BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Bimbingan Konseling Islam
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam.
Bimbingan merupakan bantuan yang memungkinkan tiap individu atau peserta didik dapat memahami kemampuan-kemampuan dan minatnya, mengembangkan diri secara optimal, menyesuaikan diri dengan ketentuan kehidupan, dan akhirnya menjadi individu atau peserta didik yang matang dan mampu membimbing diri sendiri. Sedangkan Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Sasaran utama konseling adalah perubahan pada sikap dan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Secara etimologi kata Bimbingan merupakan terjemahan dari bahaasa inggris “guidance”. Kata “guidance” adalah kata dalam bentuk mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja “to guede” artinya menunjukan, membimbing, atau menuntun orang lain ke jalan yang benar. (Samsul Munir Amin:2013).
Bimbingan dan Konseling merupakan terjemahan dari istilah “guidance”
dan “counseling” dalam bahasa inggris. Secara harfiah, istilah “guidance” berasal dari akar kata “guide” yang berarti mengarahkan, memandu, mengelola, dan menyetir. Selain itu, “guidance” mempunyai hubungan dengan “guiding” yang berarti menunjukan jalan, memimpin, menuntun, memberikan petunjuk, mengatur, mengarahkan, dan memberikan nasihat. Sedangkan kata “counseling”
dari kata benda counsel yang berarti nasehat. Berdasarkan istilah tersebut, maka Bimbingan dan Konseling diartikan secara umum sebagai suatu proses bantuan (helping). (M.Fuad Anwar:2014)
Thohari musnamar mengartikan istilah Bimbingan Islam sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan istilah Konseling Islam merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu kepada eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras
12
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga individu (klien) dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Konseling Islami adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain, yang mengalami kesulitan- kesulitan rohaniyah dalam lingkungan hidupnya agar supaya orang tersebut mampu mengatasinya sendiri, karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan tuhan yang maha Esa. Sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa depannya.
(Erham Wilda:2009)
Konseling dalam Islam adalah salah satu dari berbagai tugas manusia dalam membina dan membentuk manusia yang ideal. Bahkan bisa dikatakan bahwa konseling merupakan amanat yang diberikan Allah kepada semua rhosul dan nabinya. Dengan adanya amanat konseling inilah, maka mereka menjadi demikian berharga dan bermanfaat bagi manusia, baik dalam urusan agama, dunia, pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah dan banyak hal lainnya.
Konselingpun akhirnya menjadi satu kewajiban bagi setiap individu muslim, khususnya para alim ulama.(M.Fuad Anwar:2014)
Pengertian lain mengenai Bimbingan dan Konseling Islam adalah usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan, di masa kini dan masa mendatang.
Bantuan tersebut berupa pertolongan dibidang mental spiritual.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pengertian Bimbingan Konseling Islam ialah proses pemberian bantuan terhadap individu yang mengalami kesulitan lahiriah maupun batiniah agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan kemampuan sikap dan mental mandiri sesuai ajaran Islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
a) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah tuhannya (mardhiyah).
b) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat, baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
c) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasi sayang.
d) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintahnya, serta ketabahan menerima ujiannya.
e) Untuk menghasilkan potensi illahi, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
3. Landasan Bimbingan Konseling Islam.
a. Allah meridhoi Islam sebagai filsafat hidup. (Hamdani Bakran Adz-dzaki 2006:183) menjelaskan hidayah Islam mengandung petunjuk-petunjuk tentang berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya, Al-qur‟an dan Hadits sangat ideal dan agung, Islam mengajarkan kehidupan dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikap positif lainnya.
b. Al-quran adalah sumber ajaran Islam yang utama.
c. Al-quran adalah sumber Bimbingan, nasehat dan obat untuk menanggulangi permasalahan-permasalah. Allah SWT berfirman. “wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu suatu pelajaran dari tuhanmu dan obat terhadap masalah-masalah yang ada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. Yunus,10:57).
d. Para Rasul, Nabi, Auliyanya atau para ahli waris mereka adalah konselor dan terapis yang di utus Allah swt.
e. Allah SWT adalah maha konselor dan maha terapis (tidak ada kemampuan siapapun dan apapun dalam membantu manusia lain memecahkan masalahnya yang akan melebihi bantuan yang di berikan Allah kepada Qalbu manusia yang di berinya petunjuk).
f. Adanya kewajibaan mencari jalan menuju kepada perbaikan dan perubahan.
g. Manusia akan bermasalah akibat meninggalkan ketentuan dan hukum-hukum Allah sebagaimana tertera dalam Al-quran. Allah Swt berfirman (Qs.Al- Maidah, 5:44-45 dan 47) “dan siapa saja tidak memutuskan suatu hal dengan apa yang Allah telah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang ingkar”. Dan siapa saja tidak memutuskan suatu hal dengan apa yang Allah telah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang berbuat aniaya”.
Dan siapa saja yang tidak memutuskan suatu hal dengan apa yang Allah telah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq. (Erham Wilda:2009)
4. Teknik Bimbingan Konseling Islam yang Dapat diterapkan dalam Keagamaan
Bimbingan dan Konseling Agama dapat dilaksanankan oleh pembimbing dan konselor agama secara in clude sebagai pendidik, pembimbing dan konselor dapat mengarahkan klien untuk membangkitkan semangat dan motivasi sehingga masalah dalam kehidupan, problematika agamanya akan dapat teratasi dan klien akan memiliki semangat dalam menjalani kehidupanya. Adapun teknik Bimbingan Konseling Islam di atas memerlukan metode Bimbingan Agama yang Sejalan dengan ruang lingkup tujuan tersebut, para pembimbing dan Konselor
memerlukan beberapa metode yang dapat dilakukan dalam tugas Bimbingan dan Konseling. Yaitu:
Metode interview (wawancara)
Informasi merupakan suatu alat untuk memperoleh fakta/data, informasi dari murid secara lisan, sehingga terjadi pertemuan di bawah empat mata dengan tujuan mendapatkan data yang diperlukan untuk Bimbingan. Interview dapat menggunakan suatu ddaftar pertanyaan sebagai pedoman. Lebih baik menggunakan wawancara yang terencana.
Group guidance (bimbingan kelompok)
Dengan menggunakan kelompok, pembimbing dan Konseling akan dapat mengembangkan sikap sosial, sikap memahami peranan anak bimbingan dalam lingkungannya menurut penglihatan orang lain
5. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam
Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan di ciptakan dan di selenggarakan. Masing-masing pelayanan itu dampak positif sebesar-besarnya terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi fokus pelayanan yang di maksud. Misalnya, pelayanan kesehatan (yang diberikan oleh puskesmas) berguna dan memberikan manfaat kepada yang berkepentingan untuk memperoleh informasi tentang kesehatan, pemeriksaan dan pengobatan agar kesehatan yang bersangkutan terpelihara. Pelayanan hukum (yang diberikan oleh LBH/Lembaga Bantuan Hukum) berguna dan memberikan manfaat agar warga masyarakat yang berkepentingan menjadi lebih sadar hukum dan dapat mempergunakan kaidah-kaidah hukum untuk berbagai urusan yang menyangkut diri mereka. Pelayanan yang di berikan di restoran atau toko berguna agar para pengunjung atau langganan memperoleh informasi dan kemudahan-kemudahan, berkenaan dengan makanan atau barang-barang yang mereka kehendaki.
Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ditinjau dari kegunaan atau manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi pokok yaitu:
Fungsi pemahaman
Fungsi pencegahan
Fungsi pengentasan
Fungsi pemeliharaan
Fungsi pengembangan 1) Fungsi pemahaman
Dalam fungsi pemahaman, kegunaan, manfaat atau keuntungan- keuntungan apakah yang dapat di berikan oleh layanan Bimbingan dan Konseling, jasa yang di berikan oleh pelayanan ini adalah berkenaan dengan pemahaman.
Pemahaman tentang apa dan oleh siapa, pertanyaan ini perlu dijawab dengan mengaitkan fokus utama pelayanan dan tujuan-tujuan konseling. Berkenaan dengan kedua hal tersebut, pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah pemaham tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien.
a. Pemahaman tentang santri
Pemahaman tentang santri merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap santri. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan layanan tertentu kepada santri, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan di bantu itu. Pemahaman tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri santri, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi santri, kekuatan dan kelemahannya,serta kondisi lingkungannya. Materi pemahaman itu lebih lanjut dapat dikelompokkan kedalam berbagai data tentang:
Identitas individu (klien), nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, orang tua, status dalam keluarga, dan tempat tinggal.
Pendidikan
Status sosial, ekonomi.
Kemampuan ustadz, bakat, minat.
Kesehatan
Kecenderungan
Sikap dan kebiasaan
Cita-cita pendidikan dan pekerjaan
Keadaan lingkungan tempat tinggal
Kedudukan dan prestasi yang pernah dicapai.
Pemahaman tentang diri santri juga perlu bagi pihak-pihak lain, khususnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkembangan dan kebahagiaan hidup santri tersebut. Bagi para santri lain misalnya, pemahaman orang tua terhadap anaknya sangat penting. Dengan memahami anaknya secara lebih luas dan mendalam orang tua akan lebih di mungkinkan untuk memberikan perhatian, pelayanan, perlakuan ataupun kemudahan-kemudahan yang lebih besar bagi perkembangan anak itu secara lebih terarah dan sesuai dengan kondisi anak tersebut. Guru-guru pun dapat memanfaatkan pemahaman yang lebih mendalam terdapat santri-santri demi keberhasilan pengajaran dengan santri tersebut.
b. Pemahaman tentang masalah santri
Pemahaman terhadap masalah santri merupakan sesuatu yang wajib adanya, tanpa pemahaman terhadap masalah, penanganan terhadap masalah itu tidak mungkin dilakukan. Pemahaman terhadap masalah santri itu terutama menyangkut jenis masalahnya, intensitasnya, sangkut pautnya, sebab-sebabnya, dan kemungkinan berkembangnya (kalau tidak segera diatasi). Selain kiyai, pihak-pihak lain yang amat berkepentingan dengan pemahaman masalah santri adalah santri itu sendiri, orang tua dan kyai (khususnya bagi santri-santri di pondok). Santri perlu memahami masalah yang dialaminya, sebab dengan memahami masalahnya itu ia memiliki dasar bagi upaya yang akan di tempuhkan untuk mengatasi masalahnya.
Bagi para santri yang perkembangan dan kehidupannya masih amat banyak dipengaruhi oleh orang tua dan Ustadz, pemahaman masalah juga diperlukan oleh orang tua dan ustadz para santri yang bersangkutan. Pemahaman masalah santri sama bergunanya dengan pemahaman tentang individu pada umumnya oleh orang tua dan ustadz sebagaimana telah dikemukakan di atas, yaitu untuk berkepentingan berkenaan dengan perhatian dan pelayanan orang tua terhadap anak, dan pengajaran oleh ustadz terhadap santri. Orang tua guru dan
ustadz merupakan tiga serangkaian yang amat berkepentingan dengan kemajuan santri-santri secara optimal. Ketiganya memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap semua santri.
c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas.
Secara sempit lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar individu yang secara langsung mempengaruhi individu tersebut, seperti keadaan pondok tempat tinggal santri, keadaan ekonomi keluarga, keadaan hubungan antar tetangga dan teman sebaya, dan sebagainya. Para santri perlu memahami dengan baik lingkungan pondok, yang meliputi lingkungan fisik, berbagai hak dan tanggung jawab santri terhadap pondok, disiplin yang harus dipatuhi oleh santri, aturan- aturan yang menyangkut pengajaran, penilaian, hubungan dengan ustad dan sesama santri, kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh pondok, dan lain sebagainya. Pemahaman yang baik terhadap hal-hal tersebut akan memungkinkan santri menjalani kehidupan pondok sebagai kehendaki.
Di samping itu santri juga perlu diberi kesempatan untuk memahami berbagai informasi yang berguna berkenaan dengan sangkut paut pendidikan yang sedang dijalaninya sekarang dengan pendidikan lanjutannya, dan dengan kemungkinan pekerjaan yang dapat dikembangkannya kelak. Bahan-bahan tersebut sering disebut informasi pendidikan dan informasi jabatan/pekerjaan.
2) Fungsi pencegahan.
Pencegahan didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu bener-bener terjadi (Prayitno & Erman Amti dalam buku Horner & Mcelhaney,1993). Lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap individu. Oleh karena itu, lingkungan harus dipelihara dan di kembangkan. Lingkungan yang kira-kira memberikan dampak negatif yang sudah dapat di perkirakan itu tidak menjadi kenyataan. Kemampuan pemecahan masalah dan penilaian positif terhadap diri sendiri merupakan kondisi yang ada pada diri individu, sedangkan dukungan kelompok merupakan unsur lingkungan.
Upaya pencegahan, sejak lama timbul dua sikap yang berbeda terhadap upaya pencegahan, khususnya dalam bidang kesehatan mental, yaitu sikap skeptik
dan optimistik (Hornet & Mcelhaney, 1973). Sikap skeptik, meskipun menerima konsep pencegahan sebagai sesuatu yang bagus, namun meragukan apakah upaya pencegahan memang dapat dilakukan. Mereka yang bersikap skeptik itu menganggap bahwa gangguan mental emosional itu tidak dapat di cegah. Lebih- lebih gangguan mental emosional yang terkait dengan kondisi biologis individu, kondisi biologis itu memang sudah di tentukan demikian, tidak dapat di ubah atau di perbaiki. Golongan yang bersikap optimistik menganggap bahwa upaya pencegahan itu sangat penting dan pelaksanaannya mesti diusahakan.
Upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh kiyai yaitu:
Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan.
Mendorong perbaikan kondisi diri pribadi santri.
Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan dan mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya.
Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang akan memberikan manfaat.
Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.
3) Fungsi pengentasan
Orang yang mengalami masalah dianggap berada dalam suatu keadaan yang tidak mengenakan sehingga perlu di angkat atau dikeluarkan dari bendanya yang tidak mengenakkan. Ia perlu dientas dari keadaan yang tidak disukainya itu.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu adalah upaya pengentasan melalui pelayanan Bimbingan dan Konseling Islam, dalam hal itu, pelayanan Bimbingan dan Konseling Islam menyelenggarakan fungsi pengentasan.
a. Langkah-langkah pengentasan masalah
Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik. Masalah-masalah yang diderita oleh individu-individu yang berbeda tidak boleh disamaratakan.
b. Pengentasa masalah berdasarkan diagnosis
Pada umumnya diagnosis dikenal sebagai istilah medis yang berarti proses penentuan jenis penyakit dengan meneliti gejala-gejalanya.
c. Pengentasan masalah berdasarkan teori konseling
Masing-masing teori konseling itu dilengkapi dengan teori tentang kepribadian individu, perkembangan tingkah laku individu yang dianggap sebagai masalah, tujuan konseling, serta proses dan teknik-teknik khusus konseling.
4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah di capai selama ini. Inteligensi yang tinggi, bakat yang istimewa, minat yang menonjol, untuk hal-hal yang positif dan produktif, sikap dan kebiasaan yang telah terbina dalam bertindak dan bertingkah laku sehari-hari, cita-cita yang tinggi dan cukup realistik, kesehatan dan kebugaran jasmani, hubungan sosial yang harmonis dan dinamis, dan berbagai aspek positif lainnya dari individu perlu di pertahankan dan dipelihara. Pemeliharaan yang baik bukanlah sekedar mempertahankan agar hal-hal yang dimaksudkan tetap utuh, tidak rusak dan tetap dalam keadaan semula, melainkan juga mengusahakan agar hal-hal tersebut bertambah baik, kalau dapat lebih indah, lebih menyenangkan, memiliki nilai tambah dari pada waktu-waktu sebelumnya. Pemeliharaan yang demikian itu pemeliharaan yang membangun, pemeliharaan yang memperkembangkan, oleh karena itu keduanya ibarat dua sisi dari satu mata uang.
Kedua sisi berfungsi seiring dan saling menunjang. (Prayitno & Erman Amti.2008)
B. MuAllaf.
1. Pengertian Muallaf
Muallaf berasal dari kata alfah alifah, artinya yang menjadikannya jinak.
Sedangkan al-muallafatuqulubuhum, artinya orang yang hatinya dijinakkan.
Istilah ini di gunakan untuk orang yang sedang dijinakan hatinya oleh muslim agar mereka membela atau masuk Islam. Adapun upaya yang dilakukan dalam rangka menjinakan seseorang di ungkapkan dengan kata ta‟liful qulub atau penjinakan hati seseorang.
Secara syariat, muallaf adalah orang yang di beri perhatian khusus oleh Islam dengan tujuan menjinakan hatinya demi kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Perhatian disini biasanya berupa materi, tujuan santunan materi bisa seragam, yang terangkum dalam empat hal, seperti yang di simpulkan oleh imam Mawardi:
Agar yang bersangkutan bisa membantu kaum muslimin.
Agar yang bersangkutan tidak menimpakan bahaya kepada kaum muslimin.
Agar bersangkutan mendekatkan kaum kerabatnya kepada Islam.
Agar bersangkutan masuk Islam.
Di dalam Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60, Allah berfirman:
َنيِمِراَغلاَو ِباَقِّرلاِفَو مُهُبىُلُقِةَفَّلَؤُملاواَهيَلَع َنيِلِماَعلاَو ِنيِكاَسَملَوِءاَرَقُفلِل ُتاَقَدَّصاااَمًنَا ِنباَو ِالله ِليِبَس يِفَو
ًميِكَح ًميِلَع ُاللهَو ِالله َنِم ًةَضيِرَف ِليِبَّسلا Artinya “sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan, yang di wajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.(QS.At- Taubah:60)
Secara garis besar muallaf dapat dibagikan ke dalam dua kelompok yaitu: muslim dan non muslim. Yang termasuk kedalam kelompok muslim adalah:
1) Orang yang baru memeluk Agama Islam
2) Pemimpin dan tokoh msyarakat yang telah memeluk Islam dan mempunyai sahabat sahabat orang kafir yang sekaligus merupakan saingan dalam memimpin kaumnya.
Adapun yang termasuk dalam kelompok non-muslim adalah:
1) Orang yang diharapkan keIslamannya (kelompok atau keluarga)
Syafwan bin umayyah ia di beri keamanan oleh Nabi saw. Saat penaklukan Makkah, dan di beri waktu empat bulan untuk mempertimbangkan apakah akan kafir atau menjadi muslim, ia menghilang demi memikirkan tawaran tersebut. Setelah ia kembali, ia datang menemui Nabi saw. Lalu ikut perang hunain bersama umat Islam yang terjadi tak lama kemudian saat ia belum masuk Islam. Nabi saw, memberinya unta dalam jumlah besar. Untuk memantik semangatnya agar segera masuk Islam. Dan ia berujar “ini adalah pemberian orang yang tak takut miskin.”
Said bin Musayyib meriwayatkan bahwa Shafwan bin umayyah berkata, Demi Allah, Nabi Saw. Memberiku (Unta) saat beliau adalah orang yang paling aku benci. Beliau memberiku terus hingga hatiku berubah, dan beliau menjadi orang yang paling aku cintai. Shafwan bin umayyah kemudian masuk Islam, dan menjadi muslim yang baik.
Anas bin Malik r.a. menuturkan bahwa jika ada orang yang datang kepada Nabi Saw. Meminta sesuatu (dari harta dunia) dengan jaminan akan masuk Islam, beliau pasti memberinya. Suatu ketika ada orang datang meminta seperti itu.
Maka Nabi Saw memberinya kambing zakat dalam jumlah besar yang memenuhi lembah antara dua bukit. Orang itu kemudian menggiringnya pulang lalu berkata kepada kaumnya, “wahai kaumku, masuk Islamlah kalian semua, karena sungguh, Muhammad Saw, memberi kita layaknya orang yang tak takut miskin”.
2) Orang yang dikhawatirkan menyebar citra buruk tentang Islam atau melakukan sesuatu yang merugikan kaum muslimin.
Ibnu Abbas r.a. menuturkan bahwa ada sekelompok orang jika di beri akan memuji Islam dengan mengatakan, “Islam agama yang baik.” Namun jika tidak di beri, ia akan mencela Islam. Orang seperti ini juga termasuk kategori muallaf dari
kalangan non-muslim. Khusus jenis ini, muallaf bisa bermakna sangat luas. Oleh karena itu diperlukan pandangan bijak dari pemimpin umat Islam dalam menentukan prioritasnya.
3) Dari kalangan Islam
Orang yang masuk Islam berarti ia berhijrah dari komunitas Agama lama bahkan dari keluarganya. Tak jarang ia juga di ancam oleh sanak keluarga, di putus tali silaturahim dan jalur pencarian rezekinya. Ia menjual dunianya untuk Allah. Maka ia layak mendapat penghargaan di dunia berupa harta dari kaum muslimin sebagai bentuk setia kawan dan persaudaraan baru, menggantikan persaudaraan yang lama. Namun harus diperhatikan, Muallaf jenis ini bagaimanapun ada batas waktunya, dan kebijakan tentang batas waktunya diserahkan pada penilaian pemimpin umat Islam.
4) Muslim keturunan yang menjadi target pemurtadan
Seorang muslim yang karena kemiskinan atau kelemahan akidahnya digoda oleh pihak non-muslim sehingga di khawatirkan ia keluar lagi dari Islam.
Saat Islam kuat seperti zaman keemasannya, permaslahan ini tidak terlalu mengkhawatirkan, akan tetapi saat Islam lemah seperti sekarang, tak cukup dengan Bimbingan keagamaan, tetapi juga santunan materi. Sebab godaan pemurtadan umumnya disebabkan faktor materi belaka. Muallaf jenis ini paling banyak di Indonesia, dan mereka berada ditengah gencarnya misi Kristenisasi di banyak wilayah terpencil nusantara.
5) Muslim terpandang di tengah pengikutnya yang masih kafir
Muslim yang memiliki pengaruh kuat di tengah kaumnya yang masih kafir, bisa di beri harta dalam rangka membujuk hati kaumnya agar tertarik pada Islam. Contohnya dalam sejarah adalah, Abu Bakar r.a. memberi harta kepada adi bin hatim dan zabriqan bin badr, hanya karena posisi keduanya yang masih di hormati di tengah kaumnya yang masih kafir padahal keduanya sudah menjadi muslim yang baik. (Komarudin Hidayat:2015)
6) Tokoh yang masuk Islam bersama pengikutnya, tetapi masih labil
Pemberian harta pada mereka diharapkan bisa menguatkan Iman dan meneguhkan kesetiaannya, baik dalam jihad maupun hal yang lain, sekedar
contoh, ada tokoh-tokoh diberi harta yang banyak oleh rasulullah Saw. Dari rampasan perang hunain, mereka adalah tokoh-tokoh yang dibesarkan saat penaklukan makkah yang kemudian masuk Islam, diantara mereka masih ada yang munafik dan ada yang masih lemah Imannya. Setelah diberi harta, keislaman mereka menjadi baik dan lebih kuat.
7) Pihak yang bisa memuluskan jalan bagi penarikan zakat suatu kaum
Muslim yang menjadi kunci bagi penarik zakat suatu kaum. Jika ia memainkan perannya, zakat lancar, jika ia diam zakat macet. Sebagai penghargaan atas perannya tersebut, ia berhak mendapat bagian zakat. Karena perannya itu zakat bisa dihimpun dengan maksimal dan berjumlah besar. Maka jatah dari pos Muallaf yang tentu lebih kecil dari zakat yang berhasil dihimpun merupakan imbalan yang setimpal atas jasanya. Tak ada yang dirugikan dalam kasus ini.
2. Kebenaran tentang Islam.
Kebenaran-kebenaran berharga dalam pandangan dan pengalaman dunia islam yang akan mengharuskan untuk mengakuinya. Masyarakat arab mempunyai sebuah konsep mengenai kemanusiaan (muruwwah) yang layak, yang bermakna suatu kumpulan yang kompleks seperti kedermawanan, keberanian, kejujuran, kemampuan untuk membenarkan yang salah, melindungi yang lemah. Muruwwah adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang menjadi manusia yang bermartabat atau manusia yang disempurnakan (insan kamil).
a) Muhammad sebagai teladan.
Umat islam menganggap nabi Muhammad sebagai penyempurna pesan-pesan yang di bawa olehh nabi-nabi sebelumnya, muhammad di uji dengan kemalangan dan keharusan bersabar akan kehilangan kontak sementara dengan tuhannya. Umat islam menganggap muhammad sebagai teladan, seseorang yang menunjukan pada setian pria dan wanita mengenai bagaimana menjalankan peran-peran ini dalam kehidupan mereka sendiri dengan maksud dan tujuan yang mulia. Beliau merupakan manusiaa yang disempurnakan (insan kamil) yang melintasi fase perkembangan manusia seutuhna, dan oleh
karena itu mampu mengajarkan manusia bagaimana mengarungi tahap-tahap kehidupan.
Oleh karen umat islam perlu mengikuti teladannya (sunnah), para pemimpin spiritual muslim merumuskan beberapa kualitas yang dimiliki jiwa manusia untuk menuju kesempurnaan. Kualitas-kualitas ini mencakup:
Jiwa yang mengajak kepada kejahatan(al-nafs al-ammarah). Ini merupaka diri rendah yang mendesak kita untuk berlaku jahat.
Jiwa yang menyalahkan diri (al-nafs al-lawammah), ini adalah jiwa yang mengakui kesalahan-kesalahan, mengkritik diri sendiri atas kesalahan yang telah di lakukan, dan berusaha memperbaikinya. Kita dapat menyebutnya kesadaran manusia atau “jiwa yang lebih tinggi” yang membantu mengendalikan desakan-desakan untuk berbuat negatif yang berasal dari jiwa yang lebih rendah.
Jiwa yang terinspirasi (al-nafs al-muhimmah). Ini adalah jiwa yang mengakui datangnya inspirasi-inspirasi dari tuhan, yang menyeru kepadanya, dan menjawabnya. Sang individu menjadi sarana penyaluran secara sadar untuk melakukan kebajikan-kebajikan di dunia.
Jiwa yang tenang (al-nafs al-mutmainnah) ini adalah jiwa yang telah menemukan kepuasan yang mendalam atas hubungannya dengan tuhan. Ia merasa senang dengan keberadaan tuhan (radhiyah) dan berusaha membuatnya senang (mardhiyyah). Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhainya. Maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaku, dan masuklah kedalam surgaku(Al- Qur‟an 89:27-30)
Jiwa yang sempurna (al-nafs al-kamil). Pada tahap pengembangan spiritualitas ini, jiwa menjadi sepenuhnya tunduk terhadap kehendak tuhan dan sepenuhnya berserah diri kepadanya. Ia mencintai, dan dicintai tuhan.
Salah satu pertanda dari cinta ini, seperti dijelaskan rasulullah dalam sebuah hadis, adalah “Allah menjadikan matanya untuk melihat, telinganya untuk mendengar, tangannya untuk berbuat, kakinya untuk berjalan, dan hatinya untuk memahami.
Untuk mengikuti teladannya, kita yang tidak hidup di zamannya beliau, harus mempelajari wahyu yang di sampaikannya kepada umat manusia. Sebagai wahyu terakhir yang menyuarakan kembali ajaran ibrahim, wahyu yang disampaikan muhammad memberi tahu kepada kita sebagai umaat manusia tentang tuhan dari sudut pandangnya mengenai agamanya yang bener. (Imam Feisal Abdul Rauf:2004)
b) Pesan Rasulullah untuk Dekatkan Tuhan
Pesan muhammad untuk mencakup seluruh aspek manusia:
Islam, kebebasan untuk patuh kepada tuhan (kehendak)
Iman, mencari kebenaran tuhan melalui pemikiran (intelektualitas)
Ihsan, mencintai tuhan di atas segala-galanya (dengan hati) dan membuka diri untuk bersatu dengan tuhan (dengan jiwa).
c) Rukun Islam Bertindak Benar
Hal terbaik yang dilakukan umat Islam dan masih terus berlangsung baik adalah menjalankan ajaran pertama melalui tindakan-tindakan peribadatan yang dikenal dengan sebutan rukun Islam.
Rukun Islam meliputi kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi manusia.
Nabi mengajarkan rukun Islam sebagai berikut;
Syahadat.Ashaduallaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammad rasulullah. Tiada tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusannya. Dengan mengucapkan kata-kata ini, seseorang telah mengakui menjadi muslim dan menjadi bagian dari umat Islam, Rasulullah mengatakan bahwa manusia manapun yang bersyahadat, maka hidup serta hak miliknya harus di lindungi dan tidak boleh disakiti oleh masyarakat muslim di seluruh dunia.
Shalat. Lima kali setiap hari, serayap menghadap kiblat(ka‟bah) di Makkah.
Sholat lima waktu ini disesuaikan dengan jam kosmik, fajar, siang, senja, petang dan malam. Ibadah ini terdiri dari seperangkat gerakan yang terkoreografi: berdiri, membungkuk (ruku), kembali ke posisi berdiri (i‟tidal), dan sujud kemudian duduk, dan sujud lagi, ini merupakan satu siklus sholat (disebut raka‟at).
Zakat. Sedikitnya 2,5 persen pajak dari harta yang dimiliki seseorang untuk di bagi kepada masyarakat sebagai sarana pembersihan kekayaan. Pajak bervariasi tergantungg jenis pekerjaan yang di lakukan oleh seseorang dalam memenuhi nafkahnya.
Berpuasa (shaum) ramadhan setiap tahun. Ini didefinisikan sebagai tidak makan, minum, merokok sejak fajar hingga matahari terbenam.
Haji, sesuai dengan kemampuan seseorang secara finansial dan kesehatan fisik. Haji merupakan perjalanan ke kota makkah yang dilakukan sebelum tanggal 9 dzulhijjah. Puncaknya adalah wukuf (berdiam diri) di arafah.
d) Rukun iman mencari kebenaran dengan pikiran.
Pengetahuan yang tepat mengenai tuhan (Iman) tertanam dalam keyakinan atau kepercayaan dasar.
Rasulullah mengajarkan bahwa keyakinan yang bener mengandung lima rukun (Iman)
Beriman kepada tuhan. Tuhan adalah satu, Esa, satu-satunya tidak menyerupai apapun dengan makhluk.
Beriman kepada para malaikat. Malaikat-malaikat diciptakan dengan cahaya dengan tujuan untuk memenuhi perintah-perintah tuhan.
Beriman kepada kitab-kitabnya yang disampaikan kepada beberapa utusannya.
Beriman kepada rasul-rasulnya.
Beriman kepada hari akhir.
3. Bentuk Komitmen Kepada Islam a. Mengislamkan aqidah
Syarat pertama untuk menjadi muslim yang baik adalah memiliki aqidah yang baik dan lurus, sesuai dengan arahan Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah saw.
Beriman kepada apa yang diimani oleh generasi muslim pertama yakni generasi salaf yang shalih dan para pemuka agama yang diakui kualitas kebaikan ketakwaan dan pemahamannya yang benar atas agama Allah Azza wa jalla.
Agar menjadi muslim sejati dalam berakidah, ada beberapa tuntutan yang harus di laksanakan.
1. Percaya (beriman) bahwa pencipta alam raya ini adalah tuhan yang maha bijaksana, maha kuasa, maha mengetahui, dan maha hidup.
2. Percaya (beriman) bahwa tuhan dari keberadaan manusia di dunia adalah mengenal Allah, azza wa jalla dengan sifat-sifat yang di terangkan langsung olehnya.
3. Berusaha mengenal Allah dengan mengetahui nama-nama dan sifat-sifat yang sesuai dengan kebesarannya.
4. Hanya takut kepada Allah dan tidak pernah takut kepada apapun selain darinya.
5. Selalu menginggat Allah, dan senantiasa berzikir kepadanya.
6. Cinta kepada Allah yang membuat diri semakin rindu kepada keagunggannya dan hati mereka terpaut dengannya, sehingga terus memotifasi mereka melakukan perbuatan yang baik dan memicu semangat berkorban serta berjihat di jalannya.
b. Mengislamkan ibadah
Ibadah dalam perspektif Islam adalah kepasrahan yang total dan merasakan keagungan dzat yang disembah (Allah). Ibadah merupakan anak tangga yang menghubungkan makhluk dengan penciptanya. Sama halnya dengan rukun- rukun Islam seperti sholat puasa zakat haji dan amalan-amalan lain yang dilakukan oleh manusia untuk meraih keridhoan Allah dengan tetap berkomitmen dengan syari‟atnya.
Untuk menjadi muslim sejati dalam beribadah, ada beberapa tuntutan yang harus di penuhi.
1. Menjalankan ibadah dengan penuh makna dan tersambung dengan Allah.
2. Melakukan ibadah dengan khusu sehingga merasakan hangatnya hubungan dengan Allah dan nikmatnya kekhusuan.
3. Melakukan ibadah dengan hati yang selalu hadir dan lepas dari segala bentuk serta segala intrik duniawi yang ada di sekitarnya.
4. Melakukan ibadah dengan perasaan kurang dan kurang sehingga tidak pernah puas dan dengan perasaan lapar sehingga tidak pernah puas dan kenyang.
5. Berusaha selalu mengerjakan sholat malam (tahajjut) dan melatih diri untuk konsisten dalam melaksanakannya sehingga menjadi kebiasaan.
c. Mengislamkan akhlak
Moral (akhlak) adalah tujuan utama dari risalah Islam,seperti di nyataka oleh rasulullah saw, dalam hadits yang artinya:
“sesungguhnya, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (h.r.
Ahmad)
Akhlak mulia adalah bukti dan buah dari keimanan yang benar, iman tidak berarti apa-apa jika tidak melahirkan akhlak. Akhlak memiliki kadar yang paling berat dalam timbangan manusia pada hari kiamat. Orang yang rusak akhlaknya dan buruk perbuatannya maka garis keturuannya tidak bisa membantu apapun. (fathi yakan: 2007)
d. Mengislamkan keluarga
Dengan memeluk Islam, berarti harus memiliki misi dalam menjalani kehidupan ini, bahkan seluruh sisi kehidupan harus diarahkan sesuai dengan misi tersebut. Disaat keberadaan seseorang sebagai muslim mengharuskannya agar benar-benar menjadi muslim sejati dalam beraqidah, beribadah dan bermoral, ia juga dituntut bekerja keras agar masyarakat disekitarnya menjadi masyarakat yang muslim. Tidak cukup menjadi muslim sendiri tanpa menghiraukan keadaan sekitar sebab kewajiban pertama yang harus dipikul oleh seorang muslim setelah kewajiban terhadap diri sendiri adalah bertanggug jawab atas keluarganya.
C. Pondok Pesantren.
1. Pengertian tentang pondok pesantren
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia, setelah rumah tangga. (Ahmad Tafsir:2011) dalam buku lain juga mengatakan bahwa, pondok pesantren adalah salah satu bentuk indigenous cultural atau bentuk kebudayaaan asli Indonesia. Sebab lembaga pendidikan ini dengan para kyai,
murid dan asrama telah di kenal dalam kisah dan cerita rakyat Indonesia. (Nur Uhbiyati:1998)
Pesantren berasal dari sastri, yang berarti “terpelajar” (learned) atau
“ulama” (scholar). Jika santri menunjukan kepada murid, maka pesantren menunjuk kepada lembaga pendidikan. Jadi pesantren adalah tempat belajar bagi para santri. Pesantren di sebut juga pondok pesantren, kedua sebutan itu sering kali digunakan secara bergantian dengan pengertian yang sama. Kamus besar Indonesia menyebut pondok dan pesantren dengan pengertian sama, yaitu asramaa dan tempat murid-murid belajar mengaji. Pendeknya kedua sebutan tersebut mengandung arti lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat unsur- unsur “kyai” (pemilik sekaligus guru), santri (murid), masjid atau mushalla (tempat belajar), asrama (penginapan santri), dan kitab-kitab klasik Islam (bahan pelajaran).(Arief Subhan:2012)
Dalam kamus umum bahasa Indonesia WJS. Poedarminto mengartikan pondok sebagai tempat mengaji, belajar Agama Islam. Sedangkan pesantren diartikan tempat orang yang belajar atau menuntut pelajaran Agama Islam.
Dhofier memandang dari perspektif keterbukaan terhadap perubahan- perubahan yang terjadi, kemudian membagi pesantren menjadi dua kategori yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi tetap mengajarkan kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Penerapan sistem madrasah untuk memudahkan sistem sorogan yang di paki dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sedangkan pesantren khalafi telah memasukan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah- madrasah yang di kembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam pesantren.
Menurut Zamakhsyari dhofier (1982:44) harus ada sekurang-kurangnya lima elemen atau unsur untuk dapat disebut pesantren, yaitu ada pondok, masjid, kiai, santri, dan pengajian kitab Islam klasik. (Ahmad Tafsir:2011)
2. Ciri khas Pondok Pesantren a. Bangunan pondok atau asrama
Asrama sebagai tempat penginapan santri, dan difungsikan untuk mengulang kembali pelajaran yang telah di sampaikan kiai atau ustadz. Saefuddin zuhri menegaskan bahwa pondok bukanlah asrama atau ”internat”. Jika asrama telah disiapkan bangunannya sebelum calon penghuninya datang. Sedangkan pondok justru didirikan atas dasar gotong royong dari santri yang telah belajar di pesantren. Implikasinya adalah bahwa jika asrama dibangun dari kalangan berada dengan persiapan dan persediaan dana yang relatif memadai, sedangkan pondok di bangun dari kalangan rakyat jelata yang serba kekurangan bahwa kepepet secara keuangan. (Mujamil Qomar:2002)
b. Masjid
Masjid memiliki fungsi ganda, selain tempat sholat dan ibadah lainnya juga tempat pengajian terutama yang masih memakai metode sorogan dan wetonan (bandongan). Di dunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan pendidikan Islam baik dalam pengertian modern maupun tradisional.
Dalam konteks yang lebih jauh masjidlah yang menjadi pesantren pertama, tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar adalah masjid. Dapat juga dikatakan masjid identik dengan pesantren. Seorang Kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya.
c. Kyai.
Istilah kiai memiliki pengertian yang plural, kata kiai bisa berarti sebutan bagi alim ulama(cerdik pandai dalam agama Islam), sebutan bagi guru ilmu goib (dukun dan sebagainya), kepala distrik (di kalimantan selatan). (Mujamil Qomar:2002)
Pemakaian istilah kiyai tampaknya merujuk pada kebiasaan daerah.
Pemimpin pesantren di jawa timur dan jawa tengah di sebut kiai, sedangkan di jawa baraat di gelar ajengan. Secara nasional, kiai lebih terkenal dari pada ajengan. Paralel dengan kiai adalah ulama, yang merupakan istilah yang di transfer dari dua sumber skriptural Al-qur‟an dan Al-sunnah serta di gunakan
secara nasional. Kiai dan ulama berbeda asal usul bahasaanya, tetapi memiliki esensi kualitas yang relatif sama. Keduanya memiliki karakter fundamental yang berkualitas tinggi dalam hal iman, takwa, dan ilmu sebagai ciri khas. (Mujamil Qomar:2002)
d. Santri
kata “santri” dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab. Di sisi lain, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
Santri juga Merupakan unsur pokok dari suatu pesantren, biasanya terdiri dari dua kelompok yaitu:
Santri mukim
Ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren.
Santri kalong
Yaitu santri-santri yang berasal dari daerah- daerah sekitar pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren. Mereka pulang ke rumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.
e. Kitab-kitab Islam klasik
Adalah kitab-kitab Islam klasik yang ditulis oleh para ulama-ulama Islam pada zaman pertengahan. Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca, serta mensyarahkan (menjelaskan) isi kitab-kitab tersebut.