• Tidak ada hasil yang ditemukan

Priawan Harmasandi Raharjo 1 Bismar Nasution 2 Keizerina Devi Azwar 3 ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Priawan Harmasandi Raharjo 1 Bismar Nasution 2 Keizerina Devi Azwar 3 ABSTRACT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

Priawan Harmasandi Raharjo1 Bismar Nasution2 Keizerina Devi Azwar3

ABSTRACT

One which becomes the capital source for subsidiaries namely using their banking credit facilities. But, banks need a guarantee which may give trust and certainty to them to be able to receive their money back in the event of bad debts of the subsidiaries credit. Moreover, credit asked by the subsidiaries is an investment bank credit that categorized as a big one. One who can be credit guarantees for subsidiaries is the parent company. Therefore, the legal act will certainly give legal effects on its own. It becomes a background in writing of this thesis that are to find out the settings guarantee credit banking in Indonesia, to find out legal relationship between parent company and subsidiaries in terms of guarantee in Indonesia, and to find out the accountability of parent company as corporate guarantee to subsidiaries related to the granting of credit facilities by investment banking.

Methods used in writing the thesis is normative legal research (juridical normative) because this research done by means of analyzing law written in library materials or secondary data and reference materials in the field of law.

Based on the results of the normative legal research (juridical normative) noted that credit guarantee arrangements banking in Indonesia that is generally found in the article 1131 of Book of Civil Law Legislation and also found in Act No. 10 in 1998 about the Changes Of Act No.7 in 1992 On Banking which in the Act is better known as the collateral. The legal relationship that exists between a parent company and its subsidiaries in terms of guarantee in Indonesia is the parent company can provide corporate guarantee for its subsidiaries. The accountability of parent company as corporate guarantee of subsidiaries related to the granting of credit facilities by investment banking, namely that the parent company is fully responsible for the subsidiary's credit.

Keywords: Parent Company, Corporate Guarantee, Subsidiaries, Investment Credits.

1 Students of Law Faculty University of Sumatera Utara

2 Supervisor I, Lecturer of Law Faculty University of Sumatera Utara

3 Supervisor II, Lecturer of Law Faculty University of Sumatera Utara

(2)

I. PENDAHULUAN

Keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengusahakannya, dan di sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang memiliki kemampuan berusaha namun terhambat pada kendala oleh karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali. Untuk mempertemukan keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditor yang akan menyediakan dana bagi debitor. Dari sinilah timbul perjanjian utang-piutang atau pemberian kredit.4

Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional yang merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (fungsinya sebagai funding) dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit (fungsinya sebagai lending) dan/atau dalam bentuk-bentuk lainnya5, telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan6 kepada masyarakat, khususnya para pelaku usaha, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Begitu juga halnya suatu perusahaan yang berbadan hukum. Sebagai subjek hukum, dirinya juga dapat memperoleh fasilitas kredit. Pada umumnya, alasan suatu perusahaan memanfaat fasilitas perbankan ini adalah karena perusahaan tersebut membutuhkan modal, baik untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi, meningkatkan produksi dalam operasionalnya seperti untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian kredit antara pemberi kredit (kreditor) di satu pihak dan penerima kredit (debitor) di lain pihak, termasuk juga dalam hal ini bank. Namun bank harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan

4Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusa, (Jakarta : Rajawali Pers, 2000), hlm. 1.

5Try Widiyono, Agunan Kredit dalam Financial Engineering, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 1.

6M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.1-2.

(3)

harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi kredit tepat pada waktunya sesuai dengan yang diperjanjikan.7 Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah atau debitor.8 Selain itu pemberian fasilitas kredit oleh bank idealnya juga mendasarkan pada faktor financial, yang tercakup pada tiga pilar, yaitu prospek usaha, kinerja, dan kemampuan calon debitor. Namun demikian, dengan memperhatikan adanya prudential banking principles, maka faktor financial saja belum cukup untuk memberikan keyakinan bahwa fasilitas kredit tersebut akan kembali dengan aman dan menguntungkan.

Pada umumnya pihak pemberi kredit mensyaratkan adanya agunan (jaminan kredit) sebelum memberikan kredit kepada pihak peminjam.9 Sekalipun pada dasarnya agunan (jaminan kredit) merupakan second way out, tetapi arah perkembangan kredit perbankan akhir-akhir ini diluar kredit konsumtif telah mengarah pada faktor agunan (jaminan kredit) sebagai variable dominan yang dapat memberikan keyakinan pada bank.

Jaminan dalam perkreditan mempunyai makna yang sangat penting, karena jaminan merupakan benteng terakhir bila debitor wanprestasi atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank.10 Dengan kata lain bahwa jaminan juga merupakan seperti pelindung kerugian.11 Bila kredit yang diterima pihak peminjam tidak dilunasinya sehingga disimpulkan sebagai kredit macet, jaminan kredit yang diterima bank akan dicairkan untuk pelunasan kredit macet tersebut. Dengan demikian, jaminan kredit mempunyai peranan penting bagi pengamanan pengembalian dana bank yang disalurkannya kepada pihak peminjam melalui pemberian kredit.12

7Hesty Irwan, Penelitian tentang Aspek Hukum Restrukturisasi Kredit dalam Rangka Menggerakkan Sektor Riil, (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2001), hlm. 63.

8Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada Media Group, 2008), hlm. 73.

9Ibid.

10Suharno, Analisa Kredit, (Jakarta : Djambatan, 2003), hlm. 2.

11Jopie Jusuf, Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, (Jakarta : Elex Media Komputerindo, 2003), hlm. 95.

12 M. Bahsan, Op.cit., hlm. 4.

(4)

Jaminan kredit dapat berupa benda sehingga merupakan jaminan kebendaan dan/atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perseorangan.13 Jaminan kebendaan adalah penyerahan hak oleh debitor atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya kepada bank guna dijadikan agunan atas kredit yang diperoleh debitor dimana bank dengan melakukan pengikatan agunan tersebut mempunyai hak yang didahulukan dari kreditor lain untuk mengambil pelunasan terhadap hasil penjualan agunan tersebut.14 Jaminan kebendaan dapat diikat dengan lembaga hak tanggungan, hipotek, gadai, fidusia, dan cessie. Sedangkan jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara kreditor dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban pihak berutang atau debitor. Jaminan perseorangan merupakan jaminan yang pelaksanaannya didasarkan atas faktor psikologis dan bonafiditas yaitu persoonlijke borg atau jaminan orang lain. Pihak ketiga yang melakukan penanggungan utang atau penjamin dapat dilakukan oleh orang-perorangan yang pengikatan jaminannya dalam bentuk personal guarantee atau dilakukan oleh badan usaha berbadan hukum yang pengikatannya dalam bentuk corporate guarantee atau yang dilakukan oleh pihak bank yang pengikatannya dalam bentuk bank guarantee. Jaminan kredit ini disebut juga sebagai jaminan kredit khusus. Jaminan khusus biasanya dimintakan pada jumlah kredit yang terbilang besar. Salah satu kredit yang memiliki jumlah kredit yang besar yaitu kredit investasi.

Penjamin baru menjadi debitor atau mempunyai kewajiban untuk membayar setelah debitor utama, yang utangnya ditanggung, cidera janji atau wanprestasi, dimana harta benda milik debitor utama telah disita dan dilelang terlebih dahulu dan apabila hasilnya tidak cukup untuk melunasi kewajibannya, atau apabila debitor utama tidak mempunyai harta apapun maka kreditor dapat menuntut penjamin.15

Terkait dengan jaminan perseorangan tersebut, tentu tidak dapat kita mungkiri terdapatnya suatu badan usaha berbadan hukum yang menjadi penjamin dalam kredit yang disebut sebagai corporate guarantee. Badan usaha berbadan hukum tersebut berupa induk perusahaan (dalam hal ini berbentuk perseroan terbatas), yang mana induk perusahaan tersebut bertindak sebagai

13Ibid., hlm. 2.

14Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 12.

15Rudhy A. Lontoh, Denny Kailiman, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung : Alumni, 2001), hlm. 411.

(5)

corporate guarantee terhadap kredit anak perusahaannya yang mungkin saja pada saat itu anak perusahaan tersebut baru berdiri, tidak memiliki banyak aset yang berguna untuk menjadi jaminan kreditnya, atau lain sebagainya, sementara anak perusahaannya tersebut membutuhkan modal yang besar, baik untuk pembiayaan modal tetapnya misalnya peralatan produksi, gedung, dan mesin- mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi, maupun kebutuhan lainnya. Berdasarkan peristiwa hukum tersebut, tentunya akan menimbulkan akibat hukum tersendiri, sebab kita mengetahui bahwasanya antara induk dan anak perusahaan tersebut mempunyai hubungan hukum diantara keduanya yaitu sebagai pemegang saham mayoritas, sehingga di dalam perusahaan grup mereka dianggap suatu kesatuan ekonomi, dan juga secara yuridis keduanya merupakan suatu badan hukum yang mandiri. Dengan demikian dalam karya ilmiah ini akan dibahas terkait hal tersebut dengan judul “Pertanggungjawaban Perusahaan Induk sebagai Corporate Guarantee Terhadap Anak Perusahaan Terkait Adanya Pemberian Fasilitas Kredit Investasi oleh Perbankan”.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan jaminan kredit perbankan di Indonesia ?

2. Bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan di Indonesia ?

3. Bagaimana pertanggungjawaban perusahaan induk sebagai corporate guarantee terhadap anak perusahaan terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan ?

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah penelitian yuridis normatif. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder16. Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi bahan hukum primer yakni berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia

16Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 24.

(6)

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Bahan hukum sekunder, yakni berupa buku, karya ilmiah, maupun artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan obyek persoalan di atas. Dan bahan hukum tertier, yakni berupa kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu penulisan yang dilakukan dengan cara pengumpulan literatur. Analisis data yang digunakan dalam karya ilmiah ini yaitu analisis data secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia

Secara umum, jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang.17 Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitor untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas utang yang diterima debitor terhadap kreditornya.18

Perspektif hukum perbankan terkait jaminan ini, yang mana istilah jaminan dibedakan dengan istilah agunan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, memberikan pengertian yang berbeda terhadap jaminan dan agunan. Jaminan yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan. Sedangkan pengertian agunan dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada

17Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda, Djuhaepah T.

Marala, Dasar-dasar Perkreditan (Edisi Keempat), (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm.

88. 18

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.

66.

(7)

bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Secara garis besar, jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam 2 (dua) klasifikasi yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum lahir dan bersumber karena undang-undang, adanya ditentukan dan ditunjuk oleh undang- undang tanpa ada perjanjian dari para pihak (kreditor dan debitor).19 Pada prinsipnya, menurut hukum segala harta kekayaan debitor baik yang sudah ada pada saat perjanjian diadakan maupun yang baru yang akan ada dikemudian hari yang akan menjadi milik debitor setelah perjanjian kredit diadakan akan menjadi jaminan bagi kreditnya dengan semua kreditor. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, tanpa kecuali seluruh harta kekayaan debitor akan menjadi jaminan umum atas pelunasan kreditnya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya.20

Jaminan khusus adalah jaminan yang timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditor dan debitor21. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan maupun jaminan yang bersifat perseorangan. Dengan adanya jaminan khusus ini maka kreditor memiliki hak utama atau istimewa atau preferen atas benda jaminan yang diberikan debitor sebagai jaminan atas kreditnya. Dengan kata lain kreditor tersebut berkedudukan lebih utama terhadap kreditor lainnya sehingga akan mendapatkan hak pembayaran utang terlebih dahulu daripada kreditor lainnya atas hasil penjualan benda jaminan debitor tersebut.

Dengan adanya jaminan kredit ini maka menjadi sarana perlindungan bagi keamanan kreditor, yaitu kepastian atas pelunasan kredit debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor. Yang mana jaminan kredit tersebut berfungsi untuk meyakinkan bank atau kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah

19Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : Alfabeta, 2009), hlm.

146.

20Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 287.

21Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu tinjauan yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 59.

(8)

disepakati bersama.22 Walaupun pada prinsipnya jaminan bukan merupakan syarat utama karena bank memprioritaskan pada kelayakan usaha yang dibiayai sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Jaminan utama dalam perjanjian kredit adalah merupakan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.23

B. Hubungan Hukum Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan dalam Hal Penjaminan di Indonesia

Antara induk perusahaan dan anak perusahaan memiliki keterikatan satu sama lain. Dimana dengan adanya keterikatan tersebut membuat induk perusahaan memiliki kedudukan tersendiri atas anak perusahaannya. Meskipun pada dasarnya induk perusahaan dan anak perusahaan merupakan suatu badan hukum yang mandiri, yang mana memiliki hak dan kewajiban sendiri, namun diantara keduanya tetap dapat terjalin suatu hubungan.

Hubungan hukum yang ada antara induk perusahaan dan anak perusahaan adalah terdapat pada hubungan kepemilikan saham. Yang mana induk perusahaan merupakan perseroan yang memiliki saham anak perusahaan.

Dalam hal ini induk perusahaan dapat memiliki 100% (seratus persen) saham anak perusahaan maupun memiliki sebagian saham anak perusahaan, dengan kata lain sebagai pemegang saham mayoritas pada anak perusahaannya.

Hubungan hukum tersebut diatur secara jelas dalam anggaran dasar anak perusahaan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

Selanjutnya, hubungan hukum yang ada antara induk perusahaan dan anak perusahaan bukan hanya saja terkait dengan kepemilikan saham induk perusahaan atas saham anak perusahaan. Namun dapat juga dikatakan induk perusahaan sebagai pimpinan sentral pada perusahaan grup. Karena tidak menutup kemungkinan induk perusahaan memiliki banyak anak perusahaan yang berada dibawahnya sebagai kesatuan ekonomi.

22Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan ; Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 21.

23Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan, (Medan : USU Press, 2011), hlm. 59.

(9)

Keterkaitan antara induk perusahaan terhadap anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup disebabkan oleh adanya hal-hal sebagai berikut :24 1. Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan

Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai kesatuan manajemen. Salah satu fungsi kepemilikan saham induk perusahaan pada anak perusahaan adalah zeggenschapsfunctie.

zeggenschapsfunctie merupakan kepemilikan saham pada anak perusahaan memberikan hak suara kepada induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan melalui berbagai mekanisme pengendalian yang ada, seperti rapat umum pemegang saham untuk mendukung beleggingsfunctie dari konstruksi perusahaan kelompok sebagai kesatuan ekonomi.

2. Rapat Umum Pemegang Saham

Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan melalui mekanisme RUPS anak perusahaan. Dalam RUPS anak perusahaan, induk perusahaan dapat menetapkan hal-hal strategik yang dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan kelompok sebagai kesatuan ekonomi, antara lain melalui penetapan sasaran jangka panjang perusahaan dalam bentuk business plan selama lima tahun yang dikenal dengan rencana strategik. Dalam rencana strategik ini, direksi induk perusahaan menetapkan kebijakan dasar perusahaan yang terdiri dari visi, misi, budaya, serta sasaran serta strategi perusahaan. Kebijakan dasar induk perusahaan ini diikuti oleh semua anak perusahaan dalam menyusun perencanaan jangka panjang masing- masing.

3. Penempatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris anak perusahaan Melalui kepemilikan atas saham anak perusahaan, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menempatkan anggota direksi dan/atau dewan komisaris induk perusahaan untuk merangkap menjadi direksi atau komisaris anak perusahaan. Penempatan orang-orang induk perusahaan pada anak-anak perusahaan merupakan bentuk pengendalian secara tidak langsung terhadap kegiatan operasional anak perusahaan. Melalui fungsi pengendalian tersebut,

24Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010), hlm. 96-97.

(10)

induk perusahaan dapat mengetahui perkembangan kegiatan usaha masing- masing anak perusahaan.

4. Keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara

Keterkaitan induk perusahaan dan anak perusahaan juga dapat terjadi karena perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang saham pendiri, yang menyepakati bahwa penunjukan direksi dan dewan komisaris ditentukan oleh salah satu pemegang saham pendiri. Perjanjian semacam ini terjadi pada perusahaan kelompok yang merupakan badan usaha milik negara.

5. Keterkaitan melalui kontrak

Perseroan dapat menyerahkan kendali atas manajemen kepada perseroan lain melalui perjanjian pengelolaan perusahaan.

Hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidak menghapuskan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk perusahaan dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri. Sebaliknya realitas bisnis perusahaan kelompok mengindikasikan bahwa hubungan induk dan anak perusahaan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan dalam mendukung tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi.

Hubungan hukum yang ada antara induk perusahaan dan anak perusahaan ternyata memiliki daya guna yang cukup menguntungkan bagi perkembangan dunia usahanya mereka. Karena dari sisi induk perusahaan, salah satu alasan mereka memiliki ataupun mendirikan anak perusahaan adalah sebagai bentuk ekspansi mereka di dunia usaha. Sehingga dengan demikian kehadiran anak perusahaan akan memberikan keuntungan tersendiri bagi dirinya. Dari sisi anak perusahaan, adanya hubungan hukum antara dirinya dan induk perusahaan akan memudahkan dirinya untuk melakukan pengembangan usaha mereka. Apalagi jika anak perusahaan tersebut merupakan perusahaan baru yang sedang memulai merintis usahanya. Otomatis selain memerlukan manajemen yang baik, dirinya juga memerlukan dana untuk mendukung laju usahanya. Begitu juga dengan anak perusahaan yang sudah maju dan ingin melakukan ekspansi di bidang finansialnya25 atau melakukan restrukturisasi permodalannya.

25Ekspansi finansial adalah ekspansi perusahaan yang memerlukan peningkatan modal yang relatif besar, sehingga seringkali diperlukan juga peningkatan equity. Secara operasional, ekspansi finansial dilakukan misalnya dengan membeli alat produksi tahan lama, mendirikan

(11)

Salah satu yang menjadi sumber pendanaan perusahaan sebagai wujud restrukturisasi permodalannya yaitu dilakukan dengan menarik dana dari pihak luar perusahaannya.26 Pihak luar perusahaan tersebut salah satunya yaitu dari pihak perbankan. Melalui salah satu fasilitas yang diberikan perbankan yaitu kredit, anak perusahaan tersebut akan mendapatkan dana segar. Namun untuk mendapatkan kredit tersebut pastinya memerlukan suatu jaminan. Jaminan merupakan salah satu yang menjadi syarat kredit. Meskipun pada umumnya seluruh harta kekayaan debitor (anak perusahaan) baik yang ada maupun yang akan ada dikemudian hari merupakan jaminan bagi kreditor (bank),27 namun bank perlu suatu jaminan khusus agar dapat meyakinkan bank untuk memberikan kreditnya kepada debitor (anak perusahaan). Apalagi kredit yang diberikan yaitu kredit yang cukup besar, misalnya dalam hal ini kredit investasi.

Seperti yang telah dibahas pada bab terdahulu pada skripsi ini, salah satu bentuk jaminan yaitu jaminan perseorangan. Yang mana pada jaminan perseorangan tersebut, suatu badan hukum dapat menjadi penjaminnya yang disebut dengan corporate guarantee. Dengan demikian anak perusahaan dapat memanfaatnya induk perusahaannya untuk menjadi penjamin atas dirinya yang memperoleh fasilitas kredit tersebut.

Proses pemberian jaminan kredit berupa corporate guarantee ini, perlu diperhatikan juga anggaran dasar dari induk perusahaan. Apabila di dalam anggaran dasar tersebut terdapat ketentuan yang melarang perusahaan untuk melakukan corporate guarantee, maka induk perusahaan tersebut tidak dapat menjadi penjamin atas perbuatan hukum (kredit) anak perusahaan tersebut.28 Karena anggaran dasar suatu perseroan terbatas merupakan hukum yang positif bagi perseroan terbatas itu yang apabila dilanggar akan mengakibatkan transaksi yang dibuat menjadi batal.29 Di lain pihak, apabila tidak ada ketentuan tegas yang mengatur hal itu, maka kita perlu melihat kepada maksud dan tujuan pendirian perseroan tersebut, lalu kita hubungkan dengan perikatan yang hendak dijamin dengan penjaminan, apakah keduanya selaras atau tidak.30

perusahaan baru, akuisisi dan merger, dan sebagainya. (Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 152-153).

26Ibid., hlm. 154.

27Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

28J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 219

29I.G. Rai Widjaja, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta: Pradya Paramita, 1994), hlm. 9.

30J.Satrio, Loc.cit.

(12)

Terkait dengan pemberian corporate guarantee tersebut, perlu diperhatikan juga di dalam anggaran dasar perusahaan (induk perusahaan) siapa yang berhak mewakili perusahaan tersebut memberikan penjaminan.

Apabila tidak ada diatur dengan tegas, maka berlakulah ketentuan umum yaitu direksi lah yang mewakili perusahaan tersebut.31 Selain itu perlu diperhatikan juga bahwasanya dalam pemberian corporate guarantee, direksi wajib meminta persetujuan RUPS. Karena berdasarkan ketentuan Pasal 102 ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan perseroan atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50%

(lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

Atas penjabaran tersebut, maka hubungan hukum yang ada antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan yaitu induk perusahaan dapat menjadi penjamin atau memberikan corporate guarantee atas perbuatan hukum anak perusahaannya. Seperti halnya pada kegaiatan anak perusahaan yang mengambil kredit perbankan, yang mana induk perusahaan menjadi penjaminnya.

C. Pertanggungjawaban Perusahaan Induk sebagai Corporate Guarantee terhadap Anak Perusahaan Terkait Adanya Pemberian Fasilitas Kredit Investasi oleh Perbankan

Setelah suatu perusahaan menerima untuk mengikatkan dirinya menjadi seorang penjamin atas kredit perusahaan lainnya, dengan kata lain bersedia memberikan corporate guarantee, maka atas perbuatan hukum tersebut pun akan melahirkan akibat hukum tertentu yang mengikat perusahaan tersebut (pemberi corporate guarantee). Akibat hukum tersebut yaitu perusahaan penjamin bertanggung jawab untuk melunasi kredit perusahaan yang dijaminnya apabila perusahaan tersebut melakukan wanprestasi atau cidera janji atas perjanjian kredit yang telah dibuatnya dengan pihak kreditor yaitu bank, dimana perusahaan yang dijamin yang bertindak sebagai debitor tidak mampu lagi membayar kreditnya sehingga menimbulkan kredit macet.

31Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756.

(13)

Begitu juga yang terjadi antara induk perusahaan dan anak perusahaan.

Induk perusahaan yang bertindak sebagai pihak ketiga atas kredit anak perusahaannya, yaitu sebagai pemberi corporate guarantee, bertanggung jawab seutuhnya atas perbuatan hukum anak perusahaannya tersebut dengan menjadikan kekayaan perusahaan induk tersebut sebagai jaminan kreditnya.

Meskipun sebagai badan hukum dikenal suatu doktrin yang secara prinsipil menyatakan bahwa, setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum, maka hanya badan hukum itu sendiri yang bertanggung jawab, para pemegang saham tidak bertanggung jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimilikinya, atau yang disebut dengan prinsip limited liability, namun dalam hal ini prinsip tersebut tidak berlaku. Hal tersebut disebabkan karena induk perusahaan telah bersedia mengikatkan dirinya untuk menjadi penanggung/penjamin atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaannya tersebut. Sehingga dengan demikian induk perusahaan juga wajib bertanggung jawab kepada pihak kreditor apabila anak perusahaannya tidak mampu membayar kreditnya.

Pertanggungjawaban induk perusahaan sebagai penjamin tersebut dapat berlaku atas seluruh harta kekayaan induk perusahaan. Namun hal tersebut dapat dihindari apabila pada saat dilakukan perjanjian penjaminan perusahaan telah disepakati terlebih dahulu bahwasanya induk perusahaan hanya menanggung dengan jumlah tertentu saja atau induk perusahaan hanya menanggung kredit anak perusahaannya sebesar jumlah kreditnya tersebut. Hal ini akan tertuang pada akta perjanjian penanggungan/penjaminan perusahaan yang dibuat dan disepakati antara induk perusahaan dan kreditor (bank).

Terkait dengan pertanggungjawaban induk perusahaan tersebut, induk perusahaan memiliki hak-hak istimewa sebagai penjamin terhadap kewajibannya dalam menjamin kredit anak perusahaannya sebelum dirinya membayar kredit anak perusahaannya. Hak-hak istimewa yang dimiliki induk perusahaan tersebut salah satunya yaitu hak untuk meminta agar pemenuhan kredit anak perusahaannya dilakukan dengan cara menyita terlebih dahulu harta kekayaan anak perusahaannya dan selanjutnya menjual harta kekayaan tersebut terlebih dahulu. Apabila setelah dilakukan penjualan ternyata harta kekayaan anak perusahaan tersebut belum juga cukup untuk menutupi kreditnya, maka barulah bank sebagai kreditor meminta kepada induk perusahaan untuk membayar kekurangan kredit yang belum terpenuhi tersebut. Selama kreditor belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitor, penjamin tidak

(14)

memiliki kewajiban membayar kredit debitor yang dijaminnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Namun terdapat pengecualian atas Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut yang berada pada ketentuan Pasal 1832 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Dalam hal ini, penjamin telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukan sita-lelang terlebih dahulu atas harta kekayaan debitor. Bagi penjamin yang telah melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan secara tegas dalam akta penjaminan (akta borgtocht) maka kreditor dapat melakukan sita-lelang harta kekayaan penjamin tanpa harus menunggu sita-jual harta kekayaan debitor terlebih dahulu. Dengan adanya pengecualian tersebut, maka memberikan peluang kepada kreditor untuk dapat menuntut langsung kepada penjamin untuk melunasi kredit debitor tanpa harus menjual harta benda debitor terlebih dahulu. Pada tatanan prakteknya, biasanya pihak bank akan meminta hak istimewa induk perusahaan sebagai penjamin ini dilepas. Hal ini dilakukan agar dapat memudahkan pihak bank dalam proses pengeksekusian apabila cidera janji atau wanprestasi tersebut terjadi.

Atas penjabaran di atas, maka pertanggungjawaban perusahan induk yang bertindak sebagai corporate guarantee terhadap anak perusahaan yang memperoleh fasilitas kredit investasi oleh perbankan yaitu induk perusahaan bertanggung jawab atas kredit anak perusahaannya tersebut. Apabila anak perusahaan melakukan cidera janji atau wanprestasi yaitu tidak mampu atau tidak membayar kreditnya beserta bunganya sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan, maka induk perusahaan berkewajiban melunasi kredit anak perusahaannya tersebut beserta bunganya. Kewajiban melunasi kredit beserta bunga kredit anak perusahaannya itu hanya dapat dilakukan apabila pihak bank telah terlebih dahulu menyita dan menjual harta kekayaan anak perusahaan yang memperoleh fasilitas kredit tersebut. Namun kewajiban melunasi tersebut dapat langsung dimintakan oleh bank kepada induk perusahaan tanpa terlebih dahulu melakukan sita-jual harta kekayaan anak perusahaan, apabila hak istimewa induk perusahaan tersebut sebagai penjamin telah digugurkan atau dilepaskan oleh induk perusahaan. Sehingga dengan demikian pihak bank akan dapat langsung meminta induk perusahaan untuk bertanggung jawab atas kredit anak perusahaannya.

(15)

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang ada pada Bab II sampai dengan Bab IV, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan jaminan kredit perbankan di Indonesia yaitu secara umum terdapat pada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan kredit ini juga terdapat pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu dalam undang-undang ini lebih dikenal dengan istilah agunan, yaitu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Yang memiliki fungsi utama yaitu untuk meyakinkan bank atau kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

2. Hubungan hukum yang ada antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan di Indonesia adalah induk perusahaan dapat menjadi penjamin atau memberikan corporate guarantee atas perbuatan hukum anak perusahaannya. Seperti halnya pada kegiatan anak perusahaan yang mengambil kredit perbankan, yang mana induk perusahaan menjadi penjaminnya.

3. Pertanggungjawaban perusahaan induk sebagai corporate guarantee terhadap anak perusahaan terkait adanya pemberian fasilitas kredit investasi oleh perbankan yaitu bahwa induk perusahaan bertanggung jawab atas kredit anak perusahaannya tersebut. Apabila anak perusahaan melakukan cidera janji atau wanprestasi yaitu tidak mampu atau tidak membayar kreditnya beserta bunganya sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan, maka induk perusahaan berkewajiban melunasi kredit anak perusahaannya tersebut beserta bunganya. Kewajiban melunasi kredit beserta bunga kredit anak perusahaannya itu hanya dapat dilakukan apabila

(16)

pihak bank telah terlebih dahulu menyita dan menjual harta kekayaan anak perusahaan yang memperoleh fasilitas kredit tersebut (Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Namun kewajiban melunasi tersebut dapat langsung dimintakan oleh bank kepada induk perusahaan tanpa terlebih dahulu melakukan sita-jual harta kekayaan anak perusahaan, apabila hak istimewa induk perusahaan tersebut sebagai penjamin telah digugurkan atau dilepaskan oleh induk perusahaan (Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

B. Saran

Saran yang dapat diberikan terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini, antara lain :

1. Sebaiknya pengaturan jaminan kredit perbankan di Indonesia harus diimbangi dengan pengaplikasian dari pengaturan jaminan kredit perbankan itu sendiri. Hal ini sangat penting karena dengan adanya jaminan atau agunan kredit yang sesuai dengan jumlah kredit yang diberikan oleh bank, maka risiko kerugian yang dialami bank akibat dari kredit macet pun akan berkurang.

2. Sebaiknya hubungan hukum yang ada antara induk perusahaan dan anak perusahaan dalam hal penjaminan diatur secara jelas di dalam anggaran dasar induk perusahaan, agar tidak terjadi kekeliruan dan penafsiran yang beragam apakah induk perusahaan dapat menjadi corporate guarantee atau tidak. Karena hal ini sangat mempengaruhi akibat hukum dari perbuatan hukum penjaminan tersebut.

3. Bagi perusahaan yang bertindak sebagai corporate guarantee atas kredit anak perusahaannya, sebaiknya sebelum bersedia memberikan penjaminan tersebut harus difikirkan terlebih dahulu dengan matang, tanpa pengaruh dari faktor apapun, agar jangan sampai pemberian jaminan tersebut berdampak negatif kepada induk perusahaan dikemudian hari, dan juga terus mengawasi kegiatan usaha anak perusahaannya agar jangan sampai terjadi kekeliruan yang berakibat tidak mampunya anak perusahaan untuk melunaskan kreditnya. Kemudian juga harus diatur secara jelas berapa jumlah yang harus ditanggung agar tidak terjadi kekeliruan ketika harus menanggungnya dikemudian hari.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bahsan, Muhammad. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia.

Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2012.

Fuady, Munir. Hukum Perkreditan Kontemporer. Bandung : Citra Aditya Bakti.

1996.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Prenada Media Group. 2008.

Irwan, Hesty. Penelitian tentang Aspek Hukum Restrukturisasi Kredit dalam Rangka Menggerakkan Sektor Riil. Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. 2001.

Jusuf, Jopie. Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank. Jakarta : Elex Media Komputerindo. 2003.

Lontoh, Rudhy A., dkk. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung : Alumni. 2001.

Megarita. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan.

Medan : USU Press. 2011.

Saliman, Abdul R., dkk. Hukum Bisnis untuk Perusahaan ; Teori dan Contoh Kasus. Jakarta : Kencana. 2008.

Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti. 1996.

Soemitro, Ronny Hanitjo. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

1983.

Suharno. Analisa Kredit. Jakarta : Djambatan. 2003.

Sulistiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia.

Jakarta : Penerbit Erlangga. 2010.

(18)

Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis.

Jakarta : Djambatan. 1995.

Sutarno. Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung : Alfabeta. 2009.

Suyatno, Thomas, dkk. Dasar-dasar Perkreditan (Edisi Keempat). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2003.

Usman, Rachmadi. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta : Sinar Grafika. 2009.

Widiyono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia. 2006.

____________. Agunan Kredit dalam Financial Engineering. Bogor : Ghalia Indonesia. 2009.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusa. Jakarta : Rajawali Pers.

2000.

Widjaja, I.G. Rai. Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT). Jakarta : Pradya Paramita. 1994.

B. Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756.

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran 5 : Meningkatnya toko yang menyediakan produk sandang lokal bali dengan indikator Jumlah toko yang menyediakan produk sandang lokal Bali Capaian kinerja sampai

Tidak sedikit berbagai usaha kecil bermunculan untuk turut bersaing dalam bisnis. Usaha Kecil tersebut biasanya muncul dengan berbagai inovasi baru. Dan terkadang lokasi

organisasi di Desa Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dijabarkan melalui jenis program yang disosialiasikan, langkah-langkah sosialisasi dan

Bioskop di Depan Mata, perangkat ini membuat kita seakan menonton di bioskop TUTORIAL: Cara Membuat Daftar Isi di Microsoft Word 2007 / 2010 · ▻ Buat yang belum paham, daripada

Tes KGS berbentuk tes objektif (pilihan ganda) mencakup ketiga materi percobaan, yaitu: 1) sintesis dan karakterisasi natrium tiosulfat pentahidrat, 2)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Aspek

BR yang akan digunakan adalah Advokasi Rencana Tata Ruang Kesepakatan (RTRK) untuk mendukung proses zonasi yang disyarakatkan dalam management plan kawasan Taman Nasiona