ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 19
C. Rumusan Masalah ... 20
D. Tujuan Penelitian ... 21
E. Manfaat Penelitian ... 22
F. Kerangka Penelitian ... 23
G. Paradigma Penelitian ... 24
H. Hipotesis Penelitian ... 26
BAB II LANDASAN TEORITIK 27 A. Konsep Pendidikan dan Pelatihan ... 27
1. Program Pendidikan dan Pelatihan ... 30
a. Diklat Prajabatan ... 32
b. Diklat dalam Jabatan ... 33
B. Konsep Kompetensi ... 34
1. Kompetensi Kepribadian ... 40
2. Kompetensi Manajerial ... 42
3. Kompetensi Supervisi ... 54
4. Kompetensi Sosial ... 55
2. Manfaat dan Kegunaan Penilaian Kinerja ... 71
BAB III METODE PENELITIAN 76
A. Definisi Operasional ... 77
B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 80
C. Lokasi Uji Hasil Penelitan ... 82
D. Populasi dan Sampel ... 83
1. Penentuan Populasi ... 83
2. Penentuan Sampel penelitian ... 84
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 88
1. Penentuan Alat Pengumpulan Data ... 88
2. Penusunan Alat Pengumpulan Data ... 89
F. Tahap Uji Coba Angket ... 90
1. Validitas Rasional ... 90
2. Validitas Empirik ... 91
3. Uji Reliabilitas ... 93
G. Teknik Analisis Data ... 97
1. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian ... 97
a. Menghitung Kecendrungan Responden ... 97
b. Mengubah Skor Mentah Menjadi Skor Baku ... 99
c. Uji Normalitas Distribusi Data ... 101
d. Menguji Hipotesis Penelitian ... 103
e. Uji Signifikan ... 104
f. Uji Koefisien Determinasi ... 104
g. Analisis Regresi ... 105
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 107
A. Deskripsi Hasil Penelitan ... 107
1. Analisis Variabel X1 ... 107
1. Uji Persyaratan Analisis ... 122
a) Uji Normalitas ... 122
b) Uji Linieritas ... 125
2. Uji Hipotesis ... 127
a) Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja 127 b) Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja ... 133
c) Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kompetensi ... 139
d) Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Serta Kompetensi secara bersama-sama terhadap kinerja kepala sekolah ... 145
C. Pembahasan... 150
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 159
A. Kesimpulan ... 159
B. Implikasi ... 161
C. Rekomendasi ... 163
DAFTAR PUSTAKA 166 LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tanpa pendidikan yang memadai suatu bangsa akan
mengalami ketertinggalan bahkan kemerosotan pada segala bidang. Oleh
sebab itu tujuan pendidikan nasional mengacu pada pembentukan pribadi
yang dewasa dan berkualitas, bermutu, berilmu pengetahuan serta bertaqwa,
dengan mengupayakan pendidikan dan pengelolannya dengan baik, benar,
teratur, terarah dan berkesinambungan.
Dunia pendidikan merupakan satu sistem, maka dalam mewujudkan
tujuan Pendidikan Nasional tersebut tidak terlepas dari keterkaitan dengan
sistem-sistem kehidupan lainnya. Kehidupan pemerintah, kehidupan bangsa,
dan kehidupan keluarga. Apabila kehidupan-kehidupan ini tidak berjalan
seperti mana yang diharapkan maka tujuan Pendidikan Nasionalpun akan
terimbas pula. Sekolah juga merupakan kehidupan sebuah sistem, yang di
dalamnya terdapat komponen-komponen yang saling ketergantungan, seperti
kepala sekolah, guru, kurikulum, bahan ajar, siswa dan fasilitas, apabila
komponen sebuah sistem tersebut terganggu atau tidak berjalan seperti mana
yang diharapkan maka dapat dikatakan kehidupan lembaga tersebut akan
Oleh karena itu dalam rangka perwujudan tujuan nasional tersebut,
kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta pimpinan
lembaga sangat dibutuhkan dalam membuat suatu kebijakan khusus yang ada
kaitannya dengan pendidikan dan pelatihan, serta kompetensi kepala sekolah
yang berpengaruh pada kinerja masing-masing jajaran organisasi, agar
lembaga tersebut akan menjadi lebih baik dan bermutu.
Setiap lembaga pastilah mempunyai tujuan yang harus diwujudkan,
dan harus pula mempunyai pemimpin yang dapat memenuhi tuntutan
pemerintah serta sesuai pula dengan kehendak masyarakat. Begitu pula
dengan lembaga pendidikan, paling tidak memunyai pemimpin yang sanggup
berfungsi sebagai leader sekaligus bertanggung jawab atas ketercapaian visi
dan misi lembaganya.
Seorang kepala sekolah adalah pemimpin lembaga pendidikan,
diharapkan secara maksimal dapat terlibat dan lebih tanggap terhadap
kebutuhan stakeholder yang muncul dalam komunitas masyarakat, bukan
hanya berkaitan dengan konteks dunia kerja tetapi segala hal yang berbentuk
inovasi, seperti politik, kultural, maupun pendidikan itu sendiri serta
perubahan sosial yang secara langsung terkait dengan perkembangan
pendidikan dan sekaligus pengembangan SDM.
Kepala sekolah merupakan instrumen kunci (key instrument) di
sekolah. De Roche (1987)” mengungkapkan bahwa tidak ada sekolah yang
kepala sekolah dianggap sebagai instrumen kunci bagi keberhasilan
peningkatan kulaitas pendidikan di sekolah”.
Daryanto (2008:81) Yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Sebagaimana ditegaskan dalam Rapat Kerja Kepala SMA Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 22-23 September 2007, kegiatan-kegiatan sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah meliputi mengatur proses belajar mengajar, mengatur kesiswaan, mengatur personalia, mengatur peralatan pengajaran, mengatur dan memelihara gedung dan perlengkapan sekolah, mengatur keuangan, serta mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat.
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian dari
manajemen dengan kata lain sebagai salah satu alat untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas SDM. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan cara
pengamalan agama, peningkatan kesejahteraan, peningkatan pendidikan dan
pelatihan, peningkatan kesehatan, peningkatan pengendalian, peningkatan
kompetensi serta pengembangan kinerja dan lain-lain.
Husaini (2008: 221) Pengembangan karier meliputi evaluasi diri pencarian peluang menduduki posisi yang lebih tinggi, mengatur tujuan untuk mencapai peningkatan karier menyiapkan rencana tindakan dan melaksanakan rencana tersebut. Sedangkan posisi pengembangan SDM akan sangat bepengaruh terhadap kinerja.
Sebagai pimpinan di sekolah, kepala sekolah juga dituntut untuk
memiliki managerial skill, kemampuan sebagai supervisor, dan kemampuan
dalam pembinaan kurikulum sekolah. Dengan banyaknya tugas serta tuntutan
kemampuan seorang kepala sekolah, maka untuk menjadi seorang kepala
sekolah harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang meliputi syarat formal
Secara tegas Permmendiknas No. 13 Tahun 2007 yang diberlakukan
pada tanggal 17 april 2007 menyatakan bahwa untuk mendukung standar
nasional pendidikan seseorang yang akan dingkat menjadi kepala sekolah
wajib memenuhi standar kepala sekolah yang berlaku Nasional. Standar
kepala sekolah dimaksud adalah sebagai mana tercantum dalam Lampiran
Peratauran Menteri meliputi standar kualifikasi dan standar kompetensi yang
dimiliki oleh kepala sekolah tersebut.
Berdasarkan Permendiknas No 13 Tahun 2007 mengenai standar
kompetensi bagi kepala sekolah, ada lima aspek kompetensi yang harus ada
dalam diri seorang kepala sekolah yakni, kompetensi kepribadian yang
menyangkut integritas dan kejujuran; kompetensi sosial yang mencakup
hubungan antar manusia dan hubungan baik dengan sesama, kompetensi
manajerial yang terkait kemampuan kepala sekolah mengelola sekolah dan
sumber daya yang ada di sekolah.
Selanjutnya kompetensi supervisi yang menuntut kepala sekolah harus
dapat membimbing guru-guru serta anak didiknya dan menggunakan
sumber-sumber daya yang ada di sekolah.Terakhir, kompetensi kewirausahaan di
mana seorang kepala sekolah harus mampu berwirausaha namun bukan untuk
mencari keuntungan, tetapi memiliki jiwa kreatif, inisiatif dan berani
mengambil resiko demi pengembangan sekolahnya.
Dinas Pendidikan kabupaten atau kota merupakan instansi pemerintah
yang berwenang untuk melakukan proses rekruitasi dan pengembangan
memimpin sebuah sekolah, salah satunya ditentukan pada saat proses
pengembangan, yang di dalamnya ada pendidikan dan pelatihan dalam rangka
peningkatan kompetensi serta kinerja kepala sekolah itu sendiri. Tujuan dari
kegitan pengembangan ini tidak lain adalah untuk mencari kepala sekolah
yang berkualitas.
Di era reformasi ini, tak dapat disangkal lagi bahwa profesionalisme
dan kompetensi adalah merupakan kebutuhan yang mendesak dan semakin
penting dimiliki oleh setiap kepala sekolah, para pengambil keputusan atau
kebijakan dan penyelinggara sistem pendidikan, baik di tingkat makro,
messo, maupun mikro. Apalagi dihadapkan dengan kebutuhan
mengakselerasikan tuntutan kebijakan otonomi daerah, yang telah
memberikan peluang kepada dinas pendidikan kabupaten untuk dapat
melebarkan sayapnya lebih luas, sehingga dapat lebih cepat mensukseskan
kebijakan tersebut.
Implikasinya, jika paradigma baru proses serta teknik pengembangan
kepala sekolah dilaksanakan secara efektif, tepat dan sesuai dengan aturan
yang berlaku maka tingkat kesalahan prosedur dapat diperkecil, sehingga
tujuan yang akan dicapai akan terasa bermanfaat bagi semua pihak.
Selanjunya pengembangan pendidikan yang mengacu pada pendidikan dan
pelatihan serta kompetensi yang dimiliki kepala sekolah akan bermuara pada
peningkatan kinerjanya.
Dinas pendidikan kabupaten memang telah menempatkan para
Dinas (UPTD), yang juga mempunyai peran strategis dalam menentukan
kebijakan di tingkat kecamatan. Mengingat begitu beratnya tugas UPTD
sebagai ujung tombak dalam mengemban tugas administrator maka dalam
mempromosikan para kandidat kepala sekolah hendaknya harus pula
mengikuti jalur serta aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik syarat
akademik maupun syarat kemampuan.
Sebagaimana umumnya bahwa tujuan setiap organisasi, baik
organisasi publik maupun organisasi swasta akan dapat tercapai dengan baik
apabila semua jajaran organisasi tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan
kinerja yang dikategorikan baik pula.
Suad Husnan (1983: 67) Oleh karena itu dalam meningkatkan kinerja pegawai harus ada usaha pengembangan untuk memperbaiki efektifitas kinerja dalam mencapai hasil kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan kinerja hanya dapat dilakukan dengan cara memperbaiki ilmu pengetahuan, keterampilan maupun sikap pegawai itu sendiri terhadap tugas-tugasnya.
Pengetahuan yang dimiliki oleh para staf dalam pelaksanaan tugas
cukup mempengaruhi kinerjanya, baik itu pengetahuan umum maupun
pengetahuan kejuruan yang dimilikinya. Pegawai yang kurang memiliki
pengetahuan yang cukup dalam bidang kerjanya akan bekerja dengan tidak
maksimal, bahkan akan terjadi pemborosan bahan, waktu dan dapat dikatakan
tidak efektif dalam tugasnya. Pemborosan seperti ini cukup mengganggu
dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kebutuhan akan keterampilan juga tidak kalah pentingnya dalam
melaksanakan tugas. Seseorang yang mempunyai keterampilan yang
atau staf yang yang kurang memiliki keterampilan. Keterampilan juga salah
satu faktor penentu dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Bagi pegawai
baru dalam menghadapi pekerjaan yang baru akan memerlukan tambahan
keterampilan guna melaksanakan tugasnya dengan baik.
Dalam mengemban suatu tugas yang baru atau menduduki jabatan
yang baru maka bukan hanya pengetahuan dan keterampilan saja yang
dibutuhkan namun sikap juga mempunyai pengaruh yang tidak kalah penting
dibandingkan dengan faktor-faktor lain. Oleh karena itu dalam
pengembangan kinerja hendaknya beberapa faktor ini harus dipertimbangkan
dengan matang sehingga tujuan organisasi atau tujuan lembaga yang telah
ditetapkan akan mudah terwujud.
Dari gambaran ringkas di atas dapat dikemukakan bahwa
pengembangan pegawai atau karyawan merupakan istilah yang sering dipakai
baik dalam buku maupun peraktik tugas sehari-hari, seperti “pengembangan”,
“ latihan,” pendidikan”. Pengembangan pegawai dapat diartikan dengan
usaha untuk meningkatkan keterampilan maupun pengetahuan umum bagi
pegawai serta staf agar pelaksanaan pencapaian tujuan lebih efisien. Dalam
konteks ini maka istilah pengembangan akan mencakup pengertian pelatihan
dan pendidikan yang merupakan sarana peningkatan keterampilan dan
pengetahuan umum bagi para pegawai.
Memang dalam pengangkatan atau rekruitasi kepala sekolah, setelah
diberlakukan Undang-Undang N0. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah
wewenang pengangkatan kepala sekolah sepenuhnya tanggung jawab
pemerintah daerah tingkat II atau dengan kata lain Bupati/Wali Kota.
Konsekuensi logis dari PP ini terhadap administrator pendidikan
(kepala Sekolah) adalah tuntutan pada profesionalisme dengan menetapkan
standar kompetensi dan kualifikasi pendidikan. Peningkatan profesionalisasi
Administrasi pendidikan tidak hanya dilihat dari kebijakan otonomi daerah
atau desentralisasi tetapi tidak terlepas dari sisi tantangan globalisasi.
Pengembangan (development) merupakan proses yang dibuat untuk
memperbaiki kualitas sumber daya manusia, yang diperlukan untuk
memecahkan berbagai macam persoalan dalam pencapaian tujuan lembaga,
yang dititikberatkan pada self relization atau self development.
Dalam pengertian lainnya pengembangan tenaga administrator
dikemukakan oleh Werther & Davis dalam Mukarram (1999:64) bahwa “
Pengembangan adalah kegitan yang dilakukan untuk mempersiapkan
seseorang pekerja agar mampu memikul tanggung jawab dimasa yang akan
datang”.
Soekijo Notoatmojo (1998)” mengatakan bahwa pengembangan
sumber daya manusia baik secara makro dan secara mikro adalah merupakan
bentuk investasi (human invesment)”. Pengembangan personil atau
administrasi pendidikan merupakan suatu “conditio sine quanon” artinya
merupakan proses yang harus ada dan terjadi dalam organisasi.
pada pada tingkat organisasi oleh individu masing-masing; (2) dikaitkan dengan jenjang karier kepegawaian setiap personil dan hal ini harus dipolakan pada level yang lebih tinggi.
Dalam mewujudkan tataran sumber daya manusia yang berkualitas
maka setiap jajaran birokrasi yang ada kaitannya dengan pendidikan dan
pelatihan, baik pelatihan pendidikan dalam jabatan maupun diluar jabatan,
hendaknya harus memiliki pengetahuan perencanaan strategik yang memadai
serta dapat menyelaraskan dengan peraturan yang ada. Sehingga pimpinan
pendidikan yang dididik dan dilatih tersebut tidak keliru memilih jenis
pendidikan dan pelatihan yang diikuti sehingga tujuan dari diklat tersebut
selaras dengan tujuan pendidikan nasional maupun tujuan lembaga.
Castetter (1996) “ strategic planning for human recources, recruitmen,
selestion, induction, development personel, perfomance, apprasial,
employ-ment justice and continuity, information technology, compensation, and
bargaining”.
Oleh karena itu dalam merencanakan pengembangan personil tidaklah
mudah, ada beberapa prosedur yang harus ditempuh dan harus
dipertimbangkan. Begitu eratnya rencana strategis dengan pengembangan
tenaga kepandidikan khususnya pendidikan dan pelatihan kepala sekolah
sehingga Castetter (1996) : 232) menyebutkan personel development is
preminet among those process desegned by the system to attract, retain, and
inprove the quality and quantity of staff member needed to solve its problems
Ada beberapa pengertian yang dapat dipedomani dari pendapat ini
bahwa pengembangan administrator pendidikan termasuk kepala sekolah
pada tingkat yang paling bawah yang terpenting dalam pengembangan adalah
perencanaannya serta proses-proses yang dilakukan oleh sistem pendidikan
yang berlaku. Selanjutnya proses atau perencanaan strategis pengangkatan
para administrator pendidikan untuk menarik, mempertahankan dan sekaligus
menyempurnakan kualitas sumber daya manusia, dalam rangka pencapaian
tujuan yang diinginkan oleh organisasi..
Sedangkan menurut P. Siagian (2008: 183) ada beberapa manfaat dari
perencanaan dan pengembangan tenaga administrasi pendidikan bagi
oganisasi atau sistem yaitu :
Meningkatakan produktivitas kerja organisasi, mewujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat, meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, menciptakan sikap keterbukaan manajemen, penyelesaian konflik secara fungsional
Kenapa pendidikan dan pelatihan dibutuhkan oleh kepala sekolah
untuk dilaksanakan dengan penuh kesempurnaan tak lain harapan pemerintah
maupun stakeholder dapat menjadi kepala sekolah yang serba bisa dalam
segala hal seperti yang disebutkan dalam jurnal pendidikan dibawah ini.
Tujuan dari sebuah proses seleksi adalah untuk memilih individu
terbaik dalam sebuah posisi kerja dari sekian banyak kandidat calon yang ada.
Setelah proses seleksi atau rekruitmen tersebut selesai maka langkah penting
berikutnya yang perlu dijalankan oleh administrasi personalia dinas
program penempatan supaya program kerja tidak tertunda pelaksanaannya.
Penempatan kerja berkaitan dengan penugasan dengan segera calon yang
dinyatakan terpilih pada posisi yang telah ditetapkan tersebut. Langkah ini
adalah untuk menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat pula.
Setelah ditempatkan calon yang terpilih maka diperkenalkan pula
tentang rencana kerja yang akan dilaksanakan agar terbiasa akan program
yang baru yang mungkin belum pernah dijumpai sebelumya. Selanjutnya
calon terpilih dapat menandatangani semacam perjanjian tentang kerja yang
akan dijalani selama menjadi pimpinan sebuah lembaga tersebut.
Selanjutnya Malayu Hasibuan (2001: 70-71) mengemukakan pengembangan personil dan administrasi pendidikan memiliki beberapa manfaat bagi organisasi atau sistem serta bagi pengguna jasa administrasi antara lain: (1) efisiensi, (2) mengurangi kerusakan, (3) mengurangi kecelakaan, (4) meningkatkan pelayanaan, (5) moral, (6) produktivitas kerja, (7) karier, (8) konseptual, (9) kepemimpinan, (10) balas jasa, dan (11) konsumen.
Sementara itu pengembangan personel juga merupakan cara yang
sangat efektif untuk menghadapi beberapa tantangan untuk masa sekarang
serta masa yang akan datang, agar perencanaan strategis akan menjadi suatu
cara yang mungkin merupakan perjalanan suatu sistem atau perjalanan proses
suatu sistem dalam mendidik dan melatih serta mengembangkan suatu
stafnya.
Lebih jauh Andrew F Sikula (2001 :11) “mengatakan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu tenaga kerja manusia adalah pengadaan,
pemeliharaan, penempatan, indoktrinasi, latihan dan pendidikan sumber daya
sumber daya manusia adalah : recruitment, slection, training, education,
placement, indoktrinacion, dan development.
Di lingkungan Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau tahun
2009/2010 tercatat jumlah sekolah 325 buah sekolah tingkat sekolah dasar
sampai SLTA dan jumlah murid 75000 orang murid, dan 6500 orang guru
yang tersebar di 8 kecamatan. Ini semua merupakan tanggung jawab Dinas
Pendidikan Kabupaten dalam bidang pendidikan dan memerlukan
penanganan yang serius dari semua pihak yang terkait. Diantara 325 sekolah
terdapat 81 orang yang memasuki masa pensiun, dalam hal ini perlu
perencanaan strategi yang tidak mudah’ mengingat tugas dan fungsi kepala
sekolah mewujudkan tujuan pendidikan nasional serta dapat merumuskan
tujuan lembaga.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten juga merupakan orang nomor
satu jajaran pendidikan di kabupaten juga dituntut memiliki kemampuan
dalam merencanakan serta mengelola semua potensi sumber daya
kependidikan yang ada. Kemampuan merencanakan dan mengelola sumber
daya yang ada merupakan salah satu faktor pendukung bagi upaya pencapaian
visi, misi dan tujuan selaras dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang
pendidikan di Kabupaten Natuna khususnya.
Di samping itu, dapat kita pahami bahwa posisi Dinas Pendidikan
Kabupaten Natuna sebagai leading sector atau pembangunan pendidikan pada
dasarnya juga mempunyai kewajiban mengelola dan membangun sumber
pengawas. Dalam kedudukan dan fungsi guru, kepala sekolah, pengawas
sebagai tenaga pendidikan, mereka dituntut memiliki kemampuan intelektual
yang tinggi.
Berdasarkan pendekatan strategis yang dilakasanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Natuna bahwa salah satu yang menjadi perhatian dan pendekatan
tersebut adalah kesiapan untuk mengembangkan sumber daya manusia
(SDM) aparatur pemerintah daerah maupun sumber daya manusia,
masyarakat di bidang pendidikan (Pendidikan Dasar, Menengah, Perguruan
Tinggi, Bidang Kesehatan Dan Ketenagakerjaan).
Sebagai daerah yang kaya akan potensi sumber daya alam, maka
tantangan bagi Kabupaten Natuna di masa akan datang adalah bagaimana
mempersiapkan SDM yang handal dalam upaya menggerakkan roda
pembangunan dengan kondisi objektif yang dimiliki oleh daerah. Adanya
persamaan persepsi antara pemerintah Propinsi Kepulauan Riau dengan
Pemerintah Kabupaten Natuna dalam mempersiapkan SDM yang handal
merupakan landasan yang kuat bagi persaingan daerah untuk menghadapi era
globalisasi yang dimulai tahun 2003 tahun konteks AFTA.
Dengan berpegang kepada konsep keilmuan administrasi pendidikan
khususnya dalam aspek pengembangan personil, maka diharapkan penelitian
ini mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu administrasi
pendidikan. Oleh sebab itu penelitian tentang pengembangan personil atau
kepala sekolah yang berada di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten
yang berbeda dengan pengembangan yang dilakukan di sekolah maupun
lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya seperti yang banyak dikaji oleh
beberapa peneliti terdahulu.
Memang pada dasarnya dalam pendidikan dan pelatihan kepala
sekolah, konsep dasar kompetensi, dan kinerja kepala sekolah selalu
terabaikan, padahal tanpa kompetensi yang maksimal, kepala sekolah tidak
akan pernah mampu untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah
digariskan, baik tujuan nasional pendidikan maupun tujuan lembaga itu
sendiri. Konsep kompetensi kepala sekolah memang simpel dan dapat dibaca
oleh semua orang namun maknanya belum tentu dipahami oleh semua orang.
Chaplin (dalam Saeful Sagala, 2009 : 124) mengemukakan kemampuan (competence) adalah kelayakan untuk melaksanakan tugas, keadaan mental memberikan kualifikasi seseorang untuk berwenang dan bertanggung jawab atas tindakannya atau perbuatannya. Keberhasilan sekolah ditentukan oleh kompetensi kepala sekolah, yaitu melakukan pengorganisasian, secara sistematis, dan komitmennya terhadap perbaikan pengelolaan sekolah dalam wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Kepemimpinan kepala sekolah bukanlah Sekedar serangkaian
kompetensi yang dibuat oleh seseorang, melainkan pendekatan atau cara kerja
dengan guru-guru serta staf dalam suatu organisasi sekolah untuk
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab bersama. Kemampuan memahami
kondisi yang seperti ini bagi kepala sekolah merupakan suatu tugas yang
amat penting artinya bagi kompetensinya maupun peningkatan kinerja dari
kepala sekolah, serta sekaligus melihat metode apa yang paling ampuh untuk
memecahkan permasalahan yang ada. Hoy dan Miskel (1987), menegaskan
kompetensi yang dipersyaratkan dan berusaha memanfaatkan kompetensinya
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bagi keefektifan sekolah”.
Sergiovani (1997) dalam Sagala mengemukakan bahwa” kepala
sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang mampu memainkan
peranannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah”.
Selanjutnya menurut Sagala (2009: 125) perilaku kepemimpinan yang ditampilkan pada, perilaku yang berorientasi tugas, para kepala sekolah tidak akan melakukan pekerjaan yang sama yang pernah dilakukan oleh guru-guru, konselor dan karyawan sekolah lainnya, tetapi memfokuskan pada kegiatan menyusun perencanaan, mengatur pekerjaan mengkoordinasikan kegiatan anggota, dan menyediakan peralatan serta menyediakan bantuan teknis yang diperlukan.
Selanjutnya prilaku kepala sekolah yang berhubungan dengan menejer
yang membantu para guru dan konselor memahami permasalahan dan
pemecahannya. Yang terahir perilaku partisipatif, kepala sekolah melakukan
pertemuan kelompok yang memudahkan partisifasi, pengambilan keputusan,
memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan
pemecahan konflik.
Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan, kepala sekolah sudah
menduduki jabatannya dengan segala kemampuan yang telah diuji atau
melalui uji kompetensi maka diharapkan kepala sekolah tersebut mempunyai
kinerja yang tidak mengecewakan pemerintah, lembaga atau organisasi yang
dipimpinnya, serta tidak mengecewakan stakeholder maupun masyarakat
yang ada disekitarnya. Menurut Husaini (2008: 456) “Kinerja berarti prestasi
kerja atau dalam bahasa inggris disebut performance”. Kalau begitu kinerja
pimpinan organisasi maka kemungkinan besar organisasi akan bertambah
maju”.
Dalam rangka menciptakan kinerja kepala sekolah yang dapat
dikatagorikan baik maka salah satu usaha pemerintah adalah menyeleksi,
kandidat calon kepala sekolah sesuai dengan syarat yang telah ditentukan,
kemudian ditempatkan, selanjutnya diadakan latihan diklat jabatan, baik
sesudah menduduki jabatan maupun sebelum menduduki jabatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, setelah mempunyai kompetensi
yang memadai atau paling tidak sesuai dengan UU Sisdiknas No. 13 Tahun
2003, sehingga diharapkan dengan memiliki kompetensi yang memadai
melalui pendidikan dan pelatihan baik dalam jabatan maupun diluar jabatan
yang pada ahirnya, kinerja kepala sekolah akan bertambah baik.
Namun tidak demikian yang terjadi di Kabupaten Natuna Provinsi
Kepulauan Riau. Berdasarkan observasi awal di lapangan serta pengalaman si
penulis, 79 orang dari 100 orang kepala sekolah dasar telah mengikuti
pendidikan dan pelatihan kepala sekolah pada 15 Nopember 2009 sampai 16
Januari 2010 dengan hasil baik. Dilanjutkan dengan pelatihan operasional
kepala sekolah serta bendaharawan sekolah pada tanggal 14 sampai 27 april
2010 dengan peserta kepala sekolah dasar 80 orang juga dengan hasil baik.
Selanjutnya pada pada ahir januari 2010 dilanjutkan tes kompetensi
kepala sekolah secara lisan yang diikuti oleh 60 orang kepala sekolah dan
dinyatakan lulus sebanyak 50 orang kepala sekolah dasar. Yang belum lulus
kompetensi kepala sekolah. Namun kenyataan empirik yang ada dilpangan
belum terdapat peningkatan kinerja kepala sekolah dengan kata lain 80 %
kinerja kepala sekolah dasar serta mutunya khusus di Kabupaten Natuna
berjalan di tempat. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk meneliti
permasalahan yang ada di Kabupaten Natuna tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang disebutkan bahwa pendidikan dan
pelatihan kepala sekolah serta kompetensi berpengaruh terhadap kinerja
kepala sekolah, namun untuk melihat hubungan tersebut maka perlu
diidentifikasi masalahnya agar analisis penelitiannya lebih jelas sebagai
berikut:
1. Situasi daerah yang terpisah oleh pulau-pulau untuk tidak memungkinkan
diadakan pendidikan dan pelatihan kepala sekolah dasar secara sempurna.
2. Besarnya biaya yang dibutuhkan sehingga pemerintah daerah belum
mampu untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan secara berkala.
3. Sedikitnya sumber daya manusia yang memenuhi syarat untuk menduduki
jabatan kepala sekolah dasar.
4. Belum meratanya latar belakang akademis yang pendidikan Sarjana S1
untuk direkrut menjadi kepala sekolah.
5. Kompetensi kepala sekolah yang masih perlu peningkatan secara
berkesimbungan dalam meningkatkan efektivitas proses.
6. Kepala sekolah dasar belum mengerti benar apa yang dimaksud
7. Kepala sekolah belum mampu berinovasi.
8. Tingkat kinerja kepala sekolah dikatagorikan rendah
9. Tingginya tingkat ketergantungan kepala sekolah terhadap atasannya
sehingga kinerja sulit dikembangkan.
10. Orientasi tugas kepala sekolah dasar belum jelas sehingga kepala sekolah
masih mengira-ngira akan tugasnya.
Dari sekian banyak permasalahan yang teridentifikasi maka terdapat
hal-hal yang kiranya krusial sebagai faktor masalah yaitu pendidikan dan
pelatihan kepala sekolah, kompetensi yang dimiliki kepala sekolah serta
kinerja kepala sekolah dasar yang berada di Kabupaten Natuna.
C. Rumusan Masalah
Berpedoman pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah
supaya penelitian lebih terarah dan terfokus maka peneliti dapat
merumuskam masalahnya sebagai berikut “Seberapa besar pengaruh
pendidikan dan pelatihan serta kompetensi terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau?” kondisi empirik yang ada di lapangan pada tahuan 2010 telah dua kali kepala sekolah
dasar mengikuti pendidikan dan pelatihan bulan januari dan bulan april yaitu
Diklat operasional dan Diklat Manajemen Kepala sekolah dengan jumlah
peserta 80 orang kepala sekolah dasar. hasil dari Diklat tersebut dinyatakan
baik. Setelah mengikuti Diklat dilanjutkan dengan tes kompetensi secara
lisan, dari 60 orang peserta tes yang dinyatakan lulus sebanyak 50 orang
merencanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan 3 kali dalam satu tahun
bahkan terkadang lebih dari 3 kali, namun karena ada beberapa kendala
sehingga sulit terlaksana secara maksimal.(data Dinas Pendidikan Kabupaten
Natuna 4 Juni 2010, Kasi PMPTK). Namun kinerja kepala sekolah dasar di
Kabupaten Natuna tetap berjalan ditempat tanpa peningkatan yang berarti.
Dari rumusam masalah tersebut maka dapat dirinci sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi pendidikan dan pelatihan kepala sekolah dasar di
Kabupaten Natuna?
2. Bagaimana kondisi empirik kompetensi kepala sekolah dasar di Kabupaten
Natuna?
3. Bagaimana kondisi empirik kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten
Natuna?
4. Seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja kepala
sekolah dasar di Kabupaten Natuna?
5. Seberapa besar pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja kepala sekolah
dasar di Kabupaten Natuna?
6. Seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kompetensi
kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna ?
7. Seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan serta kompetensi secara
bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah dasar di
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum ingin mengetahui sejauh mana
hubungan serta keterkaitan antar pendidikan dan pelatihan serta kompetensi
terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi
Kepulauan Riau.
Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi empirik pendidikan dan pelatihan kepala
sekolah dasar yang ada di Kabupaten Natuna
2. Untuk mengetahui kondisi empirik kompetensi kepala sekolah dasar di
Kabupaten Natuna
3. Untuk megetahui kondisi kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten
Natuna
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan
kepala sekolah terhadap kinerja Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten
Natuna Provinsi Kepulauan Riau.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompetensi kepala sekolah
terhadap kinerja Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Natuna Provinsi
Kepulauan Riau.
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan dan pelatihan
terhadap kompetensi kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna?
7. Untuk mengetahui secara deskriptif gambaran tentang seberapa besar
Sekolah terhadap kinerja kepala sekolah di Kabupaten Natuna Provinsi
Kepulauan Riau.
Tujuan-Tujuan tersebut di atas dapat memberikan penjelasan secara
jelas bahwa pendidikan dan pelatihan, kompetensi serta kinerja kepala
sekolah dasar merupakan suatu rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan
bahkan dapat berjalan seiring dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif
dan efisien.
E. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil baik
bagi peneliti, lembaga tempat peneliti bekerja, pada lembaga akademik,
maupun bagi diri pribadi peneliti diantaranya:
1. Dapat mengetahui makna yang terkandung dalam pendidikan dan
pelatihan, serta kompetensi, dan kinerja kepala sekolah dasar yang
tergambar di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.
2. Bagi peneliti dapat menambah wawasan keilmuan serta perbendaharaan
pengalaman pribadi menyangkut permasalahan yang diteliti.
3. Bagi lembaga yang diteliti merupakan pedoman dalam rangka
pembentukan lembaga yang berkualitas dan bermutu.
4. Bagi lembaga akademik dapat mengetahui sejauh mana tingkat
kemampuan mahasiswa dalam menganalisa suatu permasalahan yang baru.
5. Bagi masyarakat dapat menambah bahan bacaan dan untuk menambah
6. Bagi kepala sekolah dapat mengetahui makna pendidikan dan pelatihan,
kompetensi serta kinerja dalam tugasnya.
7. Bagi semua peserta didik dapat mengetahui seorang kepala sekolah yang
memenuhi kriteria tugas secara jelas.
8. Bagi stakeholder dapat merasa puas akan jabatan kepala sekolah yang
ideal.
F. Kerangka Penelitian
Kinerja Kepala sekolah dasar (variabel Y) dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pendidikan dan pelatihan (variabel X1) dan
Kompetensi (variabel X2). Selain itu banyak faktor lain juga yang
mempengaruhi, seperti kemampuan akademik, masa kerja, pangkat, situasi
tempat dan lain-lain. Hubungan antara variabel tadi dapat digambarkan
sebagai berikut: Gambar 1.1 Kerangka Penelitian
rX.Y
r.X1.X2 Y
rX1.X2
rX2.Y Pendidikan dan pelatihan
1. Pengabdian
2. Proses pendidikan dan pelatihan 3. Mutu
4. Keahlian 5. Kemampuan dan
keterampilan
UU No. 43 Th. 1999 Kinerja
1. Kualitas pekerjaan 2. Kuantitas pekerjaan 3. Supervisi
4. Kehadiran 5. Konservasi
Husaini (2008: 458)
Kompetensi
1. Keperibadian 2. Manajerial 3. Supervisi
4. Kompetensi sosial 5. kewirausahaan
G. Pradigma penelitian
Paradigma penelitian merupakan model atau bentuk yang menjadikan
acuan oleh peneliti dalam rangka kegiatan penelitiannya. Bogdan dan Biklin
(dalam Moleong 2008: 30) menyatakan bahwa kumpulan longgar dalam
sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau posisi yang
mengarahkan kerangka berfikir penelitian.
Diperkuat oleh Nasution (2003:2) Paradigma penelitian adalah suatu
perangkat kepercayaan nilai-nilai suatu pandangan dengan dunia luar.
Paradigma akan mengarahkan penelitian penelitian, dengan timbulnya
paradigma baru dalam dunia pendidikan, maka timbul pula paradigma baru
dalam dunia pendidikan, dan diikuti dengan terciptanya metoda baru dalam
dunia penelitian.
Apabila kita berpedoman pada pengertian konsep di atas maka
paradigma dapat dikatakan sebagai suatu perangkat pola atau alur berpikir
yang didasari oleh nilai-nilai keilmuan dan pendekatan penelitian yang
dipakai. Ini terjadi akibat dari pengembangan sebuah teori.
Paradigma tentang pendidikan dan pelatihan, kompetensi serta kinerja
yang ada di lapangan hanya berpedoman pada latar belakang masalah, yang
di dalamnya terdapat sekumpulan penomena-penomena yang berada
dilapangan sehingga mempermudah peneliti menyusun suatu rancangan
penelitian.
Disamping itu paradigma penelitian juga merupakan langkah-langkah
penelitian menjadi terarah, yang nantinya penelitian akan menjadi lebih
efektif dan efisien. Paradigma penelitian ini terlihat jelas pada bagan berikut
[image:27.595.119.506.205.639.2]ini.
Gambar 2.1
Skema Paradigma Penelitian Tujuan pendidikan Nasional
UU Sisdiknas No. 20 Th 2003, PP. No. 101 Tahun 2000 dan PP. 14 Th 1994 Permendiknas no.13 th 2007
Pendidikan & Pelatihan
Kinerja kepala sekolah. Visi, dan misi sekolah
Tantangan Masa Depan
Kompetensi Kepala Sekolah
Umpan Balik
H. Hipotesis Penelitian
Rumusan hipotesis perlu dibuat karena merupakan jawaban sementara
dari permasalahan yang dipertanyakan, yang jawabannya masih berupa teori
belum temuan di lapangan. Sugiono (2008:96) Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan, dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan didasarkan pada teori yang relevan semata, belum berdasarkan pada
fakta empiris yang diproleh dari pengumpulan data di lapangan.
Hipotesis merupakan pernyataan penjelasan, dengan kata lain prediksi
hasil, pernyataan masalah dan hipotesis pada intinya sama artinya. Sedangkan
hipotesis penelitian adalah pernyataan yang lebih khusus dari pada pernyataan
masalah, harus jelas dan dapat diuji serta berhubungan terhadap hasil
penelitian.
Sesuai dengan masalah yang telah diuraikan di atas maka dapatlah
dibuat hipotesis sebagai berikut:
1. Kondisi kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna telah mengikuti
pelatihan, mempunyai kompetensi serta memiliki kinerja yang memadai.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendidikan dan Pelatihan
terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna Provinsi
Kepulauan Riau.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi terhadap kinerja
4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan dan
kompetensi kepala sekolah di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.
5. Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan serta
kompetensi terhadap kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna
BAB III
METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional
Peran Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama dalam
kemajuan dan eksistensi suatu lembaga atau organisasi. Jadi sebagai seorang
adiministrator hendaknya sangat memperhatikan perkembagan dari sumber
daya manusia terlebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para staf.
Lebih jauh upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan adalah
untuk mengembangkan kecekapan dan kinerja pegawai. Sumber daya
manusia yang cakap dan ahli dalam bidang pekerjaannya akan memberikan
kontribusi yang besara terhadap perkembangan organisasi atau lembaga.
Sikula yang dikutif oleh Munandar (1978: 22)” sebagai berikut
training adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan
prosedur sistematis dan terorganisir, dimana tenaga kerja non manajerial
mempelajari pengetahuan dan pelatihan teknis untuk tujuan tertentu”.
Secara nasional visi pendidikan dan pelatihan tak lain adalah tertuang
dalam alinia ke empat pembukaan Undang Undang Dasar 1945 ... “
membentuk suatu pemerintahan negera Indonesia yang melindungi segenap
bagsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ... H.A.R Tilaar
(1997:17) dalam konteks kepegawaian pendidikan dan pelatihan jabatan PNS
adalah proses pembelajaran belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
Dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 pasal 2 disebutkan
bahwa Diklat bertujuan:
1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat
melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi
kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi.
2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan, sebagai pembaharu dan
perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada
pelayanan, pengayom dan pemberdayaan masyarakat.
4. Menciptakan persamaan visi dan dinamika pola fikir dalam melaksanakan
tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya
pemerintah yang baik.
James J. Donald (2008:126) rekruitmen merupakan salah satu usaha
aktif dalam mencari calon yang potensial dengan mempengaruhi mereka agar
bersedia mengisi posisi yang ada dalam sebuah lembaga atau organisasi.
Sebuah makna lain dari rekruitmen adalah aktivitas-aktivitas yang terencana
dalam menarik sejumlah individu berkualitas yang dibutuhkan untuk
mengemban tugas yang ada pada sebuah organisasi pendidikan.
Dalam merekrut tenaga administrator harus bisa memastikan bahwa
aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya sudah dikembangkan sedemikian
rupa sebagai sebuah cara dalam menciptakan administrator yang handal dan
bisa memenuhi semua pihak. Jadi kebutuhan akan rekrutmen kepala sekolah
sebuah sistem sekolah dengan tujuan untuk mendapat kepala sekolah yang
mempunyai kompetensi dan kinerja yang sesuai dengan jabatan yang
didudukinya.
Kompetensi (competence) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas sehingga tugas yang
dibebankan terlaksana dengan baik serta sesuai dengan apa yang diharapakan
semua pihak. Kompetensi kepala sekolah yang berorientasi tugas adalah,
melakukan pengorgnisasian, komitmen dalam wewenang pengelolaan,
kompetensi kepribadian, manajerial, supervisi, serta kompetensi sosial.
Sergiovanni dalam Syaiful Sagala (2009 : 126) ada tiga kompetensi
yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yaitu, kompetensi teknis, kompetensi
hubungan pribadi, dan kompetensi konseptual. Kompetensi ini akan menjadi
dasar pembinaan dan pengembangan kepala sekolah diarahkan untuk
menghasilkan kepala sekolah yang efektif. Dengan terpilihnya kepala sekolah
yang efektif, kinerja kepala sekolah juga akan terimbas menjadi baik pula.
Kinerja secara umum dapat dikatakan hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Hikman (1990) kinerja selalu
merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada di
dalam organisasi tersebut. Selanjutnya Stoner dalam Husaini (2008 : 456)
kinerja adalah kunci untuk mencapai sukses organisasi yang harus berfungsi
secara efektif agar organisasi tersebut mendapat keberhasilan.
Selanjutnya menurut Prawiro Santono dalam Husaini (2009: 457)
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum
sesuai dengan moral dan etika.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah produk yang dihasilkan oleh seorang pimpinan atau staf dalam suatu
waktu dan kriteria yang telah ditentukan, yang dapat berupa layanan jasa dan
barang. Dengan cara membandingkan hasil dengan standar yang dibuat.
Pada perinsipnya sebuah organisasi akan menjadi baik atau bermutu
apabila kinerja pemimpinnya dikatagorikan baik, dan ditunjang oleh
Pendidikan dan pelatihan yang berkualitas atau sesuai prosedur, serta
mendapatkan tenaga yang mempunyai kompetensi sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi pendidikan dan
pelatihan kepala sekolah seperti, situasi dan kondisi tempat tugas, dana,
tingkat partisifasi, serta waktu yang dibutuhkan. Sedangkan variabel yang
mempengaruhi kompetensi kepala sekolah kepuasan kerja, kemampuan
intelektual, keterampilan, sikap dan disiplin kerja.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan gejala-gejala serta
pengaruh ubahan yang hasil analisisnya disajikan dalam bentuk diskripsi
dengan menggunakan angka-angka statistik, jadi pendekatan yang digunakan
menampilkan analisis yang bersipat statistik, yang disajikan dengan angka
dan bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.
Metode yang digunakan adalah metode korelasional yaitu untuk
mengetahui pengaruh antara suatu ubahan dengan ubahan lainnya. Serta
melihat tingkat hubungannya diantara ubahan tersebut. Sumanto (1995: 97) “
penelitian korelasional berkaitan untuk menentukan kepastian data ada
hubungan antara dua variabel atau lebih dan seberapa tinggikah tingkat
hubungannya yang dinyatakan dalam koopisen korelasi”.
Dalam pembahasan selain menggunakan data kuantitatif juga data
dokumentasi juga menjadi pedoman sebagai penunjang data yang didapat dari
penyebaran angket, sehingga data yang diperoleh akan menjadi akurat dan
semakin lengkap.
Metode penelitian merupakan salah satu cara atau langkah yang
digunakan untuk melakukan penelitian, seperti langkah pengumpulan data,
menyortir data, menyusun data, menghitung dan menganalisis data serta
mengimplementasikan data yang telah dikumpulkan. Suharsimi (1990: 134)
mengidentifikasi metode penelitian merupakan cara-cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam pengertian yang lain bahwa
metode penelitian adalah merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan baru atau memecahkan suatu masalah yang
dihadapi. Dengan penelitian dapat menarik kesimpulan dari sebuah
permasalahan. Wunarno (1994: 131) mengemukakan :
dengan menggunakan teknis atau alat-alat tertentu, cara utama
dipergunakan apabila setelah diadakan penelitian serta
memperhitungkan kesesuaian rumus-rumus yang digunakan.
Dari pengertian kutipan di atas bahwa suatu penelitian harus
menggunakan metode yang tepat sebagai alat sehingga terdapat kesesuaian
antara tujuan penelitian, karakteristik peneltian serta dapat berfungsi sebagai
alat pemecahan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini hanya ingin
mengetahui pengaruh antara variabel X1, X2 terhadap Y, jadi penelitian
menggunakan metode deskriftif untuk menggambarkan pengaruh secara
sistematis antara variabel tersebut.
Dengan metode ini dapat mengungkapkan keterkaitan pendidikan dan
pelatihan serta kompetensi kepala sekolah dasar dan sejauh mana
hubungannya dengan kinerja kepala sekolah dasar di Kabupaten Natuna
Provinsi Kepulauan Riau.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang telah dipilih adalah seluruh kepala sekolah
dasar yang berada di ibukota Kecamatan Se-Kabupaten Natuna Provinsi
Kepulauan Riau, dengan alasan bahwa peneliti akan memberikan kontribusi
sesuai dengan judul yang telah ditentukan. Kenapa dipilih kepala sekolah
yang berada di ibukota kecamatan karena alam Kabupaten Natuna terdiri dari
pulau-pulau dan sulit terjangkau, kalauppun terjangkau memerlukan waktu
yang lama maka peneliti memilih lokasi Kepala Sekolah Dasar yang berada di
D. Populasi dan Sampel 1. Penentuan Populasi
Dalam melakukan diperlukan data yang benar-benar valid dan
reliabel, jadi untuk mendapatkan data seperti mana yang diharapkan maka
data tersebut harus memadai dan relevan dengan tujuan permasalahan,
serta sumber data atau informasi dapat digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian serta dapat menarik kesimpulan dari data tadi.
Adapun sumber data dapat diperoleh dari objek penelitian, berupa
manusia, peristiwa maupun gejala-gejala yang terjadi. Keseluruhan objek
yang kita analisa tadi disebut populasi.
Penentuan populasi merupakan bahagian dari tahap penelitian yang
amat penting, sehingga populasi akan memberikan suatu informasi data
dalam penelitian, tanpa populasi dalam penelitian yang menggunakan
metode kuantitatif tidak mungkin dilakukan. Sanafiah (1994 : 324) “
populasi adalah sekelompok individidu yang memiliki satu atau lebih
karakteristik, umum yang menjadi pusat perhatian penelitian.” Populasi
juga bisa dari semua individu yang memiliki pola kelakuan tertentu atau
bagian dari kelompok.
Surya dikutip oleh Suramijaya (1990:77) “ berpendapat lain
mengatakan bahwa populasi adalah sejumlah individu atau subjek yang
terdapat dalamnya kelompok tertentu yang berada dalam daerah yang
mempunyai keberagaman ciri yang dapat diukur secara kuantitatif, untuk
memperoleh kesimpulan dalam penelitian.
Selanjutnya menurut Sugiyono (2008: 90) mengemukakan bahwa
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini dipilih kepala sekolah yang ada di kota
kecamatan sebanyak 100 kepala sekolah.
2. Penentuan Sampel Penelitian
Sugiyono (2008: 91) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimikili oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan
peneliti tidak mempunyai kesanggupan untuk mempelajari semua yang
ada pada populasi karena keterbatasan, dana, tenaga dan waktu maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Dalam
pengabilan sampel harus sesuai dengan ketentuan dan kaidah dalam
penelitian.
Riduwan (2007: 56) menyebutkan bahwa sampel adalah bagian
dari populasi, sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang
diambil sebagai sumber data dan mewakili seluruh populasi. Dan apabila
jumlah populasinya kecil, peneliti merasa ragu akan kebenaran data maka
lebih baik semua populasi diapakai sebagai sampel yang diistilahkan
sebaiknya ditarik sampel saja asalkan sampelnya representatif atau dapat
mewakili semua karakter populasi.
Teknik penarikan sampel menurut Taro Yamane dalam Ridwan
(20007: 65) sebagai berikut:
n=
.
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah populasi
= Presesi yang ditetapkan
Namun peneliti tidak memakai rumus di atas mengingat jumlah
sampel tersebar di pulau-pulau dan sulit terjangkau, kalaupun terjangkau
memakan waktu yang lama, maka peneliti hanya menggunakan pedoman
dari Roscoe dalam merumuskan sampel. Menurut Roscoedalam bukunya
yang berjudul Research Methods for Busines (Sugiyono:74) memberikan
saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini:
Selanjutnya Nasution berpendapat berkenaan dengan teknik
penarikan sampel “ ... mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh
besarnya sampel akan tetapi oleh kokohnya dasar dan teori, desain
penelitian serta mutu pelaksanaan penelitian dan pengolahannya”.
Diperkuat dengan pendapat Sukardi (2004: 55) menyatakan” untuk
penelitian sosial, ekonomi dan politik yang berkaitan dengan masyarakat
yang mempunyai karaktersitik yang heterogen, maka pengambilan
sampel disamping syarat tentang besarnya sampel harus memenuhi syarat
representativenees (keterwakilan) atau mewakili semua komponen
pupulasi”. Jadi berdasarkan beberapa teori di atas maka peneliti hanya
mengambil sampel 15 kali dari jumlah variabel yang diteliti, dengan
rincian 15 x 3 = 45 kepala sekolah yang tersebar di delapan kecamatan se
Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan jumlah persebaran sampel yang telah dihitung maka
mengingat kondisi alam di Kabupaten Natuna terdiri dari pulau-pulau
dan letak sekolah dasarnya terpisah maka yang menjadi objek penenlitian
adalah sekolah-sekolah yang berada di pusat kota kecamatan, dengan
formula sebagai berikut:
S=
×
S = Jumlah sampel unit secara proporsional
S = Jumlah Seluruh sampel
N= Jumlah populasi
Persebaran sampel di setiap kecamatan sebagai berikut :
Kecamatan Searasan = 15/100 X 45 = 7 orang Kepala Sekolah
Kecamatan Bunguran Timuar = 20/100 X 45 = 9 orang Kepala Sekolah
Kecamatan Bunguran Barat = 24/100 X 45 = 11orang Kepala Sekolah
Kecamatan Midai = 7/100 X 45 = 4 orang Kepala Skolah
Kecamatan Pulau Tiga = 12/100X 45 = 10 orang Kepala Sekolah
Kecamatan Subi = 5/100 X 45 = 2 orang Kepala Sekolah
Kecamatan Batubi Jaya = 12/100 X 45 = 5 orang Kepala Sekolah
Kecamatan Serasan Timur = 5/100 X 45 = 2 orang Kepala Sekolah
Berdasarkan perhitungan persebaran sampel diatas maka untuk
memudahkan peneliti dalam memilah-milah sampel tersebut maka dibuat
[image:40.595.120.513.189.681.2]dalam sebuah tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Persebaran Sampel
No Nama Kecamatan Populasi Jumlah Sampel
1 Kecamatan Serasan 15 7
2 Kecamatan Bunguran Timur 20 9
3 Kecamatan Bunguran Barat 24 11
4 Kecamatan Midai 7 4
5 Kecamatan Pulau Tiga 12 5
6 Kecamatan Subi 5 2
7 Kecamatan Batubi Jaya 12 5
8 Kecamatan Searasan Timur 5 2
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian.
Teknik pengumpulan data dengan teknik angket. Suharsimi (2006: 32),
teknik angket yaitu cara pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan-pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar petanyaan yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Angket disebarkan pada 45 orang kepala sekolah
yang tersebar di kota kecamatan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan
Riau.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
suatu cara untuk mengumpulkan informasi atau keterangan mengenai subjek
penelitian. Dengan menggunakan teknik penyebaran angket tertutup. Adapun
langkah-langkah pengumpulan data tersebut adalah:
1. Penentuan Alat Pengumpul Data
Dalam penelitian ini angket merupakan suatu alat untuk
mendapatkan informasi berupa data primer, sedangkan angket yang
dugunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, yaitu suatu bentuk
angket yang jawabannya sudah ada, sehingga memudahkan responden
dalam memilih jawaban atas pertanyaan yang udah disediakan.
Disamping angket peneliti juga menggunakan alat tes berupa tes
kompetensi yang disebarkan pada kepala sekolah, ini khusus variabel X2,
sedangkan variabel X1 dan Y tetap menggunakan angket berupa
instrumen, John W. Best dalam Sanafiah Faisal (1988: 178)
membubukan chck (√) pada item yang termuat dalam lembaran jawaban.
Adapun alasan penulis menggunakan angket dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Dapat mengumpulkan data yang relatif singkat yang diperlukan
penulis.
b. Memudahkan responden menjawab pertanyaan pada tempat yang
sudah disediakan.
c. Memudahkan dalam pengelompokkan data dan perhitungannya.
d. Adanya efisiensi dari segi tenaga, biaya, dan waktu pengumpulan data.
2. Penyusunan Alat Pengumpul Data
Dalam menyusun alat pengumpulan data, peneliti berpedoman pada
lingkup variabel yang terkait. Seperti pendidikan dan pelatihan,
kompetensi kepala sekolah serta kinerja kepala sekolah di Kabupaten
Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Dalam menyusun instrumen yang
berbentuk angket langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Memaknai ketentuan-ketentuan yang telah ada serta relevan, kemudian
mementukan indikator dari setiap variabel yang dianggap penting
untuk ditanyakan, serta menetapkan teori sebagai acuan.
2. Menetapkan bentuk angket.
3. Membuat kisi-kisi butir angket dalam bentuk matriks yang sesuai
4. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dengan disertai alternatif jawaban
yang akan dipilih oleh responden dengan berpedoman pada kisi-kisi
butir angket yang sudah dibuat.
5. Menetapkan kriteria skor untuk setiap item alternatif jawaban dengan
menggunakan skala Likert, yaitu skor tertinggi nilainya 5 dan skor
[image:43.595.115.513.250.651.2]terendah nilainya 1. Kriteria skor variabel X1, X2 dan Y pernyataan
Tabel 3.2 Skala Likert
Alternatif Jawaban Skor SS= Sanngat Setuju
ST= Setuju RR= Ragu Ragu TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
5 4 3 2 1
F. Tahap Uji Coba Angket a. Validitas Rasional
Thorndike dan Hagen (1977: 58 ) mengemukakan “ Since the
analysis is essentiallly a rational and judgmental one, this is sometime
spoken af as rationan or logical validity.’ Maksud dari pernyataan di atas
adalah proses penyusunan instrumen terlebih dahulu penulis menyusun
isinya dengan menggunakan rasional dan dikonsultasikan dengan
pembimbing untuk disahkan.
Arikunto dalam Akdon (2008:143) yang dimaksud dengan
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau
kesahehan suatu alat ukur. Jika instrumen dikatakan valid berarti
sehingga instrumen itu dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya dapat diukur.
b. Validitas Empirik
Validitas suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen berdasarkan uji soba angket. Adapun rumus
yang digunakan dalam uji coba angket adalah menggunakan metode
belah dua atau split half method (Akdon, 2008: 148) metode belah dua
menggunakan sebuah tes dan dicoba satu kali. Pada waktu membelah
dua dan mengkorelasikan dua belahan baru diketahui reliabilitas
setengah tes saja. Jadi dalam menentukan validitas epirik peneliti
menggunakan rumus dalam Akdon (2008:144) sebagai
berikut:
=
∑ −∑ ∑. ∑ . ∑ ∑
Berasarkan rumus validitas empirik yang telah dibuat dapat
dirancang penyusunan angketnya sebagai berikut. Variabel X1,
pendidikan dan pelatihan dengan jumlah 20 item, dan variabel X2,
kompetensi kepala sekolah sebanyak 80 item, sedangkan Variabel Y
Kinerja kepala sekolah sebanyak 20 item, jadi jumlahnya menjadi 120
item, ini termasuk yang tidak valid. Sebagai bahan pertimbangan bahwa
khusus variabel X2 peneliti menggunakan sistem uji kompetensi dengan
menggunakan tes kompetensi kepala sekolah sebanyak 80 item
Dari jawaban yang diberikan oleh kepala sekolah akan dihitung
skorenya dan diuji validitasnya. Data yang didapat dari uji validitas
tersebut berupa data ordinal, karena data ordinal tidak terdapat di dalam
skala likers maka diubah data tersebut menjadi data interval dengan
rumus yang di kemukakan oleh Akdon (2008:178)
= 50 − 10(! − ! $ " )
Berdasarkan hasil perhitungan yang penulis lakukan variabel X1,
Pendidikan dan Pelatihan dengan bantuan Microsoft Exel 2003 maka
diperolah data dari 20 item pernyataan semua item dinyatakan valid,
dengan analisa sebagai berikut: apabila diketahui % = 0,05 dan dk =
20-2= 18 , dengan uji satu pihak maka diperoleh t-tabel = 1,73. Setelah
dihitung t-tabelnya lalu dibuat sebuah keputusan dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel sehingga terdapat keputusan
sebagai berikut:
Jika t-hitung > t-tabel maka item tersebut dinyatakan valid dan layak
untuk disebarkan pada responden.
Jika t-hitung < t-tabel maka item itu tidak valid jadi item tersebut tidak
layak untuk disebarkan pada responden. Untuk mengetahui hasil
keseluruhan dari item yang valid khusus untuk variabel X1 dapat dilihat
pada lampiran 3.5.
Khusus variabel X2 Kompetensi Kepala Sekolah, karena
permintaan dari dosen pembimbing peneliti tidak menggunakan angket,
sekolah . Dari tes kompetensi kepala sekolah dengan bentuk soal pilihan
ganda dan jawabannya hanya satu yang benar maka sulit diolah dengan
program Exel 2003, jadi peneliti menguji validitas dengan menggunakan
Anates. Dari 80 item soal yang telah disebarkan pada 30 orang kepala sekolah maka dapat diambil kesimpulan bahwa semua item soal tes
kompetensi kepala sekolah dinyatakan valid dalam penghitungan Anates
disebut dengan istilah signifikan.
Selanjutnya penghitungan variabel Y Kinerja Kepala Sekolah
pengolahannya sama seperti X1 menggunakan program Microsoft Exel
2003, disebarkan 30 responden denga 20 item pernyataan didapat hasil
semuanya dinyatakan valid dan dapat dipergunakan untuk angket
penelitian.
Berdasarkan hasil perhitungan validitas angket yang akan
disebarkan maka peneliti memutuskan untuk menyebarkan angket
variabel X1 dengan 20 item penyataan, 80 butir tes kompetensi kepala
sekolah khusus variabel X2 serta 20 item pernyataan variabel Y. Angket
dan tes kompetensi tersebut disebarkan pada 45 orang kepala sekolah
yang telah dipilih sebagai sampel.
c. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merujuk pada satu pengertian bahwa instrumen yang
telah dibuat oleh penulis berupa angket dapat dipercaya untuk digunakan
Uji reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
keajegan atau ketepatan setiap item yang digunakan. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Suharsimi Arikunto (2003:170) bahwa “reliabilitas
menunjuk pada pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik”.
Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama (Sugiyono, 2005:267). Pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat
dilakukan dengan test-retestb (stability), equivalent, dan gabungan
keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan
menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan
teknik tertentu (Sugiyono, 2005:273).
Untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian, dapat
digunakan Teknik Belah Dua (split half) yang dianalis dengan rumus
Spearman Brown. Untuk keperluan itu, maka butir-butir instrumen
dibelah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumen nomor
ganjil dan kelompok instrumen nomor genap. Selanjutnya skor total
antara kelompok ganjil dan kelompok genap dicari korelasinya dengan
menggunakan rumus Pearson Product Moment:
( )( )
( )
{
2 2}
{
2( )
2}
Kemudian hasil korelasi tersebut dimasukkan dalam rumus
Spearman Brown:
b b i
r r r
+ =
1 . 2
(Sugiyono, 2008:190)
Riduwan dan Sunarto (2007:348) mengatakan:
Reriabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah dianggap baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Reiliabel artinya dapat dipercaya juga dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas dapat dilakukan secara eksternal (stability/test retest, equivalent atau gabungan keduanya) dan secara internal (analisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen).
Dalam analisis ini apabila item dikatakan valid pasti rerliabel,
namun peneliti masih menggunakan rumus serta langkah-langkah
perhitungan sebagai berikut:
1. Menjumlah serta menghitung item ganjil dengan tabel perhitungan.
2. Menghitung korelasi product moment
3. Menghitung reliabilitas seluruh tes dengan rumus Spearman Brown
4. Mencari r-tabel apabila diketahui signifikansi = 0,05 dan dk=
20-2=18
5. Membuat keputusan dengan membandingkan hitung dengan
r-tabel.
Langkah berikutnya menentukan keputusan sebagai berikut :
[image:48.595.118.512.184.695.2]Jika r-hitung < r-tabel maka tidak reliabel.
Berdasarkan perhitungan dengan langkah-langkah yang telah
ditetapkan dengan berdasarkan angket yang disebarkan maka didapat
hasil sebagai berikut, nilai r-hitung = 0,93 sedangkan nilai r-tabel =
0,84. Jadi dapat disimpulkan berdasarkan keketentuan diatas r-hitung
lebih besar dari r-tabel maka item pertanyaan 20 buah setelah
disebarkan pada 30 orang kepela sekolah khusus X1 (pendidikan dan
pelatihan) semua item dinyatakan reliabeli.
Selanjutnya untuk variabel X2 Kompetensi kepala sekolah dengan
menggunakan alat tes, sebanyak 80 item pertanyaan dengan bentuk soal
pilihan ganda dan diolah dengan program “Anates” seluruh item so