• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMAINKAN KARAWITAN BERSAMA BAGI SISWA INKLUSI Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama Bagi Siswa Inklusi Di Smk Negeri 8 Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MEMAINKAN KARAWITAN BERSAMA BAGI SISWA INKLUSI Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama Bagi Siswa Inklusi Di Smk Negeri 8 Surakarta."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

MEMAINKAN KARAWITAN BERSAMA BAGI SISWA INKLUSI DI SMK NEGERI 8 SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Oleh : AHMAD NAKHOMI

Q 100 110 005

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)

Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi

Siswa Inklusi di SMK Negeri 8 Surakarta

Ahmad Nakhomi *, Sabar Narimo & Jalal Fuadi *E-mail : nakhomi@yahoo.com

Abstract

Management of learning karawitan playing together performed on the general class involving inclusion students. Karawitan playing together learn about many kind of music. This study specifically describe the teachers to manage the learning karawitan playing together, student activities, especially inclusion students, teachers and inclusion students interaction on Karawitan Playing Together subjects in SMK Negeri 8 Surakarta, Central Java, Indonesia. This study used descriptive qualitative approach. Method of data collection is done by observation, in-depth interviews, and documentation. The collected data are analyzed by flow method. The validity of the source data using triangulation techniques.The results of this study are four (1) teachers identify students' initial conditions as a basis for determining the inclusion of appropriate academic services (2) the teacher gives special attention to the inclusion students (3) Teachers give inclusion students additional time after learning is complete(4) teachers have difficulty in dealing with inclusion students

Keywords: inclusion; interaction; karawitan playing together; management

Pendahuluan

(4)

peraturan ini diharapkan bagi peserta didik yang merasa memiliki keterbatasan fisik maupun mental tetap bisa mengikuti pendidikan yang diselenggarakan pemerintah.

Salah satu kegiatan pendidikan yang berusaha mewujudkan program pemerintah adalah kegiatan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama. Proses pembelajaran produktif Memainkan Karawitan Bersama berlangsung di kelas umum, namun melibatkan siswa inklusi. Pada mata pelajaran produktif Memainkan Karawitan Bersama ini mempelajari berbagai alat musik, ada yang dipukul dengan alat pemukul, ada yang dipukul dengan tangan, dan digesek. Dengan kondisi ini tentunya diperlukan kesiapan mental dan fisik dari siswa untuk mempelajarinya. Namun pada kelas ini ternyata melibatkan siswa inklusi, dengan 2 kondisi yaitu, siswa yang tuna netra kategori low vision (keterbatasan pandangan) serta siswa lamban belajar. Pati(2011), menyebutkan Pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus, sebagai pendekatan, berusaha untuk memenuhi kebutuhan belajar semua anak penyandang cacat. Dengan kondisi tersebut, timbul pertanyaan; Bagaimana siswa inklusi mengikuti proses pembelajaran? Bagaimana guru mengelola kelas umum yang melibatkan siswa inklusi?

Dalam hal ini tentunya diharapkan partisipasi guru yang mampu memotivasi kepercayaan diri siswa inklusi untuk dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Deal, C.Stephen White(2006) menyatakan partisipasi guru dalam kegiatan belajar meningkatkan kepercayaan siswa terhadap guru. Namun kondisi di lapangan ternyata guru belum pernah mendapatkan pelatihan menangani siswa inklusi. Hal ini merupakan tantangan bagi guru untuk mengelola pembelajaran dimana siswa inklusi terlibat didalamnya.

Untuk memberikan layanan pendidikan yang diharapkan kepada siswa inklusi, guru harus mengidentifikasi dari awal mengenai kondisi siswa. Guru juga harus bekerja sama dengan guru lain serta pihak sekolah untuk mencari cara memberikan layanan akademik yang tepat sesuai kondisi siswa inklusi. Layanan yang diberikan harus sesuai dengan kondisi siswa inklusi agar mereka dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, serta mencapai kompetensi yang diharuskan. Guru harus membuat perencanaan pembelajaran yang baik agar proses pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama dapat berjalan lancar dan mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Vassileva,Julita dan Barbara Wasson(2006) perencanaan berhubungan dengan perilaku aktivitas dan interaksi pengajaran yang membantu siswa dalam mencapai tujuan.

Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka penulis menentukan fokus penelitian ini,

yaitu “Bagaimana Pengelolaan Pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi Siswa

(5)

sub-fokus: (1)Bagaimana karakteristik aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi? (2) Bagaimana karakteristik aktivitas siswa inklusi dalam mengikuti pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama? (3) Bagaimana interaksi guru dan siswa inklusi dalam pelajaran Memainkan Karawitan Bersama?

Studi yang dilakukan memiliki tiga tujuan: (1) Mengetahui dan mendiskripsikan karakteristik aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi (2) Mengetahui dan mendiskripsikan karakteristik aktivitas siswa inklusi dalam mengikuti pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama (3) Mengetahui dan mendiskripsikan interaksi guru dan siswa inklusi dalam pelajaran Memainkan Karawitan Bersama.

Manfaat penelitian ini adalah, secara teoritis, studi ini menemukan prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran siswa inklusi pada sekolah menengah kejuruan, memberikan sumbangan kepada program kejuruan karawitan, serta sekolah-sekolah kejuruan yang melaksanakan pendidikan inklusif. Secara praktis, Studi ini mengimplementasikan hasil temuan dalam pengelolaan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama bagi siswa inklusi agar dapat dimanfaatkan bagi sekolah, guru/calon guru, siswa. Sekolah segera dapat memanfaatkan temuan ini untuk pengembangan pengelolaan pendidikan siswa inklusi. Pengelolaan pembelajaran bagi siswa inklusi di tingkat sekolah menengah kejuruan mendesak untuk segera di realisasikan dengan baik agar siswa inklusi dapat memperoleh keahlian yang diinginkan. Bagi guru/calon guru produktif di lingkungan SMK dapat memanfaatkan temuan ini untuk memberikan layanan optimal untuk siswa inklusi. Siswa dapat mempelajari temuan ini untuk mengetahui dan mempraktekkan cara berinteraksi dengan guru untuk memperoleh kompetensi keahlian yang diinginkannya.

Metode Penelitian

(6)

Sumber data melibatkan informan, dokumentasi dan kegiatan atau tempat kejadian. Informan terdiri dari kepala sekolah, guru dan siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisa data menggunakan menggunakan analisis kualitatif dengan metode alir(flow method). Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi.

Hasil dan Pembahasan

Proses pembelajaran memainkan karawitan bersama dilakukan di ruang praktek khusus, dimana didalamnya terdapat berbagai macam gamelan yang harus dipelajari semua siswa. Pada pembelajaran ini melibatkan 2 guru dan siswa, kondisi siswa terbagi 2 kategori yakni siswa yang tidak inklusi dan siswa yang inklusi. Kedua kategori kondisi siswa ini membaur menjadi 1 dalam proses pembelajaran.

Pengelolaan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama yang melibatkan siswa inklusi membuat guru harus mampu menguasai dan mengelola pembelajaran dengan tepat. Guru harus mampu melayani semua siswa yang terlibat dalam penbelajaran. Siswa Inklusi yang terlibat terdiri dari 2 jenis yaitu siswa kategori low vision (keterbatasan pandangan) serta siswa lamban belajar. Dalam hal ini guru harus berusaha melakukan pengenalan kondisi siswa.

Kenyataan dilapangan guru produktif Memainkan Karawitan Bersama belum pernah mendapatkan pelatihan dalam menangani siswa inklusi. Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi guru, karena siswa inklusi menaruh harapan besar kepada guru untuk membantu mereka memahami permainan alat musik yang beragam. Guru seharusnya mendapat pelatihan khusus untuk menangani siswa inklusi.

(7)

bahwa guru harus mendapatkan pelatihan khusus untuk menangani siswa inklusi dalam kelas umum.

Disinilah letak tantangan guru umum dalam mengelola pembelajaran yang melibatkan siswa inklusi, guru harus mampu mengidentifikasi kondisi siswa inklusi dari awal, agar dapat menentukan langkah layanan akademik yang tepat. Guru dituntut memberikan pelayanan akademik yang berkualitas kepada siswa inklusi. Hal ini hampir sama dengan pernyataan Florian(2011) yang menyatakan bahwa guru memainkan peran penting dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas baik untuk semua siswa di sekolah inklusif, ini tidak bisa dibantah.

Sebelum guru mengajar materi Memainkan Karawitan Bersama, guru memberikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya kepada siswa inklusi. Ini merupakan bagian dari perencanaan guru dalam mengajar, karena perencanaan yang baik diharapkan dapat membantu siswa inklusi dalam mencapai tujuan yakni menguasai kompetensi Memainkan Karawitan Bersama. Perencanaan dalam mengajar didukung oleh Vassileva, Julita Wasson,Barbara Wasson(2006) yang menyatakan bahwa isi perencanaan umum akan mengarah pada tujuan fokus pengajaran yang akan diberikan kepada siswa.

Dalam proses pembelajaran produktif Memainkan Karawitan Bersama lebih mengutamakan praktik langsung memainkan berbagai alat musik. Sebelum memainkan secara bersama, guru terlebih dulu memberikan contoh mempraktekkan bagaimana cara memainkan alat musik dengan benar, para siswa inklusi memperhatikan secara seksama. Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk mencoba berlatih memainkan alat-alat musik tersebut. Apabila ada siswa inklusi yang kesulitan, maka guru akan membantu mengajari. Kegiatan ini didukung pernyataan Deal(2006) yaitu dengan mempraktikkan apa yang dijelaskan dalam kelas mendukung siswa untuk lebih memahami dan menimbulkan kesan yang mendalam terhadap apa yang dikerjakan, sehingga siswa cenderung memahami praktik oleh guru. Hasil penelitian ini dapat dimaknai bahwa guru harus sering memberi contoh praktek memainkan alat kepada siswa inklusi.

(8)

Pada praktek secara umum, sebenarnya guru mengalami kesulitan dengan adanya siswa inklusi di dalam kelas umum, bagaimana harus menangani siswa yang low vision serta siswa yang lamban belajar. Guru kelas bekerjasama dengan guru bimbingan konseling untuk mencari cari cara yang tepat untuk memberikan layanan yang baik kepada siswa inklusi. Kondisi kesulitan dan kerepotan guru ini hampir sama dengan pendapat Chhabra, Rama Srivastava, Ishaan Srivastav(2010) yang menyatakan bahwa guru di Botswana memiliki sikap agak negatif, dan prihatin dengan penerapan pendidikan inklusi. Di dukung juga oleh Kudlacek, Jason Bocarro, Ivo Jirasek, Radek Hanus (2009) yang mengungkapkan bahwa cacat atau gangguan biasanya dianggap sebagai perbedaan yang signifikan, dan banyak orang yang tidak tahu bagaimana cara mengatasi perbedaan-perbedaan ini. Penelitian ini dapat dimaknai bahwa guru cenderung merasa kerepotan dengan kondisi siswa inklusi.

Siswa inklusi yang mengikuti materi pelajaran produktif Memainkan Karawitan bersama ini terdiri dari 2 kategori siswa inklusi yaitu siswa tuna netra (low vision) dan siswa lamban dalam belajar. Tiap kategori berbeda cara dalam mengikuti proses pembelajaran.

Siswa inklusi kategori low vision memiliki kekurangan dalam hal pandangan mata, sehingga mengalami gangguan dalam hal-hal yang berkaitan dengan visual,tulisan. Siswa kategori ini dalam mengikuti pembelajaran Memainan Karawitan Bersama tidak bisa menulis catatan-catatan yang diberikan oleh guru, mereka menggunakan cara lain untuk dapat mengikuti materi yang dipelajari yaitu dengan melakukan rekaman materi lewat alat bantu yaitu berupa telepon genggam. Mereka merekam materi yang diberikan guru saat guru memainkan gamelan yang sedang dimainkan. Hal ini dilakukan terutama pada gamelan yang tidak mengunakan 2 alat pemukul. Sedangkan untuk gamelan yang memerlukan 2 alat pemukul mereka akan dipandu oleh guru dalam memainkan gamelan tersebut, guru akan membantu memegang pemukul dan mengarahkan pada bagian-bagian yang harus dipukul, disini siswa akan mengingat gerakan-gerakan yang diarahkan guru.

Pada gamelan yang menggunakan 2 alat pemukul siswa kategori low vision mengalami banyak kesulitan karena keterbatasan pandangan mereka. Mereka cenderung lebih mudah memainkan gamelan tanpa 2 alat pemukul, seperti kendang, rebab dan gong. Siswa dengan kategori low vision memiliki kelebihan dalam hal perasaan dan daya ingat dibanding dengan siswa yang tidak inklusi.

(9)

akan memainkan gamelan berdasarkan catatan yang diberikan. Karena dia lamban dalam berpikir, maka banyak kendala yang dia hadapi, terutama dalam hal mengikuti irama dari karawitan yang dimainkan secara bersama-sama. Guru harus memberikan perhatian khusus pada siswa ini, harus berulang kali mengingatkan, karena siswa ini sering lupa.

Proses yang terjadi tersebut diatas menggambarkan adanya interaksi antara siswa inklusi dengan guru, hal ini sangat membantu siswa inklusi dalam memahami materi yang dipelajari. Selain dengan guru, siswa inklusi juga bertanya kepada teman satu kelas mereka yang tidak inklusi. Ada siswa inklusi yang mempunyai keluarga yang memiliki latar belakang mampu memainkan alat musik karawitan, kondisi ini tentunya membantu siswa dalam memahami materi. Gambaran ini menunjukkan adanya interaksi siswa inklusi dengan guru, lingkungan sekolah, teman dan keluarga yang kesemuanya merupakan faktor-faktor yang bisa menjadikan siswa inklusi berhasil dan tidak mengalami kesulitan dalam pembelajaran memainkan beberapa alat musik. Kondisi yang terjadi ini didukung oleh pernyataan yang disampaikan Bowen(2008) yang menyatakan hubungan siswa dengan lingkungan sekolah, kelompok sebaya dan keluarga akan mempengaruhi kesuksesan siswa di sekolah.

Pati(2011) juga menyatakan bahwa semua peserta didik penyandang cacat dapat belajar bersama-sama dengan anak non-cacat melalui akses ke sekolah-sekolah umum dan pengaturan masyarakat pendidikan dengan jaringan yang sesuai layanan pendukung. Hal ini menggambarkan bahwa sebenarnya siswa inklusi dapat membaur dengan siswa lain yang tidak inklusi. Hasil penelitian ini dapat diartikan bahwa siswa inklusi dapat mencapai kesuksesan apabila dia mampu berinteraksi secara baik dengan berbagai kondisi yang ada dilapangan, baik itu lingkungan sekolah, teman maupun keluarga.

(10)

siswa inklusi tidak perlu kawatir untuk bergabung dan berinteraksi dengan teman yang tidak inklusi.

Simpulan

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama yang melibatkan siswa inklusi dapat dilaksanakan dengan baik, apabila guru peduli dengan keberadaan siswa inklusi, guru mampu mengidentifikasi kondisi siswa serta mampu memberikan layanan akademik sesuai kebutuhan siswa inklusi., meskipun disisi lain guru mengalami kesulitan karena tidak dibekali pelatihan menangani siswa inklusi. Guru harus mendapatkan pelatihan khusus menangani siswa inklusi, agar pelayanan akademik kepada siswa inklusi lebih optimal, serta mampu mengidentifikasi kondisi siswa inklusi dengan benar.

Kemauan siswa inklusi untuk berinteraksi dengan guru maupun siswa lain juga menjadi faktor keberhasilan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama. Kepercayaan diri serta motivasi siswa inklusi untuk selalu belajar dan dukungan lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Hal ini ditunjang dengan kesempatan yang diberikan guru dengan memberikan waktu tambahan setelah pembelajaran selesai.

Pengelolaan pembelajaran pada saat terjadi interaksi antara siswa dan guru harus dilakukan dalam kondisi yang membuat siswa inklusi merasa nyaman, agar motivasi mereka tidak menurun. Dalam hal ini guru harus memberikan perhatian khusus kepada mereka. Perhatian khusus ini menyangkut kondisi siswa inklusi, tentunya perlakuan khusus berbeda-beda tergantung kondisi siswa inklusi. Perlakuan kepada siswa low vision tentunya berbeda dengan siswa yang lamban belajar.

Keberhasilan pendidikan inklusif tidak hanya tergantung faktor guru, namun siswa inklusi itu sendiri, teman, lingkungan dan keluarga. Semua faktor tersebut sangat berpengaruh pada proses pendidikan siswa inklusi. Jadi keberhasilan pengelolaan pembelajaran Memainkan Karawitan Bersama juga dipengaruhi faktor-faktor tersebut.

(11)

Daftar Pustaka

Bourke, Inclusive Education Reform And Teacher Aids. Journal of Inclusive Education 8, 3-21

Bowen, Gary L., “ The Joint Effect of Neighbour, School, Peers, and Families on Changes

in the school Success of Middle School Students”. Family Relations, 2008 Vol.57 No. 4:504

Chhabra,Simmi; Srivastava,Rama; Srivastava,Ishaan, Inclusive Education in Botswana:The Perceptions of School Teachers, Tonota College of Education, Botswana, Journal of Disability Policy Studies 20(4) 219–228, Hammill Institute on Disabilities 2010

Deal, Debby ; C. Stephen White,”Voices from The Classroom: Literacy Beliefs and

Practises of Two Novice Elemantary Teachers”, Journal of Research in

Childhood Education, Olney.

Florian Lani, Majda Becirevic,“Challenges for teachers’ professional learning for inclusive education in Central and Eastern Europe and the Commonwealth of Independent States,UNESCO IBE 2011

Joy, Rhonda;Elizabeth, Murphy, The Inclusion of Children with Special Educational Needs in anIntensive French as a Second-Language Program: From Theory to Practice,Memorial University, Canadian Journal of Education 35, 1 (2012): 102-119

Kudlacek, Martin; Bocarro,Jason ; Jirasek,Ivo; Hanus,Radek, The Czech Way of Inclusion Through an Experiental Education Framework, Journal of Experiential Education, 2009, Volume 32, No.1

Moleong, Lexy J.,2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja Rosdakarya Pati, Bijaya, Inclusive Education of Children with Intellectual Disability under Education

for All (Sarva Shiksha Abhiyan)Programme in Orissa, Principal Chetana College of Special Education,Bhubaneswar,Social Science International, Vol. 27, No. 1 (2011), page 123-130

Sugiyono,2009, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:Alfabeta

(12)

Vassileva, Julita and Barbara Wasson, “Instructional Planning Approaches from Tutoring

towards Free Learning1”, 2006, Bulgarian Ministry of Science and Higher

Education

Referensi

Dokumen terkait

Proyek Akhir, Program Diploma Tiga Teknik Mesin Produksi , Fakultas Teknik Universitas Sebelas

Lele merupakan salah satu komoditas air tawar unggulan berkat kandungan protein dan lemak tak jenuhnya yang tinggi sehingga dapat mendukung proses metabolisme

PADA STRUKTUR BAJA TAHAN GEMPA , Andry Sanjaya Tandani, NPM 080213153, tahun 2012, PPS Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Atma

Guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) dalam menjalankan tugasnya digaji pemerintah sesuai aturan/standar gaji di sesuaikan dengan masa kerja dan golongan, sedangkan guru

[r]

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa (1) Bentuk pematuhan terhadap prinsip kesantunan yang terdapat dalam tuturan pengisi acara YKS terdiri dari enam maksim, yaitu

berkaitan dengan siswa di suatu sekolah mulai dari perencanaan, penerimaan1. siswa, pembinaan yang dilakukan selama siswa berada di

Dan yang bukan angkatan kerja didominasi oleh kelompok perempuan yakni 64,37 % (Tabel 20), perempuan sebagai ibu rumah tangga ternyata cukup besar yakni 96,86 %. Variasi