• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Sikap dan Perilaku Konsumen

2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen disini menggambarkan cara bagaimana seorang individu mampu mengambil keputusan agar bisa memanfaatkan semua sumber daya yang mereka punya (waktu, usaha, uang) untuk membeli atau mencari barang yang sekiranya berhubungan dengan konsumsi (Schiffman dan Kanuk 2008:6). Definisi yang lainnya menurut Setiadi (2013:2) perilaku konsumen merupakan tindakan yang secara langsung terlibat dalam suatu proses mendapatkan, menghabiskan, dan mengkonsumsi produk barang maupun jasa. Dimana didalamnya juga termasuk proses membuat keputusan sebelum melakukan tindakan tersebut. Dalam hal ini perilaku konsumen termasuk perilaku yang dinamis yakni sebuah perilaku yang terus menerus berubah. Dikarenakan oleh hal tersebut, pra pemasar tidak bisa untuk hanya mengacu pada satu strategi pemasaran saja yang kemudian diterapkan untuk semua jenis kalangan dari konsumen.

Melihat dari sisi berbagai definisi perilaku konsumen diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah sebuah proses atau aktivitas atau organisasi seseorang yang terdapat hubungannya dengan mencari, memilih, membeli, memakai, dan mengevaluasi baik itu semacam produk atau jasa demi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya sendiri.

Dimana perilaku konsumen adalah salah satu hal yang mendasari seorang konsumen tersebut ingin atau membuat keputusan terkait pembelian suatu produk ataupun jasa.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Banyak sekali faktor yang berpengaruh dalam suatu perilaku konsumen baik itu faktor internal maupun faktor eksternal (Irwin, 1996:15- 16). Faktor internal sendiri merupakan berasal dari dalam diri konsumen tersebut. Dimana faktor internal ini bisa berasal dari sebuah ingatan, pembelajaran, kepribadian, emosi, dan motivasi. Bisa dikatakan jika

(2)

konsumen akan dapat mempelajari dan mendapat sumber efektif untuk mencari sebuah informasi baik untuk mencari tempat terbaik dalam membeli produk, dan merek mana yang memiliki produk baik atau tidak.

Dalam hal ini sangat penting bagi pemasar agar membuka mata untuk dapat memahami bagaimana seorang konsumen mencari dan mengumpulkan informasi serta untuk merancang strategi terbaik agar bisa mempengaruhi konsumen.

Sebuah kepribadian, emosi, dan motivasi adalah merupakan bagian dari karakter seorang individu. Dimana kepribadian ini terdapat hubungan dengan pola suatu karakteristik dari perilaku konsumen, dan emosi merupakan sebuah perasaan terhadap respon dari berbagai situasi yang ada baik itu produk, efek dari periklanan, dan lain sebagainya. Motivasi sendiri merupakan sebuah pengaruh yang dapat mendorong secara langsung suatu perilaku dari konsumen, sehingga konsumen tergerak untuk melakukan suatu tindakan. Begitu juga sebaliknya, terdapat faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen yaitu terdapat aktivitas baik itu dari pemasaran, status sosial, demografi, nilai-nilai, dan referensi dari kelompok tertentu.

2.2 Brand Ambassador

2.2.1 Definisi Brand Ambassador

Menurut Kotler dan Keller (2007) dalam sebuah penelitian, brand ambassador merupakan duta sebuah merek atau berkaitan dengan selebritas atau biasa disebut public figure yang memiliki pengaruh di sebuah negara atau bahkan skala yang lebih besar. Dimana public figure ini sendiri dipercaya menjadi sebagai salah satu faktor pendukung sisi psikologis yang mampu mempengaruhi perilaku, sikap, serta keyakinan seorang konsumen pada suatu produk (Yuna Setiani, Maskur, & Yulianti, 2020).

2.2.2 Indikator Penilaian Brand Ambassador

Menurut Rossiter dan Percy dalam Royan (2005), terdapat empat aspek yang dapat dijadikan bahan mengevaluasi seorang brand ambassador yaitu menggunakan model VisCAP (Royan, 2005):

(3)

1) Visibility (Popularitas)

Visibility menjadi salah satu aspek penentu seberapa populernya seseorang tersebut. Misalnya seperti seberapa terkenalnya, bagaimana pengaruhnya dan berapa banyak penggemar seseorang tersebut.

Dimana keberadaan seorang penggemar dari brand ambassador memiliki pengaruh besar dalam pemasaran produk tersebut.

2) Attraction (Daya tarik)

Brand ambassador yang baik yaitu memiliki sisi unik atau daya tarik tersendiri. Sehingga dari daya tarik tersebut bisa dikatakan sukses apabila berhasil menciptakan sebuah opini positif dan perilaku konsumen tertarik pada produk tersebut.

3) Credibility (Kredibilitas)

Kredibilitas dari brand ambassador dapat dinilai melalui sebuah keahlian dan objektivitas. Keahlian disini yang dimaksud adalah pengetahuan seorang brand ambassador akan produknya. Sedangkan objektivitas disini merupakan bagaimana seorang brand ambassador dapat meyakinkan dan mempromosikan produk tersebut agar bisa menarik perhatian lebih dari konsumen.

4) Power (Kekuasaan)

Menurut Royan, kekuasaan disini dibutuhkan sebuah kemampuan khusus untuk menyuruh atau memerintahkan atau membujuk para konsumen untuk membeli produk tersebut.

2.2.3 Fungsi Brand Ambassador

Dalam penggunaan brand ambassador, para pemasar berharap akan lebih menarik minat konsumen untuk membeli dan memberikan citra yang positif bagi produk tersebut. Disisi lain, pemilihan brand ambassador yang tepat adalah mereka yang berasal dari kalangan terkenal dan mampu mempersuasi orang-orang disekitarnya seperti selebriti.

Selebriti pula dapat menjadi sebuah alat marketing yang tepat untuk mewakilkan produk tertentu.

(4)

Disini menurut Royan (2004:168) seorang brand ambassador adalah orang-orang dari kalangan yang terkenal untuk lebih mudah dalam mempromosikan sebuah produk, sehingga brand ambassador memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Untuk memberikan gambaran suatu produk kepada konsumen lewat kesaksian

2. Untuk mendorong dan mengajak konsumen membeli atau memakai produk tertentu

3. Bertindak dan menjadi seorang aktor dalam memasarkan produk yang diiklankan

4. Menjadi juru bicara sebuah merek tertentu dalam memasarkan produknya

2.3 Korean Wave (K-POP)

Korean Wave atau hallyu merupakan fenomena tersebarnya budaya- budaya Korea Selatan ke dunia. Sehingga Korean Wave secara umum dipahami sebagai istilah peningkatan popularitas produk budaya Korea seperti drama televisi, film, dan musik atau K-pop (Jang & Paik, 2012). Selain itu budaya Korea yang popular adalah sebuah budaya yang memang sengaja dibuat untuk bisa dinikmati banyak orang dan dikenalkan untuk mendapatkan keuntungan (Burton dalam Chaniago, 2011:93) yaitu melalui dunia fashion, musik K-POP, Drama, ataupun life style. Pada tahun 1990, Korean Wave dimulai dengan drama di televisi. Drama TV Korea (atau mini-seri) telah menjadi instrumen atau komponen utama dari Korean Wave. Drama Dae Jang Geum memberikan kesempatan bagi drama Korea untuk mendapatkan popularitas di Cina, Jepang, dan Asia Tenggara.

Kemudian lambat laut New-Korean Wave Kembali hadir dan dipelopori oleh penyebaran K-Pop. Pertumbuhan teknologi yang pesat seperti social media layaknya YouTube, Facebook, dan Twitter telah memungkinkan untuk membawa Korean Wave bahkan ke luar Asia.

2.3.1 Indikator Korean Wave

Dalam sebuah jurnal, Cho dan Lita (2012) telah melakukan sebuah penelitian mengenai apa pengaruh Korean Wave melalui media massa,

(5)

dimana lebih spesifiknya adalah pengaruh Korean Wave terhadap perubahan perilaku konsumen atau indikator perubahan perilaku (Lestari, Sunarti, & Bafadhal, 2019), antara lain:

a) Pemahaman (Understanding)

Pemahaman disini dapat diartikan dimana untuk pertama kalinya seseorang memahami sifat dan sebuah arti dari keanekaragaman atau multikulturalisme.

b) Sikap dan Perilaku (Attitude and Behavior)

Maksudnya adalah kondisi dari evaluasi seorang konsumen atas kemampuan suatu produk atau brand tertentu untuk memenuhi kebutuhan dalam perilaku pembelian konsumen.

c) Persepsi (Perception)

Persepsi sendiri adalah suatu proses dimana seseorang mulai memilih, mengorganisir, dan memberikan kesan serta informasi tertentu untuk menciptakan gambaran atau citra suatu produk.

2.4 Minat Beli (Purchase Decision)

Dalam sebuah jurnal disebutkan bahwa minat beli merupakan sebuah perasaan senang terhadap suatu produk dimana akan menimbulkan keinginan untuk membeli produk tersebut (Hendayana & Afifah, 2020). Dimana hal ini tidak bisa terlepas dari sebuah proses iklan, menginformasikan suatu pesan, serta mengajak konsumen untuk membeli produk-produk tersebut.

Menurut Joko dan Doni (2019) dalam penelitian tersebut menyebutkan Minat beli merupakan sebuah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan senang terhadap barang yang akhirnya menimbulkan keinginan dan perasaan meyakinkan bahwa barang tersebut memiliki manfaat sehingga ingin memilikinya dengan cara membayar atau menukarnya dengan barang lainnya.

Dalam penelitian lain dijelaskan, bahwa menurut Alma (2013) keputusan pembelian merupakan suatu keputusan dari konsumen yang dipengaruhi oleh aspek ekonomi maupun keuangan, aspek teknologi, budaya, produk serta harganya, lokasi, promosi, physical evidence, people, dan proses. Sehingga dari

(6)

keputusan pembelian tersebut membentuk suatu sikap pada konsumen untuk mengelola semua macam informasi dan mengambil sebuah kesimpulan berupa respon yang muncul produk apa yang akan dibeli (Lestari, Sunarti, & Bafadhal, 2019).

Menurut Kotler dan Keller (2016) dalam Shinta (2018:19) menyebutkan bahwa perilaku minat beli secara tidak langsung dipengaruhi oleh empat faktor:

1) Budaya (Culture)

2) Lingkungan Sosial (Keluarga, teman, kelompok tertentu, status, dan peran) 3) Pribadi (Dari dalam diri individu sendiri: Usia, kepribadian, pekerjaan,

perekonomian, serta gaya hidup)

4) Kondisi Psikologis (Emosi, motivasi, dan persepsi) 2.4.1 Indikator Minat beli

Indikator dari minat beli konsumen menurut Suwandari (2008) dibagi menjadi 4 bagian, yakni sebagai berikut:

a) Attention

Tahapan yang timbul pertama kali adalah perhatian. Dimana pada saat ini konsumen merasa kenal dengan produk yang dikenalkan oleh pemasar tertentu. Pada tahapan ini pula juga dapat dikatakan Ketika seorang konsumen melihat ataupun mendengar mengenai promosi dari produk tertentu untuk pertama kalinya.

b) Interest

Setelah memperkenalkan pada konsumen dan memancing perhatian konsumen pada produk tersebut, tahapan selanjutnya adalah mulai muncul benih-benih ketertarikan dalam diri konsumen dan mereka akan berminat untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai informasi produk tertentu.

c) Desire

Pada tahap ini, konsumen yang telah mempelajari lebih lanjut mengenai produk akan memicu keinginan untuk membeli dan mendapatkan produk tersebut. Saat ini pula konsumen melangkah satu tingkat lebih maju dari sekedar tertarik. Hal ini ditandai dengan

(7)

keinginan kuat dari konsumen untuk membeli dan memiliki suatu produk.

d) Action

Tahapan ini adalah tahap terakhir setelah mencari tahu informasi mengenai produk, kemudian tertarik dan ingin membeli produk. Maka langkah selanjutnya adalah para konsumen akan melakukan pembelian pada produk yang telah mereka pilih dan inginkan.

2.5 Basis Teori

Pada dasarnya teori yang akan menjadi acuan ada penelitian ini adalah teori Retorika oleh Aristoteles dan teori atribusi oleh Firtz Heider. Dimana hal ini akan memfokuskan teori ini sebagai landasan Brand Ambassador artis Korea melakukan persuasi kepada orang lain sehingga tumbuh minat untuk melakukan pembelian pada produk Scarlett Whitening. Yakni bisa digambarkan bagaimana sebuah komunikasi menggerakkan dan mempengaruhi tingkah laku atau tindakan seseorang sehingga mengambil keputusan tersebut.

2.5.1 Teori Retorika

Dalam Perbawaningsih (2012), Aristoteles menyebutkan bahwa di dalam teori Retorika terdapat suatu sikap yang dibentuk kepada kelompok yang dituju sebagai akhir atau hasil dari kemampuan seorang persuader atau orang yang mempersuasi (komunikasi persuasi) untuk mempengaruhi atau mempersuasi. Dimana awal kelahiran teori ini telah dikemukakan terlebih dahulu oleh Ilmuwan Plato yang akhirnya Aristoteles menilai bahwa teori yang dikemukakan oleh Plato tidak memberikan efek yang praktis.

Sehingga dari pemikiran tersebut, Aristoteles mengembangkan sebuah teori yang sangat berguna bagi public speaking. Pada akhirnya terbentuklah dua asumsi dari hasil penelitian Aristoteles mengenai efektivitas persuasi, sebagai berikut:

1. Agar tercipta persuasi yang efektif, diperlukan seorang komunikator yang memiliki kemampuan etos, pathos, dan logos

(8)

2. Seorang komunikator harus mengenal dan memahami audiens yang menjadi tujuan

Etos merupakan sebuah kemampuan atau keahlian yang dimiliki seorang persuader yang baik. Pathos sendiri adalah kemampuan yang dimaksudkan untuk membangun dan melibatkan emosi. Sedangkan logos merupakan sebuah kemampuan seorang persuader untuk menyusun dan memberikan argumentasi secara rasional dan logis. Pada Ilmu teori Retorika ini dapat diambil kesimpulan bahwa efektivitas sebuah persuasi itu ditentukan dari kualitas komunikator atau persuader yang memiliki kemampuan untuk merepresentasikan etos, pthos, dan logos.

Terdapat sebuah asumsi mengatakan bahwa yang menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan sebuah persuasi adalah kredibilitas, daya tarik fisik, dan kompetensi pesan yang disampaikan. Ketika seorang persuader atau komunikator memiliki kredibilitas yang tinggi maka argumen atau pesan yang disampaikan menjadi tidak begitu diperhatikan oleh komunikan. Begitu juga sebaliknya asumsi yang lain menyatakan jika suatu argumen yang disampaikan itu baik, namun tidak akan begitu dinilai jika seorang komunikatornya gagal dalam menyampaikan pesan tersebut pada komunikan. Sehingga dari asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap yang diambil ambil oleh seorang komunikan itu tergantung dari kemampuan persuasi yang dimiliki oleh komunikator (persuader).

Retorika menurut Ellysea (2018) dan Keraf (2009) adalah salah satu teknik dalam penggunaan bahasa sebagai sebuah seni baik itu secara verbal maupun nonverbal yang berlandaskan pada pengetahuan komunikasi yang baik, untuk mempengaruhi perilaku, pendapat, dan minat orang lain. Dimana apabila semakin baik pengetahuan seorang komunikator, semakin baik pula ilmu retorika tersebut.

Aristoteles menyebutkan dalam Ellysea (2018) ilmu retorika adalah sebuah ilmu yang memberikan keterampilan pada seseorang untuk menemukan cara persuasif yang objektif dari suatu peristiwa atau kasus.

Cara persuasif yang dimaksud yakni mencakup segala yang ditujukan bagi orang lain. Bisa disingkat bahwa ilmu Retorika itu membahas dasar-dasar

(9)

yang dibutuhkan untuk menyusun sebuah argumen atau wacana yang efektif yang berlandaskan komunikasi oleh seorang komunikator (persuader) kepada komunikan.

2.5.2 Komunikasi Persuasif

Persuasi merupakan sebuah proses komunikasi yang bertujuan untuk mengajak serta membujuk orang lain dengan mengubah sikap dan pendapat sesuai keinginan dari komunikator. Dalam (Burgon & Huffner, 2002) arti dari kata bujukan atau ajakan tersebut adalah tanpa unsur paksaan. Dalam komunikasi persuasi memiliki esensi yang merupakan sebuah upaya seorang komunikator untuk meyakinkan konsumennya agar membeli suatu produk atau jasa yang disampaikan. Berdasarkan sudut pandang ilmu komunikasi, istilah persuasi lebih cenderung disebut dengan komunikasi persuasif. Dimana komunikasi persuasif ditujukan untuk dapat mengubah pendapat, sikap, bahkan perilaku seseorang. Agar tercapai tujuan dari komunikasi persuasif tersebut membutuhkan sebuah perencanaan yang matang dan didasarkan pada komponen yang terdapat pada komunikasi yaitu seorang komunikator, komunikan, pesan, dan media.

2.5.2.1. Teori Atribusi

Teori Atribusi pada awalnya bermula dari gagasan bahwa setiap individu tersebut mencoba memahami perilaku mereka sendiri dan perilaku orang lain dengan cara mengamati bagaimana setiap individu tersebut berperilaku (Littlejohn, 2009: 101). Firtz Heider selaku penemu teori atribusi menyebutkan beberapa faktor atribusi yang mendorong individu memiliki tingkah laku, sebagai berikut:

1. Adanya pengaruh personal, yaitu mempengaruhi sesuatu secara pribadi

2. Adanya penyebab situasional, yaitu dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya

3. Adanya memiliki keinginan melakukan sesuatu 4. Adanya perasaan menyukai sesuatu

(10)

6. Adanya usaha, yaitu mencoba melakukan sesuatu 7. Adanya perasaan harus melakukan sesuatu 2.6 Penelitian Terdahulu

Penulis memilih untuk mengambil beberapa penelitian dari jurnal dan skripsi yang telah dipublikasikan di internet.

1. Penelitian terdahulu ini terdahulu dilakukan oleh Yayan Hendayana dan Ni’matul Afifah seorang alumnus dari Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dengan judul penelitian “Pengaruh Brand Ambassador dan Korean Wave Terhadap Minat Belanja Online Melalui Marketplace Tokopedia”. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh dari seorang brand ambassador dan fenomena Korean Wave terhadap ketertarikan belanja online pada e-commerce Tokopedia. Penelitian dilaksanakan dengan menyebarluaskan kuisioner secara online kepada responden yaitu mahasiswa regular dari Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta, dan didapat sebanyak 96 orang responden.

Teknik pendekatan penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan metode analisis korelasi sederhana dan berganda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut yakni brand ambassador dan Korean wave sama-sama memiliki pengaruh positif terhadap ketertarikan minat belanja online pada marketplace Tokopedia oleh mahasiswa regular Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta. Perbedaan penelitian ini dengan yang peneliti lakukan terletak pada variabel dan sampel penelitiannya.

2. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Yuni Setiani, Maskur, dan Farida Yulianti yang merupakan seorang mahasiswa dan dua orang dosen dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al banjari. Judul penelitian yang dipakai adalah “Pengaruh Choi Siwon Sebagai Brand Ambassador Terhadap Keputusan Pembelian PT Wings Surya Banjarmasin (Survei terhadap pembeli Mie Sedaap di Banjarmasin)”. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa pengaruh dari variable Visibility, Credibility, Attraction, dan Power dari brand ambassador Choi Siwon terhadap keputusan pembelian. Penelitian yang dilakukan ini bersifat kuantitatif dengan sampel dan populasi dalam penelitian ini adalah

(11)

sebanyak 65 responden dan berlokasi di kota Banjarmasin. Metode analisisnya menggunakan uji validitas dan reliabilitas data, uji asumsi klasik, serta analisis regresi linier berganda. Untuk Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui kuesioner, wawancara, observasi, dan arsip data perpustakaan.

Dari penelitian ini didapat hasil bahwa visibility merupakan satu-satunya variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian produk Mie Sedaap di Banjarmasin. Sedangkan tiga variabel lainnya yaitu Credibility, Attraction, dan Power tidak secara signifikan berpengaruh pada keputusan pembelian produk mie sedaap di Banjarmasin. Oleh karena itu dapat dapat diketahui kesimpulannya bahwa Choi Siwon sebagai brand ambassador tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian produk Mie Sedaap di kota Banjarmasin. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah berada pada variabel yang diujikan dan sampel yang diteliti.

2.7 Kerangka Pemikiran

2.7.1 Hubungan Brand Ambassador artis Korea dengan Minat Beli Minat beli disini merupakan perilaku konsumen yang menunjukkan suatu keinginan memilih dan menggunakan atau menginginkan suatu produk tertentu. Tentu hal ini tidak bisa terlepas dari bagaimana proses seorang brand ambassador memasarkan produk tersebut.

Menurut Shimp & Andrews dalam (Hendayana & Afifah, 2020) Brand Ambassador adalah suatu identitas atau ikon dari sebuah budaya.

Dimana merekalah yang bertindak sebagai alat marketing secara langsung yang mewakili suatu produk tertentu. Shimp juga menyebutkan bahwa seorang brand ambassador juga merupakan orang yang mendukung suatu merek atau brand tertentu dan terpilih dari berbagai public figure. Brand image sendiri adalah suatu gambaran atau deskripsi suatu produk yang

dibentuk melalui informasi atau pesan-pesan mengenai merek tersebut.

Dari teori diatas, seorang individu atau kelompok yang dipilih menjadi brand ambassador salah satu dari tokoh masyarakat yang

(12)

mereka diharapkan dapat meningkatkan minat beli pada konsumen dan meningkatkan citra yang positif untuk produk tertentu.

Sehingga menurut peneliti, untuk menarik perhatian banyak konsumen dalam memutuskan pembelian dan bagaimana citra merek tersebut terbentuk, Brand Ambassador juga menjadi salah satu alasan atau faktor terpenting bagi konsumen terutama fans dari artis tersebut untuk memilih tertarik atau tidak.

Selain itu dalam penelitian ini berfokus pada brand ambassador artis Korea dimana terkenal karena munculnya istilah Korean Wave yang merupakan istilah tersebarnya budaya Korea secara global atau mendunia yang diperkirakan sejak tahun 1990-an. Umumnya Korean Wave atau yang biasa disebut Hallyu ini memicu orang-orang di negara tertentu untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan Korea secara tidak langsung seperti cara berpakaian, cara berbicara, dan lain-lain.

Menurut Morissan (2010) dalam (Hendayana & Afifah, 2020) faktor paling luas dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen adalah faktor budaya atau kebiasaan yang merupakan suatu makna, nilai, norma, dan tradisi yang dipelajari dari suatu masyarakat tertentu. Namun secara keseluruhan Korean wave belum tentu memiliki pengaruh dalam pembentukan atau citra merek tertentu.

Sehingga menurut peneliti, untuk dapat menarik minat beli para konsumen dan pembentukan brand image suatu produk, faktor budaya tersebut dapat dimanfaatkan oleh merek tertentu, karena asal suatu budaya adalah dari berbagai macam daerah dan negara yang tersebar luas di seluruh penjuru dunia. Dimana budaya ada yang mudah diterima masyarakat luas dan disukai sehingga menjadikan budaya tersebut sebagai kebiasaan bagi masyarakat tertentu yang bukan penduduk asli dari tempat budaya tersebut berasal.

(13)

Brand Ambassador (X)

- Visibility - Credibility

- Attraction

- Power

Minat beli (Y)

- Attention -

-

Interest Desire

- Action

Brand Ambassador (X)

Minat beli (Y)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pemikiran

Keterangan:

X : Brand ambassador Y : Minat Beli

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teori diatas mengenai hubungan antar variabel tersebut, maka peneliti dapat menggambarkan kerangka konseptualnya seperti berikut:

Gambar 2.2 Hipotesis Penelitian

H1

Hipotesis:

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Brand ambassador artis Korea (X) terhadap minat beli konsumen produk Scarlett Whitening (Y)

(14)

H1 : Terdapat pengaruh antara Brand ambassador artis Korea (X) terhadap minat beli konsumen produk Scarlett Whitening (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja Pegawai Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diperoleh bahvv·a variabel kebijakan pemerintah daerah dan variabel motivasi kerja secara bersamasama/simultan

Spektrofotometri IR adalah metode analisis untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam suatu senyawa. Daerah IR pada spektrum elektromagnetik berada pada daerah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas ekstrak kloroform dan etanol dari biji pacar air ( Impatiens balsamina L) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode

mengembangkan produk koperasi, dari analisa kelemahan pengelola koperasi KBIH Uswah akan meningkatkan kualitas produk sehingga nasabah merasa nyaman untuk menjadi anggota,

SUB BAB PERALATAN NAVIGASI, disebutkan "Bendera signal, type marine signal", tolong diperjelas, karena signal flag tidak umum dipergunakan pada boat yang

Software Matlab mempunyai beberapa perintah yang dapat digunakan untuk membuat jaringan syaraf tiruan backpropagation. newff digunakan untuk membentuk jaringan syaraf

3) Laboratorium Matematika Terapan yang bertanggung jawab terhadap isi perkuliahan Model Matematika, Persamaan Diferensial (Persamaan

Standar luas bangunan gedung negara lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c mengikuti ketentuan luas ruang yang ditetapkan oleh menteri yang bersangkutan.. Bagian Keenam