bakar tanpa pengobatan K (+) Mencit putih dengan luka bakar pengobatan Burnazin Keterangan : SEDJB = Salep ekstrak daun jambu biji
3.12 Analisis Data
Hasil penelitian dianalisis dengan program IBM® SPSS® Statistics 20 dengan uji normalitas data menggunakan uji Kolomogorov-Smirnov, uji homogenitas menggunakan test of homogenity of variance, one-way ANOVA, dan uji post hoc Tukey HSD.
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1 Anggaran Biaya
Ringkasan anggaran biaya pada penelitian ini sebagaimana pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian
No.
Jenis Pengeluaran Biaya yang Diusulkan (Rp)
1
Honorarium untuk pelaksana, petugas
laboratorium, pengumpul data,pengolah data, penganalisis data, honor operator, dan honor pembuatan sistem (maksimum 30% dan
dibayarkan sesuai ketentuan) 1,500,000
2
Pembelian bahan habis pakai untuk ATK, foto copy, surat menyurat, penyusunan laporan, cetak, penjilidan laporan, publikasi, pulsa, internet, bahan laboratorium, langganan jurnal
(maksimum 60%) 2,600,000
3
Perjalanan untuk biaya survey/ sampling data, seminar/ workshop DN/LN, biaya akomodasi konsumsi, perdiem/lumpsum, transport (maksimum 40%)
400,000
4
Sewa untuk peralatan/ mesin/ ruang
laboratorium, kendaraan, kebun percobaan, peralatan penunjang penelitian lainnya
(maksimum 40%) 500,000
JUMLAH 5,000,000
DAFTAR PUSTAKA
Amirlak, B. (2015, July 18). Skin Anatomy: Overview, Epidermis, Dermis.
Diambil kembali dari Medscape :http://emedicine medscape.com/
article/1294744- overview
Aziz, Z. and Djamil, R., 2013, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Fraksi n-butanol dari Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.), Prosiding Seminar Nasional LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
Cahyono B. 2010. Sukses Budidaya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan.
Yogyakarta (ID): Lily Publisher.
Depkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Giretzlehner M, Dirnberger J, Owen R, Haller HL, Lumenta DB, and Kamolz LP, 2013. The Determination of Total Burn Surface Area: How Much Difference? Burns. 39(6): 1107-1113.
Isrofah, Sagiran, afandi, M. 2015. Efektivitas Salep Ekstrak Daun Binahong (Andredera Cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat 2 Termal Pada Tikus Putih (Rattus Novergicus).
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Indraswary, R. 2014. Efek Kosentrasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill). Topikal Pada Epitelisasi Penyembuhan Luka Gingiva Labial Tikus Sprague Dawsley In Vivo. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Park et al. Protection of Burn-Induced Skin Injuries by the Flavonoid Kaempferol.
BMB Reports. 2010; 43(1): 46-51.
Sheridan, R.L., 2012. Burns: A Practical Approach To Immediate Treatment and Long Term Care. London: Manson Publishing.
Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. University Press, Jakarta
Syamsuhidayat, dan Jong, W., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.
Yasti AC, Senel E, Saydam M, Ozok G, Coruh A et al, 2015. Guideline and Treatment Algorithm for Burn Injuries. Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery. 21(2): 79-89.