• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ETLE (ELEKTRONIK TRAFFIC LAW ENFORCEMENT) BAGI PELANGGAR LALU LINTAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ETLE (ELEKTRONIK TRAFFIC LAW ENFORCEMENT) BAGI PELANGGAR LALU LINTAS"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ETLE (ELEKTRONIK TRAFFIC LAW ENFORCEMENT) BAGI PELANGGAR LALU LINTAS

Diajukan Oleh

MUHAMMADI MUHTARI NIM: 4620101047

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BOSOWA

2023

(2)

ii HALAMAN PENGESAHAN

(3)

iii HALAMAN PENERIMAAN

(4)

iv HALAMAN PERNYATAAN KEORISINILAN

(5)

v ABSTRAK

Muhammad Mukhtari (4620101047), Analisis Efektivitas Pelaksanaan Etle

(Elektronik Traffic Law Enforcement) Bagi Pelanggar Lalu Lintas Dibimbing oleh Ruslan Renggong selaku pembimbin I, dan Baso Madiong selaku pembimbing II.

Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) pelaksanaan E-TLE

(Electronic Traffic Law Enforcement) dengan menggunakan CCVT dalam penyelesaian perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas 2) Faktor yang menghambat penerapan sistem E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) di Kota Makassar.

Metode penelitianayang di gunakan adalah penelitian Hukum Normatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan ETLE sudah berjalan efektif dalam hal penanganan praktik penyimpangan berupa pemungutan liar saat penindakan penilangan, karena sistem ETLE membuat antara petugas dan pelanggar tidak bertemu langsung sehingga hilanglah fenomena pemungutan liar itu. Sedangkan penerapan ETLE dalam hal kedisiplinan masyarakat Kota Makassar dianggap belum berjalan efektif karena didasari oleh pengetahuan akan peraturan lalu lintas dan sistem tilang elektronik ETLE ini masih sangat kurang sehingga masih ada pelanggaran yang terjadi. Juga masih maraknya masyarakat yang membudayakan perilaku patuh peraturan lalu lintas hanya jika ada petugas kepolisian yang berjaga. kemudian Faktor penghambat dari penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) di Kota Makassar ada beberapa, Faktor Penegak Hukum Jika terjadi kesalahan penginputan misalanya pada identitas pelanggar tentu sulit untuk melacak keberadaan pelanggar, Faktor Sarana dan Prasarana yang digunakan CCTV dapat mengalami offline secara tiba-tiba akibatkan jaringan yang belum kondusif, Faktor Masyarakat Banyak pengendara atau masyarakat yang tidak melakukan proses balik nama setelah melakukan transaksi pembelian kendaraan bermotor, yang mangakibatkan surat yang terkonfirmasi tidak sampai kepada pelanggar atau pemilik kendaraan saat ini.

Kata Kunci : Pelanggar, ETLE, Lalu Lintas

(6)

vi ABSTRACT

Muhammad Mukhtari (4620101047), Analysis of the Effectiveness of Etle (Electronic Traffic Law Enforcement) Implementation for Traffic Offenders Supervised by Ruslan Renggong as supervisor I, and Baso Madiong as supervisor II.

Results this study aims to determine: 1) the implementation of E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) using CCVT in the settlement of cases of traffic violations 2) Factors that hinder the implementation of the E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) system in Makassar City.

The research method used is Normative Law research. The results of the study show that the implementation of ETLE has been effective in terms of handling irregular practices in the form of illegal harvesting during fines, because the ETLE system prevents officers and offenders from meeting face to face so that the phenomenon of illegal collection disappears. Meanwhile, the application of ETLE in terms of the discipline of the people of Makassar City is considered not to be effective because it is based on knowledge of traffic regulations and the ETLE electronic ticketing system is still lacking so there are still violations that occur. Also, there are still many people who cultivate the behavior of obeying traffic rules only if there is a police officer on guard. then there are several inhibiting factors for the implementation of Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) in Makassar City, Law Enforcement Factors If an input error occurs, for example on the identity of the offender, it is certainly difficult to trace the whereabouts of the offender, Factors of Facilities and Infrastructure used by CCTV can suddenly go offline -Suddenly as a result of an unconducive network, Community Factors Many motorists or the public do not carry out the process of transferring names after making a purchase transaction for a motorized vehicle, which results in a confirmed letter not reaching the violator or the current vehicle owner.

Keywords: Violators, ETLE, Traffic

(7)

vii KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Hasil Penelitian tesis ini. Adapun judul tesis ini adalah “

ANALISIS EVEKTIVITAS PELAKSANAAN ETLE (ELEKTRONIK TRAFFIC LAW ENFORCEMENT) BAGI PELANGGAR LALU LINTAS”.

Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu besar harapan penulis semoga Hasil Penelitian tesis ini memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Hukum (M.H.) pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Bosowa.

Terselesaikannya Tesis ini dengan baik berkat dukungan, motivasi, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Batara Surya, M.Si, selaku Rektor Universitas Bosowa ; 2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Muhibuddin, M.S, selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Bosowa ;

3. Bapak Dr. Baso Madiong, S.H., M.H, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bosowa.

4. Bapak Dr. Baso Madiong, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan masukan, saran dan petunjuk dalam proses menyelesaikan Tesis ini ;

(8)

viii 5. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang

selalu memberikan masukan, saran dan petunjuk dalam proses menyelesaikan Tesis ini ;

6. Kakung Drs H Achmad Mathori, Uti Dra Widyastini Mhum, Wiwit sofiantari Mhum, Muhammad Widyantori Sip, Muhammad Agung Widodo Skom, orang tua, kakak adij yang telah Mendukung, memberikan motivasi.

Semangat yang tinggi selama perkuliahan hingga selesai.

7. Opa AKBP Bunyamin SH MH,oma Sri wahyuni, om berry, tante nini dan om ndut yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan.

8. Mamah Winda Eka Saputri Amd, abang Rafandra aqlaan Mukhtar , adeeva Shaqira mukhtar istri dan anak2 tercinta yang telah menemani pembuatan penulisan dengan penuh suka duka.

9. Rekan2 Keluarga Besar Polsek Tamalanrea dan Polsek Wajo yang telah mendukung untuk penyelesaian perkuliahan ini

10. Muhammad Ridwan ketua kelas andalanku serta kawan serta sahabat yang telah memberikan dukungan, bantuan tenaga dan waktu.

11. Semua Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Bosowa yang telah mengajarkan dan memberikan banyak ilmu dengan tulus. Semoga Ilmu yang di berikan dapat bermanfaat di dunia dan akhirat ;

12. Seluruh Staff Program Pascasarjana Universitas Bosowa tanpa terkecuali yang telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis terutama dalam hal administrasi akademik.

(9)

ix 13. Rekan-rekan Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum yang

telah membantu dan mendorong kami dalam penyelesaian Tesis ini.

14. Kepada Semua Pihak yang tidak sempat saya sebutkan namanya, saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas motivasi dan bantuannya sehingga terselesainya Tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini, masih banyak kekurangan dan banyak mengalami kendala, oleh karena itu bimbingan, arahan, kritikan dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi hasil yang lebih baik.

Semoga Hasil Penelitian Tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca umumnya serta mampu menjadi referensi untuk teman-teman yang lain dalam penyusunan Tesis dikemudian hari. Atas bimbingan serta petunjuk yang telah diberikan dari berbagai pihak akan memperoleh imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Makassar, Januari 2023

MUHAMMADI MUKHTARI, S.H, SIK

(10)

1 DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENERIMAAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEORISINILAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

BAB II PEMBAHASAN A. Landasan Teori ... 9

1. Teori Efektivitas Hukum ... 9

2.Teori Penegakan Hukum ... 10

B. Pengertian Efektivitas ... 11

C. Pengertian Penegakan Hukum ... 14

D. Pengertian Lalu Lintas ... 16

E. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Kepolisian ... 39

F. Tugas Dan Fungsi Polisi Di Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan... 42

x

(11)

2

G. Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) ... 44

H. Kelemahan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) ... 55

I. Kerangka Pemikiran ... 59

J. Bagan kerangka pikir ... 60

K. Defenisi Operasional ... 61

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 63

B. Jenis Data ... 63

C. Sumber Data ... 64

D. Teknik Pengumpulan Data ... 65

E. Teknik Analisa Data ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dengan menggunakan CCVT dalam penyelesaian perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas ... 66

B. Faktor yang menghambat penerapan sistem E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) di Kota Makassar ... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN-LAMAPIRAN ... 98

xi

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap pengendara kendaraan bermotor wajib menjaga ketertiban dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Hal ini bertujuan untuk menjamin keselamatan si pengemudi kendaraan bermotor sendiri dan melindungi hak- hak orang lain yang berkaitan dengan Lalu Lintas Angkutan Jalan disingkat LLAJ. Namun, faktanya masih banyak ditemukan para pengemudi kendaraan bermotor yang tidak mematuhi atura- aturan yang berlaku di jalan raya.

“Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia juga sangat berpengaruh terhadap masalah lalu lintas secara umum”.1 Pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi tanpa kedisiplinan berlalu lintas, membuat angka kecelakan lalulintas dan korban tertus meningkat. Umumnya faktor utama tingginya angka kecelakaan disebabkan oleh faktor manusianya (kecepatan tinggi, lengah, lelah, dll) disiplin pengendara/ pengemudi yang masih rendah.2

Hingga saat ini belum ada perubahan terhadap perilaku masyarakat dengan operasi bukti pelanggaran (tilang) dalam berlalu lintas. Hal ini banyak pengguna jalan yang mengabaikan aturan berlalu lintas sehingga menjadi pemicu terjadinya kecelakaan.

1 Soponyono. 2013. Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum Tentang Perilaku Masyarakat Terhadap Hukum Dalam Berlalu Lintas. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI

2 Marsaid, Hidayat M, Ahsan. 2013. Faktor yang berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor diwilayah Polres Kabupaten Malang. Ilmu Keperawatan Unversitas Brawijaya. vol 1 (2):2.

(13)

2 Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembinaan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholder). Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap pembina bidang lalu lintas dan angkutan jalan terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat di pertanggung jawabkan.3

Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh undang-undang ini adalah :

1. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekon omian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.4 Pemerintah dan pihak kepolisian berupaya mengurangi tingkat kecelakaan dengan meningkatkan ketertiban masyarakat dalam berkendara

3 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

4https://www.bantuanhukum.or.id/web/implementasi-undang-undang-nomor-22-tahun2009- tentang-lalu-lintas-dan-angkutan-jalan-raya/ diakses pada tanggal 12 Juni 2022

(14)

3 dengan menggunakan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE). ETLE merupakan aplikasi tilang elektronik yang merupakan transformasi tilang di era digital seperti saat ini. “Inovasi penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) merupakan suatu keputusan yang baik dilakukan dan dalam urgensi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) saat ini adalah dapat terwujudnya transparasi antara kepolisian dengan masyarakat demi menghindari adanya pungutan liar (pungli)”.5 Faktanya, penerapan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) mampu menyajikan pelayanan yang sederhana, cepat dan lebih mudah jika dibandingkan dengan tilang konvensional. Selain itu, penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) mampu menekan pungli dan calo baik dari internal polri maupun stakeholder/aktor lain (kejaksaan dan pengadilan) sehingga dapat dikatakan bahwa sistem ini mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pembayaran denda Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) sehingga meningkatkan citra kepolisian di mata masyarakat.6

Urgensi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) saat ini dapat dilihat dari segi manfaat, yaitu transparency, empowerment, responsif (responsiveness), dan keadilan (equity). Dari segi kepastian hukum sistem ini memberi kepastian terhadap pelanggar yaitu mengenai berapa denda dan apa yang telah dilanggar yang telah dicantumkan di slip biru. Dari segi keadilan, bagi semua pelanggar yang telah melakukan pelanggaran yang sama

5 Ambar Suci Wulandari. 2020. Al Masbut Volume 14 (1): 2-10.

6 Ayu Christina Wati Yuanda, Ratih Dara Ayu Dewily, Pralistyo Dijunmansaputra. 2020.

Perlindungan Hukum Terhadap Kesalahan Dalam Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas. Jurnal

„Adalah. Volume 4(3); 53-73.

(15)

4 kemudian akan mendapatkan hukuman serta denda yang sama pula. Karena dalam hal ini oleh sistem telah diatur dan ditentukan oleh pihak yang berwenang. Maka telah jelas dengan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) saat ini selain mendapat manfaat kemudahan juga sebagai bentuk transparasi dan profesionalitas petugas kepolisian dalam penegakan hukum.7

Pemberlakuan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di Indonesia sejalan dengan amanat konstitusi Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menjelaskan bahwa Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Selain itu, kebijakan sistem tilang elektronik ini sudah terkooptasi di dalam Pasal 272 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menjelaskan bahwa, untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, dapat digunakan peralatan elektronik.

Di Kota Makassar peluncuran ETLE dilaksanakan di Polrestabes Kota Makassar yang terhubung secara virtual dengan Mabes Polri Selasa (23/3/2021).

Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di wilayah hukum Polresta Makassar dilakukan dengan Elektronik untuk sistem pembayarannya dendanya dengan menggunakan server yang terintegrasi oleh korlantas, pelanggar membayar denda melalui Bank tanpa harus datang ke Pengadilan, terkait sanksi akan diberikan denda sesuai dengan pelanggaran yang telah

7 Ambar Suci Wulandari. 2020. Inovasi Penerapan Sistem ETLE Di Indonesia. Jurnal Al- Masbut Volume 12(1): 1-10.

(16)

5 dilakukan oleh pelanggar, dalam proses penegakan perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas di wilayah hukum Polresta Makassar telah sesuai dengan aturan yang berlaku.8

Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau sistem tilang elektronik (ETLE) dengan mengawali pada 16 titik di wilayah Polrestabes Makassar yaitu:

1. Jalan Kartini Jenderal sudirman (di dekat Pengadilan Negeri Makassar di bawah papan reklame)

2. Jalan Nusantara (dekat coto nusantara) 3. Jalan Haji Bau (depan hotel uit) 4. Jalan Sam Ratulangi (depan hotel uit)

5. Jalan Barombong (ujung jembatan barombong) 6. Jalan Aam Ratulangi (arah toko agung)

7. Jalan Aeropala

8. Jalan Ahmad Yani (depan bank ocbc) 9. Jalan Gunung Bulusaraung (depan erafone)

10. Jalan Urip Sumahardjo (dekat jalan pontiku mengarah ke jalan bawakaraeng)

11. Jalan Urip Sumahardjo (dekat jalan pontiku mengarah fly over) 12. Jalan Perintis Kemerdekaan (dekat stimik akba mengarah ke mtos) 13. Jalan Nusantara (dekat coto nusantara mengarah ke pelabuhan)

8 Asmara dkk. 2019. Penegakan Hukum Lalu Lintas Melalui Sistem ETLE. Jurnal Ilmu Kepolisian. Volume 13(1): 187-202.

(17)

6 14. Jalan Perintis Kemerdekaan (perbatasan makassar-maros)

15. Jalan Perintis Kemerdekaan (dekat stimik akba mengarah ke unhas) 16. Jalan Hertasning-Aeropala (dekat indomaret perbatasan gowa)

Kamera di 16 titik tersebut menggunakan teknologi Automatic Number Plate Recognition (ANPR) atau biasa disebut kamera e-police sehingga mampu mendeteksi dan merekam informasi pelat nomor kendaraan ini diperuntukkan untuk kendaraan roda empat, menangani kasus pelanggaran rambu, marka jalan, menerobos lampu lalu lintas, tidak menggunakan sabuk pengaman dan menggunakan heandphone saat berkendara. Kamera di 16 titik tersebut juga mampu menembus kaca gelap sehingga, pengemudi yang tak mengenakan sabuk pengaman atau menggunakan ponsel saat berkendara akan ketahuan.

Kendaraan yang tertangkap kamera Automatic Number Plate Recognition (ANPR) langsung tercatat di server operator Regional Traffic Management Centre (RTMC). Data tersebut langsung diolah oleh petugas.

Dalam hal ini pengolahan data meliputi pengecekan identitas kendaraan bermotor (ranmor) di database Regident Ranmor. Lalu petugas akan membuat surat konfirmasi dan verifikasi, selanjutnya mengirim surat konfirmasi ke alamat yang tertera dalam data pemilik kendaraan. Surat yang dikeluarkan tentunya sudah disahkan oleh pimpinan dan dikirim menggunakan Pos Indonesia.

Jika pelanggar tidak merespons, maka Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) akan di blokir oleh petugas. Selanjutnya, petugas akan

(18)

7 memberikan surat tilang kepada pelanggar dengan mengirim kode Tilang melalui nomor ponsel yang tertera dalam surat konfirmasi. Surat tilang warna biru juga akan dikirimkan kepada pelanggar.

Petugas Regional Traffic Management (RTMC), akan melakukan pengecekan lembar tilang dan pengecekan kode Brivia pembayaran denda tilang sudah diterima atau belum oleh pelanggar. Pelanggar dapat melakukan pembayaran denda tilang melalui ATM. Setelah pembayaran dilakukan maka pelanggar dapat beraktifitas kembali. Pemblokrian STNK dapat terjadi atas permintaan penyidik bagi yang belum melakukan pembayaran denda tilang.

Penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) memang membawa manfaat jika dipandang dari segi transparency, empowerment, responsif (responsiveness), dan keadilan (equity). Namun jika pelanggar tidak merespons, maka Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) akan di blokir oleh petugas maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ETLE (ELEKTRONIK TRAFFIC LAW ENFORCEMENT) BAGI PELANGGAR LALU LINTAS

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pelaksanaan E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dengan menggunakan CCVT dalam penyelesaian perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas?

2. Faktor apakah yang menghambat penerapan sistem E-TLE (Electronic

(19)

8 Traffic Law Enforcement) di Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:

a. Pelaksanaan E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dengan menggunakan CCVT dalam penyelesaian perkara tindak pidana pelanggaran lalu lintas.

b. Faktor yang menghambat penerapan sistem E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) di Kota Makassar.

2. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebgai berikut : a. Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah wawasan pengetahuan di bidang Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) dan implementasinya.

2. Menambah pengetahuan tentang peraturan tentang Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

b. Kegunaan praktis

1. Memberikan suatu kontribusi kepada masyarakat dalam kaitannya terhadap pelanggaran lalu lintas melalui Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

2. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan tentang hukum materiil khususnya tentang Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).

(20)

9 BAB II

KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL A. Landasan Teori

1. Teori Efektivitas Hukum

Teori efektivitas hukum menurut Bronislaw Malinowski meliputi tiga masalah, yaitu :

1. Dalam masyarakat modern, tata tertib kemasyarakatan dijaga antara lain oleh suatu sistem pengendalian sosial yang bersifat memaksa, yaitu hukum, untuk melaksanakannya hukum didukung oleh suatu sistem alat-alat kekuasaan (kepolisian, pengadilan dan sebagainya) yang diorganisasi oleh suatu negara.

2. Dalam masyarakat primitif alat-alat kekuasaan serupa itu kadang- kadang tidak ada.

3. Dengan demikian apakah dalam masyarakat primitif tidak ada hukum.9

Bronislaw Malinowski menganalisis efektivitas hukum dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu masyarakat modern dan masyarakat primitif. Masyarakat modern merupakan masyarakat yang perekonomiannya berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri dan pemakaian teknologi canggih. Di dalam masyarakat modern hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang itu

9 Koentjaraningrat dalam H. Halim HS, Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2014.Hal. 305.

(21)

10 ditegakkan oleh kepolisian, pengadilan dan sebagainya, sedangkan masyarakat primitif merupakanmasyarakat yang mempunyai sistem ekonomi yang sederhana dan dalam masyarakat primitif tidak mengenal alat-alat kekuasaan.

2. Teori Penegakan Hukum

Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku. Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan pemasyarakatan terpidana.10

Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.11

Penegakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana secara konkrit oleh aparat penegak hukum. Dengan kata lain, penegakan hukum pidana merupakan pelaksaan dari peraturan-peraturan pidana. Dengan demikian, penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut

10 Harun M.Husen, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Hal 58

11 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Pres, Jakarta, Hal 35

(22)

11 penyerasian antara nilai dengan kaidah serta perilaku nyata manusia.

Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian.

Menurut Moeljatno menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana yang mengatakan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan unsur-unsur dan aturan-aturan, yaitu:12

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan di sertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.

B. Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa inggris effective artinya berhasil, sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.13 Konsep efektivitas

12 Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Putra Harsa, Surabaya, Hal 23

13 Moh. Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Jakarta: Bumi Aksara, 2014, h. 129.

(23)

12 merupakan konsep yang luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi.14 Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan.15 Efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang tepat dan mencapainya. Karena itu efektivitas menunjuk pada kaitan antara output atau apa yang sudah dicapai atau hasil yang sesungguhnya dicapai dengan tujuan atau apa yang sudah ditetapkan dalam rencana atau hasil yang diharapkan. Suatu organisasi dikatakan efektif jika output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang diharapkan.

Dalam konteks mencapai tujuan, maka efektivitas berarti doing the right things atau mengerjakan pekerjaan yang benar. Efektivitas menunjuk pada keberhasilan pencapaian sasaran- sasaran organisasional, sehingga efektivitas digambarkan sebagai satu ukuran apakah manajer mengerjakan pekerjaan yang benar. Efektivitas didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Keefektifan organisasional adalah tentang doing everything you know to do and doing it well.16

a. Pendekatan Pengukuran Efektivitas

14 Donni Juni Priansa, dan Agus Garnida, Manajemen Perkantoran Efektif, Efisien, dan Profesional, Bandung: Alfabeta, 2013, h. 11.

15 Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2015, h. 86.

16 Ulber Silalahi, Asas-asas Manajemen, Bandung: Refika Aditama, 2015, h. 416-417.

(24)

13 Mengukur efektivitas organisasi dapat dilakukan dalam berbagai pendekatan. Beberapa diantaranya adalah didasarkan pada goal approach, system resource approach, atau internal process approach. Disamping itu dikembangkan pendekatan yang lebih integratif dan diterima secara luas. Pendekatan tersebut adalah stakeholder approach dan competing- values approach.17

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sistem (system approach) untuk mengukur efektivitas organisasi. Pendekatan sistem didasarkan atas suatu anggapan bahwa organisasi dipandang sebagai sistem. Satu sistem adalah satu set atau koleksi dari bagian-bagian yang bergerak saling tergantung dan beroperasi sebagai satu keseluruhan untuk mencapai tujuan umum. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung yang diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu kesatuan. Pendekatan sistem untuk manajemen menyajikan suatu pendekatan penyelesaian masalah melalui diagnosa di dalam satu kerangka kerja dari sistem organisasional.18

Menurut Gibson, teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-proses- pengeluaran dan mengadaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu

17 Ibid, h. 418.

18 Ibid. h. 101.

(25)

14 sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok, atau organisasi. teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Inti teori sistem adalah:

• Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan-proses keluaran, bukan keluaran yang sederhana; dan

• Kriteria efektivitas harus mencerminkan hubungan antara organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasi itu berada.

Jadi efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah konsep komponen dan tugan manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antar komponen dan bagiannya.19

C. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.20 Penegakan hukum adalah salah satu upaya untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana, berupana sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang

19 Priansa dan Garnida, Manajemen…, h. 11-12.

20 Yeni Widowaty, 2015, Penegakan Hukum Dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Pada Pelaksanaan Pemilukada, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, Prosiding, hlm. 291.

(26)

15 lainnya.21 Definisi lain menyatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsepkonsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.22

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah- kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.23

Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah- kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab. Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:24

21 Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.109.

22 Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hal 32

23 Ibid hlm 33

24 Ibid hlm 34

(27)

16 1. Ditinjau dari sudut subyeknya:

Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:

Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai- nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai- nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

D. Pengertian Lalu Lintas

Pengertian lalu lintas dalam kaitannya dengan lalu lintas jalan, Ramdlon Naning menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas jalan adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas.25

Pelanggaran yang dimaksud di atas adalah pelanggaran yang

25 Ramdlon Naning, 2001, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dalan Lalu Lintas, Surabaya, Bina Ilmu, hal. 57

(28)

17 sebagaimana diatur dalam Pasal 105 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang berbunyi :

a. Berperilaku tertib dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.

Untuk memahami tentang pelanggaran lalu lintas lebih terperinci, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai pelanggaran itu sendiri. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen). Mengenai kejahatan itu sendiri di dalam KUHP diatur di dalam Buku II yaitu tentang Kejahatan.

Sedangkan pelanggaran diatur pada Buku III yaitu tentang Pelanggaran.

Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai kriteria pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu kualitatif dan kuantitatif.

Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang- undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten yang berarti sesuatu yang dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalan suatu peraturan undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terdapat ancaman pidana pelanggaran lebih ringan dari kejahatan. Menurut JM Van Bemmelen dalam bukunya “Handen Leer Boek Van Het Nederlandse Strafrecht” menyatakan bahwa perbedaan antara

(29)

18 kedua golongan tindak pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat kualitatir, tetapi hanya kuantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman yang lebih berat dari pada pelanggaran dan nampaknya ini didasarkan pada sifat lebih berat dari kejahatan. 26

Menurut Wirjono Prodjodikoro27 pengertian pelanggaran adalah

“overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum. Sedangka menurutt Bambang Poernomo mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang telah ditentukan oleh penguasa negara. Sedangkan crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Dari berbagai definisi pelanggaran tersebut di atas maka dapat diartikan bahwa unsur-unsur pelanggaran ialah:

1. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan 2. Menimbulkan akibat hukum

Dari berbagai pengertian di atas dapat diartikan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini biasanya suatu perbuatan yang dalam pemenuhan akibat hukumnya dikenakan sanksi yang berupa sanksi

26 JM Van Bemmelen dalam Bambang Poernomo, 2002, Dalam Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal.40.

27 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, hal.33.

(30)

19 administrasi, denda maupun kurungan.

Berdasarkan dari definisi-definisi tentang pelanggaran dan pengertian lalu lintas di atas, maka dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang mengemudikan kendaraan umum atau kendaraan bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan lalu lintas yang berlaku.

Ketertiban dalam berlalu lintas merupakan salah satu perwujutan disiplin nasional yang merupakan cermin budaya bangsa, oleh sebab itu setiap insan wajib turut mewujudkannya. Sebagai generasi muda sudah sewajarnya kita menjadi contoh dalam menjalankan peraturan pemerintah agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran lalu lintas maka masyarakat diharapkan dapat mengetahui dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pasal 9 Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:

a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;

(31)

20 c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;

d. perizinan angkutan umum;

e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan

g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Penjelasan Pasal 7 ayat 2 huruf (b) urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Salah satu penyebab tingginya kecelakaan lalu lintas yang terjadi adalah banyak pengguna jalan yang mengabaikan aturan berlalu lintas sehingga menjadi pemicu kecelakaan. Tindakan yang tegas terhadap pelanggaran lalu lintas tanpa kecuali akan merubah tingkah laku pengemudi dan pada gilirannya meningkatkan keselamatan dalam berlalu lintas. Namun penegakan hukum lalu lintas yang masih parsial dirasakan

(32)

21 belum efektif dan efisien dalam menekan angka kecelakaan dan dapat memberikan pelayanan prima pada masyarakat.28

Pelanggaran lalu-lintas yang berpotensi timbulnya kecelakaan lalu- lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti(1) penegakan hukum, (2) kondisi sarana dan prasarana lalu-lintas, (3) kualitas individu meliputi:

(a) knowledge, skill, attitude (sikap mental), (b) sikap kepatuhan seperti jam karet, (4) Kondisi sosial budaya seperti: (a) ketidak jelasan tentang benar dan salah, (b) dilema faktor ekonomi, sosial, (c) kesulitan mencari figur panutan. Dalam ilmu psikologi sosial, perilaku pelanggaran lalu lintas dapat didekati dengan konsep sikap.29

Dengan kata lain sikap adalah penilaian yang diberikan oleh individu terhadap suatu obyek dengan derajat suka sampai tidak suka. Sikap seseorang dapat ditampilkan dalam bentuk atau memiliki komponen: (1) afektif; emosi misalnya marah atau kagum, (2) tingkah laku; misalnya melakukan atau tidak melakukan, dan (3) kognitif; atau pikiran misalnya mendukung atau tidak mendukung. Dalam berbagai domain tingkah laku manusia, sikap sangat penting karena memiliki tiga tingkat implikasi yaitu:

(1) level individual; sikap memengaruhi persepsi, cara berpikir, sikap lain dan tingkah laku orang. (2) level interpersonal; sikap membantu memprediksi dan mengontrol reaksi orang lain, jika ia diketahui. dan (3)

28Khoirun Nikmah, Anggoro Dominiqus dan Alif Rodiana. Penetapan E-Tilang Dalam Situasi Perilaku Kedisiplinan Berlalu Lintas Masyarakat Surabaya. Jurnal Hukum Magnum Opus, 2019 Volume 2, Nomor 2.

29 Ibid. hlm. 197.

(33)

22 level societal; sikap merupakan inti dari kerjasama atau konflik antarkelompok.30

Undang-Undang Nomor 22 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pasal 25 ayat:

(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:

a. Rambu Lalu Lintas;

b. Marka Jalan;

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;

d. alat penerangan Jalan;

e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;

f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;

g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 26 ayat: (1) Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan oleh:

a. Pemerintah untuk jalan nasional;

b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;

c. pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa; atau

d. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.

30 Ibid hlm. 200

(34)

23 (2) Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Undang-Undang Nomor 22 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pasal 27 ayat: (1) Perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, intensitas, dan volume Lalu Lintas. (2) Ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan peraturan daerah.

Dalam UU No. 22 Tahun 2009 dikatakan bahwa penyelenggaraan berlalu-lintas terdapat 4 (empat) faktor utama yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas;

2. Keselamatan lalu-lintas dan angkutan jalan; adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalulintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan;

3. Ketertiban lalu-lintas dan angkutan jalan; adalah suatu keadaan berlalu-lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap pengguna jalan; (4) Kelancaran lalu-lintas dan angkutan jalan; adalah suatu keadaan berlalu-lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di jalan.

(35)

24 Kemudian dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Lalu-lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan: Terwujudnya penyelenggaraan Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; Terwujudnya etika berlalu- lintas dan budaya bangsa; dan Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat31

Syarat dan Prosedur Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan Marka Jalan. Pasal 102 ayat:

1. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan yang bersifat perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas Jalan pemasangannya harus diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1).

2. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemasangan.

31 Ibid. hlm. 201

(36)

25 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas. Pasal 103 ayat:

1. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka Jalan.

2. Rambu Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Marka Jalan.

3. Dalam hal terjadi kondisi kemacetan Lalu Lintas yang tidak memungkinkan gerak Kendaraan, fungsi marka kotak kuning harus diutamakan daripada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Pasal 2.

Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan. Penjelasan Pasal 2. Asas kemanfaatan berkenaan dengan semua kegiatan penyelenggaraan jalan yang dapat

(37)

26 memberikan nilai tambah yang sebesar-besamya, baik bagi pemangku kepentingan (stakeholders) maupun bagi kepentingan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Asas keamanan berkenaan dengan semua kegiatan penyelenggaraan jalan yang harus memenuhi persyaratan keteknikan jalan, sedangkan asas keselamatan berkenaan dengan kondisi permukaan jalan dan kondisi geometrik jalan. Asas keserasian penyelenggaraan jalan berkenaan dengan keharmonisan lingkungan sekitarnya; asas keselarasan penyelenggaraan jalan berkenaan dengan keterpaduan sektor lain; dan asas keseimbangan penyelenggaraan jalan berkenaan dengan keseimbangan antar wilayah dan pengurangan kesenjangan sosial. Asas keadilan berkenaan dengan penyelenggaraan jalan termasuk jalan tol yang harus memberikan perlakuan yang sama terhadap semua pihak dan tidak mengarah kepada pemberian keuntungan terhadap pihak-pihak tertentu dengan cara atau alasan apapun.

Asas transparansi berkenaan dengan penyelenggraan jalan yang prosesnya dapat diketahui masyarakat dan asas akuntabilitas berkenaan dengan hasil penyelenggaraan jalan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Asas keberdayagunaan berkenaan dengan penyelenggaraan jalan yang harus dilaksanakan berlandaskan pemanfaatan sumberdaya dan ruang yang optimal dan asas keberhasilgunaan berkenaan dengan pencapaian hasil sesuai dengan sasaran. Asas kebersamaan dan kemitraan berkenaan dengan penyelenggaraan jalan yang melibatkan peran

(38)

27 serta pemangku kepentingan melalui suatu hubungan kerja yang harmonis, setara, timbal balik, dan sinergis.32

Pasal 3. Pengaturan penyelenggaraan jalan bertujuan untuk:

a. Mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan;

b. Mewujudkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan;

c. mewujudkan peran penyelenggara jalan secara optimal dalam pemberian layanan kepada masyarakat;

d. mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan masyarakat;

e. Mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu;

dan,

f. Mewujudkan pengusahaan jalan tol yang transparan dan terbuka.

Penjelasan Pasal 3 huruf (d) Yang dimaksud dengan pelayanan yang andal adalah pelayanan jalan yang memenuhi standar pelayanan minimal, yang meliputi aspek aksesibilitas (kemudahan pencapaian), mobilitas, kondisi jalan, keselamatan, dan kecepatan tempuh rata-rata, sedangkan yang dimaksud prima adalah selalu memberikan pelayanan yang optimal.

Huruf (e) Yang dimaksud dengan sistem transportasi terpadu adalah bahwa keberadaan jaringan jalan memberikan sinergi fungsi dan lokasi yang optimal dengan prasarana dan moda transportasi lain sehingga

32 Penjelasan Pasal 2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

(39)

28 meningkatkan efisiensi transportasi guna mempercepat pembangunan di segala bidang.

Huruf (f) Yang dimaksud dengan transparan adalah bahwa semua ketentuan dan informasi mengenai pengusahaan jalan tol, termasuk syarat teknis administrasi pengusahaan dapat diketahui oleh semua pihak, sedangkan terbuka adalah pemberian kesempatan yang sama bagi semua badan usaha yang memenuhi persyaratan serta dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara badan usaha yang setara.

2. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu Lintas

Menurut Soedjono Soekamto, faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas adalah sebagai berikut:33

a. Faktor Manusia

Biasanya disebabkan oleh pemakai jalan yang kurang disiplin dan memperhatikan kesadaran hukum, baik sebagai pengemudi, pemilik kendaraan, pejalan kaki, maupun pencari nafkah (supir).

Adanya tingkah lalu sebagian dari pengemudi yang tidak takut melakukan pelanggaran karena adanya faktor-faktor yang menjaminnya seperti diselesaikan dengan jalan “atur damai” membuat para pelanggaran lalu lintas menyepelekan peraturan-peraturan yang berlaku berkaitan dengan lalu lintas.

b. Faktor Sarana Jalan

33 Soedjono Soekamto, 2002, Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Alumni, hal. 93

(40)

29 Sarana jalan sebagai penyebab terjadinya pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas jalan antara lain disebabkan karena adanya pipa galian. Pipa galian ini bisa seperti galian pipa listrik, pipa air minum dan sebagainya yang kesemuanya itu dapat mengakibatkan terjadinya arus kemacetan. Selain dari adanya pipa galian, faktor lain dari sarana jalan ialah adanya jalan-jalan yang telah rusak dan mengakibatkan adanya genangan-genangan air ketika hujan turun. Genangan- genangan air ini biasanya membuat kemacetan juga sering menimbulkan adanya kecelakaan yang terjadi antar pengguna jalan.

c. Faktor Kendaraan

Kendaraan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas berkaitan erat dengan adanya perkembangan jenis kendaraan yang semakin pesat bersamaan dengan perkembangan teknologi pembuatan kendaraan, sehingga berbagai jenis dan jumlah kendaraan mampu diproduksi dalam jangka waktu yang relativ singkat. Pekembangan kendaraan yang semakin pesat ini apabila tidak diimbangi dengan perkembangan sarana jalan yang memadai, maka dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas. Arus lalu lintas yang padat dapat menyebabkan terjadinya kejahatan seperti penjambretan, penodongan, pencopetan dan lain sebagainya. Pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi dari faktor kendaraan adalah antara lain ban motor yang sudah gundul, lampu weser yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan lain sebagainya.

(41)

30 d. Faktor Keadaan Alam

Pelanggaran lalu lintas yang disebabkan karena faktor keadaan alam atau lingkungan biasanya terjadi dalam keadaan yang tidak terduga. Ketika hujan turun, maka pada umumnya semua kendaraan akan menambah laju kendaraannya sehingga pelanggaran lalu lintas akan sangat mungkin terjadi. Misalnya seseorang pengendara motor yang takut terkena air hujan sehingga tidak segan-seganmemilih jalan pintas baik dengan melanggar rambu lalu lintas atau tetap mematuhi peraturan yang ada.

Dan telah dikemukakan didalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Linas. Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas adalah penyelesaian pelanggaran yang dilakukan oleh pengadilan negeri yang meliputi tahapan sebelum, pada saat, dan setelah proses persidangan. Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Elektronik adalah proses peradilan perkara pelanggaran lalu lintas yang diselenggarakan secara terpadu berbasis elektronik melalui dukungan sistem informasi dan teknologi. Petugas Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas yang selanjutnya disebut petugas adalah staf pada pengadilan negeri di bawah tanggung jawab Panitera Muda Pidana.

3. Macam-macam Pelanggaran Lalu Lintas

Sebagai negara hukum tentunya setiap warga negara Indonesia

(42)

31 hendaklan patuh dan taat pada peraturan perundang-undangan yang ada dan terikat sebagai aturan yang semestinya untuk dipatuhi dan ditaati.

Dalam hal demikin jika peraturan tersebut tidak dipatuhi maka dapat diartikan bahwa yang bersangkutan tersebut telah melakukan pelanggaran.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa macam pelanggaran lali lintas yang meliputi sebagai berikut :

1. Menggunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi dan membahayakan pengguna jalan lain;

2. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan fungsi lambu lalu lintas, marka dan lain-lain (Pasal 275 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

3. Mengemudikan kendaraan bermotor umum dalam trayek tidak singgah di terminal (Pasal 276 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

4. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dilengkapi peralatan berupa ban cadangan, pertolongan pertama pada kecelakaan dan lain-lain (Pasal 278 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

5. Mengemudi kendaraan bermotor yang dipasangi perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas (Pasal 279 Undang- Undang lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

6. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dipasangi tanda nomor ditetapkan Kepolisian Republik Indonesia (Pasal 280 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

(43)

32 7. Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa menggunakan Surat Izin Mengemudi (Pasal 281 Undang-Undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan);

8. Pengguna jalan ridak patuh perintah yang diberikan petugas POLRI (Pasal 282 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

9. Mengemudikan kendaraan bermotor secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain, dipengaruhi suatu keadaan dan dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi jalan (Pasal 283 Undang- Undang Lalu Lintad Dan Angkutan Jalan);

10. Mengemudi kendaraan bermotor tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda (Pasal 284 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

11. Mengendarai kendaraan bermotor tidak memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan yang meliputi kaca spion, klakson, dll (Pasal 285 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan);

12. Mengemudikan kendaraan bermotor melanggar rambu lalu lintas dan marka jalan (Pasal 287 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

13. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan, tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi, dan tidak dilengkapi surat keterangan uji berkala dan tanda uji berkala (Pasal 288 Undang-Undang lalu lintas dan Angkutan Jalan);

14. Mengemudikan kendaraan bermotor penumpang yang ada di samping

(44)

33 tidak mengenakan sabuk pengaman (Pasal 289 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

15. Mengemudikan dan menumpang kendaraan bermotor tidak mengenakan sabuk keselamatan dan menggunakan helm (Pasal 290 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan);

16. Mengendarai sepeda motor tidak mengenakan helm Standar Nasional Indonesia (Pasal 291 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

17. Mengendarai sepeda motor tanpa kereta samping mengangkut lebih dari satu orang (Pasal 292 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

18. Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari dan malam hari pada kondisi tertentu (Pasal 293 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

19. Mengemudikan kendaraan nermotor yang akan belok atau balik arah tanpa memberi isyarat dengan lalu atau tangan (Pasal 294 Undang- Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

20. Mengemudikan kendaran bermotor yang akan pindah jalur atau bergerak ke samping tanpa memberi isyarat (Pasal 295 Undang- Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

21. Mengemudikan kendaraan bermotor di perlintasan kereta api pada saat alarm sudah berbunyi dan palang pintu sudah ditutup (Pasal 296 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

(45)

34 22. Mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan (Pasal 297

Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

23. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya atau isyarat lain pada saat berhenti parkir atau darurat (Pasal 298 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

24. Mengendarai kendaraan tidak bermotor berpegang pada kendaraan bermotor untuk ditarik, atau menarik benda (Pasal 299 Undang- Undang Lalu Lintas Dan Angktan Jalan);

25. Tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan lajur kiri, tidak menghentikan kendaraan saat menaikkan penumpang, tidak menutup mkendaran selama perjalanan (Pasal 300 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

26. Mengendarai kendaraan bermotor angkutan barang yang tidak menggunakan kelas jalan (Pasal 301 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

27. Mengendarai kendaraan bermotor umum berhenti selain di tempat yang ditentukan, mengerem mendadak, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian (Pasal 302 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

28. Mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang (Pasal 303 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

29. Mengemudikan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu yang

(46)

35 menaikkan dan menurunkan penumpang lain di sepanjang jalan (Pasal 304 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

30. Mengemudikan kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus yang tidak dipenuhi ketentuan (Pasal 305 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

31. Mengemudikan kendaraan bermotor angkutan umum barang yang tidak mematuhi tata cara muatan, daya angkut dan dimensi kendaraan (Pasal 306 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

32. Mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak dimuati surat muatan dokumen perjalanan (Pasal 307 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

33. Orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memiliki izin, angkutan orang dalam trayek, angkutan orang tidak dalam trayek, angkutan barang khusus dan alat berat, dan menyimpang dari izin (Pasal 308 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

34. Tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk mengganti rugi penumpang, barang, pihak ketiga (Pasal 309 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

35. Tidak mengasuransikan awak kendaraan dan penumpang (Pasal 313 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).

Pelanggaran-pelanggaran yang telah disebut dan diuraikan di atas merupakan pelanggaran yang mudah pembuktiannya dan sulit untuk dipungkiri pelanggar sehingga akan mudah diselesaikan oleh peradilan

(47)

36 yang sederhana dan cepat. Peradilan sederhana dan cepat sesuai diterapkan untuk pelanggaran lalu lintas karena pada saat terjadi pelanggaran lalu lintas baik dari pelanggar, barang bukti, maupun penyidik (kepolisian) sudah berada ditempat kejadian perkara, sehingga penyidik (kepolisian) dapat langsung menjatuhkan sanksi sesuai dengan pasal pelanggaran pelaku yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan sengaja maupun dengan kealpaannya, diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya karena kesengajaan atau kealpaan merupakan unsur kesalahan, yang terdapat dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dalam pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran lalu lintas.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut di atas masih berpatokan pada Peraturan Pelaksanaan UU No. 14 tahun 1992 sebagaimanatermasuk dalam ketentuan penutup Pasal 324 UU No. 22 Tahun 2009 tentang keberlakuan peraturan pelaksanaan tersebut. Adapun peraturanpelaksanaan yang dimaksud adalah :

1. Isi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan.

2. Isi Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 TentangPemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan.

(48)

37 3. Isi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 TentangPrasarana

dan Lalu Lintas Jalan.

4. Isi Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 TentangKendaraan dan Pengemudi.

Dalam pelanggaran lalu lintas, penyelesaian perkara dilakukan dengan menggunakan surat-surat isian (formulir) yang terdiri dari lima lembar, yakni :

1. Lembar berwarna merah untuk pelanggar 2. Lembar warna putih untuk pengadilan 3. Lembar warna hijau untuk kejaksaan negeri

4. Lembar berwarna biru untuk bagian administrasi lalu lintas kepolisian.

Beberapa bentuk pelanggaran lalu lintas serta ketentuan pidana dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan :

1) Setiap pengendara bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp.

1.000.000 (Pasal 261)

2) Setiap pengendara bermotor yang memiliki SIM namun tidak dapat menunjukkan saat razia, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp. 250.000 (Pasal 228 ayat 2)

3) Setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak dilengkapi

Referensi

Dokumen terkait

Bersamaan dengan hari jadinya yang ke 153, Telkom resmi mengadakan launching logo terbarunya yang sekaligus merupakan suatu transformasi dan perubahan landscape bisnis Telkom,

hubungan yang linier terhadap Harga Saham. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengukur bentuk hubungan antar lebih dari satu

Yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah penggunaan ragam banmal di kalangan mahasiswa Korea dengan menghubungkannya dengan aspek-aspek non-sosiolinguistik yang

Skripsi dengan judul “ Pengaruh Metode Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 9 Makassar ”

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN TANGGAL 30 SEPTEMBER 2020 SERTA.. UNTUK PERIODE SEMBILAN BULAN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL TERSEBUT

Idealnya perlakuan terhadap tenaga kerja yang berasal dari negara lain, mengacu pada pengambilan keputusan etis Æ Teori Kant (deontologis) Æ menghormati dengan tulus

Hasil penelitian menggunakan perhitungan manual, program Autodesk Ecotect Analysis 2011, dan Armstrong Reverberation Time menunjukkan bahwa penggunaan material seperti