• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model PRECEDE-PROCEED dalam Promosi Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Model PRECEDE-PROCEED dalam Promosi Kesehatan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Laporan Kasus : Tuberkulosis Okular sebagai Penyebab Uveitis Intermediet: Serial Kasus

Penyaji : Sarah Riskita

Pembimbing : Elfa Ali Idrus, dr., Sp.M

Telah ditinjau dan disetujui oleh Pembimbing

Elfa Ali Idrus, dr., Sp.M

(2)

Ocular Tuberculosis as a cause of Intermediate Uveitis: A Case Series

Sarah Riskita1, Elfa Ali Idrus1,2

1Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Padjadjaran University Bandung, Indonesia

2Indonesia National Eye Centre, Cicendo Eye Hospital, Bandung, Indonesia

Abstract: Mycobacterium tuberculosis, an acid-fast, obligate aerobic bacteria, is the source of the infectious illness tuberculosis. Although extrapulmonary organs like the eyes can become infected, lungs are the primary target of tuberculosis. Ocular tuberculosis is the infection of Mycobacterium Tuberculosis in the eye. Ocular Tuberculosis diagnosis and treatment is still highly difficult and varied.

Purpose: To report two cases with ocular tuberculosis as a cause of intermediate uveitis.

Case Series: Case I. A 45-years-old woman came with a chief complaint of floaters since one year ago on both eyes. Examination of both eyes revealed positive snowball, snowbank, and vitreous cell with positive IGRA test. The patient was diagnosed with Uveitis Intermediate ec Tuberculosis ocular ODS + Secondary Glaucoma ODS. She was given pharmacological therapy. Case II. A 53-years-old woman came with a chief complaint blurred vision on right eye since one month ago. Examination on right eye revealed vitreous cell with positive IGRA test. The patient was diagnosed with Uveitis Intermediate ec Tuberculosis ocular ODS. She was given pharmacological therapy.

Discussion: In Indonesia, infectious uveitis is the most frequent kind of uveitis, with tuberculosis being one of the most common etiologies. The diagnosis of ocular tuberculosis is varied and challenging to confirm.

Conclusion: The main goals of uveitis treatment are to reduce inflammation, fix structural damage, and avoid complications. Treatment plan can be determined with the use of an accurate diagnostic to ascertain the underlying etiology of infection and inflammation.

Keywords: tuberculosis ocular, intermediate uveitis, uveitis

Pendahuluan

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri aerob obligat tahan asam. Secara primer penyakit tuberkulosis menyerang organ paru-paru, tetapi dapat menginfeksi organ extrapulmonal seperti mata. Infeksi M. Tuberculosis pada mata disebut tuberkulosis okular dapat melibatkan bagian mata superfisial, intraokular, maupun struktur di sekitar mata, dengan atau tanpa keterlibatan sistemik. Tuberkulosis okular dapat menyebabkan penurunan fungsi

penglihatan dan kualitas hidup seseorang.1-3

Tidak ada data pasti mengenai TB okular dan penyebab uveitis di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan tingkat prevalensi TB yang tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) sepertiga penduduk dunia, yaitu lebih dari dua miliar orang diperkirakan terinfeksi bakteri M. Tuberculosis. Prevalensi TB okular di India mencapai 0.4-9.8%, di Thailand 2.2%, sementara di Filipina mencapai angka 6,8% dari total seluruh populasi.1-3

1

(3)

Di Indonesia, uveitis infeksius merupakan tipe uveitis yang sering ditemukan dan etiologi terbanyak disebabkan oleh toksoplasmosis dan TB.

Penegakan diagnosis TB okular masih sangat beragam dan menjadi problematika. Pengambilan spesimen yang sulit, terbatasnya alat diagnostik di beberapa daerah, dan beragamnya riwayat, tanda dan gejala yang dialami pasien membuat diagnosa TB okular tidak dapat terkonfirmasi. Mayoritas kasus yang dilaporkan sebagai TB okular merupakan probable/presumed case.2-4

Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk menyajikan serial kasus pada pasien dengan tuberkulosis okular sebagai penyebab dari uveitis intermediet.

Laporan Kasus

Kasus I

Pasien wanita berusia 45 tahun datang ke bagian Infeksi dan Imunologi PMN RS Mata Nasional Cicendo dengan keluhan utama terdapat bayangan seperti benang beterbangan yang bertambah banyak sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sebelumnya dirujuk dari rumah sakit di Garut dengan diagnosa uveitis intermediet ODS dan glaukoma sekunder ODS. Saat pemeriksaan, pasien menyampaikan penglihatan buram pada mata dirasakan sejak tahun terakhir dan muncul gejala yang sama pada mata kiri dalam 6 bulan terakhir. Keluhan tidak disertai dengan mata merah, nyeri pada mata, berair, fotofobia, atau sensasi benda asing.

Pasien tidak memiliki riwayat nyeri ataupun bengkak pada persendian.

Riwayat penyakit lain seperti batuk lama, pengobatan tuberkulosis, riwayat darah tinggi dan diabetes melitus juga

tidak ada. Riwayat keluarga dengan tanda dan gejala yang sama juga disangkal. Riwayat pengobatan yang digunakan dari rumah sakit sebelumnya adalah Prednisolon asetat 1xODS, Timolol 2xODS, Atropin sulfat, Metilprednisolon, Asetazolamid, Latanoprost dan Potasium klorida.

Pemeriksaan tanda vital pasien menunjukan hasil dalam batas normal.

Status generalis pasien dalam batas normal. Kedudukan bola mata orthotropia dengan pergerakan bola mata baik ke segala arah. Tajam penglihatan mata kanan adalah 0,5 pinhole tetap dan mata kiri 0,8 pinhole tetap. Tekanan intraokular mata kanan 17 mmHg dan mata kiri 16 mmHg diukur menggunakan tonometri non kontak.

Pemeriksaan slit lamp pada mata kanan menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif.

Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade II dengan flare dan cell negatif.

Pupil bulat, tidak ada sinekia pada iris, dan lensa jernih. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat, snowbank positif.

Pemeriksaan slit lamp pada mata kiri menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif.

Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade II dengan flare dan cell +/-. Pupil bulat, tidak ada sinekia pada iris, dan lensa jernih. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat, snowbank positif.

Pasien di diagnosis dengan uveitis intermediet ODS dengan glaukoma sekunder ODS. Pasien diberikan terapi air mata buatan dan timolol pada kedua mata. Pemeriksaan tambahan yang disarankan adalah rontgen toraks, tes interferon gamma release assay (IGRA), 2

(4)

dan tes profil antibodi anti-nuklir (ANA). Pasien kemudian disarankan untuk kontrol 2 minggu kemudian dan membawa hasil.

Pada pemeriksaan follow up dua minggu setelah pasien pertama kali datang dan seluruh pemeriksaan penunjang selesai dilakukan. Keluhan terdapat bayangan seperti benang beterbangan masih ada. Pemeriksaan tanda vital pasien menunjukan hasil

dalam batas normal. Status generalis pasien dalam batas normal. Kedudukan bola mata orthotropia dengan pergerakan bola mata baik ke segala arah. Tajam penglihatan mata kanan adalah 0,4 dan mata kiri 0,63. Tekanan intraokular mata kanan 16 mmHg dan mata kiri 21 mmHg diukur menggunakan tonometri non kontak. Pemeriksaan slit lamp pada mata kanan menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea

Gambar 1. Pemeriksaan anterior saat pemeriksaan pada mata kanan ditemukan vitreous cell (A) dan dilihat dengan magnifikasi yang lebih besar (B), serta tampak snowball pada pemeriksaan funduskopi, yaitu akumulasi sel pada vitreous yang berwarna putih kekuningan (C)

3

(5)

ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif. Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade II dengan flare dan cell negatif. Pupil bulat dan tidak ada sinekia pada iris. Lensa jernih dan ditemukan vitreous cell positif. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat, snowbank ++, snowball ++.

Pemeriksaan slit lamp pada mata kiri menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif.

Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade II dengan flare dan cell negatif.

Pupil bulat dan tidak ada sinekia pada iris. Lensa jernih dan ditemukan vitreous cell positif. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat, snowbank ++, snowball ++. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan memiliki hasil dalam batas normal pada rontgen toraks dan tes ANA, sementara tes IGRA memiliki hasil positif. Sehingga pasien di diagnosa dengan uveitis intermediet dan glaukoma sekunder pada mata kanan dan kiri dengan suspek tuberkulosis okular.

Pasien dirujuk ke balai paru untuk mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan diberikan obat Prednisolon asetat 6x, Siklopentolat hidroklodida 3x, Timolol 2x, dan air mata buatan yang digunakan untuk mata kanan dan kiri. Pasien dijadwalkan untuk follow up dua minggu kemudian. Prognosis pasien ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia, dan ad sanationam dubia

Kasus II

Pasien wanita berusia 53 tahun datang ke bagian Infeksi dan Imunologi PMN RS Mata Nasional Cicendo dengan keluhan utama mata kanan buram seperti ada asap sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan tidak disertai dengan mata merah, nyeri pada mata, berair, fotofobia, atau sensasi benda asing. Pasien tidak memiliki riwayat nyeri ataupun bengkak pada persendian. Riwayat penyakit lain seperti batuk lama, pengobatan tuberkulosis, riwayat darah tinggi dan diabetes melitus tidak ada. Riwayat keluarga dengan tanda dan gejala yang sama juga disangkal.

Pasien membawa hasil rontgen toraks dengan hasil dalam batas normal sementara hasil TB IGRA memiliki hasil positif. Pemeriksaan tanda vital pasien menunjukan hasil dalam batas normal.

Status generalis pasien dalam batas normal. Kedudukan bola mata orthotropia dengan pergerakan bola mata baik ke segala arah. Tajam penglihatan mata kanan adalah 0,08 dan mata kiri 0,16. Tekanan intraokular mata kanan 14 mmHg dan mata kiri 15 mmHg diukur menggunakan tonometri non kontak.

Pemeriksaan slit lamp pada mata kanan menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif.

Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade III dengan flare dan cell +/-. Pupil bulat dilatasi farmakologis dan tidak ada sinekia pada iris. Lensa agak keruh dan ditemukan vitreous cell positif. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat.

4

(6)

Gambar 2. Pemeriksaan segmen anterior saat pemeriksaan pada mata kanan tampak pupil bulat, dilatasi farmakologis dan tidak ada sinekia pada iris (A) serta pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat dengan batas yang tegas (B) vitreous cell didapatkan hasil positif (C)

Pemeriksaan slit lamp pada mata kiri menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif.

Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade III dengan flare dan cell negatif.

Pupil bulat, tidak ada sinekia pada iris.

Lensa agak keruh dan tidak ditemukan vitreous cell. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat.

Pasien di diagnosis dengan uveitis intermediet dan suspek tuberkulosis okular mata kanan. Pasien diberikan terapi air mata buatan, Prednisolon asetat

tapering off, Siklopentolat hidroklorida 3x pada mata kanan. Pasien dikonsulkan ke puskesmas untuk pemberian obat anti tuberkulosis selama 9 bulan. Pasien kemudian disarankan untuk kontrol dua minggu untuk melihat perkembangan penyakitnya.

Pada pemeriksaan follow up dua minggu, keluhan buram pada mata kanan mulai berkurang. Pemeriksaan tanda vital pasien menunjukan hasil dalam batas normal. Status generalis pasien dalam batas normal. Kedudukan bola mata orthotropia dengan pergerakan bola mata baik ke segala arah. Tajam penglihatan mata kanan adalah 0,125 dan

5

(7)

Tabel 1. Perbandingan pada kedua pasien

mata kiri 0,63. Tekanan intraokular mata kanan 16 mmHg dan mata kiri 17 mmHg diukur menggunakan tonometri non kontak. Pemeriksaan slit lamp pada mata kanan menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif. Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade III dengan flare dan cell +/-. Pupil bulat, dilatasi farmakologis dan tidak ada sinekia pada iris. Lensa agak keruh dan ditemukan vitreous cell positif. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat.

Pemeriksaan slit lamp pada mata kiri menunjukkan palpebra dan konjungtiva tenang. Pemeriksaan kornea ditemukan jernih dengan uji fluoresens negatif.

Kedalaman bilik mata depan Van Herick grade III dengan flare dan cell +/-. Pupil bulat dan tidak ada sinekia pada iris.

Lensa agak keruh dan tidak ditemukan vitreous cell. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat.

Pasien didiagnosis dengan uveitis intermediet dan tuberkulosis okular pada mata kanan. Pasien sedang dalam

pengobatan tuberkulosis bulan pertama dan diberikan obat untuk keluhan matanya, yaitu Prednisolon asetat 1x/alternate, Siklopentolat hidroklorida 3x, dan air mata buatan yang digunakan untuk mata kanan. Pasien dijadwalkan untuk follow up dua minggu kemudian.

Prognosis pasien ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia, dan ad sanationam dubia

Diskusi

Uveitis adalah kelainan okular yang disebabkan oleh infeksi, inflamasi, maupun idiopatik. Penyebab kebutaan di dunia tertinggi disebabkan oleh uveitis.

Menentukan penyebab pasti dari uveitis pada setiap pasien sangat esensial untuk menentukan tatalaksana yang tepat.

Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab terjadinya uveitis.

Tuberkulosis menjadi penyebab 10%

dari seluruh kejadian uveitis.1,5-7

Pada laporan kasus ini kedua pasien wanita berusia sekitar 40-50 tahun tanpa tanda, gejala dan kontak dengan pasien tuberkulosis pulmonal. Menurut

Pasien 1 Pasien 2

Usia, jenis kelamin 45 tahun, perempuan 53 tahun, perempuan Tajam penglihatan VOD 0,5 dan VOS 0,8 VOD 0,08 dan VOS 0,16 Tanda dan gejala Floaters, snowball, snowbank,

vitreous cell

Vitreous cell

Tanda, gejala, dan riwayat kontak TB pulmonal

Tidak ada tanda, gejala, dan kontak dengan pasien TB +

Tidak ada tanda, gejala, dan kontak dengan pasien TB + Rontgen toraks Dalam batas normal Dalam batas normal

IGRA Positif Positif

Pengobatan Tetes mata steroid, sikloplegik, timolol, air mata buatan, dan OAT

Tetes mata steroid, sikloplegik, air mata buatan, dan OAT

Prognosis Ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia, dan ad sanationam dubia

Ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia, dan ad sanationam dubia

6

(8)

Akmaljon, riwayat TB paru atau ekstraparu tidak ada pada mayoritas pasien yang menderita penyakit TB okular. Sekitar 60% pasien dengan tuberkulosis ekstra paru tidak memiliki tanda-tanda tuberkulosis paru, dan hasil rontgen toraks menunjukan dalam batas normal pada kasus tuberkulosis asimtomatik. Tidak adanya tuberkulosis paru yang nyata secara klinis tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tuberkulosis okular. Pada beberapa studi, standar penegakan diagnosis untuk dugaan uveitis tuberkulosis adalah relokasi dari daerah endemik tuberkulosis atau tempat tinggal, tanda- tanda oftalmologis dan klinis, dan riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis.1,2,3

Gejala yang dimiliki kedua pasien berupa penglihatan buram. Floaters dirasakan pada pasien II. Keluhan terjadi secara bilateral pada pasien I dan unilateral pada pasien II. Pada pemeriksaan dengan slitlamp pasien I didapatkan snowbank, snowball, dan vitreous cell. Sementara pasien II didapatkan vitreous cel positif.

Manifestasi uveitis dapat terjadi pada bagian anterior, intermediet, posterior, dan panuveitis. Gambaran uveitis anterior pada tuberkulosis bervariasi dari granulomatosa hingga non granulomatosa. Uveitis granulomatosa dideskripsikan dengan adanya presipitat keratik, nodul di tepi iris (nodul Koeppe) dan di permukaan iris (nodul Busacca), serta sinekia posterior.1,7,13

Tuberkulosis bertanggung jawab pada hampir setengah dari seluruh kasus uveitis intermediet pada negara endemis.

Badan vitreus dapat menjadi lokasi utama terjadinya peradangan. Pada uveitis intermediet yang disebabkan oleh tuberkulosis, tanda dan gejala dapat berupa peradangan kronis dengan pars

planitis, vitritis, vitreous snowballs, dan snowbanking. Jika tidak diatasi akan menimbulkan katarak komplikata, tekanan intraokular tinggi, edema makula cystoid, dan neovaskularisasi retina perifer. Pada uveitis posterior dapat timbul koroiditis, tuberkel, tuberkuloma atau abses subretina dengan gambaran khas koroiditis serpiginosa.1,6,8,13

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kedua pasien menunjukan hasil rontgen toraks dalam batas normal dan hasil tes IGRA menunjukan hasil positif. Pemeriksaan gold standard pada TB okular yaitu dengan ditemukannya M. tuberculosis pada cairan intraokular. Menurut Ratna, di India pasien dengan uveitis dan hasil IGRA positif memiliki hasil PCR positif tanpa gejala infeksi TB sistemik. Kultur dan PCR dari cairan intraokular sering menunjukan hasil negatif karena sedikitnya konsentrasi dan volume bakteri yang diambil. Diagnosis tuberkulosis okular hanya merupakan dugaan di hampir semua kasus yang dilaporkan.1,2,3

Tatalaksana yang diberikan pada kedua pasien adalah tetes mata steroid, sikloplegik, dan air mata buatan. Obat tetes mata timolol diberikan sebagai tambahan untuk pasien I. Obat anti tuberkulosis diberikan kepada kedua pasien karena memiliki hasil IGRA positif, yang sebelumnya sudah dikonsulkan ke balai paru/puskesmas setempat. Tatalaksana tuberkulosis okular sebaiknya dilakukan secara multidisiplin, tidak hanya melibatkan dokter spesialis mata, tetapi juga dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis paru.

Menurut Katherine, kortikosteroid sistemik diberikan bersama obat anti tuberkulosis (OAT) sebagai tatalaksana

7

(9)

lini pertama untuk mengurangi kerusakan jaringan mata akibat inflamasi. Regime yang diberikan adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol, dan pirazinamid. Pemberian OAT dilakukan selama 6 bulan. Menurut Ilaria, walaupun peran OAT dalam penyembuhan TB okular masih kontroversial tetapi pemberian OAT dapat mengurangi tingkat rekurensi pada pasien. Meta analisis dari 28 studi mengevaluasi efek dari OAT terhadap efek okular dari 1,917 pasien dengan hasil 84% pasien tidak mengalami rekurensi saat follow up.7,8,10,12

Dalam mengurangi inflamasi kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan. Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada beberapa kasus untuk menghindari efek samping dari penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Obat anti inflamasi non steroid (NSAID) digunakan untuk mengurangi inflamasi dan nyeri. Sikloplegik dapat diberikan untuk mencegah terjadinya sinekia posterior.1,6-8

Prognosis pada kedua pasien adalah quo ad vitam dubia ad bonam karena tidak mengancam jiwa. Quo ad functionam dubia karena walaupun pasien sudah dalam pengobatan, fungsi dari tajam penglihatan belum normal kembali. Quo ad sanationam dubia karena penyakit TB okular dapat sewaktu-waktu kambuh kembali dan pasien tetap disarankan untuk kontrol rutin untuk melihat perkembangan dari penyakitnya.

Simpulan

Prinsip penatalaksanaan uveitis adalah untuk menekan reaksi inflamasi, memperbaiki kerusakan struktur, dan mencegah komplikasi dari reaksi

inflamasi yang tidak terkontrol dan efek samping dari terapi yang diberikan.

Diagnosis yang tepat untuk menentukan etiologi yang mendasari terjadinya infeksi dan inflamasi dapat membantu penentuan terapi yang akan diberikan.

Penyakit yang mendasari uveitis harus diatasi secara komprehensif untuk mencegah perburukan dan komplikasi.

Referensi

1. Rapuano CJ, Stout JT, McCannel CA.

Uveitis and Ocular Inflammation.

Dalam: Basic and clinical science course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2021.

hlm. 67–239.

2. La Distia Nora, R., Sitompul, R., Bakker, M., Susiyanti, M., Edwar, L., Sjamsoe, S., Singh, G., van Hagen, M. P., & Rothova, A. (2017, November 3). Tuberculosis and other

causes of uveitis in

Indonesia. Eye, 32(3), 546–554.

https://doi.org/10.1038/eye.2017.231 3. Abdisamadov, A., & Tursunov, O.

(2020, September). Ocular tuberculosis epidemiology, clinic features and diagnosis: A brief review. Tuberculosis, 124, 101963.

https://doi.org/10.1016/j.tube.2020.1 01963

4. Singh, R. K., Bewtra, C., & Kher, P.

(2021, December 22). A review on Ocular Tuberculosis: Epidemiology,

Clinical Features and

Treatment. Journal of

Pharmaceutical Research International, 471–477.

https://doi.org/10.9734/jpri/2021/v33 i60b34642

5. Jabs D. Classification Criteria for Tubercular Uveitis. (2021b, August). American Journal of

8

(10)

Ophthalmology, 228, 142–151.

https://doi.org/10.1016/j.ajo.2021.03.

040

6. Whitcup S, Sen H. Whitcup and Nussenblatt's Uveitis, E-Book.

Philadelphia: Elsevier; 2021. hlm 29- 121.

7. Papaliodis G. Uveitis: A Practical Guide to the Diagnosis and Treatment of Intraocular Inflammation. Cham:

Springer; 2017. hlm 107-15.

8. Kon, O. M., Beare, N., Connell, D., Damato, E., Gorsuch, T., Hagan, G., Perrin, F., Petrushkin, H., Potter, J., Sethi, C., & Stanford, M. (2022, March). BTS clinical statement for the diagnosis and management of ocular tuberculosis. BMJ Open Respiratory Research, 9(1), e001225.

https://doi.org/10.1136/bmjresp- 2022-001225

9. Gupta, A., Sharma, A., Bansal, R., &

Sharma, K. (2014, October 14).

Classification of Intraocular Tuberculosis. Ocular Immunology and Inflammation, 23(1), 7–13.

https://doi.org/10.3109/09273948.20 14.967358

10. Gupta, V., Testi, I., Agrawal, R., Mehta, S., Basu, S., Nguyen, Q., &

Pavesio, C. (2020). Ocular tuberculosis: Where are we today? Indian Journal of Ophthalmology, 68(9), 1808.

https://doi.org/10.4103/ijo.ijo_1451_

20

11. Betzler, B. K., Gupta, V., & Agrawal, R. (2021, January 11). Clinics of ocular tuberculosis: A review. Clinical &Amp;

Experimental Ophthalmology, 49(2), 146–160.

https://doi.org/10.1111/ceo.13847 12. Shirley, K., Dowlut, S., Silvestri, J.,

Pavesio, C., & Foot, B. (2020, January 2). Presumed ocular tuberculosis in the United Kingdom: a British Ophthalmological Surveillance Unit (BOSU) study. Eye, 34(10), 1835–1841.

https://doi.org/10.1038/s41433-019- 0748-9

13. Gupta A, Gupta V, Herbort CP, Khairallah M. Uveitis Text and Imaging. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2009. hlm. 563–

78.

9

Referensi

Dokumen terkait

BUMN non infrastruktur adalah BUMN yang bidang usahanya diluar bidang di atas. Perusahaan bidang konstruksi termasuk dalam perusahaan BUMN non infrastruktur. Dengan

Akan tetapi bentuk perlindungan sementara seperti maksud dari undang-undang penghapusan KDRT kepada perempuan (isteri) korban KDRT belum pernah dilakukan karena

→ Bertanya tentang hal yang belum dipahami, atau guru melemparkan beberapa pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan materi Prinsip persatuan dalam keberagaman suku, agama,

Sampai dengan berlakunya ketentuan mengenai kewajiban Perusahaan Asuransi untuk memiliki Komisaris Independen paling sedikit separuh dari jumlah Dewan

Implementasi dalam penelitian ini adalah tindakan atau usaha yang dilakukan seluruh warga sekolah untuk menerapkan pendidikan kerakter berdasar pada budaya

bahwa dengan berlakunya bahwa dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai

(Esvandiari, 2006) Suhu adalah ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Definisi yang lebih tepat menyatakan suhu adalah ukuran kelajuan gerak partikel- partikel dalam suatu benda

1. Pelanggan adalah usaha pariwisata yang wajib mengikuti sertifikasi. Pelanggan Tersertifikasi adalah usaha pariwisata yang dinyatakan lulus sertifikasi sesuai dengan jenis