• Tidak ada hasil yang ditemukan

PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Lia Nurul Azizah, 2013

PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

Oleh

LIA NURUL AZIZAH 0808388

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Lia Nurul Azizah, 2013

PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008

0leh Lia Nurul Azizah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Lia Nurul Azizah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

i ABSTRAK

(5)

ii ABSTRACT

This thesis entitled “PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Metodologi Penelitian ... 7

1.5.1 Metode Penelitian ... 7

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 8

1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pondok Pesantren ... 11

2.1.1 Pengertian dan Fungsi Pesantren ... 11

2.1.2 Komponen-komponen Pokok Pesantren ... 14

2.1.3 Tipologi Pondok Pesantren ... 18

2.1.4 Kurikulum Pendidikan Pesantren ... 19

2.1.4.1 Tujuan Pendidikan ... 20

2.1.4.2 Materi Pembelajaran ... 20

2.1.4.3 Metode Pembelajaran ... 21

2.1.4.4 Evaluasi ... 22

2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Pesantren ... 23

2.2.1 Skripsi ... 23

(7)

2.2.3 Jurnal ... 26

2.2.4 Buku ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Penelitian. ... 37

3.2 Persiapan Penelitian ... 38

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ... 38

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 40

3.2.3 Mengurus Perizinan Penelitian ... 41

3.2.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ... 41

3.2.5 Proses Bimbingan ... 41

3.3. Pelaksanaan Penelitian... 42

3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 42

3.3.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis ... 43

3.3.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan ... 45

3.3.2 Kritik sumber ... 49

3.3.2.1 Kritik Eksternal ... 49

3.3.2.1 Kritik Internal ... 52

3.3.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber) ... 52

3.4 Laporan Hasil Penelitian... 54

BAB IV PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA TAHUN 1980-2008 ... 57

4.1 Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 56

4.1.1 Gambaran Umum Desa Heuleut ... 56

4.1.1.1 Kondisi Geografis, Demografis dan Administratif ... 58

4.1.1.2 Kondisi Ekonomi masyarakat ... 60

4.1.1.3 Kondisi Pendidikan Masyarakat ... 62

4.1.1.4 Kondisi Keagamaan dan Interaksi Sosial Masyarakat .... 65

4.1.2 Awal Berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 67

4.1.2.1 Biografi kiai Haji Sarkosi Subki ... 67

4.1.2.2 Pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 71

4.2. Komponen Pondok Pesantren Mansyaul Huda Tahun 1980-2008 ... 73

4.2.1 Pimpinan Pesantren (Kiai) dan Staf Pengjar ... 74

(8)

4.2.3 Sarana dan Prasarana ... 86

4.2.3.1 Pondok ... 88

4.2.3.2 Mesjid ... 91

4.2.4 Kurikulum Pendidikan Pesantren ... 93

4.2.4.1 Tujuan Pendidikan Pesantren ... 94

4.2.4.2 Materi Pendidikan Pesantren ... 95

4.2.4.3 Metode Pendidikan Pesantren ... 98

4.2.4.4 Evaluasi Pendidikan Pesantren ... 99

4.3 Pandangan Masyarakat Terhadap Keberadaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 102

4.3.1. Kendala Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 105

4.3.2 Solusi Untuk Menghadapi Kendala Dalam Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 107

4.4 Upaya Pengembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda ... 110

4.5 Nilai-nilai yang Terkandung Dari Penelitian Untuk Pembelajaran Sejarah... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

5.1. Kesimpulan ... 115

5.2 Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Penelitian

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional

pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang

awalnya sangat berperan penting dalam proses penyebaran agama Islam di

Indonesia. Menurut Rahardjo (1988: 10) sebelum Belanda datang ke Nusantara,

pesantren merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai pusat

perubahan-perubahan dalam masyarakat lewat kegiatan penyebaran agama. Pertumbuhan dan

penyebaran Islam di Indonesia salah satunya banyak dilakukan di dalam

lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan Pesantren di Jawa, Dayah di

Aceh dan Surau di Minangkabau (Yatim, 2003: 300-301).

Keberadaan pesantren memegang peranan yang penting dalam

perkembangan masyarakat Indonesia. Pesantren sebagai suatu lembaga

pendidikan yang eksis di Indonesia dari segi historisnya identik dengan makna

ke-Islaman dan juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia (Madjid,

1997:3). Hal tersebut yang kemudian membuat pesantren tetap memiliki nilai dan

peran yang cukup penting dalam mempelopori pendidikan Islam di Indonesia.

Dalam proses pembelajarannya, pesantren mengajarkan kepada para

santrinya disiplin ilmu agama yang umumnya mengenai bahasa Arab, Fikih,

Tasawuf, Tauhid, hadis, dan Tafsir Al quran. Proses pembelajaran yang disebut di

atas sangat kental dengan kelompok pesantren tradisional. Menurut Dhofier (1982

: 41) lembaga pesantren dapat dikelompokkan pada 2 kategori, yaitu pesantren

tradisional (salafi) dan pesantren modern (khalafi). Sistem belajar yang digunakan

di pesantren tradisionaladalah sistem individual yang dikenal dengan sorogan dan

bandongan, namun tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai

inti dari proses pendidikannya. Pondok pesantren modern kemudian dikenal

(10)

agama sebagai bekalnya. Pesantren modern ini menggunakan sistem belajar

klasikal dengan penjenjangan kelas (Dhofier, 1985: 41-45).

Seiring dengan makin berkembangnya masyarakat di Indonesia, maka

semakin berkembang pula pola pendidikan pesantren. Perubahan ini salah satunya

dapat dilihat dari pola pendidikan yang dikembangkan sendiri, yang mengalami

pergeseran baik dari visi dan misi pendidikannya (Noer, 1982 : 15). Meskipun

demikian tidak semua pesantren memiliki dan mengalami perubahan yang sama.

Sebagai sarana pendidikan Islam yang dituntut untuk menghadapi tantangan

zaman, pesantren harus mampu untuk menghadapinya demi mewujudkan

masyarakat madani. Salah satu hal yang dilakukan adalah membentuk pesantren

dengan tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja, melainkan mengajarkan

ilmu-ilmu lainnya ke dalam kurikulumnya.

Tidak terikatnya pola dan sistem pendidikan umum yang diberlakukan

oleh pemerintah memberikan ciri yang khas dalam perkembangan suatu

pesantren. Independensi ini menyebabkan pesantren memiliki keleluasaan dan

kebebasan yang relatif untuk mengembangkan model pendidikannya tanpa harus

mengikuti standarisasi dan kurikulum ketat. Ditambah dengan kecenderungan

sentralistik yang berpusat di tangan kiai (Rahim, 2001: 158). Independensi ini

disesuaikan dengan tujuan yang akan dikembangkan oleh masing-masing

pesantren dan melihat prospek masa depan pesantren itu sendiri.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melakukan pembaruan

terhadap sistem yang dipakainya, dengan tidak mengesampingkan nilai

keagamaan yang menjadi nilai pokok yang diembannya. Upaya ini dilakukan

demi membentuk manusia yang dapat bermanfaat bagi perkembangan masyarakat

yang berlandaskan atas nilai luhur keagamaan. Berbeda dengan tujuan awal

berkembangnya lembaga pendidikan pesantren, yang pada awalnya hanya

memberikan pengetahuan tentang agama bukan untuk memberikan pengetahuan

umum (Djumhur, 1974: 112). Pada masa modern ini meskipun kebanyakan

pesantren mengajarkan pengetahuan umum sebagai bagian penting dalam

pendidikan pesantren, namun upaya pesantren dalam mengembangan pendidikan

(11)

pendidikan yang berdasar pada sinergi antara ilmu keagamaan dan ilmu

pengetahuan umum.

Salah satu pondok pesantren yang melakukan pembaruan dalam program

pembelajarannya adalah Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang terletak di Desa

Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Pondok Pesantren ini

merupakan lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh Kiai Haji Sarkosi Subki

pada tahun 1966. Secara geografis wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten

Majalengka. Berlokasi di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten

Majalengka yang masih bernuansa pedesaan yang cukup asri dengan lingkungan

budaya dan pergaulan pedesaan.

Program yang mulai dikembangkan dalam sistem pendidikannya adalah

penyelenggaraan pendidikan dengan membuka pendidikan formal. Pendidikan

yang diselenggarakan seperti penyetaraan pendidikan dengan membuka program

wajib pendidikan dasar pondok pesantren tingkat wustho (pendidikan tingkat

menengah), program penyetaraan pendidikan Paket C dan Paket B, Madrasah

Islamiah Mansyaul Huda (MIMMA) tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah,

hingga Sekolah Tinggi Agama Islam. Namun pengajaran di Pondok Pesantren

Mansyaul Huda tetap mementingkan kitab-kitab klasik yang menjadi sumber

pembelajarannya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan tradisi

pesantren yang sudah mengakar. Pada awalnya penyelenggaraan Program Paket B

dan Program Paket C di Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut

Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka ditujukan bagi para santri (putra

dan putri) yang bermukim di pesantren, namun pada perkembangan selanjutnya

juga dapat menampung warga belajar yang berasal dari kalangan masyarakat

sekitar pesantren (Data Umum Pondok Pesantren Mansyaul Huda, 2008).

Pembaruan penyelenggaraan pendidikan ini sesuai dengan tujuan

pendidikan pesantren yang tercantum dalam Undang-undang RI tahun 1989

(1992: 4) yang dijelaskan bahwa:

(12)

manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dalam menghadapi tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat yang

semakin kompleks, peran serta santri di tengah-tengah masyarakat sebagai

penyeimbang, penyaring dan pelopor pembangunan setelah menimba ilmu di

Pondok Pesantren Mansyaul Huda sangat dirasakan dan dibutuhkan, baik di

bidang keagamaan, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Memperhatikan posisi

strategis Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan santri saat ini, maka

penyelenggaraan pendidikan kegamaan menjadi kebutuhan yang sangat penting.

Namun yang terjadi, penyelenggaraan pendidikan keagamaan di bawah

Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada umumnya tidak mendapatkan respons

yang baik dari peserta didik khususnya usia remaja. Hal tersebut terlihat dari

semakin menurunnya jumlah santri yang belajar di pesantren, khususnya santri

kalong (santri yang tidak menetap). Menurunnya minat belajar di pesantren terjadi

sekitar tahun 2000-an, hal tersebut dikarenakan semakin berkembangnya

paradigma masyarakat terhadap keberadaan sekolah umum yang merupakan

satu-satunya lembaga pendidikan yang paling baik, sehingga mereka yang tidak

menjalani studi di sekolah umum dianggap tidak berpendidikan serta semakin

gencarnya arus modernisasi yang mengubah pola pikir masyarakat menjadi

pragmatis. Kondisi seperti ini lambat laun akan mengakibatkankan nilai

keagamaan dan moral sebagai benteng perkembangan zaman kurang berkembang

pada diri peserta didik, khususnya di Desa Heuleut sendiri umumnya di

Kabupaten Majalengka.

Pesantren Mansyaul Huda dan sistemnya kini dihadapkan pada tantangan

zaman yang sangat berat untuk dilalui. Jika tidak mampu menjawab respons yang

berkembang pada saat ini maka pesantren akan kehilangan eksistensi dan

relevansinya dalam masyarakat, dan segala bentuk upaya yang sudah mengakar

dari awal pendiriannya dapat tercerabut dengan sendirinya. Sungguh ironis

(13)

itu ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji dalam perkembangan Pondok

Pesantren Mansyaul Huda, di antaranya pertama Pondok Pesantren Mansyaul

Huda mampu bertahan di tengah kondisi masyarakat yang semakin modern dan

mementingkan kebutuhan jasmani, sehingga kebutuhan agama ditinggalkan.

Kedua, Pondok Pesantren Mansyaul Huda diakui keberadaannya di Kabupaten

Majalengka, dengan ditetapkannya sebagai Pusat Informasi Pesantren (PIP)

Kabupaten Majalengka pada tahun 1988 oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka.

Hal ini dapat diasumsikan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda dipercaya

sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang berpengaruh khususnya di

Kabupaten Majalengka. Lantas, bagaimana peran masyarakat, pengelola dan

pemerintah dalam menjaga eksistensi lembaga ini dan pembaruan seperti apa yang

dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Mansyul Huda sehingga mampu bertahan di

tengah geliat masyarakat yang semakin maju.

Melalui pemamparan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk bisa menjawab

apakah Pondok Pesantren Mansyaul Huda ini dikategorikan sebagai pesantren

yang modern melalui perkembangannya dari tahun 1980-2008. Penelitian ini mengangkat judul “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka 1980-2008“. Pengamatan

dimulai dari tahun 1980, diasumsikan pada tahun 1980 merupakan periode

ke-emasan pesantren dilihat dari indikator kualitas dan kuantitas santri yang

berkembang secara signifikan. Antara lain para santri alumninya menjadi orang

yang berpengaruh di daerahnya masing-masing, sedangkan pada tahun 2008

digunakan sebagai batas waktu penelitian dikarenakan pada tahun tersebut

pesantren mulai membuka pendidikan formal dengan mendirikan Rombongan

Belajar Mahasiswa STAI Shalahuddin Al Ayubi Jakarta yang diperuntukan bagi

santri dan masyarakat luar yang ingin menuntut ilmu dan perkembangan fasilitas

(14)

I.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda Kabupaten Majalengka pada

tahun 1980-2008? Untuk lebih memfokuskan masalah, maka rumusan masalah

tersebut diuaraikan kedalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda di

Desa Heuleut Kabupaten Majalengka?

2. Bagaimana gambaran kehidupan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dalam

bidang pendidikan Islam di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka kurun waktu 1980-2008?

3. Bagaimana respon masyarakat terhadap pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka?

4. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pengelola pesantren, masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan dan mempertahankan Pondok Pesantren Mansyaul Huda?

5. Apa nilai-nilai yang dapat digali dari penelitian ini untuk pembelajaran sejarah?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan dan batasan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penulisan skripsi“Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun 1980-2008” ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran mengenai latar belakang historis berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kabupaten Majalengka.

2. Mendeskripsikan gambaran kehidupan Pondok Pesantren Mansyaul Huda

(15)

3. Mengidentifikasi respon masyarakat terhadap keberadaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, terutama mengenai dampak yang ditimbulkan dengan adanya pesantren tersebut dilihat dari pandangan masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung dan kendala yang dihadapi oleh pesantren dalam proses pengembangannya..

4. Mengidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda masyarakat maupun pemerintah untuk

mengembangkan dan mempertahankan pesantren.

5. Mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat digali dari Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk memperkaya penulisan sejarah sehingga dapat diaplikasikan untuk pembelajaran sejarah di sekolah.

I.4. Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat yang diperoleh dari penelitian ilmiah ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penulisan sejarah lokal di Indonesia pada umumnya dan sejarah pendidikan Islam pada khususnya

2. Memberikan kontribusi dalam penulisan sejarah mengenai perkembangan pesantren dalam bidang pendidikan Islam.

3. Dapat dijadikan acuan untuk penelitian mengenai pesantren-pesantren di Indonesia umumnya dan khususnya di Kabupaten Majalengka secara lebih luas dan mendalam.

4. Menanamkan nilai-nilai sejarah kepada peserta didik sebagai perluasan materi pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah yang ada pada standar kompetensi kelas XII semester 2, dalam materi memahami perkembangan Islam di Indonesia.

I.5 Metodologi Penelitian

I.5.I Metode Penelitian

(16)

proses menguji dan menjelaskan serta menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta-fakta yang telah diperoleh, dan hasilnya disebut Historiografi (Gottschalk, 1986: 32). Pada tahapan penulisan skripsi ini, teknik yang digunakan adalah teknik studi kepustakaan atau studi literatur, yaitu dengan cara mempelajari dan meneliti buku-buku, sumber-sumber tertulis maupun dokumen lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang dikaji.

Secara umum ada empat tahapan dalam metode ini, yaitu:

1. Heuristik, merupakan tahapan awal penulis mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan pokok bahasan yang akan dikaji. Sumber-sumber yang dikumpulkan baik berupa Sumber-sumber primer maupun Sumber-sumber sekunder, sumber lisan atau tulisan. Dalam penelitian karya ilmiah ini langkah pertama yang diambil oleh penulis adalah mencari sumber yang relevan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, artikel di internet, maupun penelitian terdahulu yang penulis dapatkan dari perpustakaan. Selain itu juga didapatkan beberapa informasi dari beberapa narasumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang menjadi kajian penulis.

2. Kritik Internal dan Eksternal, yakni tahapan lanjutan dari heuristik, dalam tahapan ini penulis melakukan penilaian atau menyelidiki apakah sumber-sumber yang didapatkan sesuai atau tidak untuk dipergunakan. Semua sumber-sumber yang didapatkan dipilih melalui kritik eksternal, yaitu dengan cara menguji aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang digunakan, sedangkan kritik internal dilakuakan untuk menguji aspek dalam berupa isi dari sumber sejarah tersebut.

3. Interpretasi, merupakan langkah untuk menafsirkan keterangan dari berbagai sumber yang terkumpul dengan mengolah fakta yang telah dikritisi melalui

proses kritik eksternal maupun internal.

(17)

I.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mempermudah dalam pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi literatur, yaitu dengan mengkaji dan menelaah secara mendalam buku-buku sumber yang berkaitan dengan tema dan judul yang penulis angkat. Buku-buku yang ditelaah secara mendalam mengenai sejarah pondok pesantren, sistem dan pola pendidikan yang digunakan di pondok pesantren termasuk dokumen-dokumen yang dapat memperkuat analisis penulis dalam mengkaji penelitian ini.

2. Studi dokumentasi, merupakan penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam arsip, baik gambar maupun tulisan atau dalam bentuk rekaman. Studi dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu ke Kantor Desa Heuleut dan Kantor Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

3. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber. Hal ini dilakukan dengan berkomunikasi dan berdiskusi dengan pihak yang terlibat secara langsung, sebagai upaya untuk memperoleh data-data yang tidak tercantum dalam sumber tertulis. Narasumber yang diikutsertakan adalah pimpinan pondok pesantren, staf pengajar, santri hingga masyarakat sekitar yang mendapatkan kontribusi dengan adanya pesantren.

I.6 Struktur Organisasi Skripsi

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang dibagi kedalam lima bab, antara lain sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, merupakan gambaran dasar penelitian yang akan digunakan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, penjelasan judul , metode penelitian dan sistematika penulisan.

(18)

terdahulu yang digunakan untuk membantu dalam menjawab permasalahan. Pembahasan pada bab ini difokuskan pada pentingnya literatur-literatur tersebut dalam penyusunan penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian, memaparkan langkah-langkah yang diambil oleh penulis dalam melakukan penelitian serta menjalankan proses penyusunan karya ilmiah. Adapun psosesnya dimulai dari pencarian sumber, interpretasi sumber dan pelaporan hasil kegiatan penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini.

Bab IV Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda tahun 1980-2008, pada bab ini penulis menguraikan pembahasan-pembahasan mengenai informasi yang telah didapatkan dari hasil penelitian secara deskripsi dalam bentuk tulisan.

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, penulis memaparkan mengenai langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian skripsi yang berjudul “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka Tahun

1980-2008”. Adapun metode yang digunakan akan dijabarkan sebagai berikut:

3.1. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan ialah

metode historis. Metode ini digunakan karena data-data yang dibutuhkan

menyangkut dengan masa lampau. Gottschalk (2008: 39) mengungkapkan bahwa

metode sejarah merupakan proses menguji dan menjelaskan serta menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta-fakta yang telah diperoleh, dan hasilnya disebut historiografi.

Secara umum penulis menggunakan enam tahapan yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah sebagaimana yang dipaparkan oleh Gray (Sjamsuddin, 2007) yaitu:

1. Memilih topik yang sesuai.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian berlangsung.

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah disimpulkan (kritik sumber).

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti, yaitu sistematika yang telah disiapkan sebelumnya. 6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti.

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian

sejarah ini sebagaimana yang dipaparkan oleh Ismaun (2005: 48:50), yakni:

(20)

b. Kritik Internal dan Eksternal, yakni tahapan lanjutan dari heuristik. Tahapan ini merupakan proses analisis terhadap sumber yang telah diperoleh, apakah sumber-sumber yang didapatkan sesuai atau tidak untuk dipergunakan. Pada tahapan ini dilakukan penyeleksian dengan menggunakan kritik ekstern maupun intern sehingga dengan proses ini didapatkan fakta yang sejarah mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka.

c. Interpretasi, merupakan langkah untuk menafsirkan keterangan dari berbagai sumber yang terkumpul dengan mengolah fakta yang telah dikritisi melalui proses kritik eksternal maupun internal sehingga diperoleh fakta-fakta yang valid.

d. Historiografi, tahapan ini dilakukan untuk menyusun dan membahas sumber-sumber yang telah diperoleh yang telah dianalisis dan ditafsirkan untuk selanjutnya ditulis menjadi rangkaian cerita yang ilmiah. Menurut Ismaun (2005: 125-131). Historiografi merupakan proses penulisan yang utuh dan masuk akal atas interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan penemuan yang dituangkan dalam bentuk skripsi.

3.2 Persiapan Penelitian

Pada tahapan ini, penulis melakukan beberapa persiapan penelitian yang

harus ditempuh sebelum melakukan penelitian ke lapangan, langkah-langkah yang

dilakukan oleh penulis di antaranya:

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Tahapan ini merupakan langkah awal dalam menjalankan penelitian.

Ketertarikan penulis pada mulanya didasari dengan banyaknya orang-orang yang

berada di lingkungan penulis pernah belajar di Pesantren Mansyaul Huda. Di

kehidupan sosial masyarakat tokoh-tokoh tersebut kemudian menjadi tokoh

panutan yang cukup disegani. Dengan didasari ketertarikan tersebut dan hasil dari

konsultasi dengan dosen, akhirnya penulis memutuskan untuk mengajukan topik

(21)

Setelah memilih dan menentukan topik penelitian, selanjutnya dilakukan

konsultasi dengan TPPS mengenai tema yang akan diangkat. Pemilihan tema

penelitian dilakukan melalui observasi ke lapangan yaitu dengan mengunjungi

Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten

Kabupaten Majalengka. Sebelum mendapatkan informasi dan masukan dari pihak

pesantren, penulis berkesempatan bertemu dengan salah satu alumni yang lama

belajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu Iwan Ridwan. Dari

perbincangan tersebut penulis mendapatkan gambaran awal mengenai pesantren.

Pada bulan November tahun 2012 dan bulan Januari tahun 2013, penulis

berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut

Kabupaten Majalengka. Pada kunjungan tersebut penulis bertemu dan berbincang

langsung dengan tokoh pendiri pesantren yaitu Kiai Haji Sarkosi Subki dan anak

pendiri pesantren yaitu Haji Aa Fachrurrozi. Hasil dari kunjungan dan

perbincangan tersebut, didapatkan masukan dan informasi mengenai Pondok

Pesantren Mansyaul Huda. Selain melakukan penelitian awal ke Pondok

Pesantren Mansyaul Huda, penulis juga membaca berbagai sumber literatur yang

berkaitan dengan tema yang akan dikaji.

Berdasarkan hasil observasi dan mengkaji berbagai literatur mengenai

Pondok Pesantren Mansyaul Huda, maka langkah selanjutnya ialah memilih dan

menentukan topik penelitian. Penulis kemudian mengajukan rancangan judul

penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) sebagai tim

pertimbangan yang khusus yang menangani penulisan skripsi di Jurusan

Pendidikan Sejarah. Adapun judul pertama yang penulis ajukan ialah “Pondok

Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kabupaten Majalengka: Sejarah dan

Perkembangannya tahun 1960-2005”. Setelah berkonsultasi dan meminta

pendapat dari TPPS maka rancangan proposal penelitian tersebut disetujui oleh

TPPS. Selanjutnya peneliti diperkenankan untuk menyusun rancangan penelitian

(22)

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar dalam melaksanakan

proses penelitian yang dijadikan landasan dalam penyusunan laporan penelitian.

Rancangan ini berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan dalam buku panduan

karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Pada dasarnya rancangan

penelitian ini meliputi:

1. Judul Penelitian.

2. Latar Belakang Penelitian.

3. Perumusan Masalah Penelitian.

4. Tujuan Penelitian.

5. Manfaat Penelitian.

6. Kajian Pustaka

7. Metodologi Penelitian.

8. Struktur Organisasi Skripsi.

9. Daftar Pustaka.

Rancangan penelitian dalam bentuk proposal yang telah diajukan dan

dikonsultasikan kemudian diserahkan kepada TPPS. Selanjutnya proposal tersebut

diseminarkan pada hari Jumat tanggal 11 Januari 2013 bertempat di Laboratorium

Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. Dari seminar tersebut banyak

masukan-masukan yang sangat membantu dalam proses penelitian selanjutnya,

baik dari calon pembimbing maupun dari dosen lainnya yang hadir dalam

seminar. Sesuai dengan masukan, penulis merubah sedikit redaksi kalimat dan tahun kajian dalam judul yang diangkat menjadi “Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka 1980-2008”.

Pengesahan untuk penulisan skripsi dikeluarkannya melalui Surat Keputusan

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan nomor

001/TPPS/JPS/PEM/2013 dan sekaligus menunjuk Dosen Pembimbing I dan

(23)

3.1.3 Mengurus Perizinan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian diperlukan perijinan untuk melancarkan

dan mempermudah dalam melaksanakan penelitian dan mendapatkan

sumber-sumber yang diperlukan dalam kajian skripsi ini. Surat izin penelitian dapat

dijadikan bukti bahwa peneliti merupakan mahasiswa yang melakukan penelitian

baik yang berhubungan institusi maupun perorangan dari Jurusan Pendidikan

Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas

Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun surat izin penelitian tersebut diantaranya

ditujukan kepada:

a. Pimpinan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

b. Kantor Pemerintahan Desa Heuleut Kabupaten Majalengka.

c. Para santri alumni Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

d. Sesepuh dan masyarakat Desa Heuleut.

3.1.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Tahapan ini dimaksudkan untuk memudahkan dan memperlancar penulis

dalam melakukan penelitian dan mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan

dalam kajian skripsi ini. Adapun perlengkapan penelitian tersebut antara lain:

a. Surat izin dari Dekan FPIPS UPI.

b. Instrumen wawancara, baik wawancara terencana maupun tidak terencana yang

dilakukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

c. Alat Perekam (Tape Recorder).

d. Alat Tulis.

3.1.5 Proses Bimbingan

Proses bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan dalam

penelitian skripsi ini. Berdasarkan Surat Keputusan Nomor

001/TPPS/JPS/PEM/2013 tentang penunjukan dosen pembimbing penulisan

(24)

ditetapkan ialah Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai dosen pembimbing I dan

Dra. Lely Yulifar, M.Pd sebagai dosen pembimbing II.

Proses bimbingan dilakukan secara berkesinambungan melalui pertemuan

antara penulis dan dosen pembimbing. Hasil yang telah dikonsultasikan kemudian

dicatat dalam sebuah lembar bimbingan yang formatnya telah ditentukan oleh

Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Universitas Pendidikan Indonesia. Dari bimbingan tersebut penulis mendapatkan

saran-saran yang baik guna penyelesaian penulisan skripsi ini.

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanan penelitian yang dilakukan oleh penulis dibagi ke dalam

beberapa langkah yang sesuai dengan metode historis. berdasarkan dengan

metode historis. Penjelasan lebih rinci akan di uraikan sebagai berikut:

3.3.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Pengumpulan sumber atau heuristik dalam penelitian sejarah merupakan

tahapan yang penting untuk dilaksanakan karena dari sumber-sumber yang

diperoleh seorang peneliti dapat membuat gambaran masa lalu yang sedang

dikajinya. Dalam mengumpulkan data dan informasi mengenai penulisan skripsi

tentang Pondok Pesantren Mansyaul Huda Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten

Kabupaten Majalengka, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi literatur (kepustakaan), studi dokumentasi dan wawancara. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a) Studi literatur (kepustakaan), yaitu dengan mengkaji dan menelaah secara mendalam buku-buku sumber yang berkaitan dengan tema dan judul yang penulis angkat. Buku-buku yang ditelaah secara mendalam mengenai sejarah pondok pesantren, sistem dan pola pendidikan yang digunakan di pondok pesantren termasuk dokumen-dokumen yang dapat memperkuat analisis

(25)

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, Perpustakaan Kabupaten Majalengka dan Perpustakaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Setelah berbagai literatur terkumpul dan relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, maka penulis mulai melakukan proses identifikasi, memilih sumber yang relevan dan kemudian mengkaji sumber tersebut.

b) Studi dokumentasi merupakan penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam arsip, baik gambar maupun tulisan atau dalam

bentuk rekaman. Studi dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu ke Kantor Desa Heuleut dan Kantor Pondok Pesantren Mansyaul Huda serta dokumen-dokumen yang dimiliki oleh alumni santri Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

c) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data-data yang tidak tercantum dalam sumber tertulis. Narasumber yang diikutsertakan adalah pimpinan pondok pesantren, staf pengajar, santri, alumni hingga masyarakat sekitar yang mendapatkan kontribusi dengan adanya pesantren.

Untuk mempermudah pengumpulan data, maka dilakukan dua tahapan di

antaranya:

3.3.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis

Pada tahap pencarian sumber tertulis, penulis mencari dan mengumpulkan

sumber-sumber tertulis baik berupa buku, artikel, dokumen dan hasil penelitian

sebelumnya yang didapatkan dari berbagai tempat. Sumber tertulis tersebut

didapatkan dengan mengkunjungi beberapa perpustakaan yang terdapat di

Bandung dan Majalengka, seperti:

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia Jln. Dr. Setiabudhi No. 229

sejak bulan November 2012-Januari 2013. Dari Perpustakaan Universitas

Pendidikan Indonesia (UPI), penulis menemukan buku yang berkaitan dengan

perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, elemen-elemen penting

(26)

pesantren secara umum, buku tersebut seperti buku Modernisasi Pesantren

karya Tuanaya M. Malik, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan

karya Nurcholis Madjid, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian

Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren karya Mastuhu,

Pesantren dan Pembaharuan karya Dawam M Raharjo

2. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI pada bulan November

2013 hingga Januari 2013. Penulis mendapatkan skripsi yang berjudul

Perkembangan Pondok Pesantren Al-Riyadl Kabupaten Majalengka

1989-2005 karya Siti Sonia, Pola Pendidikan Islam: Suatu Kajian Historis Terhadap

Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bentar di Kabupaten Garut Tahun

1967-1998 karya Irma Nurlaela.

3. Perpustakaan Daerah pemerintahan Kabupaten Majalengka di Jln. K.H. Abdul

Halim pada bulan Oktober 2012, di tempat ini penulis menemukan beberapa

buku yang berkaitan dengan pesantren secara luas dan buku yang berkaitan

dengan perkembangan Kabupaten Majalengka.

4. Perpustakaan Pondok Pesantren Mansyaul Huda di Desa Heuleut pada bulan

Desember 2012, peneliti memperoleh dokumen mengenai latar belakang

berdirinya Pondok Pesantren Mansyaul Huda, visi dan misi pesantren, dan

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan jadwal pelajaran, jumlah santri, tata

tertib santri, kegiatan pendidikan pesantren Mansyaul Huda.

5. Di bulan Desember tahun 2012 penulis berkunjung ke Kantor Pemerintahan

Desa Heuleut, penulis mendapatkan beberapa dokumen mengenai profil desa,

gambar peta wilayah, kondisi geografis, administratif, dan kondisi masyarakat.

6. Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati di Jln. A.H

Nasution Cibiru Kota Bandung, di tempat ini peneliti mendapatkan beberapa

karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan pesantren di Kabupaten Majalengka,

di antaranya Skripsi karya Asep Mulyana yang berjudul Pondok Pesantren

Santi Asromo di Desa Pasirayu Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka,

Tesis karya Syamsuddin R.S yang berjudul Transformasi kepemimpinan

Pesantren (Kajian tentang pergeseran corak kepemimpinan Kiai dan

(27)

adanya beberapa skripsi dan tesis ini penulis mendapatkan beberapa gambaran

pola perkembangan pesantren di Kabupaten Majalengka. Selain itu penulis

mendapatkan buku-buku mengenai pesantren secara luas.

7. Buku-buku lainnya yang telah dimiliki oleh penulis dan koleksi teman, seperti

buku Metodologi Sejarah karya Helius Sjamsudin, Sejarah Sebagai Ilmu karya Ismaun, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai karya Zamakhsyari Dhofier.

3.3.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan

Pengumpulan sumber lisan bertujuan untuk mencari informasi langsung

kepada tokoh-tokoh yang berhubungan dan sejaman dengan judul penelitian yang

dikaji mengenai Pondok Pesantren Mansyaul Huda melalui proses wawancara.

Menurut Kartawiriaputra (1994: 41), ada beberapa aspek yang yang harus

diperhatikan dalam menentukan narasumber, yaitu faktor mental dan fisik

(kekuasaan), perilaku (kejujuran dan sifat sombong), kelompok usia yaitu umur

yang cocok, tepat dan memadai. Menurut Kuntowijoyo (1994: 74) Teknik

wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari

narasumber sebagai pelengkap sumber tertulis.

Sebelum melaksanakan wawancara, terlebih dahulu penulis menyiapkan

daftar pertanyaan yang dijabarkan secara garis besar. Pada pelaksanaannya,

penulis menggunakan proses wawancara secara terencana/terstruktur berdasarkan

pedoman wawancara yang terdiri dari daftar pertanyaan yang telah disusun.

Wawancara terstruktur ini bertujuan untuk menghindari jawaban-jawaban yang

berkembang lebih dari fokus permasalahan. Apabila informasi yang diberikan

oleh narasumber kurang fokus dari inti permasalahan, maka penulis mengajukan

beberapa pertanyaan dengan lebih mengembangkan pertanyaan-pertanyaan

sebelumnya. Hal tersebut bertujuan untuk membantu narasumber dalam

mengingat kembali peristiwa yang pernah dialaminya sehingga informasi yang

didapatkan lebih lengkap dan akurat.

Wawancara pertama dilakukan dengan Iwan Ridwan umur 53 tahun, yang

merupakan alumni Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Narasumber mulai belajar

(28)

wawancara dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan pada bulan November

2012. Narasumber merupakan orang pertama yang membantu penulis dalam

memberikan informasi mengenai pesantren, alumni-alumni pesantren dan

pengalaman narasumber saat mencari ilmu di Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

Tidak ada kesulitan yang berarti dalam wawancara ini. narasumber bahkan

membantu dalam mempersiapkan perizinan dan mempersiapkan pertanyaan

penelitian serta berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren Mansyaul Huda

bersama narasumber. Kunjungan yang dilakukan bersama narasumber ke Pondok

Pesantren Mansyaul Huda dilaksanakan selama dua kali, yaitu pada bulan

November 2012.

Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh dari Iwan Ridwan, maka

penulis menindaklanjuti dengan melakukan wawancara dengan narasumber lain

yang berhubungan langsung dalam penelitian ini. Narasumber tersebut antara lain

sebagai berikut:

1. Pengasuh atau Pimpinan Pondok Pesantren Masnyaul Huda

Narasumber yang diwawancarai adalah pimpinan sekaligus pendiri

Pondok Pesantren Mansyaul Huda, yaitu Kiai Haji Sarkosi Subki umur 70 tahun.

Sebagai tokoh pendiri Pondok Pesantren Mansyaul Huda yang hingga saat ini

masih hidup, beliau sangat berperan dalam memberikan data-data yang berkaitan

langsung dengan pesantren. Proses pertama yang dilakukan adalah meminta izin

untuk melakukan penelitian di Pesantren yang dipimpinnya. Penulis berkunjung

pada bulan November bersama Iwan Ridwan tahun 2012 dan berbincang

mengenai pesantren yang dipimpinnya. Berhubung pada saat itu kondisi fisik Kiai

Haji Sarkosi Subki sedang tidak sehat, maka proses wawancara dilakukan hanya

sebentar. Pada pertemuan tersebut penulis mendapatkan informasi mengenai

perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan latar belakang berdirinya

pesantren. Setelah pertemuan pada bulan November 2012, penulis kemudian

datang kembali ke Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada bulan Januari 2013

untuk melakukan proses wawancara. Dari hasil wawancara yang penulisi lakukan

dengan narasumber, didapatkan keterangan riwayat hidup, latar belakang

(29)

penulis mendapatkan dokumen yang berkaitan dengan Pondok Pesantren

Mansyaul Huda.

2. Staf Pengajar Pondok Pesantren Mansyaul Huda

Pada wawancara selanjutnya penulis berhasil mewawancarai keturunan

dari pimpinan Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu Haji Aa Fachrurrozi.

Proses wawancara dilakukan pada bulan Januari 2013. Wawancara dilakukan di

rumah narasumber yang berlokasi di kompleks Pondok Pesantren Mansyaul Huda

Desa Heuleut. Selain keturunan langsung dari pendiri pesantren, narasumber juga

merupakan staf pengajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda dan Sekolah Tinggi

Agama Islam Salahudin Al Ayyubi. Dari hasil wawancara, diperoleh data

mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mengembangkan dan mempertahankan pesantren yang didirikan serta hambatan dalam mengelola pesantren. Data-data yang diberikan berupa data umum pesantren dan foto-foto yang berkaitan dengan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Dari hasil wawancara penulis dengan narasumber diperoleh informasi bahwa pesantren belum memiliki administrasi pendidikan yang rapi.

Selain itu penulis mewawancarai staf pengajar lain sekaligus kepala pondok Pesantren Mansyaul Huda Yaitu Iding Mahfudin umur 27 tahun. Narasumber merupakan salah satu santri yang belajar di pesantren pada tahun 2003. Wawancara dilakukan tanpa adanya hambatan yang berarti. Proses wawancara dilakukan di kantor sekertariat Pondok Pesantren Mansyaul Huda pada bulan Juni 2013. Dari narasumber penulis mendapatkan data mengenai fungsi pondok, pengelolaan pondok putra dan putri, jadwal kegiatan harian dan tahunan, jumlah santri, tata tertib santri maupun materi dan metode yang digunakan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

3. Alumni Pesantren

Selain Iwan Ridwan Alumni pesantren yang diwawancarai ialah Ihat

Solihat umur 44 tahun yang mulai belajar di Pondok Pesantren Mansyaul Huda

pada tahun 1983 hingga tahun 1988, selain itu Ii Rohaeti umur 42 tahun yang

(30)

yang mulai belajar pada tahun 1977 hingga tahun 1982. Wawancara berlangsung

pada bulan Desember 2012 hingga Mei 2013. Informasi yang diperoleh adalah

mengenai kondisi pesantren pada tahun 1980-an dan pola pembelajaran pada saat

mereka menjadi santri di pesantren Mansyaul Huda.

Berdasarkan proses wawancara dengan narasumber, pada tahun 1980-an

pesantren mengalami masa ke-emasannya. Hal tersebut terlihat dari semakin

bertambahnya santri pada masa itu dan banyak alumni angkatannya menjadi

beberapa tokoh yang terkemuka di daerahnya masing-masing. Pada tahun tersebut

pesantren masih bersifat tradisional, di mana dalam pembelajaran yang

dilaksanakan masih terfokus pada kitab-kitab kuning yang dipelajarinya. Fasilitas

yang tersedia pada tahun tersebut pun masih terbilang sederhana. Seperti yang

diutarakan oleh Ihat Solihat (Wawancara 31 Januari 2013) pada saat narasumber

menuntut ilmu di Pondok Pesantren Mansyaul Huda, lingkungan di sekitar

pesantren masih berupa lahan sawah yang masih luas.

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan kondisi Pondok Pesantren

Mansyaul Huda hingga perkembangannya diperlukan sumber dari masyarakat

Desa Heuleut. Masyarakat yang menjadi narasumber adalah tokoh masyarakat,

pejabat pemerintahan Desa Heuleut. Penulis melakukan proses wawancara di

Kantor Desa Heuleut. Di sana penulis mewawancarai Kepala Desa Heuleut yaitu

Bapak Agus Sofyan, dan Sekertaris Desa Heuleut Bapak Yaminuddin. Proses

wawancara dilaksanakan pada bulan November 2012.

Proses wawancara dilaksanakan di Kantor Pemerintahan Desa Heuleut

Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka. Partisipasi masyarakat dalam

penelitian ini ditujukan agar peneliti diberikan informasi mengenai kontribusi dan

dampak masyarakat terhadap pondok pesantren, hingga kontribusi dan dampak

pesantren terhadap masyarakat. Dari proses wawancara tersebut penulis

mendapatkan beberapa data yang berkaitan dengan perkembangan desa pada

tahun 1980 sampai 2008. Data-data tersebut terkait dengan kondisi masyarakat

baik dari segi ekonomi, pendidikan maupun keagamaan. Selain itu penulis

berhasil mendapatkan data profil desa dan peta desa. Adapun alasan penulis

(31)

tersebut mengetahui tentang perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda.

3.3.2 Kritik Sumber

Tahapan yang dilaksanakan selanjutnya ialah kritik terhadap sumber

sumber yang telah didapatkan. Proses kritik ini bertujuan agar sumber yang

didapatkan dapat diuji kebenaran atau ketepatannya (akurasi). Seorang sejarawan

yang telah mendapatkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis tidak bisa

dengan begitu saja menerima hasil yang diungkapkan dari sumber tersebut.

Peneliti diharuskan untuk mengkritisi sumber tersebut.

Menurut Sjamsuddin (2007:132) fungsi kritik sumber bagi sejarawan serta

kaitannya dengan tujuan sejarawan itu adalah dalam rangka mencari kebenaran.

Melalui kritik sumber, penulis diharapkan agar setiap data-data sejarah yang

diberikan oleh orang yang memberikan informasi (informan) hendak diuji dahulu

validitasnya, sehingga dalam proses pencarian kebenaran ini penulis mampu

membedakan sesuatu yang benar dan tidak benar, apa yang mungkin dan

meragukan. Dalam ilmu sejarah kritik sumber mencakup dua aspek, yaitu kritik

internal dan kritik eksternal sumber sejarah. Untuk lebih jelasnya penulis

memaparkan kritik yang dilaksanakan seperti di bawah ini.

3.3.2.1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal merupakan proses pengujian sumber dari aspek-aspek luar

dari sumber sejarah. Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal usul dari

sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk

mendapatkan informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu

waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh-orang-orang tertentu atau

tidak (Sjamsuddin, 2007: 133-134).

Kritik eksternal yang dilakukan oleh penulis lebih ditekankan kepada

sumber tertulis sekunder, karena pada tahapan heuristik sebelumnya penulis tidak

mendapatkan sumber tertulis primer. Setelah memperoleh sumber tertulis

sekunder berupa salinan dokumen dan buku-buku, maka penulis melakukan

identifikasi terhadap penerbit, nama pengarang, tahun terbit, tempat diterbitkan

(32)

sebuah sumber yang dijadikan bahan penelitian ini. Melalui kritik eksternal,

sumber tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara validitas sebagai sumber

penelitian.

Kritik eksternal sumber tertulis dilakukan terhadap buku Dinamika Sistem

Pendidikan Pesantren karya Mastuhu yang diterbitkan oleh INIS, Jakarta. Latar

belakang Pendidikan sarjananya diselesaikan di Fakultas Pendidikan Universitas

Gajah Mada (1962). Setelah beberapa lama mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta ia kemudian melanjutkan pendidikannya pada Departemen of Education,

The University of Western Australia dan berhasil meraih gelar Master of

Education. Bukunya yang berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren

merupakan disertasinya pada Fakultas Pascasarjana IPB.

Kariernya diawali ketika menjadi ketua Pusat Penelitian, Pengembangan,

Dan Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(1978-1980), Sekertaris Konsorsium Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

(1990-1996), Anggota Badan Akreditasi Nasional (1995-hingga sekarang). Selain

itu ia juga pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor Universitas Asy-syafiiyah,

Jakarta, dan ketua Disiplin Ilmu Agama pada Dewan Pertimbangan Pendidikan

Tinggi Direktur Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Berdasarkan informasi tersebut, penulis berkesimpulan bahwa Prof. Dr

Mastuhu adalah seorang ahli dalam bidang pendidikan umum yang berada di

lingkungan Perguruan Tinggi Islam. Keahliannya dalam bidang pendidikan

dikembangkan lebih lanjut melalui aktivitasnya dalam bidang penelitian. Dengan

kata lain ia adalah seorang ahli pendidikan, baik umum maupun Islam yang

berbasiskan penelitian. Oleh karena itu penulis berkesimpulan buku Dinamika

Sistem Pendidikan Pesantren adalah hasil observasinya secara langsung. Menurut

penulis tulisan Mastuhu ini kompeten dan faktual, sehingga layak untuk dijadikan

sumber rujukan penelitian.

Selain melakukan kritik eksternal dalam sumber tertulis, penulis

melakukan pula kritik terhadap sumber lisan. Penulis memperhatikan beberapa

aspek yang terdapat dari narasumber, diantaranya latar belakang pendidikan,

(33)

melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan dengan mempertimbangkan usia

narasumber yang disesuaikan dengan tahun kajian peneliti, yaitu tahun

1980-2008. Penulis kemudian melihat kedudukannya pada saat itu, apakah faktor

kesehatan berupa daya ingatnya masih kuat atau tidak.

Kritik eksternal sumber lisan dilakukan terhadap narasumber Kiai Haji

Sarkosi Subki. Narasumber merupakan tokoh pendiri Pondok Pesantren Mansyaul

Huda yang dilahirkan pada tahun 1943. Oleh karena itu penulis menggolongkan

narasumber sebagai sumber lisan primer. Berdasarkan usia, kini narasumber

berumur 70 tahun, maka pada masa tahun 1980-2008 narasumber berumur 30

tahun-an. Dengan umur tersebut narasumber mengalami dan menyaksikan secara

langsung perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Dilihat dari segi

kesehatan kondisi narasumber masih dalam keadaan sehat baik dalam segi

ingatan, ucapan maupun pedengaran. Oleh karena itu penulis menilai secara

eksternal bahwa Kiai Haji Sarkosi Subki adalah narasumber yang dapat dipercaya.

Kritik eksternal dari sumber lisan kedua dilakukan terhadap Iwan Ridwan.

Iwan Ridwan dilahirkan pada tahun 1960 dan merupakan seorang alumni di

Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Narasumber mulai belajar di Pesantren

Mansyaul Huda pada tahun 1977 sampai dengan tahun 1982, berarti tahun

tersebut sudah di dalam tahun kajian. Diketahui bahwa Iwan Ridwan merupakan

santri yang pernah menjabat dalam organisasi yang dikelola oleh santri, hal

tersebut diperkuat oleh pendapat alumni se-angkatan narasumber yaitu Solehudin

dan Ihat Solihat. Hingga saat ini Iwan Ridwan masih berhubungan baik dengan

semua elemen pesantren. Oleh karena itu penulis menempatkan kedudukan Iwan

Ridwan sebagai narasumber.

Selain itu penulis melakukan kritik eksternal terhadap narasumber

Yaminuddin. Berdasarkan usia, narasumber berumur 50 tahun. Narasumber

menjabat sebagai Sekertaris Desa Heuleut. Beliau bukan penduduk asli Desa

Heuleut. Namun pada tahun 1985 beliau menikah dengan penduduk asli Desa

Heuleut dan menetap di desa tersebut hingga sekarang. Dengan latar belakang

tersebut penulis menilai secara eksternal bahwa Yaminuddin adalah narasumber

(34)

1980-2008 beliau mengetahui perkembangan desa dan melihat kontribusi desa terhadap

Pondok Pesantren Mansyul Huda. Selain itu narasumber masih dalam keadaan

yang sehat.

3.3.2.1 Kritik Internal

Kritik internal merupakan sebuah proses dimana penulis membandingkan

aspek isi (konten) dari sumber-sumber yang diperoleh baik dari sumber lisan

maupun tulisan. Tujuan dari kritik internal adalah untuk menilai kredibilitas

sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung

jawab, dan moralnya (Ismaun, 2005: 50). Kritik internal ini dilakukan dengan

cara membandingkan (Cross check) sumber-sumber yang diperoleh berupa

buku-buku sumber, wawancara narasumber satu dengan narasumber lainnya terhadap

peristiwa sejarah yang pernah dialaminya.

Hal yang penulis bandingkan pada kritik internal pada sumber lisan,

misalnya mengenai pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda. Ketika penulis

wawancara dengan Kiai Haji Sarkosi Subki dan diberikan pertanyaan mengenai

tahun berdirinya, narasumber menjawab dengan pasti bahwa pesantren didirikan

pada tanggal 1966. Sementara itu penulis bertanya kepada Bapak Yaminnudin

perihal pertanyaan yang sama dan Yaminnudin menjawab bahwa Pondok

Pesantren Mansyaul Huda berdiri diperkirakan sekitar tahun 1960-an. Hal tersebut

membuat kebingungan tersendiri bagi penulis. Oleh karena itu, penulis kemudian

membandingkannya dengan dokumen Data Umum Pondok Pesantren Mansyaul

Huda. Dalam dokumen tersebut tercantum bahwa peresmian Pondok Pesantren

Mansyaul Huda adalah pada tahun 1966 tepatnya pada tanggal 20 Mei yang sesuai

dengan informasi dari Kiai Haji Sarkosi Subki. Dari proses tersebut dapat

diketahui bahwa hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis mendekati

tahun yang tercantum dalam dokumen.

3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)

Setelah melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang diperoleh dan

dikumpulkan, peneliti kemudian melakukan langkah selanjutnya yaitu interpretasi

(35)

penelitian ini disusun dan ditafsirkan sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang

selaras untuk memberikan penjelasan terhadap fokus masalah yang telah

dirancang sebelumnya.

Penulis menggabungkan beberapa sumber yang didapatkan baik dari

buku-buku, hasil wawancara maupun dokumen. Hal ini bertujuan agar fakta-fakta yang

didapat tidak bertentangan dengan sumber-sumber yang diperoleh, khususnya

sumber primer. Dari keterhubungan antara beberapa sumber dan fakta yang telah

didapat inilah kemudian dijadikan dasar untuk membuat interpretasi (penafsiran).

Penafsiran yang telah dilaksanakan dan ditemukan memberikan signifikasi dan

sintesis dari hasil penelitian yang dilaksanakan. Setelah proses ini kemudian

penulis menuangkannya dalam suatu penelitian utuh yang dinamakan

historiografi.

Langkah yang dilakukan oleh penulis dalam tahap ini yaitu mengolah,

menyusun dan menafsirkan fakta yang telah teruji kebenarannya. Fakta-fakta tang

diperoleh tersebut dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Pada

tahapan interpretasi ini penulis menggunakan pendekatan interdisipliner untuk

mempertajam analisis. Pendekatan interdisipliner ini dimaksudkan untuk

membantu disiplin ilmu sejarah yang dijadikan disiplin ilmu utama dalam

mengkaji permasalahan dengan dibantu ilmu-ilmu sosial lain.

Ilmu-ilmu sosial yang digunakan oleh penulis adalah ilmu sosiologi

dengan menggunakan konsep interaksi sosial, kepemimpinan dan teori perubahan

sosial. Supardan (2007: 140) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan

proses sosial yang menyangkut hubungan timbal balik antar pribadi, kelompok

maupun pribadi dengan kelompok dan merupakan syarat yang utama terjadinya

aktivitas-aktivitas sosial. Konsep yang digunakan tersebut membantu dalam

menjelaskan mengenai interaksi antara elemen-elemen yang ada di Pondok

Pesantren Mansyaul Huda dengan masyarakat sekitar.

Selain menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial, dalam langkah interpretasi

digunakan pula konsep-konsep dalam ilmu pendidikan seperti penggunaan konsep

kurikulum. Konsep tersebut memberikan penjelasan mengenai perkembangan

(36)

dan evaluasi pendidikan yang digunakan oleh pesantren. Pada dasarnya kurikulum

yang digunakan di pesantren memiliki ciri khasnya tersendiri.

Penulis menginterpretasikan bahwa Pondok Pesantren Mansyaul Huda

didirikan tidak hanya bertujuan untuk melahirkan intelektual-intelektual Muslim

saja, namun dalam tatanan sosial Pondok Pesantren Mansyaul Huda telah menjadi

lembaga sosial kemasyarakatan yang berupaya untuk memberdayakaan

masyarakat. Selain itu sebagai lembaga pendidikan Islam Pondok Pesantren

Mansyaul Huda berupaya untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat

untuk mendapatkan pendidikan. Sehingga pemerataan pendidikan dapat dinikmati

oleh semua lapisan masyarakat.

3.4 Laporan Hasil Penelitian

Tahapan terakhir yang penulis tempuh dalam penyusunan skripsi ini

adalah pembuatan laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian ini

memberikan gambaran dari hasil temuan yang telah didapatkannya. Hasil temuan

fakta-fakta yang telah diperoleh kemudian diseleksi dengan melakukan kritik

eksternal maupun internal dan dianalisis secara seksama. Hasil yang telah

didapatkan ini kemudian disusun secara rekonstruktif sehingga menjadi sebuah

penulisan sejarah atau historiografi. Historiografi merupakan langkah terakhir

dalam melaksanakan suatu penelitian sejarah. Seluruh hasil yang diperoleh

penulis kemudian disusun menjadi suatu karya ilmiah, yaitu skripsi.

Laporan penulisan ini telah disesuaikan dan dibuatkan dengan dengan

berdasarkan pada struktur organisasi skripsi yang telah ditentukan oleh

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Selain itu untuk mendukung metode

historis yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

interdisipliner yang membantu dalam menganalisis suatu permasalahan. Teknik

penulisan yang digunakan dalam pembuatan hasil penelitian ini menggunakan

buku pedoman karya ilmiah yang lazim digunakan oleh segenap civitas

akademika. Teknik penulisan yang digunakan dalam teknik pengutipan dalam

skripsi ini adalah menggunakan Sistem Harvard dan disesuaikan dengan Ejaan

(37)

Seluruh hasil penelitian ini disusun dalam sebuah skripsi dengan judul “PONDOK PESANTREN MANSYAUL HUDA DESA HEULEUT KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA 1980-2008”

Struktur organisasi skrispsi dibagi ke dalam lima bagian yang memuat

pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, pembahasan serta kesimpulan

dan rekomendasi. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, akan diuraikan dasar penelitian yang akan digunakan dilihat dari kesenjangan yang nampak dari sebuah realita, yang meliputi latar

belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penulisan, penjelasan judul, metode penelitian dan struktur organisasi skripsi.

Bab II Kajian Pustaka, merupakan pemaparan mengenai tinjauan pustaka yang menjadi rujukan penulis dalam mengkaji topik permasalahan yang akan dibahas. Penulis mengkaji beberapa sumber literatur maupun penelitian terdahulu yang digunakan untuk membantu penulis dalam menjawab permasalahan. Pembahasan pada bab ini difokuskan pada pentingnya literatur-literatur tersebut dalam penyusunan penelitian ini.

Bab III Metode Penelitian, memaparkan langkah-langkah yang diambil oleh penulis dalam melakukan penelitian serta menjalankan proses penyusunan skripsi. Adapun psosesnya dimulai dari pencarian sumber, interpretasi sumber dan pelaporan hasil kegiatan penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini.

Bab IV Perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda tahun 1980-2008, memaparkan bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Mansyaul Huda, pada bab ini penulis menguraikan pembahasan-pembahasan mengenai informasi yang telah didapatkan dari hasil penelitian secara deskripsi dalam bentuk tulisan. Peneliti menguraikannya secara deskriptif dari hasil fakta-fakta yang telah didapatkan.

(38)

rumusan masalah. Saran-saran yang diberikan dapat ditujukan kepada semua pihak yang pembuat kebijakan.

Daftar Pustaka, dalam bab ini tercantum semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini, baik sumber yang berupa buku, jurnal, dokumen dan sumber wawancara. Penulisan daftar pustaka ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Lampiran-Lampiran, berisi semua dokumen yang digunakan dalam

penelitian dan penulisan, hasil-hasilnya menjadi satu karya tulis ilmiah untuk

memudahkan pembaca. Setiap lampiran diberi nomor urut sesuai dengan urutan

(39)

115 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang

dilakukan oleh penulis Selain kesimpulan, diuraikan pula rekomendasi yang

penulis berikan kepada beberapa pihak yang berkaitan dengan skripsi ini.

5.1 Kesimpulan

Pertama, latar belakang pendirian Pondok Pesantren Mansyaul Huda tidak

terlepas dari kemampuan sosok Kiai Haji Sarkosi Subki sebagai pendiri dan

pengasuh Pondok Pesantren Mansyaul Huda untuk mensyiarkan nilai-nilai

ke-Islaman pada masyarakat. Dengan kondisi keagamaan masyarakat Desa Heuleut

yang masih awam terhadap ilmu agama dan kurangnya kesejahteraan ekonomi

masyarakat yang berdampak pada minimnya tingkat pendidikan masyarakatnya,

maka pada tanggal 20 Mei 1966 didirikanlah Pondok Pesantren Mansyaul Huda

yang bertujuan untuk melahirkan para santri yang dapat menjadi pemimpin serta

mampu memberikan petunjuk bagi masyarakat. Pesantren ini berawal dari

kegiatan-kegiatan pengajian yang diikuti oleh anak-anak di sekitar lingkungan

Desa Heuleut dan semakin berkembang dengan bertambahnya jumlah santri dari

beberapa daerah di Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Cirebon dan

Sumedang..

Kedua, Pondok Pesantren Mansyaul Huda dari tahun 1980 sampai dengan

tahun 2008 mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan yang

terjadi meliputi aspek kualitas dan kuantitas santri maupun staf pengajar, serta

sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran. Perkembangan

kuantitas dan kualitas santri ditujukan pada tahun 1980 hingga tahun 1990 dengan

hampir 50% santri yang belajar datang dari berbagai daerah dan alumninya

menjadi tokoh-tokoh berpengaruh dan banyak yang mendirikan pesantren di

daerahnya masing-masing, sedangkan pada tahun 2000-an sarana dan prasarana

penunjang mulai mengalami penambahan. Dilihat dari segi fisik dan fasilitas serta

sistem pengelolaan pendidikan yang dikembangkan, Pondok Pesantren Mansyaul

(40)

tidak mengenal istilah “dikotomi” tradisional-modern. Sebab pada dasarnya

pendidikan Islam selalu merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits yang pemahaman

dan penafsirannya selalu mengikuti perkembangan zaman. Pengelolaan yang

mengalami pergeseran dari tradisional ke modern dipengaruhi oleh faktor

terjadinya perubahan sosial dan kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar

pesantren. Sehingga dibutuhkan penanganan yang dapat mempertahankan

eksistensi pesantren.

Selain itu untuk merespon paradigma masyarakat terhadap orientasi hidup

dalam proses menuntut ilmu yang lebih mempertimbangkan masa depan yang

pragmatis, maka sejak tahun 2007 Pondok Pesantren Mansyaul Huda melakukan

pembaruan dalam sistem pendidikan yang dilaksanakannya dengan membuka

program-program kesetaraan pendidikan. Dengan semakin kompleksnya

pembaruan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda, maka

diperlukan sumber daya manusia yang kompeten. Dalam hal tenaga pengajar pun

secara kuantitas bertambah dengan banyaknya staf pengajar yang tidak hanya dari

kalangan santri, namun di Pondok Pesantren Mansyaul Huda sudah tersedia

banyak sarjana yang mengabdikan ilmunya sebagai tenaga pengajar. Pembaruan

pengelolaan pendidikan yang dikembangkan di Pondok Pesantren Mansyaul Huda

pada dasarnya mengalami perubahan dengan dibukanya jalur formal dalam sistem

pendidikannya, namun perubahan tersebut tidak berarti mengubah tradisi

pesantren yang sudah mengakar.

Ketiga, keberadaan dan pembaruan yang dilaksanakan oleh pondok

pesantren Mansyaul Huda mendapatkan respon positif dari masyarakat sekitar,

baik dalam bidang keagamaan dan lingkungan. Salah satu dampak positif yang

ditimbulkan oleh Pondok Pesantren Mansyaul Huda yaitu mampu menciptakan

kondisi lingkungan Desa Heuleut yang agamis dan kondusif. Masyarakat

berpandangan bahwa pesantren merupakan lembaga penyeimbang dari sekolah

umum. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dari segi kelembagaan, Pondok

Pesantren Mansyaul Huda memperoleh pengakuan dari masyarakat.

Dalam melaksanakan segala tujuan yang ingin dicapai oleh Pondok

Referensi

Dokumen terkait

Pondok Pesantren Darussalam Parmeraan merupakan salah satu Pondok Pesantren yang tertua di Kecamatan Dolok, Pondok Pesantren ini terletak di pinggiran hutan Desa Parmeraan Kecamatan

Sebagaimana sebuah institusi pendidikan Islam lainnya, sebuah pondok pesantren tentu tidak lepas dari pendirinya. Pondok Pesantren Miftahul Huda didirikan oleh

eling Nurul Huda Pondok Pesantren Darul Hikam Brebes, letak geografis, Visi dan Misi Pondok Pesantren Darul Hikam, profil pengasuh majlis Eling Nurul Huda asal-usul

Pondok Pesantren Nurul Huda adalah salah satu pondok pesantren yang berada ditengah-tengah masyarakat dan senantiasa menjalankan fungsi dakwah disebagian wilayah

Pemeritahan sekitar sangat mendukung dengan adanya pondok pesantren subulul huda, karena secara langsung pondok pesantren subulul huda ikut serta dalam proses

8) Ikrar Wakaf, Sumber ini adalah hasil photo copy yang diberi Fahmi, selaku pengurus Pondok Pesantren Sirojul Huda. Sumber ini adalah asli yang diketik dalam kertas HVS

1. Strategi yang digunakan Pondok Pesantren Nurul Huda dalam membentuk entrepreneurship santri dengan Membangun Mental Entrepreneurship, Mengenalkan Unit Usaha Kepada Para

Page277 ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN PONDOK PESANTREN AL-HUDA BONGGAH DESA PLOSO KECAMATAN NGANJUK Muhamad Juhan Junaidi Madrasah Tsanawiyah Al Huda Bogo Nganjuk Johanjunaid