• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Publikasi: Peran Orangtua Dalam Pembentukan Karakter Santun Pada Siswa Sd Muhammadiyah Tegalgede Karanganyar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Artikel Publikasi: Peran Orangtua Dalam Pembentukan Karakter Santun Pada Siswa Sd Muhammadiyah Tegalgede Karanganyar."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Publikasi:

PERAN ORANGTUA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SANTUN PADA SISWA SD MUHAMMADIYAH TEGALGEDE

KARANGANYAR

Usulan Penelitian diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Diajukan Oleh:

JATIEN SRI NANDANG A510110242

Kepada:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)

iv ABSTRAK

Jatien Sri Nandang/ A510110242. PERAN ORANGTUA DALAM

PEMBENTUKAN KARAKTER SANTUN PADA SISWA SD

MUHAMMADIYAH TEGALGEDE KARANGANYAR. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Maret, 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran orang tua dalam menanamkan dan pemeliharaan karakter santun pada siswa SD Muhammadiyah Tegalgede, Karanganyar. Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis secara non statistik dengan cara reduksi data, penyajian data, dan ditarik kesimpulan. Peneliti mengungkapkan masalah dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata guna memberi gambaran sejelas-jelasnya kepada pembaca. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: 1) kesantunan merupakan peraturan hidup seseorang atau kelompok orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, meghargai, tidak sombong, dan berakhlak mulia; 2) orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter santun pada siswa SD karena orang tua adalah orang terdekat anak dan sosok yang selalu ditiru oleh anak; 3) Orang tua menanamkan karakter santun kepada siswa melalui pengenalan dan pemberian contoh kepada anak, orang tua bersikap, bertutur kata, dan berpakaian sebagaimana yang diajarkan kepada anak-anaknya. Sehingga anak akan dapat mengamati contoh dari orang tuanya secara langsung; 4) Orang tua memelihara karakter santun melalui kegiatan pembiasaan atau melalui rutinitas sejak dini, agar anak tumbuh menjadi manusia yang beradab dan taat aturan, serta menghargai budaya yang dimilikinya.

(5)

1 A. PENDAHULUAN

Anak adalah anugerah Allah SWT. Ia memberikan anugerah-Nya kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, maka tidak setiap orang memperoleh anugerah ini. Beberapa orang juga mengatakan bahwa anak adalah tali pengikat pernikahan, karena dengan anak, suatu pernikahan diharapkan bisa langgeng. Hal ini sudah ditanamkan Allah SWT dalam diri manusia. Allah SWT berfirman yang artinya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa -apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis

emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah dan ladang (QS. Ali Imran [3] : 14)”.

Ayah dan ibu merupakan sosok dewasa pertama yang dikenal anak sejak bayi. Selain kedekatan karena faktor biologis, anak biasanya cukup dekat dengan ayah-ibunya karena intensitas waktu yang dihabiskan bersamanya. Oleh karena itu, ayah-ibu mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak, termasuk pengembangan karakter. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan perkembangan zaman seperti di era ini membuat karakter-karakter yang telah ditanamkan dalam diri seseorang oleh leluhurnya menjadi luntur, bahkan menghilang dan berganti dengan karakter yang tidak seharusnya diterapkan di Indonesia ini. Salah satunya penyelewengan budaya, terutama sopan santun. Anak-anak usia sekolah dasar banyak yang tidak lagi menghargai atau menghormati kepada orang tua, guru, dan orang yang lebih tua, beberapa anak tidak bisa berbahasa jawa, dan anak-anak yang dinasehati sudah berani menjawab bahkan membentak. Akan tetapi di tengah lingkungan yang seperti ini masih ada beberapa anak yang masih mengedepankan sopan santun dari bertutur kata, bertingkahlaku, maupun berpakaian. Sopan santun tersebut masih bisa ditemui di SD Muhammadiyah Tegalgede Karanganyar.

(6)

2

Karakter Santun Pada Siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah Tegalgede, Karanganyar.”

Tujuan Penelitian ini untuk mendeskripsikan peran orang tua dalam menanamkan dan pemeliharaan karakter santun pada siswa SD Muhammadiyah Tegalgede. Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan, khususnya tentang peran orang tua dalam pembentukan karakter siswa sekolah dasar.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari data sebanyak-banyaknya dengan meneliti secara langsung menggunakan latar alamiah untuk memahami fenomena subyek penelitian, misalnya tentang perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara menyeluruh dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata yang menggunakan metode ilmiah. Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah Tegalgede Tahun Ajaran 2014/2015 semester II pada bulan Februari dengan jumlah siswa 105 siswa. Lokasi SD ini beralamatkan di Desa Ngrawoh, Kecamatan Tegalgede, Kabupaten Karanganyar.

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data, antara lain:

1. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu antara pewawancara atau yang mengajukan pertanyaan (interviewer) dan terwawancara atau yang memberikan jawaban (interviewee) (Moleong, 2007:186). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan informasi yang valid tentang

peran orangtua dalam membentuk karakter santun pada siswa SD. 2. Pengamatan (Observasi)

(7)

3

keadannya. “Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti dan sistematis (Arikunto, 2002: 28)”. 3. Dokumentasi

Teknik yang ketiga dalam penelitian ini adalah dengan dokumentasi. Dokumentasi adalah pengumpulan data yang dilakukan peneliti terkait dengan data-data penelitian baik secara tertulis maupun dalam bentuk foto. Adapun dokumentasi dalam penelitian ini berkaitan dengan tingkah laku siswa dan peran orangtua dalam pembentukan karakter santun pada siswa SD

Muhammadiyah Tegalgede, Karanganyar.

Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan analisis non statistik atau data kualitatif, yang aktivitasnya meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Kemudian untuk mengukur keabsahan data dalam penelitian menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data dan triangulasi metode. Triangulasi data untuk membandingkan data-data hasil wawancara yang diperoleh peneliti. Sedangkan triangulasi metode digunakan untuk memandingkan metode yang dilakukan peneliti dengan metode yang telah ada tentang peran orang tua dalam pembentukan karakter santun di SD Muhammadiyah Tegalgede, Karanganyar.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

a. Pengertian Karakter Santun

Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Dalam penelitian ini

(8)

4

kesopansantunan atau etiket adalah tata cara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Hal-hal yang terkait dengan kesantunan tersebut diajarkan oleh orang tua kepada anaknya di SD Muhammadiyah Tegalgede Karanganyar. Orang tua mengajarkan hal-hal kesantunan dan kemudian diterapkan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Kesantunan yang diajarkan meliputi santun dalam bertingkahlaku, santun dalam berbicara, dan santun dalam berpakaian. Misalnya menghormati yang lebih tua dan

menyayangi yang muda, bersikap ramah saat bertamu dan menerima tamu, dan berbicara menggunakan ungkapan yang ramah dan teratur. b. Peran Orang Tua dalam Menanamkan Karakter Santun pada Siswa.

Orang tua terdiri dari ayah dan ibu. Orang tua adalah pemimpin dalam keluarga, sehingga memiliki peran yang penting dalam pembentukan karakter anak. Salah satunya adalah karakter santun, yaitu suatu sikap atau perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, meghargai, tidak sombong, dan berakhlak mulia. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan Ibu Laila dan Ibu Susi, peneliti memperoleh informasi bahwa karakter adalah pembiasaan kegiatan anak di lingkungan sekitar, misalnya berbicara dengan bahasa jawa krama alus, berbicara jujur, dan meminta maaf. Peran kami sebagai orang tua dalam menanamkan karakter santun adalah dengan memberi contoh pada anak dan menjelaskan alasan atau tujuannya mengapa anak harus bersikap santun di lingkungan.

Hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi tentang peran orang tua menanamkan karakter pada siswa sesuai dengan teori tahap pembentukan karakter dari Fitri (2012: 59) yang mengungkapkan bahwa

(9)

5

dari orang tuanya yang baik-baik maka hal yang dilakukan pun juga akan baik. Dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, peneliti menemukan hal-hal yang dilakukan oleh orang tua dalam penanaman karakter santun pada siswa SD, antara lain adalah sebagai berikut:

1) Orang tua mengenalkan karakter santun kepada anak misalnya dengan pemberian contoh dari orang tua dan melalui cerita sejarah nabi.

2) Orang tua menjelaskan manfaat karakter santun dalam kehidupan

bermasyarakat agar anak mudah menerima pendidikan karakter yang diterapkan oleh orang tua.

3) Orang tua memberi contoh dengan bertingkahlaku, berbicara, dan berpakaian yang santun di dalam kehidupan sehari-hari.

4) Orang tua menanamkan karakter santun pada anak dimulai sejak dini, agar anak terbiasa bersikap, berbicara, dan berpakaian yang santun dengan bimbingan orang tua.

c. Peran Orang Tua dalam Pemeliharaan Karakter Santun pada Siswa. Pendidikan karakter yang dilakukan oleh orang tua diawali dengan penanaman karakter yang kemudian dilanjutkan dengan pemeliharaan. Pemeliharaan dilakukan agar karakter yang sudah ditanamkan pada anak tidak terlupakan dan hilang ketika nanti anak sudah tumbuh dewasa. Diharapkan dari pemeliharaan karakter dapat melekat pada diri siswa dan terus dilakukan dimana pun seorang anak tersebut berada. Pada tanggal 5 Februari 2015 peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Laila, Ibu Atik, dan Ibu Susi, dan memperoleh informasi bahwa pemeliharaan karakter yang kami lakukan terhadap anak adalah dengan pembiasaan setiap hari dan pengawasan. Khususnya untuk karakter santun, orang tua selalu

(10)

6

Tujuan pemeliharaan karakter adalah untuk menjaga atau memelihara agar karakter santun tetap melekat pada diri anak dimanapun ia berada dan agar dihormati juga di masyarakat luas. Hal ini dikuatkan oleh pendapat dari Dyah Kusuma (dalam Ujiningsih, 2010) mengungkapkan bahwa kelak, anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan lebih mudah bersialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-aturan yang ada di masyarakat dan mau mematuhi aturan umum tersebut. Anak pun relatif mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungan baru, supel, selalu menghargai orang lain, penuh percaya diri, dan memiliki kehidupan sosial yang baik. Pendek kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradap.

Pembiasaan merupakan metode yang paling tepat dalam pelaksanaan proses pendidikan karakter. Pelaksanaan pembiasaan ini dilakukan melalui proses yang panjang dan berprinsip seperti rutinitas. Temuan dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi terkait peran orang tua dalam pemeliharaan karakter santun pada siswa SD adalah sebagai berikut:

1) Orang tua terlebih dahulu mengenalkan dan menanamkan karakter santun pada siswa dengan memberi contoh bersikap, berbicara, dan berpakaian yang santun.

2) Orang tua membiasakan anak untuk berbicara, bertingkahlaku, dan berpakaian yang santun dalam kehidupan sehari-hari.

3) Orang tua membatasi pergaulan dengan teman bermain anak dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan bermainnya.

4) Orang tua selalu memonitoring anak, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan bermainnya.

5) Orang tua berkoordinasi dengan guru sekolah terkait perilaku dan perkembangan anak.

(11)

7 2. Pembahasan

a. Pengertian Karakter Santun

Santun merupakan salah satu ciri khas bangsa kita, yang menggambarkan masyarakat Indonesia. Menurut Suandi (2013: 105)

“kesantunan (politeness) atau kesopansantunan atau etiket adalah tata

cara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.” Kesantunan ini terbentuk dalam ruang lingkup daerah pada masyarakat tertentu. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang

dilakukan dengan orang tua di SD Muhammadiyah Tegalgede Karanganyar tentang pengertian karakter santun mendefinisikan bahwa karakter santun adalah perilaku atau kebiasaan baik yang berkaitan menjunjung tinggi nilai-nilai hormat-menghormati yang berkaitan dengan tata krama atau unggah-ungguh.

Dalam budaya jawa sikap sopan santun dibuktikan dengan menghormati orang lain yang lebih tua, dengan menggunakan bahasa yang sopan dan nada yang lembut. Seseorang dikatakan memiliki nilai kesantunan dengan beberapa kriteria, misalnya: menghormati orang yang lebih tua, menyapa jika bertemu dengan orang lain, berbicara dengan nada yang lembut, dan makan atau minum sambil duduk. Hal ini dikuatkan oleh pendapat dari Zuriah (2008) dan Oetomo (2012). Dari hasil penelitian dan sumber-sumber yang relevan, sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu yang sering disebut dengan tata krama. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap norma kesantunan itu berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, dan

waktu.

(12)

8

Nova Indriati (dalam Suwito, 2008: 124) “Peran seorang ibu adalah sebagai madrasah pertama bagi anak, sedangkan ayah adalah sebagai konsultan.” Seperti kata pepatah yang mengatakan: “buah jatuh tak jauh dari pohonnya.” Hal ini menandakan bagaimana anak dibentuk melalui hubungan antara ayah dan ibu yang masing-masing mempunyai peran dalam mendidik anak. Dengan kata lain anak adalah cerminan dari orang tua. Pada dasarnya anak belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Hal-hal atau peristiwa yang dilihat dan didengar

langsung terekam dalam memori ingatan seorang anak tanpa disaring. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ujiningsih (2010: 4) bahwa “anak dianggap sebagai peniru yang ulung.” Maksudnya anak menirukan seperti yang dilihat dan didengar tersebut tanpa membedakannya. Dari berbagai peristiwa atau aktivitas kehidupan sehari-hari ini sudah mulai mempengaruhi karakter pada diri anak.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan orang tua di SD Muhammadiyah Tegalgede Karanganyar tentang peran orang tua dalam menanamkan karakter santun pada siswa SD Muhammadiyah Tegalgede, orang tua mengajarkan hal-hal santun pada anak. Orang tua mulai mengajarkannya dalam lingkup yang kecil, yaitu di dalam rumah, bagaimana harus bersikap kepada ayah dan ibu, bagaimana harus berbicara terhadap ayah dan ibu, serta mengajarkan kesesuaian penampilan dengan acara atau kegiatan yang akan dihadiri. Orang tua mengajarkan dengan memberi contoh, diharapkan agar anak mencontoh perbuatan yang dilakukan oleh orang tuanya. Seperti yang diungkapkan oleh Ujiningsih (2010: 4) “anak pasti menyontoh perilaku orang tua sehari-hari. Tak salahlah kalau ada yang menyebut ayah/ibu adalah model yang tepat untuk anak.”

(13)

9

dengan cara berpakaian yang rapi, bertutur kata yang sopan dan pantas, menegur siswa dengan kata-kata yang halus dan bijak, serta memberi motivasi kepada siswa. Peran guru yang lain adalah sebagai konservator, pembina perilaku sopan santun, organisator, dan motivator. Hal yang

sama juga diungkapkan oleh Suwito (2008: 125) “ada beberapa pihak

yang mempunyai peran penting dalam pembentukan karakter anak, yaitu: keluarga, sekolah, dan komunitas (lingkungan).” Jadi untuk mendapat hasil yang maksimal maka perlu mengoptimalkan dan menyelaraskan

ketiga komponen tersebut.

Menanamkan karakter santun pada siswan SD sebaiknya tidak dimulai ketika anak berusia SD, tetapi akan lebih baik lagi jika menanamkan karakter santun itu dimulai sejak dini. Dyah Kusuma (dalam Ujiningsih, 2010) mengatakan “kelak, anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan lebih mudah bersosialisasi.” Anak usia SD sudah banyak bergaul dengan anak-anak remaja yang sudah semakin banyak kenakalan atau perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Sunaryo (dalam Wibowo, 2012: 105) mengatakan

“pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses

perkembangan ke arah manusia yang kaffah (sempurna).” Sehingga pendidikan karakter ini dimulai dari sedini mungkin atau seumur hidup. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Siera Valentina (2009) tentang Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan Religiusitas Anak, menyimpulkankan bahwa pendidikan keluarga sangat penting dalam pembentukan karakter anak, apalagi peran orang tua secara langsung dalam mendidik anak. Orang tua merupakan cerminan bagi anak. Banyak cara yang dapat dilakukan orang tua dalam membentuk karakter

(14)

10

c. Peran Orang Tua dalam Pemeliharaan Karakter Santun pada Siswa. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Ujiningsih (2010) tentang pembudayaan sikap sopan santun di rumah dan di sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan karakter siswa menyimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan proses panjang yang dapat dimulai sejak dini, yang dapat dilanjutkan dengan pembiaaan pada setiap jenjang pendidikan. Pembentukan sopan santun dapat dilakukan melalui proses pembudayaan kebiasaan. Proses pembiasaan ini akan berhasil secara efektif jika

dilakukan kerjasama yang sinergis antara peran orang tua di rumah dan peran sekolah. Rusmini (2012) menegaskan dalam hasil penelitiannya tentang “Peran Guru dalam Menanamkan Karakter Sopan Santun Siswa di SDN Teluk Dalam 12 Banjarmasin”, bahwa peran guru di sekolah dalam menegakkan sopan santun adalah dengan menjadi teladan siswa. Memberi contoh yang baik dalam berpakaian, bertutur kata, maupun dalam bertindak. Guru memberi motivasi kepada siswa, bertindak yang halus dan bijak. Peran guru yang lain adalah sebagai konservator, pembina perilaku sopan santun, organisator, dan motivator. Cara yang dilakukan adalah dengan pemberian contoh teladan yang dimulai dari diri guru sendiri. Sopan santun bukan hanya sekedar mematuhi aturan (norma) tetapi keadaran mematuhi norma yang berlaku. Manfaat menerapkan karakter sopan santun siswa adalah menumbuhkan dan meningkatkan perilaku sopan santun diri dan budi pekerti yang sekarang sudah mulai pudar terkikis oleh zaman.

Karakter seseorang tidak terbentuk begitu saja, akan tetapi perlu dibentuk dan ditempa. Namun hal itu sering terlupakan. Dalam pembentukan karakter orang-orang terdekat mempunyai tuntutan peran

yang besar. Orang terdekat adalah orang tua. Orang tua adalah sosok yang akan menjadi guru bagi anak-anak di rumah. Menurut Nova Indriati (dalam Suwito dkk, 2008: 124) “Peran seorang ibu adalah sebagai Madrasah pertama bagi anak, sedangkan peran ayah adalah sebagai

(15)

11

pembentukan kepribadian dan karakter seorang anak. Orang tua adalah guru pertama dan rumah adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Berangkat dari rumah ini pendidikan karakter mulai dikenalkan dan diajarkan pada seorang anak. Melly Latifah (dalam Wibowo, 2012: 105) mengungkapkan bahwa “keluarga merupakan ruang lingkup yang pertama dan utama dalam pendidikan karakter.”

Kesantunan tidak terbentuk begitu saja. Kesantunan perlu dikenalkan, diajarkan, dan ditanamkan pada seorang anak. . Suwito

(2008: 125) menyebutkan bahwa karakter dibangun atas 4 koridor, yaitu: 1) Menanamkan tata nilai; 2) Menanamkan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh; 3) Menanamkan kebiasaan; 4)Memberi tauladan yang baik. Keempat koridor tersebut merupakan sebuah proses yang tidak bisa dipisahkan, karena saling terkait dan bersifat continue. Hal yang senada

juga diungkapkan oleh Sunaryo (dalam Wibowo, 2012: 105) “pendidikan

karakter adalah pendidikan sepanjang hayat.”

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan orang tua di SD Muhammadiyah Tegalgede Karanganyar tentang peran orang tua dalam memelihara karakter santun siswa SD adalah dengan kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara terus menerus atau membiasakan. Anak dikenalkan dan diajarkan sikap-sikap kesantunan dan hal-hal yang terkait dengan kesantunan. Kemudian orang tua memberikan contoh pada lingkungan keluarga dan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua mengingatkan untuk selalu santun dalam bertindak, berbicara, maupun dalam berpakaian. Orang tua juga memberikan contoh agar bisa dilihat oleh anaknya. Jadi orang tua tidak hanya menyuruh, tapi juga melakukan hal yang sama agar dicontoh

(16)

12

maupun lingkungan masyarakat, terutama lingkungan keluarga yaitu peran orang tua.

D. SIMPULAN

Berdasarkan sumber dan analisis data yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Kesantunan merupakan peraturan hidup seseorang atau kelompok orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, meghargai, tidak

sombong, dan berakhlak mulia yang timbul dari pergaulan kelompok tersebut. Kesantunan dapat terejawantahkan melalui kesantunan dalam berbusana, kesantunan dalam bertindak atau berperilaku, dan kesantunan dalam berbahasa atau bertutur kata yang bersifat relatif.

b. Orang tua menanamkan karakter santun kepada siswa melalui pengenalan dan pemberian contoh kepada anak. Orang tua bersikap, bertutur kata, dan berpakaian sebagaimana yang diajarkan kepada anak-anaknya. Pendidikan karakter santun dimulai dari rumah atau lingkup keluarga. Karena rumah adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Pendidikan dan pengalaman pertama yang didapatkan sebelum di sekolah dirintis atau dibangun sejak berangkat dari rumah.

(17)

13

DAFTAR PUSTAKA

Fitri, Agus Zaenul. 2012. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oetomo, Hasan. 2012. Pedoman Dasar Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Prestasi Pustakarya

Rusmini. 2013. Peran Guru dalam Menanamkan Karakter Sopan Santun Siswa di SDN Teluk Dalam 12 Banjarmasin. (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=96057&val=5072

diakses 12 Desember 2014)

Suwito, Umar, dkk. 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter?. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Ujiningsih. 2010.Pembudayaan Sikap Sopan Santun di Rumah dan di Sekolah Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Karakter Siswa. (www.pustaka.ut.ac.id/ dev25/pdfprosiding/fkip201034.pdf diakses 15 Desember 2014)

Valentina, Seira. 2009.Peranan Orangtua dalam Mengembangkan Religiusitas Anak. (www.eprints.uns.ac.id/6176//1/131510608201005091.pdf diakses 15 Desember 2014)

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

1. Masih rendahnya prestasi belajar matematika. Rendahnya tingkat partisipasi dan aktivitas siswa dalam mengerjakan tugas serta rendahnya disiplin siswa dalam belajar. Kurang

Variabel independen yang diuji dalam penelitian ini adalah country, firm size, board independence, government ownership, managerial ownership, auditor sedangkan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti membatasi permasalahan pada Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Pecahan Dengan Pendekatan

Pertumbuhan yang progresif sektor-sektor usaha Jawa Timur secara keseluruhan hanya terjadi pada era otonomi daerah II (pasca tiga tahun. pelaksanaan otonomi

CHILDREN AS VICTIMS OF WAR IN BAHMAN GHOBADI’S TURTLES CAN FLY MOVIE (2005): A SOCIOLOGICAL APPROACH. MUHAMMADIYAH UNIVERSITY

Sejak Januari hingga Maret 2011 Ombudsman telah melakukan 28 kegiatan investigasi terkait laporan/pengaduan masyarakat atau investigasi atas prakarsa sendiri (own-motion

Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk memberikan informasi antara Hubungan tingkat ketaatan beribadah (shalat) dengan tingkatan Demensia pada lansia di

Kesimpulan penelitian adalah (1) SMP Negeri di Bandar Lampung berpotensi untuk pengembangan modul, yang ditandai dengan belum adanya modul dan buku yang digunakan