BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Yulius (2008) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Diklat, Kemampuan, Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Aparatur Industri di Daerah Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabel dominan yang mempengaruhi kinerja pegawai. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, daftar pertanyaan, dan studi dukumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel Diklat, Kemampuan, Motivasi kerja dan Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai dan yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawai adalah motivasi.
Simanungkalit (2009) melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Teknis Serta Motivasi Terhadap Kinerja Alumni Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Regional I di Medan”. Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat variabel yang dominan yang mempengaruhi kinerja pegawai Alumni Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Regional I di Medan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, kuesioner, dan studi dokumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier.
Ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel Pelatihan dan Motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja pegawai.
Gunawan (2008) meneliti dengan judul “ Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada PT. Bank Agroniaga Tbk Cabang Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi kerja, serta budaya organisasi terhadap kinerja pegawai dan mengetahui dan menganalisis pengaruh penghargaan, serta pendidikan dan pelatihan kerja terhadap motivasi kerja pegawai pada PT. Bank Agroniaga Tbk Cabang Bandung. Metode analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif dan pengujian hipotesis dengan regresi linear berganda. Hasil penelitian uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa motivasi kerja dan budaya organisasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada PT. Bank Agroniaga Tbk Cabang Bandung. Secara parsial budaya organisasi berpengaruh lebih dominan daripada motivasi kerja. Terhadap kinerja pegawai.
Selanjutnya pengujian hipotesis kedua menunjukan bahwa, penghargaan serta pendidikan dan pelatihan kerja secara serempak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai pada PT. Bank Agroniaga Tbk Cabang Bandung, dan secara parsial penghargaan berpengaruh lebih dominan daripada pendidikan dan pelatihan kerja terhadap motivasi kerja pegawai.
2.2. Teori Motivasi
2.2.1. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang datang dari dalam diri pegawai yang mengaktifkan, menggerakkan serta mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan karena itu kunci untuk mengerti motivasi adalah memahami hubungan kebutuhan, dorongan dan tujuan (Rivai 2006:148), dorongan adalah motif dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berprilaku, menggerakkan adalah menempatkan
diri pada kelompok agar berkerja secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan perancanaan dan pola organisasi. Mengarahkan perilaku adalah suatu konstruksi yang mengaktifkan dan cara memberi dorongan atau daya pada organisasi untuk melakukan aktivitas.
Menurut Robin (2003:133) Pengertian motivasi adalah kemauan untuk berusaha ketingkat yang lebih tinggi menuju tercapainya tujuan organisasi tanpa mengabaikan kemauan untuk memperoleh kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Sementara Gibson (2000:138) mendefinisikan motivasi adalah kekuatan yang mendorong seorang pegawai yang dapat menimbulkan dan mengarahkan perilaku.
Motivasi kerja diartikan sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja, atau dengan kata lain pendorong semangat kerja. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja menurut Mathis (2001:276) adalah atasan, rekan kerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan.
Menurut Buchari (2000:79) motivasi merupakan salah satu unsur pokok dalam perilaku seseorang, motivasi adalah suatu proses psikologi, kadang-kadang istilah ini dipakai silih berganti dengan istilah-istilah lainnya, seperti kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive). Sementara Gibson (2000:127) mendefinisikan motivasi adalah kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri pegawai yang memulai dan mengarahkan perilaku.
Buhler, (2004:191) memberikan pendapat tentang pentingnya motivasi sebagai berikut: “Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”.
Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan, maka manusia harus dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi- tingginya bagi para karyawan dalam perusahaan”. Pengertian motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan, karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan karenanya perbuatan tesebut terarah pencapaian tujuan tertentu. Apabila tujuan telah tercapai maka akan tercapai kepuasan dan cenderung untuk diulang kembali, sehingga lebih kuat dan mantap.
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai motivasi sebagaimana telah diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian
kebutuhan, memberi kepuasan maupun mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi itu tidak akan ada jika tidak dirasakan rangsangan, hal semacam di atas yang akan menumbuhkan motivasi dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan.
Mc Gregor dalam Rivai (2006:142) mengemukakan dua pandangan yang saling bertentangan tentang kodrat manusia, yang dia sebutkan sebagai teori X dan teori Y. Dalam teori X, Mc Gregor berasumsi bahwa “manusia pada dasarnya tidak senang bekerja dan tidak bertanggung jawab dan harus dipaksa bekerja”.
Teori Y didasarkan kepada asumsi bahwa “manusia pada dasarnya suka bekerja sama, tekun bekerja dan bertanggung jawab”.
Teori X selanjutnya mengasumsikan adanya kesederhanaan di kalangan massa karena rata-rata manusia ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi yang relatif sedikit, menginginkan jaminan keselamatan dan lebih suka pengikut, sementara teori Y dimulai dengan asumsi bahwa manajemen bertanggung jawab atas pengorganisasian unsur-unsur produksi, yaitu uang, bahan-bahan, peralatan dan pegawai tapi kesamaan itu berakhir di sini.
Teori Y mengemukakan, motivasi, potensi untuk berkembang, kapasitas untuk memikul tanggung jawab dan kesediaan untuk mengarahkan perilaku ke arah perwujudan tujuan-tujuan organisasi. Kesemuanya terdapat dalam diri individu tetapi menjadi tanggung jawab manajemen di dalam pengembangannya.
Maslow, dalam Rivai (2006:176) telah mengembangkan sebuah teori motivasi, ia menyebutkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dimasukkan ke dalam 5 (lima) kategori yang disusun menurut prioritas, yaitu:
1. Kebutuhan yang bersifat psikologis.
2. Kebutuhan akan jaminan keamanan.
3. Kebutuhan sosial.
4. Kebutuhan yang bersifat pengakuan dan penghargaan.
5. Kebutuhan akan kesempatan mengembangkan diri.
Mathis (2003:256) menyatakan, bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi memiliki dorongan untuk berkembang dan tumbuh, serta ingin berhasil. Karakteristik pegawai yang berorientasi prestasi, pegawai bekerja keras apabila diperoleh kebanggaan pribadi atas upaya yang dilakukan, apabila hanya
terdapat sedikit resiko gagal, dan apabila mendapatkan balikan spesifik tentang prestasi di waktu lalu. Para manajer, cenderung mempercayai bawahannya sendiri, mau berbagi dan menerima gagasan secara terbuka, menetapkan tujuan tinggi, dan berharap bahwa pegawainya juga akan berorientasi prestasi. Individu yang tinggi motivasi berprestasi, akan menunjukkan keutamaan yang tinggi kepada situasi yang sederhana, yaitu kemungkinan derajat mencapai keberhasilan dan kegagalan adalah sama. Sebaliknya, orang-orang yang rendah motivasi kerjanya, suka kepada situasi yang sangat sukar atau sangat mudah mencapai keberhasilan. Ciri- ciri yang ada pada individu yang mempunyai motivasi kerja atau pencapaian yang tinggi:
1. Suka membuat kerja yang berkaitan dengan prestasi, 2. Suka mengambil risiko yang sederhana,
3. Lebih suka membuat kerja yang mana individu itu bertanggung jawab bagi keberhasilan kerja itu,
4. Suka mendapat kemudahan tentang kerja itu,
5. Lebih mementingkan masa depan daripada masa sekarang dan masa lalu, 6. Tabah apabila menemui kegagalan.
Sifat-sifat tersebut dikatakan sebagai puncak yang membedakan seseorang. Seseorang individu itu lebih berhasil daripada individu yang lain karena mereka mempunyai keinginan pencapaian yang lebih tinggi. Keinginan ini memberi mereka motivasi untuk bekerja dengan lebih tekun. Individu dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi, lebih menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan suatu resiko dengan derajat menengah.
Bila karakteristik-karakteristik ini berlaku, peraih prestasi tinggi akan termotivasi. Bukti dengan konsisten memperagakan, misalnya bahwa peraih prestasi tinggi, sukses dalam kegiatan wiraswasta, seperti menjalankan bisnis mereka sendiri dan mengelola unit mandiri di dalam sebuah organisasi yang besar.
Beberapa langkah untuk mengembangkan motivasi berprestasi, adalah sebagai berikut:
1. Tujuan-tujuan atau hasil-hasil akhir dari kegiatan, harus bersifat khusus dan ditentukan dengan tegas;
2. Tujuan-tujuan atau hasil-hasil yang diinginkan untuk dicapai, harus menunjukkan suatu tingkat resiko yang sedang untuk individu-individu yang terlibat. Ini berarti bahwa tujuan-tujuan harus mengandung resiko yang tinggi, sehingga akan mengejutkan atau menghalang-halangi individu yang terlibat;
3. Tujuan-tujuan harus mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga tujuan-tujuan tersebut sewaktu-waktu dapat disesuaikan sebagai jaminan situasi, terutama apabila tujuan-tujuan tersebut berbeda banyak;
4. Individu-individu harus diberi umpan balik yang seksama dan jujur mengenai prestasi mereka;
5. Individu-individu diberi tanggung jawab untuk suksesnya hasil dari kegiatan- kegiatan mereka. Tanggung jawab terhadap hasil-hasil ini, harus merupakan tanggung jawab yang sungguh-sungguh;
6. Penghargaan-penghargaan dan hukuman-hukuman dengan hasil kerja yang sukses atau yang gagal, harus dihubungkan dengan selayaknya dengan tujuan- tujuan hasil kerja.
Artinya, harus ada penghargaan yang besar untuk hasil kerja yang besar, dan sebaliknya, hanya ada hukuman-hukuman yang ringan bagi mereka yang kegagalannya sedikit.
Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi kerja pegawai dalam penelitian ini adalah persepsi peserta diklat terhadap suatu perangsang/dorongan keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seorang pegawai/peserta bersemangat dalam melaksanakan tugasnya, karena terpenuhi kebutuhannya.
2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Pandangan para ahli mengenai motivasi, menimbulkan pertanyaan bagaimanakah kiranya para pimpinan organisasi dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk memperbaiki pemahaman tentang perilaku individu dalam organisasi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja menurut Mathis (2003:224) adalah
1. Atasan 2. Rekan kerja, 3. Sarana fisik, 4. Kebijaksanaan 5. Peraturan
6. Imbalan jasa uang dan non uang, 7. Jenis pekerjaan dan tantangan.
2.2.3. Tujuan Pemberian Motivasi
Lindner (2000:187), mengemukakan bahwa: pemberian motivasi adalah sesuatu yang sangat penting yang dilakukan oleh para manajer untuk dapat bertahan. Pegawai yang termotivasi dibutuhkan untuk merubah lingkungan kerja secara cepat. Pegawai yang termotivasi membantu organisasi untuk bertahan.
Pegawai yang termotivasi akan lebih produktif, kreatif dan inisiatif. Untuk itu manajer perlu memahami apa yang memotivasi pegawai berkaitan dengan peran yang ditampilkan.
Pemberian motivasi pada dasarnya adalah memberi kepuasan kerja kepada pegawai dengan harapan pegawai akan bekerja dan mempunyai produktivitas yang lebih baik lagi di dalam bekerja yang pada akhirnya kinerja organisasi juga akan semakin baik.
2.2.4. Pengukuran Motivasi Kerja
Pengukuran motivasi kerja dapat diketahui dengan melakukan survei dalam mendiagnosis bidang masalah tertentu kepada pegawai, sebagai contoh, kuesioner diberikan guna mengumpulkan ide untuk memperbaiki sistem penghargaan kinerja atau untuk menentukan seberapa puas para pegawai dengan program tunjangan mereka. Mathis (2003:90), menyatakan bahwa: salah satu jenis survei yang sering dilakukan oleh banyak organisasi adalah survei sikap (attitude survey) yang berfokus pada perasaan dan keyakinan para pegawai tentang
pekerjaannya dan organisasi. Dengan berfungsi sebagai cara untuk mendapatkan data tentang cara para pegawai memandang pekerjaan, supervisor mereka, rekan kerja mereka, kebijakan dan praktik organisasional, pengembangan dan jaminan terhadap pegawai serta lingkungan pekerjaan mereka. Survei ini dapat menjadi
awal mula untuk meningkatkan motivasi kerja untuk periode waktu yang lebih lama.
Murray dalam Mangkunegara (2006:72), menyatakan bahwa: pengukuran motivasi dapat dilakukan dengan melihat karakter orang sebagai berikut:
1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
2. Kreatif dan inovatif.
3. Melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan.
4. Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan ketrampilan.
5. Selalu mencari sesuatu yang baru.
6. Berkeinginan menjadi orang terkenal atau menguasai bidang tertentu.
7. Melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan.
8. Inisiatif kerja tinggi.
9. Melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada orang lain.
Robbins dalam Sayuti (2006:75), menyebutkan bahwa pengukuran motivasi kerja dapat dilakukan dengan melihat pada beberapa aspek antara lain sebagai berikut:
1. Mempunyai sifat agresif.
2. Kreatif di dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Mutu pekerjaan meningkat dari hari ke hari.
4. Mematuhi jam kerja.
5. Tugas yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan kemampuan.
6. Inisiatif kerja yang tinggi dapat mendorong prestasi kerja.
7. Kesetiaan dan kejujuran.
8. Terjalin hubungan kerja antara pegawai dengan pimpinan.
9. Tercapai tujuan perorangan dan tujuan organisasi.
10. Menghasilkan informasi yang akurat dan tepat.
2.3. Teori Pelatihan
2.3.1. Pengertian Pelatihan
Menurut Mangkuprawira (2004:96), Pelatihan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standart. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Menurut Gomes (2000:154), Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.
Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tetertentu, sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Menurut Nasution (2000:47), Pelatihan adalah suatu proses, teknis dan metode belajar mengajar dengan maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standard yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelatihan adalah suatu proses yang sistematik untuk pengembangan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan memperbaiki perilaku yang berguna untuk mencari kecocokan antara kemampuan dan permintaan kebutuhan organisasi dalam upaya mencapai tujuan. Menurut Rivai (2005:132) Pelatihan sebagai bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan
ketrampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktek daripada teori, sementara ketrampilan adalah meliputi pengertian physical skill, social skill, managerial skill dan lain-lain. Lebih lanjut disebutkan bahwa pengertian
pelatihan adalah proses secara sistimatis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi, pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar lebih berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pengertian pelatihan adalah juga proses belajar mengajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu. Secara konsepsional dapat dikatakan bahwa latihan dimaksudkan untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang. Biasanya sasaranya adalah seseorang atau sekelompok orang yang sudah bekerja pada suatu organisasi yang efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya dirasakan perlu dan dapat ditingkatkan secara terarah dan progmatik.
Berdasarkan uraian sebelumnya secara ringkas dapat dikemukakan bahwa dalam pengembangan pegawai istilah-istilah yang sering dipakai, baik dalam buku maupun praktek, adalah: “pendidikan”, “pengembangan” dan “latihan”.
Pendidikan ialah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan untuk mencapai tujuan.
Pengembangan pegawai dapat diartikan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan ketrampilan maupun pengetahuan umum bagi pegawai agar pelaksanaan pencapaian tujuan lebih efisien. Dalam pengertian ini, maka istilah pengembangan akan mencakup pengertian latihan dan pendidikan yaitu sarana peningkatan ketrampilan dan pengetahuan umum bagi pegawai.
Pengertian latihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Latihan membantu pegawai dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan ketrampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. Pendidikan dan latihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku. Secara konkrit penataran perilaku berbentuk meningkatkan kemauan dan kemampuan itu mencakup kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Pada garis besarnya dibedakan adanya dua macam metode atau pendekatan yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan pegawai yakni : 1. Metode di luar pekerjaan (Off the Job Site)
Pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti pegawai sebagai peserta pelatihan ke luar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya.
Kemudian mengikuti pendidikan atau pelatihan, dengan menggunakan teknik- teknik belajar mengajar seperti lazimnya. Pada umumnya metode ini mempunyai dua macam teknik, yaitu :
a. Teknik presentasi informasi, dengan menyajikan informasi, yang tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para
peserta yang nantinya akan diadopsi oleh peserta pelatihan di dalam pekerjaannya nanti.
b. Metode-metode simulasi, merupakan suatu peniruan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga peserta pelatihan dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya di tempat kerja. Metode- metode simulasi ini mencakup simulator alat-alat, studi kasus, permainan peranan, teknik penyelesaian berbagai macam masalah.
2. Metode di dalam pekerjaan (On the Job Site)
Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru kepada pegawai yang sudah berpengalaman untuk membimbing atau mengajarkan kepada para pegawai baru. Para pegawai baru ini diharapkan dapat memberikan suatu contoh- contoh pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret, yang akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut segera setelah pelatihan berakhir. Cara ini biasa disebut sebagai mentoring. Cara ini dianggap sangat ekonomis dan efisien karena karena tidak perlu membiayai para trainers dan trainee.
Setelah berakhirnya pendidikan dan pelatihan, seyogianya dilakukan evaluasi terhadap proses dan hasilnya. Evaluasi terhadap proses mencakup organisasi penyelenggaraan pelatihan dan penyampaian materi pelatihan.
Sedangkan evaluasi terhadap hasil mencakup evaluasi sejauh mana materi yang diberikan itu dapat dikuasai atau diserap oleh peserta pelatihan. Cara melakukan evaluasi ini dapat secara formal dalam arti dengan mengedarkan kuisioner yang harus diisi oleh para peserta pelatihan. Tetapi juga dapat dilakukan secara informal, yakni melakukan diskusi antara peserta dengan panitia.
2.3.2. Faktor-faktor yang Berperan dalam Pelatihan
Menurut Rivai (2006), ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan, yaitu:
1. Efektivitas biaya.
2. Materi program yang dibutuhkan.
3. Prinsip-prinsip pembelajaran.
4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas.
5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan.
6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan.
2.3.3. Manfaat Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar pegawai semakin trampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pendidikan dan pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja yang dapat digunakan dengan segera.
Sedangkan pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu pegawai.
Pengembangan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang (Tanjung, 2003:67). Menurut Sirait (2006:76), “Manfaat pendidikan dan pelatihan juga dirasakan di kemudian hari, di samping kenyataan bahwa apabila membicarakan pendidikan dan pelatihan berarti kita membicarakan juga pengembangan. Ada beberapa alasan mengapa pendidikan dan pelatihan diperlukan:
1. Program orientasi belum cukup bagi penyelesaian tugas-tugas, meskipun program orientasi dilakukan secara lengkap.
2. Adanya perubahan-perubahan dalam teknik penyelesaian tugas.
3. Adanya jabatan-jabatan baru yang memerlukan ketrampilan-ketrampilan.
4. Ketrampilan pegawai kurang memadai untuk menyelesaikan tugas.
5. Penyegaran atau mutasi.
Sering kali orang yang sudah bosan menjadi tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya tidak baik lagi. Pendidikan dan Pelatihan dapat memperbaiki skill dan kebiasaan kerja yang kurang baik.
Mello (2002) “Organization can benefit from training, beyond bottom line and general efficiency and profitability measures, when they create more flexible workers who can assume varied responsibilities and have a more holistic understanding of what the organization does and the role they play in the organization’s success. Providing employees with broader knowledge and skills and emphasizing and supporting on going employee development also help organizations reduce layers of managements and make employees more accountable for results. Everyone (employees, employers, and customers) benefits from effective and development programs”
(Organisasi bisa mendapat manfaat dari pelatihan, di luar garis dasar dan efisiensi serta ukuran profitabilitas umum, ketika mereka menciptakan pekerja yang lebih fleksibel yang bisa mengasumsikan divariasi tanggung jawab dan mempunyai satu kelebihan pemahaman holistik dari apa organisasi lakukan serta peran yang mereka mainkan dalam sukses organisasi. Menyediakan pegawai dengan pengetahuan dan ketrampilan lebih luas serta menekankan dan mendukung terhadap pengembangan perjalanan pegawai juga membantu organisasi mengurangi lapisan dari manajemen serta membuat pegawai lebih bertanggung jawab untuk hasil. Semua orang (pegawai, pemberi kerja, dan pelanggan) mendapat manfaat dari pelatihan dan program pengembangan efektif).
2.3.4. Dimensi-Dimensi Program Pendidikan dan Pelatihan
Dimensi program pendidikan dan pelatihan yang efektif yang diberikan organisasi kepada pegawainya dapat diukur melalui:
1. Isi pendidikan dan pelatihan, yaitu apakah isi program pendidikan dan pelatihan relevan dan sejalan dengan kebutuhan, dan apakah pelatihan itu up to date.
2. Metode Pendidikan dan pelatihan, apakah metode pendidikan dan pelatihan yang diberikan sesuai untuk subjek itu dan apakah metode pendidikan dan pelatihan tersebut sesuai dengan gaya belajar peserta.
3. Sikap dan ketrampilan instruktur, yaitu apakah instruktur mempunyai sikap dan ketrampilan yang dapat mendorong orang untuk belajar.
4. Lama waktu pendidikan dan pelatihan, yaitu berapa lama waktu pemberian materi pokok yang harus dipelajari dan seberapa cepat tempo penyampaian materi tersebut.
5. Fasilitas pendidikan dan pelatihan, yaitu apakah tempat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dapat dikendalikan oleh instruktur, apakah relevan dengan jenis pelatihan dan apakah maknanya memuaskan (Sofyandi, 2008:44).
2.3.5. Evaluasi Program Pelatihan
Evaluasi Program Pelatihan merupakan kegiatan untuk menilai mutu penyelenggaraan pelatihan secara menyeluruh dengan memperhatikan masukan, proses dan keluaran. Sistematika evaluasi program pelatihan, terdiri atas;
1. Judul/Nama Pelatihan 2. Unsur yang dinilai, yaitu ;
a. Masukan b. Proses c. Keluaran
3. Hasil evaluasi program, yaitu ;
a. Masing-masing unsur yang dinilai b. Penilaian (Assessment)
c. Nilai menggunakan indek huruf (A, B, C dan D)
2.3.6. Pelatihan di Tempat Kerja (On the Job Training/OJT)
Pelatihan di tempat kerja merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengalaman kerja di dunia usaha/industri atau perusahaan atau lembaga/instansi terkait dengan\judul/nama pelatihan (program pelatihan), dan dilaksanakan secara sistematis dan terpadu dengan bimbingan dari pegawai ahli atau supervisor di bidangnya, sehingga lulusan program pelatihan memiliki wawasan dunia kerja sehingga menjadi siap bekerja untuk menduduki suatu jabatan/pekerjaan.
Pelatihan di Tempat Kerja dirancang dengan memperhatikan kebutuhan Program Pelatihan dituangkan kedalam bentuk format Rancangan Pelatihan di tempat kerja segmen pada lampiran 2 (dua) pada format Pelatihan. Format Rancangan Pelatihan di tempat kerja, sebagai berikut :
a. Judul/nama Pelatihan : b. Nama Peserta Pelatihan c. Nama Lembaga/Perusahaan d. Kegiatan di tempat kerja e. Pembimbing di tempat kerja
2.4. Teori Kinerja
2.4.1. Pengertian Kinerja
Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi menjelaskan konsep kinerja (performance) dengan menggunakan ungkapan bahasa dan tinjauan dari sudut pandang yang berbeda-beda namun makna yang terkandung pada hakekatnya sama, yaitu catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu.
Kinerja pegawai merupakan aspek yang penting dalam manajemen sumber daya manusia beberapa pengertian yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
Sedarmayanti (2007:70) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya). Mangkunegara (2006:64) menyatakan bahwa kinerja sumber daya manusia merupakan istilah dari kata Job Performance atau Actual Performance (Prestasi Kerja) adalah Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang pegawai di dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan untuk mencapai tujuan organisasi. Kualitas adalah kemampuan yang dimiliki pegawai yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki pegawai. Kuantitas adalah jumlah kerja yang dilaksanakan oleh seseorang pegawai dalam suatu periode tertentu. Tujuan organisasi adalah keadaan atau tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi di waktu yang akan datang melalui kegiatan organisasi.
Kustriyanto dalam Mangkunegara (2006:98) juga menyatakan bahwa kinerja adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Selanjutnya Handoko (2001:76) menyatakan bahwa kinerja (perfomance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan dimana dalam kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Rivai (2003:175) menyatakan bahwa; prestasi kerja atau kinerja adalah kontribusi yang dapat diberikan oleh suatu bagian, dalam pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu kontribusi tersebut perlu diukur seberapa besar pengaruhnya terhadap nilai yang diberikannya dalam mencapai tujuan perusahaan. Proses penilaian kinerja sangat berhubungan dengan keahlian karyawan. Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal, perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pada saat yang sama karyawan memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman bagi tindakan- tindakan mereka di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penilaian seharusnya menggambarkan kinerja karyawan.
Menurut Simanjuntak (2005:115) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam hal ini mencakup kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja perusahaan yang dipengaruhi faktor intern dan ekstern.
Menurut Furtwengler (2002:134) kinerja dilihat dari hal kecepatan, kualitas, layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam proses kerja yang memiliki kualitas yang terandalkan dan layanan yang baik dan memiliki nilai merupakan hal yang dilihat dari tercapainya kinerja atau tidak.
Dharma (2005:44) menyatakan bahwa penilaian kinerja didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan prilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan. Menurut Mahsun (2006:62) bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Menurut Robertson dalam Mahsun (2006:98) juga menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang/jasa, kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan.
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor menurut Mahsun (2006:57) ada beberapa elemen pokok yaitu :
1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
4. Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Konteks pemerintahan sebagai sektor publik menurut Mahsun (2006:45) bahwa ada beberapa aspek yang dapat dinilai kinerjanya :
1. Kelompok Masukan (input).
2. Kelompok Proses (Proccess).
3. Kelompok Keluaran (Output).
4. Kelompok Hasil (Outcome).
5. Kelompok Manfaat (Benefit).
6. Kelompok Dampak (Impact).
Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome dan bukan input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan organisasi sektor publik.
Menurut Mangkunegara (2006:54) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
Aspek kuantitatif yaitu :
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, 3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja Aspek kualitatif yaitu :
1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, 2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3. Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan, dan
4. Kemampuan mengevaluasi
2.4.3. Metode Penilaian Kinerja
Menurut Muljadi (2006:73) bahwa seluruh aktivitas organisasi harus diukur agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi, pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari program organisasi yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses, hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari program organisasi tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat.
Pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan yang meliputi :
1. Penetapan indikator kinerja
2. Penentuan hasil capaian indikator kinerja
Menurut Palmer dalam Mahsun (2006:46) terdapat beberapa jenis indikator kinerja Pemerintah Daerah antara lain :
1. Indikator biaya (misalnya biaya total, biaya unit)
2. Indikator produktivitas (misalnya jumlah pekerjaan yang mampu dikerjakan pegawai dalam jangka waktu tertentu)
3. Tingkat penggunaan (misalnya sejauhmana layanan yang tersedia digunakan)
4. Target waktu (misalnya waktu rata-rata rata yang digunakan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan)
5. Volume pelayanan (misalnya perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai)
6. Kebutuhan pelanggan (jumlah perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai)
7. Indikator kualitas pelayanan 8. Indikator kepuasan pelanggan 9. Indikator pencapaian tujuan.
Menurut Mahsun (2006:54) bahwa indikator kinerja terdiri dari : 1. Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas,
2. Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja, 3. Kehadiran/keterlambatan
Cara pengukuran kinerja menurut Muljadi (2006:62) terdiri dari : 1. Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
2. Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.
3. Membandingkan kinerja nyata dan standar kinerja.
Model Kinerja dapat dilihat pada bagan berikut :
(Sumber Simanjuntak, 2005)
Gambar 2.1 Model Kinerja
Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2006:59) kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor:
1. Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan demografi.
KINERJA INDIVIDU
MANAJEMEN
KINERJA ORGANISASI
DUKUNGAN ORGANISASI
2. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi.
Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006:60) faktor kinerja terdiri dari dua faktor yaitu :
1. Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras.
2. Faktor Eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Neal dalam Mangkunegara (2006:64) terdapat beberapa aspek kinerja yang dapat diukur yaitu :
1. Akurasi (Pemenuhan standar akurasi)
2. Prestasi (Menyelesaikan tanggung jawab dan tugas) 3. Administrasi (Menunjukkan efektivitas administratif) 4. Analitis (Analisa secara efektif)
5. Komunikasi (Berkomunikasi dengan pihak lain) 6. Kompetensi (Menunjukkan kemampuan dan kualitas) 7. Kerjasama (Bekerjasama dengan orang lain)
8. Kreativitas (Menunjukkan daya imaginasi dan daya kreatif)
9. Pengambilan Keputusan (Pengambilan keputusan dan pemberian solusi) 10. Pendelegasian (Menunjukkan orang yang diberi kuasa untuk berbicara atau
bertindak bagi orang lain)
11. Dapat diandalkan (Menunjukkan sifat yang dapat dipercaya)
12. Improvisasi (Peningkatan kualitas atau kondisi yang lebih baik) 13. Inisiatif (Mengemukakan gagasan, metode dan pendekatan baru) 14. Inovasi (Pengenalan metode dan prosedur baru)
15. Keahlian Interpersonal (Hubungan manusiawi)
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja memerlukan indikator-indikator penilaian yang dipengaruhi oleh berbagai faktor apakah faktor internal ataupun faktor eksternal dengan beragam aspek yang dapat diukur dengan berpedoman pada standar tertentu yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif yang berguna untuk mendapatkan feedback guna keperluan perbaikan organisasi secara khusus manajemen pengelolan sumber daya manusia.
2.5. Kerangka Konseptual
Pengertian motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan perbuatan untuk pencapaian tujuan tertentu. Menurut Buhler (2004:67) memberikan pendapat tentang pentingnya motivasi sebagai berikut:
“Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan”. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan, maka pegawai harus dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi-tingginya bagi para pegawai dalam perusahaan”.
Pemberian motivasi terhadap pegawai merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya kinerja para pegawai. Motivasi
penting bagi suatu organisai karena mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia, dan wujud perhatian organisasi terhadap kinerja pegawai.
Perkembangan organisasi dari waktu ke waktu, baik dilihat dari sudut beban tugas, perkembangan teknologi, dan metode kerja yang baru, perlu mendapat perhatian dan respon dari organisasi. Oleh sebab itu, pemberdayaan pegawai yang akan diberi wewenang dan tanggung jawab, perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Pembekalan itu dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang akan diberikan kepada meraka.
Pelatihan merupakan proses untuk meningkatkan kompetensi pegawai yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, baik untuk pegawai baru (yang baru mutasi) maupun pegawai lama. Hal ini senantiasa dilakukan organisasi dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan para pegawai secara terus-menerus.
Pelatihan juga dimaksudkan untuk membantu pegawai dalam memahami suatu pengetahuan praktis yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas, terutama tugas-tugas yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi dan peraturan yang berlaku, yang harus dikuasai oleh pegawai.
Simamora (2004:78) menyatakan bahwa, “Sebagai salah satu elemen penting untuk meningkatkan kinerja pegawai adalah dengan pelatihan yang merupakan sarana untuk menciptakan suatu lingkungan di mana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan serta keahlian
pengetahuan dan perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaannya. Pelatihan yang efektif secara signifikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan proses kerja, hal ini disebabkan karena kesalahan atau kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan di masa silam, dapat dikoreksi.
Kinerja pegawai untuk memperbaiki kemampuan dan mengoreksi kekurangan kinerja di masa silam, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan operasional dalam melaksanakan suatu pekerjaan”.
Tujuan Pelatihan harus dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh organisasi serta dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan serta kondisi- kondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Tujuan yang dinyatakan ini kemudian menjadi standar terhadap kinerja individu dan program yang dapat diukur.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh melalui keikut sertaan pegawai dalam program pelatihan diharapkan dapat memberikan semangat dan motivasi baru dalam bekerja. Semangat bekerja yang baik dan dengan dukungan pengetahuan yang baik pula organisasi mengharapkan adanya peningkatan kinerja para pegawai, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang positif kepada organisasi.
Menurut Rivai (2005:67) pelatihan sebagai bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktek daripada teori, sementara ketrampilan adalah meliputi pengertian physical skill, social skill, managerial skill dan lain-lain.
Seseorang akan merasa dirinya dipercayai dengan diberi tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar untuk melakukan kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu status dan tanggung jawab dapat merupakan stimulus untuk memotivasi diri dalam tugas sehari-hari.
Untuk memperjelas teori yang dikemukakan sebelumnya maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
1. Motivasi Dan Pelatihan Berpengaruh Positif Dan Signifikan Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pusat PT. Bank Sumut Medan.
2. Motivasi Berpengaruh Positif Dan Signifikan Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pusat PT. Bank Sumut Medan.
3. Pelatihan Berpengaruh Positif Dan Signifikan Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pusat PT. Bank Sumut Medan.
Motivasi ( X1)
Pelatihan (X2)
Kinerja Pegawai (Y)