• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi karyawan pada program pelatihan dan pengembangan spiritualitas Ignasian : studi kasus pada karyawan biro Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi karyawan pada program pelatihan dan pengembangan spiritualitas Ignasian : studi kasus pada karyawan biro Universitas Sanata Dharma Yogyakarta."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

iv

Halaman Motto

“Jika ingin mendapatkan sesuatu yang berharga maka kerjarlah sampai

mendapatkannya jangan hanya berharap tanpa tindakan

Kupersembahkan Skripsi ini untuk:

Istriku tercinta Gina M. Florbela Garcia Sarmento

yang selama ini memberikan dukungan baik material maunpun

spiritual.

Anak-anakku tercinta Arquimedes, Genevive, Neil

Quaresma

Keluarga besar Sarmento Santos dan Garcia yang telah

memberikan dukungannya.

Serta seluruh Dosen, karyawan bagian pendidikan dan

Administrasi yang selama beberapa tahun ini telah memberikan

support hingga saya bisa menyelesaikan kuliah di Universitas

(8)
(9)

vi

KATA PENGATAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Bapak Yang Maha Kuasa atas segala karunia, kasih dan kemurahanNya sehingga saya dapat meneyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik, meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Adapun tujuan dari penulisan tersebut adalah untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada program studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak pihak yang telah membantu baik dengan tenaga, doa, bimbingan sehingga penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dengan demikian pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. H. Herry Maridjo, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Dr. Lukas Purwoto, S.E., M.Si, selaku Ketua Program Studi Manajemen

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

3. Yudi Yuniarto, SE., M.B.A, selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Drs. Hendra Poerwanto G., M. Si, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu tenaga untuk membimbing dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Drs. P. Rubiyatno, M.M, selaku dosen pembimbing akademik dan kepala

(10)

vii

6. Seluruh karyawan baik dosen maupun karyawan administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas semua pelayanan yang diberikan selama penulisan skripsi ini.

7. Karyawan Biro Layanan Umum, Biro Sarana dan Prasarana gedung pusat

Mrican dan kampus Paingan, terima kasih atas waktu yang diberikan untuk mengisih kuesioner penelitian yang diberikan oleh penulis.

8. Sahabat saya Toga Kurniawan Manulang, Hotdianto Sinaga dan lainnya yang

tidak saya sebutkan namanya, terima kasih atas semua dukungan, motivasi dan candanya selama penulis studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengalaman dan waktu yang dimiliki oleh penulis, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi bahan untuk penulis selanjutnya. Karena konsep yang diteliti pada skripsi ini hanya terbatas pada karyawan administrasi yaitu Biro Layanan Umum dan Biro Sarana Prasarana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Yogyakarta 27 Februari 2013

Penulis

Elvis Agostinho Sarmento

(11)
(12)

ix

A. Sejarah Berdirinya Universitas Sanata Dharma ... 72

B. Visi dan Misi Universitas Sanata Dharma ... 75

C. Biro Layanan Umum Universitas Sanata Dharma ... 76

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 79

B. Deskripsi Karakteristik Responden Penelitian ... 82

C. Deskripsi Data Penelitian ... 85

D. Pengujian Prasyarat Analisis ... 86

E. Pengujian Prasyarat Analisis ... 89

(13)

x

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(14)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Judul

II.1 Perbandingan antara Pelatihan dan Pengembangan ... 12

II.2 Perbandingan Penelitian Sebelumnya ... 52

III.1 Jumlah Sampel untuk Setiap Biro Ditentukan dengan Teknik Kuota Sampling ... 61

III.2 Skor Setiap Indikator Menurut Likert ... 66

III.3 Posisi Keputusan Penilaian ... 67

III.4 Rangkuman Rumus Uji Anova ... 70

V.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian... 80

V.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 81

V.3 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 82

V.4 Deskripsi Umur Responden ... 83

V.5 Deskripsi Pendidikan Responden ... 83

V.6 Deskripsi Lama Kerja Responden ... 84

V.7 Deskripsi Perspsi Karyawan ... 85

V.8 Hasil Uji Normalitas ... 87

V.9 Hasil Uji Homogenitas Bedasarkan Jenis Kelamin ... 88

V.10 Hasil Uji Homogenitas Bedasarkan Pendidikan ... 88

V.11 Hasil Analisis Uji-t Independent Sample ... 90

(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul

(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 102

Lampiran 2. Hasil Analisis Data Penelitian ... 106

Lampiran 3. Data Penelitian ... 115

(17)
(18)
(19)
(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting yang harus diberikan perhatian khusus oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Oleh karena itu, kemampuan organisasi dituntut untuk mengelolah sumber daya-sumber daya secara terencana, terutama daya-sumber daya manusia sebagai tenaga pelaksana operasional organisasi untuk menghasilkan kualitas kerja yang efisien dan efektif dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan.

Para karyawan baru biasanya telah mempunyai kecakapan dan ketrampilan dasar yang dibutuhkan. Mereka adalah produk dari suatu sistem pendidikan dan mempunyai pengalaman yang diperoleh dari organisasi lain. Sering kali para karyawan baru yang diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan mereka. Bahkan para karyawan yang berpengalaman pun perlu belajar dan menyesuaikan dengan organisasi, orang-orangnya, kebijaksanaan-kebijaksanaan, dan prosedur-prosedurnya. Mereka juga mungkin memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut untuk mengerjakan tugas-tugas secara sukses.

(21)

pengalaman, ingin sekali menerapkan pengetahuannya terhadap proses dan masalah baru. Sayangnya, terdapat kondisi yang dapat melumpuhkan dorongan kreatif tersebut. Selama masa pendidikannya, karyawan baru melakukan pengendalian langsung terhadap pekerjaannya. Namun kini dia menghadapi jam kerja yang teratur, batasan yang lebih ketat, kemungkinan lingkungan yang kurang menyenangkan, dan suatu kebutuhan untuk bekerja melalui orang lain.

Meskipun program pelatihan dan pengembangan memakan waktu dan dana, hampir semua organisasi melaksanakannya, dan menyebut biaya-biaya untuk berbagai kegiatan tersebut sebagai invetasi dalam sumber daya manusia. Ada dua tujuan utama program latihan dan pengembangan karyawan. Pertama, latihan pengembangan dilakukan untuk menutup “gap” antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan.

(22)

fasilitas tekhnologi (mesin-mesin), kebutuhan tenaga kerja profesional juga akan meningkat.

Manusia sebagai makluk sosial yang sekaligus juga makluk individu, maka ada perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang menyebabkan mengapa seseorang karyawan bisa menyenangi suatu obyek atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaannya, sedangkan karyawan lain tidak senang bahkan membenci obyek atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan bersangkutan. Hal tersebut tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya, karena pada dasarnya sebagian besar sikap, tingka laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.

Sementara itu salah satu penyebab terjadinya berbagai permasalahan, seperti penyalahgunaan fasilitas organisasi, wewenang, dan malpraktek yang sering terjadi pada organisasi-organisasi dan perusahaan bisnis ini adalah berpangkal pada mutu sumber daya manusia itu sendiri. Perilaku orang dan etika orang bekerja telah jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan nilai kebenaran yang hakiki. Yang terjadi adalah “kolusi, korupsi, dan nepotisme” yang sangat

(23)

Dalam dunia berorganisasi, sumber keunggulan kompetitif berganti dari waktu ke waktu. Sumber daya manusia merupakan kunci utama untuk meraih keunggulan kompetitif, karena sumber daya manusia adalah faktor yang unik yang tidak bisa disamakan dengan sumber daya lainnya. Fungsi sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam organisasi atau perusahaan. Faktor manusia tidak lagi hanya sebagai faktor produksi untuk perusahaan manufaktur, tetapi telah dianggap sebagai aset perusahaan dan organisasi-organisasi yang memiliki ruanglingkup besar. Organisasi-organisasi-organisasi tersebut tidak lagi mengandalkan teknologi, hak paten maupun posisi strategis, tetapi lebih memfokuskan pada pengelolaan tenaga kerjanya.

Sebagai organisasi yang berorientasi pada dunia pendidikan, Sanata Dharma tentunya menyadari pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas dalam organisasi, maka program-program pelatihan dan pengembangan direncanakan dengan baik sesuai dengan prinsip dasar organisasi dan kebutuhan-kebutuhan yang relevan. Pelatihan dan pengembangan yang diadakan meliputi pelatihan ketrampilan dan pelatihan teknis. Salah satu pelatihan yang sering dilakukan adalah pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian. Jenis pelatihan tersebut diwajibkan untuk semua karyawan, karena pelatihan Spiritualitas bersifat pelatihan kerohanian yang melekat pada organisasi yang didirikan oleh Serikat Yesuit.

(24)

pencetus serikat tersebut, yaitu Santo Ignatius Loyola. Hal ini dilakukan karena mereka tetap konsisten dengan prinsip dasar ordo tersebut.

(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah:

1. Bagaimana Persepsi karyawan Biro Layanan Umum, Biro Sarana dan

Prasaran pada program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian?

2. Apakah ada perbedaan persepsi karyawan Biro Layanan Umum dan Biro

Sarana Prasarana pada pelatihan dan pengembangan spritualitas ditinjau dari jenis kelamin karyawan?

3. Apakah ada perbedaan persepsi karyawan Biro Layanan Umum dan Biro Sarana Prasarana pada pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian ditinjau dari tingkat pendidikan karyawan?

C. Pembatasan Masalah

(26)

D. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan

Spiritualitas Ignasian di Biro Layanan Umum, Biro Sarana dan Prasarana, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Mengidentifikasi apakah ada perbedaan persepsi karyawan Biro Pelayanan Umum, Biro Sarana dan Prasarana pada program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian ditinjau dari aspek jenis kelamin. 3. Mengidentifikasi apakah ada perbedaan persepsi karyawan Biro Layanan

Umum, Biro Sarana dan Prasarana Universitas Sanata Dharma pada program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian ditinjau dari tingkat pendidikan karyawan.

E. Manfaat Penelitian

1. Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi bahan referensi dan sebagai penambah bahan kajian ilmiah untuk menganalisis tentang persepsi karyawan terhadap pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi

2. Praktis

(27)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pelatihan dan Pengembangan

(28)

mengembangankan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar.

Organisasi-organisasi besar seperti Sanata Dharma tentunya memiliki program pelatihan yang disusun secara sistematis dalam perencanaan kerja organisasi. Pelatihan dan pengembangan karyawan sangat penting dalam sebuah organisasi karena karyawan sebagai komponen operasional yang akan menentukan tercapainya tujuan organisasi yang telah ditentukan. Kualitas kinerja karyawan yang bak akan membuat suatu organisasi memiliki keunggulan kompetetif dari para organisasi-organisasi lain yang bergerak dalam bidang yang sama. Suatu pelatihan diadakan karena dengan berbagai hal yng terjadi dalam organisasi tersebut yang membutuhkan tindakan untuk memperbaikinya. Misalnya sebagai akibat dari adanya tingkat kecelakaan pada karyawan

cleaner service, kurang efektifnya sistem komunikasi antara karyawan dengan atasan, tingkat semangat kerja atau motivasi kerja yang rendah, tingkat pemborosan yang cukup tinggi, kurangnya pelayanan terhadap mahasiswa dan dosen yang dilakukan oleh bagian administrasi, dan lain sebagainya.

a. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan

(29)

menghasilkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaian berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Menurut Pasal 1 ayat 9 Undang-undang No.13 Tahun 2003 (ketenagakerjaan), pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan konpetensi kerja, produkstivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan pekerjaan.

Pelatihan menurut Andrew E. Sikula (1981:227), adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematik dan terorganisir dimana karyawan non manajerial mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan terbatas.

(30)

Dari beberapa pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu program pendidikan non formal yang dirancang secara sistematis dan terencana untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam bidang pekerjaan tertentu untuk menjawab tujuan dan sasaran organisasi yang telah ditentukan.

Pengembangan menurut Simamora, diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggungjawab yang berbeda atau yang lebih tinggi di dalam sebuah organisasi. Pengembangan selalu berhubungan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang dibutuhkan untuk menunaikan pekerjaan yang lebih baik. Pengembangan berpijak pada fakta bahwa seorang karyawan akan membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang berkembang supaya bekerja dengan baik dalam suksesi posisi yang dijalani selama keriernya.

(31)

biasa diakibatkan oleh teknologi baru, desain pekerjaan, dan lain sebagainya.

Berikut adalah gambar yang menunjukkan perbandingan antara pelatihan dan pengembangan.

Tabel II.1

Perbandingan Antara Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan Pengembangan

Fokus Saat ini Masa depan

Penggunaan pengalaman kerja

Rendah Tinggi

Tujuan Persiapan untuk saat ini Persiapan untuk perubahan

Partisipasi Wajib Sukarela

Sumber: Henry Simamora (2006: 274) b. Tujuan Pelatihan

Menurut Pasal 9 undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003, pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan. Tujuan-tujuan pada intinya dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang:

(32)

semua masalah kinerja yang tidak efektif, program pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini.

2) Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan

teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru. Perubahan teknologi, pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan-pekerjaan sering berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan mestilah dimuktakhirkan melalui pelatihan sehingga kemajuan teknologi tersebut secara sukses dapat diintegrasikan kedalam organisasi.

3) Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam pekerjaan. Sering seorang karyawan baru tidak memiliki keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi

job competent, yaitu mampu mencapai output dan standar kualitas yang diharapkan.

4) Membantu memecahkan permasalahan operasional. Meskipun persoalan persoalan organisasional menyerang dari berbagai penjuru, pelatihan adalah sebagai salah satu cara terpenting guna memecahkan banyak dilema yang harus dihadapi oleh manajer. 5) Mempersiapkan karyawan untuk promosi. Salah satu cara untuk

(33)

kemampuan promosional karyawan adalah konsisten dengan kebijakan personalia untuk promosi dari dalam; pelatihan adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karir. Organisasi-organisasi yang gagal menyediakan pelatihan untuk memobilitasi karir vertikal akan kehilangan karyawan yang beroirentasi-pencapaian (achievement oriented) yang merasa frustasi karena tidak adanya kesempatan untuk promosi dan akhirnya memilih keluar dari perusahaan dan mencari perusahaan lain yang menyediakan pelatihan bagi kemajuan karir mereka.

6) Memberi orientasi karyawan terhadap organisasi. Selama beberapa hari pertama pada pekerjaan, karyawan baru membentuk kesan pertama mereka terhadap organisasi dan tim manajemen. Kesan ini dapat meliputi dari kesan yang menyenangkan sampai yang tidak mengenakkan, dan dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan produktivitas keseluruhan karyawan. Karena alasan inilah, beberapa pelaksana orientasi melakukan upaya bersama supaya secara benar mengorientasikan karyawan-karyawan baru terhadap organisasi dan pekerjaan.

7) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi. Pelatihan

(34)

c. Manfaat Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang diperoleh dari program pelatihan dan pengembangan (simamora 2006: 278) adalah: 1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.

2) Mengurangi waktu kerja yang dibutuhkan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima.

3) Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan.

4) Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. 5) Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.

6) Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi.

Manfaat di atas membantu baik individu maupun organisasi. Program pelatihan yang efektif adalah bantuan yang berharga dalam perencanaan karir dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional. Apabila produktivitas tenaga kerja menurun banyak manejer berfikir bahwa solusinya adalah pelatihan. Program pelatihan tidak mengobati semua masalah organisasional, meskipun program tersebut berpotensi untuk memperbaiki situasi tertentu sekiranya program dijalankan secara benar.

(35)

124) menguraikan profil kapabilitas individu berkaitan dengan keahlian yang diperoleh dari pelatihan dan pengembangan. Seiring dengan pengusaan keahlian atau keterampilan penghasilan yang diterima individu akan meningkat. Pada akhirnya hasil pelatihan dan pengembangan akan membuka peluang bagi pengembangan karier individu dalam organisasi. Dalam konteks tersebut peningkatan karier atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi keahlian. Sementara dalam situasi sulit dimana organisasi cenderung mengurangi jumlah karyawannya, pelatihan dan pengembangan memberi penguatan bagi individu dengan memberi jaminan job security berdasarkan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.

Disaat kompetisi antar organisasi berlangsung sangat ketat, persoalan produktivitas menjadi salah satu penentu keberlangsungan organisasi disamping persoalan kualitas dan kemampuan karyawan. Program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dapat memberi jaminan pencapaian ketiga persoalan tersebut pada peringkat organisasional.

d. Gejala Pemicu Pelatihan dan Pengembangan

(36)

produktif, tingkat penjualan menurun, dan tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi dalam organisasi maupun perusahaan. Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard dan Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan tersebut yaitu: 1) low productivity, 2) high absenteeism, 3) high turnover, 4) low employee morale, 5) high grievances, 6) strike, dan 7) low profitability.

Ke tujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi atau perusahaan yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi: kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi pelatihan dan pengembangan secara efektif kepada karyawan. Dalam situasi itulah program pelatihan sangat mengandalkan analisis kebutuhan pelatihan (training need analysis), dan reorientasi kepada pengembangan karyawan yang meliputi:

1) Adanya pegawai baru, memberikan orintasi pekerjaan atau tugas pokok organisasi kepada pegawai yang baru direkrut sebelum yang bersangkutan ditempatkan pada salah satu unit organisasi.

2) Adanya peralatan kerja baru, mempersiapkan pegawai dalam

(37)

sehingga tidak terjadi adanya kecelakaan kerja dan meningkatkan efesiensi kerja.

3) Adanya perubahan sistem manajemen atau administrasi birokrasi, mempersipakan karyawan dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun.

4) Adanya standar kualitas kerja yang baru, mempersiapkan karyawan dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun.

5) Adanya kebutuhan untuk menyegarkan ingatan memberikan

nuansa baru atau penyegaran ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

6) Adanya penurunan motivasi dalam hal kinerja karyawan meningkatkan kualitas kinerja karyawan sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan.

7) Adanya rotasi atau relokasi karyawan, meningkatkan karyawan dalam menghadapi pekerjaan dan situasi kerja yang baru

e. Jenis-Jenis Pelatihan

Dari sekian jenis pelatihan dan pengembangan yang ada, ada beberapa jenis yang sering digunakan oleh organisasi-organisasi besar sesuai dengan kebutuhan operasional organisasi. Jenis pelatihan dan pengembangan tersebut antara lain:

(38)

Pelatihan keahlian (skils training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam organisasi. Program pelatihaannya relatif sederhana, kebutuhan atau kekurangan diidentifikasi rnelalui penilaian yang teliti, kriteria penilalan efekivitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.

2) Pelatihan Ulang

Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja instansi pendidikan yang biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik manual mungkin harus dilatih dengan mesin computer atau akses internet.

3) Pelatihan Lintas Fungsional

(39)

mengembangkan suatu pemahaman mengenai aktivitas departemen lainnya, dan internal on the job training dapat menolong para karyawan mengembangkan keahlian aktivitas kerja lainnya.

4) Pelatihan Tim

Pelatihan tim merupakan bekerja sarna terdiri dari sekelompok individu untuk menyelesaikan pekerjaan demi tujuan bersama. Tujuan bersama inilah yang sesungguhnya menentukan sebuah tim, dan seandainya anggota tim mempunyai tujuan-tujuan yang bertentangan atau konflik, efisiensi seluruh unit dapat terganggu. Ada dua prinsip umum mengenai komposisi tim. Pertama, seluruh kinerja sebuah tim sangat tergantung pada keahlian individu anggotanya. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan individu tetaplah penting. Kedua, manajer kelompok kerja yang efektif cenderung memantau kinerja anggota timnya secara teratur dan sering memberikan umpan balik.

5) Pelatihan Dasar

(40)

f. Proses Pelatihan dan Pengembangan

1) Analisis Kebutuhan Pelatihan (Training Needs Analysis)

Pada tahap pertama organisasi memerlukan tahap penilaian yang ditandai dengan satu kegiatan utama yaitu analisis kebutuhan pelatihan. Terdapat tiga situasi dimana organisasi diharuskan melakukan analisis tersebut yaitu: performance problem, new system and technology serta automatic and habitual training. Situasi pertama, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan organisasi mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara unjuk kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan. Situasi kedua, berkaitan dengan penggunaan komputer, prosedur atau teknologi baru yang diadopsi untuk memperbaiki efesiensi operasional perusahaan. Situasi ketiga, berkaitan dengan pelatihan yang secara tradisional dilakukan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya kewajiban legal seperti masalah kesehatan dan keselamatan kerja.

Training needs analysis merupakan sebuah analisis kebutuhan

work place secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa sebetulnya kebutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dan lain-lain) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu.

(41)

investigasi sistematis dan komprehensif tentang berbagai masalah dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat beberapa dimensi persoalan, sehingga akhirnya organisasi dapat mengetahui apakah masalah tersebut memang perlu dipecahkan melalui program pelatihan atau tidak. Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking question getting answers). Pertanyaan diajukan kepada setiap karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah dimana akhirnya kebutuhan pelatihan dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Masalah yang membutuhkan pelatihan selalu berkaitan dengan lack of skill or knowledge sehingga kinerja standar tidak dapat dicapai. Dengan demikian dapat disimpulkan kinerja aktual dengan kinerja situasional.

2) Fungsi Analisis Pelatihan

a) Mengumpulkan informasi tentang keahlian, pengetahuan dan perasaan pekerja;

b) Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context; c) Medefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian

yang operasional;

(42)

Hasil dari training need analysis adalah identifikasi kesenjangan kinerja (performance gap). Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja. Tahapan training needs analysis mempunyai elemen penting yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) indentifikasi kebutuhan, 3) pengembangan standar kinerja, 4) identifikasi perserta, 5) pengembangan kriteria pelatihan, 6) perkiraan biaya dan 7) keuntungan untuk organisasi dan karyawan.

3) Desain Pelatihan

Desain pelatihan adalah esensi dari pelatihan, karena pada tahap ini bagaimana kita dapat menyakinkan bahwa pelatihan akan dilaksanakan. Keseluruhan tugas yang harus dilaksanakan pada tahap ini adalah:

a) Mengidentifikasi sasaran pembelajaran dari program pelatihan; b) Menetapkan metode yang paling tepat;

c) Menetapkan penyelenggara dan dukungan lainnya; d) Memilih dari beraneka ragam media;

e) Menetapkan isi;

(43)

g) Menyusun urutan-urutan pelatihan. 4) Materi Pelatihan

a) Jadwal pelatihan secara menyeluruh (estimasi waktu); b) Rencana setiap sesi;

c) Materi-materi pembelajaran seperti buku tulis, hand out dan lain- lain;

d) Alat-alat bantu pembelajaran; e) Formulir evaluasi.

5) Implementasi Pelatihan

Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang efektif adalah implementasi dari program pelatihan. Keberhasilan implementasi program pelatihan dan pengembangan karyawan tergantung pada pemilihan program untuk memperoleh the right people under the right conditions.

6) Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan

Untuk mengetahui efektif atau tidak efektifnya pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan maka dibutuhkan penilaian dampak program pelatihan terhadap perilaku, sikap, dan ketrampilan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengukuran efektivitas pelatihan dan pengembangan meliputi: a) Reaksi: bagaimana perasaan partisipan terhadap program

(44)

b) Pembelajaran: pengetahuan, keahlian, dan sikap yang diperoleh sebagai hasil pelatihan.

c) Perilaku: perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat pelatihan

d) Hasil: dampak pelatihan pada keseluruhan efektivitas organisasi atau pencapaiannya pada tujuan organisasional.

Pengukuran reaksi (reactions) biasanya terfokus pada perasaan para partisipan terhadap subyek pelatihan. Penilaian reaksi penting karena menyediakan estimasi awal tentang efektivitas program pelatihan. Selain itu, perasaan peserta latihan terhadap pengalaman pelatihan belakangan akan mempengaruhi aplikasi keahlian dan sikap yang diperoleh selama pelatihan. Perasaan kalangan partisipan mengenai pelatihan sering mudah diukur. Apakah mereka menyukai program pelatihan? Apakah program bermanfaat? Apa kekuatan program? Pertanyaan untuk mengevaluasi reaksi lazimnya dijawab melalui pelaksanaan wawancara atau penyebaran kuesioner.

(45)

Evaluasi perilaku dari para peserta, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau performance para peserta pelatihan setelah diadakan program pelatihan.

Hasil organizational result yang paling sulit untuk dihubungkan dengan pelatihan dan pengembangan adalah meningkatkan efektivitas organisasional. Karena kesulitan dalam mengidentifikasi penyebab hasil baru ini, banyak anggota organisasi membenarkan pelatihan dan menganggap bahwa pelatihan dan pengembangan mempunyai dampak terhadap efektivitas organisasional. Ada yang menggunakan eksperimen pengendalian untuk menunjukkan dampaknya, dan lainnya menilai biaya manfaat pelatihan.

g. Teknik-Teknik Pelatihan dan Pengembangan

(46)

dan teknik-teknik presentasi informasi dan metode simulasi (off the job training).

Setiap kategori memiliki target pengajaran sikap, konsep atau pengetahuan dan ketrampilan utama yang berbeda. Dalam pemilihan teknik tertentu untuk digunakan pada program pelatihan dan pengembangan, ada beberapa trade offs. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu baik, pemilihan metode tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor-faktor berikut:

1) Efektivitas biaya

2) Isi program yang dikehendaki 3) Kelayakan fasilitas-fasilitas

4) Preferensi dan kemampuan peserta

5) Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih 6) Prinsip-prinsip belajar

Tingkat pentingnya keenam trade off tersebut tergantung pada situasi. Bagaimanapun juga manajer perlu mengenal semua teknik latihan dan pengembangan yang ada, agar dapat memilih teknik yang paling tepat untuk kebutuhan, target dan kondisi tertentu.

(47)

berpengalaman. Berikut adalah beberapa teknik yang sering digunakan dalam praktek pekerjaan:

a) Rotasi Jabatan

Karyawan akan memperoleh pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.

b) Latihan Instruksi Pekerjaan

Pentunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung kepada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan untuk saat sekarang.

c) Magan (Apprenticeship Training)

Merupakan suatu proses terstruktur, individu-individu dilatih menjadi karyawan terlatih melalui kombinasi instruksi di kelas dan pelatihan ditempat kerja.

d) Coacing or understudy

Metode ini karyawan dilatih di tempat kerja oleh seorang karyawan yang berpengalaman atau penyelia. Teknik ini tidak hanya digunakan pada level rendah tetapi ini luas digunkana pada manajemen puncak karena bermanfaat untuk panjang organisasi. e) Penugasan Sementara

(48)

terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional nyata.

Metode-metode simulasi atau serambi (simulate training) adalah suatu teknik yang menggunakan peralatan sesungguhnya atau simulasi yang akan digunakan dalam bekerja tetapi dilatih di luar tempat kerja. Dengan pendekatan ini karyawan peserta latihan menerima representasi tiruan (artificial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapi seperti dalam keadaan sebenarnya. Di antara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:

a) Metode Studi Kasus

Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek-aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kertas. Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.

b) Role Playing

(49)

untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda peranannya. Teknik ini dapat mengubah sikap peserta, seperti misalnya menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antara pribadi (interpersonal skills). c) Business Games

Business (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis nyata. Tujuannya adalah untuk melatih para karyawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.

d) Vestibule Training

Agar program pelatihan tidak mengganggu operasi-operas normal, organisasi menggunakan vertibule training. Bentuk latihan ini dilaksanakan bukan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus. Area-area terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

e) Latihan Laboratorium (Laboratorium Training)

(50)

berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggungjawab pekerjaan di waktu yang akan datang.

f) Program-program Pengembangan Eksekutif

Program-program ini biasanya diselenggarakan di universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan, atau bekerjasama dengan suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

2. Persepsi

Persepsi pada hakekatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap suatu kejadian atau obyek tertentu. Menurut Young 1956: 67) persepsi merupakan aktivitas mengindera, menginterpretasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan, nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain.

(51)

kejadian-kejadiannya. (Meider, 59: 1958). Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antara manusia. Dalam kehidupan sosial di tempat kerja tidak terlepas dari interaksi antara karyawan sebagai kerabat kerja dan karyawan dengan pimpinan sebagai atasannya. Adanya interaksi antara karyawan dengan karyawan lain menjadikan masing-masing komponen akan saling memberikan tanggapan, penilaian, dan persepsinya. Adanya persepsi tersebut penting untuk menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja serta pembaharuan-pembaharuan terhadap aktivitas yang bermanfaat bagi organisasi di lingkungannya.

Persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa menurut Muhyadi (72: 1989) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu 1) Orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern seperti kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian. 2) Stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu seperti benda, orang, proses dan lain sebagainya. 3) Stimulus dimana pembentukaan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, Susana, seperti sedih, gembira dan lain-lain.

(52)

dengan teliti hingga di peroleh analisis secara lengkap terhadap person,

situasional, dan behaviour. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu obyek yang merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan obyek, kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap obyek tersebut. Untuk mempermudah pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seperti yang telah disebutkan diatas, maka faktor-faktor tersebut dibagi dalam dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain:

1) Fisiologis

Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.

2) Perhatian

(53)

sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.

3) Minat

Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.

4) Kebutuhan yang Searah

Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.

5) Pengalaman dan Ingatan

Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.

6) Suasana Hati

(54)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari linkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah:

1) Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.

2) Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya

lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived)

dibandingkan dengan yang sedikit.

3) Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan latar belakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian.

4) Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan

(55)

merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.

5) Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.

Persepsi mencakup penafsiran obyek-obyek, simbol-simbol, dan orang-orang, dipandang dari sudut pengalaman penting. Dengan kata lain persepsi meliputi aktivitas menerima stimuli, mengorganisasi stimuli tersebut dan menerjemahkan atau menafsirkan stimuli yang terorganisasi tersebut demikian rupa, sehingga dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Yang termasuk stimulus misalnya, sistem imbalan organisasi yang bersangkutan. Gaya persuasi yang digunakan oleh seseorang supervisor dan arus pekerjaan.

(56)

Gambar II. 1

Perbedaan Persepsi Atasan Dan Bawahan

(57)

3. Pelatihan dan Pengembangan Spritualitas Ignasian

Pencarian dan kehausan terhadap spiritualitas terus tumbuh subur di tengah masyarakat. Menurut Aburdene (2006) dalam buku Megatrends 2010, pencarian atas spiritualitas adalah megatrend terbesar di masa sekarang ini. Jutaan orang telah mengundang spirit masuk ke dalam hidup mereka, melalui perkembangan pribadi, agama, meditasi, doa, ataupun yoga. Pencarian spiritual mengubah bentuk berbagai aktivitas, prioritas, pencarian kesenangan, dan pola-pola pembelanjaan masyarakat dan lain sebagainya.

Belakangan ini Spiritualitas Ignasian semakin banyak dikenal dan diminati orang. Dalam rangka menyebarkan Spritualitas Ignasian, terutama bagi para awam kunci, yang bisa diharapkan untuk menjadi multiplikator, maka bersama ini “Misi dan Identitas” (MI) Sanata Dharma, bekerja sama

dengan Pusat Studi Ignasian (PSI) dan Christian Life Community (CLC) menyelenggarakan kursus Spiritualitas Ignasian untuk awam, sebagai bagian dari program tahunan. Kursus ini akan ditawarkan pertama-tama bagi para dosen atau karyawan Universitas Sanata Dharma dan meluas kepada para guru, karyawan dan dosen dari lembaga-lembaga pendidikan Katolik yang dekat dengan Universitas Sanata Dharma.

(58)

dipahami dan interaksi kelompok bisa lebih mendalam. Bahan kursus berupa beberapa hal dasar dari spiritualitas Ignasian yang didalami melalui penjelasan pakar dan dilatih dalam lingkaran kelompok kecil, di fasilitasi oleh rekan-rekan dari CLC. Latihan bisa berupa sharing atau diskusi kelompok, mau pun praktek doa dan eksamen.

Menurut artikel yang dituliskan oleh (Alfred Darmanin, SJ, JSI vol 11/no. 2/2009) yaitu, Spiritulaitas Ignasian dan Kepemimpinan dalam Organisasi Masa Kini. Dalam artikel tersebut dituliskan bahwa lima ratus tahun yang lalu, Ignatius tidak menyadari bahwa istilah-istilah yang diciptakan kini menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kepemimpinan organisasi, seperti konsep-konsep sebagai kepemimpinan transformasi, pemberdayaan organisasi, organisasi budaya, dan organisasi pembelajaran. Juga dilihat dari banyak tulisannya, dia mempunyai kepekaan intuitif tentang hal-hal tersebut dan masih banyak ide-ide lain yang diterapkan dalam membangun sebuah organisasi seperti Serikat Yesuit.

(59)

mencari kaitan jejaknya baik dari tulisan-tulisan Santo Ignatius maupun peranannya sebagai pemimpin organisasi.

Pelatihan dan pengembangan untuk anggota organisasi terkadang tidak cukup mendapat perhatian. Perlahan-lahan beberapa organisasi mulai menyadari bahwa pelatihan pribadi adalah sebuah kebutuhan bukan sesuatu yang mewah, maka mereka menginvestasikan uang, waktu, dan energi untuk mengadakan pelatihan intensif bagi seluruh anggotanya dengan seluruh tingkatnya. Hasilnya mereka mendapatkan dampak yang tidak hanya kuantitas produktivitas tetapi juga kualitas ketrampilan mereka. Lebih penting lagi anggotanya menjadi lebih termotivasi dan merasa bahwa perusahaan atau organisasinya menunjukkan perhatian yang besar kepada karyawannya. Saat ini sering disebut bahwa pelatihan adalah penting bagi sebuah organisasi untuk mengembangkan sumber daya manusia, jika pelatihan itu mahal.

Spiritualitas Ignasian adalah suatu latihan rohani yang dapat membantu kita untuk mencari ultimate God. Apabila hal itu di tempatkan dalam konteks profesionalisme sebagai karyawan, maka latihan rohani itu sekaligus dapat mengasah kompetensi pribadi, membantu memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri.

a. Pengertian Spiritualitas Ignasian

(60)

mengintegrasikan relasi dengan Tuhan dan kehidupan nyata di dalam dunia. Dasar dari spiritualitas ini secara khusus berpijak pada sosok, pribadi dan hidup Yesus sendiri serta relasi-Nya dengan dunia. Singkatnya, bagaimana Yesus yang kita kenal dalam Kitab Suci bertindak, berkarya, mengajar dan berelasi dengan orang-orang di sekitarnya, dan menjadi sumber inspirasi dalam hidup kita. Kepekaan atas kehadiran Yesus dalam hidup kita ini tentunya dilatih dari kebiasaan kita berdoa, dan memandang hidup kita dari kacamata iman, atau dalam kesadaran bahwa Tuhan selalu menyertai, dan kita diajak untuk senantiasa mencari kehendakNya. Pola hidup rohani yang demikian inilah yang membuat Santo Ignatius Loyola akhirnya sungguh merasa dekat dan sungguh menjadi sahabat Yesus sendiri. Persahabatan dengan Yesus inilah yang memberi makna dan tujuan dalam hidupnya. Dalam Spiritualitas Ignasian persahabatan dengan Yesus yang demikian ini merupakan hal yang fundamental.

Menurut Tim Muldoon (2004: XIII-XIV) spiritualitas berarti hasrat batin yang mendorong kita untuk terus menjelajahi misteri hidup, kebenaran dan kebaikan dengan semakin lebih intensif lagi, ringkasnya untuk bergumal secara batiniah dengan misteri pribadi Ilahi yang kita sebut Allah. Dalam konteks spiritualitas Ignasian, pergumulan batin itu dicoba disoroti berdasarkan teladan dan pengalaman Santo Ignatius Loyola (1491-1556), yang menulis sebuah buku termashur berjudul

(61)

spiritualitas adalah suatu latihan rohani, suatu olah batin yang dilakukan dengan tekun dan teratur, sehingga kita dapat membangun hidup kita yang betopang diatas landasan kasih Allah, dapat menata jalan dan irama hidup kita sesuai dengan rencana Allah bagi diri kita. Dengan sengaja St. Ignatius menyebut praktik spiritualnya sebagai suatu latihan karena Ia hendak menekankan suatu usaha yang terus berulang secara teratur hingga selangkah demi selangkah kita dapat maju makin mendekati tujuan hidup kita. Jadi, apabila kita dengan setia melakukan latihan-latihan rohani maka terbukalah peluang bagi kita untuk semakin mengenal Allah dan memahami kehendakNya atas hidup kita.

(62)

b. Santo Ignasius dan Latar Belakang hidupnya

Bagaimana ia bertobat dari cita-cita (duniawi)nya menjadi seorang bangsawan dan kesatria yang tangguh, penuh kehormatan dan prestise, menjadi seorang rasul, pembimbing rohani, yang peduli dengan kehidupan rohani sesamanya. Untuk itu, Ia harus menempuh jalan-jalan panjang: devosi pribadi, peziarahan, merasul-mengajar banyak orang lain, belajar untuk mempersiapkan diri dengan seluruh usahanya pribadi, hingga masuk ke universitas Paris. Dari persiapan yang panjang ini pulalah Latihan Rohani disususn untuk kepentingan banyak orang. 1) Latihan Rohani (umum)

Semula merupakan manual yang dibuat St. Ignasius, untuk membimbing rohani banyak orang. Melalui refleksi dari studi dan pengalaman kerasulannya, manual itu disempurnakan hingga menjadi buku yang diwariskan hingga sekarang. Latihan Rohani, yang dirinci dalam latihan empat minggu itu, juga menjadi semacam pedoman untuk menjalankan retret, rekoleksi guna mencapai apa yang menjadi kehendak Allah dalam diri seseorang.

2) Azas dan Dasar

(63)

dengan pertanyaan tentang, asal dan tujuan manusia, pembedaan sarana dan tujuan, penggunaan barang-barang di dunia, pengembangan bakat dan kemampuan manusia, perkembangan tehnologi, dunia sebagai potensi dan sekaligus bahaya dan godaan. 3) Menentukan Allah Dalam Segala– Dengan Pengolahan Kelompok

Semboyang ini mau menjelaskan bahwa Allah hadir di segala peristiwa dan kemungkinan, untuk menolak gambaran sempit, seolah-olah Allah hanya bisa ditemukan dalam gereja dan doa-doa formal. Dalam latihan rohani, Ignasius mau mengajarkan selama bekerja pun orang dapat berdoa dan menemukan Allah. Ignasius mengajarkan juga semboyan, contemplativus in actione. Kesadaran akan Allah membuat orang merasakan kehadiran-Nya dimana pun dan dalam situasi apa pun dia berada.

4) Semangat Magis

Semangat magis adalah semangat untuk selalu ingin maju dalam melakukan tindakan, diukur bukan dari hasil, keuntungan atau pun kesenangannya, melainkan dalam mencapai keunggulan, yang semakin memuliakan Tuhan. Itulah ukuran keunggulan yang mau dicapai. Kalau perlu orang bahkan harus melawan apa yang menjadi kesenangan atau kecenderungannya (agere contra). Maka semangat ini berbeda dari semangat persaingan atau perlombaan dengan yang lain, dan lebih mengena untuk pengukuran usaha diri sendiri.

(64)

Dalam Latihan Rohani St. Ignasius memberikan cara bagaimana bisa membedakan roh baik dari roh buruk, yakni yang mendorong kita untuk melakukan pekerjaan demi kemuliaan Tuhan atau mencari sekedar kepentingan diri sendiri. Roh baik dan buruk disini adalah istilah untuk menengarai dorongan-dorongan dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Dengan demikian, memilih melakukan apa yang baik dan menghindari atau menolak melakukan apa yang buruk, dapat dilatihkan dan dipelari. Menurut St. Ignasius, ada dua tahap berbeda cara membedakan roh baik dan roh buruk, yakni tahap awal, ketika orang masih lebih cenderung ke arah keburukan. Sedang untuk orang yang sudah lebih terlatih, metode membedakan roh baik dari roh buruk, ternyata berbeda. Hal ini berkaitan dengan kecenderungan yang berbeda dari dua tahap kerohanian tersebut 6) Meditasi dan Kontemplasi – dengan pengolahan kelompok

(65)

agar misteri-Nya yang tidak bisa dinalar dapat lebih diresapi dengan perasaan cinta.

7) Examen/Refleksi dengan pengolahan kelompok

Refleksi merupakan perenungan kembali terhadap apa yang baru saja dilakukan, entah doa atau pun latihan lain, sehingga dapat diketahui dimana tindakan itu berhasil atau kurang berhasil, entah karena keteledoran atau kurang semangat dan sebagainya. Dalam Pedagogi Ignasian, refleksi juga dilakukan sesudah setiap latihan pembelajaran. Examen merupakan istilah, - yang artinya mengamati, sering juga disebut penelitian batin untuk dilakukan sebagai bagian dari hidup sehari-hari, dilakukan pada siang atau sore hari.

8) Perutusan

Setiap Latihan Rohani dijalankan dengan intensi untuk meneruskan kehidupan sehari-hari yang terarah pada kemuliaan Tuhan (AMDG) dan dengan itu juga keselamatan jiwa, baik untuk dirinya maupun untuk yang lain. Oleh karena itu perutusan merupakan amanat yang diterima oleh siapa pun yang menyadari tujuan hidup di dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa terus menerus mengembangkan latihan rohani sebagai cara penghayatan iman. CLC merupakan komunitas yang menumbuhkan bersama-sama cara menghayati pengalaman spiritualitas ini.

(66)

berinteraksi dengan dunia. Perempuan dan laki-laki yang memeluk Spiritualitas Ignasian memiliki suatu cara pandang Ignatius dan spiritualitas yang berdasarkan latihan rohani Santo Ignasius. Latihan Rohani melibatkan jaringan relasi-relasi kita dengan seluruh ciptaan, dengan Gereja, dengan segala sesuatu yang kita gunakan, dengan Maria Bunda Allah, dengan malaikat dan para kudus – santo dan santa yang telah mendahului kita. Kita tidak hanya melihat namun tinggal atau berada dalam relasi dengan cinta Allah yang secara total dicurahkan, dan secara sempurna diberikan. Kita juga sadar akan relasi-relasi dalam kisah hidup kita, yang lampau maupun sekarang. Kita ada dalam relasi dengan diri kita sendiri.

4. Metodologi dan Struktur Umum Latihan Rohani

Secara ideal, latihan-latihan rohani ini dirancang untuk dilakukan di sebuah tempat retret yang jauh dari keramaian kota, dimana mereka yang melakukan latihan-latihan ini hanya akan fokus pada latihan-latihan rohani itu sendiri, yaitu latihan rohani yang menjadi batu fondasi Spiritualitas Ignatian. Selain itu, Ignasius menyediakan sebuah rancangan untuk menyelesaikan latihan-latihan rohani dalam masa yang lebih lama tanpa memerlukan tempat menyendiri. Latihan-latihan rohani dirancang untuk dilakukan dibawah pengawasan seorang pemimpin rohani.

(67)

ini 15 tahun sebelum Ia ditahbiskan menjadi imam, dan bertahun-tahun sebelum (Serikat Yesus) didirikan. Setelah serikat ini terbentuk, latihan-latihan rohani ini menjadi unsur penting dalam program latihan-latihan calon anggota Yesuit, dan latihan-latihan ini terjadi di tahun pertama atau kedua masa pendidikan calon-calonanggota ini. Ignasius menganggap ''examen'', atau introspeksi rohani diri sendiri, sebagai cara yang paling penting untuk terus menjalankan pengalaman melakukan latihan rohani ini setelah latihan tersebut selesai.

Ketika orang-orang awam mengikuti latihan-latihan rohani ini, hampir semuanya dilakukan di bawah bimbingan seorang pemimpin rohani yang juga anggota ordo Yesuit. Dalam pengalaman masa kini, semakin banyak orang awam dan non-Katolik yang menjadi baik sebagai peserta retret maupun pemimpin latihan rohani ini. Konsep latihan rohani tersebut kemudian dikembangkan menjdai luas, yaitu pelatihan pengembangan kepribadian. Pada umumnya semua pelatihan yang diadakan di Sanata Dharma selalu dilengkapi dengan unsur-unsur tentang Spiritualitas Ignasian, terutam dasar-dasar Spiritualitas Ignasian seperti yang tercermin dalam visi dan misi organisasi, yang lebih rinci lagi dibahas dalam sejarah berdidirinya organisasi (Sanata Dharma).

5. Pelatihan-Pelatihan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

a. Pelatihan Pengembangan Kepribadian meliputi: 1) Outbond Rohani

(68)

3) Pengembangan Spiritualitas Ignasian

4) Service Excelent

5) Diklat Prajabatan

b. Pelatihan Ketrampilan meliputi: 1) Perpustakaan

2) Teknologi Informasi 3) Pajak

4) Keuangan 5) Pengarsipan

B. Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Yudowinanto dalam skripsi yang berjudul “Persepsi Karyawan atas Pelaksanaan Pelatihan Service

(69)

Berdasarkan persepsi karyawan dinilai dari reaksi terhadap pelaksanaan pelatihan menunjukan hasil 72.7% responden mengatakan setuju atau baik. Persepsi ini terbentuk karena karyawan merasa manfaat pelatihan terutama dari subjek pelatihan dan pelatih yang dapat membantu pelaksanaan pekerjaan dengan baik. Berdasarkan persepsi karyawan dinilai dari pembelajaran dalam pelaksanaan pelatihan menunjukan hasil 82.4% responden mengatakan setuju atau baik. Persespi ini terbentuk karena karyawan dapat menguasai pengetahuan, keahlian yang didapat dalam pelaksanaan pelatihan. Berdasarkan persepsi karyawan dinilai dari perilaku setelah pelaksanaan pelatihan menunjukan hasil 80.4 % responden mengatakan setuju atau baik. Persepsi ini terbentuk karena karyawan merasa selain pelatihan, ada faktor penting yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah kesadaran dari pribadi masing-masing karyawan untuk dapat melakukan yang terbaik bagi perusahaan.

Penelitian mengenai analisis terhadap peserta pelatihan yang berkaitan dengan persepsi sebelumya telah dilakukan oleh Rica Adriani pada tahun 2005. Dalam skripsi yang berjudul “persepsi karyawan non-manajerial

(70)
(71)

Tabel II. 2

Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumny

Fitri Yudowinanto Penelitian Rika Adriani Penulis

Judul Persepsi Karyawan atas Pelaksanaan Pelatihan

Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif

Tipe Penelitian

Deskriptif Deskriptif Deskriptif

Jumlah Responden

55 orang 30 orang 43 orang

Sumber: Skripsi

(72)

1. Dalam penelitian ini penulis sama-sama menggunakan pada suatu teori tentang evaluasi pelatihan yang dikemukakan oleh Donald L. Kirkpatrick, dan menggunakan metode penelitian deskriptif.

2. Tujuan penelitian adalah ingin mengetahui persepsi karyawan terhadap

pelaksanaan pelatihan yang diterapkan pada suatu perusahaan atau organisasi.

3. Metode penelitian adalah metode kauntitatif, dengan melakukan analisis

data yang diperoleh dari penyebaran kuisioner pada responden.

Pada skripsi ini, penulis akan meneliti persepsi karyawan biro Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian, yaitu Biro Layanan Umum, Biro Sarana dan Prasarana. Pelatihan yang akan dianalisis khususnya pada pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian. Pelatihan Spiritualitas Ignasian diutamakan bagi organisasi-organisasi yang didirikan oleh Serikat Yesuit dan organisasi lain yang memiliki hubungan kerja dalam hal ini bidang pendidikan yang berdasarkan pada ajaran atau spiritualitas dari Santo Ignatius Loyola sebagai pelindung serikat Yesuit.

(73)

pelatihan. Apabila karyawan merasa pelatihan tersebut sangat bermanfaat dan sudah dirasakan sangat menunjang untuk meningkatkan kualitas kerja karyawan, maka program pelatihan dan pengembangan tersebut sudah baik dan mungkin bisa ditingkatkan, sedangkan bila karyawan merasa program pelatihan dan pengembangan yang diterima belum meunjang atau manfaatnya kurang dirasakan oleh karyawan, maka program pelatihan dan pengembangan tersebut perlu ditinjau kembali dengan melihat apa yang dirasakan kurang atau perlu diperbaiki.

C. Kerangka Konseptual

(74)

jenis kelamin, tingkat pendidikan karyawan juga sebagai faktor yang bisa menunjukkan pandangan atau pemahaman yang berbeda terhadap pelatihan dan pengembangan, dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan akan membantu karyawan untuk memperoleh wawasan yang luas dalam cara berpikir, komunikasi serta bisa berbaur dalam kelompok yang luas, sehingga harapan dan kebutuhan karyawan akan tinggi juga terhadap pelatihan dan pengembangan. Harapan dan kebutuhan yang tinggi akan menyebabkan munculnya persepsi yang berbeda pada pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian.

D. Hipotesis

(75)

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yaitu menggunakan cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan. Pada penelitian ini penulis memberikan gambaran tentang situasi yang berhubungan dengan persepsi karyawan Biro Layanan Umum dan Biro Sarana Prasarana pada pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian. Jenis penelitian yang dipilih oleh penulis adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang menjabarkan bagaimana prosedur, metode untuk mengetahui suatu obyek pada waktu tertentu dan tempat tertentu. Penelitian deskriptif disusun dengan cara sistematis, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat dari populasi tertentu. Penelitian dilakukan untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai suatu gejala atau kejadian. Hasil akhir dari penelitian ini berupa tipologi atau pola-pola mengenai kejadian yang sedang dibahas. Sehingga berdasarkan dimensi waktunya maka penelitian ini termasuk dalam penelitian cross sectional, yaitu penelitian yang hanya digunakan dalam waktu tertentu, dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk dibandingkan.

(76)

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek untuk penelitian ini, penulis melakukan penelitian untuk karyawan Biro Universitas Sanata Dharma yaitu Biro Layanan Umum dan Biro Sarana dan Prasarana.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian menurut persepsi karyawan Biro Layanan Umum dan Biro Sarana dan Prasarana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Biro Layanan Umum dan Biro Saranan dan Prasarana Universitas Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55002.

2. Waktu Penelitian

(77)

D. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel a. Variabel Independen

Variabel independen sering disebut variabel stimulus atau yang dikenal varibel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjdai sebab timbulnya variabel dependen atau variabel terikat. Pada penelitian ini, peneliti menetapkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan karyawan sebagai variabel independen, sesuai dengan pokok permasalahan nomor dua dan tiga.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen sering disebut sebagai variabel terikat, yaitu merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini, peneliti menetapkan persepsi karyawan pada pelatihan dan pengembangan Spritualitas Ignasian sebagai variabel dependen.

2. Indikator Variabel

(78)

3. PengukuranVariabel

Pada penelitian ini, yang menjadi pengukuran variabel pada penulis menjabarkan variabel atau unsur-unsur pelatihan yang ada ke dalam dimensi yang lebih rinci: materi pelatihan, metode pelatihan, fasilitas pelatihan, penjadwalan, dan evaluasi pelatihan. Dari dimensi-dimensi tersebut menghasilkan beberapa butir pernyataan yang digunakan sebagai indikator pada penelitian ini. Selanjutnya, untuk mengukur indikator- indikator tersebut penulis menggunakan skala liker atau skala ordinal.

E. Definisi Operasional

(79)

F. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan wilayah yang terdiri dari unsur objek atau subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian menarik kesimpulan. Sampel adalah sebagian kecil dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap mewakili keseluruhan populasi. Populasi untuk penelitian ini adalah karyawan Biro Layanan Umum dan Biro Sarana Prasarana Universitas Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta, sampel yang diambil 43 orang dari keseluruhan populasi 76 orang dengan menggunakan rumus slovin, yaitu :

Keterangan:

n = kebesaran sampel N = besaran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan 10%

Maka:

(80)

G. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling. Peneliti menggunakan teknik tersebut berdasarkan jumlah populasi yang cukup banyak untuk menghemat waktu dan tenaga. Peneliti melakukan pengambilan sampel sebagian dari jumlah populasi dengan menggunakan daftar nama karyawan USD, diambil secara random setiap subyek mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Berikut ini adalah jumlah sampel untuk setiap biro yang ditentukan dengan teknik kuota sampling.

Tabel III. 1

Jumlah Sampel untuk Setiap Biro Ditentukan dengan Teknik Kuota

Sampling

Nama Biro Total % Dari Total Total Sampel

Biro Layanan Umum 64 0,84 36

Biro Sarana dan Prasarana

12 0,16 7

(81)

H. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek yang diteliti. Data tersebut diperoleh dengan melakukan penyebaran kuesioner pada saat melakukan penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain baik berupa dokumen personalia, dan informasi lain yang relevan.

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi lapangan yaitu penyebaran kuesioner pada responden, sedangkan studi kepustakaan melalui literature. Data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada karyawan yang termasuk dalam sampel penelitian.

1. Wawancara

(82)

2. Kuesioner

Kuesioner merupakan alat pengumpulan data berupa daftar pertanyaan yang disiapkan untuk diisi dengan jawaban yang dibutuhkan. Jawaban-jawaban tersebut akan membantu peneliti untuk membuktikan rumusan masalah yang telah ditentukan.

J. Teknik Pengujian Instrumen

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan agar dalam memberikan kesimpulan penelitian, nantinya tidak akan menimbulkan kekeliruan, serta tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan keadaaan yang sebenarnya. Hasil penelitian yang valid adalah jika terdapat kesesuaian antar data yang dikumpulkan dengan data sebenarnya. Uji validitas menunjukkan sampai dimana ketepatan dan kecermatan alat ukur tersebut dalam melakukan fungsi ukurnya. Pengkuran validitas untuk penelitian ini menggunakan rumus korelasi Product Moment (Sgioyono 2009:248). Besarya r dapat dihitung menggunakan korelasi dengan taraf signifikant 0,05. Apabila r-hitung lebih besar dari r-tabel maka butir-butir pertanyaan

tersebut dikatakan valid, apabila r-hitung lebih kecil dari r-tabel dengan taraf signifikan 0,05 maka butir-butir pernyataan atau pertanyaan tersebut

Gambar

Tabel  Judul
Gambar  Judul
Tabel II.1
Gambar II. 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden memiliki sarana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat kesehatan

Anggota Direksi telah mengungkapkan pada Laporan Pelaksanaan GCG ini tentang tidak dimilikinya saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih baik pada Bank Mega Syariah

Ketua STPP Medan yang selanjutnya disebut Ketua adalah Pimpinan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan,

Jadi dari segi transferabilitas dan aksesibilitas transportasi dan komunikasi sampai akomodasi (karena banyak hotel mulai dari yang berbintang sampai melati terdapat di kota

(skala perusahaan) adalah upaya secara lebih terinci beban atau biaya lingkungan dari aspek apa saja yang secara nyata memang menghasilkan biaya lingkungan. Dengan demikian

Berdasarkan pada pengalaman kami dan informasi yang ada, diharapkan tidak ada efek yang membahayakan jika ditangani sesuai dengan rekomendasi dan tindakan pencegahan yang sesuai

Hal itu dikarenakan dengan adanya perputaran piutang yang semakin tinggi maka modal yang diinvestasikan dalam piutang akan semakin sedikit, sehingga perusahaan

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Agama yang mengatur tentang tarif