• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN A: FORM BIMBINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAMPIRAN A: FORM BIMBINGAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

xvi

LAMPIRAN A: FORM BIMBINGAN

(2)

xvii

(3)

xviii

LAMPIRAN B: KUESIONER

(4)

xix

(5)

xx

(6)

xxi

(7)

xxii

LAMPIRAN C: TRANSKRIP WAWANCARA

Wawancara Narasumber: Willy (Penerus Bisnis Kopi Es Tak Kie)

Penulis Sebenarnya, apakah target market Kopi Es Tak Kie memang generasi milenial? Atau, misalkan memang menuju ke sana, karena yang sebelumnya menjadi target market Kopi Es Tak Kie sudah menua?

KETK Target memang sudah pasti ke milenial. Jadi, pasti akan ada perubahan-perubahan sedikit, mengikuti jaman. Menu-menu baru sedang kami develop.

Penulis Generasi milenial yang dimaksud itu umur berapa kisarannya?

KETK Milenial kisaran anak-anak 20 tahun ke atas.

Penulis Berarti, kurang lebih yang sudah berpenghasilan sendiri?

KETK Iya.

Penulis Kalo dari pihak Kopi Es Tak Kie sendiri, siapa pihak kompetitor langsungnya? Secara spesifik? Apakah misalkan dari merk mana?

KETK Sebenarnya, untuk kompetitor, kita tidak beranggapan kompetitor. Kita santai aja. Kita tidak terlalu memikirkan saingan. Kita tetap enjoy aja. Maksudnya, temen-temen dari kopi lain, kita juga kenal. Kita juga berteman. Jadi pangsa pasarnya masing-masing ada. Cuma memang kalah kalau secara bisnis, manajemen mereka lebih bagus. Promosi mereka lebih bagus. Paling itu aja sih.

Penulis Tapi dari brand secara spesifik, itu nggak ada yang kerasa?

KETK Kalau brand, biasanya yang saat ini, satu tahun belakangan, Kopi Kenangan. Karena lumayan di mall.

Penulis Oh iya, dia langsung bukanya banyak juga.

KETK Banyak buka di mall, jadi agak-agak terimbas sedikit.

Penulis Tapi bukan kopitiam yang macam toast gitu?

KETK Nggak.

Penulis Oldtown? Soalnya jenis kopi hitamnya kurang lebih mirip- mirip ya.

KETK Tapi beda segmen sih kalo menurut saya.

Penulis Kalo misalkan dari situ, kira-kira kelihatan nggak jumlah pengunjungnya? Misalkan weekend, weekdays, kira-kira jumlahnya berapa? Apakah ada datanya?

KETK Data sih nggak ada. Tapi paling kalau kayak di outlet-outlet

(8)

xxiii

gitu, kita nggak ramai. Paling di hari-hari biasa di bawah 50.

Kalau weekend, bisa di atas 100.

Penulis Itu untuk yang di mall ya?

KETK Iya.

Penulis Kalau yang untuk di Glodok sendiri?

KETK Di Glodok itu, kalau weekend, mungkin sekitar 400 porsi.

Penulis Kalau misalkan dari pengunjungnya sendiri, umurnya apakah milenial atau dewasa yang memang sudah tau Kopi Es Tak Kie?

KETK Untuk di mall atau di Glodok?

Penulis Boleh dua-duanya.

KETK Kalau di Glodok, kalangannya orang yang menengah tua. Jadi udah 30-an ke atas. Kalau yang di mall, udah mulai banyak dari yang umur 20-an sampai yang berumur.

Penulis Untuk yang di Glodok itu apakah banyak urban traveler?

KETK Urban, sebelum corona, banyak. Kalau yang sekarang karena corona, turun. Udah pasti.

Penulis Dari urban traveler ini kan banyak yang berkunjung. Apakah ada kendala?

Penulis Kalo yang di Glodok, kemarin saat saya kunjungi, ada urban traveler juga. Sepengamatan saya, dia tidak jadi beli apa-apa karena non halal selain kopinya. Itu sering jadi hambatankah untuk mencapai customer?

KETK Kalo di Glodok kan memang identik dengan yang non halal.

Jadi, memang orang-orang juga mulai tau. Lokal maupun orang luar, mereka nggak akan makan. Jadi paling cuma minum, duduk, ngobrol sebentar, terus jalan.

Penulis Jadi memang kalau yang di situ lebih bentuknya tempat bersejarah gitu ya?

KETK Iya, lebih tempat bersejarah. Ada historinya.

Penulis Kalau dari Kopi Es Tak Kie itu, sampai dapet titel legendaris itu kenapa ya? Apakah memang warisan budaya Jakarta, karena umurnya yang lama, atau kira-kira gimana?

KETK Kalau dari pemerintah kota di glodok, itu memang sudah menjadikan itu heritage. Bukan legendaris, tetapi tempat yang bersejarah. Untuk kuliner di luaran, kita melihat itu sebagai legendaris, karena sudah cukup lama berdagang. Kalau tempatnya sendiri, dari pemkot sudah menyebutkan itu sebagai tempat yang kuno, yang bersejarah.

(9)

xxiv

Penulis Kopi Es Tak Kie udah menyebar ke Tangerang dua ya, sama yang di Alam Sutera?

KETK Yang Alam Sutera tutup, karena corona begini.

Penulis Itu memang direncanakan ekspansi ke Jabodetabek, atau memang maunya eksklusif di Jakarta aja?

KETK Emang mau ekspansi, sudah mau ekspansi. Luar kota sudah banyak permintaan untuk franchise, tapi belum bisa, karena saya masih manage dulu untuk pribadi yang lokal dan kita punya sendiri.

Penulis Jadi, bisa disimpulkan, penjualan ke generasi yang tua sudah berkurang dan harus mengincar segmen muda biar lebih besar ya?

KETK Iya.

Penulis Untuk ke depannya kan Bapak bilang akan ada diversifikasi produk. Itu sebagai upaya adaptasi kan? Apakah itu tidak takut Kopi Es Tak Kie kehilangan jati diri sebenarnya?

KETK Betul. Bicara seperti itu betul. Ada dilema juga sih. Kalau saya menambahkan menu dengan model yang kekinian, bisa merubah kesan jadulnya. Tetapi, saya mengusahakan bagaimana kopi jadul dengan cita rasa yang disukai orang sekarang.

Penulis Jadi dicampur gitu ya?

KETK Jadi, tetap kita akan berusaha membuatnya dengan cara tradisional. Mengolahnya tradisional. Memang ditambahkan variasi seperti yang dijual kopi-kopi sekarang jual.

Sebenarnya, kalau gula aren kan dari dulu-dulu sebenarnya udah ada.

Penulis Kalau dari Bapak sendiri, Bapak merasa Kopi Es Tak Kie ini kekurangannya apa?

KETK Kalau dari segi kekurangan, mungkin akan jadi ke persaingan ya. Karena kalau saya dengan cara tempo dulu begini, cara tradisional, memang pangsa pasarnya nggak bisa menjangkau luas. Kekurangannya sih itu. Kalau untuk rasa, saya tidak bilang enak banget, tetapi akan menjadi standarnya kopi tubruk ya seperti itu. Tidak akan bisa menjadi wow, enak banget. Rasanya sesuatu yang lebih creamy, kah. Karena kalo creamy kan udah pake creamer, susunya lebih fresh karena pakenya fresh milk. Jadi tidak akan bisa ke arah tastenya. Jadi tastenya saya di golongan segitu. Memang sudah dari

(10)

xxv

resepnya juga. Kalau kopi tubruk, kita mau bikin apapun, akan susah. Karena kopi sama kental manis doang kan. Jadi taste ya begitu-begitu aja. Makanya kita kendalanya di situ.

Buat ke tren, mau nggak mau, kita harus ada inovasi sedikit, seperti dicampur ke fresh milk, ditambahkan gula aren. Yang masih standar, tetapi tidak merubah kesan jadulnya.

Penulis Selama berjalan ini, bentuk promosi apa saja yang sudah dilakukan? Dan media-media apa yang sudah digunakan?

KETK Promosi paling dari media sosial saja. Instagram. Lalu ada website. Terus sudah mulai memasukkan barang ke Tokopedia. Ada juga sudah mulai masukkin di GrabFood.

Penulis Terkait dengan terjadinya COVID, aku sudah cek sekarang bisa melalui GrabFood. Apakah penjualannya jadi tertransfer ke sana?

KETK Belum berjalan sih di Grab. Di Lippo Mal Puri juga lagi tutup. Jadi sebetulnya belum jalan. Untuk Grab itu, saya bikin dari Tanjung Duren, orderannya kebanyakan saya tutup karena saya nggak di rumah. Harus pergi kontrol. Jadi nggak akan ada yang bisa order, gitu. Kebanyakan tutup, jadi belum berjalan untuk sistem onlinenya.

Penulis Kalau dari segi resepnya sendiri, yang bikin Kopi Es Tak Kie beda dari yang lain apakah dari pilihan biji kopi atau?

KETK Resepnya sih paling variasi, campuran si houseblendnya kita aja. Jadi racikannya berbeda.

Penulis Kalau distribusinya, selama ini bikin booth dan toko di Glodok?

KETK Iya. Paling ikut bazaar, sama outlet-outlet di foodcourt sih.

Kalau yang di festival, itu bazaar. Paling cuma 2 minggu, atau maksimal sebulan.

Penulis Saya pernah liat di website, memang ada biji kopi yang dijual untuk kita buat sendiri. Untuk yang itu, apakah penjualannya lancar?

KETK Penjualan kopi bubuknya tidak ramai. Hanya langganan- langganan yang seneng aja. Yang memang suka, jadi mereka suka order, 1 bulan-2 bulan sekali. Mereka minum sendiri aja, nggak banyak. Itu bukan dagangan utama.

(11)

xxvi

LAMPIRAN D: TRANSKRIP WAWANCARA

Wawancara Narasumber: Michael Killian (Narasumber Ahli)

Penulis Kak Michael aktif sebagai brand designer?

Michael Gue bisa dibilang sebagai desainer, tetapi gue juga spesifik lebih ke branding. Bisa dibilang branding dan graphic design ya. Dari yang gue kerjakan sekarang, mulai dari bikin desain sampai creative dan marketing direction. Jadi bisa dibilang branding dan desain.

Penulis Dari riset gue, Kakak banyak berkecimpung di FnB dan fashion. Memang fokus di sana atau memang tidak menyentuh yang lain?

Michael Jadi gue sudah start sendiri dan punya beberapa bisnis dan usaha. Tapi, gue sempat kerja 7 tahun di Potato Head Group.

Di situ interest gue lebih di graphic dan fashion. Tetapi, waktu itu, gue join ke sana. Itu kan sangat FnB dan hospitality. Di situ gue belajar strukturnya, melihat satu brand yang dulu belum sebesar sekarang sampai sudah sebesar sekarang. Jadi, di situ ada proses yang menarik banget. Tentang bagaimana berada di satu company yang berhubungan dengan FnB, dengan culture juga, bagaimana melihat market Indonesia yang sedang berkembang- berkembangnya. Jadi, setelah 7 tahun di situ, otomatis gue dapet ilmu yang ada di FnB. Yang nggak cuma dari segi desain. Di FnB itu kan ada yang namanya operation dan sebagainya. Operationnya seperti apa, marketnya, segi kualitasnya. Positioningnya dan lain-lain. Itu kan bisa dibilang lumayan spesifik. Nah, selain itu, pas di sana, gue juga ada usaha sendiri namanya Pleasure. Itu yang di fashion. Kita bikin party dan fashion brand. Itu dijual di

(12)

xxvii

retail luar negeri sekarang. Itu bener-bener fokusnya lebih ke musik, graphic design, streetwear. Dari situ, akhirnya gue resign dari Potato Head. Terus gue bikin beberapa bisnis, kayak Zodiac yang adalah sebuah bar semi-small club dan ada retail spacenya. Terus bikin Demie Bakmi juga. Ada Pizza Dealer juga. Ada Slits juga. Mungkin ini bisa dibilang lebih ke lifestyle industry. Lifestyle yang akhirnya berhubungan dari desain, dari art, dari fashion, dari music, dari macem-macem kayak FnB dan lain-lainnya. Itu kan semua di dalem situ. Di sini yang menarik akhirnya bisa dibilang secara nggak langsung juga sih. Gue nggak pernah plan, oke gue mau strict di FnB ataupun di fashion. Tapi, karena seiring berjalannya waktu dan seiring dengan experience yang sudah gue punya selama hampir 10 tahun ini, akhirnya sekarang bisa dibilang fokusnya di FnB dan di fashion. Kayak gitu.

Penulis Gue mau tanya approach Demie Bakmi dan Bubur Cap Tiger. Prosesnya seperti apa sih, ketika mendesain itu?

Riset-risetnya, atau mungkin apa saja yang dilihat sebelum melakukan eksekusi visual?

Michael Itu bisa dibilang kita berbicara dari segi art direction ya.

Sangat-sangat terpengaruh oleh kultur kota dan oriental.

Gue mau mulai cerita Demie Bakmi, baru Bubur Cap Tiger.

Kalau dari Demie Bakmi, kita balik ke sekitar 2-3 tahun lalu. Di Jakarta, bisa dibilang belum ada yang terpengaruh oleh kultur seperti itu. Kultur oriental dan kota. Bisa dibilang kota. Karena makanannya aja konsepnya juga seperti itu kan. Bakmie dengan style yang bisa didapatkan di Jakarta Barat, Jakarta Utara, atau Jakarta Pusat. Bisa dimakan di Jakarta Selatan, tapi halal. Sesimple itu

(13)

xxviii

konsepnya. Tapi, gue melihat ada sesuatu yang menarik.

Sebenarnya, bisa dibilang, yang cari old school-nya Jakarta ataupun yang bisa dibilang sangat kental dengan budayanya, seharusnya adalah si kota itu. Kalau kita ke sana, kita ngeliat tempat orang jualan Bakmie, bisa ngeliat orang jual nasi campur. Mereka punya desain yang sangat klasik.

Tempatnya kayak gitu, yang udah berpuluh-puluh tahun, dengan desain yang sebenernya nggak didesain, tapi akhirnya menjadi sebuah desain. Terus, yang semuanya serba effortless, tapi akhirnya menjadi satu identity. Yang kalo misalnya orang ngobrol tentang kota, pasti udah ada visual di kepala yang ngebayangin seperti itu. Tapi, waktu itu, belom ada yang ngangkat itu sebagai suatu identity.

Apalagi di FnB dan lain-lainnya. Orang yang mungkin kalo membuat FnB, mereka lebih cenderung Hong Kong, misalnya. Atau stylenya kayak Taiwan, Shang Hai, atau Jepang. Lebih ke luar. Tanpa melihat bahwa di sini ada sesuatu yang wow banget. Akhirnya, partner gue di sana punya ide untuk bikin bakmi dengan, oke, dia bisa bilang, kita ngambil influencenya kayak kalo kita makan bakmi kota. Stylenya. Beda sama bakmi-bakmi restoran. Gimana kalo itu dibawa ke Jakarta Selatan, tapi kita localize, yang adalah halal. Karena market di sini banyak yang makan makanan halal. Akhirnya jadi satu makanan yang baru.

Jadilah si Demie itu. Nah, di saat gue proses desainnya, tadi yang gue pikirin. Ini kenapa kita nggak bawa dari segi graphic visual, style yang ada banget si kota ini, dibikin dengan treatment yang kontemporer? Yang masa kininya.

Dengan desain dan logo yang terpengaruh kota dan oriental, tapi ketemu style grafis yang ada masa kininya, itu menjadi sebuah gimmick buat gue. Jadi, ditabrakkin. Gue suka

(14)

xxix

sesuatu yang lebih ditabrak. Gue nggak suka sesuatu yang udah, kayak gitu, gitu aja. Karena bakal gitu-gitu aja, atau bakal jadi sesuatu yang standard. Dari segi grafis sendiri, menurut gue harus ada sesuatu yang break the rules. Itu menurut gue jadi something yang exciting. Jadi lebih seksi, dari segi grafis. Karena coba kita aplikasiin kayak gitu, influenced banget oleh sana, tapi dari segi grafis, gue ngeliat banget. Ini nggak boleh salah dari segi graphic designnya.

Dari situ, akhirnya masuk segi desain, masuk juga ke interior. Nah, di interior ini, justru gue bikin something yang gue tabrak lagi. Something yang bukan orang expect seperti itu. Seperti apa? Gue jujur, ini sebuah tempat bakmi ayam, tapi dari segi tempat, gue terinfluence ramen bar di Jepang.

Yang bener-bener memang berbeda. Jadi ini, dari segi branding, segi makanan itu sangat oriental. Tapi, kalo dari segi interior, gue malah pengen something yang bukan ke kota atau oriental-orientalan. Kita bikin something yang sleek, something yang lebih intimate. Yang ramen bar.

Makanya kalo lo ngeliat interiornya, itu masih ada kain-kain ala japanese dan lainnya. Menurut gue, karena di saat kita bisa mengkawinkan beberapa identitas yang menjadi satu kesatuan, itu akan muncullah satu identitas baru. Yang bisa kuat, bagi brand itu.Jadi, makanya, waktu itu ada beberapa orang yang nanya juga. Gue bilang ya kayak gitu. Di saat kita bikin something yang referensinya dari sini, kita ketemuin yang orang pikir nggak nyambung, sebenernya bisa kok. Justru itu jadi hal yang menarik. Terus, itu di Demie Bakmi ya. Sampai akhirnya ya udah, kita sekarang lagi proses buka outlet yang ketiga. Dan itupun di setiap outlet, gue pengen ada sesuatu yang beda, tapi tetep sama.

Jadi benang merahnya penting di situ. Tapi sekalinya dari

(15)

xxx

segi art direction, dari segi branding sudah jadi, kita tinggal terusin aja. Sedangkan, untuk bubur Mangga Besar itu, jadi mereka adalah klien gue. Ini menarik juga karena jujur itu ada hubungannya langsung. Kalo tadi si Demie cuma terpengaruh, ini ada hubungannya langsung. Karena ini, dia berhubungan dengan si Bubur Mangga Besar. Waktu gue ketemu dengan klien, oke, kita mau bikin Bubur Mangga Besar, tapi gimana bisa masuk ke market Selatan? Yang bisa dilocalize dengan di sini. Oke, gue langsung ngobrol ke mereka. Market di sini dan market Utara pasti ada perbedaannya. Tapi, gimana kita bikin something yang bisa diterima di market sini, yang kita bawa dari sana? Akhirnya, setelah kita diskusi, gue bilang, gimana kalo namanya Bubur Cap Tiger, tapi by siapa. Jadi kita melakukan penetrasi, kita introduce ke market sini, tapi bukan dengan cara yang secara gamblang. Kita ada twistnya, ada gimmicknya yang buat orang kayak, oke, ini ada brand baru. Apa sih? Tapi ini by si ini. Itu akhirnya menjadi story. Di saat lo ngebranding, atau lo bikin apapun itu yang kira-kira berhubungan sama graphic design secara visual, dari segi branding, penting adalah selain dari segi visualnya, tapi ada brand storynya.

Lo harus bisa membuat sebuah story. Story akan menjadi experience. Dari story ini, baru orang akan tau.

Mengkomunikasikan sesuatu kayak visual communication design. Lo ada visualnya, lo ada communication, lo ada design. Jangan pernah lupakan part communication. Di saat punya brand story, lo bisa mengkomunikasikan story itu.

Storytelling ke market seperti apa. Akhirnya, di sini, si Bubur Cap Tiger, Bubur Mangga Besar itu, akhirnya menjadi sebuah brand story. Yang kira-kira, ini dari sana, mereka buka di sini dengan konsep yang kira-kira

(16)

xxxi

dilocalized. Diadaptasi dengan market Selatan seperti apa.

Dan akhirnya menjadi branding Cap Tiger. Jadi, kalo Cap Tiger, dari segi interior, waktu itu temen gue yang ngerjain interiornya, si Rafael Miranti, kita bikin moodboard yang terinspirasi restoran-restoran yang berbau Hong Kong dan bener-bener oriental ya. Makanya hasilnya akan seperti itu.

Cuma waktu itu, gue fokus di brandingnya. Gue pengen something yang pop, something yang catchy di sini. Orang melihat ini sebagai something yang oke, apa sih ini? Tapi pas mereka liat, messagenya ada dua. Satu, ini adalah sebuah brand baru, Cap Tiger, tapi dibalik itu, ini adalah Mangga Besar yang semua orang suka.

Penulis Jadi dalam approach branding, Kakak ngeliat culture yang berlaku di sini gitu ya? Di lokasi akan bukanya.

Michael Bener. Di saat kita buka sesuatu di manapun itu, kita harus melihat lokasi itu seperti apa. Kita harus beradaptasi, dan kita harus melokalisasi dengan culture yang berada di situ seperti apa. Karena, nggak semua konsep yang ada di manapun itu, diaplikasikan ke satu tempat, jika cuma diaplikasikan secara blak-blakan, gitu-gitu aja, gue yakin jarang yang bisa works 100%. Harus dilocalized, harus disesuain apa yang works, apa yang nggak works. Apa yang harus dikurangin, apa yang harus ditambah.

Penulis Ketika sudah merancang, pengambilan keputusan kalau ini udah final, udah yang terbaik itu kira-kira atas pertimbangan apa?

Michael Pasti ada beberapa poin yang penting saat kita mau bikin final decisionnya. Satu, dari segi timeline. Pasti, karena akan berpengaruh ke bisnis. Itu otomatis menjadi salah satu tolak ukur sesuatu sudah harus oke atau belum. Dua, dari segi

(17)

xxxii

standar desainnya. Apakah ini sudah sesuai standar? Di situ, kita ngeliat, apakah ini sudah sampe standarnya? Jadi, apakah dengan standar ini sudah oke? Hasilnya bagaimana, kualitasnya seperti apa. Apakah ketemu dengan timeline itu?

Kalau ternyata memang masih ada waktu, coba kita eksplor lagi. Tapi kalau misalnya semua sudah pas, kadang-kadang memang ada beberapa yang harus dicepetin, emang harus kita lakuin kayak gitu. Tapi yang paling penting adalah kita set standar. Di saat lo membawa satu grand plan, pasti ada hal yang nggak berjalan 100%. Pasti ada yang 80%. Harus ada yang dikurangin, atau ada 10% yang harus ditambah karena kita punya waktu. Jadi, bisa dibilang, setiap project final decisionnya selalu beda-beda.

Penulis In terms of communication, gimana Kakak nge-wrap itu biar tersampaikan pada masyarakat? Kalau secara branding, orang kan cuma tau logo. Sementara, yang kita mau sampaikan kan orang awam.

Michael Itulah brand story. Di saat kita punya brand story yang kuat, branding visual akan menjadi communicatornya. Orang akan melihat dari segi logonya, mereka liat dari segi visualnya, mereka akan penasaran. Akan ingin tau lebih dari situ. Sedangkan, sekarang ada social media. Selain itu, ada marketing yang offline juga. Itu dua hal yang kalau kita ngomongin bagaimana komunikasi, itu dua hal yang paling penting untuk sekarang. Kalau dulu mungkin lebih ribet. Lo terbatas, lo harus ngelakuin effort yang lebih lagi. Tapi sekarang kita mulai social media, kita nunjukkin komunikasinya seperti apa dari segi kontennya, dari segi promonya. Terus dari segi marketing offline, kayak mouth to mouth, ajak temen, itu adalah proses komunikasi yang

(18)

xxxiii

paling tepat menurut gue. Apalagi untuk FnB. Mau lo lakuin marketing effort yang kayak gimana, tapi kalau misalkan di saat lo ngelakuin kayak.. Lo punya brand story yang kuat, lo punya kualitas makanan atau minuman yang bagus, otomatis marketingnya berjalan. Kalau kayak baju, orang bilang bagus, dia bakal nanya itu brandnya apa. Akhirnya tersampaikan. Atau kayak dari makanan, orang bilang enak.

Dia bakal rekomendasiin ke orang.

Penulis Kakak tau Kopi Es Tak Kie?

Michael Pernah ngeliat.

Penulis Kopi tubruk yang memang sudah 93 tahun di Glodok, di Pecinan. Dia mulai merambah di foodcourt mal. Ada di Taman Anggrek. Menurut Kakak, restoran legendaris selama 93 tahun itu apakah perlu dilakukan rebranding untuk catch up atau baiknya didiamkan apa adanya?

Michael Itu tergantung. Apa sih target yang dituju? Rebranding harus ada target dan visi misi. Goalnya apa? Karena bakal beda- beda banget dari setiap proyek. Ada yang nggak pernah rebranding, tapi sukses aja dari dulu sampai sekarang.

Misalkan restoran seperti Kenanga dan lain-lain. Mereka nggak pernah do something with graphic design, tapi salesnya konsisten. Goalnya apa sih? Apa yang pengen dituju dengan melakukan rebranding? Itu satu hal. Tapi kalau kita ngeliat Es Kopi Tak Kie, kalau misalkan dari segi brand memang mau ekspansi, mereka mau orang tau ini brand legendaris dan bisa relevan di market sekarang. Kita liat lagi, apakah komunikasi mereka kurang? Atau udah oke? Apakah market yang muda banget, yang gede banget ini, tau atau nggak? Kalau misalkan nggak tau, otomatis kita harus rebranding. Tapi kita liat lagi. Rebranding itu apa

(19)

xxxiv

yang mau ditonjolin? Menurut gue, dari segi desain, itu sangat sensitif. Apalagi kita ngebawa brand yang udah established. Bisa dibilang tradisional. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Apakah dari segi estetisnya, atau art directionnya. Itu penting banget. Apa yang harus dijaga, apa yang harus diperbarui. Kadang, untuk orang bikin branding dan packaging terus bilang since 1970, itu gampang. Cuma sebatas, kalo kita tulis, nggak bakal ada yang nanya juga. Tapi, kalau Es Kopi Tak Kie tadi, kalo gue liat, harus dipelajari targetnya apa, goalnya apa. Kalo misalkan memang ingin membuat market sini tau, pasti harus ada yang ditwist lagi dan relevan dengan market kini, tapi tetep menunjukkan dari komunikasi bahwa ini adalah kopi yang sejak beberapa puluh tahun. Kayak tadi, misalkan gue ngobrol sama lo. Gue mungkin pernah denger Es Kopi Tak Kie, tapi gue belom pernah nyoba, tapi gue tau. Tapi gue nggak tau itu es kopi yang udah dari berapa puluh tahun yang lalu. Mungkin kayak gitu. Akhirnya kan gue bakal menyadari sesuatu yang menurut gue beda, yaitu si 93 tahun itu. Ini kopi yang legendaris banget, tapi gue yang into FnB aja, gue nggak tau. Ini bisa menjadi PR untuk rebrandingnya itu. Cuma emang komunikasiin ke orang, berarti ada kebutuhan nih, bahwa ini es kopi yang legendaris. Saat lo set goalnya kayak apa, inget aja, brand story itu penting. Di saat mengangkat storynya, akhirnya lo tau. Sampe sejauh apa yang mau diangkat, sampe mana yang nggak. Itu baru diadjust dari situ. Bisa aja desainnya memang harus tunjukkin ini brand lama, tapi proper. Itu bisa. Dari segi estetik tetep dijaga dengan ketidaksempurnaannya yang super effortless, tapi dibikin proper, bisa. Itu jadi satu art direction, branding juga lho. Bukan berarti lo harus semua

(20)

xxxv

dengan branding yang modern, yang rapi, itu baru namanya rebranding. Gue bilang sih nggak. Tapi gimana caranya bisa diadjust, bisa diformulasiin. Tinggal lo liat apa yang perlu direvamp, perlu dikomunikasiin, gerak dari situ aja.

(21)

xxxvi

LAMPIRAN E: DOKUMENTASI WAWANCARA

1. Wawancara Narasumber: Willy (Penerus Kopi Es Tak Kie) 2. Wawancara Narasumber: Michael Killian (Narasumber Ahli)

Referensi

Dokumen terkait

minimum yang harus dilampaui oleh setiap satuan pendidikan tinggi dalam.. mengelola dan/atau menyelenggarakan

Dari hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, yang artinya variabel

Pembahasan dari hasil pengujian disebutkan bahwa terdapat produk wisata berpengaruh terhadap keputusan berkunjung telah terbukti. Koefisien X 1 yang positif ini

Jadi, hipotesis yang diajukan dalam penelitian yaitu ada interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap hasil penanaman wawasan kegeogra• an

Hasil : Hasil menunjukkan bahwa di bangsal rawat inap Marwah dan Arafah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, mayoritas kecerdasan spiritual perawat dalam klasifikasi tinggi yaitu

Internet dan web (halaman informasi) adalah salah satu contoh teknologi informasi yang banyak memberikan fasilitas dan kemudahan dalam menyelesaikan

Siapa yang membantu bp dalam mendirikan kepanduan untuk puteri ( Agnes baden

Kinerja Sasaran Strategi 2.1 Meningkatka n penyediaan sarana dan prasarana dasar dengan kapasitas dan kualitas yang setara dengan standar dunia Berkembangnya