• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Strategi Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah merupakan aktifitas umat Islam yang selalu dilakukan dalam mengarungi samudera kehidupan. Dakwah dijalan Allah merupakan dakwah tertinggi, karena merupakan bentuk risalah para nabi dan rasul-Nya yang menjadi petunjuk dan pelopor perbaikan. Oleh karena itu, kegiatan dakwah cakupannya sangat luas, sehingga Allah memberi peringatan pada setiap manusia untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Hal ini telah djelaskan dalam surah Ali Imran ayat 104 :































Artinya :“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran : 104)

Dalam Al-Quran dan Sunnah, terdapat penjelasan tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan perintah terhadap mereka yang layak untuk membawa bendera dakwah.

Mereka yang mampu mengajarkan agama baik melalui tulisan, ceramah maupun pengajaran sehingga individu dan masyarakat dapat memahaminya.1

“Tiada hari tanpa berdakwah”.2 Rafi’udin mengatakan bahwa ; Sebagai orang Islam, kita hendaknya sepakat dengan semboyan seperti itu. Namun mengingat diri sendiri adalah yang terpenting, maka kita harus berbekal diri dengan menambah khazanah ilmu pengetahuan serta mengetahui barbagai ilmu dan kejadian yang berkembang dewasa ini. Ini berarti bahwa disamping mempelajari ilmu agama, umat islam juga dituntut untuk menambah pengetahuan serta ketrampilan untuk membawa

1Musthofa Ar-Rafi’i, Potret Juru Dakwah (Jakarta: pustaka Al-kawsar, 2002), 51.

1

(2)

dan mengarahkan umat Islam lainnya. Karena pada dasarnya dakwah tidak hanya terletak pada majlis dakwah dan pengajian umum semata, tetapi dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Misalnya pada suatu perjanjian atau tempat kita bekerja atau beraktivitas kita melihat kemungkaran, maka kita harus mencegahnya. Itupun sudah termasuk berdakwah.

Pada kenyataannya kalau diamati, generasi muda dewasa ini sangat memprihatinkan. Sebagian dari remaja kita sudah kehilangan moral dan lepas kendali agama. Hal ini dapat disaksikan dalam kehidupan sehari – hari. Banyak diantara mereka yang suka nongkrong di pinggir jalan tanpa alasan yang jelas. Main di tempat hiburan, diskotik dan bergaul bebas tanpa batas. Mengonsumsi narkotika, ekstasi, heroin, dan minuman keras serta beberapa perbuatan kriminal dan tawuran. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, umat Islam menghadapi kenyataan ini tentunya memiliki rasa tanggung jawab baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

Pendidikan agama merupakan penuntun untuk hidup lebih arif dan berakhlakul karimah. Seseorang yang tidak memilki pendidikan agama, akan rentan keimanan dan akidahnya. Bahkan ada yang terjerumus kedalam jurang kehidupan yang nista penuh dosa.

Sehingga bisa dijelaskan lagi bahwa keterpaduan dakwah didalam Pondok Pesantren sebagai salah satu strategi berupa pengembangan akhlakul karimah dan kecintaan serta kepedulian terhadap moral – moral pemuda saat ini, ditunjukan oleh sebuah lembaga Pondok Pesantren Mambaul Huda yang telah mencetak kader – kader Islam dan ingin berdakwah untuk menjaga generasi muda sampai sekarang yang berlandaskan untuk perkembangan dakwah di daerah Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember.

(3)

Pondok pesantren dituntut mampu dalam menghadapi tantangan global yang harus terus ditingkatkan, jaringan komunikasi perlu dibangun dan dikembangkan melalui sistem dan kebiasaan kehidupan sehari – hari yang semakin hari semakin besar perannya dalam menciptakan regenerasi yang solid dalam beragama dan semakin besar pula pengaruhnya dalam dunia dakwah dan masyarakat itu sendiri.

Peran dakwah dalam pembinaan umat adalah bagaimana aktifitas dakwah dan programnya diarahkan kepada pembinaan umat agar menjadi orang – orang yang kuat iman, taqwa, dan keislamannya. Juga bagaimana dakwah dapat berhasil menghimpun mereka menjadi sebuah kekuatan yang mengusung tugas dakwah di tengah umat manusia serta mampu memutar roda dakwah agar manusia mau tidak mau tunduk kepada syariat Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan yang tentunya harus sesuai dengan nilai – nilai yang disyariatkan agama kita, melalui dua sumber utama hukum bagi kita, yaitu Al-Quran dan Sunnah.3

Dalam penelitian ini strategi menjadi sebuah keharusan dalam memajukan sebuah organisasi, tatanan strategi yang tepat dan lengkap akan mengarahkan kepada suatu pencapaian tujuan yang diinginkan.

Pada hakikatnya strategi merupakan serangkaian perencanaan atau keputusan menejerial untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Jika dikaitkan dengan proses dakwah, strategi mempunyai peranan yang sangat penting bagi pergerakan kegiatan dakwah, jika strategi yang diterapkan dalam berdakwah baik, maka aktivitas dakwah akan tersusun secara sistematis dan teratur.

Dalam upaya menunjang keberhasilan dakwah, seorang da’i dituntut untuk memiliki strategi yang bijak dan memiliki metode sebagai proses dalam pranata sosial dan kesadaran umat. Dengan format tersebut diharapkan pembaharuan mental dan

3Yusuf Qardhawi, “Membumikan Syariat Islam” keluwesan Aturan Ilahi Untuk Manusia, (Bandung: Mizan

(4)

jiwa yang sehat dapat terealisasikan dalam sebuah kegiatan dakwah, peranan da’i sangatlah esensial, tanpa seorang da’i ajaran islam hanyalah sebuah idiologi yang tidak terwujud dalam kehidupan mayarakat. Biar bagaimanapun baiknya idiologi islam yang harus disebarkan masyarakat, ia akan tetap sebagai ide, ia akan tetap sebagai cita - cita yang tidak terwujud jika kita tidak ada manusia yang menyebarkannya.4

Sudah banyak da’i yang berkiprah dimasyarakat, namun kita sebagai mad’u hanya tertarik menyimak perkataan, gaya, retorika, busana da’i tersebut tanpa mengetahui bagaimana seorang da’i itu dapat mengembangkan kemampuan yang ia miliki.

Begitu juga banyak anak muda zaman sekarang ragu dan malu menjadi seorang da’i, namun di Pondok Pesantren inilah para santri disadarkan begitu fungsionalnya menjadi seorang da’i dalam kehidupan di masyarakat yang sudah begitu banyak kedzaliman dan kemaksiatan yang berkembang.

Tampaknya reformulasi pengkaderan menjadi kunci yang penting untuk ditindak lanjuti dalam upaya penanganan krisis kader dan problem kader. Perubahan sistem pengkaderan merupakan suatu keniscayaan. Oleh karena itu perubahan sistem pengkaderan dalam organisasi untuk terus mengembangkan, menyesuaikan dan menyempurnakan pengkaderannya agar lebih cocok dengan dinamika perubahan zaman.

Pada pengamatan Pondok Pesantren Mambaul Huda ini meskipun memayungi sebuah Sekolahan formal yaitu Madrasah Tsanawiyah Raden Fatah, ia tetap menerapkan salaf dalam hal kegiatan melainkan bukan Pondok modern. Terutama pada strategi pengkaderan da’inya. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk mengkaji

4Hamzah Ya’qub, Pulisistik Islam (Bandung : cv, diponegoro, 1981) , 37.

(5)

dan mengangkat strategi apa yang diterapkan Pondok Pesantren Mambaul Huda dalam aktifitas dakwahnya, maka peneliti mengangkat kajian ini dalam bentuk skripsi yang berjudul “Strategi Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember”

B. Fokus Penelitian

Agar pembahasan berfokus pada satu permasalahan, peneliti membatasi kajian ini tentang Pelaksanaan Pengkaderan Da’i di Pondok Pesantren Mambaul Huda diikuti oleh seluruh santri Pondok Pesantren. Yang dimaksud pengkaderan da’i dalam hal ini adalah pembekalan para santri dengan materi dan teknis penyampaian dakwah.

Yaitu dengan perumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana langkah-langkah strategi yang dilakukan Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Kecamatan Puger Kabupaten Jember dalam pengkaderan da’i?

b. Bagaimana implementasi strategi Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember dalam pengkaderan da’i?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah peneliti bertujuan dari penilitian ini yaitu :

a. Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah strategi yang dilakukan Pondok Pesantren Mambaul Huda dalam Pengkaderan Da’i.

b. Untuk mengetahui implementasi strategi Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember dalam pengkaderan da’i.

D. Manfaat Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah dan tujuan masalah di atas, maka peneliti mengharapkan manfaat dari penelitian ini adalah :

(6)

a. Dari segi teoritis : Dengan adanya penelitian ini di harapkan sangat berguna bagi pembaca di dalam menyampaikan pesan kepada calon da’i di Pondok Pesanten Mambaul Huda.

b. Dari segi praktisi : Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang tepat bagi pengembangan strategi pengkaderan da’i, baik dari segi materi atau pun dari segi praktisi.

c. Dari segi akademis : Dapat dijadikan bahan referensi dan meningkatkan wawasan akademis khususnya bagi mahasiswa manajemen dakwah.

E. Definisi Istilah

Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian, tujuanya agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap makna istilah sebagaimana yang dimaksud oleh peneliti.5

Maka dari itu, peneliti memberikan definisi istilah agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memahami penelitian yang akan dilakukan. Adapun judul yang dimaksud peneliti adalah: Strategi Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Ada beberapa kata atau kalimat yang perlu ditegaskan dalam judul penelitian adalah:

1. Strategi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan strategi adalah seni atau ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakn kegiatan tertentu. Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung dari kriteria yang digunakan. Selain strategi juga ada taktik, yaitu pilihan – pilihan yang dimiliki dalam mengimplementasikan sebuah strategi. Pilihan – pilihan ini akan bekerja atau tidak bekerja tergantung

5Tim Penyusun, Pedoman Penelitian Karya Ilmiah (Jember: STAIN:2014), 45.

(7)

dari kriteria yang digunakan dan pilihan – pilihan tersebut adalah yang berlangsung lama, tidak mudah di ubah dan terstruktur.

Keputusan strategi tidak berarti apa – apa tanpa implementasi. Strategi tergantung pada kemungkinan dan taktik yang potensial, dan keputusan strategi harus dapat mencapai tujuannya. Jadi yang dimaksud peneliti dalam penelitan ini adalah strategi dengan implementasi pengkaderan da’inya, bukan hanya strategi semata.

(8)

2. Pengkaderan Da’i

Pengkaderan adalah pembinaan yang tetap sebuah pasukan inti (yang terpercaya dan terlatih) untuk dijadikan pemimpin atau regenerasi suatu organisasi yang sewaktu-waktu diperlukan. Sedangkan supplai kader yang handal sangat dibutuhkan dalam berorganisasi. Di setiap kepemimpinan organisasi problem penyediaan sumber daya kader yang berbobot dalam jumlah besar untuk mengisi posisi-posisi pada sentral organisasi menjadi dilema ketika yang direkrut adalah mereka yang qualified, biasanya dengan konsekuensi perangkapan jabatan serta tidak cukup waktu bagi organisasi. Sebaliknya bagi mereka yang mempunyai kelonggaran waktu dan bersedia menekuni organisasi, dari segi bobot kualitas kurang dapat diandalkan.

Sedangkan Da’i adalah orang yang melakukan atau melaksanakan dakwah secara individu, kelompok atau berbentuk. Da’i sering juga disebut mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam). Pada dasarnya semua pribadi muslim itu berperan secara otomatis sebagai mubaligh atau da’i dalam komunikasi disebut komunikator.

Da’i adalah orang yang menyeru, memanggil dan mengundang atau mengajak.6 Yaitu memanggil untuk melaksanakan perintah yang baik dan mencegah yang munkar (amar makruf nahi munkar) sesuai dengan ajaran agama Islam, panggilan tersebut merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim dimanapun mereka berada menurut kadar kemampuannya.

Jadi pengkaderan da’i adalah pembinaan yang tetap untuk dijadikan pemimpin atau regenerasi suatu organisasi yang sewaktu-waktu diperlukan untuk

6A.H Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publistis dalam Kepemmpinan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), 33.

(9)

seorang yang mengajak dalam melaksanakan perintah baik dan mencegah yang munkar.

Kata pengkaderan dalam penilitian ini sangat berhubungan dengan pelatihan. Karena pengkaderan dan pelatihan berhubungan satu dengan lainnya karena setelah adanya pengkaderan maka terwujudlah pelatihan guna meregenerasi adanya tumpuk kepemimpinan berikutnya.

Pelatihan adalah pembinaan terhadap tenaga kerja di samping adanya upaya lain. Pelatihan merupakan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melaksanakan tugasnya.

Pelatihan juga merupakan upaya untuk mentransfer ketrampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan pada saat melaksanakan program.7

3. Pondok Pesantren Mambaul Huda

Bila didefisinikan, pengertian pesantren sangat luas mengingat pola pembelajaran tiap pesantren sangat beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Secara terminologi pesantren dimaknai sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diimplementasikan dengan cara non-klasikal. Dimana seseorang kyai mengajar santri berdasarkan kitab-kitab yang bahasa arab dari ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santrinya tinggal dalam asrama pesantren.8

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional dimana siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan

7Abdurrahman Fathoni, Organisas dan Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2006), 147.

8Malik MTT, Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pesantren, (jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan

(10)

seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para santri berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan lain.9

Pondok Pesantren Mambaul Huda adalah pondok pesantren salaf yang berdiri pada tahun 1992 yaitu pondok pesantren yang berlokasi di kawasan timur alun – alun puger tepatnya di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Pondok ini memayungi sekolah formal yaitu MTs Raden Fatah.

Meskipun membawahi Sekolah, pondok ini tetap bertemakan salafy bukanmodern pada umumnya. Pondok ini didirikan oleh alumni Pondok Pesantren Mambaul Huda Selatri Malang, Kyai Suparto Fathul Jawad.

Sejak pertama didirikan, Pondok ini diterima oleh masyarakat sekitar dengan banyaknya santri-santri yang mengikuti. Awalnya pondok ini diikuti sebanyak sekitar 50 santri. Namun, setelah 23 tahun berdiri, Pondok ini telah diikuti 500 santri. Dengan strategi pengkaderan da’i yang bertujuan mempunyai santri yang bisa menghadapi perubahan zaman.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup.10 Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, secara sistematis penelitian laporan hasil penelitian dibagi kedalam lima bab, terdiri dari sub-sub. Adapun sistematika penelitiannya sebagai berikut:

9Dhofier, tradisi Pesantren, 79.

10Stain jember, pedoman penelitian karya ilmiah (jember: stain jember press, 2014), 48.

(11)

BAB I: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang dari penelitian ini, fokus masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan definisi istilah menjadi sub-sub terakhir pada bab ini.

BAB II: Kajian teoritik. Membahas tentang kajian terdahulu yang memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti pada saat ini. Dan sub pada bab ke dua menjelaskan tentang kajian teori yang ada dalam judul penelitian ini.

BAB III: Metodologi penelitian. Dalam bab ini membahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, pengumpulan data, analis data dan keabsahan data.

BAB IV: Penyajian data dan analisis data. Menguraikan tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh selama melakukan penelitian yang meliputi gambaran objek penelitian, penyajian data, menganalisa data dan mengintrepesentasikan hasil penelitian untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan.

BAB V : Penutup. Berisi kesimpulan dan saran.

(12)
(13)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan dan selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk penelitian selanjutnya. Di samping itu kajian terdahulu membantu peneliti dalam memposisikan penelitian serta menunjukan orsinalitas dari penelitian. Kajian yang mempunyai relasi atau keterkaitan dengan kajian ini antara lain, yaitu :

Pertama, Skripsi yang ditulis FAIZATUL JANNAH, Program Study Komunikasi Penyiaran Islam Jurusan Manajemen dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negri (IAIN) Jember, 2013.Strategi Dakwah Pondok Pesantren Al-Hasan dalam Bentuk Pembinaan Keagamaan Masyarakat Karang Kebon.1

Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi yang dilakukan Pondok Pesantren Al-Hasan dalam membentuk pembinaan masyarakat, relevans strategi dakwah Pondok Pesantren Al-hasan pada zaman sekarang, dan faktor pendukung dan penghambat dalam membentuk pembinaan masyarakat. Adapun upaya tersebut diantaranya yaitu dengan cara membuat program kegiatan bermutu untuk membentuk pembinaan keagamaan dalam masyarakat tersebut dan meningkatkan pembinaan kagamaan.

Perbedaan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada stratgi dakwah yang dilakukan lembaga tersebut dengan tidak menerapkan implementasi strategi.

Sedangkan yang ingin peneliti lakukan adalah bukan hanya strategi melainkan dengan

1Faizatul Jannah, “Strategi Dakwah Pondok Pesantren Al-Hasan dalam Bentuk Pembinaan Keagamaan

14

(14)

implementasi strategi. Persamaannya ialah sama-sama membahas tentang strategi dalam pondok pesantren. Untuk metode, jenis dan analisis data semuanya sama.

Kedua, Skripsi FIKRI FATHONI, Program Study Komunikasi Penyiaran Islam Jurusan Manajemen dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negri (IAIN) Jember, 2010. “Strategi Dakwah Ikatan Remaja Muslim (IRM) di Nusa Dua Bali dalam Menarik Minat Remaja Untuk Aktif Dalam Kegiatan Nuansa Islami di Tengah Pergaulan Bebas”.2Fokus penelitian skripsi ini yaitu cara menarik minat remaja di tengah pergaulan bebas untuk aktif dalam kegiatan tersebut. Dalam skripsi ini walaupun ada kesamaan dalam judul penelitian tetapi yang membedakan dengan skripsi peneliti adalah metodenya dan pengimplementasinya.

Demikian tinjauan pustaka ini peneliti lakukan dimana perbedaan bahasan atau materi antara apa yang akan peneliti teliti dengan skripsi – skripsi terdahulu, terlihat pada objek dan subjek penelitiannya. Bahwa penilitian terdahulu hanya menjelaskan konsep strategi dakwah sedangkan penilitian ini peneliti memberikan cara pengimplementasian tentang strategi pengkaderannya.

B. Kajian Teori

1. Pengertian Strategi

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.

Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksaan gagasan secara rasional, efesien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efisien.

2Fikri Fathoni“Strategi Dakwah Ikatan Remaja Muslim (IRM) di Nusa Dua Bali dalam Menarik Minat Remaja Untuk Aktif Dalam Kegiatan Nuansa Islami di Tengah Pergaulan Bebas”,(Skripsi, IAIN Jember, 2010).

(15)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan strategi adalah seni atau ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan tertentu.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengertian strategi, peneliti mengedepankan pengertian strategi yang dikemukakan beberapa pakar diantaranya :

a. Menurut Sondang Sagian, strategi adalah cara terbaik untuk mempergunakan dana, daya tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntunan perubahan lingkungan.3

b. Menurut Prof. Dr. A.m. Kardiman, strategi adalah penentuan tujuan utama yang berjangka panjang dan sasaran dari suatu perusahaan atau organisasi serta pemilikan cara-cara bertindak dan mengalokasikan sumber daya – sumber daya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan tersebut.

c. Menurut Stainer dan Minner, strategi adalah penetapan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi, dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai.4

d. Menurut William F. Glueck, yang dikuti dalam buku Amirullah, et. Al, strategi merupakan sesuatu yang dipersatukan, bersifat kompeheresip terintegrasi yang menghubungkan atau lembaga terhadap tantangan lingkungan untuk meyakinkan bahwa sejarah dasar perusahaan atau organisasi

3Sondang Siagian, Analisys serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta : PT. Gunung Agung, 1986), 17.

4George Steinner dan John Minner, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Erlangga, 2002), 20.

(16)

akan dicapai dengan pelaksanaan yang tepat oleh organisasi yang menerapkannya.5

Jadi strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung dari kriteria yang digunakan. Selain strategi juga ada taktik yaitu pilihan-pilihan yang dimilki dalam mengimplemantasikan sebuah strategi. Pilihan – pilihan yang akan bekerja atau tidak bekerja tergantung dari kriteria yang digunakan dan pilihan – pilihan tersebut adalah yang berlangsung lama, tidak mudah diubah dan terstruktur.

Sasaran lebih nyata yaitu pencapaian hal – hal penting untuk mencapai tujuan.

Mancapai sasaran akan lebih mendekatkan pada tujuan. Sasaran pada umumnya lebih spesifik dan harus dapat diukur dan biasanya mencakup kerangka target dan waktu. Hubungan antara tingkat akhir (tujuan dan sasaran) dengan alat pencapaian (strategi dan taktik) tidaklah mudah. Keberadaan strategi tidak untuk mendikte tujuan, sebaliknya tujuan dan sasaran harus dipengaruh oleh peluang yang tersedia. Strategi memperhatikan hubungan antara pelaku (orang yang melakukan tindakan) dengan dunia luar.

a) Perbedaan Strategi dengan Taktik

Strategi menyebutkan satu persatu hubungan penyebab dan hasil antara apa yang dilakukan pelaku dan bagaimana dunia luar menanggapinya. Strategi disebut efektif jika hasil yang dicapai seperti yang diinginkan. Karena kebanyakan situasi yang memerlukan analisa stratejik tidak statis melainkan interaktif dan dinamis, maka hubungan antara penyebab dan hasilnya tidak tetap atau pasti.

Sebaliknya taktik adalah tindakan nyata yang diambil oleh pelaku dan sepenuhnya berada dibawah pengawasan pelaku.

5Amirullah dan Sri Budi Cantika, Manajemen Strategi, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2001), 4.

(17)

Sedangkan keputusan strategi tidak berarti apa – apa tanpa implementasi.

Strategi tergantung pada kemungkinan dan taktik yang potensial. Keputusan strategi harus dapat mencapai tujuannya.

Perbedaan strategi dengan taktik adalah disaat memutuskan apa yang seharusnya kita kerjakan dalam memutuskan sasuatu, maka diperlukan strategi.

Sedangkan disaat memutuskan bagaimana untuk mengerjakan sesuatu disana berlaku taktik. Dengan kata lain, menurut Drueker, strategi adalah memutuskan sesuatu yang benar sedangkan taktik adalah mengerjakan sesuatu dengan benar.6

Dalam konteks manajemen, menurut Wright, Kroll, dan Parnel (1996).

Istilah strategis menunjukan bahwa manajemen strategis memiliki cakupan proses manajemen lebih luas hingga pada tingkatan yang lebih tepat dalam penentuan misi dan tujuan organisasi dalam konteks keberadaannya dilingkungan internal dan eksternalnya.7

b) Dimensi Strategi

Berdasarkan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa strategi memiliki beberapa dimensi yang perlu di perhitungkan dan diketahui untuk mengurangi uraian dan pemasukan dalam merumuskan dan mengimplimentasikan strategi tersebut, antara lain :

a. Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak

Keterlibatan manajemen puncak merupakan keharusan, karena hanya pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk implikasi berbagai tantangan dan tuntunan lingkungan internal dan eksternal. Pada tingkat

6Aguatinus Sri Wahyudi, Manajemen Stratejik Pengantar Proses Berfikir Stratejik, (Jakarta : Binarupa Aksara, 1996), 16.

7M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjakusuma, Manajemen Strategis Perspektif Syariah, (Jakarta : Khairul

(18)

manajemen puncaklah terdapat cara pandang yang holistik dan menyeluruh.8 Selain itu, hanya manajemen puncaklah yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana, dan sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan. Dengan kata lain, peranan manajemen puncak sangat penting dalam merencanakan dan menentukan strategi yang berisikan visi, misi, dan tujuan organisasi.

b. Dimensi Waktu dan Orientasi Masa Depan

Dalam mempertahankan strategi untuk mengembangkan suatu eksistensi organisasi berpandangan jauh kedepan, dan berprilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi.9 Keputusan strategi harus didasarkan pada antisipasi dan prediksi yang akan terjadi bukan didasarkan yang sudah diketahuinya. Antisipasinya masa depan tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai visi organisasi yang akan diwujudkan di masa mendatang.

Dengan sikap menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan yang akan terjadi dan tidak akan dihadakan pada situasi dadakan.

c. Dimensi Lingkungan Internal dan Eksternal

Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi yang sedang dihadapi yang berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan rencana strategis yang berjangka panjang.10 Dalam kondisi tersebut, manajemen puncak perlu melakukan analisis yang objektif agar dapat menentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang dimiliki.

8Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), 18.

9Hadari Nawawi, Manajemen Stratejik Organisasi non Proft Bdang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan, ( Yogyakarta : Gajah Mada Unversity, 2000), 153.

10Ibid., 157.

(19)

Setiap manajemen puncak perlu menyadari bahwa organisasi yang dipimpinnya harus berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Setiap organisasi biasanya mempengaruhi lingkungannya dan tidak akan terlepas dari kondisi eksernal dan fator – faktornya pada umumnya di luar kendali organisasi yang bersangkutan. Adapun dimensi lingkungan eksternal faktornya pada umunya di luar kendali organisasi yang bersangkutan. Adapun dimensi eksternal terdiri dari lingkungan operasional, lingkungan nasioanal, dan lingkungan global yang terdiri dari berbagai aspek dan kondisi, seperti sosial politik, sosial budaya, sosial ekonomi, kependudukan, kemajuan ilmu teknologi, adat istiadat, agama, dan berbagai perubahan lain yang senantiasa terjadi.11

Dengan demikian, manajemen puncak memahami terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal bagi organisasi dan mampu melakukan berbagai pendekatan juga teknik untuk merumuskan strategi organisasi yang dipimpinnya.

d. Dimensi Konsekuensi Isu Strategi

Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada penempatan organisasi sebagai suatu system. Setiap keputusan strategi yang di laksanakan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur organisasi baik arti sumber daya maupun arti satuan – satuan kerja tersebut dikenal, seperti departemen, divisi, biro, seksi, dan sebagainya.12

c) Tahapan Strategi

Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses yang dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam organisasi tahapan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :

11Ibid., 158.

12

(20)

a. Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan merupakan proses awal menetapkan strategi yang bertujuan untuk mengidentfikasikan berbagai yang mempengaruhi kinerja lingkungan organisasi.

Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua komponen pokok yaitu analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal.

Adapun proses ini dikenal dengan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threats).

1) Strength (kekuatan), adalah kekuatan yang dapat diandalkan oleh organisasi. Dengan adanya kekuatan ini organisasi akan dapat mengetahui cara (bagaimana) yang tepat dalam menyusun rencana global.13

2) Weakness (kelemahan), adalah keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki sebuah organisasi. Dengan mengetahui kelemahan, organisasi diharapkan dapat mengantisipasi agar kelemahan itu tidak menjadi penghalang dalam mencapai rencana global.

3) Opportunity (peluang), adalah situasi yang menguntungkan organisasi.

Dengan mengetahui peluang, organisasi diharapkan dapat memanfaatkannya menjadi potensi yang dapat mengantarkan pada tujuan organisasi.

4) Threats (ancaman), adalah suatu keadaan yang tidak menguntungkan organisasi. Ancaman ini perlu diketahui oleh organisasi secara baik.

Dengan mengetahui ancaman, organisasi diharapkan dapat menegambil langkah – langkah awal agar ancaman tersebut tidak menjadi kenyataan.14

13Muia Nasution, Pengantar Manajemen, (Jakarta : Djambatan, 1996), 30.

14Ibid., 31.

(21)

Tujuan utama dilakukannya analisis lingkungan internal dan eksternal suatu organisasi adalah untuk mengidentifikasi peluang (opportuniity) yang harus segera mendapat perhatian serius dan ada saat yang sama organisasi menentukan beberapa kendala ancaman (threats) yang perlu diantisipasi.15 Hasil analisis SWOT akan menggambarkan kualitas dan kuantifikasi posisi organisasi yang kemudian memberikan rekomendasi berupa pilihan strategi generik serta kebutuhan atau modifikasi sumber daya organisasi.16 Proses dari analisis lingkungan eksternal organisasi akan memberikan gambaran tentang, peluang dan ancaman, sedangkan analisis internal organisasi akan mengetahui keunggulan dan kelemahan organisasi. Langkah ini akan memberikan dampak terhadap pengkaderan yang merupakan regenerasi organisasi.

b. Penetapan Misi dan Tujuan

Setiap organisasi pasti memiliki misi dan tujuan dari organisasi itu.

Misi dan tujuan ini menentukan arah mana yang akan dituju oleh organisasi.

Misi menurut pengertiannya adalah suatu maksud dan kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas dan sekaligus membedakannya dari organisasi lain yang bergerak dalam bidang usaha yang sejenis.17 Tujuan adalah landasan utama untuk mencapai tujuan perusahaan.18 Dengan demikian misi suatu organisasi berfungsi sebagai raison d’etre, yaitu

15Amirullah dan Sri Budi Cantika, Manajemen Stratejik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2002), 127.

16M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar Manajemen Syariat, (Jakarta : Khairul Bayan, 2002), 83.

17Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001), 43.

18

(22)

menjelaskan mengapa organisasi tersebut ada, sedangkan tujuan organisasi berfungsi untuk merefleksikan target yang akan dicapai oleh organisasi.19 c. Perumusan Strategi

Suatu strategi yang dirumuksan oleh manajemen puncak merupakan sejumlah tindakan yang terintegrasi dan terkoordinasi untuk mengembangkan kompetensi inti dan keunggulan bersaing.

Perumusan strategi dalam hal ini adalah proses merancang dan menyeleksi berbagai strategi yang pada hakikatnya menuntun pada pencapaian misi dan tujuan organisasi. Strategi yang ditetapkan tidak dapat lahir begitu saja. Diperlukan suatu poses dalam memilih berbagai strategi yang ada.

Menurut David Aker, sebagaimana dikutip oleh Kusnadi terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam merumuskan atau memilih suatu strategi, yaitu :20

1) Strategi harus tanggap lingkungan eksternal.

2) Strategi melibatkan keunggulan kompetetif.

3) Strategi harus sejalan dengan strategi lainnya yang terdapat di dalam organisasi.

4) Strategi menyediakan keluwesan yang tepat terhadap bisnis dan organisasi.

5) Strategi harus sesuai dengan misi organisasi dan tujuan jangka panjang organisasi.

6) Strategi secara organisasional dipandang layak (wajar).

d. Implementasi Strategi

19Setiawan Har Purnomo dan Zulkiflimansyah, Manajemen Strategi Konsep Pengantar (Jakarta : LPFE UI.

1999), 21.

20Kusnadi, Pengantar Manajemen Strategi,(Malang : Universitas Brawijaya, 2001), 215.

(23)

Setelah memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang telah di tetapkan tersebut. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan komitmen dan kerja sama dari seluruh unit, tingkat, dan anggota organisasi.

Ada beberapa yang harus dilakukan dalam mengimplementasikan strategi dalam suatu organisasi, yaitu :

1) Sajikan citra yang baru.

2) Kurangi konflik dan tangani secara terbuka.

3) Bentuk persekutuan dengan berbagai pihak.

4) Mulai secara kecil – kecilan (Memulai dari hal yang terkecil).21

2. Pengertian Pengkaderan dan Pelatihan

Kader adalah tenaga binaan untuk dijadikan pimpinan suatu organisasi, partai dan sebagainya.22 Pengertian kader menurut Zainul Bahry adalah tenaga binaan untuk dijadikan pimpinan suatu organisasi atau pembinaan yang tetap sebuah pasukan inti (yang terpercaya) yang sewaktu – waktu diperlukan.23

Adapun pengertian kader apabila dilihat dari asal suku katanya berasal dari bahasa Inggris yaitu, “Cadre “. Cadre adalah :

a. Sekelompok pasukan inti yang terlatih saat bertambah jumlahnya apabila dibutuhkan.

b. Suatu kelompok pengawasan atau kelompok inti yang terlatih dari suatu organsasi.

c. Kelompok orang – orang yang sangat terlatih.24

21Sondang P. Siagan, Teory Pengembangan Organisasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), hal. 92-93.

22Zainal nahry, Kamus umum : Khususnya Bidang Hukum dan Politik, (Bandung : Angkasa, 1996), 45.

23Angga Yogaswara, Aplikasi Perencanaan dan Pengorganisasian Partai Keadilan Sejahtera (Jakarta : Sekripsi, MD, 2003), 18.

24

(24)

Maka pengertian kader adalah pembinaan yang tetap sebuah pasukan inti ( yang terpercaya dan terlatih) untuk dijadikan pimpinan atau regenerasi suatu organisasi yang sewaktu – waktu diperlukan.

1. Ciri – ciri Organisasi Kader

Dalam rangka membentuk organisasi yang dinamis, maka organisasi perlu memperhatikan regenerasi estapeta organisasi tersebut. Oleh karena itu organisasi kader memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

a. Lebih mementingkan kualitas tiap – tiap individunya dari pada kuantitasnya.

b. Mempunyai pasukan atau kelompok inti.

c. Setiap individunya berperan aktif dalam memajukan organisasi, sehingga adanya regenerasi kepengurusan.

d. Mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota – anggotanya.25

Dalam pengembangan organisasi, kader merupakan ruh organisasi. Karena itu pengkaderan di suatu organisasi sudah semestinya diformulasikan secara sistematik dan terencana dengan baik, sehingga menjadi tulang tombak, keberlangsungan dan kesinambungan dinamika organisasi. Tersistematis artinya, pola pengkaderan mengandung esensi dalam rangka memformulasikan tahapan jenjang kader yang dibangun di atas kerangka pijakan yang jelas serta menyangkut muatan yang harus dipunyai oleh kader.

Pengkadean disuatu organisasi diproyeksikan bagi terlaksananya pola kaderisasi berjenjang dan sesuai dengan visi dan misi organisasi. Oleh karena itu, pengkaderan di arahkan bagi tersedianya human resources penopang utama bagi keberlangsungan organisasi yang disandarkan pada klasifikasi dan kualifikasi

25Ibid., 19.

(25)

kader sesuai dengan tingkatannya demi mengemban amanat, nilai – nilai, serta ide – ide besar organisasi.

Supplai kader yang handal sangat dibutuhkan organisasi untuk memenuhi kebutuhan di semua ini. Di setiap kepemimpinan organisasi problem penyediaan sumber daya kader yang berbobot dalam jumlah besar untuk mengisi posisi – posis pada sentra organisasi menjadi dilema ketika yang di rekrut adalah mereka yang qualified, biasanya dengan konsekuensi perangkapan jabatan serta tidak cukup waktu bagi organisasi. Sebaliknya bagi mereka yang mempunyai kelonggaran waktu dan bersedia menekuni organisasi, dari segi berbobot kualitas kurang dapat diandalkan.

Kemudian apakah kader itu perlu tersedia dalam jumlah yang banyak atau harus seperti apa. Tentu jawabannya tergantung dari mana melihatnya dan untuk apa kepentingannya. Untuk menjadi kader harus menempuh berbagai pendidikan dan pelatihan serta harus teruji militansi dan kemampuan anggota pada umumnya.

Problem kaderisasi dan krisis kader menjadi tanggung jawab berat bagi suatu organisasi.

Dalam membentuk reformasinya yaitu :

a. Pengkaderan harus berbasis pada kompetensi.

b. Pengkaderan harus memperhatikan setting budaya masyarakat tertentu.

Tampaknya reformulasi pengkaderan menjadi kunci yang penting untuk ditindak lanjuti dalam upaya penanganan krisis kader dan problem kader.

Disinilah letak kaderisasi sebagai pengembangan dan penyemai organisasi. Oleh karena itu, perubahan sistem pengkaderan dalam organisasi untuk terus mengembangkan, menyesuaikan dan menyempurnakan pengkaderannya agar lebih cocok dengan dinamika perubahan zaman.

(26)

2. Hubungan Pengkaderan dengan Pelatihan

Pengkaderan adalah sebuah pembinaan yang tetap sebuah pasukan inti (yang terpercaya dan terlatih) untuk dijadikan kepemimpinan atau regeneresasi suatu organisasi yang sewaktu – waktu diperlukan. Sedangkan pelatihan adalah upaya mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia.26 Jadi antara pengkaderan dan pelatihan berhubungan satu dengan lainnya karena setelah adanya pengkaderan maka terwujudlah pelatihan guna meregenerasi adanya tampuk kepemimpinan berikutnya.

3. Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah suatu pembinaan terhadap tenaga kerja disamping adanya upaya lain. Pelatihan merupakan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melaksanakan tugasnya.

Pelatihan juga merupakan upaya untuk mentransfer ketrampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan pada saat melaksanakan pekerjaan.27

Pelatihan juga akan berhasil mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dengan benar. Pada dasarnya kebutuhan pelatihan itu adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan atau sikap dengan masing – masing kadar kemampuannya.

Menurut pendapat Prof. DR. Soekidjo Notatmojo dalam bukunya,

“Pengembangan Sumber Daya Manusia”, yang dimaksud dengan pelatihan ialah upaya mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia.28

26Soekidji Notatmojo, Pengembangan Suber Daya Manusia, ( Jakarta : PT. Rieneka Cipta, 2004), 25.

27Abdurrahman Fathoni, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2006), 147.28

Soekidjo Notatmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT. Rieneka Cipta, 2004), 25.

(27)

Penggunaan istilah pelatihan (traning) dikemukakan para ahli seperti D. Ale Yorder yang dikutip oleh Mangkunegara, menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksanaan dan pengawas, sedangkan Wekley dan Yukl lebih memperjelas mengenai penggunaan istilah pelatihan. Mereka berpendapat bahwa

“Pelatihan merupakan istilah – istilah yang berhubungan dengan usaha – usaha berencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap – sikap pegawai atau anggota organisasi”.

Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian pelatihan Andrew E. Sikula yang dikutip oleh Mangkunegara, pelatihan (trainng) adalah satu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai non-manajemen mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan terbatas.

Dengan demikian, istilah pelatihan ditunjukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan teknis. Tujuan pelatihannya antara lain :

a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.

b. Meningkatkan produktifitas kerja.

c. Meningkatkan kualitas kerja.

d. Meningkatkan ketetapan perancanaan sumber daya manusia.

e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja.

f. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berpartisipasi secara maksimal.

g. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

h. Menghindari keusangan (obsolescence).

(28)

i. Meningkatkan perkembangan pegawai.29 4. Langkah – langkah dalam melakukan pelatihan

Pelatihan sebagai bentuk pengembangan intelektual harus memiliki konsep yang jelas, di mana perangkap atau konsep itu sendiri dilakukan dengan baik agar tujuan pelatihan dapat gemilang. Di bawah ini contoh konsep pelatihan yang paling sederhana dan sering digunakan badan atau lembaga pelatihan.

a. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan

Pelatihan akan berhasill jika kebutuhan pelatihan diidentifikasi dengan benar. Pada dasarnya kebutuhan pelatihan itu adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan atau sikap dengan masing – masing kadar kemampuan. Penelitian kebutuhan pelatihan dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisa gejala – gejala dan informasi – informasi yang diharapkan dapat menunjukan adanya kekurangan dan kesenjangan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kerja karyawan.

29Anwar Prabu Mangku Negara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Bandung : Rosda Karya, 2000), 44.

Feed baack

Evaluasi pelatihan Pelaksanaan

pelatihan Merancang

program Penetapan

sasaran Identifikasi

Kebutuhan

(29)

b. Penetapan sasaran pelatihan

Pada dasarnya setiap kegiatan yang terarah tentu harus mempunyai sasaran yang jelas, memuat hasil yang diinginkan dan dicapai dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Sasaran pelatihan yang dirumuskan dengan jelas dapat dijadikan sebagai acuan penting dalam menentukan atau menyiapkan materi yang akan disampaikan.

c. Merancang program pelatihan

Mendesain atau merencanakan pelatihan sebaiknya dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidangnya, karena rancangan atau pelatihan adalah suatu pegangan yang penting dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan di mana dalam rancangan ditentukan jenis pelatihannya.

d. Pelaksanaan program pelatihan

Pelaksanaan program pelatihan terbagi tiga tahap, yaitu tahap awal mencakup pengumpulan peserta, penyediaan fasilitas dan logistic, orientasi, dan tes awal (persepsi peserta terhadap pelatihan). Tahap kedua, penyampaian pelatihan dan tahap ketiga, merupakan palaksanaan post test terhadap hasil pelatihan,

e. Evaluasi pelatihan

Evaluasi pelatihan dilaksanakan untuk mengidentifikasi keberhasilan suatu program pelatihan, termasuk didalamnya panitia pelaksanaan pelatihan biasanya criteria evaluasi berfokus pada hasil akhir, dimana hal yang harus diperhatikan ialah reaksi peserta terhadap proses dan isi kegiatan pelatihan, pengetahuan, perubhan prilaku, secara individu maupun organisasi. Adapun

(30)

mengenai fase evaluasi menjadi umpan balik untuk melaksanakan rediksi atau perkiraan kebutuhan pelatihan berikutnya.30

5. Pengertian Sistem Pelatihan

Sebagaimana telah dibahas diatas dilihat dari segi kebahasaan (Etimologi) kata sistem berasal dari istilah yunani “sistema” yang mengandung arti keseluruhan (a whole) yang tersusun dari banyak bagian, berarti pula hubungan yang berlangsung diantara satuan – satuan atau komponen-komponen secara teratur. Jadi sistem adalah sebuah himpunan atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan sesuatu keseluruhan.31 Sedangkan pelatihan adalah sesuatu pembinaan terhadap tenaga kerja disamping adanya upaya lain. Pelatihan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melaksanakan tugasnya. Pelatihan juga merupakan upaya untuk mentransfer ketrampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan sedemikian rupa sehingga para peserta menerima dan melakukan pelatihan pada saat melaksankan pekerjaan.32

Sistem pelatihan ialah suatu pembinaan terhadap tenaga kerja yang dilakukan secara keseluruhan baik dengan cara belajar mengajar ataupun melalui proses pelatihan.

6. Unsur – unsur Pelatihan

Unsur – unsur pelatihan adalah komponen – komponen yang ada dalam setiap kegiatan pelatihan. Unsur – unsur tersebut adalah trainer (pelatih), peserta (mitra

30M. Manulang, Dasar – dasar Manajemen, (Yogyakarta :Gajah Mada University, 2004), 229.

31Tatang M. Amin, Pokok-pokok Tori System, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 15.

32Abdurrahman Fathoni, Orgnsasi Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Rieneka Cipta, 2006), 147.

(31)

pelatih), materi pelatihan, metode pelatihan. Tujuan pelatihan, dan pengawas pelatihan.33

a. Trainer (pelatih)

Trainer adalah orang, kelompok atau lembaga yang mengadakan pelatihan yang mana dalam pelatihan tersebut trainer sangat berperan untuk keberhasilan suatu pelatihan yang diterapkan.

Seorang trainer seharusnya memiliki integritas kepribadian, kemampuan, intelektual dan ketrampilan yang memadai dalam rangka mengubah input menjadi output.

b. Peserta

Unsur pelatihan selanjutnya adalah peserta, yaitu manusia yang menjadi sasaran pelatihan atau manusia penerima pelatihan, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

33

(32)

c. Materi pelatihan

Materi pelatihan adalah isi, peran atau materi yang disampaikan trainer kepada para peserta. Materi pelatihan merupkan isi dari pelatihan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Materi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan.

d. Media pelatihan

Media pelatihan adalah alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi pelatihan kepada peserta.

e. Metode pelatihan

Hal yang erat dengan media pelatihan adalah metode pelatihan.

Metode pelatihan merupakan suatu cara sistematis saat diberikan secara luas serta dapat membuat suatu kondisi tertentu dalam penyelenggaraan pelatihan guna mendorong peserta agar dapat mengembangkan aspek kognitif, efektif, dana psikomotrik terhadap penyelesaian tugas dan pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya.

f. Tujuan

Tujuan adalah hasil dari kegiatan pelatihan tersebut yaitu agar para peserta yang mengikuti pelatihan dapat menjalankan tugas yang diberikan kepadanya.

(33)

g. Pengawas

Agar berjalan dengan lancar pelatihan ini maka diperlukan adalah pengawas. Pengawas adalah orang yang diberi tugas untuk mengawas segala tindak pelaksanaan pelatihan agar mencapai tujuan yang diinginkan.

7. Komponen – komponen Pelatihan Dakwah

Pelatihan dakwah mempunyai beberapa komponen, yaitu : a. Tujuan Pelatihan Dakwah

Tujuan pelatihan dakwah mencakup tiga domain yaitu Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan.34 Dalam pelatihan dakwah, tiga tujuan pelatihan ini akan sangat ditekankan untuk mendapatkan seorang da’i profesional yang akan melaksanakan dakwah islam.

b. Materi Pelatihan Dakwah

Pada dasarnya materi pelatihan dakwah adalah seluruh ajaran Islam secara kaffah. Keseluruhan materi pelatihan dakwah bersumber dari al-quran dan al-hadits. Namun materi lain seperti rethorika sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan seorang dai dalam dakwah yang akan disampaikan. Mater yang disajikan dalam pelatihan dakwah tentunya disesuaikan dengan tujuan pelatihan dakwah itu sendiri. Sebagaimana contoh, ketika TNI Angkatan Laut merencanakan program “cinta laut”, mereka bekerja sama dengan remaja Islam Masjid Sunda Kelapa.

Akhirnya dibuatlah format pesantren kilat diatas kapal perang. Kapal yang digunakan adalah KRI Tanjung Dalpele yang merupakan kapal terbesar yang dimiliki oleh TNI AL.

34Akhsin Muamar, Makalah Manajemen Dakwah elatihan Dakwah “Mengelola Pelathan Partisipatif”, (Jakarta

(34)

Para peserta dibawa berlayar mengikuti rute patroli KRI Tanjung Dalpele. Selama berlayar itulah kegiatan materi pelatihan “cinta laut”

dipadukan dengan “tadabbur alam”. Para peserta setiap pagi dan sore wajib melihat sunrise dan sunset. Tidak hanya itu, mereka juga diajar ilmu Nautika (ilmu kapal) yang dipadukan dengan ilmu keislaman yang mengarahkan peserta untuk merenungi kekuasaan Allah SWT.

c. Metode dan Media Pelatihan Dakwah

Metode (approach) pelatihan dakwah, yaitu cara – cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode dalam pelatihan dakwah dapat berupa metode langsung, metode informasi, motivasi, praktek, pemberian contoh, pemberian tugas, ceramah, tanya jawab, dan fokus grup diskusi.

Media secara etimologis berasal dari bahasa latin, yaitu “Median”

yang berarti perantara. Sedangkan secara terminologis media berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.35

Metode dan media juga cara yang digunakan untuk memproses materi atau isi pelatihan dakwah guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Penentuan metode dan media ini juga sangat bergantung pada tujuan pelatihan yang dirumuskan. Seringkali metode dan media tidak sinkron dengan tujuan pelatihan sehingga berbuah kegagalan dan kerugian baik waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Contoh kegagalan program pesantren kilat yang diselenggarakan oleh majelis taklim Baitul Qurro.

Ketika itu tim kerja menggunakan pendekatan yang keliru karena

35M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran,(Bandung : Mizan, 1994), 193.

(35)

mendahulukan sasaran yang akan dicapai dari pada pendekatan pada para pendukung acara. Lagipula tim kerja melakukan kekeliruan dengan serta merta membuat kesepakatan dengan tempat yang akan digunakan sementara konsep acara sempurna betul. Akhirnya dapat diduga para pendukung acara menarik dukungannya dan akhirnya tim menanggung beban dan kerugian, baik waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak sedikit.

d. Pelatihan Dakwah

Instruktur dalam pelatihan dakwah merupakan orang yang paham dan menguasai akan pengetahuan keislaman, patuh dan taat terhadap perintah agama dan menguasai kelas. Dengan demikian pelatihan akan memberikan materi hendaknya harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut yaitu mempunyai keahlian yang berhubungan dengan materi pelatihan, instruktur luar profesional dalam bidang materi yang akan disampaikan, pelatih yang dapat memotivasi dan mempunyai kepribadian yang baik di mata para peserta pelatihan.36

e. Peserta Pelatihan Dakwah

Peserta pelatihan dakwah yaitu orang-orang yang mengikuti pelatihan dakwah, misalnya peserta remaja masjid, mahasiswa, santri, murid, dan lain-lain. Adapun latar belakang pendidikan dan pengalamannya turut menentukan bagaimana metode pelatihan yang akan digunakan. Peserta pelatihan yang berlatar belakang masih tingkat junior tentu tidak mampu untuk mencerna materi yang diperuntukan untuk kalangan senior.

f. Evaluasi Pelatihan Dakwah

36Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung : Rosda Karya,

(36)

Evaluasi pelatihan dakwah dilaksanakan untuk memverifikasi keberhasilan suatu program pelatihan dakwah yang dilaksanakan, termasuk didalamnya panitia pelaksana pelatihan dakwah. Biasanya kriteria evaluasi berfokus pada outcome-nya (hasil akhir), dimana hal yang harus diperhatikan ialah reaksi peserta terhadap proses dan isi kegiatan pelatihan dakwah, pengetahuan keislamaan, perubahan prilaku, perbaikan yang dapat diukur secara individu maupun organisasi. Adapun mengenai fase itu akan menjadi umpan balik untuk melakukan prediksi atau perkiraan kebutuhan pelatihan dakwah berikutnya

3. Pengertian Da’i

Da’i adalah orang yang melakukan atau melaksanakan dakwah secara individu, kelompok atau berbentuk. Da’i sering juga disebut mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam). Pada dasarnya semua pribadi muslim itu berperan secara otomatis sebagai mubaligh atau da’i dalam komunikasi disebut komunikator.

Da’i adalah orang yang menyeru, memanggil dan mengundang atau mengajak.37Yaitu memanggil untuk melaksanakan perintah yang baik dan mencegah yang munkar (amar makruf nahi munkar) sesuai dengan ajaran agama Islam, panggilan tersebut merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim dimanapun mereka berada menurut kadar kemampuannya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 110 yang berbunyi :

37A.H Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publistis dalam Kepemmpinan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), 33.

(37)

















































Artinya :“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS.

Alimron : 110)

Untuk melakukan aktifitas dakwah, seorang da’i perlu mempunyai syarat- syarat dan kemampuan tertentu agar berdakwah dengan hasil yang baik dan sampai pada tujuannya. Persyaratan dan kemampuan yang perlu dimiliki oleh da’i secara umum bisa bercermin kepada Rasulullah SAW. Merupakan standar atau uswatun hasanah bagi umatnya, maka tentunya hal itu pun berlaku dalam dakwah Islam.38

Seorang da’i sebagai juru dakwah memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap dirinya sendiri dari pada terhadap masyarakatnya. Karena apapun yang disampaikannya kepada mayarakat haruslah sesuai dengan perbuatannya sehari-hari.39 Adapun syarat-syarat dan kemampuan da’i secara teoritis di antaranya :

a. Kemampuan berkomunikasi.

b. Kemampuan menguasai diri.

c. Kemampuan pengetahuan psikologi.

d. Pengetahuan – pengetahuan pendidikan.

e. Kemampuan dibidang Al-quran.

f. Kemampuan pengetahuan dibidang umum.

g. Kemampuan pengetahuan dibidang hadist.

38Drs. H. Nawawi Rambe, Sejarah Dakwah Islam, (Jakarta : Wijayya, 1985), 10.

39Alwisral Imam Zaidallah dan Khaidir Khatb Bandoro, Strategi Dakwah Dalam Membentuk Da’i dan Khotib

(38)

h. Keampuan di bidang agama secara umum.40

40Slamet Muhaemen Abda, Prinsp-prisip Metodologi dan Dakwah, (Surabaya : Usaha Nasional, 1994), 69-77.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan jenis penelitian

Metode merupakan alat pendukung dan mempunyai fungsi vital dalam penelitian.

Penggunaan metode yang tepat bertujuan agar penelitian bisa dilakukan dengan mudah dan lebih terarah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini. Pemilihan metode kualitatif ini dikarenakan sesuai dengan judul yang kami angkat yaitu “ Strategi Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Mambaul Huda Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember”.

Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif.

Penelitian ini ialah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku persepsi, motivasi tindakan, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu metode ilmiah.1Dikatakan deskriptif karena data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.2

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang langsung mengambil data dilapangan.

1Lexi j. Moleong, metode penelitian kualitatif, 6.

44

(40)

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini tempatnya di Pondok Pesantren Mambaul Huda, Desa Puger Wetan, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Penentuan lokasi ini berdasarkan pertimbangan yaitu lokasi yang sangat menarik untuk diteliti karenapondok ini adalah salah satu pondok salaf meskipun memayungi sekolah formal yang pada umumnya sudah terbilang menjadi pondok modern di daerah desa tersebut.

C. Subyek penelitian

Subyek dalam penelitian kualitatif adalah suatu cara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.3 Adapun teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Purposif Sampling. Teknik Purposif Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan ini misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau memungkinkan sebagai penguasaan sehingga akan memudahkan peneliti menjalani objek atau situasi sosial yang akan diteliti.4Adapun informan tersebut adalah pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Huda atau sekelompok orang yang terkait dengan penyusunan strategi dan pelaksanaan pengkaderan calon da’i, mereka terdiri dari kepala seksi bagian pengasuhan dan pengajaran.

3Suharsimi Arikunto, Menejmen penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),76.

4Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,2008), 128-129.

(41)

D. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.5

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.6 Pengumpulan data dilakukan dengan metode-metode tertentu, dimana dalam memilih dan menggunakan metode yang tepat merupakan salah satu syarat untuk memperoleh hasil penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan. Karena penelitian ini lebih banyak dilaksanakan dilapangan, maka membutuhkan pendekatan sosial langsung dengan informan. Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengalaman dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada obyek penelitian. Observasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi yang dimana peneliti tidak menyatu dengan yang diteliti, peneliti hanya sekedar sebagai pengamat. Dengan pengamatan langsung oleh peneliti terhadap kegiatan pengkaderan da’i untuk mendapatkan data mengenai strategi Pondok Pesantren Mambaul Huda dalam pengkaderan da’i, selama kurang lebih 1 bulan dengan observasi langsung ke Pondok Pesantren Mambaul Huda. Sehingga peneliti dapat mendapatkan jawaban atau bukti atas pelaksanaan pengkaderasisasian da’i, sedangkan alat yang digunakan berupa catatan-catatan..

2. Wawancara

5Ibid, 144.

(42)

Dalam hal ini wawancara diarahkan pada seputar strategi pondok pesantren Mambaul Huda dalam pengkaderan da’i, untuk mendapatkan informasi dengan bertanya langsung tentang permasalahan penilitian yang akan dilaksanakan peneliti kepada pimpinan pesantren secara mendalam, atau kepada subjek penelitian dengan menggunakan teknik wawancara terpimpin yaitu peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti persiapkan, berupa pedoman wawancara. Kemudian di jawab oleh yang diwawancarai dengan bebas dan terbuka. Termasuk didalamnya kepada seorang pengurus pondok pesantren yang berkedudukan sebagai pengasuh pesantren.

Adapun data yang perlu diungkap dalam wawancara/interview bebas terpimpin yaitu:

a. Strategi Pengkaderan Da’i Pondok Pesantren Mambaul Huda

b. Implementasi Strategi Pondok Pesantren Mambaul Huda dalam Pengkaderan Da’i 3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita biografi peraturan, dokumen dalam bentuk gambar misalnya foto, gambar hidup dan lain-lain.7

Peneliti mengumpulkan data atau informasi yang diperoleh dari dokumentasi Pondok Pesantren Mambaul Huda berupa foto, catatan profil, dan sebagainya yang kiranya mendukung sebagai bahan pembahasan skripsi.

Adapun data yang telah diperoleh dengan metode dokumentasi adalah:

a. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Mambaul Huda b. Struktur organisasi

c. Denah Pondok Pesantren Mambaul Huda

7Sugiyono, Metode penelitian,240

(43)

E. Analisis Data

Dalam pedoman Penelitian Karya ilmiah Sekolah tinggi agama Islam Negeri (STAIN) Jember, dijelaskan bahwa pada analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuanya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan, sintesis data dan pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data.8

Akhirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data itu dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaanya sudah dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif. Pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha pemusatan perhatian dan pengarahan tenaga, pikiran peneliti. Selain menganalisa data peneliti juga perlu dan masih perlu mendalami kepustakaan guna mengkonfirmasikan teori atau untuk menjastifikasikan adanya teori baru untuk menjastifikasikan adanya teori baru yang barangkali ditemukan.

Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Yaitu proses pemilihan pemutusan perhatian pada penyederhanaan dan stansformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis dilapangan atau suatu bentuk yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengordinasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasikan.

2. Penyajiandata

Referensi

Dokumen terkait

Teknik tangkapan dan kuncian yang pernah kita lihat pada perguruan silat tradisional Pangian mempunyai perbedaan maksud dan tujuan tertentu, kebanyakan teknik

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifi kasi hubungan antara faktor individu (umur, masa kerja, tingkat pendidikan dan tipe kepribadian) serta faktor internal lingkungan

Dengan melihat hasil yang diperoleh dari siklus kesiklus, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan model pembelejaran missiouri mathematic project

Maksud yang ingin di capai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses pemindahan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari instansi lain ke Badan Litbang ESDM,

Kabupaten Jombang dengan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan 2017 dapat digunakan sebagai perbandingan untuk menentukan tebal perkerasan yang akan digunakan

Faktor kelemahan yang paling berpengaruh pada prospek budidaya pembesaran ikan lele di Desa Wonosari adalah belum adanya produksi benih secara mandiri dengan skor

Dari uraian latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengembangan dengan judul “Pengembangan Media Dakon Bilangan Pada Pembelajaran Matematika Untuk

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variasi menu yang berbahan dasar buah tomat untuk penderita penyakit stroke tahap recovery. Penelitian ini menggunakan metode