commit to user
PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG KANKER
SERVIKS DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN TES
INSPEKSI VISUAL ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS
SANGKRAH, SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Siti Arifah G0009200
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
Skripsi dengan judul: Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes
Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta
Siti Arifah, NIM: G0009200, Tahun: 2013
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Jumat, Tanggal 11 Januari 2013
Pembimbing Utama
Nama : Heru P. Samadi, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19650831 199003 1 002 (……….)
Pembimbing Pendamping
Nama : Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid.
NIP : 19761225 2005 01 2 001 (……….)
Penguji Utama
Nama : H. Tri Budi W, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19510421 198011 1 002 (……….)
Penguji Pendamping
Nama : Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And
NIP : 19500107 197903 2 001 (……….)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
commit to user
iii
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 11 Januari 2013
commit to user
iv
Siti Arifah, G.0009200, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan
Usia Subur (PUS) dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA). Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang : Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus
kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Tingginya prevalensi kematian akibat kanker serviks di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi, penyakit telah mencapai stadium lanjut. Kondisi ini dikarenakan masih rendahnya pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80%. Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak invasif, juga dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan atau paramedis. Namun dalam pelaksanaannya, metode ini masih mengalami kendala seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan, ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan, serta kurangnya pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional. 90 responden didapat dari data wanita PUS di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dengan metode simple random sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah divalidasi dan digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang kanker serviks meliputi definisi, etiologi, dan faktor risiko kanker serviks, serta pengetahuan tentang Tes IVA. Tingkat pengetahuan dibagi dalam 3 kategori , baik (21-30), sedang (15-20), dan rendah (0-14). Pemanfaatan pelayanan Tes IVA ditanyakan kepada responden dan dikonfirmasi dengan data Puskesmas. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square dengan taraf signifikansi 0,1.
Hasil Penelitian: Persentase wanita Pasangan Usia Subur yang memanfaatkan
pelayanan Tes IVA adalah 37,8 %. Tidak didapatkan adanya responden dengan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks rendah. Dari 34 responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA, 20 di antaranya memiliki pengetahuan baik; hanya 15 reponden berpengetahuan baik yang tidak memanfaatkan pelayanan Tes IVA. Hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA (nilai
χ2
=9,137, p=0,003).
Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita PUS
tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA dimana wanita PUS dengan pengetahuan tentang kanker serviks tinggi, lebih cenderung untuk melakukan pemanfaatan pelayanan Tes IVA.
commit to user
v ABSTRACT
Siti Arifah. G.0009200. 2013. Association between Knowledge Level of Cervical
Cancer and Utilization of Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) Test among Women of Reproductive Age Couples at Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
Background: In Indonesia, more than 15,000 cases of cervical cancer were detected
each year and approximately 8,000 cases of which were fatal. The high mortality rate were mostly caused by delays in detection leading to advanced stage of cervical cancer when diagnosed; these were partly due to the overall low implementation of screening (<5%), far from the ideal target of 80%. Early detection of cervical cancer by Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) test is cheap, direct, non-invasive, has high sensitivity and specificity, can be easily done by physicians, midwives or
Methods: This was an observational study with cross sectional approach. Ninety
women were selected from list of RACs at Puskesmas Sangkrah, Surakarta using simple random sampling method. A modified closed-ended questionnaire was first validated and used to measure respondents’ knowledge of cervical cancer. The questionnaire items asked definition, etiology, and risk factor for cervical cancer as well as issues on VIA test. Knowledge level was classified into good (if respondents scored 21-30), moderate (15-20), and poor (0-14). Utilization of VIA test was asked to respondents and was ascertained with Puskesmas data. Data were analyzed using Chi-Square test at a significance level of 0,1.
Results: Proportion of respondents utilizing VIA test was 37.8%. No respondents
with poor knowledge of cervical cancer were found. Of 34 respondents utilizing VIA test, 20 women had good knowledge; only 15 respondents not utilizing VIA test had good knowledge. Result from Chi-Square test showed a significant association between knowledge of cervical cancer and VIA test utilization (χ2 value=9,137, p=0,003).
Conclusions: Knowledge level of cervical cancer was significantly associated with
utilization of VIA test among women of RAC at Puskesmas Sangkrah, Surakarta. Women with better knowledge of cervical cancer were more likely to utilize VIA test.
Key words: knowledge level, cervical cancer, visual inspection with acetic acid
commit to user
vi PRAKATA
Segala puji bagi Allah, atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang “Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita
Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) Di Puskesmas Sangkrah, Surakarta” Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad dan
keluarganya yang suci.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM selaku Dekan FK UNS Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. Heru Priyanto Samadi, dr., Sp. OG (K), selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini. 4. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid., selaku Pembimbing Pendamping
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini.
5. H. Tri Budi W., dr., Sp. OG (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And., selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh Dosen dan Staf Bagian Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Moewardi,
Surakarta dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.
8. Seluruh Staf Puskesmas Sangkrah Surakarta yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
9. Keluarga tercinta, Ayah, Mama, dan Mas Tosa yang menjadi motivator utama penulis dalam menyusun skripsi ini.
10.Sahabat-sahabat yang tak tergantikan Regina, Fiqih, Laili, dan Rully yang telah memberikan dukungan dan motivasi dan selalu membantu penulis. 11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Surakarta, Januari 2013
commit to user
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
A. Tinjauan Pustaka ... 5
B. Kerangka Pemikiran ... 29
C. Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
A. Jenis Penelitian ... 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
C. Subjek Penelitian ... 31
D. Rancangan Penelitian ... 33
E. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran .... 33
G. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 34
H. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40
A. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner ... 40
B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 41
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks ... 42
commit to user
viii
E. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan
Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 46
BAB V PEMBAHASAN ... 48
A. Validitas dan Realibilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks ... 48
B. Karakteristik Sosiodemografis Responden ... 49
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 50
D. Kelemahan Penelitian ... 53
BAB VI PENUTUP ... 54
A. Simpulan ... 54
B. Saran ... 54
Daftar Pustaka ... 55 Lampiran
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000... 22
Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis ... 26
Tabel 4. 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur ... 41
Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan 41
Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan
tentang Kanker Serviks ... 42
Tabel 4. 4. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Umur ... 43
Tabel 4. 5. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Tingkat Pendidikan ... 44
Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pemanfaatan
Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 45
Tabel 4. 7. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual
Asetat (IVA) dengan Umur ... 45
Tabel 4. 8. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual
Asetat (IVA) dengan Tingkat Pendidikan ... 46
Tabel 4. 9. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Wanita PUS tentang Kanker
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut karsinoma adalah
sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price dan Wilson, 2005). Kanker
dapat dicetuskan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang memicu
terjadinya proses karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor
eksternal dapat berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu, dan konsumsi
tembakau, sedangkan faktor internal meliputi mutasi (baik yang diturunkan
maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun (American
Cancer Society, 2008).
Pada wanita, kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi.
Salah satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan
membunuh lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya,
sekitar 15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat
menyebabkan 4800 kematian (Brunner dan Suddarth, 2001).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) merupakan faktor risiko utama kanker leher rahim. Setiap tahun,
ratusan ribu kasus HPV terdiagnosis di dunia dan ribuan wanita meninggal
karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi HPV. Saat ini penyakit
kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker
commit to user
yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap
tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak
8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Sedangkan setiap hari
sekitar 40-45 kasus baru ditemukan dan 20-25 perempuan meninggal dunia
akibat penyakit tersebut. Temuan ini menempatkan Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. (WHO,2007)
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), insidensi kanker serviks adalah 100
per 100.000 perempuan pertahun. Dari data laboratorium patologi anatomi
seluruh Indonesia, dilaporkan frekuensi kanker serviks adalah paling tinggi di
antara kanker yang ada di Indonesia (Aziz, 2002).
Tingginya prevalensi kanker serviks di Indonesia kemungkinan
disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi, penyakit
telah mencapai stadium lanjut. Hampir 70% kasus kanker serviks ditemukan
dalam kondisi stadium lanjut (>stadium IIB). Kondisi ini dikarenakan masih
rendahnya pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80%
(Samadi, 2011).
Beberapa jenis tes untuk deteksi dini kanker leher rahim untuk saat ini,
antara lain : deteksi HPV onkogenik, tes pap smear, kolposkopi, servikografi,
dan Inspeksi Visual Asetat (IVA) (Sukardja, 2000).
Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok
diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak
commit to user
Hasilnya pun langsung didapat, dan sensitivitas serta spesifitasnya cukup baik
(Samadi, 2011).
Namun dalam pelaksanaannya, metode ini masih mengalami kendala
seperti keengganan wanita diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti
keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan, serta
ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan (Irawan, 2010). Pengetahuan tentang
kanker serviks di Indonesia masih tergolong rendah, hanya sekitar 2% dari
wanita di Indonesia yang tahu tentang kanker serviks (Retnosari, 2006).
Karena alasan inilah, peneliti ingin memahami lebih jauh tentang
pemanfaatan pelayanan metode IVA sebagai metode pencegahan kanker
serviks di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dan menghubungkannya dengan
tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur tentang kanker serviks itu
sendiri.
Puskesmas Sangkrah dipilih karena memiliki klinik Infeksi Menular
Seksual (IMS) yang menyediakan layanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA).
Layanan ini sudah cukup banyak dimanfaatkan oleh wanita Pasangan Usia
Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah dibandingkan Puskesmas lainnya
di Surakarta.
B.Perumusan Masalah
Adakah hubungan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur
(PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi
commit to user C.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan
wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan
pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas
Sangkrah, Surakarta.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai
hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS)
tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual
Asetat (IVA).
2. Manfaat aplikatif
a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita tentang deteksi dini
kanker serviks dengan tes IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,
Surakarta sehingga dapat direncanakan suatu strategi pelayanan
kesehatan untuk menindaklanjutinya.
b. Hasil penelitian ini dapat menambah tingkat pengetahuan masyarakat
tentang deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA sehingga
menumbuhkan perilaku positif untuk pencegahan kanker serviks melalui
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
yang siap pakai membantu seseorang untuk berpikir cepat dan tepat
(Notoadmojo, 2003). Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia
(2005) pengetahuan (knowledge) didefinisikan sebagai kepandaian atau
segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga bisa didefinisikan
sebagai informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang (Depdiknas, 2005)
b. Cara Memperoleh Pengetahuan
Berbagai macam cara yang telah digunakan sepanjang sejarah
manusia untuk memperoleh pengetahuan maka dapat dikelompokkan
menjadi dua yakni cara tradisional (non ilmiah) melalui cara coba salah
(trial and error), kekuasaan atau otoritas, pengalaman pribadi, serta
commit to user
jalan pikiran dan dengan cara modern (cara ilmiah) (Notoadmojo,
2005).
Cara tradisional yang pertama yakni cara coba-salah dipakai
orang sebelum mengenal kebudayaan bahkan mungkin peradaban. Cara
coba-salah ini digunakan dalam pemecahan masalah dan apabila tidak
berhasil kemungkinan pemecahan yang lain, begitu seterusnya. Cara
tradisional lain yakni kekuasaan atau otoritas adalah pengetahuan yang
diperoleh berdasarkan kehidupan sehari-hari dan tradisi-tradisi yang
dilakukan orang tanpa adanya penalaran apakah yang dilakukan itu baik
atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini selalu diwariskan turun-temurun ke
generasi berikutnya. Pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadi
diperoleh setelah terjadi pada seseorang dan diulangi lagi keadaan
tersebut untuk memecahkan masalah seperti yang lalu (Notoadmojo,
2005). Sumber pengetahuan dapat didefinisikan dari beberapa aspek, di
antaranya kepercayaan berdasarkan tradisi, kesaksian orang lain, panca
indera, rasionalisme dan intuisi (Suhartono, 2005). Kepercayaan
berdasarkan tradisi, merupakan pengetahuan yang bersumber dari
kepercayaan yang menunjukkan bahwa pengetahuan itu diperoleh
melalui cara mewarisi apa saja yang ada di dalam suatu kehidupan
masyarakat, adat istiadat, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan
kehidupan dalam beragama atau dengan kata lain pengetahuan itu
diperoleh berdasarkan pemahaman atas situasi baru dengan berpegang
commit to user
termasuk pengetahuan yang masih tetap ada dalam susunan kehidupan
yang terdahulu pada orang-orang tertentu yang dapat dipercaya, karena
sudah dianggap memiliki pengetahuan yang benar, lalu menjadi
panutan yang handal bagi orang lain pada umumnya dalam hal-hal
bagaimana memandang, bersikap dan cara hidup serta bagaimana
bertingkah laku (Suhartono, 2005).
Panca indera bagi manusia merupakan alat vital dalam
kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh persoalan
hidup sehari-hari bisa diatasi dengan menggunakan alat panca indera.
Rasionalisme merupakan sumber satu-satunya dari pengetahuan
manusia berdasarkan akal budi. Rasio memberikan pengetahuan melalui
observasi. Sedangkan intuisi merupakan pengetahuan yang berasal dari
dalam dirinya sendiri (Suhartono, 2005).
Cara ilmiah dilakukan dengan melalui proses deduksi dan
induksi yang dilakukan secara sistematis dan memenuhi 6 kriteria yaitu,
berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-prinsip
analisis, menggunakan hipotesis, menggunakan ukuran obyektif, serta
menggunakan teknik kuantitatif (Gulo, 2002).
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu:
1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
commit to user
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja yang bisa digunakan antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan menyatakan dan
sebagainya.
2) Memahami (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
sudah paham suatu materi atau objek harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang telah dipelajari.
3) Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
yang sebenarnya (real). Misalnya penggunaan rumus,
hukum-hukum, metode, prinsip dan sebagainya.
4) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Biasanya menggunakan kata kerja membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (syntesis), menunjuk kepada kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
commit to user
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Contoh sintesis adalah, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.
6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian
tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
ataupun yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara
anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Secara umum, pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan, yang bertujuan untuk
mencerdaskan manusia. Melalui pendidikan seseorang akan
memperoleh pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
formal seseorang maka semakin berkualitas hidupnya di mana
seseorang akan dapat berpikir logis dan memahami informasi yang
commit to user
2) Media
Media adalah sarana yang dapat dipergunakan oleh seseorang dalam
memperoleh pengetahuan, misalnya televisi, radio, koran, dan
majalah.
3) Paparan Informasi
Informasi adalah data yang diperoleh dari observasi terhadap
lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari (Meliono, 2007).
4) Pengalaman
Pengetahuan yang didapat dari pengalaman langsung (first hand
knowlegde) adalah pembentuk sikap yang sangat kuat (Gregory,
2004).
e. Pengetahuan tentang Kanker Serviks
Pengetahuan tentang kanker serviks merupakan pencapaian
individu terhadap salah satu dari 6 tingkat pengetahuan di atas tentang
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, faktor risiko, serta upaya
pencegahan kanker serviks. Pengetahuan terhadap penyakit kanker
serviks dapat diperoleh individu melalui cara masing-masing, dan
umumnya berkorelasi dengan tingkat pendidikan, paparan informasi
mengenai kanker serviks baik berupa penyuluhan, iklan, maupun ada
tidaknya keluarga yang menderita kanker serviks. Pengukuran
pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan teknik wawancara atau
commit to user
dikehendaki. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur
dapat disesuaikan dengan 6 tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan tentang kanker serviks yang memiliki persentase paling
besar adalah tingkat pengetahuan cukup. Tingkat pengetahuan tentang
kanker serviks di Kelurahan Campaka, Bandung dengan kategori baik
sebanyak 14,7%, sedang 56,9%, dan kurang sebanyak 14,7% (Huda,
2011). Di Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo, terdapat 23,9%
sampel dengan tingkat pengetahuan baik, 50,3% dengan tingkat
pengetahuan cukup dan 25,8% dengan tingkat pengetahuan kurang
(Dewi, 2010).
2. Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan yang wanitanya berusia
15-49 tahun dimana kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan
hubungan seksual (Suratun, 2008).
3. Kanker Serviks
a. Pengertian
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada
serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan
commit to user
b. Penyebab
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma
Virus (HPV). Pada lebih dari 90% kanker serviks ditemukan DNA virus
HPV (Edianto, 2006)
HPV adalah anggota famili paporidae, yaitu sekelompok virus
heterogen yang memiliki untaian ganda DNA tertutup. Gen virus ini
mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka awal (early open reading
fame protein) yaitu E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7 yang berfungsi sebagai
protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca
kerangka pembuka lambat (late open reading frame protein) L1 dan L2
yang menyusun kapsid virus (Garcia, 2009).
Menurut risiko dalam menimbulkan kanker serviks, HPV
diklasifikasikan sebagai berikut (Samadi, 2011):
1) Risiko rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44, disebut tipe non-onkogenik. Jika
terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger
ayam.
2) Risiko tinggi: tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 68,
disebut tipe onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak
diobati, bisa menjadi kanker. HPV risiko tinggi ditemukan pada hampir
semua kasus kanker serviks (99%).
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang
mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang
commit to user
dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan
mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kanker ini. Komponen DNA (Deoxyribonucleic acid) virus
HPV telah terdeteksi dalam lebih dari 90 % Lesi Intraepitel Squamosa (LIS)
dan kanker serviks invasif dibandingkan dengan presentase yang lebih
rendah didapat pada kontrol. Baik penelitian yang menggunakan hewan
coba maupun menggunakan bukti biologi molekuler, keduanya menyatakan
bahwa virus HPV berpotensi menginduksi transformasi maligna dari lesi
(Garcia, 2009).
Infeksi HPV terjadi dalam presentase yang besar pada wanita yang
aktif secara seksual. Kebanyakan dari infeksi virus ini sembuh sempurna
dalam beberapa bulan hingga tahun dan hanya sebagian kecil saja yang
berkembang menjadi suatu kanker. Ini berarti bahwa diperlukan
faktor-faktor penting lainnya yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses
karsinogenik (Garcia, 2009). Terdapat tiga faktor utama yang
mempengaruhi terjadinya proses keganasan serviks uteri akibat infeksi
HPV. Termasuk dalam hal ini adalah durasi dan tipe HPV yang
menginfeksi, kondisi imunitas pejamu (host), dan faktor-faktor lingkungan.
Sebagai tambahan, berbagai variasi ginekologik seperti usia menarke, usia
pertama kali melakukan koitus, dan jumlah pasangan seksual, secara
commit to user
c. Patogenesis
Virus HPV genitalis risiko tinggi dimulai saat virus masuk ke dalam
tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau
melalui epitel skuamosa yang immature di daerah zona transisional (T zone)
(Garcia, 2009). Menurut Mardjikoen (2005), T zone atau Squamous
Collumnar Junction (SCJ) adalah daerah peralihan epitel skuamosa yang
terdapat di ektoserviks (porsio) menjadi epitel kolumnar yang terdapat di
endoserviks.
Pada awalnya virus menempel di permukaan sel, kemudian virus
melakukan penetrasi melalui membran plasma sel. Virus memasukkan
DNA-nya ke dalam sel dan melakukan uncoating atau pelepasan kapsid.
DNA virus yang telah memasuki sel kemudian melakukan penyisipan
(insertion) pada protoonkogen DNA manusia (Garcia, 2009). Protoonkogen
yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen
(Garcia, 2009).
Pada sel normal, protoonkogen mengkode pembuatan peptida yang
merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menimbulkan
kanker. Sebaliknya, protoonkogen yang telah mengalami transformasi
menjadi onkogen mengkode pembuatan peptida yang dapat menimbulkan
kanker (Sukardja, 2000). Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi
pada gen penekan tumor (tumor cupressor gene) TP53 (sehingga terjadi
degradasi protein p53 melalui pengikatan dengan E6) dan RB (melalui
commit to user
resistensi terhadap apoptosis, menyebabkan pertumbuhan sel yang tak
terkontrol setelah terjadinya kerusakan DNA. Akhirnya, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya malignasi (Garcia, 2009).
d. Patologi
Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat
yang menunjukkan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya
kelainan sitologik pada hapusan serviks dan dipastikan melalui biopsi
serviks. Perubahan sitologik meliputi peningkatan ukuran inti, peningkatan
rasio inti sitoplasma, hiperkromatisme, penyebaran kromatin abnormal dan
kelainan membran inti (Chandrasoma, 2005).
Displasia serviks adalah pertumbuhan sel abnormal yang mencakup
berbagai lesi epitel yang secara baik sitologi maupun histologi berbeda
dibandingkan epitel normal, tidak mengenai epitel basalis, dan belum
menunjukkan kriteria karateristik keganasan. Karateristik keganasan
tersebut adalah peningkatan selularitas, abnormalitas nukleus, dan
peningkatan rasio nukleus/sitoplasma. Keadaan ini harus dibedakan dengan
metaplasia normal yang secara alami terjadi pada serviks normal.
Metaplasia pada serviks normal terjadi akibat saling desak kedua jenis epitel
yang melapisi serviks. Dengan masuknya mutagen, porsio yang mengalami
metaplasia fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik) (Mardjikoen, 2005).
Secara histopatologi, sebagian besar (90%) kanker berasal dari sel
commit to user
Kebanyakan kanker sel skuamosa melibatkan ostium uteri eksternum
sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum.
Lesi dapat berupa eksofitik maupun endofitik. Kanker sel skuamosa invasif
berbeda-beda berdasarkan derajat diferensiasi selularnya, tetapi umumnya
terlihat sebagai jaringan berkeratin (Pitkin, 2003).
Tumor pada penyakit ini dapat tumbuh secara eksofitik, endofitik,
maupun ulseratif. Pertumbuhan eksofitik terjadi bila tumor tumbuh mulai
dari Squamous Collumnar Junction (SCJ) ke arah lumen vagina sebagai
masa poliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Dikatakan
sebagai pertumbuhan endofitik bila pertumbuhan dimulai dari SCJ
kemudian tumor tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung merusak
struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniks vagina untuk
menjadi ulkus yang luas disebut sebagai pertumbuhan ulseratif (Mardjikoen,
2005).
Angka harapan hidup 5 tahun jika kanker ini diketahui dan diobati
pada stadium I adalah 85%, pada stadium II sebesar 60%, pada stadium III
hanya 33%, dan pada stadium IV menjadi 7%. Sedangkan jika penyakit
ditemukan saat masih lesi pra kanker, penderita bisa diobati secara
sempurna (Price dan Wilson, 2005).
Gambaran patologis perkembangan kanker serviks adalah sebagai
berikut:
1) Didahului oleh lesi prekanker yang disebut displasia (Cervical
commit to user
morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan
rasio inti/ sitoplasma dan kehilangan polaritas yang normal. Displasia
bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi
kanker bila tidak diatasi (Hacker, 2005). Displasia dikelompokkan lagi
menjadi 3 berdasarkan perkembangan luas perubahan morfologi yang
terjadi pada epitel leher rahim. yaitu:
a) Displasia ringan (CIN I) : sel-sel yang mengalami perubahan
morfologi hanya sebatas 1/3 bagian atas dari lapisan epithelium
serviks;
b) Displasia sedang (CIN II) : ditandai dengan perubahan morfologi sel
yang telah mencapai 2/3 bagian dari lapisan atas epithelium serviks;
c) Displasia berat (CIN III) : ditandai dengan lebih banyaknya variasi
dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan hiperkromasi
yang telah melebihi 2/3 lapisan atas epithelium serviks, namun belum
menginvasi jaringan stroma di bawahnya.
2) Perkembangan terakhir adalah bila perubahan displasia berlanjut hingga
menginvasi jaringan stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut
karsinoma in situ atau kanker (Aziz, 2002).
e. Faktor Risiko
Faktor risiko kanker serviks adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan dari displasia.
Transformasi atipik merupakan daerah atipik (abnormal) yang terletak di
commit to user
yang baru terbentuk akibat metaplasia sel columnar menjadi sel squamous
(Azis, 2002).
Penyakit keganasan khusus wanita ini merupakan penyakit menular
seksual yang berasosiasi dengan infeksi kronik Human Papiloma Virus
(HPV) tipe onkogenik. Oleh sebab itu, faktor risiko kanker serviks
cenderung sama dengan faktor risiko penyakit menular seksual lainnya
(Randall, 2005).
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV
(sebagai penyebab dari kanker leher rahim) adalah sebagai berikut:
1) Hubungan seks pada usia muda
Faktor ini merupakan salah satu faktor risiko terpenting karena
penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker
leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali
pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar
daripada wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia
lebih dari 20 tahun (Sukaca, 2009).
2) Multipartner seksual
Risiko terkena kanker serviks meningkat 10 kali lipat pada wanita
yang mempunyai teman seksual 6 orang atau lebih. Bukan hanya ini
saja, bila seorang suami juga berganti-ganti pasangan seksual dengan
wanita lain misalnya Wanita Tuna Susila (WTS), maka suaminya dapat
commit to user
3) Jumlah paritas
Paritas merupakan keadaan di mana seorang wanita pernah
melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Paritas yang berisiko adalah
dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan
terlampau dekat. Hal ini dikarenakan persalinan yang demikian dapat
menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim.
Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak, maka
dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada
mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan (Sukaca, 2009).
4) Pemakaian alat kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama (5 tahun
atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim hingga 2 kali lipat
(Sukaca, 2009). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah kontrasepsi yang
hanya mengandung progestin (Smith et al, 2003).
5) Riwayat merokok
Risiko kanker serviks tipe skuamosa oleh tipe HPV tipe 16 atau
HPV tipe 18 meningkat pada perokok berat (Kapeu, 2009). Tembakau
mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai
rokok maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycylic
aromatic hydrocarbons heterocylic amine yang sangat karsinogenik dan
mutagenik, sedangkan bila dikunyah akan menghasilkan nitrosamine.
Bahan dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita
commit to user
bahan-bahan pada tembakau tersebut juga dapat menyebabkan
kerusakan DNA epitel serviks (Rasjidi, 2007). Fey (2004) menyatakan
bahwa wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki
risiko tinggi memperoleh lesi prakanker tingkat tinggi.
f. Tanda dan Gejala
Tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks. Karsinoma
servikal prainvasif tidak memiliki gejala, namun karsinoma invasif dini
dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun
perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul
pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada
saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah
pascakoitus atau bercak antara menstruasi (Price dan Wilson, 2005).
Selain perdarahan abnormal, keputihan juga merupakan gejala yang
sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Warnanya pun menjadi
kekuningan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif
(Mardjikoen, 2005).
Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi
akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala. Adanya
perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan
adanya kanker serviks tingkat lanjut (Mardjikoen, 2005). Gejala-gejala
hematuria atau perdarahan per rektal timbul bila tumor sudah menginvasi
commit to user
akan mengalami anemia, kehilangan berat badan, lelah dan gejala
konstitusional lainnya (Randall, 2005).
Pasien kanker serviks dapat mengeluhkan nyeri yang berat. Nyeri
dapat dirasakan saat penderita melakukan hubungan seksual. Nyeri di pelvis
atau di hipogastrium dapat disebabkan oleh tumor yang nekrotik atau radang
panggul. Bila muncul nyeri di daerah lumbosakral maka dapat dicurigai
terjadinya hidronefrosis atau penyebaran ke kelenjar getah bening yang
meluas ke arah lumbosakral. Nyeri di epigastrium timbul bila penyebaran
mengenai kelenjar getah bening yang lebih tinggi (Randall, 2005).
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat lesi pada daerah serviks.
Beberapa lesi dapat tersembunyi di kanal bagian endoserviks, namun dapat
diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Semakin lebar diameter lesi maka
semakin sempit jarak antara tumor dengan dinding pelvis (Randall, 2005).
g. Stadium Kanker Serviks
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, pemeriksaan
histopatologi jaringan biopsi dapat dilakukan untuk penentuan stadium.
Stadium kanker serviks juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan klinis
dan sebaiknya dilakukan di bawah pengaruh anastesi umum. Penentuan
stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation of Gynecology and
Obsetrics) masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah
commit to user
Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 (Edianto,
2006)
Stadium Keterangan
Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial
Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks
(penyebaran ke korpus uteri diabaikan)
Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali
secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat
secara langsung walau dengan invasi yang
sangat superfisial dikelompokkan sebagai
stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak
lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7
mm
Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih
dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm
Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3
mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih
dari 7 mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis
lebih dari Ia
Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm
commit to user
melibatkan parametrium
Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum
mencapai dinding panggul
Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau
adanya perluasan sampai dinding panggul.
Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan
fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini,
kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh
sebab lain.
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi
parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya
hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal
Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau
mukosa rektum
Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga
panggul
h. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Deteksi dini kanker serviks merupakan upaya pencegahan sekunder
kanker serviks. Skrining dilakukan dengan menggunakan tes tertentu untuk
commit to user
Menurut Octiyanti (2006), deteksi dini kanker serviks perlu dilakukan
karena:
1) Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di negara-negara berkembang dengan sumber daya terbatas.
2) Fase prakanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat ditatalaksana
secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima.
3) Perkembangan dari fase prakanker menjadi kanker dapat membutuhkan
waktu relatif lama (hingga sepuluh tahun) sehingga cukup waktu untuk
melakukan deteksi dan terapi.
4) Terapi pada fase prakanker amat murah dibandingkan dengan
penatalaksanaan bila sudah terjadi kanker.
5) Target deteksi dini adalah menemukan lesi prakanker serviks.
6) Bila dilakukan terapi pada lesi prakanker serviks, kesembuhan dapat
mencapai 100%.
Deteksi dini kanker serviks direkomendasikan bagi seluruh wanita
yang telah aktif secara seksual dan dapat dimulai dalam tiga tahun setelah
koitus pertama (Zeller, 2007). Rasjidi (2007) menyebutkan beberapa cara
deteksi dini kanker serviks adalah melalui:
1) Pemeriksaan Pap smear, merupakan pemeriksaan sitologi dari serviks
dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel
serviks atau porsio yang ditandai dengan adanya displasia. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui
commit to user
kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli
patologi (American Cancer Society, 2008).
2) Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA), pemeriksaan ini mendeteksi
kanker serviks dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3%-5%
pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Penilaian serviks
dilakukan setelah beberapa menit pasca pengolesan asam asetat dengan
menggunakan penerangan yang layak. Serviks normal akan terlihat
merah muda pada bagian entoserviks dan kemerahan di bagian
endoserviks, sedangkan serviks yang mengalami lesi prakanker akan
terlihat putih di sekitar porsio serviks (Carr, 2004).
3) Kolposkopi, merupakan pemeriksaan visual serviks dengan
menggunakan alat optik khusus yang disebut kolposkop. Pemeriksaan ini
dapat mengenali displasia maupun kanker dengan baik, baik in situ
maupun invasif (Randall, 2005).
4) Pemeriksaan HPV-DNA, merupakan pengambilan sampel untuk dengan
menggunakan lidi kapas atau sikat kemudian dilakukan pemeriksaan
biomolekular dengan metode Hybrid Capture 2 yang mampu mendeteksi
HPV pada sel serviks (Kampono, 2006).
4. Tes IVA
a. Definisi
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat
commit to user
warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat
adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode
skrining kanker leher rahim (Amrantara, 2009).
b. Interpretasi Hasil
Adapun hasil temuan IVA dapat diklasifikasikan sesuai dengan
temuan klinis yang diperoleh, sebagai berikut:
Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis (Nuranna, 2006)
Klasifikasi IVA Temuan Klinis
Normal licin, merah muda, bentuk porsio normal
Atipik servisitis (inflamasi, hiperemis) banyak fluor
ektropion polip atau ada cervical wart
Abnormal plak putih
epitel acetowhite
Kanker serviks masa seperti bunga kol
masa mudah berdarah
commit to user
Gambar 2. Gambaran acetowhite
Gambar 3. Kanker serviks
Pengolesan asam asetat pada epitel abnormal serviks dapat
memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhite.
Gambaran ini muncul karena tingginya kepadatan inti dan konsentrasi
protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks
dengan mata telanjang (tanpa pembesaran). Membran sel terdiri dari
lipid bilayer dengan protein yang tersisip di dalamnya atau terikat
pada permukaan sitoplasma. Protein integral membran tertanam kuat
dalam lapisan lipid. Sebagian lain tertanam dalam lapisan luar atau
lapisan ganda lipid protein perifer dan terikat secara longgar pada
commit to user
protein yang awalnya normal berubah menjadi onkoprotein. Pada
onkoprotein, terjadi perubahan susunan asam amino sehingga sel
mudah mengalami destruksi oleh asam yang menyebabkan terjadinya
koagulasi. Pemberian asam asetat akan menyebabkan peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel sehingga cairan intrasel tertarik keluar dan
jarak antarsel makin dekat. Akibatnya bila permukaan mendapat sinar,
maka sinar tidak diteruskan ke dalam stroma namun akan dipantulkan
keluar sel. Asam asetat juga mempunyai efek koagulasi protein pada
sitoplasma dan inti. Epitel abnormal memiliki inti dengan kepadatan
tinggi sehingga menghambat cahaya menembus epitel. Hal ini
menimbulkan gambaran bercak putih (acetowhite) pada sel (Nuranna,
2006).
c. Keunggulan
Menurut Amrantara (2009), keunggulan tes IVA antara lain :
1) Akurasi tes IVA pada beberapa penelitian terbukti cukup baik.
2) Sensitivitas setara dengan tes Pap untuk mendeteksi lesi derajat
tinggi.
3) Pelatihan IVA untuk tenaga medis lebih cepat dan sederhana
dibandingkan sitoteknisi.
4) Hasil pemeriksaan dapat segera diketahui.
5) Murah dan sederhana.
6) Dapat dikerjakan pada fasilitas kesehatan dengan sumber daya
commit to user
7) Dapat dikerjakan kapan saja, tidak perlu persiapan klien.
d. Keterbatasan
Adapun keterbatasan tes IVA adalah sebagai berikut (Amrantara,
2009) :
1) Spesifisitas lebih rendah dari tes Pap (positif palsu lebih tinggi).
2) Angka hasil tes positif tinggi (10-35%).
3) Nilai prediksi positif untuk hasil tes positif rendah (10-30%).
4) Terapi akan berlebihan bila dilakukan skrining dan terapi sekaligus.
commit to user C. Hipotesis
. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia
Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes
Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah observasionalanalitik dengan pendekatan
cross sectional.
B.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,
Surakarta. Penelitian ini dijadwalkan akan dimulai pada minggu ke-1
hingga minggu ke-4 bulan Desember tahun 2012.
C.Subjek Penelitian
1. Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah wanita Pasangan
Usia Subur (PUS) yang pernah atau sedang memeriksakan diri di
Klinik Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dimiliki
setiap subjek dari suatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam,
2003). Adapaun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti yaitu:
a. Wanita Pasangan Usia Subur usia 15-49 tahun
b. Tidak buta huruf
c. Sedang dalam keadaan sehat dan tidak terganggu jiwanya
commit to user
d. Bersedia menjadi responden dan telah menandatangani informed
consent
Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek
memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam
penelitian (Nursalam, 2003). Adapaun kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah:
a. Tenaga medis
b. Mahasiswa di bidang kesehatan.
3. Sampel dan Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan simple random sampling (SRS).
Penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus
Notoatmodjo (2005) dimana jumlah populasi target adalah 857
orang.
顈 1 N dN
顈 1 857 0,1857
顈 89,6 90orang
n : jumlah sampel yang akan diteliti
N : jumlah populasi
d : tingkat kepercayaan dan ketepatan 10% (0,1)
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sampel sebanyak 90
commit to user
D. Rancangan Penelitian
E.Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran
1. Variabel Bebas
Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks adalah kemampuan
responden dalam memahami kanker serviks yang dinilai menggunakan
kuesioner (Lampiran 1). Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks
dibagi menjadi kategori rendah (skor 0-14), sedang (skor 15-20) dan
tinggi (skor 21-30).
Skala pengukuran variabel: ordinal
Tingkat Pengetahuan Kurang Tingkat Pengetahuan
Baik
Analisis Data Tingkat Pengetahuan
Sedang
Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA
Pemanfaatan + Pemanfaatan - Sampel
Populasi
Kriteria Inklusi/ Eksklusi
commit to user
2. Variabel_Terikat
Pemanfaatan pelayanan tes IVA merupakan suatu tindakan yang
dilakukan wanita Pasangan Usia Subur dalam menyikapi adanya
pelayanan tes IVA. Pemanfaatan tes IVA dikategorikan menjadi 2 yaitu
memanfaatkan layanan dan tidak memanfaatkan layanan yang dinilai dari
jawaban atas pertanyaan dalam kuesioner (Lampiran 1) dan dikonfirmasi
dengan data dari Puskesmas Sangkrah. Jika terdapat perbedaan, maka
data yang dipakai adalah data dari Puskesmas.
Skala pengukuran variabel: nominal
3. Variabel Luar
Variabel luar (tidak dikendalikan) yang mempengaruhi hasil penelitian ini adalah
tingkat pendidikan, paparan informasi, dan pengalaman.
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk bisa melakukan pencuplikan sampel dengan teknik SRS,
diperlukan sampling frame (kerangka sampel) terlebih dahulu.
Sampling frame diperoleh dari Puskesmas Sangkrah, berupa data wanita
usia subur di Wilayah Kerjanya. Pencuplikan acak dari sampling frame
dilakukan dengan bantuan program SPSS. Sesuai ukuran sampel yang
telah ditetapkan, individu yang terpilih akan menjadi sampel
commit to user
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada
penelitian ini adalah dengan pemberian kuesioner pada responden
penelitian. Data primer diperoleh peneliti secara langsung dari
responden dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang
berhubungan dengan kanker serviks. Sebelum kuesioner diberikan
kepada responden, responden diberikan penjelasan tentang tujuan
penelitian kemudian diminta kesediaan untuk tanda tangan pada lembar
persetujuan. Peneliti datang sendiri ke responden yang berada di
Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta dan selama mengisi
kuesioner didampingi oleh peneliti, bila ada yang tidak jelas maka dapat
ditanyakan kepada peneliti.
2. Instrumen
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner yang meliputi pertanyaan-pertanyaan berkaitan
dengan tingkat pengetahuan mengenai kanker serviks dan pemanfaatan
pelayanan tes IVA. Kuesioner yang dipakai adalah modifikasi dari
kuesioner penelitian berjudul Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas
Kesehatan terhadap Bahaya Kanker Serviks di Rumah Sakit Pelabuhan
Medan Belawan (Hisworo, 2010) dan penelitian berjudul Pengetahuan
dan Sikap Wanita yang Telah Menikah terhadap Pemeriksaan IVA
untuk Mendeteksi Kanker Leher Rahim di Puskesmas Medan Area
Selatan (Ningsih, 2011). Beberapa item pertanyaan ditambahkan sesuai
commit to user
3. Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dilakukan uji coba terlebih dahulu
yaitu dengan pengujian validitas dan reliabilitas.
a. Uji Validitas Instrumen
Menurut Notoatmodjo (2002), validitas adalah suatu indeks
yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur. Kuesioner tentang kanker serviks yang telah
dimodifikasi akan dibagikan kepada sekelompok individu yang
memiliki kesamaan dengan sampel penelitian, dalam hal ini
kuesioner diujicobakan kepada wanita Pasangan Usia Subur di
Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan, Surakarta. Uji validitas
dilakukan dengan penghitungan korelasi item-total dengan bantuan
sofware SPSS 21.0 for Windows. Korelasi item-total (item-total
correlation) menilai konsistensi internal alat ukur dengan
mengorelasikan masing-masing item dan total pengukuran, minus
item yang bersangkutan. Karena dikurangi dengan item yang
bersangkutan, maka korelasi total disebut juga korelasi
item-sisa (item-rest correlation). Prinsipnya, suatu item dapat digunakan
dalam alat ukur jika memiliki korelasi item-total > 0,20. Item yang
berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan, atau ditulis ulang.
Tetapi item yang berkorelasi terlalu tinggi (> 0,90) juga perlu
commit to user
(duplikasi) pengukuran, sehingga salah satu item perlu disingkirkan
(Murti, 2011).
b. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas
dilakukan untuk menguji item pertanyaan yang telah dilakukan uji
validitasnya. Data dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach ≥
0,60. Apabila nilai yang diperoleh di bawah angka kritis, maka
kuesioner tersebut tidak reliabel sebagai alat ukur (Ghozali, 2006).
G. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Metode Pengolahan Data
Pada penelitian ini, data yang sudah dikumpulkan diolah sedemikian
rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut. Adapun
langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:
a. Entry data
Kuesioner yang telah diisi oleh responden terlebih dahulu
diperiksa untuk mengecek kebenaran data berdasarkan pengisian
kuesioner. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan
kelengkapan data yang ada terutama dalam kelengkapan data
commit to user
b. Skoring
Pada tahap ini dilakukan penilaian pada data yaitu untuk skor
pengetahuan kanker serviks. Untuk masing-masing item
pertanyaan diberi nilai 1 jika jawaban responden benar, dan diberi
nilai 0 jika jawaban salah. Selanjutnya dilakukan perhitungan skor
total untuk tiap responden.
c. Coding
Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban
dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses
pemasukan data di komputer. Dalam hal ini, tingkat pengetahuan
mengenai kanker serviks dikode sebagai 2 (tinggi), 1 (sedang),
dan 0 (rendah). Pemanfaatan pelayanan Tes IVA dikode sebagai
1 (memanfaatkan) dan 0 (tidak memanfaatkan).
d. Cleaning
Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data penelitian,
apakah ada kesalahan dalam entry, skoring dan coding. Kesalahan
dapat terjadi pada saat data diproses ke dalam komputer.
e. Processing
Processing adalah proses pengolahan data agar dapat dianalisis
commit to user
2. Analisis Data
Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analitik. Analisis
deskriptif menjelaskan karakter sampel penelitian, sedangkan analisis
analitik terdiri dari analisis univariat dan bivariat.
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan frekuensi dan
persentase masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun
variabel terikat.
b. Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan hipotesis hubungan
variabel bebas dengan variabel terikat. Hubungan antara variabel
bebas (tingkat pengetahuan kanker serviks) dengan variabel
terikat (pemanfaatan pelayanan tes IVA) dianalisis dengan uji χ2.
Dari hasil analisis ini dapat ditetapkan apakah hipotesis penelitian
(Ha) diterima. Ha diterima jika nilai p lebih kecil dari 0,1 (α =
commit to user BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Analisis uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 20 wanita
Pasangan Usia Subur di Ngoresan, Kecamatan Jebres, Surakarta. Corrected
Item-Total Correlation menunjukkan validitas suatu item dalam kuesioner
sedangkan Cronbach’s Alpha if Item Deleted menunjukkan reliabilitasnya.
Prinsipnya, suatu item dapat digunakan dalam alat ukur jika memiliki korelasi
item-total > 0,20. Item yang berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan
(Murti, 2011). Pada uji validitas, dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) item
yang memiliki nilai korelasi item-total < 0,20 yaitu item nomor 15 (Pada
stadium awal kanker leher rahim, penderita mengalami pendarahan), 21 (Anda
dapat menjalani tes IVA kapan saja dalam siklus menstruasi), dan 30 (Anda
dapat melakukan tes IVA di praktek dokter umum) sehingga ketiga item
tersebut dikeluarkan dari kuesioner.
Analisis reliabilitas sebelum menyingkirkan 3 item yang tidak valid dari
33 item keseluruhan dalam kuesioner menunjukkan nilai alpha Cronbach
sebesar 0,867. Sedangkan setelah 3 item tersebut dikeluarkan, nilai alpha
Cronbach naik menjadi 0,904.
Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
commit to user B. Karakteristik Subjek Penelitian
Dari kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya dan diberikan
kepada 90 responden, dilakukan analisisis tentang karakteristik subjek
penelitian. Karakteristik responden berdasar umur disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)
<20 3 3,3
20-30 22 24,4
30-40 45 50,0
>40 20 22,2
Total 90 100,0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 45
orang (50%) berusia antara 30-40 tahun. Kemudian sebanyak 22 orang
(24,4%) berusia antara 20-30 tahun. Selebihnya yaitu sebanyak 20 orang
(22,2%) berusia lebih dari 40 tahun dan hanya 3 orang (3,3%) yang berusia
kurang dari 20 tahun.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)
SD-SMP 37 41,1
SMA 46 51,1
Perguruan Tinggi 7 7,8
Total 90 100,0
Tabel 4.2 yang memperlihatkan distribusi frekuensi responden menurut
commit to user
yaitu sebanyak 46 orang (51,1%) memiliki pendidikan terakhir SMA.
Selebihnya yaitu sebanyak 37 orang (41,1%) pendidikan terakhirnya adalah
SD-SMP dan sebanyak 7 orang (7,8%) memiliki pendidikan terakhir
Perguruan Tinggi.
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks
Hasil pengukuran tingkat pengetahuan tentang kanker serviks disajikan
dalam Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
tentang Kanker Serviks
Tingkat
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Sedang 55 61,1
Tinggi 35 38,9
Total 90 100,0
Tabel 4.3 memperlihatkan pembagian responden menurut tingkat
pengetahuan tentang kanker serviks. Dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 55 orang (61,1%) memiliki tingkat pengetahuan
yang sedang. Selebihnya yaitu sebanyak 35 orang (38,9%) memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi.
Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan umur
commit to user
Tabel 4.4 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Umur
Tingkat Pengetahuan
Umur (tahun)
Total <20 20-30 30-40 >40
Sedang Frekuensi 3 17 23 12 55 Persentase (%) 5,5 30,9 41,8 21,8 100 Tinggi Frekuensi 0 5 22 8 35 Persentase (%) 0 14,3 62,9 22,9 100 Total Frekuensi 3 22 45 20 90 Persentase (%) 3,3 24,4 50,0 22,2 100
Tabel 4.4 menyajikan data yang menunjukkan jumlah responden dengan
tingkat pengetahuan tinggi yang berusia 30-40 tahun adalah 22 orang (62,9%)
dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 8 orang (22,9%). Sedangkan
yang berusia 20-30 tahun sebanyak 5 orang (14,3%) dan tidak ada responden
dengan tingkat pengetahuan tinggi berusia kurang dari 20 tahun. Responden
yang memiliki tingkat pengetahuan sedang mayoritas berusia 30-40 tahun
yaitu sebanyak 23 orang (41,8%), yang berusia 20-30 tahun sebanyak 17
orang (30,9%) dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 12 orang
(21,8%). Sedangkan yang berusia di bawah 20 tahun hanya sebanyak 3 orang
(3.3%).
Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan
commit to user
Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker
Serviks dengan Tingkat Pendidikan
pengetahuan tinggi yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP adalah 16
orang (45,7%), yang memiliki pendidikan terakhir SMA sebanyak 14 orang
(40%) dan selebihnya sebanyak 5 orang (14,3%) memiliki pendidikan
terakhir Perguruan Tinggi. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan
sedang mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 32 orang
(58,2%), yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP sebanyak 21 orang
(38,2%), sedangkan yang memiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi
hanya sebanyak 2 orang (3.6%).
D. Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)
Data mengenai distribusi responden berdasarkan pemanfaatan pelayanan
commit to user
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemanfaatan
Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)
Pemanfaatan Pelayanan
Tes IVA Frekuensi Persentase (%)
Tidak 56 62,2
Ya 34 37,8
Total 90 100,0
Tabel 4.6 memperlihatkan pembagian responden menurut pemanfaatan
pelayanan tes IVA. Dapat dilihat bahwa 34 responden (37,8%) memanfaatkan
pelayanan tes IVA. Selebihnya yang tidak memanfaatkan pelayanan tes IVA
ada sebanyak 56 responden (62,2%).
Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan umur
disajikan pada Tabel 4.7.
Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan tingkat