• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Humaniora

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Jurnal Humaniora"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

- 88 -

Jurnal Humaniora, Vol.6, No. 2, Oktober 2022 : 88-101 http://jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora

Analisis Yuridis Normatif Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Pencabulan, Ditinjau Dari Hukum Positif

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan. Nomor:

53/PID.SUS/2018)

M. Yanto1, Munif Rochmawanto2

1 Universitas Lamongan

* Email Korespondensi: muhammadyanto@gmail.com

Diterima 28 Agustus 2022; Disetujui 28 September 2022; Dipublikasi 31 Oktober 2022

Abstract: Children are the next generation of the nation's ideals, the refore the commitment and treatment to pay attention to the development and role of children as the next generation of the nation is something that must be held by the government. Children who are not yet mature mentally and physically, their needs must be fulfilled, their opinions must be respected and given a correct and conducive education, because children in the period of personal and psychological growth and development can grow and develop into children who can be cared for. pk an as the nation's successor. The author wants to tak e an approach by examining the normative juridical concept of criminal cases of obscenity of minors (pedophilia). Case Study Verdict Number:

53/Pid.Sus/2018/PN.Lmg. The type of research used is a descriptive type of research, to provide a complete picture of a positive legal review in this case Law Number: 35 of 2014 Amendments to Law Number: 23 of 2002 concerning Child Protection and also in the criminal act of obscenity against minors (pedophilia). Children who are victims of obscenity are entitled to treatment, rehabilitation, psychologist assistance, assistance from investigation, prosecution to court, this is stated in Article 69A, and victims who are entitled to apply for restitution rights are regulated in Article 71D. Special protection for children victims of sexual crimes as referred to in Article 59 Paragraph Letter j is carried out through efforts, namely education about reproductive health, religious values, and moral values; social rehabilitation; psychosocial assi stance at the time of treatment to recovery, and; providing protection and assistance at every level of examination ranging from investigation, prosecution, to examination in court siding and the existence of criminal sanctions that imposed on the perpetrators contained in Article 82 of Law Number 35 of 2014 concerning Child Protection..

Keywords: Child Protection, Obscenity, Positive Law

Abstrak: Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan perlakuan umtuk memperhatikan perkembangan dan peranan anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan suatu hal yang harus dipegang oleh pemerintah. Anak yang belum matang secara mental dan fisik kebutuhannya harus dicukupi, pendapatnya harus dihargai serta diberikan pendidikan yang benar dan kondusif, karena anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan pribadi serta kejiwaannya agar dapat tumbuh dengan berkembang menjadi anak yang dapat diharapkan sebagai

Available online at www.jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora ISSN 2548-9585 (Online)

Universitas Abulyatama

Jurnal Humaniora

Jurnal Humaniora, Vol. 6 No. 2, Oktober 2022 : 88-101

(2)

Analsisis Yuridis Normatif…

(Yanto &, Rochmawanto, 2022) - 89 -

penerus bangsa. Penulis ingin melakukan pendekatan dengan mengkaji konsep yurid is normatif terhadap kasus tindak pidana pencabulan anak di bawah umur (pedofilia). Studi Kasus Putusan Nomor: 53/Pid.Sus/2018/PN.Lmg. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, untuk memberikan gambaran yang selengkap-lengkapnya mengenai tinjauan hukum positif dalam hal ini Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan juga dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur (pedofilia). Anak yang menjadi korban pencabulan berhak mendapatkan pengobatan, rehabilitasi, pendampingan psikolog, mendapatkan pendampingan dari penyidikan, penuntutan sampai pengadilan, hal tersebut dituangkan dalam Pasal 69A, serta korban yang berhak mengajukan hak restitusi diatur dalam Pasal 71D. Perlindungan khusus bagi Anak korban kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Ayat Huruf j dilakukan melalu i upaya yaitu edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan; rehabilitasi social; pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan, dan; pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di siding pengadilan serta adanya sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku yang terdapat pada Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Kata kunci : Perlindungan Anak, Pencabulan, Hukum Positif

Anak adalah amanah sekaligus karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena didalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga ditangan anak- anaklah kumajuan suatu bangsa tersebut akan ditemukan (Nashirana, 2011). Anak hendaknya diperlakukan dengan baik dalam lingkungan keluarga yang bahagia, penuh kasih sayang dan pengertian (Huraerah, 2006)

Anak dibawah umur adalah seorang yang belum genap berumur 18 tahun atau masih berusia dibawah 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan. Sedangkan menurut UU No.

23 anak yang menyandang cacat mental adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan perlakuan umtuk memperhatikan perkembangan dan peranan anak sebagai generasi penerus bangsa

merupakan suatu hal yang harus dipegang oleh pemerintah. Anak yang belum matang secara mental dan fisik kebutuhannya harus dicukupi, pendapatnya harus dihargai serta diberikan pendidikan yang benar dan kondusif, karena anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan pribadi serta kejiwaannya agar dapat tumbuh dengan berkembang menjadi anak yang dapat diharapkan sebagai penerus bangsa.

Anak memiliki potensi dan peran strategis dalam kelangsungan dan eksistensi bangsa pada masa depan, hal itu merupakan tanggung jawab yang nantinya harus diemban demi terwujudnya cita-cita bangsa untuk memikul tanggung jawab tersebut, anak diberi kesempatan yang seluas- luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, kesempatan tumbuh dan berkembang bukan hanya mencakup pertumbuhan dan perkembangan fisik tetapi juga mencakup pertumbuhan dan perkembangan mental sosial.

Anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, perhatian, kasih sayang, dan pendidikan demi kesejahteraan anak tersebut. Anak

(3)

Jurnal Humaniora, Vol.6, No. 2, Oktober 2022 : 88-101 http://jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora

harus mendapat perlindungan khusus terhadap kepentingan fisik dan mentalnya, hal itu diharapkan agar anak dapat bertumbuh kembang dengan baik dan anak terlindungi dari ancaman kejahatan yang membahayakan dirinya.

Hal di atas tersebut berkaitan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dibentuk oleh pemerintah agar hak-hak anak dapat diimplementasikan di Indonesia. Kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap harkat dan martabat anak sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1979 ketika membuat Undang-undang Nomor: 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan sampai sekarang. Namun hingga keluarnya Undang- undang Anak dan sampai sekarang kesejahteraan dan pemenuhan hak anak masih jauh dari yang diharapkan, hal ini dapat dilihat dari situasi dan kondisi anak sekarang, jika situasi dan kondisi anak sekarang apabila dilihat dari sisi Pendidikan.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mengatakan bahwa:

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Maraknya kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur begitupun dengan kasus kekerasan sexsual terhadap wanita, karena berdasarkan jumlah yang sangat banyak Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise menyebutkan hal tersebut sebagai fenomena gunung es. “Sudah banyak sekali jumlah kasusnya. Itu fenomena

gunung es kita katakan,” ucap yohana kepada wartawan di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, selasa (3/5). Di tahun 2016, Yohana mencatat sudah ada lebih dari 5.000 kasus pencabulan anak. Data ini didapatkan dari laporan yang ada di kepolisian, dari kepolisian unit perempuan dan anak dan pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak, sampai tahun 2016 yang terlapor untuk kasus anak sebanyak 5.769 kasus.

Indonesia adalah Negara hukum, hal itu secara tegas diatur dalam konstitusi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “negara Indonesia adalah negara hukum” (Asshidiqie). Masyarakat yang berkembang menghendaki Negara memiliki struktur organisasi yang lebih responsive terhadap tuntutan mereka. Terwujudnya efektivitas dan efisiensi baik dalam pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam pencapaian tujuan penyelenggara pemerintahan juga menjadi harapan masyarakat yang ditumpuhkan Negara. Hal itu menunjukan bahwa segala kegiatan negara dan pemerintahannya seharusnya berdasarkan hukum dan perundang- undangan.

KAJIAN PUSTAKA Tinjauan Yuridis

Tinjauan yuridis adalah kegiatan merangkum sejumlah data besar yang masih mentah kemudian mengelompokan atau memisahkan komponen- komponen serta bagian-bagian yang relevan untuk kemudian mengkaitkan data yang dihimpun untuk menjawab permasalahan. Tinjauan merupakan usaha untuk menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasil analisis dapat dipelajari dan diterjemahkan dan memiliki arti.

(4)

Analsisis Yuridis Normatif

(Yanto & Rochmawanto, 2022) - 91 - Sedangkan yuridis adalah semua hal yang

mempunyai arti hukum yang diakui sah oleh pemerintah. Aturan ini bersifat baku dan mengikat semua orang di wilayah dimana hukum tersebut berlaku, sehingga jika ada orang yang melanggar hukum tersebut bisa dikenai hukuman (Surayin, 2005).

Tindak Pidana

Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan (Kansil, 1989).

Dalam hukum pidana positif, istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri.

Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin, yakni kata delictum (Prasetyo, 2011).

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam unsur tindak pidana dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:

Unsur Objektif:

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur- unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan dimana keadaan si

pelaku itu harus dilakukan, yaitu sebagai berikut:

-Sifat melanggar hukum;

-Kualitas dari si pelaku;

-Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Unsur Subjektif:

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan culpa);

b. Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

c. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya;

d. Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu;

e. Perasaan

Pengertian Pencabulan (pedofilia)

“Secara harafiah pedofilia berarti cinta pada anak-anak, akan tetapi telah terjadi perkembangan kemudian sehingga secara umum digunakan sebagai istilah untuk menerangkan salah satu kelainan perkembangan psikoseksual dimana individu memiliki hasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak” (Supardi, 2005)

(5)

Jurnal Humaniora, Vol.6, No. 2, Oktober 2022 : 88-101 http://jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora

Pedofilia merupakan aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak di bawah umur, terkadang anak tersebut yang menyediakan diri menjadi pasangan orang dewasa setelah melalui bujukan halus, tapi yang lebih sering penderita pedofilia memaksa dengan ancaman terhadap anak-anak di bawah umur untuk mendapatkan kesenangan. “Tapi yang lebih sering penderita pedofilia memaksa dengan ancaman terhadap anak-anak di bawah umur untuk mendapatkan kesenangan seksual pada masyarakat tradisional, kasus-kasus pedofilia seringkali dikaitkan dengan upaya seseorang mencari kesaktian atau kekebalan” (Asnawi, 2005).

Tindak Pidana Pencabulan

Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. Misalnya mengelus-elus atau menggosok- gosokan penis atau vagina, memegang buah dada, mencium mulut seorang perempuan.

Menurut R. Soesilo yaitu “Segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji semua itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan lain sebagainya. Pada umumnya yang menjadi pencabulan ini adalah anak-anak”

9Soesilo, 1996).

Jika seorang dewasa melakukan hubungan seksual dengan seorang anak di bawah umur 14 (empat belas) tahun maka tindakan tersebut disebut sebagai “statutory rape” dan jika anak tersebut

berumur di bawah 16 (enam belas) tahun maka disebut sebagai “carnal connection”. Pelaku

“statutory rape” akan mendapat ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pelaku

“carnal connection” (Gultom).

METODE PENELITIAN

Metode merupakan suatu unsur mutlak yang harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum diperlukan yang namanya penelitian hukum yaitu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu untuk mempelajari gejala hukum tertentu dengan menganalisisnya dan untuk mengetahui masalah agar penulis dapat melakukan evaluasi permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam pengumpulan bahan, fakta, dan data yang diperlukan peneliti menggunakan metode sebagai berikut:

Penulis ingin melakukan pendekatan dengan mengkaji konsep yuridis normatif terhadap kasus tindak pidana pencabulan anak di bawah umur (pedofilia). Studi Kasus Putusan Nomor:

53/Pid.Sus/2018/PN.Lmg.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, untuk memberikan gambaran yang selengkap-lengkapnya mengenai tinjauan hukum positif dalam hal ini Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan juga dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur (pedofilia).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu hukum yang bersifat deskriptif

(6)

Analsisis Yuridis Normatif

(Yanto & Rochmawanto, 2022) - 93 - yaitu akan penulis terangkan di bawah ini sebagai

berikut: Dalam penelitian deskriptif penulis akan memberikan argumentasi atas hasil yang diperoleh melalui sumber-sumber penelitian.

Adapun sumber-sumber penelitian yang merupakan hasil dari perkembangan pikiran penulis berdasarkan pendekatan yuridis normatif terhadap hukum positif yang berlaku terhadap kasus yang diangkat oleh penulis.

Pendekatan dalam penelitian adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan undang-undang adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi lainnya yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani (Marzuki, 2005)

Sedangkan pendekatan kasus adalah pendekatan yang menggunakan ratio decidendi, yang merupakan alasan-alasan hukum yang akan digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya (Marzuki, 2005).

Seluruh data yang dikumpulkan oleh Penulis selanjutnya diklasifikasi dan dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan dari bahan-bahan yang didapatkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas.

Kesimpulan- kesimpulan tersebut atau pesan- pesan dari berbagai macam bahan yang telah dianalisis digunakan untuk mengkaji dan membahas permasalahan yang diteliti oleh penulis pada penelitian ini. hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pembahasan dan kesimpulan yang relevan serta sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Koban Dari Tindak Pencabulan (Pedofilia)

Bentuk Perlindungan Hukum Secara Yuridis Terhadap Anak sebagai Korban dari Tindak Pidana Pencabulan sebagai berikut:

Mengenai hak-hak anak yang dapat dikaitkan dengan perlindungan bagi anak korban dari Tindak Pidana Pencabulan akan penulis uraikan berikut:

1. Menurut Konvensi tentang Hak-Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996, sebagai implementasinya hak- hak anak yang ada di dalam konvensi tersebut didasari dengan 4 (empat) prinsip dasar yaitu:

a. Prinsip non diskriminasi

b. Kepentingan terbaik bagi anak (best unterest of the child)

c. Prinsip atas hak hidup, kelangsunan dan perkembangan (the rihts to and development).

d. Pemeliharaan terhadap pendapat anak (respect for the view of the child).

2. Menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Secara umum Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur secara jelas perlindungan hukum bagi anak di bawah umur, yang seharusnya negara memberikan kelangsungan hidup secara penuh atas diskriminasi bahkan kekerasan seksual terhadap anak. Hal tersebut dituangkan di dalam Pasal 28B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

3. Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

(7)

Jurnal Humaniora, Vol.6, No. 2, Oktober 2022 : 88-101 http://jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora

Acara Pidana. Dalam KUHAP mengenai perlindungan hak saksi (korban) antara lain berupa:

a. Hak mengadukan laporan atau pengaduan

b. Hak memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan

c. Hak mendapatkan penerjemah atau juru bicara

d. Hak bebas dari pertanyaan yang menjerat

e. Hak Mendapatkan Ganti Rugi.

f. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perlindungan hukum tersebut dituangkan di dalam Pasal 290 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Adapun beberapa hak anak di dalam Undang- undang Nomor: 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang dapat dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana pencabulan yaitu:

a. Hak mendapatkan perawatan, asuhan dan bimbingan,

b. Hak mendapatkan perlindungan terhadap lingkungan hidup.

5. Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang Nomor: 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban biasanya yang dikaitkan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor:

13Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Adapun prinsip perlindungan anak yang tercantum dalam Undang undang yang dimaksud yaitu:

a. Anak tidak dapat berjuang sendiri b. Kepentingan terbaik anak (the best

interest of the child)

c. Ancaman daur kehidupan (life circle approach).

Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak Dibawah Umur. Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan. Nomor: 53/Pid.Sus/2018.

1. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Negeri Lamongan. Nomor: 53/Pid.Sus/2018.

Dalam hukum acara dipersidangan telah diuraikan dua (2) kronologi peristiwa yang dilakukan oleh terdakwa sesuai dengan putusan pengadilan, sebagai berikut :

Bahwa, dalam kronologi pertama kejadian yang menimpa Anak Nonik Zukiyah sebagai berikut:

Bahwa pada hari jumat bulan oktober 2017 sekira pukul 11.00 WIB. Suwaktu Anak Nonik Zukiyah dating kerumah Terdakwa (Madrais Bin Atrup) untuk menemani cucu Terdakwa.

Bahwa pada saat Terdakwa melihat Anak Nonik Zukiyah sedang tiduran dikasur dengan posisi terlentang, Terdakwa menjadi teransang kemudian mendekati lalu menindih tubuh Anak Nonik Zukiyah, Terdakwa langsung menciumi kedua pipi Anak Nonik Zukiyah secara bergantian beberapa kali.

Bahwa setelah menciumi pipi Anak Nonik Zukiyah Terdakwa Selanjutnya membuka baju

(8)

Analsisis Yuridis Normatif

(Yanto & Rochmawanto, 2022) - 95 - Anak Nonik Zukiyah lalu meremas-remas kedua

payu dara Anak Nonik Zukiyah dengan tangannya, menciumi dan menjilati kedua payudara Anak Nonik Zukiyah dengan lidahnya.

Bahwa setelah itu Terdakwa membuka rok dan celana dalam Anak Nonik Zukiyah lalu Terdakwa mengesek-gesekkan tangannya pada alat kelamin atau kemaluan Anak Nonik Zukiyah.

Bahwa selanjutnya Terdakwa menciumi dan menjilati alat kelamin atau kemaluan Anak Nonik Zukiyah.

Bahwa setelah itu Terdakwa memasukkan jari telunjuknya kedalam kelamin Anak Nonik Zukiyah.

Bahwa selanjutnya Terdakwa membuka celana pendeknya, lalu Terdakwa memasukkan alat kelaminnya kedalam alat kelamin atau kemaluan Anak Nonik Zukiyah sambil menggerakkan maju mundur beberapa kali.

Bahwa setelah melakukan perbuatan tercela itu Terdakwa lalu pergi mandi, dan setelah mandi Terdakwa memberikan uang sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah) kepada Anak Nonik Zukiyah.

Bahwa, dalam kronologi kejadian yang menimpa Anak Nonik Zukiyah yang kedua sebagai berikut:

Bahwa pada hari jumat tanggal 15 Desember 2017 pukul 06.30 WIB. Untuk yang kedua kalinya Terdakwa (Madrais Bin Atrup) melakukan hal tersebut dengan cara yang sama menyetubuhi anak Anak Nonik Zukiyah Di depan TV rumah Terdakwa dengan menyuruh Anak Nonik Zukiyah diam serta menjanjikan akan diberikan sejumlah uang.

Bahwa setelah selesai menyetubuhi Anak Nonik Zukiyah Terdakwa memberikan uang

sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) kepada Anak Nonik Zukiyah.

Bahwa selanjutnya Anak Nonik Zukiyah disuruh pulang kerumahnya.

Bahwa pada waktu anak Anak Nonik Zukiyah akan buang air kecil merasakan sakit dan dan berdarah alat kelaminnya hingga akhirnya Anak Nonik Zukiyah menceritakan kronologi yang dialaminya kepada orang tuanya.

Sehubungan dengan kejadian tersebut orang tua Anak Nonik zukiyah membawanya ke Dokter guna memastikan keadaan Anak tersebut.

Bahwa dari hasil pemeriksaan korban anak Nonik Zukiyak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Soegiri Lamongan adalah menyatakansebagai berikut ini:

Hasil pemeriksaan dalam:

GE : Fluor++

RT : TSA cukup, mukosa licin.

Hymen robekan lama sampai dasar disemua jam.

Kesimpulan : Penderita seperti wanita yang sudah menikah.

Sesuai Visum et repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soegiri Lamongan Nomor:

445/002.3/413.209/2017 tanggal 10 Januari 2018 yang dibuat dan ditandatanggani atas kekuatan sumpah jabatan oleh Dokter Trimayanti Olfah Sp.

OG.

2. Barang bukti

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lamongan yang menangani perkara pidana Nomor:53/Pid.Sus2018/PN.Lmg. Menyatahkan secara sah barang bukti milik korban yaitu berupa:

- 1 (satu) buah baju muslim Panjang warna pink.

- 1 (satu) buah celana Panjang warna pink.

(9)

Jurnal Humaniora, Vol.6, No. 2, Oktober 2022 : 88-101 http://jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora

- 1 (satu) jilbab warna biru.

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dalam Dakwaan Pertama;

Primair:

Sebagaima diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor: 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak yang berbunyi:

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Pasal 76D yang dimaksud, berdasarkan Undang-Undang Nomor:35 Tahun 2014 yang berbunyi, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Subsidair:

Sebagaima diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor: 35 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak yang berbunyi:

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Atau Kedua:

Sebagaima diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor: 35 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan anak yang berbunyi:

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Pasal 76E yang dimaksud sesuai UU 35/2014 yang berbunyi, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya sebagai berikut ini:

1. Menyatakan Terdakwa (Madrais Bin Atrup) tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaiaan kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, seperti yang didakwakan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 81 ayat (2) Undang- Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa (Madrais Bin Atrup) dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dan denda sebesar Rp.

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan, dikurangi selama Terdakwa ditahan, dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan.

Menyatakan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah baju muslim Panjang warna pink.

(10)

Analsisis Yuridis Normatif

(Yanto & Rochmawanto, 2022) - 97 - - 1 (satu) buah celana Panjang warna pink.

- 1 (satu) jilbab warna biru.

4. Menetapkan agar Terdakwa (Madrais Bin Atrup) dibebani biaya perkara sebesar Rp.5000,- (lima ribu rupiah).

5. Amar Putusan

Mengingat, Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta peraturan lain dalam perkara ini.

Dalam Amar Putusan Nomor:

53/Pid.sus/2018/PN.Lmg. Majelis Hakim menyatakan sebagai berikut ini:

Menyatakan Terdakwa (Madrais Bin Atrup) tidak tebukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan pertama primair;

Membebaskan Terdakwa (Madrais Bin Atrup) dari dakwaan pertama primair tersebut;

Menyatakan Terdakwa (Madrais Bin Atrup) tebukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan tipu muslihat membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya” sebagaimana dakwaan pertama subsidair;

Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa (Madrais Bin Atrup) oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh Terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;

Menetapkan masa penangkapan dan

penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Terdakwa (Madrais Bin Atrup) tetap ditahan;

Menetapkan barang bukti berupa:

1 (satu) buah baju muslim Panjang warna pink.

1 (satu) buah celana Panjang warna pink.

1 (satu) jilbab warna biru.

Membebankan kepada Terdakwa (Madrais Bin Atrup) membayar biaya perkara sejumlah Rp.5.000,- (lima ribu rupiah)

Demikian putusan diatas tersebut dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lamongan, yang pada hari Jumat, tanggal 25 Mei 2018. Oleh Hj. Nova flory Bunda, S.H., M.

Hum. Sebagai Hakim Ketua yang mengucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin, tanggal 18 Mei 2018.

Analisis Putusan Nomor:

53/Pid.Sus/2018/PN.Lmg.

Berdasarkan dari duduk perkara sampai dengan amar putusan yang telah diuraikan diatas tersebut, penulis menganalisis mengenai fakta hukum acara pidana saimpai dengan amar putusan dalam persidangan sebagai berikut:

Bahwa Majelis Hakim mempertimbangkan dengan Dakwaan Pertama Subsidair, Terdakwa didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang- Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Adapun unsur-unsurnya sebagai berikut:

Unsur setiap orang;

Unsur dengan sengaja melakukan tipu

(11)

Jurnal Humaniora, Vol.6, No. 2, Oktober 2022 : 88-101 http://jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora

muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Akan melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Analisis terhadap Putusan Hakim Pengadilan Negeri Lamongan yang mengadili Perkara Nomor:

53/Pid.Sus/2018.PN.Lmg tersebut dalam menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa (Madrais Bin Atrup) lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sebelumnya telah dituntut dengan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor:

35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Akan tetapi Majelis Hakim memiliki pandangan lain mengenai kasus ini dan Majelis Hakim memiliki alasan yang mendasari yaitu sebagai berikut:

- Terdakwa (Madrais Bin Atrup) tidak terbukti melakukan pengancaman dan penganiayaan -Terdakwa berperilaku sopan selama dalam mengikuti persidangan persidangan.

-Terdakwa belum pernah terjerat kasus hukum ataupun dihukum.

-Terdakwa menyesali atas perbuatannya yang tak bermoral tersebut.

Analisis putusan ditinjau dari positif

Berdasarkan dari duduk perkara sampai dengan amar putusan yang telah diuraikan diatas tersebut, penulis dapat menganalisis mengenai hukum acara pidana dalam persidaangan yang ditinjau dari hukum positif yaitu sebagai berikut:

a. Terdakwa (Madrais Bin Atrup) tebukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja melakukan tipu muslihat membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya”

sebagaimana dalam dakwaan pertama subsidair b. Berdasarkan fakta-fakta hukum dalam hukum

acara pidana, bahwa menurut pengakuan saksi korban (Anak Nonik Zukiyah). Terdakwa (Madrais Bin Atrup) telah melakukan pencabulan 6 kali terhadap saksi korban (Anak Nonik Zukiyah) di waktu yang berbeda-beda dengan modus yang sama, setelah melakukan pelecehan seksual terhadap saksi korban (Anak Nonik Zukiyah), saksi korban selalu diberikan uang dan setelah itu disuruh pulang

c. Sedangkan Terdakwa (Madrais Bin Atrup) hanya mengakui perbuatannya hanya 2 kali saja

Untuk kronologi pristiwa hukum dalam amar putusannya hanya diterangkan 2 kronologi saja, sehingga dapat mengguntungkan Terdakwa (Madrais Bin Atrup), seharusnya jaksa penuntut umum menguraikan semua kronologi peristiwa hukumnya sehingga dapat menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memberikan putusan mengenai perkara ini.

Hakim memberikan putusan dengan hukuman pidana hanya 8 (delapan) tahun, tentu hal tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penutut umum yang terdapat pada poin-poinnya dan unsur-unsurnya yang perlu digaris bawahi sebagai beikut:

Dengan sengaja melakukan tipu muslihat Melakukan serangkaiaan kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain

Sebagaimana yang didakwakan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa (Madrais Bin Atrup) dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dan denda

(12)

Analsisis Yuridis Normatif

(Yanto & Rochmawanto, 2022) - 99 - sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

subsidair 3 (tiga) bulan kurungan, dikurangi selama Terdakwa Terdakwa (Madrais Bin Atrup) ditahan, dengan perintah agar Terdakwa Terdakwa (Madrais Bin Atrup) tetap ditahan

Majelis hakim seharusnya lebih memperhatikan nasib korban terhadap masa depannya dan dengan memberikan hukuman sesui dengan tuntutan jaksa penuntut umum agar dapat memberikan efek jera bagi Terdakwa Terdakwa (Madrais Bin Atrup) dan juga dapat sebagai pelajaran bagi orang-orang yang hendak melakukan percobaan pencabulan terhadap anak, karena akhir- akhir ini sangat marak sekali tindak pidana pendabulan anak di Indonesia khususnya yang telah terjadi di daerah kabapaten lamongan sendiri

Adapun ketentuan batas maksimumnya bagi tindak pidana pencabulan anak, dapat di pidana penjara adalah 15 (lima belas) tahun dan jika dilakukan berturut-turut dapat dijatuhkan 20 (dua puluh) tahun penjara untuk pidana yang ancaman pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup dan selama waktu 33 tertentu antara pidana penjara seumur hidup dan pidana selama waktu tertentu, begitu juga batas 15 (lima belas) tahun ini dapat dilampaui sebab pidana tambahan karena perbarengan, pengulangan, atau karena Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, jika seadainya hakim mempertimbangakan seperti uraian di atas tersebut, dan dengan mengoparasikan undang-undang dalam hukum positif tentunya dapat memberikan hukuman terhadap Terdakwa (Madrais Bin Atrup), sebagaimana yang telah didakwakan jaksa penuntut umum, karena menurut pengakuan Terdakwa (Madrais Bin Atrup) awalnya tidak mengakui

perbuatannya dan berbelit-belit, akan tetapi setelah adanya alat bukti surat dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soegiri Lamongan Nomor:

445/002.3/413.209/2017 tanggal 10 Januari 2018 yang dibuat dan ditandatanggani atas kekuatan sumpah jabatan oleh Dokter Trimayanti Olfah Sp.

OG. Yang dijadikan alat bukti dalam persidangan, Terdakwa (Madrais Bin Atrup) baru mengakuinya tetapi dalam pengakuannya tersebut hanya melakukan perbuatan pencabulan terhadap saksi korban hanya 2 (dua) kali sedangkan disisi lain menurut saksi korban menyatahkan bahwa dirinya telah dicabuli 6 (enak) kali di rumah Terdakwa (Madrais Bin Atrup) dengan waktu yang berbeda- beda dengan modus yang sama dan kejadian tersebut dilakukan Terdakwa (Madrais Bin Atrup) setiap hari jumat, dikarenakan pada hari tersebut Terdakwa (Madrais Bin Atrup) libur tidak bekerja, seharusnya hal tersebut juga dapat menjadi pertimbangan majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan, sehingga dapat memperberat hukuman karena alasan terdakwa (Madrais Bin Atrup) yang berbelit-belit seolah-olah tidak tahu dan tidak mengakui perbuatan tercelanya kepada saksi korban pada awalnya pengakuannya, sebagaimana berdasarkan fakta dan peristiwa hukum dalam persidangan yang telah diuraikan diatas tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Bentuk perlindungan hukum secara yuridis terhadap anak selaku korban tindak pidana pencabulan telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan secara khusus untuk anak

(13)

Jurnal Humaniora, Vol.6, No. 2, Oktober 2022 : 88-101 http://jurnal.abulyatama.ac.id/humaniora

terdapat pada Undang-undang Nomor: 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yaitu:

Dirahasiakan identitasnya, hal tersebut dituangkan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Mendapatkan bantuan hukum, hal tersebut dituangkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Anak yang menjadi korban pencabulan berhak mendapatkan pengobatan, rehabilitasi, pendampingan psikolog, mendapatkan pendampingan dari penyidikan, penuntutan sampai pengadilan, hal tersebut dituangkan dalam Pasal 69A, serta korban yang berhak mengajukan hak restitusi diatur dalam Pasal 71D.

Perlindungan khusus bagi Anak korban kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Ayat Huruf j dilakukan melalui upaya yaitu edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan; rehabilitasi social;

pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan, dan; pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di siding pengadilan serta adanya sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku yang terdapat pada Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Korban berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua memiliki tugas berkewajiban untuk bertanggung jawab memberikan perlindungan serta menjamin terpenuhinya hak-hak anak sesuai dengan aturan hukum yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis.

Pemberian perlindungan dan pendampingan pada saat proses penyidikan penuntutan sampai proses persidangan. Penyidikan, penuntutan, sampai proses persidangan memang harus di dampingi, karena kita tidak pernah tahu jika ada oknum-oknum yang bermain dan adanya tumpang tindih proses yang ada serta adanya penerapan hukum yang tidak sesuai

DAFTAR PUSTAKA

Nashirana. 2011. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Indonesia. Jakarta:

Rajawali Pers.

Abu Huraerah, 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta: Nusantara.

Jimly Asshiddiqiee. 2016. Perkembangan dan Konsolidasi Lemaga Negara Pasca Reformasi Sekretaris Jedral dan Mahkamah Konstitusi RI.Jakarta.

Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Teguh Prasetyo. 2011. Hukum Pidana. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.

Sawatri Supardi S. 2005. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, Bandung: PT. Refika Aditama.

Mohammad Asmawi. 2005. Lika-Liku Seks Menyimpang Bagaimana Solusinya.

Yogyakarta: Darussalam Offset.

Surayin. 2005. Analisis Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya R. Soesilo. 1996. Kitab-Kitab Undang Hukum

Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor:

Politea.

(14)

Analsisis Yuridis Normatif

(Yanto & Rochmawanto, 2022) - 101 - Maidin Gultom. 2012. Perlindungan Hukum

terhadap Anak dan Perempuan.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana.

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Kitab Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Lain-lain atau Internet

https://www.jurnalasia.com/nasional/5- 769-anak-di-indonesia-korban- pencabulan/. diakses pada tanggal 10 Januari 2021 pukul 20.25 WIB

diakses pada tanggal 10 Januari 2021 pukul 21.20 WIB

Putusan Pengadilan Negeri Lamongan.

Nomor: 53/Pid.Sus/2018

Referensi

Dokumen terkait

Desa Kolongan Kecamatan Talawaan pada dasarnya Usaha tani buah lokal di desa kolongan kecamatan talawaan masih merupakan andalan bagi kontribusi peningkatan

Hasil analisis dengan korelasi didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu hamil primigravida dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi

Dalam ajaran Islam, ibadah manusia dan jin lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah para malaikat, karena manusia dan jin bisa menentukan pilihannya

Pada tanggal 28 Desember 2010 dan 21 April 2011, Entitas Induk bersama dengan SDN, DKU, BIG dan PT Mitra Abadi Sukses Sejahtera, pihak berelasi, menandatangani

Pernikahan bagi manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

Berdasarkan data pada tabel 8 tingkat kepuasan pengunjung objek wisata Puncak Temboan mengenai dimensi jaminan berada pada rata-rata 77.71% atau pada kriteria

Berminat mengajukan permohonan beasiswa PPA Th. 2016 dengan ketentuan, bahwa saya mengisi keterangan-keterangan tersebut dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari terbukti

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Status Gizi pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten 1 Kabupaten Karanganyar..