viii INTISARI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pengendalian DBD masih tergantung pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Ae. aegypti telah menunjukkan kecenderungan resisten terhadap berbagai jenis insektisida, termasuk piretroid. Pemberantasan DBD di Kota Jambi dengan insektisida piretroid telah dilaksanakan selama tahun 2005 dan 2006, sehingga diperlukan penentuan status resistensi nyamuk Ae. aegypti dari Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Sijenjang (daerah non endemis DBD) Kota Jambi terhadap insektisida tersebut.
Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan deskriptif dan analitik. Uji resistensi dilakukan secara biokemis untuk mengetahui aktivitas enzim esterase non spesifik berkaitan dengan mekanisme timbulnya resistensi. Analisis hasil penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu analisis hasil uji kualitatif dan kwantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan intensitas warna sampel dengan intensitas warna kontrol positif maupun negatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan pembacaan nilai absorbansi (AV) menggunakan ELISA reader pada λ = 450 nm. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan harga cut off positive dengan patokan rerata kontrol negatif + 2 SD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim esterase nyamuk Ae. aegypti dari Kelurahan Simpang III Sipin lebih tinggi daripada Kelurahan Sijenjang. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin berstatus rentan tehadap insektisida golongan piretroid dengan rerata AV sebesar 0,539, sedangkan nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Sijenjang berstatus rentan dengan rerata AV sebesar 0,461.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Ae. aegypti, insektisida golongan piretroid, status resistensi, uji biokemis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix ABTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a health problems in Indonesia and the controlling still depend on the activities to combat Aedes aegypti. The Aedes aegypti
tends to be resistant toward many kinds of insecticide, including pyrethroids. DHF combating activities in the municipality of Jambi with pyrethroids were done during 2005 and 2006, so it needs to determine the resistance status of Aedes aegypti in Simpang III Sipin (DHF endemic area) and Sijenjang (DHF non endemic area) in the municipality of Jambi.
This research was non experimental research through descriptive and analytical design. Resistance assay was done biochemically to know the activity of non specific esterase enzyme related to the resistance mechanism. The result was analysed in two ways those were qualitative and quantitative analysis. Qualitatively, it was done by comparing the color intensity of the sample with the color intensity ot the positive and negative control. Quantitatively, it was done by reading Absorbance Value (AV) using ELISA Reader at λ = 450 nm. The value was used to determine cut off positive with mean standard of negative control + 2 SD.
The result showed that the esterase enzyme activity of Aedes aegypti from Simpang III Sipin was higher than those from Sijenjang. The resistance status of
Aedes aegypti from Simpang III Sipin was susceptible toward pyrethroids insecticide with mean AV 0,539. While, the resistance status of Aedes aegypti from Sijenjang was susceptible toward pyrethroids insecticide with mean AV 0,461.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Aedes aegypti, pyrethroids insecticide, resistance status, biochemical assay
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DETEKSI RESISTENSI NYAMUK Aedes aegypti YANG
BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS
DENGUE DI KOTA JAMBI BERDASARKAN AKTIVITAS
ENZIM ESTERASE NON SPESIFIK TERHADAP INSEKTISIDA
GOLONGAN PIRETROID
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Yusuf Firmanta NIM : 028114023
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Slaipsi
Berjudul
:
DETAKSI RESISTENSI I\IYAMUK Aedes aegpti YANG
BERASAL DARI DAERAII ENDEMIS I}AF[ NON NNDEMIS
DSNGUE DI KOTA JAMBI B&RDASARKAI{ AKTTYITAS
ENZTM ESTERASE NON SPESIT'IK TNRIIADAP INSAKTISIDA
GOLONGAN PIRETROID
Yang Diajukan oleh Yusuf Firmanta NhrI: 028114023
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
M.S., Apt
Pada taaggal) ebruari 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DETEKSI RESISTf,NSI I\IYAMUK Aedes aegtpti YAF{G
BERASAL DARI DAERAII ENDEh{IS DAI{ NON ENDEMIS
DENGUE DI KOTA JAMBI BERDASARKAN AKTIYITAS
ENZIM ESTERASE NON SPESIFIK TERHADAP INSEKTISIDA
GOLONGAN PIRETROID
Oleh : Yusuf Firmanta NIM: 028114023
Dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal: 23 Januari 2008
Mengetahui Fakultas Farmasi
Dharma
Panitia Penguji :
1. Dr. Budi Mulyaningsih M.S., Apt.
2 . Drs. Mulyono, Apt.
3. EF-Sabikis, Apt.
Lll
Dr\Budi Mulj'aningsih, M.S., Apt.
'--PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di dalam kehidupan ini selalu ada 2 kata, yaitu menang dan kalah.
Menang, atau memenangkan sesuatu memang sangat membahagiakan.
Namun, kemenangan itu tidak lagi berharga bila
menjadi derita buat orang lain.
Lebih baik menerima kekalahan apabila menjadikan orang lain bahagia,
lebih baik,
dan kita pun menerima kekalahan itu dengan hati yang lapang.
Ajarkanlah hati ini untuk selalu mengalah,
Ajarkanlah hati ini untuk tidak menomorsatukan ego,
Ajarkanlah hati ini untuk saling berbagi,
Ajarkanlah hati ini untuk selalu melihat ke bawah, bukan ke atas.
Karena di situlah kemenangan sejati kita dapatkan.
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan, Pengaj ar hidupku,
Kedua orang tuaku,
”
Queen of my Heart
” ,
kakak-kakakku, dan
Almamaterku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dissbutkan
dalacr kutipan dan daftar pustak4 sebagaimana layakaya karya ilmiah.
Yogyakarta Februari2008
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PTRIIYATAAI\I PERSETUJUAIT
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTTJK KEPENTINGAI\I AKADEMIS
Yang bertanda tangarr di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
Nomor Mahasiswa
: Yusuf Firmanta
: 0281 14023
Demi pengembangan ilmu pengrtatruan, ffiya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhama karya ilmiah saya yang krjudul :
DETEKSI RESISTENSI NYAMUKAedes aeg,tpti YANG BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS DENGUE DI KOTA JAMBI BERDASARKAN AKTIVITAS ENZIM ESTERASE NON SPESIFIK TERHADAP
INSEKTISIDA GOLONGAN PIRETROID
beserts perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpu.stakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan" me-ngalihkan dalam benfuk media tain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan datq mendistribusikan seeara terbataso dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akadernis tanpa perlu meminta ljin dati saya msupun mem-berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nitma saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggat : 5 Februari 2S08
Yang menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih kepada Tuhan Maha Pengasih atas terselesaikannya skripsi “Deteksi Resistensi Nyamuk Aedes aegypti yang Berasal dari Daerah Endemis dan Non Endemis Dengue di Kota Jambi Berdasarkan Aktivitas Enzim Esterase Non Spesifik terhadap Insektisida Piretroid” ini, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Ilmu Farmasi.
Semua keberhasilan ini tidak lepas pula dari bantuan berbagai pihak, yang telah berjasa membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Dr. Budi Mulyaningsih, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing dan dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatian dengan penuh kesabaran membimbing sampai selesainya skripsi ini.
3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., dan Bapak Dr. Sabikis, Apt., selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak memberi masukan kepada penulis.
4. Kepala BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Badan Kesbang dan Linmas Kota Jambi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Jambi yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Kota Jambi dan memberikan data yang dibutuhkan penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
5. Bapak Purwono selaku laboran Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada yang membantu pelaksanaan penelitian skripsi.
6. Bapak Hubertus Djamulya, Ibu Catharina Rupijah, dan beserta kakak-kakakku yang selalu mendoakan, memberi dorongan serta kasih selama pengerjaan skripsi ini.
7. Victoria Hapsari dan keluarga, atas kasih, kesetiaan serta bantuan yang telah diberikan hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Mardiono yang telah berbesar hati menyediakan tempat untuk singgah selama kuliah dan memberi semangat yang luar biasa.
9. Temen-temen kos “Gamblliz”: MBJ, Yusak, Kenthus, Ari “si Be”, Sigit, Kulit, Enggar, David, Ragil, Baroto, Iyus, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. 10.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini dan tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Yogyakarta, Februari 2008
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
INTISARI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pengendalian DBD masih tergantung pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Ae. aegypti telah menunjukkan kecenderungan resisten terhadap berbagai jenis insektisida, termasuk piretroid. Pemberantasan DBD di Kota Jambi dengan insektisida piretroid telah dilaksanakan selama tahun 2005 dan 2006, sehingga diperlukan penentuan status resistensi nyamuk Ae. aegypti dari Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Sijenjang (daerah non endemis DBD) Kota Jambi terhadap insektisida tersebut.
Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan deskriptif dan analitik. Uji resistensi dilakukan secara biokemis untuk mengetahui aktivitas enzim esterase non spesifik berkaitan dengan mekanisme timbulnya resistensi. Analisis hasil penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu analisis hasil uji kualitatif dan kwantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan intensitas warna sampel dengan intensitas warna kontrol positif maupun negatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan pembacaan nilai absorbansi (AV) menggunakan ELISA reader pada λ = 450 nm. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan harga cut off positive dengan patokan rerata kontrol negatif + 2 SD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim esterase nyamuk Ae. aegypti dari Kelurahan Simpang III Sipin lebih tinggi daripada Kelurahan Sijenjang. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin berstatus rentan tehadap insektisida golongan piretroid dengan rerata AV sebesar 0,539, sedangkan nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Sijenjang berstatus rentan dengan rerata AV sebesar 0,461.
Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Ae. aegypti, insektisida golongan piretroid, status resistensi, uji biokemis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a health problems in Indonesia and the controlling still depend on the activities to combat Aedes aegypti. The Aedes aegypti
tends to be resistant toward many kinds of insecticide, including pyrethroids. DHF combating activities in the municipality of Jambi with pyrethroids were done during 2005 and 2006, so it needs to determine the resistance status of Aedes aegypti in Simpang III Sipin (DHF endemic area) and Sijenjang (DHF non endemic area) in the municipality of Jambi.
This research was non experimental research through descriptive and analytical design. Resistance assay was done biochemically to know the activity of non specific esterase enzyme related to the resistance mechanism. The result was analysed in two ways those were qualitative and quantitative analysis. Qualitatively, it was done by comparing the color intensity of the sample with the color intensity ot the positive and negative control. Quantitatively, it was done by reading Absorbance Value (AV) using ELISA Reader at λ = 450 nm. The value was used to determine cut off positive with mean standard of negative control + 2 SD.
The result showed that the esterase enzyme activity of Aedes aegypti from Simpang III Sipin was higher than those from Sijenjang. The resistance status of
Aedes aegypti from Simpang III Sipin was susceptible toward pyrethroids insecticide with mean AV 0,539. While, the resistance status of Aedes aegypti from Sijenjang was susceptible toward pyrethroids insecticide with mean AV 0,461.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Aedes aegypti, pyrethroids insecticide, resistance status, biochemical assay
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL………..………... i
HALAMAN PERSETUJUAN...………... ii
HALAMAN PENGESAHAN………..………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN..………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v
KATA PENGANTAR... vi
INTISARI……… viii
ABSTRACT……….... ix
DAFTAR ISI………... x
DAFTAR TABEL………... xiii
DAFTAR GAMBAR………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN………... xv
BAB I PENGANTAR………... 1
A. Latar Belakang………... 1
B. Permasalahan………...……….………... 4
C. Keaslian Karya…...………...………... 4
D. Manfaat Penelitian………...…….………... 5
E. Tujuan Penelitian……….………... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
A. Demam Berdarah Dengue ...………... 6
B. Nyamuk Ae. aegypti...………... 7
1. Pengantar... 7
2. Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti... 7
3. Morfologi nyamuk Ae. aegypti... 8
4. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti... 11
5. Habitat Hidup nyamuk Ae. aegypti... 12
6. Kebiasaan menggigit nyamuk Ae. aegypti... 13
C. Pengendalian Vektor………...… 13
D. Insektisida... 15
E. Insektisida Golongan Piretroid... 18
F. Deteksi Resistensi... 20
G. Mekanisme Resistensi... 22
H. Enzim Esterase Non-Spesifik……….…… 25
J. Landasan Teori... 27
K.Keterangan Empiris... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian……….…... 29
B. Subjek Penelitian………... 29
B. Definisi Operasional………... 30
C. Bahan Penelitian……...………... 30
D. Alat Penelitian…...…...………... 31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
E. Tatacara Penelitian……….………... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35
1. Analisis Kualitatif... 35
2. Analisis Kwantitatif... 39
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 48
A. Kesimpulan... 48
B. Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA... 49
LAMPIRAN... 55
BIOGRAFI PENULIS... 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Distribusi dan frekuensi nilai absorbansi (AV) nyamuk
Ae. aegypti dari Kelurahan Simpang III Sipin dan Sijenjang Kota Jambi yang diukur dengan ELISA Reader
pada λ = 450 nm... 42
Tabel II. Rerata nilai absorbansi (AV) nyamuk Ae. togoi (dari Thailand sebagai kontrol positif) dan Ae. aegypti (dari
Salatiga sebagai kontrol negatif)... 43
Tabel III. Penentuan status resistensi nyamuk Ae. aegypti
berdasarkan nilai cut off positif dengan patokan rerata AV
kontrol negatif + 2 SD... 44
Tabel IV. Frekuensi status resistensi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah Kelurahan Simpang III Sipin dan Kelurahan Sijenjang Kota Jambi terhadap insektisida
golongan piretroid dengan uji biokemis ... 45
Tabel V. Rerata nilai absorbansi (AV) nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Sijenjang (daerah non-endemis DBD)
Kota Jambi terhadap insektisida golongan piretroid ... 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Telur nyamuk Ae. aegypti.... 8
Gambar 2. Larva nyamuk Ae. aegypti... 9
Gambar 3. Pupa nyamuk Ae. aegypti... 9
Gambar 4. Nyamuk Ae. aegypti dewasa... 10
Gambar 5. Perbedaan toraks nyamuk Ae. aegypti (A) dan Ae. albopictus (B)... 10
Gambar 6. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti... 11
Gambar 7. Struktur kimia cypermethrin... 20
Gambar 8. Hasil uji biokemis yang menggambarkan aktivitas enzim esterase non-spesifik nyamuk Ae. aegypti dari Simpang III Sipin dibaca dengan menggunakan ELISA Reader pada λ = 450 nm... 35
Gambar 9. Hasil uji biokemis yang menggambarkan aktivitas enzim esterase non-spesifik nyamuk Ae. aegypti dari Sijenjang dibaca dengan menggunakan ELISA Reader pada λ = 450 nm... 36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari BAPEDA Yogyakarta... 55
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari KESBANGLINMAS Kota
Jambi... 56
Lampiran 3. Surat pernyataan pemberantasan nyamuk di Kota Jambi
tahun 2005-2006... 57
Lampiran 4. Data kasus penyakit DBD di Kota Jambi tahun
2003-2005... 58
Lampiran 5. Perhitungan Nilai Status Resistensi Nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Kelurahan Sijenjang
(daerah non endemis DBD) Kota Jambi... 60
Lampiran 6. Foto alat-alat penelitian... 65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang sering
terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan (Larasati, Ponidi, dan
Kerami, 2005; Boesri, Suwasono, dan Suwaryono, 1996).
Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue dipindahkan dari satu orang ke orang lain bersama air liur nyamuk pada waktu nyamuk menghisap darah. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk serta terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air (Adimidjaja, 2007; Sungkar, 2005).
Pengendalian DBD sampai sekarang masih tergantung pada pemberantasan
nyamuk Aedes aegypti karena belum ditemukannya vaksin untuk pencegahan
penyakit DBD. Pengendalian nyamuk dengan menggunakan insektisida sintetik telah menimbulkan masalah, yaitu terjadinya resistensi nyamuk terhadap insektisida yang digunakan, termasuk insektisida golongan piretroid. Insektisida piretroid merupakan insektisida yang sekarang ini umum digunakan, sehingga timbulnya resistensi terhadap insektisida tersebut menjadi sebuah fenomena umum (Astari and Ahmad, 2005; Muhlisin dan Pratiwi, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Berdasarkan data mengenai pemberantasan penyakit DBD dari Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006), menunjukkan pengendalian vektor DBD di Kota Jambi telah dilaksanakan dengan upaya fogging (penyemprotan) dengan insektisida piretroid selama tahun 2005 dan 2006. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor DBD. Data situasi DBD dari Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006) melaporkan bahwa terdapat 1 daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin karena telah terjadi 37 kasus DBD selama 3 tahun berturut-turut dan 7 Kelurahan sebagai daerah non endemis DBD, yaitu Kelurahan Teluk Kenali, Sijenjang, Tanjung Raden, Pasir Panjang, Jelmu, dan Kampung Tengah. Kelurahan Sijenjang diambil secara acak sebagai sampel daerah non endemis DBD karena selama 3 tahun berturut-turut tidak terdapat kasus DBD.
Timbulnya resistensi piretroid pada beberapa spesies nyamuk, termasuk Ae. aegypti, dilaporkan telah terjadi di berbagai belahan dunia seperti di Thailand, Indonesia dan Puerto Rico. Bahkan di Bandung dan beberapa kota di Jawa Barat, nyamuk Ae. aegypti telah menunjukkan kecenderungan resisten terhadap berbagai jenis insektisida, termasuk piretroid di dalamnya (Astari and Ahmad, 2005).
Menurut laporan Sahgal, Kumar, dan Pillai (1993), telah menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas esterase pada nyamuk Ae. aegypti betina terhadap insektisida piretroid (Permethrin-R) pada microplate assay. Pengujian ini juga menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas esterase yang lebih besar pada daerah endemis dengue dibandingkan dengan daerah non endemis dengue.
Sejumlah kecil enzim dibutuhkan dalam resistensi metabolik, namun tidak ada satupun enzim yang spesifik untuk tiap serangga yang resisten. Resistensi dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
terjadi karena adanya perubahan struktur pada molekul enzim yang dapat meningkatkan kemampuan enzim dalam mendetoksifikasi insektisida dan atau meningkatkan jumlah produksi enzim yang digunakan (Coleman and Hemingway, 2007). Sebuah studi mengenai resistensi deltamethrin pada nyamuk Anopheles minimus di Thailand menunjukkan bahwa bahan toksik insektisida dapat meningkatkan jumlah enzim yang bertanggung jawab pada proses detoksifikasi (Chareonviriyaphap et al., 2002).
Sejak tahun 1960, World Health Organization (WHO) telah mengemukakan bahwa uji hayati (bioassay) merupakan metode kerja standar yang digunakan untuk mendeteksi resistensi serangga terhadap insektisida. Di samping uji hayati sebagai prosedur standar deteksi resistensi, uji biokemis dapat dilakukan untuk mendeteksi mekanisme resistensi pada serangga secara tunggal/individual sehingga uji ini dapat memaparkan terjadinya resistensi dengan penggunaan serangga dalam jumlah kecil (Brogdon and McAllister, 1998; Macoris et al., 2005). Uji biokemis dapat digunakan untuk menggambarkan terjadinya mekanisme resistensi dan dapat digunakan untuk mengukur perubahan frekuensi resistensi tingkat gen pada populasi serangga yang terjadi di lapangan. Hal tersebut menegaskan bahwa saat ini metode uji biokemis lapangan sederhana tidak dapat digunakan untuk menggambarkan keseluruhan mekanisme resistensi karena uji tersebut tidak dapat menggantikan uji kerentanan standar yang telah digunakan secara menyeluruh untuk mengukur terjadinya resistensi (Hemingway, 1998).
Aplikasi uji biokemis mampu menunjukkan hasil dalam waktu relatif singkat yaitu 15 menit, lebih cepat bila dibandingkan dengan uji hayati (bioassay) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
membutuhkan waktu 24 jam dan hasilnya dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang karena bersifat kolorimetrik (Mardihusodo, 1996). Oleh karena itu pada penelitian ini untuk penentuan status resistensi nyamuk Ae.aegypti digunakan metode uji biokemis.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. bagaimana status resistensi nyamuk Ae. aegypti dari daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan daerah non endemis DBD yaitu Kelurahan Sijenjang di Kota Jambi terhadap insektisida golongan piretroid? 2. bagaimana aktivitas enzim esterase non spesifik nyamuk Ae. aegypti yang
berasal dari daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan daerah non endemis DBD yaitu Kelurahan Sijenjang di Kota Jambi?
C. Keaslian Penelitian
Berdasarkan sumber-sumber informasi yang diperoleh, penelitian ilmiah mengenai penentuan status resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap insektisida golongan piretroid sudah banyak dilakukan, namun penelitian ilmiah mengenai penentuan status resistensi nyamuk Ae. aegypti dari daerah Kota Jambi, yaitu dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Kelurahan Sijenjang (daerah non endemis DBD) terhadap insektisida golongan piretroid dengan uji biokemis belum pernah dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. manfaat teoritis
Penelitian ini dapat berguna untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan kesehatan terutama dalam menentukan status resistensi nyamuk Ae. aegypti
dalam kaitannya dengan pemilihan insektisida yang efektif untuk usaha pengendalian vektor DBD.
2. manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi gambaran tidak langsung mengenai status resistensi insektisida piretroid dari daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan daerah non endemis DBD yaitu Kelurahan Sijenjang di Kota Jambi.
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. untuk menentukan status resistensi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan daerah non endemis DBD yaitu Kelurahan Sijenjang di Kota Jambi terhadap insektisida golongan piretroid.
2. untuk memperoleh gambaran aktivitas enzim esterase non spesifik nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan daerah non endemis DBD yaitu Kelurahan Sijenjang di Kota Jambi Jambi terhadap insektisida golongan piretroid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Adimidjaja, 2007).
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses) dengan diameter 30 nm yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Adimidjdja, 2007; Djunaedi, 2006).
Penyakit DBD ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negara tropik dan subtropik baik secara endemik maupun epidemik dan menjangkit manusia pada waktu musim penghujan tiba. Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, epidemik DBD merupakan masalah abadi dan penyebab morbiditas dan mortilitas pada anak-anak (Djunaedi, 2006).
Peluang penyebaran penyakit DBD ke depan nampaknya masih terus meningkat sehubungan dengan adanya kendala pemberantasan vektor (Aedes aegypti
dan Aedes albopictus) dan tingkat mobilitas manusia yang semakin tinggi (Djunaedi, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Satu-satunya cara pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas nyamuk penularnya, guna memutuskan rantai penularan karena vaksin untuk mencegah DBD masih dalam taraf penelitian dan obat yang efektif terhadap virus DBD belum ditemukan (Sungkar, 2005).
B. Nyamuk Aedes aegypti
1. Pengantar
Nyamuk Aedes aegypti merupakan serangga dengan ukuran tubuh kecil (± 5 mm) dan memiliki garis-garis hitam putih pada kaki dan punggungnya. Nyamuk
Aedes aegypti yang memiliki virus dengue dalam tubuhnya dapat menyebabkan infeksi pada manusia lewat gigitannya (Anonim, 2004a).
2. Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti
Menurut Gandahusada, Ilahude dan Pribadi (1998), nyamuk Ae. aegypti
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda/Insekta Anak kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera Anak bangsa : Nematocera Suku : Culicidae Anak suku : Culicinae Marga : Aedes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Jenis : Ae. aegypti
3. Morfologi nyamuk Aedes aegypti a. Telur
Telur Ae. aegypti berwarna hitam seperti sarang tawon, diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalam jarak ± 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu - 2 ºC sampai 40 ºC. Namun, bila kelembabannya terlalu rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari (Soedarmo, 1988).
Gambar 1. Telur nyamuk Ae. aegypti (Anonim, 2006c) b. Larva
Larva Ae. aegypti terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen. Pada ujung abdomen terdapat segmen anal dan sifon. Larva instar IV mempunyai tanda khas yaitu pelana yang terbuka pada segmen anal, sepasang bulu pada sifon, dan gigi sisir yang berduri lateral pada segmen abdomen ke-7. Larva Ae. aegypti bergerak sangat lincah dan sangat sensitif terhadap rangsang getaran dan cahaya. Bila ada rangsangan, larva segera menyelam selama beberapa detik kemudian muncul kembali ke permukaan air. Larva mengambil makanannya di dasar TPA sehingga disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Pada saat larva
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan sifonnya di atas permukaan air sehingga abdomennya terlihat menggantung pada permukaan air (Sungkar, 2005).
Gambar 2. Larva nyamuk Ae. aegypti (Bowles and Swaby, 2006) c. Pupa
Pupa terdiri atas sefalotoraks, abdomen dan kaki pengayuh. Sefalotoraks mempunyai sepasang corong pernapasan berbentuk segitiga. Pada bagian distal abdomen ditemukan sepasang kaki pengayuh yang lurus dan runcing. Jika terganggu, pupa akan bergerak cepat untuk menyelam selama beberapa detik kemudian muncul kembali ke permukaan air (Sungkar, 2005).
Gambar 3. Pupa nyamuk Ae. aegypti (Anonim, 2002a) d. Nyamuk dewasa
Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas kepala, toraks dan abdomen (Sungkar, 2005). Ae. aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Probosis bersisik hitam, palpi hitam dengan ujung hitam bersisik putih perak. Oksiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik putih pada permukaan posterior dan setengah basal, anterior dan tengah bersisik putih memanjang. Tibia (betis) semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen basal kesatu sampai keempat dan segmen kelima berwarna putih. Sayap berukuran 2,5 – 3 mm bersisik hitam (Soedarmo, 1988). Gambar nyamuk dewasa Ae. aegypti dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Nyamuk Ae. aegypti (Bowles and Swaby, 2006)
Pada stadium ini, morfologi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
dapat dibedakan. Perbedaan thoraks antara Aedes aegypti dan Aedes albopictus
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
A
B
Gambar 5. Perbedaan toraks nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
(Leisnham, 1999). (A). Nyamuk Aedes aegypti; (B). Nyamuk Aedes albopictus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Toraks Aedes aegypti memiliki gambaran bulan sabit yang dibentuk oleh sisik-sisik putih keperakan, sedangkan toraks Aedes albopictus terdapat satu garis longitudinal yang dibentuk oleh sisik-sisik putih keperakan.
4. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti
Gambar 6. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti (Anonim, 2002a; Anonim, 2006c; Bowles and Swaby, 2006). (1). telur; (2). larva; (3). pupa; (4). dewasa.
Nyamuk Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna: telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air sedangkan stadium dewasa hidup di udara (Gandahusada et.al, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Nyamuk betina dewasa akan meletakkan telurnya pada dinding tempat air, telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari, selanjutnya larva akan berubah menjadi pupa dalam waktu 5-15 hari. Stadium pupa biasanya berlangsung 2 hari. Perkembangan dari telur sampai dewasa dalam suasana optimum memerlukan waktu sekurang-kurangnya 9 hari (Sungkar, 2005). Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti
dapat dilihat pada Gambar 6 di atas.
5. Habitat hidup nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Ae. aegypti merupakan spesies nyamuk yang hidup dan ditemukan di negara-negara yang terletak antara 35° Lintang Selatan pada temperatur udara paling rendah sekitar 10°C. Pada musim panas, spesies ini kadang-kadang ditemukan di daerah yang terletak sampai sekitar 45° Lintang Selatan. Selain itu ketahanan hidup spesies ini juga tergantung pada ketinggian daerah yang bersangkutan dari permukaan laut (Djunaedi, 2006).
Nyamuk Ae. aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter (Gandahusada, et.al, 1998). Ae. aegypti bersifat antropofilik (senang sekali kepada manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Ae. aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Ae. aegypti dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita demam dengue atau DBD di satu rumah. Nyamuk jantan tertarik juga pada manusia bila melakukan perkawinan (Soedarmo, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
6. Kebiasaan menggigit nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Ae. aegypti aktif menghisap darah pada siang hari dengan 2 puncak aktivitas, yaitu pada pukul 8.00-12.00 dan 15.00-17.00. setelah menghisap darah, Ae. aegypti hinggap (beristirahat) di dalam rumah atau kadang-kadang di luar rumah, berdekatan dengan tempat berkembangbiaknya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat berkembangbiaknya, sedikit di atas permukaan air (Sungkar, 2005).
C. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu pengelolaan lingkungan, perlindungan diri, pengendalian biologis, dan pengendalian dengan bahan kimiawi (Anonim, 2004b).
1. Pengendalian lingkungan
Pengelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga dapat mengurangi kontak antara vektor dengan manusia. Metode ini dilakukan antara lain dengan cara mengeringkan genangan air, menimbun wadah-wadah yang dapat menampung air dan perbaikan desain rumah untuk mengurangi kesempatan masuknya nyamuk, misalnya dengan memasang kawat nyamuk di jalan angin atau jendela rumah (Anonim, 2004b).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2. Perlindungan diri
Tindakan perlindungan diri telah dilakukan secara luas dalam upaya untuk perlindungan terhadap penyakit. Tindakan dapat dilakukan dengan pengendalian diri, seperti menggunakan obat nyamuk baik semprot, bakar maupun memakai obat oles anti nyamuk, penggunaan kelambu saat tidur dan pemasangan kawat kasa atau kawat nyamuk (Anonim, 1999).
3. Pengendalian biologis
Pengendalian ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan populasi serangga secara alami tanpa mengganggu ekologi. Termasuk dalam pengendalian serangga secara biologik adalah menggunakan predator (binatang pemangsa serangga), misalnya dengan memelihara ikan untuk memberantas larva nyamuk, menyebarkan parasit penyebab penyakit pada serangga (Soedarto, 1989).
4. Pengendalian dengan bahan kimia
Pengendalian ini menggunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya menghalau serangga saja (Repellant). Contoh cara ini adalah menaburkan bubuk AbateR pada tempat-tempat penampungan air untuk membunuh larva nyamuk, penggunaan insektisida bentuk spray untuk membunuh nyamuk dewasa (Gandahusada, et al., 1998).
Selama kurun waktu 40 tahun, bahan kimia telah digunakan secara luas untuk pengendalian vektor nyamuk dan serangga lain dalam kepentingan kesehatan masyarakat. Hasilnya, Ae. aegypti dari berbagai negara terbukti resisten terhadap insektisida yang umumnya digunakan. Sebelum proses kontrolisasi dimulai dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dilanjutkan dengan proses pemantauan tingkat resistensi secara periodik, alangkah baiknya apabila ada proses pencarian data tentang status resistensi suatu daerah terhadap insektisida terlebih dahulu (Anonim, 2007).
D. Insektisida
Insektisida merupakan suatu bahan yang mempunyai efek menolak atau mematikan serangga dengan maksud membasmi serangga pengganggu atau vektor penyakit yang merugikan bagi kehidupan tanaman dan manusia (Sastroutomo, 1991
cit Dewi, 2006).
Menurut Sudarmo (1991), ada bermacam-macam golongan insektisida, baik yang berasal dari bahan alami maupun yang berasal dari bahan sintetik. Ada beberapa cara insektisida membunuh jasad sasaran atau serangga hama yaitu secara fisis, dengan merusak enzim, merusak syaraf, dan dengan menghambat metabolisme. Insektisida dapat dikelompokkan menurut cara masuknya dalam tubuh serangga dan menurut sifat kimianya (Untung, 2001). Pengelompokan insektisida menurut cara masuknya ke tubuh serangga dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Racun perut
Insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makanan (perut). Insektisida lama umumnya merupakan racun perut. Namun ada juga insektisida modern yang beraksi pada serangga melalui perut yaitu kelompok insektisida sistemik, yang dapat diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan dalam jaringan tanaman. Serangga yang mencucuk tanaman dan kemudian menghisap cairan tanaman yang sudah mengandung insektisida akan mati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2. Racun kontak
Insektisida memasuki tubuh serangga bila serangga mengadakan kontak dengan insektisida atau serangga berjalan di atas permukaan tanaman yang telah mengandung insektisida. Di sini insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui dinding tubuh.
3. Fumigan
Fumigan merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernapasan serangga atau sistem trachea yang kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pengelompokan insektisida menurut sifat kimiawi bahan dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:
1. Organoklorin/hidrokarbon terklorinasi (OC)
Insektisida organoklorin merupakan insektisida paling banyak digunakan dalam praktek kesehatan masyarakat. Penggolongan untuk insektisida organoklorin adalah sebagai berikut:
a. DDT dan Analog DDT
DDT digunakan di dalam rumah pada permukaan dinding dan pada tempat-tempat yang potensial untuk perkembangbiakan nyamuk. Insektisida ini memiliki toksisitas tinggi pada serangga dan mampu membunuh serangga dengan kontak sederhana, namun memiliki toksisitas yang rendah pada manusia. Penggunaan DDT sekarang ini mengalami penurunan dikarenakan terjadinya resistensi dari serangga (Anonim, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
b. Heksakloroheksan (HCH)
Insektisida ini digunakan secara luas untuk melawan serangga dan kepentingan medis sejak tahun 1942. HCH memiliki aksi yang kuat, membunuh dengan cepat, dan sedikit meninggalkan residu. HCH secara khusus digunakan sebagai pengganti DDT pada daerah yang resisten terhadap DDT (Anonim, 2007).
c. Siklodien
Insektisida yang termasuk ke dalam golongan insektisida ini adalah aldrin, klordane, dieldrin, heptaklor, endrin, endosulphan. Dieldrin paling luas digunakan dalam pengendalian malaria sebagai pengganti DDT. Dieldrin memiliki toksisitas lebih tinggi daripada DDT dan HCH pada serangga, manusia maupun binatang (Anonim, 2007).
2. Organofosfat (OP)
Insektisida OP telah digunakan secara luas dalam bidang pertanian, namun karena adanya resistensi terhadap organoklorin, OP digunakan dalam praktek kesehatan masyarakat. Kebanyakan OP merupakan ester atau amida dari ikatan asam fosfor/pirofosfor organik. Temefos dan malation termasuk dalam insektisida ini. Mekanisme kerja insektisida ini adalah dengan mempengaruhi reseptor asetilkolinesterase (AchE) (Anonim, 2007).
3. Karbamat
Insektisida karbamat adalah ester asam yang memiliki kemiripan dengan insektisida OP. Mekanisme kerjanya sama dengan insektisida OP yaitu mempengaruhi reseptor asetilkolinesterase (AchE) (Anonim, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
4. Piretroid
Insektisida piretroid digunakan karena terjadinya resistensi pada insektisida OC, OP, dan Karbamat. Insektisida ini mudah terdegradasi/ tidak meninggalkan residu di tanah, memiliki toksisitas tinggi, dan aksinya cepat pada sejumlah besar serangga. Saat ini piretroid digunakan sebagai senjata ampuh dalam pengendalian serangga dalam kepentingan umum maupun kesehatan (Anonim, 2007).
5. Biopestisida
Biopestisida adalah insektisida yang menggunakan suatu organisme dalam pemberantasan serangga. Insektisida ini muncul karena adanya resistensi pada OC, OP, karbamat, maupun piretroid (Anonim, 2007).
E. Insektisida Golongan Piretroid
Insektisida piretroid (dapat pula disebut sebagai piretroid sintetik) merupakan insektisida yang secara kimia memiliki kemiripan dengan pirethrin yang ditemukan dalam pyrethrum alami pada ekstrak bunga Chrysanthemum, dan diketahui memiliki aktivitas toksik (Anonim, 2005).
Generasi pertama piretroid muncul pada tahun 1949 dan satu-satunya insektisida yang termasuk golongan ini adalah allethrin. Generasi kedua adalah
tetramethrin, resmethrin, bioresmethrin, bioallethrin, dan ponothrin. Generasi ketiga piretroid adalah fenvalerate dan permethrin yang menjadi piretroid pertama dalam bidang pertanian karena aktivitasnya pada serangga dan memliki stabilitas pada cahaya matahari. Piretroid golongan keempat adalah bifenthrin, cypermethrin,
cyhalothrin, deltamethrin, dan esfenvalerate (Ware, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Secara garis besar, piretroid dibagi menjadi 2 jenis, yaitu piretroid tipe 1 dan tipe 2. Piretroid tipe 1 umumnya tidak stabil pada lingkungan ketika digunakan sebagai insektisida dalam bidang pertanian, sedangkan tipe 2 lebih stabil dalam lingkungan (Wallace, 1939).
Efek mematikan sebagai hasil toksisitas piretroid terjadi pada impuls saraf pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Mekanisme kerja piretroid yaitu memodifikasi saluran garam pada saraf dengan cara memperlambat gerakan aktivasi maupun inaktivasi dari saluran garam tersebut sehingga saluran tersebut akan membuka dalam waktu yang lama sehingga pada proses selanjutnya akan terjadi paralisis bahkan kematian (Kazachkova, 2007).
Efek piretroid pada serangga dapat terjadi dalam waktu 1 – 2 menit setelah digunakan dan menghasilkan “knockdown effect”, yaitu kehilangan keseimbangan tubuh dan gerakan. Tanda khusus toksisitas piretroid pada serangga terjadi dengan cepat, termasuk hiperereksia, konvulsi, ataksia, sampai kehilangan koordinasi gerak (Kazachkova, 2007).
Berdasarkan struktur dasarnya (keberadaan gugus cyano pada posisi alfa), piretroid tipe 1 tidak mempunyai gugus cyano, efek khususnya adalah onset yang cepat sehingga terjadi tingkah agresif, peningkatan sensitivitas pada rangsangan luar, dilanjutkan dengan terjadinya tremor, peningkatan suhu tubuh, koma, dan kematian. Piretroid tipe 2 terdapat gugus cyano pada stuktur kimianya, karakteristik efeknya antara lain tingkah laku mencakar dan menggali, dilanjutkan dengan profusi saliva, peningkatan respon kejut, serta gerakan mundur yang abnormal (Todd et al., 2003).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Jambi tahun 2006, insektisida yang digunakan pada tahun 2005 dan 2006 yaitu cypermethrin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Cypermethrin termasuk ke dalam golongan piretroid tipe 2. Struktur kimia
cypermethrin dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
O CH CN O C O CH CH C CH3
H3C
C H Cl
Cl
Gambar 7. Struktur kimia Cypermethrin (Todd et al., 2003)
Insektisida Cypermethrin merupakan insektisida piretroid sintetik yang memiliki efek kuat dalam melawan sejumlah serangga. Insektisida ini selain merupakan racun perut juga merupakan racun kontak yang berefek pada sistem saraf hewan vertebrata maupun invertebrata. Cypermethrin relatif aman untuk mamalia dan burung, namun sangat toksik untuk ikan dan organisme air (Jones, 2000).
Tempat aksi cypermethrin adalah pada sel saraf, yaitu dengan menginduksi peningkatan permeabilitas garam pada membran saraf selama terjadi rangsangan. Aksi tersebut dapat menyebabkan terjadinya impuls berulang-ulang pada serabut saraf sensori (afferent). Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya rangsangan yang lama pada permeabilitas garam membran saraf dan saluran garam akan membuka selama proses rangsangan (Jones, 2000).
F. Deteksi Resistensi
Deteksi resistensi diperlukan untuk memberikan informasi mengenai pengendalian vektor yang efektif pada resistensi insektisida yang belum pernah dikumpulkan dalam sebuah peraturan yang sistematis. Oleh karena itu diperlukan proses pemantauan dan evaluasi status resistensi insektisida beserta mekanisme
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
resistensinya yang digunakan untuk merencanakan pengujian manajemen resistensi yang sederhana dan efektif (Coleman and Hemingway, 2007).
Pengujian status resistensi dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu: 1. Uji hayati
Uji yang paling lazim digunakan pada praktek di lapangan (Coleman and
Hemingway, 2007). Metode ini merupakan standar WHO untuk uji di dalam laboratorium. Metode uji ini adalah pemberian dosis yang telah ditetapkan untuk dapat membunuh 50 % dan 90 % populasi serangga sehingga bisa diperkirakan dan dapat mendeteksi segala perubahan prosentase kematian pada setiap waktu disesuaikan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan (Anonim, 2007).
Hasil dari uji diagnosis ini diharapkan mampu menerangkan pola resistensi menurun pada serangga dan menggambarkan mekanisme resistensi yang terjadi (Anonim, 2007). Kelemahan uji ini adalah tidak bisa digunakan untuk memantau resistensi pada tingkat gen dari suatu populasi nyamuk secara akurat, sehingga tidak bisa digunakan untuk memprediksi terjadinya cross-resistance antar insektisida (Coleman and Hemingway, 2007).
2. Uji biokemis
Uji sederhana untuk mendeteksi peningkatan aktivitas enzim pada metabolisme serangga, yaitu esterase, glutathione S-transferase (GST), dan sitokrom P-450 . Uji ini mendeteksi peningkatan aktivitas enzim terhadap substrat model pada individual resisten. Metode uji ini cukup akurat untuk menggambarkan terjadinya resistensi pada tingkat gen (Coleman and Hemingway, 2007). Di samping itu juga ada cara pengujian dengan menggunakan metode biokimia Lee (cit. Mardihusodo, 1996).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
G. Mekanisme Resistensi
Penggunaan insektisida organik secara intensif selama beberapa tahun untuk melakukan pengendalian hama dan vektor penyakit telah menyebabkan terjadinya resistensi oleh sebagian spesies. Oleh karena itu, diperlukan suatu manajemen untuk mencegah, menunda, dan mengurangi dampak dari resistensi insektisida (Anonim, 2007).
Berdasarkan kenyataan di atas, maka diperlukan suatu pengetahuan umum dalam mempelajari mekanisme suatu serangga untuk menghasilkan resistensi terhadap insektisida sebagai prasyarat dalam mengembangkan strategi manajemen resistensi dan teknik diagnosis untuk mendeteksi maupun memantau terjadinya mekanisme resistensi pada populasi serangga (Huang, 2002).
Menurut Huang (2002), mekanisme resistensi serangga terhadap insektisida secara umum terbagi menjadi 4 bagian yaitu:
1. Reduksi penetrasi
Resistensi ini terjadi karena adanya penurunan tingkat penetrasi insektisida pada kutikula serangga, namun pada kenyataannya hal tersebut tidaklah menunjukkan hasil yang cukup efektif suatu insektisida dapat membunuh serangga.
Mekanisme resistensinya adalah adanya modifikasi pada kutikula serangga atau saluran pencernaan sehingga mencegah/memperlambat absorbsi atau penetrasi insektisida yang dapat ditemukan keturunan serangga resisten. Hal ini akan memberikan waktu yang lama bagi enzim pendetoksifikasi untuk memetabolisme insektisida yang masuk sehingga insektisida tersebut menjadi kurang efektif (Anonim, 2007; McCaffery and Nauen, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2. Resistensi metabolik
Resistensi metabolik merupakan mekanisme resistensi yang paling banyak terjadi pada serangga. Mekanisme ini didasarkan pada sistem enzim yang dimiliki oleh serangga untuk mendetoksifikasi bahan-bahan kimia yang masuk secara alamiah (McCaffery and Nauen, 2006). Resistensi metabolik pada serangga ini diperantarai oleh perubahan-perubahan protein secara kualitatif dan kwantitatif yang agaknya sulit untuk didefinisikan secara tepat dengan uji biokemis (Anonim, 2007).
Pada resistensi metabolik terdapat 3 enzim yang terlibat dalam detoksifikasi insektisida, yaitu enzim monooksigenase, enzim esterase, dan enzim GST. Keterlibatan ketiga enzim tersebut pada resistensi dapat diidentifikasi secara umum oleh adanya peningkatan metabolit khusus yang diproduksinya (Anonim, 2007).
Mekanisme resistensi metabolik telah diidentifikasi dalam populasi vektor pada sebagian besar insektisida termasuk organofosfat, karbamat, piretroid, dan DDT (Anonim, 2007).
3. Resistensi pada tempat aksi
Secara umum aksi insektisida terjadi pada tempat spesifik di dalam tubuh serangga, khususnya di dalam sistem saraf (untuk insektisida OP, karbamat, dan piretroid). Serangga yang resisten akan memodifikasi tempat aksi sehingga insektisida tidak dapat terikat secara efektif pada tempat aksi, maka dapat dikatakan bahwa serangga tidak memperoleh efek dari insektisida dan pengaruhnya tidak terlalu besar dibandingkan serangga yang masih rentan. Sebagai contoh, target aksi insektisida OP dan karbamat adalah pada asetilkolinesterase (AChE) dalam sinapsis sel saraf (McCaffery and Nauen, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
4. Resistensi bawaan
Resistensi bawaan dari suatu populasi serangga terjadi karena anggota-anggotanya pada dasarnya sudah resisten terhadap suatu insektisida. Sifat ini turun temurun sehingga selanjutnya terjadi populasi yang resisten seluruhnya. Resistensi bawaan juga terjadi karena perubahan gen (yang menyebabkan mutasi). Mutan ini dan keturunannya resisten semuanya. Menurut mekanismenya resistensi bawaan dibagi dalam resistensi fisiologis bawaan dan resistensi kelakuan bawaan (Gandahusada, et al., 1998).
Resistensi fisiologis bawaan disebabkan oleh 1) daya absorbsi insektisida yang sangat lambat, sehingga serangga tidak mati; 2) daya penyimpanan insektisida dalam jaringan yang tidak vital, seperti jaringan lemak, sehingga alat-alat vital terhindar dan serangga tidak mati; 3) daya ekskresi insektisida yang cepat, sehingga tidak sampai membunuh serangga; 4) detoksikasi insektisida oleh enzim menyebabkan serangga tidak mati. Resistensi kelakuan bawaan disebabkan oleh 1) perubahan habitat serangga, sehingga terhindar dari pengaruh insektisida, keturunannya mempertahankan habitat yang baru ini; 2) avoidance, sifat menghindarkan diri dari pengaruh insektisida sehingga tidak terbunuh, tanpa mengubah habitat (Gandahusada, et al., 1998).
Mekanisme resistensi piretroid pada serangga secara garis besar ada 2 macam, yaitu peningkatan laju detoksifikasi metabolik dari insektisida dan pengubahan sensitivitas dari tempat aksi. Detoksifikasi metabolik juga dapat dihubungkan dengan perubahan aktivitas monooksigenase dan produksi esterase, namun dilaporkan juga terjadi peningkatan pada glutation S-transferase (Brengues et al., 2003). Menurut penelitian Aldridge, resistensi serangga terhadap insektisida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dapat meningkat melalui 2 mekanisme:
1. Serangga memproduksi/menghasilkan sejumlah besar enzim, seperti esterase yang merusak tiap molekul insektisida atau mengikatnya dengan kuat sehingga tidak dapat berfungsi (prosesnya disebut sequestrasi).
2. Terjadinya mutasi dari tempat target insektisida, misalnya enzim asetilkolinesterase pada susunan saraf yang menyebabkan mutasi karena mengubah sensitivitas pada tempat target tersebut. Ini secara efektif menghambat aksi dari insektisida.
Kedua mekanisme tersebut telah dilakukan penelitian pada bermacam variasi serangga (Aldridge 2006).
H. Enzim Esterase Non Spesifik
Enzim pada hakekatnya merupakan katalis efektif, yang bertanggung jawab bagi terjadinya reaksi kimia terkoordinasi yang terlibat dalam proses biologi dari sistem kehidupan. Sebagai suatu katalis, suatu enzim tidak dirusak dalam suatu reaksi dan karena itu tetap tidak berubah dan dapat digunakan kembali. Suatu ciri yang menonjol dari enzim sebagai katalis adalah spesifitas substrat, yang menentukan fungsi biologinya (Amstrong, 1995). Ada juga enzim yang bekerja lebih dari 1 substrat namun enzim tersebut tetap mempunyai kekhasan tertentu. Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis beberapa ester asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisis beberapa asam lemak (Poedjiadi, 1994).
Banyak faktor mempengaruhi laju reaksi suatu enzim. Diantaranya yang paling penting adalah konsentrasi-konsentrasi substrat dan enzim. Beberapa faktor utama yang lain adalah suhu, pH, kekuatan ionik, dan adanya inhibitor (Page, 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Suhu, pH, dan adanya inhibitor selain mempengaruhi pengukuran kadar enzim, juga memiliki makna klinis yang khusus. Laju berbagai proses metabolisme akan mengalami peningkatan bermakna karena peningkatan aktivitas enzim (Hartono, 1990).
Esterase adalah enzim yang memecah ikatan ester dengan cara hidrolisis. Esterase yang terdapat dalam hati dapat memecah ester sederhana, misalnya etil butirat menjadi etanol dan asam butirat (Poedjiadi, 1994), enzim karboksilesterase dapat menghidrolisis ikatan ester suatu bahan seperti piretroid menjadi bentuk asam dan alkohol, yang biasanya disebut sebagai produk detoksifikasi (Wheelock et al., 2005a).
Isoenzim esterase harus dipelajari secara intensif karena pada beberapa spesies, isoenzim esterase memegang peranan dalam mekanisme resistensi terhadap insektisida (Mulyaningsih, 2002). Aktivitas karboksilesterase sangat penting mendetoksifikasi beberapa ikatan ester suatu bahan, termasuk piretroid (Wheelock et al., 2005a).
Enzim esterase diketahui terlibat dalam mekanisme resistensi insektisida pada serangga. Apabila esterase dilibatkan dalam penentuan status resistensi pada serangga seharusnya populasi serangga yang resisten akan memiliki aktivitas enzim esterase yang lebih tinggi daripada populasi serangga yang rentan (Szalanski et al., 1995).
Seleksi oleh populasi serangga terhadap masuknya insektisida secara berulang-ulang dapat menghasilkan peningkatan kemampuan metabolisme terhadap insektisida, dan laporan mengenai resistensi insektisida yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas karboksilesterase semakin banyak, seperti peningkatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
aktivitas karboksilesterase terhadap resistensi malation pada Musca domestica dan nyamuk. Piretroid juga rentan oleh hidrolisis karboksilesterase sehingga banyak laporan tentang resistensi piretroid pada serangga (Wheelock et al., 2005a).
Hubungan karboksilesterase dengan resistensi serangga terdapat 3 mekanisme, yaitu:
1. Resistensi dapat meningkat karena adanya multiplikasi gen karboksilesterase yang mengkatalisis metabolisme insektisida pada populasi serangga yang resisten. Kelebihan produksi enzim ini telah ditunjukkan pada Myzus persicae, nyamuk famili Culicidae, dan Nilaparvata lugens.
2. Kemampuan karboksilesterase berperilaku sebagai “pemusnah insektisida” dan dapat menghambat terjadinya interaksi antara insektisida dan tempat aksi. Hal ini akan mengakibatkan adanya co-expression pada tempat target sehingga akan menurunkan sensitivitas insektisida.
3. Adanya mutasi struktur gen karboksilesterase sehingga terjadi peningkatan kemampuan enzim tersebut memetabolisme insektisida dengan kemampuan bermutasinya (Wheelock et al., 2005a).
I. Landasan Teori
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan penelaahan pustaka, maka dapat diajukan beberapa landasan teori sebagai berikut:
1. Resistensi dapat terjadi karena adanya perubahan struktur pada molekul enzim yang dapat meningkatkan kemampuan enzim dalam mendetoksifikasi insektisida dan atau meningkatkan jumlah produksi enzim yang digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2. Seleksi oleh populasi serangga terhadap masuknya insektisida secara berulang-ulang dapat menghasilkan peningkatan kemampuan metabolisme terhadap insektisida, sehingga serangga menjadi resisten.
3. Mekanisme resistensi piretroid pada serangga dapat terjadi karena peningkatan laju detoksifikasi metabolik dari insektisida dan pengubahan sensitivitas dari tempat aksi insektisida tersebut.
J. Keterangan Empiris
Berdasarkan landasan teori di atas, maka keterangan empiris yang diharapkan adalah status resistensi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non endemis DBD di Kota Jambi berdasarkan aktivitas enzim esterase non spesifik terhadap insektisida golongan piretroid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang penentuan status resistensi nyamuk Ae. aegypti yang
berasal dari daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan daerah non
endemis DBD yaitu Kelurahan Sijenjang di Kota Jambi terhadap insektisida golongan
piretroid dengan uji biokemis ini termasuk penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptik dan analitik.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah Kota Jambi, yaitu dari Kelurahan
Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Sijenjang (daerah non-endemis
DBD).
2. Nyamuk Ae. togoi dari Thailand yang telah dikembangbiakkan di Laboratorium
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sebagai
kontrol positif.
3. Nyamuk Ae. aegypti dari Salatiga yang telah dikembangbiakkan di Laboratorium
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sebagai
kontrol negatif.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
C. Definisioperasional
1. Status resistensi adalah hasil dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-halangi atau mencegah invasi, multiplikasi dari bibit penyakit ke dalam tubuh
atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh racun yang
dikeluarkan oleh bibit penyakit
2. Resistensi nyamuk terhadap insektisida adalah ketahanan yang dimiliki suatu populasi nyamuk untuk mentolerir dosis toksik insektisida yang dapat
menyebabkan kematian mayoritas populasi nyamuk normal pada spesies yang
sama (Anonim, 2007).
3. Daerah endemis DBD adalah daerah yang setiap tahunnya selama 3 tahun berturut-turut terdapat kasus DBD.
4. Daerah non endemis DBD adalah daerah yang selama 3 tahun berturut-turut tidak terjadi kasus DBD.
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) α-naphthyl asetat (Sigma)
2) aseton
3) larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) 0,02 M, pH 7,0 (Sigma).
4) garam fast blue B (o-dianisidine tetrazotized) (Sigma)
5) sodium dodecyl sulfat (SDS) 5% b/v (Sigma).
6) asam asetat 98% (Merck)
7) aquadest
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Ovitrap sebagai perangkap nyamuk bertelur
2) Aspirator yang digunakan sebagai alat untuk melakukan penangkapan nyamuk
yang akan digunakan dalam penelitian
3) Sangkar nyamuk digunakan untuk memelihara nyamuk mulai dari telur hingga
menghasilkan nyamuk dewasa
4) Homogenisator (Promega) digunakan sebagai alat untuk menggerus nyamuk
sehingga menjadi homogenat.
5) Microplates (Becton Dickinson) sebagai tempat untuk mencampur homogenat
nyamuk dengan bahan pereaksi lainnya
6) Micropipet untuk mengambil larutan substrat dan reagen dalam jumlah mikroliter
dan untuk memindahkan homogenat ke dalam sumuran microplates
7) ELISA Reader (BIO-RAD) adalah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas
warna secara kuantitatif dengan pembacaan Absorbance Value (AV) hasil reaksi
uji biokemis.
8) Pipet tetes, pipet ukur, labu ukur, beker glass digunakan untuk membuat reagen.
F. Tatacara Penelitian
1. Kolonisasi nyamuk Ae. aegypti
Sampel didapat dengan menggunakan ovitrap (alat penangkap telur
nyamuk). Ovitrap diletakkan di beberapa rumah di kelurahan Simpang III Sipin
(daerah endemis DBD) dan kelurahan Sijenjang (non endemis DBD) di Kota
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Jambi, yaitu pada tempat yang lembab dan gelap di dalam rumah penduduk.
Ovitrap kemudian diamati selama seminggu sampai terlihat bintik-bintik hitam
pada kertas saring yang terdapat di dalamnya.
Telur yang terdapat di dalam kertas saring tersebut kemudian
dikembangbiakkan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM.
Telur ditetaskan dan dipelihara sampai menjadi larva. Larva yang masih kecil
diberi makanan berupa hati ayam, setelah agak besar diberi tambahan makanan
berupa pelet (sejenis makanan ikan) yang telah dihaluskan. Dalam beberapa hari
larva akan menjadi pupa. Pupa tersebut dipindahkan ke dalam gelas kemudian
dimasukkan dalam sangkar nyamuk. Pupa akan berubah menjadi nyamuk dewasa
dalam waktu 40-48 jam. Setelah dewasa, nyamuk tersebut akan diidentifikasikan
untuk memisahkan nyamuk Ae. aegypti dengan jenis nyamuk lainnya.
Identifikasi dilakukan dengan melihat yang dibentuk oleh sisik-sisik putih
keperakan pada bagian thoraks. Nyamuk Ae. aegypti memiliki gambaran bulan
sabit pada bagian thoraksnya.
2. Pembuatan larutan substrat, coupling reagent, dan larutan asam asetat 10%
a. Larutan substrat, yang terdiri atas 3 mg α-naphthyl asetat (Sigma) yang
dilarutkan dalam 0,5 ml aseton kemudian dicampur dengan 50 ml larutan
Phosphat Buffer Saline (PBS) 0,02 M, pH 7,0 (Sigma).
b. Coupling reagent atau bahan pewarna, yang terdiri atas 150 mg garam fast
blue B (o-dianisidine tetrazotized) (Sigma) yang dilarutkan dalam 15 ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
aquadest yang kemudian ditambah larutan 35 ml aqua sodium dodecyl sulfat
(SDS) 5% b/v (Sigma).
Cara pembuatan aqua sodium dodecyl sulfat adalah 1,75 g SDS
dilarutkan dalam 35 ml aquades.
c. Larutan asam asetat 10%
Cara pembuatan asam asetat 10% adalah 10.2 ml asam asetat 98%
ditambah aquades hingga volume 100 ml.
3. Uji biokemis terhadap nyamuk Ae. aegypti
Langkah kerja uji biokemis terhadap nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai
berikut:
Nyamuk secara individual digerus dan dibuat homogenat
Larutkan dengan 0,5 ml larutan buffer fosfat
Homogenat dipindahkan ke dalam sumuran mikroplat sebanyak 50 µl
60 detik
Tambahkan 50 µl coupling reagent
Tiap homogenat dibuat 2 replikat, pada tiap mikroplat homogenat ditambahkan 50 µl substrat
10 menit
Reaksi dihentikan dengan penambahan larutan asam asetat 10% Timbul reaksi
(Lee, 1990 cit Mardihusodo, 1996) Penentuan nilai Absorbance Value (AV) menggunakan ELISA Reader
pada λ = 450 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4. Analisis hasil
Intensitas warna akhir produk reaksi biokemis ditetapkan secara kualitatif
dan kwantitatif dengan ELISA Reader pada λ = 450 nm.
1) Analisis hasil uji kualitatif
Analisis hasil uji kualitatif dari penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan intensitas warna diperoleh dari sampel dengan warna yang
diperoleh dari kontrol positif dan negatif.
2) Analisis hasil uji kwantitatif
Data kwantitatif diperoleh dengan cara menentukan harga cut off
positive AV tiap-tiap replikat. Harga cut off positive ini ditentukan dari nilai
rata-rata AV kontrol negatif + 2 SD, sehingga diperoleh status resistensi
dengan patokan sebagai berikut:
1) AV < AV rerata kontrol negatif + 2SD : rentan
2) AV rerata kontrol negatif + 2SD ≤ AV ≤ AV rerata kontrol positif : resisten
sedang
3) AV > AV rerata kontrol positif : resisten tinggi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengamatan secara kualitatif
Pengamatan secara kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan
intensitas warna yang dihasilkan oleh sampel dengan kontrol positif maupun negatif.
Hasil uji biokemis yang menggambarkan aktivitas enzim esterase non-spesifik
nyamuk Ae. aegypti dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) Kota
Jambi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
E
G
H
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F D C B A
Gambar 8. Hasil uji biokemis yang menggambarkan aktivitas enzim esterase non-spesifik nyamuk Ae. aegypti dari Simpang III Sipin dibaca dengan menggunakan ELISA Reader pada λ = 450 nm. Kolom 3 – 7 baris G homogenat nyamuk Ae. togoi dari Thailand (kontrol positif). Kolom 3 – 7 baris H homogenat nyamuk Ae. aegypti dari Salatiga (kontrol negatif). Kolom 3 – 12 baris A – F homogenat nyamuk Ae. aegypti dari kelurahan Simpang III Sipin.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Gambar 8 menunjukkan bahwa kontrol positif memiliki kepekatan warna
yang tinggi yaitu warna hijau tua, sedangkan kontrol negatif memiliki kepekatan
warna yang lebih rendah yaitu warna hijau muda. Hal tersebut membuktikan bahwa
semakin tinggi aktivitas enzim esterase non spesifik maka intensitas warna yang
dihasilkan akan semakin pekat (berwarna lebih gelap/lebih tua).
Hasil uji biokemis dari Kelurahan Sijenjang (daerah non endemis DBD) Kota
Jambi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
E
G
H
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
F D C B A
Gambar 9. Hasil uji biokemis yang menggambarkan aktivitas enzim esterase non-spesifik nyamuk Ae. aegypti dari Sijenjang dibaca dengan menggunakan
ELISA Reader pada λ = 450 nm. Kolom 3 – 7 baris G homogenat nyamuk Ae. togoi dari Thailand (kontrol positif). Kolom 3 – 7 baris H homogenat nyamuk Ae. aegypti dari Salatiga (kontrol negatif). Kolom 3 – 12 baris A – F homogenat nyamuk Ae. aegypti dari kelurahan Sijenjang.
Berdasarkan hasil pengamatan secara kualitatif pada Gambar 8, terlihat bahwa
warna yang dihasilkan oleh sampel sebagian mendekati kontrol positif, yaitu hijau tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dan sebagian lagi mendekati kontrol negatif, yaitu hijau mud