• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur Tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur Tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat di Puskesmas Sangkrah, Surakarta."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG KANKER

SERVIKS DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN TES

INSPEKSI VISUAL ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS

SANGKRAH, SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Siti Arifah G0009200

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

Skripsi dengan judul: Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes

Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta

Siti Arifah, NIM: G0009200, Tahun: 2013

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Jumat, Tanggal 11 Januari 2013

Pembimbing Utama

Nama : Heru P. Samadi, dr., Sp.OG (K)

NIP : 19650831 199003 1 002 (……….)

Pembimbing Pendamping

Nama : Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid.

NIP : 19761225 2005 01 2 001 (……….)

Penguji Utama

Nama : H. Tri Budi W, dr., Sp.OG (K)

NIP : 19510421 198011 1 002 (……….)

Penguji Pendamping

Nama : Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And

NIP : 19500107 197903 2 001 (……….)

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

(3)

commit to user

iii

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 11 Januari 2013

(4)

commit to user

iv

Siti Arifah, G.0009200, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan

Usia Subur (PUS) dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA). Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus

kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Tingginya prevalensi kematian akibat kanker serviks di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi, penyakit telah mencapai stadium lanjut. Kondisi ini dikarenakan masih rendahnya pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80%. Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak invasif, juga dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan atau paramedis. Namun dalam pelaksanaannya, metode ini masih mengalami kendala seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan, ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan, serta kurangnya pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan analitik observasional

dengan pendekatan cross sectional. 90 responden didapat dari data wanita PUS di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dengan metode simple random sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah divalidasi dan digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang kanker serviks meliputi definisi, etiologi, dan faktor risiko kanker serviks, serta pengetahuan tentang Tes IVA. Tingkat pengetahuan dibagi dalam 3 kategori , baik (21-30), sedang (15-20), dan rendah (0-14). Pemanfaatan pelayanan Tes IVA ditanyakan kepada responden dan dikonfirmasi dengan data Puskesmas. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square dengan taraf signifikansi 0,1.

Hasil Penelitian: Persentase wanita Pasangan Usia Subur yang memanfaatkan

pelayanan Tes IVA adalah 37,8 %. Tidak didapatkan adanya responden dengan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks rendah. Dari 34 responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA, 20 di antaranya memiliki pengetahuan baik; hanya 15 reponden berpengetahuan baik yang tidak memanfaatkan pelayanan Tes IVA. Hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA (nilai

χ2

=9,137, p=0,003).

Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita PUS

tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA dimana wanita PUS dengan pengetahuan tentang kanker serviks tinggi, lebih cenderung untuk melakukan pemanfaatan pelayanan Tes IVA.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

Siti Arifah. G.0009200. 2013. Association between Knowledge Level of Cervical

Cancer and Utilization of Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) Test among Women of Reproductive Age Couples at Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

Background: In Indonesia, more than 15,000 cases of cervical cancer were detected

each year and approximately 8,000 cases of which were fatal. The high mortality rate were mostly caused by delays in detection leading to advanced stage of cervical cancer when diagnosed; these were partly due to the overall low implementation of screening (<5%), far from the ideal target of 80%. Early detection of cervical cancer by Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) test is cheap, direct, non-invasive, has high sensitivity and specificity, can be easily done by physicians, midwives or

Methods: This was an observational study with cross sectional approach. Ninety

women were selected from list of RACs at Puskesmas Sangkrah, Surakarta using simple random sampling method. A modified closed-ended questionnaire was first validated and used to measure respondents’ knowledge of cervical cancer. The questionnaire items asked definition, etiology, and risk factor for cervical cancer as well as issues on VIA test. Knowledge level was classified into good (if respondents scored 21-30), moderate (15-20), and poor (0-14). Utilization of VIA test was asked to respondents and was ascertained with Puskesmas data. Data were analyzed using Chi-Square test at a significance level of 0,1.

Results: Proportion of respondents utilizing VIA test was 37.8%. No respondents

with poor knowledge of cervical cancer were found. Of 34 respondents utilizing VIA test, 20 women had good knowledge; only 15 respondents not utilizing VIA test had good knowledge. Result from Chi-Square test showed a significant association between knowledge of cervical cancer and VIA test utilization (χ2 value=9,137, p=0,003).

Conclusions: Knowledge level of cervical cancer was significantly associated with

utilization of VIA test among women of RAC at Puskesmas Sangkrah, Surakarta. Women with better knowledge of cervical cancer were more likely to utilize VIA test.

Key words: knowledge level, cervical cancer, visual inspection with acetic acid

(6)

commit to user

vi PRAKATA

Segala puji bagi Allah, atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang “Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita

Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) Di Puskesmas Sangkrah, Surakarta” Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad dan

keluarganya yang suci.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM selaku Dekan FK UNS Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. Heru Priyanto Samadi, dr., Sp. OG (K), selaku Pembimbing Utama yang

telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini. 4. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid., selaku Pembimbing Pendamping

yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini.

5. H. Tri Budi W., dr., Sp. OG (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And., selaku Penguji Pendamping yang telah

memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh Dosen dan Staf Bagian Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Moewardi,

Surakarta dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.

8. Seluruh Staf Puskesmas Sangkrah Surakarta yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.

9. Keluarga tercinta, Ayah, Mama, dan Mas Tosa yang menjadi motivator utama penulis dalam menyusun skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat yang tak tergantikan Regina, Fiqih, Laili, dan Rully yang telah memberikan dukungan dan motivasi dan selalu membantu penulis. 11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Januari 2013

(7)

commit to user

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Pemikiran ... 29

C. Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

C. Subjek Penelitian ... 31

D. Rancangan Penelitian ... 33

E. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran .... 33

G. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 34

H. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

A. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner ... 40

B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 41

C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks ... 42

(8)

commit to user

viii

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan

Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 46

BAB V PEMBAHASAN ... 48

A. Validitas dan Realibilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks ... 48

B. Karakteristik Sosiodemografis Responden ... 49

C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 50

D. Kelemahan Penelitian ... 53

BAB VI PENUTUP ... 54

A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 54

Daftar Pustaka ... 55 Lampiran

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000... 22

Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis ... 26

Tabel 4. 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur ... 41

Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan 41

Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan

tentang Kanker Serviks ... 42

Tabel 4. 4. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Umur ... 43

Tabel 4. 5. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Tingkat Pendidikan ... 44

Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pemanfaatan

Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) ... 45

Tabel 4. 7. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual

Asetat (IVA) dengan Umur ... 45

Tabel 4. 8. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual

Asetat (IVA) dengan Tingkat Pendidikan ... 46

Tabel 4. 9. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Wanita PUS tentang Kanker

(10)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut karsinoma adalah

sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan

sel-sel yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price dan Wilson, 2005). Kanker

dapat dicetuskan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang memicu

terjadinya proses karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor

eksternal dapat berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu, dan konsumsi

tembakau, sedangkan faktor internal meliputi mutasi (baik yang diturunkan

maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun (American

Cancer Society, 2008).

Pada wanita, kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi.

Salah satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan

membunuh lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya,

sekitar 15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat

menyebabkan 4800 kematian (Brunner dan Suddarth, 2001).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), infeksi Human Papilloma

Virus (HPV) merupakan faktor risiko utama kanker leher rahim. Setiap tahun,

ratusan ribu kasus HPV terdiagnosis di dunia dan ribuan wanita meninggal

karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi HPV. Saat ini penyakit

kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker

(11)

commit to user

yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap

tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak

8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Sedangkan setiap hari

sekitar 40-45 kasus baru ditemukan dan 20-25 perempuan meninggal dunia

akibat penyakit tersebut. Temuan ini menempatkan Indonesia sebagai negara

dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. (WHO,2007)

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), insidensi kanker serviks adalah 100

per 100.000 perempuan pertahun. Dari data laboratorium patologi anatomi

seluruh Indonesia, dilaporkan frekuensi kanker serviks adalah paling tinggi di

antara kanker yang ada di Indonesia (Aziz, 2002).

Tingginya prevalensi kanker serviks di Indonesia kemungkinan

disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi, penyakit

telah mencapai stadium lanjut. Hampir 70% kasus kanker serviks ditemukan

dalam kondisi stadium lanjut (>stadium IIB). Kondisi ini dikarenakan masih

rendahnya pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80%

(Samadi, 2011).

Beberapa jenis tes untuk deteksi dini kanker leher rahim untuk saat ini,

antara lain : deteksi HPV onkogenik, tes pap smear, kolposkopi, servikografi,

dan Inspeksi Visual Asetat (IVA) (Sukardja, 2000).

Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok

diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak

(12)

commit to user

Hasilnya pun langsung didapat, dan sensitivitas serta spesifitasnya cukup baik

(Samadi, 2011).

Namun dalam pelaksanaannya, metode ini masih mengalami kendala

seperti keengganan wanita diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti

keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan, serta

ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan (Irawan, 2010). Pengetahuan tentang

kanker serviks di Indonesia masih tergolong rendah, hanya sekitar 2% dari

wanita di Indonesia yang tahu tentang kanker serviks (Retnosari, 2006).

Karena alasan inilah, peneliti ingin memahami lebih jauh tentang

pemanfaatan pelayanan metode IVA sebagai metode pencegahan kanker

serviks di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dan menghubungkannya dengan

tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur tentang kanker serviks itu

sendiri.

Puskesmas Sangkrah dipilih karena memiliki klinik Infeksi Menular

Seksual (IMS) yang menyediakan layanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA).

Layanan ini sudah cukup banyak dimanfaatkan oleh wanita Pasangan Usia

Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah dibandingkan Puskesmas lainnya

di Surakarta.

B.Perumusan Masalah

Adakah hubungan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur

(PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi

(13)

commit to user C.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan

wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan

pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas

Sangkrah, Surakarta.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai

hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS)

tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual

Asetat (IVA).

2. Manfaat aplikatif

a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan untuk

mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita tentang deteksi dini

kanker serviks dengan tes IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,

Surakarta sehingga dapat direncanakan suatu strategi pelayanan

kesehatan untuk menindaklanjutinya.

b. Hasil penelitian ini dapat menambah tingkat pengetahuan masyarakat

tentang deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA sehingga

menumbuhkan perilaku positif untuk pencegahan kanker serviks melalui

(14)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

yang siap pakai membantu seseorang untuk berpikir cepat dan tepat

(Notoadmojo, 2003). Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia

(2005) pengetahuan (knowledge) didefinisikan sebagai kepandaian atau

segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga bisa didefinisikan

sebagai informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh

seseorang (Depdiknas, 2005)

b. Cara Memperoleh Pengetahuan

Berbagai macam cara yang telah digunakan sepanjang sejarah

manusia untuk memperoleh pengetahuan maka dapat dikelompokkan

menjadi dua yakni cara tradisional (non ilmiah) melalui cara coba salah

(trial and error), kekuasaan atau otoritas, pengalaman pribadi, serta

(15)

commit to user

jalan pikiran dan dengan cara modern (cara ilmiah) (Notoadmojo,

2005).

Cara tradisional yang pertama yakni cara coba-salah dipakai

orang sebelum mengenal kebudayaan bahkan mungkin peradaban. Cara

coba-salah ini digunakan dalam pemecahan masalah dan apabila tidak

berhasil kemungkinan pemecahan yang lain, begitu seterusnya. Cara

tradisional lain yakni kekuasaan atau otoritas adalah pengetahuan yang

diperoleh berdasarkan kehidupan sehari-hari dan tradisi-tradisi yang

dilakukan orang tanpa adanya penalaran apakah yang dilakukan itu baik

atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini selalu diwariskan turun-temurun ke

generasi berikutnya. Pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadi

diperoleh setelah terjadi pada seseorang dan diulangi lagi keadaan

tersebut untuk memecahkan masalah seperti yang lalu (Notoadmojo,

2005). Sumber pengetahuan dapat didefinisikan dari beberapa aspek, di

antaranya kepercayaan berdasarkan tradisi, kesaksian orang lain, panca

indera, rasionalisme dan intuisi (Suhartono, 2005). Kepercayaan

berdasarkan tradisi, merupakan pengetahuan yang bersumber dari

kepercayaan yang menunjukkan bahwa pengetahuan itu diperoleh

melalui cara mewarisi apa saja yang ada di dalam suatu kehidupan

masyarakat, adat istiadat, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan

kehidupan dalam beragama atau dengan kata lain pengetahuan itu

diperoleh berdasarkan pemahaman atas situasi baru dengan berpegang

(16)

commit to user

termasuk pengetahuan yang masih tetap ada dalam susunan kehidupan

yang terdahulu pada orang-orang tertentu yang dapat dipercaya, karena

sudah dianggap memiliki pengetahuan yang benar, lalu menjadi

panutan yang handal bagi orang lain pada umumnya dalam hal-hal

bagaimana memandang, bersikap dan cara hidup serta bagaimana

bertingkah laku (Suhartono, 2005).

Panca indera bagi manusia merupakan alat vital dalam

kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh persoalan

hidup sehari-hari bisa diatasi dengan menggunakan alat panca indera.

Rasionalisme merupakan sumber satu-satunya dari pengetahuan

manusia berdasarkan akal budi. Rasio memberikan pengetahuan melalui

observasi. Sedangkan intuisi merupakan pengetahuan yang berasal dari

dalam dirinya sendiri (Suhartono, 2005).

Cara ilmiah dilakukan dengan melalui proses deduksi dan

induksi yang dilakukan secara sistematis dan memenuhi 6 kriteria yaitu,

berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-prinsip

analisis, menggunakan hipotesis, menggunakan ukuran obyektif, serta

menggunakan teknik kuantitatif (Gulo, 2002).

c. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu:

1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

(17)

commit to user

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja yang bisa digunakan antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan menyatakan dan

sebagainya.

2) Memahami (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang

sudah paham suatu materi atau objek harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang telah dipelajari.

3) Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

yang sebenarnya (real). Misalnya penggunaan rumus,

hukum-hukum, metode, prinsip dan sebagainya.

4) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Biasanya menggunakan kata kerja membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (syntesis), menunjuk kepada kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

(18)

commit to user

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Contoh sintesis adalah, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah

ada.

6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian

tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

ataupun yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara

anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Secara umum, pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa

faktor, di antaranya:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan, yang bertujuan untuk

mencerdaskan manusia. Melalui pendidikan seseorang akan

memperoleh pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

formal seseorang maka semakin berkualitas hidupnya di mana

seseorang akan dapat berpikir logis dan memahami informasi yang

(19)

commit to user

2) Media

Media adalah sarana yang dapat dipergunakan oleh seseorang dalam

memperoleh pengetahuan, misalnya televisi, radio, koran, dan

majalah.

3) Paparan Informasi

Informasi adalah data yang diperoleh dari observasi terhadap

lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam

kehidupan sehari-hari (Meliono, 2007).

4) Pengalaman

Pengetahuan yang didapat dari pengalaman langsung (first hand

knowlegde) adalah pembentuk sikap yang sangat kuat (Gregory,

2004).

e. Pengetahuan tentang Kanker Serviks

Pengetahuan tentang kanker serviks merupakan pencapaian

individu terhadap salah satu dari 6 tingkat pengetahuan di atas tentang

pengertian, penyebab, tanda dan gejala, faktor risiko, serta upaya

pencegahan kanker serviks. Pengetahuan terhadap penyakit kanker

serviks dapat diperoleh individu melalui cara masing-masing, dan

umumnya berkorelasi dengan tingkat pendidikan, paparan informasi

mengenai kanker serviks baik berupa penyuluhan, iklan, maupun ada

tidaknya keluarga yang menderita kanker serviks. Pengukuran

pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan teknik wawancara atau

(20)

commit to user

dikehendaki. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur

dapat disesuaikan dengan 6 tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,

2003).

Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan tentang kanker serviks yang memiliki persentase paling

besar adalah tingkat pengetahuan cukup. Tingkat pengetahuan tentang

kanker serviks di Kelurahan Campaka, Bandung dengan kategori baik

sebanyak 14,7%, sedang 56,9%, dan kurang sebanyak 14,7% (Huda,

2011). Di Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo, terdapat 23,9%

sampel dengan tingkat pengetahuan baik, 50,3% dengan tingkat

pengetahuan cukup dan 25,8% dengan tingkat pengetahuan kurang

(Dewi, 2010).

2. Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan yang wanitanya berusia

15-49 tahun dimana kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan

hubungan seksual (Suratun, 2008).

3. Kanker Serviks

a. Pengertian

Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada

serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan

(21)

commit to user

b. Penyebab

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma

Virus (HPV). Pada lebih dari 90% kanker serviks ditemukan DNA virus

HPV (Edianto, 2006)

HPV adalah anggota famili paporidae, yaitu sekelompok virus

heterogen yang memiliki untaian ganda DNA tertutup. Gen virus ini

mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka awal (early open reading

fame protein) yaitu E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7 yang berfungsi sebagai

protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca

kerangka pembuka lambat (late open reading frame protein) L1 dan L2

yang menyusun kapsid virus (Garcia, 2009).

Menurut risiko dalam menimbulkan kanker serviks, HPV

diklasifikasikan sebagai berikut (Samadi, 2011):

1) Risiko rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44, disebut tipe non-onkogenik. Jika

terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger

ayam.

2) Risiko tinggi: tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 68,

disebut tipe onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak

diobati, bisa menjadi kanker. HPV risiko tinggi ditemukan pada hampir

semua kasus kanker serviks (99%).

Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang

mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang

(22)

commit to user

dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan

mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya

pertumbuhan kanker ini. Komponen DNA (Deoxyribonucleic acid) virus

HPV telah terdeteksi dalam lebih dari 90 % Lesi Intraepitel Squamosa (LIS)

dan kanker serviks invasif dibandingkan dengan presentase yang lebih

rendah didapat pada kontrol. Baik penelitian yang menggunakan hewan

coba maupun menggunakan bukti biologi molekuler, keduanya menyatakan

bahwa virus HPV berpotensi menginduksi transformasi maligna dari lesi

(Garcia, 2009).

Infeksi HPV terjadi dalam presentase yang besar pada wanita yang

aktif secara seksual. Kebanyakan dari infeksi virus ini sembuh sempurna

dalam beberapa bulan hingga tahun dan hanya sebagian kecil saja yang

berkembang menjadi suatu kanker. Ini berarti bahwa diperlukan

faktor-faktor penting lainnya yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses

karsinogenik (Garcia, 2009). Terdapat tiga faktor utama yang

mempengaruhi terjadinya proses keganasan serviks uteri akibat infeksi

HPV. Termasuk dalam hal ini adalah durasi dan tipe HPV yang

menginfeksi, kondisi imunitas pejamu (host), dan faktor-faktor lingkungan.

Sebagai tambahan, berbagai variasi ginekologik seperti usia menarke, usia

pertama kali melakukan koitus, dan jumlah pasangan seksual, secara

(23)

commit to user

c. Patogenesis

Virus HPV genitalis risiko tinggi dimulai saat virus masuk ke dalam

tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau

melalui epitel skuamosa yang immature di daerah zona transisional (T zone)

(Garcia, 2009). Menurut Mardjikoen (2005), T zone atau Squamous

Collumnar Junction (SCJ) adalah daerah peralihan epitel skuamosa yang

terdapat di ektoserviks (porsio) menjadi epitel kolumnar yang terdapat di

endoserviks.

Pada awalnya virus menempel di permukaan sel, kemudian virus

melakukan penetrasi melalui membran plasma sel. Virus memasukkan

DNA-nya ke dalam sel dan melakukan uncoating atau pelepasan kapsid.

DNA virus yang telah memasuki sel kemudian melakukan penyisipan

(insertion) pada protoonkogen DNA manusia (Garcia, 2009). Protoonkogen

yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen

(Garcia, 2009).

Pada sel normal, protoonkogen mengkode pembuatan peptida yang

merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menimbulkan

kanker. Sebaliknya, protoonkogen yang telah mengalami transformasi

menjadi onkogen mengkode pembuatan peptida yang dapat menimbulkan

kanker (Sukardja, 2000). Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi

pada gen penekan tumor (tumor cupressor gene) TP53 (sehingga terjadi

degradasi protein p53 melalui pengikatan dengan E6) dan RB (melalui

(24)

commit to user

resistensi terhadap apoptosis, menyebabkan pertumbuhan sel yang tak

terkontrol setelah terjadinya kerusakan DNA. Akhirnya, hal inilah yang

menyebabkan terjadinya malignasi (Garcia, 2009).

d. Patologi

Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat

yang menunjukkan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya

kelainan sitologik pada hapusan serviks dan dipastikan melalui biopsi

serviks. Perubahan sitologik meliputi peningkatan ukuran inti, peningkatan

rasio inti sitoplasma, hiperkromatisme, penyebaran kromatin abnormal dan

kelainan membran inti (Chandrasoma, 2005).

Displasia serviks adalah pertumbuhan sel abnormal yang mencakup

berbagai lesi epitel yang secara baik sitologi maupun histologi berbeda

dibandingkan epitel normal, tidak mengenai epitel basalis, dan belum

menunjukkan kriteria karateristik keganasan. Karateristik keganasan

tersebut adalah peningkatan selularitas, abnormalitas nukleus, dan

peningkatan rasio nukleus/sitoplasma. Keadaan ini harus dibedakan dengan

metaplasia normal yang secara alami terjadi pada serviks normal.

Metaplasia pada serviks normal terjadi akibat saling desak kedua jenis epitel

yang melapisi serviks. Dengan masuknya mutagen, porsio yang mengalami

metaplasia fisiologik dapat berubah menjadi patologik

(displastik-diskariotik) (Mardjikoen, 2005).

Secara histopatologi, sebagian besar (90%) kanker berasal dari sel

(25)

commit to user

Kebanyakan kanker sel skuamosa melibatkan ostium uteri eksternum

sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum.

Lesi dapat berupa eksofitik maupun endofitik. Kanker sel skuamosa invasif

berbeda-beda berdasarkan derajat diferensiasi selularnya, tetapi umumnya

terlihat sebagai jaringan berkeratin (Pitkin, 2003).

Tumor pada penyakit ini dapat tumbuh secara eksofitik, endofitik,

maupun ulseratif. Pertumbuhan eksofitik terjadi bila tumor tumbuh mulai

dari Squamous Collumnar Junction (SCJ) ke arah lumen vagina sebagai

masa poliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Dikatakan

sebagai pertumbuhan endofitik bila pertumbuhan dimulai dari SCJ

kemudian tumor tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung merusak

struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniks vagina untuk

menjadi ulkus yang luas disebut sebagai pertumbuhan ulseratif (Mardjikoen,

2005).

Angka harapan hidup 5 tahun jika kanker ini diketahui dan diobati

pada stadium I adalah 85%, pada stadium II sebesar 60%, pada stadium III

hanya 33%, dan pada stadium IV menjadi 7%. Sedangkan jika penyakit

ditemukan saat masih lesi pra kanker, penderita bisa diobati secara

sempurna (Price dan Wilson, 2005).

Gambaran patologis perkembangan kanker serviks adalah sebagai

berikut:

1) Didahului oleh lesi prekanker yang disebut displasia (Cervical

(26)

commit to user

morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan

rasio inti/ sitoplasma dan kehilangan polaritas yang normal. Displasia

bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi

kanker bila tidak diatasi (Hacker, 2005). Displasia dikelompokkan lagi

menjadi 3 berdasarkan perkembangan luas perubahan morfologi yang

terjadi pada epitel leher rahim. yaitu:

a) Displasia ringan (CIN I) : sel-sel yang mengalami perubahan

morfologi hanya sebatas 1/3 bagian atas dari lapisan epithelium

serviks;

b) Displasia sedang (CIN II) : ditandai dengan perubahan morfologi sel

yang telah mencapai 2/3 bagian dari lapisan atas epithelium serviks;

c) Displasia berat (CIN III) : ditandai dengan lebih banyaknya variasi

dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan hiperkromasi

yang telah melebihi 2/3 lapisan atas epithelium serviks, namun belum

menginvasi jaringan stroma di bawahnya.

2) Perkembangan terakhir adalah bila perubahan displasia berlanjut hingga

menginvasi jaringan stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut

karsinoma in situ atau kanker (Aziz, 2002).

e. Faktor Risiko

Faktor risiko kanker serviks adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan dari displasia.

Transformasi atipik merupakan daerah atipik (abnormal) yang terletak di

(27)

commit to user

yang baru terbentuk akibat metaplasia sel columnar menjadi sel squamous

(Azis, 2002).

Penyakit keganasan khusus wanita ini merupakan penyakit menular

seksual yang berasosiasi dengan infeksi kronik Human Papiloma Virus

(HPV) tipe onkogenik. Oleh sebab itu, faktor risiko kanker serviks

cenderung sama dengan faktor risiko penyakit menular seksual lainnya

(Randall, 2005).

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV

(sebagai penyebab dari kanker leher rahim) adalah sebagai berikut:

1) Hubungan seks pada usia muda

Faktor ini merupakan salah satu faktor risiko terpenting karena

penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita

melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker

leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali

pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar

daripada wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia

lebih dari 20 tahun (Sukaca, 2009).

2) Multipartner seksual

Risiko terkena kanker serviks meningkat 10 kali lipat pada wanita

yang mempunyai teman seksual 6 orang atau lebih. Bukan hanya ini

saja, bila seorang suami juga berganti-ganti pasangan seksual dengan

wanita lain misalnya Wanita Tuna Susila (WTS), maka suaminya dapat

(28)

commit to user

3) Jumlah paritas

Paritas merupakan keadaan di mana seorang wanita pernah

melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Paritas yang berisiko adalah

dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan

terlampau dekat. Hal ini dikarenakan persalinan yang demikian dapat

menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim.

Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak, maka

dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada

mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan (Sukaca, 2009).

4) Pemakaian alat kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama (5 tahun

atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim hingga 2 kali lipat

(Sukaca, 2009). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah kontrasepsi yang

hanya mengandung progestin (Smith et al, 2003).

5) Riwayat merokok

Risiko kanker serviks tipe skuamosa oleh tipe HPV tipe 16 atau

HPV tipe 18 meningkat pada perokok berat (Kapeu, 2009). Tembakau

mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai

rokok maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycylic

aromatic hydrocarbons heterocylic amine yang sangat karsinogenik dan

mutagenik, sedangkan bila dikunyah akan menghasilkan nitrosamine.

Bahan dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita

(29)

commit to user

bahan-bahan pada tembakau tersebut juga dapat menyebabkan

kerusakan DNA epitel serviks (Rasjidi, 2007). Fey (2004) menyatakan

bahwa wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki

risiko tinggi memperoleh lesi prakanker tingkat tinggi.

f. Tanda dan Gejala

Tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks. Karsinoma

servikal prainvasif tidak memiliki gejala, namun karsinoma invasif dini

dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun

perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul

pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada

saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah

pascakoitus atau bercak antara menstruasi (Price dan Wilson, 2005).

Selain perdarahan abnormal, keputihan juga merupakan gejala yang

sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan

berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Warnanya pun menjadi

kekuningan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif

(Mardjikoen, 2005).

Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi

akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala. Adanya

perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan

adanya kanker serviks tingkat lanjut (Mardjikoen, 2005). Gejala-gejala

hematuria atau perdarahan per rektal timbul bila tumor sudah menginvasi

(30)

commit to user

akan mengalami anemia, kehilangan berat badan, lelah dan gejala

konstitusional lainnya (Randall, 2005).

Pasien kanker serviks dapat mengeluhkan nyeri yang berat. Nyeri

dapat dirasakan saat penderita melakukan hubungan seksual. Nyeri di pelvis

atau di hipogastrium dapat disebabkan oleh tumor yang nekrotik atau radang

panggul. Bila muncul nyeri di daerah lumbosakral maka dapat dicurigai

terjadinya hidronefrosis atau penyebaran ke kelenjar getah bening yang

meluas ke arah lumbosakral. Nyeri di epigastrium timbul bila penyebaran

mengenai kelenjar getah bening yang lebih tinggi (Randall, 2005).

Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat lesi pada daerah serviks.

Beberapa lesi dapat tersembunyi di kanal bagian endoserviks, namun dapat

diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Semakin lebar diameter lesi maka

semakin sempit jarak antara tumor dengan dinding pelvis (Randall, 2005).

g. Stadium Kanker Serviks

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, pemeriksaan

histopatologi jaringan biopsi dapat dilakukan untuk penentuan stadium.

Stadium kanker serviks juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan klinis

dan sebaiknya dilakukan di bawah pengaruh anastesi umum. Penentuan

stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation of Gynecology and

Obsetrics) masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah

(31)

commit to user

Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 (Edianto,

2006)

Stadium Keterangan

Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial

Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks

(penyebaran ke korpus uteri diabaikan)

Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali

secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat

secara langsung walau dengan invasi yang

sangat superfisial dikelompokkan sebagai

stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak

lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7

mm

Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih

dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3

mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih

dari 7 mm

Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis

lebih dari Ia

Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm

Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

(32)

commit to user

melibatkan parametrium

Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum

mencapai dinding panggul

Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau

adanya perluasan sampai dinding panggul.

Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan

fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini,

kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh

sebab lain.

Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi

parametrium belum mencapai dinding panggul

Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya

hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal

Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi

Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau

mukosa rektum

Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga

panggul

h. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

Deteksi dini kanker serviks merupakan upaya pencegahan sekunder

kanker serviks. Skrining dilakukan dengan menggunakan tes tertentu untuk

(33)

commit to user

Menurut Octiyanti (2006), deteksi dini kanker serviks perlu dilakukan

karena:

1) Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting di negara-negara berkembang dengan sumber daya terbatas.

2) Fase prakanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat ditatalaksana

secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima.

3) Perkembangan dari fase prakanker menjadi kanker dapat membutuhkan

waktu relatif lama (hingga sepuluh tahun) sehingga cukup waktu untuk

melakukan deteksi dan terapi.

4) Terapi pada fase prakanker amat murah dibandingkan dengan

penatalaksanaan bila sudah terjadi kanker.

5) Target deteksi dini adalah menemukan lesi prakanker serviks.

6) Bila dilakukan terapi pada lesi prakanker serviks, kesembuhan dapat

mencapai 100%.

Deteksi dini kanker serviks direkomendasikan bagi seluruh wanita

yang telah aktif secara seksual dan dapat dimulai dalam tiga tahun setelah

koitus pertama (Zeller, 2007). Rasjidi (2007) menyebutkan beberapa cara

deteksi dini kanker serviks adalah melalui:

1) Pemeriksaan Pap smear, merupakan pemeriksaan sitologi dari serviks

dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel

serviks atau porsio yang ditandai dengan adanya displasia. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui

(34)

commit to user

kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli

patologi (American Cancer Society, 2008).

2) Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA), pemeriksaan ini mendeteksi

kanker serviks dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3%-5%

pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Penilaian serviks

dilakukan setelah beberapa menit pasca pengolesan asam asetat dengan

menggunakan penerangan yang layak. Serviks normal akan terlihat

merah muda pada bagian entoserviks dan kemerahan di bagian

endoserviks, sedangkan serviks yang mengalami lesi prakanker akan

terlihat putih di sekitar porsio serviks (Carr, 2004).

3) Kolposkopi, merupakan pemeriksaan visual serviks dengan

menggunakan alat optik khusus yang disebut kolposkop. Pemeriksaan ini

dapat mengenali displasia maupun kanker dengan baik, baik in situ

maupun invasif (Randall, 2005).

4) Pemeriksaan HPV-DNA, merupakan pengambilan sampel untuk dengan

menggunakan lidi kapas atau sikat kemudian dilakukan pemeriksaan

biomolekular dengan metode Hybrid Capture 2 yang mampu mendeteksi

HPV pada sel serviks (Kampono, 2006).

4. Tes IVA

a. Definisi

Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat

(35)

commit to user

warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat

adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode

skrining kanker leher rahim (Amrantara, 2009).

b. Interpretasi Hasil

Adapun hasil temuan IVA dapat diklasifikasikan sesuai dengan

temuan klinis yang diperoleh, sebagai berikut:

Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis (Nuranna, 2006)

Klasifikasi IVA Temuan Klinis

Normal licin, merah muda, bentuk porsio normal

Atipik servisitis (inflamasi, hiperemis) banyak fluor

ektropion polip atau ada cervical wart

Abnormal plak putih

epitel acetowhite

Kanker serviks masa seperti bunga kol

masa mudah berdarah

(36)

commit to user

Gambar 2. Gambaran acetowhite

Gambar 3. Kanker serviks

Pengolesan asam asetat pada epitel abnormal serviks dapat

memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhite.

Gambaran ini muncul karena tingginya kepadatan inti dan konsentrasi

protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks

dengan mata telanjang (tanpa pembesaran). Membran sel terdiri dari

lipid bilayer dengan protein yang tersisip di dalamnya atau terikat

pada permukaan sitoplasma. Protein integral membran tertanam kuat

dalam lapisan lipid. Sebagian lain tertanam dalam lapisan luar atau

lapisan ganda lipid protein perifer dan terikat secara longgar pada

(37)

commit to user

protein yang awalnya normal berubah menjadi onkoprotein. Pada

onkoprotein, terjadi perubahan susunan asam amino sehingga sel

mudah mengalami destruksi oleh asam yang menyebabkan terjadinya

koagulasi. Pemberian asam asetat akan menyebabkan peningkatan

osmolaritas cairan ekstrasel sehingga cairan intrasel tertarik keluar dan

jarak antarsel makin dekat. Akibatnya bila permukaan mendapat sinar,

maka sinar tidak diteruskan ke dalam stroma namun akan dipantulkan

keluar sel. Asam asetat juga mempunyai efek koagulasi protein pada

sitoplasma dan inti. Epitel abnormal memiliki inti dengan kepadatan

tinggi sehingga menghambat cahaya menembus epitel. Hal ini

menimbulkan gambaran bercak putih (acetowhite) pada sel (Nuranna,

2006).

c. Keunggulan

Menurut Amrantara (2009), keunggulan tes IVA antara lain :

1) Akurasi tes IVA pada beberapa penelitian terbukti cukup baik.

2) Sensitivitas setara dengan tes Pap untuk mendeteksi lesi derajat

tinggi.

3) Pelatihan IVA untuk tenaga medis lebih cepat dan sederhana

dibandingkan sitoteknisi.

4) Hasil pemeriksaan dapat segera diketahui.

5) Murah dan sederhana.

6) Dapat dikerjakan pada fasilitas kesehatan dengan sumber daya

(38)

commit to user

7) Dapat dikerjakan kapan saja, tidak perlu persiapan klien.

d. Keterbatasan

Adapun keterbatasan tes IVA adalah sebagai berikut (Amrantara,

2009) :

1) Spesifisitas lebih rendah dari tes Pap (positif palsu lebih tinggi).

2) Angka hasil tes positif tinggi (10-35%).

3) Nilai prediksi positif untuk hasil tes positif rendah (10-30%).

4) Terapi akan berlebihan bila dilakukan skrining dan terapi sekaligus.

(39)

commit to user C. Hipotesis

. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia

Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes

Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,

(40)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah observasionalanalitik dengan pendekatan

cross sectional.

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,

Surakarta. Penelitian ini dijadwalkan akan dimulai pada minggu ke-1

hingga minggu ke-4 bulan Desember tahun 2012.

C.Subjek Penelitian

1. Populasi target

Populasi target dalam penelitian ini adalah wanita Pasangan

Usia Subur (PUS) yang pernah atau sedang memeriksakan diri di

Klinik Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dimiliki

setiap subjek dari suatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam,

2003). Adapaun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti yaitu:

a. Wanita Pasangan Usia Subur usia 15-49 tahun

b. Tidak buta huruf

c. Sedang dalam keadaan sehat dan tidak terganggu jiwanya

(41)

commit to user

d. Bersedia menjadi responden dan telah menandatangani informed

consent

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek

memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam

penelitian (Nursalam, 2003). Adapaun kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah:

a. Tenaga medis

b. Mahasiswa di bidang kesehatan.

3. Sampel dan Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan simple random sampling (SRS).

Penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus

Notoatmodjo (2005) dimana jumlah populasi target adalah 857

orang.

1 N dN

1 857 0,1857

顈 89,6 90orang

n : jumlah sampel yang akan diteliti

N : jumlah populasi

d : tingkat kepercayaan dan ketepatan 10% (0,1)

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sampel sebanyak 90

(42)

commit to user

D. Rancangan Penelitian

E.Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran

1. Variabel Bebas

Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks adalah kemampuan

responden dalam memahami kanker serviks yang dinilai menggunakan

kuesioner (Lampiran 1). Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks

dibagi menjadi kategori rendah (skor 0-14), sedang (skor 15-20) dan

tinggi (skor 21-30).

Skala pengukuran variabel: ordinal

Tingkat Pengetahuan Kurang Tingkat Pengetahuan

Baik

Analisis Data Tingkat Pengetahuan

Sedang

Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA

Pemanfaatan + Pemanfaatan - Sampel

Populasi

Kriteria Inklusi/ Eksklusi

(43)

commit to user

2. Variabel_Terikat

Pemanfaatan pelayanan tes IVA merupakan suatu tindakan yang

dilakukan wanita Pasangan Usia Subur dalam menyikapi adanya

pelayanan tes IVA. Pemanfaatan tes IVA dikategorikan menjadi 2 yaitu

memanfaatkan layanan dan tidak memanfaatkan layanan yang dinilai dari

jawaban atas pertanyaan dalam kuesioner (Lampiran 1) dan dikonfirmasi

dengan data dari Puskesmas Sangkrah. Jika terdapat perbedaan, maka

data yang dipakai adalah data dari Puskesmas.

Skala pengukuran variabel: nominal

3. Variabel Luar

Variabel luar (tidak dikendalikan) yang mempengaruhi hasil penelitian ini adalah

tingkat pendidikan, paparan informasi, dan pengalaman.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk bisa melakukan pencuplikan sampel dengan teknik SRS,

diperlukan sampling frame (kerangka sampel) terlebih dahulu.

Sampling frame diperoleh dari Puskesmas Sangkrah, berupa data wanita

usia subur di Wilayah Kerjanya. Pencuplikan acak dari sampling frame

dilakukan dengan bantuan program SPSS. Sesuai ukuran sampel yang

telah ditetapkan, individu yang terpilih akan menjadi sampel

(44)

commit to user

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian ini adalah dengan pemberian kuesioner pada responden

penelitian. Data primer diperoleh peneliti secara langsung dari

responden dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang

berhubungan dengan kanker serviks. Sebelum kuesioner diberikan

kepada responden, responden diberikan penjelasan tentang tujuan

penelitian kemudian diminta kesediaan untuk tanda tangan pada lembar

persetujuan. Peneliti datang sendiri ke responden yang berada di

Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta dan selama mengisi

kuesioner didampingi oleh peneliti, bila ada yang tidak jelas maka dapat

ditanyakan kepada peneliti.

2. Instrumen

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner yang meliputi pertanyaan-pertanyaan berkaitan

dengan tingkat pengetahuan mengenai kanker serviks dan pemanfaatan

pelayanan tes IVA. Kuesioner yang dipakai adalah modifikasi dari

kuesioner penelitian berjudul Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas

Kesehatan terhadap Bahaya Kanker Serviks di Rumah Sakit Pelabuhan

Medan Belawan (Hisworo, 2010) dan penelitian berjudul Pengetahuan

dan Sikap Wanita yang Telah Menikah terhadap Pemeriksaan IVA

untuk Mendeteksi Kanker Leher Rahim di Puskesmas Medan Area

Selatan (Ningsih, 2011). Beberapa item pertanyaan ditambahkan sesuai

(45)

commit to user

3. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dilakukan uji coba terlebih dahulu

yaitu dengan pengujian validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas Instrumen

Menurut Notoatmodjo (2002), validitas adalah suatu indeks

yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang

seharusnya diukur. Kuesioner tentang kanker serviks yang telah

dimodifikasi akan dibagikan kepada sekelompok individu yang

memiliki kesamaan dengan sampel penelitian, dalam hal ini

kuesioner diujicobakan kepada wanita Pasangan Usia Subur di

Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan, Surakarta. Uji validitas

dilakukan dengan penghitungan korelasi item-total dengan bantuan

sofware SPSS 21.0 for Windows. Korelasi item-total (item-total

correlation) menilai konsistensi internal alat ukur dengan

mengorelasikan masing-masing item dan total pengukuran, minus

item yang bersangkutan. Karena dikurangi dengan item yang

bersangkutan, maka korelasi total disebut juga korelasi

item-sisa (item-rest correlation). Prinsipnya, suatu item dapat digunakan

dalam alat ukur jika memiliki korelasi item-total > 0,20. Item yang

berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan, atau ditulis ulang.

Tetapi item yang berkorelasi terlalu tinggi (> 0,90) juga perlu

(46)

commit to user

(duplikasi) pengukuran, sehingga salah satu item perlu disingkirkan

(Murti, 2011).

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas

dilakukan untuk menguji item pertanyaan yang telah dilakukan uji

validitasnya. Data dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach ≥

0,60. Apabila nilai yang diperoleh di bawah angka kritis, maka

kuesioner tersebut tidak reliabel sebagai alat ukur (Ghozali, 2006).

G. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Pada penelitian ini, data yang sudah dikumpulkan diolah sedemikian

rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut. Adapun

langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

a. Entry data

Kuesioner yang telah diisi oleh responden terlebih dahulu

diperiksa untuk mengecek kebenaran data berdasarkan pengisian

kuesioner. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan

kelengkapan data yang ada terutama dalam kelengkapan data

(47)

commit to user

b. Skoring

Pada tahap ini dilakukan penilaian pada data yaitu untuk skor

pengetahuan kanker serviks. Untuk masing-masing item

pertanyaan diberi nilai 1 jika jawaban responden benar, dan diberi

nilai 0 jika jawaban salah. Selanjutnya dilakukan perhitungan skor

total untuk tiap responden.

c. Coding

Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban

dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses

pemasukan data di komputer. Dalam hal ini, tingkat pengetahuan

mengenai kanker serviks dikode sebagai 2 (tinggi), 1 (sedang),

dan 0 (rendah). Pemanfaatan pelayanan Tes IVA dikode sebagai

1 (memanfaatkan) dan 0 (tidak memanfaatkan).

d. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data penelitian,

apakah ada kesalahan dalam entry, skoring dan coding. Kesalahan

dapat terjadi pada saat data diproses ke dalam komputer.

e. Processing

Processing adalah proses pengolahan data agar dapat dianalisis

(48)

commit to user

2. Analisis Data

Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analitik. Analisis

deskriptif menjelaskan karakter sampel penelitian, sedangkan analisis

analitik terdiri dari analisis univariat dan bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan frekuensi dan

persentase masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun

variabel terikat.

b. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan hipotesis hubungan

variabel bebas dengan variabel terikat. Hubungan antara variabel

bebas (tingkat pengetahuan kanker serviks) dengan variabel

terikat (pemanfaatan pelayanan tes IVA) dianalisis dengan uji χ2.

Dari hasil analisis ini dapat ditetapkan apakah hipotesis penelitian

(Ha) diterima. Ha diterima jika nilai p lebih kecil dari 0,1 (α =

(49)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Analisis uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 20 wanita

Pasangan Usia Subur di Ngoresan, Kecamatan Jebres, Surakarta. Corrected

Item-Total Correlation menunjukkan validitas suatu item dalam kuesioner

sedangkan Cronbach’s Alpha if Item Deleted menunjukkan reliabilitasnya.

Prinsipnya, suatu item dapat digunakan dalam alat ukur jika memiliki korelasi

item-total > 0,20. Item yang berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan

(Murti, 2011). Pada uji validitas, dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) item

yang memiliki nilai korelasi item-total < 0,20 yaitu item nomor 15 (Pada

stadium awal kanker leher rahim, penderita mengalami pendarahan), 21 (Anda

dapat menjalani tes IVA kapan saja dalam siklus menstruasi), dan 30 (Anda

dapat melakukan tes IVA di praktek dokter umum) sehingga ketiga item

tersebut dikeluarkan dari kuesioner.

Analisis reliabilitas sebelum menyingkirkan 3 item yang tidak valid dari

33 item keseluruhan dalam kuesioner menunjukkan nilai alpha Cronbach

sebesar 0,867. Sedangkan setelah 3 item tersebut dikeluarkan, nilai alpha

Cronbach naik menjadi 0,904.

Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

(50)

commit to user B. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya dan diberikan

kepada 90 responden, dilakukan analisisis tentang karakteristik subjek

penelitian. Karakteristik responden berdasar umur disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

<20 3 3,3

20-30 22 24,4

30-40 45 50,0

>40 20 22,2

Total 90 100,0

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 45

orang (50%) berusia antara 30-40 tahun. Kemudian sebanyak 22 orang

(24,4%) berusia antara 20-30 tahun. Selebihnya yaitu sebanyak 20 orang

(22,2%) berusia lebih dari 40 tahun dan hanya 3 orang (3,3%) yang berusia

kurang dari 20 tahun.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

SD-SMP 37 41,1

SMA 46 51,1

Perguruan Tinggi 7 7,8

Total 90 100,0

Tabel 4.2 yang memperlihatkan distribusi frekuensi responden menurut

(51)

commit to user

yaitu sebanyak 46 orang (51,1%) memiliki pendidikan terakhir SMA.

Selebihnya yaitu sebanyak 37 orang (41,1%) pendidikan terakhirnya adalah

SD-SMP dan sebanyak 7 orang (7,8%) memiliki pendidikan terakhir

Perguruan Tinggi.

C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks

Hasil pengukuran tingkat pengetahuan tentang kanker serviks disajikan

dalam Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

tentang Kanker Serviks

Tingkat

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Sedang 55 61,1

Tinggi 35 38,9

Total 90 100,0

Tabel 4.3 memperlihatkan pembagian responden menurut tingkat

pengetahuan tentang kanker serviks. Dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 55 orang (61,1%) memiliki tingkat pengetahuan

yang sedang. Selebihnya yaitu sebanyak 35 orang (38,9%) memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi.

Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan umur

(52)

commit to user

Tabel 4.4 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Umur

Tingkat Pengetahuan

Umur (tahun)

Total <20 20-30 30-40 >40

Sedang Frekuensi 3 17 23 12 55 Persentase (%) 5,5 30,9 41,8 21,8 100 Tinggi Frekuensi 0 5 22 8 35 Persentase (%) 0 14,3 62,9 22,9 100 Total Frekuensi 3 22 45 20 90 Persentase (%) 3,3 24,4 50,0 22,2 100

Tabel 4.4 menyajikan data yang menunjukkan jumlah responden dengan

tingkat pengetahuan tinggi yang berusia 30-40 tahun adalah 22 orang (62,9%)

dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 8 orang (22,9%). Sedangkan

yang berusia 20-30 tahun sebanyak 5 orang (14,3%) dan tidak ada responden

dengan tingkat pengetahuan tinggi berusia kurang dari 20 tahun. Responden

yang memiliki tingkat pengetahuan sedang mayoritas berusia 30-40 tahun

yaitu sebanyak 23 orang (41,8%), yang berusia 20-30 tahun sebanyak 17

orang (30,9%) dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 12 orang

(21,8%). Sedangkan yang berusia di bawah 20 tahun hanya sebanyak 3 orang

(3.3%).

Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan

(53)

commit to user

Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Tingkat Pendidikan

pengetahuan tinggi yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP adalah 16

orang (45,7%), yang memiliki pendidikan terakhir SMA sebanyak 14 orang

(40%) dan selebihnya sebanyak 5 orang (14,3%) memiliki pendidikan

terakhir Perguruan Tinggi. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan

sedang mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 32 orang

(58,2%), yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP sebanyak 21 orang

(38,2%), sedangkan yang memiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi

hanya sebanyak 2 orang (3.6%).

D. Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)

Data mengenai distribusi responden berdasarkan pemanfaatan pelayanan

(54)

commit to user

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemanfaatan

Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)

Pemanfaatan Pelayanan

Tes IVA Frekuensi Persentase (%)

Tidak 56 62,2

Ya 34 37,8

Total 90 100,0

Tabel 4.6 memperlihatkan pembagian responden menurut pemanfaatan

pelayanan tes IVA. Dapat dilihat bahwa 34 responden (37,8%) memanfaatkan

pelayanan tes IVA. Selebihnya yang tidak memanfaatkan pelayanan tes IVA

ada sebanyak 56 responden (62,2%).

Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan umur

disajikan pada Tabel 4.7.

Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan tingkat

Gambar

Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 (Edianto,
Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis (Nuranna, 2006)
Gambar 2. Gambaran acetowhite
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 45
+6

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN MOTIVASI MELAKUKAN PEMERIKSAAN IVA. DI WILAYAH KERJA III PUSKESMAS MANAHAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan wanita usia subur tentang kanker

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks Dengan Minat

Penelitian yang dilakukan oleh Nurjana (2016) dengan judul Pengaruh Penyuluhan Kanker Serviks Terhadap Motivasi Wanita Usia Subur Untuk Pemeriksaan Tes Inspeksi

Simpulan dan saran: Terdapat hubungan antara pengetahuan wanita usia subur tentang kanker serviks dengan keikutsertaan IVA test di Puskesmas Umbulharjo

mengenai Hubungan Persepsi Wanita Pasangan Usia Subur Tentang Inspeksi Visual Asam Asetat Dengan Motivasi Pemeriksaan IVA didapat hasil bahwa usia tidak bisa

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks dengan pemeriksaan IVA Test pada Wanita Usia Subur (WUS) di UPTD

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) di Wilayah Kerja