Lia Nurul Azizah, 2013
PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
Oleh
LIA NURUL AZIZAH 0808388
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Lia Nurul Azizah, 2013
PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008
0leh Lia Nurul Azizah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Lia Nurul Azizah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
i ABSTRAK
ii ABSTRACT
This thesis entitled “PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Metodologi Penelitian ... 7
1.5.1 Metode Penelitian ... 7
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 8
1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1 Pondok Pesantren ... 11
2.1.1 Pengertian dan Fungsi Pesantren ... 11
2.1.2 Komponen-komponen Pokok Pesantren ... 14
2.1.3 Tipologi Pondok Pesantren ... 18
2.1.4 Kurikulum Pendidikan Pesantren ... 19
2.1.4.1 Tujuan Pendidikan ... 20
2.1.4.2 Materi Pembelajaran ... 20
2.1.4.3 Metode Pembelajaran ... 21
2.1.4.4 Evaluasi ... 22
2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Pesantren ... 23
2.2.1 Skripsi ... 23
2.2.3 Jurnal ... 26
2.2.4 Buku ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Metode Penelitian. ... 37
3.2 Persiapan Penelitian ... 38
3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ... 38
3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 40
3.2.3 Mengurus Perizinan Penelitian ... 41
3.2.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ... 41
3.2.5 Proses Bimbingan ... 41
3.3. Pelaksanaan Penelitian... 42
3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 42
3.3.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis ... 43
3.3.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan ... 45
3.3.2 Kritik sumber ... 49
3.3.2.1 Kritik Eksternal ... 49
3.3.2.1 Kritik Internal ... 52
3.3.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber) ... 52
3.4 Laporan Hasil Penelitian... 54
BAB IV PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA TAHUN 1980-2008 ... 57
4.1 Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 56
4.1.1 Gambaran Umum Desa Heuleut ... 56
4.1.1.1 Kondisi Geografis, Demografis dan Administratif ... 58
4.1.1.2 Kondisi Ekonomi masyarakat ... 60
4.1.1.3 Kondisi Pendidikan Masyarakat ... 62
4.1.1.4 Kondisi Keagamaan dan Interaksi Sosial Masyarakat .... 65
4.1.2 Awal Berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 67
4.1.2.1 Biografi kiai Haji Sarkosi Subki ... 67
4.1.2.2 Pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 71
4.2. Komponen Pondok Pesantren Mansyaul Huda Tahun 1980-2008 ... 73
4.2.1 Pimpinan Pesantren (Kiai) dan Staf Pengjar ... 74
4.2.3 Sarana dan Prasarana ... 86
4.2.3.1 Pondok ... 88
4.2.3.2 Mesjid ... 91
4.2.4 Kurikulum Pendidikan Pesantren ... 93
4.2.4.1 Tujuan Pendidikan Pesantren ... 94
4.2.4.2 Materi Pendidikan Pesantren ... 95
4.2.4.3 Metode Pendidikan Pesantren ... 98
4.2.4.4 Evaluasi Pendidikan Pesantren ... 99
4.3 Pandangan Masyarakat Terhadap Keberadaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 102
4.3.1. Kendala Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 105
4.3.2 Solusi Untuk Menghadapi Kendala Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 107
4.4 Upaya Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 110
4.5 Nilai-nilai yang Terkandung Dari Penelitian Untuk Pembelajaran Sejarah... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
5.1. Kesimpulan ... 115
5.2 Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Penelitian
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional
pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang
awalnya sangat berperan penting dalam proses penyebaran agama Islam di
Indonesia. Menurut Rahardjo (1988: 10) sebelum Belanda datang ke Nusantara,
pesantren merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai pusat
perubahan-perubahan dalam masyarakat lewat kegiatan penyebaran agama. Pertumbuhan dan
penyebaran Islam di Indonesia salah satunya banyak dilakukan di dalam
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan Pesantren di Jawa, Dayah di
Aceh dan Surau di Minangkabau (Yatim, 2003: 300-301).
Keberadaan pesantren memegang peranan yang penting dalam
perkembangan masyarakat Indonesia. Pesantren sebagai suatu lembaga
pendidikan yang eksis di Indonesia dari segi historisnya identik dengan makna
ke-Islaman dan juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia (Madjid,
1997:3). Hal tersebut yang kemudian membuat pesantren tetap memiliki nilai dan
peran yang cukup penting dalam mempelopori pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam proses pembelajarannya, pesantren mengajarkan kepada para
santrinya disiplin ilmu agama yang umumnya mengenai bahasa Arab, Fikih,
Tasawuf, Tauhid, hadis, dan Tafsir Al quran. Proses pembelajaran yang disebut di
atas sangat kental dengan kelompok pesantren tradisional. Menurut Dhofier (1982
: 41) lembaga pesantren dapat dikelompokkan pada 2 kategori, yaitu pesantren
tradisional (salafi) dan pesantren modern (khalafi). Sistem belajar yang digunakan
di pesantren tradisionaladalah sistem individual yang dikenal dengan sorogan dan
bandongan, namun tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai
inti dari proses pendidikannya. Pondok pesantren modern kemudian dikenal
agama sebagai bekalnya. Pesantren modern ini menggunakan sistem belajar
klasikal dengan penjenjangan kelas (Dhofier, 1985: 41-45).
Seiring dengan makin berkembangnya masyarakat di Indonesia, maka
semakin berkembang pula pola pendidikan pesantren. Perubahan ini salah satunya
dapat dilihat dari pola pendidikan yang dikembangkan sendiri, yang mengalami
pergeseran baik dari visi dan misi pendidikannya (Noer, 1982 : 15). Meskipun
demikian tidak semua pesantren memiliki dan mengalami perubahan yang sama.
Sebagai sarana pendidikan Islam yang dituntut untuk menghadapi tantangan
zaman, pesantren harus mampu untuk menghadapinya demi mewujudkan
masyarakat madani. Salah satu hal yang dilakukan adalah membentuk pesantren
dengan tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja, melainkan mengajarkan
ilmu-ilmu lainnya ke dalam kurikulumnya.
Tidak terikatnya pola dan sistem pendidikan umum yang diberlakukan
oleh pemerintah memberikan ciri yang khas dalam perkembangan suatu
pesantren. Independensi ini menyebabkan pesantren memiliki keleluasaan dan
kebebasan yang relatif untuk mengembangkan model pendidikannya tanpa harus
mengikuti standarisasi dan kurikulum ketat. Ditambah dengan kecenderungan
sentralistik yang berpusat di tangan kiai (Rahim, 2001: 158). Independensi ini
disesuaikan dengan tujuan yang akan dikembangkan oleh masing-masing
pesantren dan melihat prospek masa depan pesantren itu sendiri.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melakukan pembaruan
terhadap sistem yang dipakainya, dengan tidak mengesampingkan nilai
keagamaan yang menjadi nilai pokok yang diembannya. Upaya ini dilakukan
demi membentuk manusia yang dapat bermanfaat bagi perkembangan masyarakat
yang berlandaskan atas nilai luhur keagamaan. Berbeda dengan tujuan awal
berkembangnya lembaga pendidikan pesantren, yang pada awalnya hanya
memberikan pengetahuan tentang agama bukan untuk memberikan pengetahuan
umum (Djumhur, 1974: 112). Pada masa modern ini meskipun kebanyakan
pesantren mengajarkan pengetahuan umum sebagai bagian penting dalam
pendidikan pesantren, namun upaya pesantren dalam mengembangan pendidikan
pendidikan yang berdasar pada sinergi antara ilmu keagamaan dan ilmu
pengetahuan umum.
Salah satu pondok pesantren yang melakukan pembaruan dalam program
pembelajarannya adalah Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang terletak di Desa
Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Pondok Pesantren ini
merupakan lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh Kiai Haji Sarkosi Subki
pada tahun 1966. Secara geografis wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten
Majalengka. Berlokasi di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten
Majalengka yang masih bernuansa pedesaan yang cukup asri dengan lingkungan
budaya dan pergaulan pedesaan.
Program yang mulai dikembangkan dalam sistem pendidikannya adalah
penyelenggaraan pendidikan dengan membuka pendidikan formal. Pendidikan
yang diselenggarakan seperti penyetaraan pendidikan dengan membuka program
wajib pendidikan dasar pondok pesantren tingkat wustho (pendidikan tingkat
menengah), program penyetaraan pendidikan Paket C dan Paket B, Madrasah
Islamiah Mansyaul Huda (MIMMA) tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah,
hingga Sekolah Tinggi Agama Islam. Namun pengajaran di Pondok Pesantren
Mansyaul Huda tetap mementingkan kitab-kitab klasik yang menjadi sumber
pembelajarannya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan tradisi
pesantren yang sudah mengakar. Pada awalnya penyelenggaraan Program Paket B
dan Program Paket C di Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut
Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka ditujukan bagi para santri (putra
dan putri) yang bermukim di pesantren, namun pada perkembangan selanjutnya
juga dapat menampung warga belajar yang berasal dari kalangan masyarakat
sekitar pesantren (Data Umum Pondok Pesantren Mansyaul Huda, 2008).
Pembaruan penyelenggaraan pendidikan ini sesuai dengan tujuan
pendidikan pesantren yang tercantum dalam Undang-undang RI tahun 1989
(1992: 4) yang dijelaskan bahwa:
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam menghadapi tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks, peran serta santri di tengah-tengah masyarakat sebagai
penyeimbang, penyaring dan pelopor pembangunan setelah menimba ilmu di
Pondok Pesantren Mansyaul Huda sangat dirasakan dan dibutuhkan, baik di
bidang keagamaan, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Memperhatikan posisi
strategis Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan santri saat ini, maka
penyelenggaraan pendidikan kegamaan menjadi kebutuhan yang sangat penting.
Namun yang terjadi, penyelenggaraan pendidikan keagamaan di bawah
Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada umumnya tidak mendapatkan respons
yang baik dari peserta didik khususnya usia remaja. Hal tersebut terlihat dari
semakin menurunnya jumlah santri yang belajar di pesantren, khususnya santri
kalong (santri yang tidak menetap). Menurunnya minat belajar di pesantren terjadi
sekitar tahun 2000-an, hal tersebut dikarenakan semakin berkembangnya
paradigma masyarakat terhadap keberadaan sekolah umum yang merupakan
satu-satunya lembaga pendidikan yang paling baik, sehingga mereka yang tidak
menjalani studi di sekolah umum dianggap tidak berpendidikan serta semakin
gencarnya arus modernisasi yang mengubah pola pikir masyarakat menjadi
pragmatis. Kondisi seperti ini lambat laun akan mengakibatkankan nilai
keagamaan dan moral sebagai benteng perkembangan zaman kurang berkembang
pada diri peserta didik, khususnya di Desa Heuleut sendiri umumnya di
Kabupaten Majalengka.
Pesantren Mansyaul Huda dan sistemnya kini dihadapkan pada tantangan
zaman yang sangat berat untuk dilalui. Jika tidak mampu menjawab respons yang
berkembang pada saat ini maka pesantren akan kehilangan eksistensi dan
relevansinya dalam masyarakat, dan segala bentuk upaya yang sudah mengakar
dari awal pendiriannya dapat tercerabut dengan sendirinya. Sungguh ironis
itu ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji dalam perkembangan Pondok
Pesantren Mansyaul Huda, di antaranya pertama Pondok Pesantren Mansyaul
Huda mampu bertahan di tengah kondisi masyarakat yang semakin modern dan
mementingkan kebutuhan jasmani, sehingga kebutuhan agama ditinggalkan.
Kedua, Pondok Pesantren Mansyaul Huda diakui keberadaannya di Kabupaten
Majalengka, dengan ditetapkannya sebagai Pusat Informasi Pesantren (PIP)
Kabupaten Majalengka pada tahun 1988 oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka.
Hal ini dapat diasumsikan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda dipercaya
sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang berpengaruh khususnya di
Kabupaten Majalengka. Lantas, bagaimana peran masyarakat, pengelola dan
pemerintah dalam menjaga eksistensi lembaga ini dan pembaruan seperti apa yang
dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Mansyul Huda sehingga mampu bertahan di
tengah geliat masyarakat yang semakin maju.
Melalui pemamparan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk bisa menjawab
apakah Pondok Pesantren Mansyaul Huda ini dikategorikan sebagai pesantren
yang modern melalui perkembangannya dari tahun 1980-2008. Penelitian ini mengangkat judul “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka 1980-2008“. Pengamatan
dimulai dari tahun 1980, diasumsikan pada tahun 1980 merupakan periode
ke-emasan pesantren dilihat dari indikator kualitas dan kuantitas santri yang
berkembang secara signifikan. Antara lain para santri alumninya menjadi orang
yang berpengaruh di daerahnya masing-masing, sedangkan pada tahun 2008
digunakan sebagai batas waktu penelitian dikarenakan pada tahun tersebut
pesantren mulai membuka pendidikan formal dengan mendirikan Rombongan
Belajar Mahasiswa STAI Shalahuddin Al Ayubi Jakarta yang diperuntukan bagi
santri dan masyarakat luar yang ingin menuntut ilmu dan perkembangan fasilitas
I.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda Kabupaten Majalengka pada
tahun 1980-2008? Untuk lebih memfokuskan masalah, maka rumusan masalah
tersebut diuaraikan kedalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda di
Desa Heuleut Kabupaten Majalengka?
2. Bagaimana gambaran kehidupan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dalam
bidang pendidikan Islam di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka kurun waktu 1980-2008?
3. Bagaimana respon masyarakat terhadap pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pengelola pesantren, masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan dan mempertahankan Pondok Pesantren Mansyaul Huda?
5. Apa nilai-nilai yang dapat digali dari penelitian ini untuk pembelajaran sejarah?
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penulisan skripsi“Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 1980-2008” ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran mengenai latar belakang historis berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka.
2. Mendeskripsikan gambaran kehidupan Pondok Pesantren Mansyaul Huda
3. Mengidentifikasi respon masyarakat terhadap keberadaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, terutama mengenai dampak yang ditimbulkan dengan adanya pesantren tersebut dilihat dari pandangan masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung dan kendala yang dihadapi oleh pesantren dalam proses pengembangannya..
4. Mengidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda masyarakat maupun pemerintah untuk
mengembangkan dan mempertahankan pesantren.
5. Mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat digali dari Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk memperkaya penulisan sejarah sehingga dapat diaplikasikan untuk pembelajaran sejarah di sekolah.
I.4. Manfaat Penelitian
Adapaun manfaat yang diperoleh dari penelitian ilmiah ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penulisan sejarah lokal di Indonesia pada umumnya dan sejarah pendidikan Islam pada khususnya
2. Memberikan kontribusi dalam penulisan sejarah mengenai perkembangan pesantren dalam bidang pendidikan Islam.
3. Dapat dijadikan acuan untuk penelitian mengenai pesantren-pesantren di Indonesia umumnya dan khususnya di Kabupaten Majalengka secara lebih luas dan mendalam.
4. Menanamkan nilai-nilai sejarah kepada peserta didik sebagai perluasan materi pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah yang ada pada standar kompetensi kelas XII semester 2, dalam materi memahami perkembangan Islam di Indonesia.
I.5 Metodologi Penelitian
I.5.I Metode Penelitian
proses menguji dan menjelaskan serta menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta-fakta yang telah diperoleh, dan hasilnya disebut Historiografi (Gottschalk, 1986: 32). Pada tahapan penulisan skripsi ini, teknik yang digunakan adalah teknik studi kepustakaan atau studi literatur, yaitu dengan cara mempelajari dan meneliti buku-buku, sumber-sumber tertulis maupun dokumen lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang dikaji.
Secara umum ada empat tahapan dalam metode ini, yaitu:
1. Heuristik, merupakan tahapan awal penulis mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan pokok bahasan yang akan dikaji. Sumber-sumber yang dikumpulkan baik berupa Sumber-sumber primer maupun Sumber-sumber sekunder, sumber lisan atau tulisan. Dalam penelitian karya ilmiah ini langkah pertama yang diambil oleh penulis adalah mencari sumber yang relevan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, artikel di internet, maupun penelitian terdahulu yang penulis dapatkan dari perpustakaan. Selain itu juga didapatkan beberapa informasi dari beberapa narasumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang menjadi kajian penulis.
2. Kritik Internal dan Eksternal, yakni tahapan lanjutan dari heuristik, dalam tahapan ini penulis melakukan penilaian atau menyelidiki apakah sumber-sumber yang didapatkan sesuai atau tidak untuk dipergunakan. Semua sumber-sumber yang didapatkan dipilih melalui kritik eksternal, yaitu dengan cara menguji aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang digunakan, sedangkan kritik internal dilakuakan untuk menguji aspek dalam berupa isi dari sumber sejarah tersebut.
3. Interpretasi, merupakan langkah untuk menafsirkan keterangan dari berbagai sumber yang terkumpul dengan mengolah fakta yang telah dikritisi melalui
proses kritik eksternal maupun internal.
I.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mempermudah dalam pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Studi literatur, yaitu dengan mengkaji dan menelaah secara mendalam buku-buku sumber yang berkaitan dengan tema dan judul yang penulis angkat. Buku-buku yang ditelaah secara mendalam mengenai sejarah pondok pesantren, sistem dan pola pendidikan yang digunakan di pondok pesantren termasuk dokumen-dokumen yang dapat memperkuat analisis penulis dalam mengkaji penelitian ini.
2. Studi dokumentasi, merupakan penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam arsip, baik gambar maupun tulisan atau dalam bentuk rekaman. Studi dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu ke Kantor Desa Heuleut dan Kantor Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
3. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber. Hal ini dilakukan dengan berkomunikasi dan berdiskusi dengan pihak yang terlibat secara langsung, sebagai upaya untuk memperoleh data-data yang tidak tercantum dalam sumber tertulis. Narasumber yang diikutsertakan adalah pimpinan pondok pesantren, staf pengajar, santri hingga masyarakat sekitar yang mendapatkan kontribusi dengan adanya pesantren.
I.6 Struktur Organisasi Skripsi
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang dibagi kedalam lima bab, antara lain sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, merupakan gambaran dasar penelitian yang akan digunakan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, penjelasan judul , metode penelitian dan sistematika penulisan.
terdahulu yang digunakan untuk membantu dalam menjawab permasalahan. Pembahasan pada bab ini difokuskan pada pentingnya literatur-literatur tersebut dalam penyusunan penelitian ini.
Bab III Metodologi Penelitian, memaparkan langkah-langkah yang diambil oleh penulis dalam melakukan penelitian serta menjalankan proses penyusunan karya ilmiah. Adapun psosesnya dimulai dari pencarian sumber, interpretasi sumber dan pelaporan hasil kegiatan penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini.
Bab IV Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda tahun 1980-2008, pada bab ini penulis menguraikan pembahasan-pembahasan mengenai informasi yang telah didapatkan dari hasil penelitian secara deskripsi dalam bentuk tulisan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini, penulis memaparkan mengenai langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian skripsi yang berjudul “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun
1980-2008”. Adapun metode yang digunakan akan dijabarkan sebagai berikut:
3.1. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan ialah
metode historis. Metode ini digunakan karena data-data yang dibutuhkan
menyangkut dengan masa lampau. Gottschalk (2008: 39) mengungkapkan bahwa
metode sejarah merupakan proses menguji dan menjelaskan serta menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta-fakta yang telah diperoleh, dan hasilnya disebut historiografi.
Secara umum penulis menggunakan enam tahapan yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah sebagaimana yang dipaparkan oleh Gray (Sjamsuddin, 2007) yaitu:
1. Memilih topik yang sesuai.
2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.
3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian berlangsung.
4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah disimpulkan (kritik sumber).
5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti, yaitu sistematika yang telah disiapkan sebelumnya. 6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan
mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian
sejarah ini sebagaimana yang dipaparkan oleh Ismaun (2005: 48:50), yakni:
b. Kritik Internal dan Eksternal, yakni tahapan lanjutan dari heuristik. Tahapan ini merupakan proses analisis terhadap sumber yang telah diperoleh, apakah sumber-sumber yang didapatkan sesuai atau tidak untuk dipergunakan. Pada tahapan ini dilakukan penyeleksian dengan menggunakan kritik ekstern maupun intern sehingga dengan proses ini didapatkan fakta yang sejarah mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka.
c. Interpretasi, merupakan langkah untuk menafsirkan keterangan dari berbagai sumber yang terkumpul dengan mengolah fakta yang telah dikritisi melalui proses kritik eksternal maupun internal sehingga diperoleh fakta-fakta yang valid.
d. Historiografi, tahapan ini dilakukan untuk menyusun dan membahas sumber-sumber yang telah diperoleh yang telah dianalisis dan ditafsirkan untuk selanjutnya ditulis menjadi rangkaian cerita yang ilmiah. Menurut Ismaun (2005: 125-131). Historiografi merupakan proses penulisan yang utuh dan masuk akal atas interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan penemuan yang dituangkan dalam bentuk skripsi.
3.2 Persiapan Penelitian
Pada tahapan ini, penulis melakukan beberapa persiapan penelitian yang
harus ditempuh sebelum melakukan penelitian ke lapangan, langkah-langkah yang
dilakukan oleh penulis di antaranya:
3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian
Tahapan ini merupakan langkah awal dalam menjalankan penelitian.
Ketertarikan penulis pada mulanya didasari dengan banyaknya orang-orang yang
berada di lingkungan penulis pernah belajar di Pesantren Mansyaul Huda. Di
kehidupan sosial masyarakat tokoh-tokoh tersebut kemudian menjadi tokoh
panutan yang cukup disegani. Dengan didasari ketertarikan tersebut dan hasil dari
konsultasi dengan dosen, akhirnya penulis memutuskan untuk mengajukan topik
Setelah memilih dan menentukan topik penelitian, selanjutnya dilakukan
konsultasi dengan TPPS mengenai tema yang akan diangkat. Pemilihan tema
penelitian dilakukan melalui observasi ke lapangan yaitu dengan mengunjungi
Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten
Kabupaten Majalengka. Sebelum mendapatkan informasi dan masukan dari pihak
pesantren, penulis berkesempatan bertemu dengan salah satu alumni yang lama
belajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu Iwan Ridwan. Dari
perbincangan tersebut penulis mendapatkan gambaran awal mengenai pesantren.
Pada bulan November tahun 2012 dan bulan Januari tahun 2013, penulis
berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut
Kabupaten Majalengka. Pada kunjungan tersebut penulis bertemu dan berbincang
langsung dengan tokoh pendiri pesantren yaitu Kiai Haji Sarkosi Subki dan anak
pendiri pesantren yaitu Haji Aa Fachrurrozi. Hasil dari kunjungan dan
perbincangan tersebut, didapatkan masukan dan informasi mengenai Pondok
Pesantren Mansyaul Huda. Selain melakukan penelitian awal ke Pondok
Pesantren Mansyaul Huda, penulis juga membaca berbagai sumber literatur yang
berkaitan dengan tema yang akan dikaji.
Berdasarkan hasil observasi dan mengkaji berbagai literatur mengenai
Pondok Pesantren Mansyaul Huda, maka langkah selanjutnya ialah memilih dan
menentukan topik penelitian. Penulis kemudian mengajukan rancangan judul
penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) sebagai tim
pertimbangan yang khusus yang menangani penulisan skripsi di Jurusan
Pendidikan Sejarah. Adapun judul pertama yang penulis ajukan ialah “Pondok
Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kabupaten Majalengka: Sejarah dan
Perkembangannya tahun 1960-2005”. Setelah berkonsultasi dan meminta
pendapat dari TPPS maka rancangan proposal penelitian tersebut disetujui oleh
TPPS. Selanjutnya peneliti diperkenankan untuk menyusun rancangan penelitian
3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar dalam melaksanakan
proses penelitian yang dijadikan landasan dalam penyusunan laporan penelitian.
Rancangan ini berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan dalam buku panduan
karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Pada dasarnya rancangan
penelitian ini meliputi:
1. Judul Penelitian.
2. Latar Belakang Penelitian.
3. Perumusan Masalah Penelitian.
4. Tujuan Penelitian.
5. Manfaat Penelitian.
6. Kajian Pustaka
7. Metodologi Penelitian.
8. Struktur Organisasi Skripsi.
9. Daftar Pustaka.
Rancangan penelitian dalam bentuk proposal yang telah diajukan dan
dikonsultasikan kemudian diserahkan kepada TPPS. Selanjutnya proposal tersebut
diseminarkan pada hari Jumat tanggal 11 Januari 2013 bertempat di Laboratorium
Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. Dari seminar tersebut banyak
masukan-masukan yang sangat membantu dalam proses penelitian selanjutnya,
baik dari calon pembimbing maupun dari dosen lainnya yang hadir dalam
seminar. Sesuai dengan masukan, penulis merubah sedikit redaksi kalimat dan tahun kajian dalam judul yang diangkat menjadi “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka 1980-2008”.
Pengesahan untuk penulisan skripsi dikeluarkannya melalui Surat Keputusan
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan nomor
001/TPPS/JPS/PEM/2013 dan sekaligus menunjuk Dosen Pembimbing I dan
3.1.3 Mengurus Perizinan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian diperlukan perijinan untuk melancarkan
dan mempermudah dalam melaksanakan penelitian dan mendapatkan
sumber-sumber yang diperlukan dalam kajian skripsi ini. Surat izin penelitian dapat
dijadikan bukti bahwa peneliti merupakan mahasiswa yang melakukan penelitian
baik yang berhubungan institusi maupun perorangan dari Jurusan Pendidikan
Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun surat izin penelitian tersebut diantaranya
ditujukan kepada:
a. Pimpinan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
b. Kantor Pemerintahan Desa Heuleut Kabupaten Majalengka.
c. Para santri alumni Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
d. Sesepuh dan masyarakat Desa Heuleut.
3.1.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Tahapan ini dimaksudkan untuk memudahkan dan memperlancar penulis
dalam melakukan penelitian dan mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan
dalam kajian skripsi ini. Adapun perlengkapan penelitian tersebut antara lain:
a. Surat izin dari Dekan FPIPS UPI.
b. Instrumen wawancara, baik wawancara terencana maupun tidak terencana yang
dilakukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.
c. Alat Perekam (Tape Recorder).
d. Alat Tulis.
3.1.5 Proses Bimbingan
Proses bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan dalam
penelitian skripsi ini. Berdasarkan Surat Keputusan Nomor
001/TPPS/JPS/PEM/2013 tentang penunjukan dosen pembimbing penulisan
ditetapkan ialah Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai dosen pembimbing I dan
Dra. Lely Yulifar, M.Pd sebagai dosen pembimbing II.
Proses bimbingan dilakukan secara berkesinambungan melalui pertemuan
antara penulis dan dosen pembimbing. Hasil yang telah dikonsultasikan kemudian
dicatat dalam sebuah lembar bimbingan yang formatnya telah ditentukan oleh
Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia. Dari bimbingan tersebut penulis mendapatkan
saran-saran yang baik guna penyelesaian penulisan skripsi ini.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanan penelitian yang dilakukan oleh penulis dibagi ke dalam
beberapa langkah yang sesuai dengan metode historis. berdasarkan dengan
metode historis. Penjelasan lebih rinci akan di uraikan sebagai berikut:
3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Pengumpulan sumber atau heuristik dalam penelitian sejarah merupakan
tahapan yang penting untuk dilaksanakan karena dari sumber-sumber yang
diperoleh seorang peneliti dapat membuat gambaran masa lalu yang sedang
dikajinya. Dalam mengumpulkan data dan informasi mengenai penulisan skripsi
tentang Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten
Kabupaten Majalengka, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi literatur (kepustakaan), studi dokumentasi dan wawancara. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Studi literatur (kepustakaan), yaitu dengan mengkaji dan menelaah secara mendalam buku-buku sumber yang berkaitan dengan tema dan judul yang penulis angkat. Buku-buku yang ditelaah secara mendalam mengenai sejarah pondok pesantren, sistem dan pola pendidikan yang digunakan di pondok pesantren termasuk dokumen-dokumen yang dapat memperkuat analisis
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, Perpustakaan Kabupaten Majalengka dan Perpustakaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Setelah berbagai literatur terkumpul dan relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, maka penulis mulai melakukan proses identifikasi, memilih sumber yang relevan dan kemudian mengkaji sumber tersebut.
b) Studi dokumentasi merupakan penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam arsip, baik gambar maupun tulisan atau dalam
bentuk rekaman. Studi dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu ke Kantor Desa Heuleut dan Kantor Pondok Pesantren Mansyaul Huda serta dokumen-dokumen yang dimiliki oleh alumni santri Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
c) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data-data yang tidak tercantum dalam sumber tertulis. Narasumber yang diikutsertakan adalah pimpinan pondok pesantren, staf pengajar, santri, alumni hingga masyarakat sekitar yang mendapatkan kontribusi dengan adanya pesantren.
Untuk mempermudah pengumpulan data, maka dilakukan dua tahapan di
antaranya:
3.3.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis
Pada tahap pencarian sumber tertulis, penulis mencari dan mengumpulkan
sumber-sumber tertulis baik berupa buku, artikel, dokumen dan hasil penelitian
sebelumnya yang didapatkan dari berbagai tempat. Sumber tertulis tersebut
didapatkan dengan mengkunjungi beberapa perpustakaan yang terdapat di
Bandung dan Majalengka, seperti:
1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia Jln. Dr. Setiabudhi No. 229
sejak bulan November 2012-Januari 2013. Dari Perpustakaan Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), penulis menemukan buku yang berkaitan dengan
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, elemen-elemen penting
pesantren secara umum, buku tersebut seperti buku Modernisasi Pesantren
karya Tuanaya M. Malik, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan
karya Nurcholis Madjid, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian
Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren karya Mastuhu,
Pesantren dan Pembaharuan karya Dawam M Raharjo
2. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI pada bulan November
2013 hingga Januari 2013. Penulis mendapatkan skripsi yang berjudul
Perkembangan Pondok Pesantren Al-Riyadl Kabupaten Majalengka
1989-2005 karya Siti Sonia, Pola Pendidikan Islam: Suatu Kajian Historis Terhadap
Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bentar di Kabupaten Garut Tahun
1967-1998 karya Irma Nurlaela.
3. Perpustakaan Daerah pemerintahan Kabupaten Majalengka di Jln. K.H. Abdul
Halim pada bulan Oktober 2012, di tempat ini penulis menemukan beberapa
buku yang berkaitan dengan pesantren secara luas dan buku yang berkaitan
dengan perkembangan Kabupaten Majalengka.
4. Perpustakaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut pada bulan
Desember 2012, peneliti memperoleh dokumen mengenai latar belakang
berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda, visi dan misi pesantren, dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan jadwal pelajaran, jumlah santri, tata
tertib santri, kegiatan pendidikan pesantren Mansyaul Huda.
5. Di bulan Desember tahun 2012 penulis berkunjung ke Kantor Pemerintahan
Desa Heuleut, penulis mendapatkan beberapa dokumen mengenai profil desa,
gambar peta wilayah, kondisi geografis, administratif, dan kondisi masyarakat.
6. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati di Jln. A.H
Nasution Cibiru Kota Bandung, di tempat ini peneliti mendapatkan beberapa
karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan pesantren di Kabupaten Majalengka,
di antaranya Skripsi karya Asep Mulyana yang berjudul Pondok Pesantren
Santi Asromo di Desa Pasirayu Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka,
Tesis karya Syamsuddin R.S yang berjudul Transformasi kepemimpinan
Pesantren (Kajian tentang pergeseran corak kepemimpinan Kiai dan
adanya beberapa skripsi dan tesis ini penulis mendapatkan beberapa gambaran
pola perkembangan pesantren di Kabupaten Majalengka. Selain itu penulis
mendapatkan buku-buku mengenai pesantren secara luas.
7. Buku-buku lainnya yang telah dimiliki oleh penulis dan koleksi teman, seperti
buku Metodologi Sejarah karya Helius Sjamsudin, Sejarah Sebagai Ilmu karya Ismaun, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai karya Zamakhsyari Dhofier.
3.3.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan
Pengumpulan sumber lisan bertujuan untuk mencari informasi langsung
kepada tokoh-tokoh yang berhubungan dan sejaman dengan judul penelitian yang
dikaji mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda melalui proses wawancara.
Menurut Kartawiriaputra (1994: 41), ada beberapa aspek yang yang harus
diperhatikan dalam menentukan narasumber, yaitu faktor mental dan fisik
(kekuasaan), perilaku (kejujuran dan sifat sombong), kelompok usia yaitu umur
yang cocok, tepat dan memadai. Menurut Kuntowijoyo (1994: 74) Teknik
wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari
narasumber sebagai pelengkap sumber tertulis.
Sebelum melaksanakan wawancara, terlebih dahulu penulis menyiapkan
daftar pertanyaan yang dijabarkan secara garis besar. Pada pelaksanaannya,
penulis menggunakan proses wawancara secara terencana/terstruktur berdasarkan
pedoman wawancara yang terdiri dari daftar pertanyaan yang telah disusun.
Wawancara terstruktur ini bertujuan untuk menghindari jawaban-jawaban yang
berkembang lebih dari fokus permasalahan. Apabila informasi yang diberikan
oleh narasumber kurang fokus dari inti permasalahan, maka penulis mengajukan
beberapa pertanyaan dengan lebih mengembangkan pertanyaan-pertanyaan
sebelumnya. Hal tersebut bertujuan untuk membantu narasumber dalam
mengingat kembali peristiwa yang pernah dialaminya sehingga informasi yang
didapatkan lebih lengkap dan akurat.
Wawancara pertama dilakukan dengan Iwan Ridwan umur 53 tahun, yang
merupakan alumni Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Narasumber mulai belajar
wawancara dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan pada bulan November
2012. Narasumber merupakan orang pertama yang membantu penulis dalam
memberikan informasi mengenai pesantren, alumni-alumni pesantren dan
pengalaman narasumber saat mencari ilmu di Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
Tidak ada kesulitan yang berarti dalam wawancara ini. narasumber bahkan
membantu dalam mempersiapkan perizinan dan mempersiapkan pertanyaan
penelitian serta berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren Mansyaul Huda
bersama narasumber. Kunjungan yang dilakukan bersama narasumber ke Pondok
Pesantren Mansyaul Huda dilaksanakan selama dua kali, yaitu pada bulan
November 2012.
Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh dari Iwan Ridwan, maka
penulis menindaklanjuti dengan melakukan wawancara dengan narasumber lain
yang berhubungan langsung dalam penelitian ini. Narasumber tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. Pengasuh atau Pimpinan Pondok Pesantren Masnyaul Huda
Narasumber yang diwawancarai adalah pimpinan sekaligus pendiri
Pondok Pesantren Mansyaul Huda, yaitu Kiai Haji Sarkosi Subki umur 70 tahun.
Sebagai tokoh pendiri Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang hingga saat ini
masih hidup, beliau sangat berperan dalam memberikan data-data yang berkaitan
langsung dengan pesantren. Proses pertama yang dilakukan adalah meminta izin
untuk melakukan penelitian di Pesantren yang dipimpinnya. Penulis berkunjung
pada bulan November bersama Iwan Ridwan tahun 2012 dan berbincang
mengenai pesantren yang dipimpinnya. Berhubung pada saat itu kondisi fisik Kiai
Haji Sarkosi Subki sedang tidak sehat, maka proses wawancara dilakukan hanya
sebentar. Pada pertemuan tersebut penulis mendapatkan informasi mengenai
perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan latar belakang berdirinya
pesantren. Setelah pertemuan pada bulan November 2012, penulis kemudian
datang kembali ke Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada bulan Januari 2013
untuk melakukan proses wawancara. Dari hasil wawancara yang penulisi lakukan
dengan narasumber, didapatkan keterangan riwayat hidup, latar belakang
penulis mendapatkan dokumen yang berkaitan dengan Pondok Pesantren
Mansyaul Huda.
2. Staf Pengajar Pondok Pesantren Mansyaul Huda
Pada wawancara selanjutnya penulis berhasil mewawancarai keturunan
dari pimpinan Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu Haji Aa Fachrurrozi.
Proses wawancara dilakukan pada bulan Januari 2013. Wawancara dilakukan di
rumah narasumber yang berlokasi di kompleks Pondok Pesantren Mansyaul Huda
Desa Heuleut. Selain keturunan langsung dari pendiri pesantren, narasumber juga
merupakan staf pengajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan Sekolah Tinggi
Agama Islam Salahudin Al Ayyubi. Dari hasil wawancara, diperoleh data
mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mengembangkan dan mempertahankan pesantren yang didirikan serta hambatan dalam mengelola pesantren. Data-data yang diberikan berupa data umum pesantren dan foto-foto yang berkaitan dengan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Dari hasil wawancara penulis dengan narasumber diperoleh informasi bahwa pesantren belum memiliki administrasi pendidikan yang rapi.
Selain itu penulis mewawancarai staf pengajar lain sekaligus kepala pondok Pesantren Mansyaul Huda Yaitu Iding Mahfudin umur 27 tahun. Narasumber merupakan salah satu santri yang belajar di pesantren pada tahun 2003. Wawancara dilakukan tanpa adanya hambatan yang berarti. Proses wawancara dilakukan di kantor sekertariat Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada bulan Juni 2013. Dari narasumber penulis mendapatkan data mengenai fungsi pondok, pengelolaan pondok putra dan putri, jadwal kegiatan harian dan tahunan, jumlah santri, tata tertib santri maupun materi dan metode yang digunakan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
3. Alumni Pesantren
Selain Iwan Ridwan Alumni pesantren yang diwawancarai ialah Ihat
Solihat umur 44 tahun yang mulai belajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda
pada tahun 1983 hingga tahun 1988, selain itu Ii Rohaeti umur 42 tahun yang
yang mulai belajar pada tahun 1977 hingga tahun 1982. Wawancara berlangsung
pada bulan Desember 2012 hingga Mei 2013. Informasi yang diperoleh adalah
mengenai kondisi pesantren pada tahun 1980-an dan pola pembelajaran pada saat
mereka menjadi santri di pesantren Mansyaul Huda.
Berdasarkan proses wawancara dengan narasumber, pada tahun 1980-an
pesantren mengalami masa ke-emasannya. Hal tersebut terlihat dari semakin
bertambahnya santri pada masa itu dan banyak alumni angkatannya menjadi
beberapa tokoh yang terkemuka di daerahnya masing-masing. Pada tahun tersebut
pesantren masih bersifat tradisional, di mana dalam pembelajaran yang
dilaksanakan masih terfokus pada kitab-kitab kuning yang dipelajarinya. Fasilitas
yang tersedia pada tahun tersebut pun masih terbilang sederhana. Seperti yang
diutarakan oleh Ihat Solihat (Wawancara 31 Januari 2013) pada saat narasumber
menuntut ilmu di Pondok Pesantren Mansyaul Huda, lingkungan di sekitar
pesantren masih berupa lahan sawah yang masih luas.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan kondisi Pondok Pesantren
Mansyaul Huda hingga perkembangannya diperlukan sumber dari masyarakat
Desa Heuleut. Masyarakat yang menjadi narasumber adalah tokoh masyarakat,
pejabat pemerintahan Desa Heuleut. Penulis melakukan proses wawancara di
Kantor Desa Heuleut. Di sana penulis mewawancarai Kepala Desa Heuleut yaitu
Bapak Agus Sofyan, dan Sekertaris Desa Heuleut Bapak Yaminuddin. Proses
wawancara dilaksanakan pada bulan November 2012.
Proses wawancara dilaksanakan di Kantor Pemerintahan Desa Heuleut
Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Partisipasi masyarakat dalam
penelitian ini ditujukan agar peneliti diberikan informasi mengenai kontribusi dan
dampak masyarakat terhadap pondok pesantren, hingga kontribusi dan dampak
pesantren terhadap masyarakat. Dari proses wawancara tersebut penulis
mendapatkan beberapa data yang berkaitan dengan perkembangan desa pada
tahun 1980 sampai 2008. Data-data tersebut terkait dengan kondisi masyarakat
baik dari segi ekonomi, pendidikan maupun keagamaan. Selain itu penulis
berhasil mendapatkan data profil desa dan peta desa. Adapun alasan penulis
tersebut mengetahui tentang perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.
3.3.2 Kritik Sumber
Tahapan yang dilaksanakan selanjutnya ialah kritik terhadap sumber
sumber yang telah didapatkan. Proses kritik ini bertujuan agar sumber yang
didapatkan dapat diuji kebenaran atau ketepatannya (akurasi). Seorang sejarawan
yang telah mendapatkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis tidak bisa
dengan begitu saja menerima hasil yang diungkapkan dari sumber tersebut.
Peneliti diharuskan untuk mengkritisi sumber tersebut.
Menurut Sjamsuddin (2007:132) fungsi kritik sumber bagi sejarawan serta
kaitannya dengan tujuan sejarawan itu adalah dalam rangka mencari kebenaran.
Melalui kritik sumber, penulis diharapkan agar setiap data-data sejarah yang
diberikan oleh orang yang memberikan informasi (informan) hendak diuji dahulu
validitasnya, sehingga dalam proses pencarian kebenaran ini penulis mampu
membedakan sesuatu yang benar dan tidak benar, apa yang mungkin dan
meragukan. Dalam ilmu sejarah kritik sumber mencakup dua aspek, yaitu kritik
internal dan kritik eksternal sumber sejarah. Untuk lebih jelasnya penulis
memaparkan kritik yang dilaksanakan seperti di bawah ini.
3.3.2.1 Kritik Eksternal
Kritik eksternal merupakan proses pengujian sumber dari aspek-aspek luar
dari sumber sejarah. Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal usul dari
sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk
mendapatkan informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu
waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh-orang-orang tertentu atau
tidak (Sjamsuddin, 2007: 133-134).
Kritik eksternal yang dilakukan oleh penulis lebih ditekankan kepada
sumber tertulis sekunder, karena pada tahapan heuristik sebelumnya penulis tidak
mendapatkan sumber tertulis primer. Setelah memperoleh sumber tertulis
sekunder berupa salinan dokumen dan buku-buku, maka penulis melakukan
identifikasi terhadap penerbit, nama pengarang, tahun terbit, tempat diterbitkan
sebuah sumber yang dijadikan bahan penelitian ini. Melalui kritik eksternal,
sumber tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara validitas sebagai sumber
penelitian.
Kritik eksternal sumber tertulis dilakukan terhadap buku Dinamika Sistem
Pendidikan Pesantren karya Mastuhu yang diterbitkan oleh INIS, Jakarta. Latar
belakang Pendidikan sarjananya diselesaikan di Fakultas Pendidikan Universitas
Gajah Mada (1962). Setelah beberapa lama mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta ia kemudian melanjutkan pendidikannya pada Departemen of Education,
The University of Western Australia dan berhasil meraih gelar Master of
Education. Bukunya yang berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren
merupakan disertasinya pada Fakultas Pascasarjana IPB.
Kariernya diawali ketika menjadi ketua Pusat Penelitian, Pengembangan,
Dan Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(1978-1980), Sekertaris Konsorsium Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1990-1996), Anggota Badan Akreditasi Nasional (1995-hingga sekarang). Selain
itu ia juga pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor Universitas Asy-syafiiyah,
Jakarta, dan ketua Disiplin Ilmu Agama pada Dewan Pertimbangan Pendidikan
Tinggi Direktur Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Berdasarkan informasi tersebut, penulis berkesimpulan bahwa Prof. Dr
Mastuhu adalah seorang ahli dalam bidang pendidikan umum yang berada di
lingkungan Perguruan Tinggi Islam. Keahliannya dalam bidang pendidikan
dikembangkan lebih lanjut melalui aktivitasnya dalam bidang penelitian. Dengan
kata lain ia adalah seorang ahli pendidikan, baik umum maupun Islam yang
berbasiskan penelitian. Oleh karena itu penulis berkesimpulan buku Dinamika
Sistem Pendidikan Pesantren adalah hasil observasinya secara langsung. Menurut
penulis tulisan Mastuhu ini kompeten dan faktual, sehingga layak untuk dijadikan
sumber rujukan penelitian.
Selain melakukan kritik eksternal dalam sumber tertulis, penulis
melakukan pula kritik terhadap sumber lisan. Penulis memperhatikan beberapa
aspek yang terdapat dari narasumber, diantaranya latar belakang pendidikan,
melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan dengan mempertimbangkan usia
narasumber yang disesuaikan dengan tahun kajian peneliti, yaitu tahun
1980-2008. Penulis kemudian melihat kedudukannya pada saat itu, apakah faktor
kesehatan berupa daya ingatnya masih kuat atau tidak.
Kritik eksternal sumber lisan dilakukan terhadap narasumber Kiai Haji
Sarkosi Subki. Narasumber merupakan tokoh pendiri Pondok Pesantren Mansyaul
Huda yang dilahirkan pada tahun 1943. Oleh karena itu penulis menggolongkan
narasumber sebagai sumber lisan primer. Berdasarkan usia, kini narasumber
berumur 70 tahun, maka pada masa tahun 1980-2008 narasumber berumur 30
tahun-an. Dengan umur tersebut narasumber mengalami dan menyaksikan secara
langsung perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Dilihat dari segi
kesehatan kondisi narasumber masih dalam keadaan sehat baik dalam segi
ingatan, ucapan maupun pedengaran. Oleh karena itu penulis menilai secara
eksternal bahwa Kiai Haji Sarkosi Subki adalah narasumber yang dapat dipercaya.
Kritik eksternal dari sumber lisan kedua dilakukan terhadap Iwan Ridwan.
Iwan Ridwan dilahirkan pada tahun 1960 dan merupakan seorang alumni di
Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Narasumber mulai belajar di Pesantren
Mansyaul Huda pada tahun 1977 sampai dengan tahun 1982, berarti tahun
tersebut sudah di dalam tahun kajian. Diketahui bahwa Iwan Ridwan merupakan
santri yang pernah menjabat dalam organisasi yang dikelola oleh santri, hal
tersebut diperkuat oleh pendapat alumni se-angkatan narasumber yaitu Solehudin
dan Ihat Solihat. Hingga saat ini Iwan Ridwan masih berhubungan baik dengan
semua elemen pesantren. Oleh karena itu penulis menempatkan kedudukan Iwan
Ridwan sebagai narasumber.
Selain itu penulis melakukan kritik eksternal terhadap narasumber
Yaminuddin. Berdasarkan usia, narasumber berumur 50 tahun. Narasumber
menjabat sebagai Sekertaris Desa Heuleut. Beliau bukan penduduk asli Desa
Heuleut. Namun pada tahun 1985 beliau menikah dengan penduduk asli Desa
Heuleut dan menetap di desa tersebut hingga sekarang. Dengan latar belakang
tersebut penulis menilai secara eksternal bahwa Yaminuddin adalah narasumber
1980-2008 beliau mengetahui perkembangan desa dan melihat kontribusi desa terhadap
Pondok Pesantren Mansyul Huda. Selain itu narasumber masih dalam keadaan
yang sehat.
3.3.2.1 Kritik Internal
Kritik internal merupakan sebuah proses dimana penulis membandingkan
aspek isi (konten) dari sumber-sumber yang diperoleh baik dari sumber lisan
maupun tulisan. Tujuan dari kritik internal adalah untuk menilai kredibilitas
sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung
jawab, dan moralnya (Ismaun, 2005: 50). Kritik internal ini dilakukan dengan
cara membandingkan (Cross check) sumber-sumber yang diperoleh berupa
buku-buku sumber, wawancara narasumber satu dengan narasumber lainnya terhadap
peristiwa sejarah yang pernah dialaminya.
Hal yang penulis bandingkan pada kritik internal pada sumber lisan,
misalnya mengenai pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Ketika penulis
wawancara dengan Kiai Haji Sarkosi Subki dan diberikan pertanyaan mengenai
tahun berdirinya, narasumber menjawab dengan pasti bahwa pesantren didirikan
pada tanggal 1966. Sementara itu penulis bertanya kepada Bapak Yaminnudin
perihal pertanyaan yang sama dan Yaminnudin menjawab bahwa Pondok
Pesantren Mansyaul Huda berdiri diperkirakan sekitar tahun 1960-an. Hal tersebut
membuat kebingungan tersendiri bagi penulis. Oleh karena itu, penulis kemudian
membandingkannya dengan dokumen Data Umum Pondok Pesantren Mansyaul
Huda. Dalam dokumen tersebut tercantum bahwa peresmian Pondok Pesantren
Mansyaul Huda adalah pada tahun 1966 tepatnya pada tanggal 20 Mei yang sesuai
dengan informasi dari Kiai Haji Sarkosi Subki. Dari proses tersebut dapat
diketahui bahwa hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis mendekati
tahun yang tercantum dalam dokumen.
3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)
Setelah melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang diperoleh dan
dikumpulkan, peneliti kemudian melakukan langkah selanjutnya yaitu interpretasi
penelitian ini disusun dan ditafsirkan sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang
selaras untuk memberikan penjelasan terhadap fokus masalah yang telah
dirancang sebelumnya.
Penulis menggabungkan beberapa sumber yang didapatkan baik dari
buku-buku, hasil wawancara maupun dokumen. Hal ini bertujuan agar fakta-fakta yang
didapat tidak bertentangan dengan sumber-sumber yang diperoleh, khususnya
sumber primer. Dari keterhubungan antara beberapa sumber dan fakta yang telah
didapat inilah kemudian dijadikan dasar untuk membuat interpretasi (penafsiran).
Penafsiran yang telah dilaksanakan dan ditemukan memberikan signifikasi dan
sintesis dari hasil penelitian yang dilaksanakan. Setelah proses ini kemudian
penulis menuangkannya dalam suatu penelitian utuh yang dinamakan
historiografi.
Langkah yang dilakukan oleh penulis dalam tahap ini yaitu mengolah,
menyusun dan menafsirkan fakta yang telah teruji kebenarannya. Fakta-fakta tang
diperoleh tersebut dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Pada
tahapan interpretasi ini penulis menggunakan pendekatan interdisipliner untuk
mempertajam analisis. Pendekatan interdisipliner ini dimaksudkan untuk
membantu disiplin ilmu sejarah yang dijadikan disiplin ilmu utama dalam
mengkaji permasalahan dengan dibantu ilmu-ilmu sosial lain.
Ilmu-ilmu sosial yang digunakan oleh penulis adalah ilmu sosiologi
dengan menggunakan konsep interaksi sosial, kepemimpinan dan teori perubahan
sosial. Supardan (2007: 140) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan
proses sosial yang menyangkut hubungan timbal balik antar pribadi, kelompok
maupun pribadi dengan kelompok dan merupakan syarat yang utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Konsep yang digunakan tersebut membantu dalam
menjelaskan mengenai interaksi antara elemen-elemen yang ada di Pondok
Pesantren Mansyaul Huda dengan masyarakat sekitar.
Selain menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial, dalam langkah interpretasi
digunakan pula konsep-konsep dalam ilmu pendidikan seperti penggunaan konsep
kurikulum. Konsep tersebut memberikan penjelasan mengenai perkembangan
dan evaluasi pendidikan yang digunakan oleh pesantren. Pada dasarnya kurikulum
yang digunakan di pesantren memiliki ciri khasnya tersendiri.
Penulis menginterpretasikan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda
didirikan tidak hanya bertujuan untuk melahirkan intelektual-intelektual Muslim
saja, namun dalam tatanan sosial Pondok Pesantren Mansyaul Huda telah menjadi
lembaga sosial kemasyarakatan yang berupaya untuk memberdayakaan
masyarakat. Selain itu sebagai lembaga pendidikan Islam Pondok Pesantren
Mansyaul Huda berupaya untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk mendapatkan pendidikan. Sehingga pemerataan pendidikan dapat dinikmati
oleh semua lapisan masyarakat.
3.4 Laporan Hasil Penelitian
Tahapan terakhir yang penulis tempuh dalam penyusunan skripsi ini
adalah pembuatan laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian ini
memberikan gambaran dari hasil temuan yang telah didapatkannya. Hasil temuan
fakta-fakta yang telah diperoleh kemudian diseleksi dengan melakukan kritik
eksternal maupun internal dan dianalisis secara seksama. Hasil yang telah
didapatkan ini kemudian disusun secara rekonstruktif sehingga menjadi sebuah
penulisan sejarah atau historiografi. Historiografi merupakan langkah terakhir
dalam melaksanakan suatu penelitian sejarah. Seluruh hasil yang diperoleh
penulis kemudian disusun menjadi suatu karya ilmiah, yaitu skripsi.
Laporan penulisan ini telah disesuaikan dan dibuatkan dengan dengan
berdasarkan pada struktur organisasi skripsi yang telah ditentukan oleh
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Selain itu untuk mendukung metode
historis yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
interdisipliner yang membantu dalam menganalisis suatu permasalahan. Teknik
penulisan yang digunakan dalam pembuatan hasil penelitian ini menggunakan
buku pedoman karya ilmiah yang lazim digunakan oleh segenap civitas
akademika. Teknik penulisan yang digunakan dalam teknik pengutipan dalam
skripsi ini adalah menggunakan Sistem Harvard dan disesuaikan dengan Ejaan
Seluruh hasil penelitian ini disusun dalam sebuah skripsi dengan judul “PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008”
Struktur organisasi skrispsi dibagi ke dalam lima bagian yang memuat
pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, pembahasan serta kesimpulan
dan rekomendasi. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, akan diuraikan dasar penelitian yang akan digunakan dilihat dari kesenjangan yang nampak dari sebuah realita, yang meliputi latar
belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, penjelasan judul, metode penelitian dan struktur organisasi skripsi.
Bab II Kajian Pustaka, merupakan pemaparan mengenai tinjauan pustaka yang menjadi rujukan penulis dalam mengkaji topik permasalahan yang akan dibahas. Penulis mengkaji beberapa sumber literatur maupun penelitian terdahulu yang digunakan untuk membantu penulis dalam menjawab permasalahan. Pembahasan pada bab ini difokuskan pada pentingnya literatur-literatur tersebut dalam penyusunan penelitian ini.
Bab III Metode Penelitian, memaparkan langkah-langkah yang diambil oleh penulis dalam melakukan penelitian serta menjalankan proses penyusunan skripsi. Adapun psosesnya dimulai dari pencarian sumber, interpretasi sumber dan pelaporan hasil kegiatan penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini.
Bab IV Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda tahun 1980-2008, memaparkan bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda, pada bab ini penulis menguraikan pembahasan-pembahasan mengenai informasi yang telah didapatkan dari hasil penelitian secara deskripsi dalam bentuk tulisan. Peneliti menguraikannya secara deskriptif dari hasil fakta-fakta yang telah didapatkan.
rumusan masalah. Saran-saran yang diberikan dapat ditujukan kepada semua pihak yang pembuat kebijakan.
Daftar Pustaka, dalam bab ini tercantum semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini, baik sumber yang berupa buku, jurnal, dokumen dan sumber wawancara. Penulisan daftar pustaka ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Lampiran-Lampiran, berisi semua dokumen yang digunakan dalam
penelitian dan penulisan, hasil-hasilnya menjadi satu karya tulis ilmiah untuk
memudahkan pembaca. Setiap lampiran diberi nomor urut sesuai dengan urutan
115 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang
dilakukan oleh penulis Selain kesimpulan, diuraikan pula rekomendasi yang
penulis berikan kepada beberapa pihak yang berkaitan dengan skripsi ini.
5.1 Kesimpulan
Pertama, latar belakang pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda tidak
terlepas dari kemampuan sosok Kiai Haji Sarkosi Subki sebagai pendiri dan
pengasuh Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mensyiarkan nilai-nilai
ke-Islaman pada masyarakat. Dengan kondisi keagamaan masyarakat Desa Heuleut
yang masih awam terhadap ilmu agama dan kurangnya kesejahteraan ekonomi
masyarakat yang berdampak pada minimnya tingkat pendidikan masyarakatnya,
maka pada tanggal 20 Mei 1966 didirikanlah Pondok Pesantren Mansyaul Huda
yang bertujuan untuk melahirkan para santri yang dapat menjadi pemimpin serta
mampu memberikan petunjuk bagi masyarakat. Pesantren ini berawal dari
kegiatan-kegiatan pengajian yang diikuti oleh anak-anak di sekitar lingkungan
Desa Heuleut dan semakin berkembang dengan bertambahnya jumlah santri dari
beberapa daerah di Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Cirebon dan
Sumedang..
Kedua, Pondok Pesantren Mansyaul Huda dari tahun 1980 sampai dengan
tahun 2008 mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan yang
terjadi meliputi aspek kualitas dan kuantitas santri maupun staf pengajar, serta
sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran. Perkembangan
kuantitas dan kualitas santri ditujukan pada tahun 1980 hingga tahun 1990 dengan
hampir 50% santri yang belajar datang dari berbagai daerah dan alumninya
menjadi tokoh-tokoh berpengaruh dan banyak yang mendirikan pesantren di
daerahnya masing-masing, sedangkan pada tahun 2000-an sarana dan prasarana
penunjang mulai mengalami penambahan. Dilihat dari segi fisik dan fasilitas serta
sistem pengelolaan pendidikan yang dikembangkan, Pondok Pesantren Mansyaul
tidak mengenal istilah “dikotomi” tradisional-modern. Sebab pada dasarnya
pendidikan Islam selalu merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits yang pemahaman
dan penafsirannya selalu mengikuti perkembangan zaman. Pengelolaan yang
mengalami pergeseran dari tradisional ke modern dipengaruhi oleh faktor
terjadinya perubahan sosial dan kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar
pesantren. Sehingga dibutuhkan penanganan yang dapat mempertahankan
eksistensi pesantren.
Selain itu untuk merespon paradigma masyarakat terhadap orientasi hidup
dalam proses menuntut ilmu yang lebih mempertimbangkan masa depan yang
pragmatis, maka sejak tahun 2007 Pondok Pesantren Mansyaul Huda melakukan
pembaruan dalam sistem pendidikan yang dilaksanakannya dengan membuka
program-program kesetaraan pendidikan. Dengan semakin kompleksnya
pembaruan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda, maka
diperlukan sumber daya manusia yang kompeten. Dalam hal tenaga pengajar pun
secara kuantitas bertambah dengan banyaknya staf pengajar yang tidak hanya dari
kalangan santri, namun di Pondok Pesantren Mansyaul Huda sudah tersedia
banyak sarjana yang mengabdikan ilmunya sebagai tenaga pengajar. Pembaruan
pengelolaan pendidikan yang dikembangkan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda
pada dasarnya mengalami perubahan dengan dibukanya jalur formal dalam sistem
pendidikannya, namun perubahan tersebut tidak berarti mengubah tradisi
pesantren yang sudah mengakar.
Ketiga, keberadaan dan pembaruan yang dilaksanakan oleh pondok
pesantren Mansyaul Huda mendapatkan respon positif dari masyarakat sekitar,
baik dalam bidang keagamaan dan lingkungan. Salah satu dampak positif yang
ditimbulkan oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu mampu menciptakan
kondisi lingkungan Desa Heuleut yang agamis dan kondusif. Masyarakat
berpandangan bahwa pesantren merupakan lembaga penyeimbang dari sekolah
umum. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dari segi kelembagaan, Pondok
Pesantren Mansyaul Huda memperoleh pengakuan dari masyarakat.
Dalam melaksanakan segala tujuan yang ingin dicapai oleh Pondok