DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
ABSTRAK... iv
ABSTRACT... v
PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
UCAPAN TERIMA KASIH... ix
TRANSLITERASI... xiii
DAFTAR ISI... xiv
DAFTAR TABEL... xviii
DAFTAR GAMBAR... xix
DAFTAR GRAFIK... xx
DAFTAR LAMPIRAN... xxi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 15
C. Tujuan Penelitian... 15
D. Kegunaan Penelitian... 16
E. Metode Penelitian... 17
F. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 17
BAB II MODEL PENDIDIKAN NILAI-NILAI KEBERAGAMAAN DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN SEHAT... 19
A. Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dan Makna Kepribadian Sehat... 19
1. Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan... 19
3. Nilai-nilai Keberagamaan... 31
4. Internalisasi Nilai-nilai Keberagamaan... 41
5. Pengertian Kepribadian Sehat... 43
6. Karakteristik Kepribadian Sehat dan Indikatornya... 48
7. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kepribadian Sehat... 57
8. Peranan Guru Agama untuk Mengkomunikasikan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 64
B. Beberapa Temuan Terkait dengan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 67
1. Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum ... 67
2. Pengembangan Model Pembinaan Nilai-nilai Keimanan dan Ketakwaan Siswa di Sekolah... 69
3. Model Pendidikan Nilai Keagamaan untuk Pengembangan Kepribadian Sehat Berbasis Kebudayaan Sunda... 72
4. Aktualisasi Perilaku Keberagamaan Remaja... 74
C. Teori yang Berkaitan dengan Rumusan Masalah...77
1. Tujuan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 77
2. Program yang Dijadikan Kebijakan oleh Guru Agama dalam Membina Kepribadian Sehat... 81
3. Proses Pendidikan yang Dilakukan oleh Guru Agama dalam Membina Kepribadian Sehat dan Sasarannya... 83
D. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dan Kepribadian
Sehat dalam Konteks Pendidilan Umum... 95
1. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Pendidikan Umum... 96
2. Pengertian Pendidikan Umum... 99
3. Tujuan Pendidikan Umum...102
4. Substansi Pendidikan Umum dan Permasalahannya... 105
5. Posisi Teori Kepribadian dalam Pendidikan Umum...108
BAB III METODE PENELITIAN...113
A. Desain Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian 1. Metode Penelitian... 113
2. Pendekatan Penelitian... 114
B. Subyek Penelitian... 121
C. Definisi Operasional... 123
1. Pengembangan... 123
2. Model... 124
3. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan... 124
4. Membina Kepribadian Sehat... 125
D. Instrumen Penelitian... 127
E. Proses Pengembangan Instrumen... 130
E. Teknik Pengumpulan Data... 131
1. Observasi... 131
2. Teknik Wawancara... 132
3. Studi Dokumentasi... 133
4. Studi Pustaka... 133
F. Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian... 133
1. Penelitian Awal... 134
2. Tahap-tahap Pelaksanaan... 136
3. Pengolahan Data... 140
5. Tahap Penyusunan Laporan... 146
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian.………... 148
1. Sejarah Pendirian dan Perkembangan Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 150
2. Program Kegiatan Pendidikan dan Pembinaan... 160
B. Pembahasan... 164
1. Tujuan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat di Sekolah... 164
2. Program yang Dijadikan Kebijakan oleh Guru Agama dalam Membina kepribadian Sehat di Sekolah... 174
3. Proses Pendidikan yang Dilakukan oleh Guru Agama dalam Membina Kepribadian Sehat... 211
4. Evaluasi Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat terhadap Perubahan Perilaku Siswa di Sekolah... 231
C. Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat terhadap Perubahan Perilaku Siswa... 234
D. Temuan Penelitian... 272
E. Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 278
BAB V KESIMPULAN, APLIKAS DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 303
B. Implikasi... 306
C. Rekomendasi... 307
DAFTAR PUSTAKA... 309
LAMPIRAN-LAMPIRAN... 317
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai Instrumental dan Nilai Terminal... 34
Tabel 4.1 Langkah-langkah Pembelajaran... 179
Tabel 4.2 Penilaian... 180
Tabel 4.3 Struktur Kurikulum Mata Pelajaran Agama Tingkat Aliyah
Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Garut... 196
Tabel 4.4 Struktur Kurikulum Mata Pelajaran Umum Tingkat Aliyah
Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Garut... 197
Tabel 4.5 Daftar Buku Wajib Mata Pelajaran Agama Tingkat Aliyah... 198
Tabel 4.6 Daftar Buku Wajib Mata Pelajaran Umum Tingkat Aliyah... 198
Tabel 4.6 Profil Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Paradigma Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai
Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 121
Gambar 3.2 Analisis Data Penelitian... 142
Gambar 3.3 Langkah-langkah Kegiatan Penelitian... 147
Gambar 4.1 Model Pendidikan Madrasah Aliyah Ma’had Darul Arqam
Muhammadiyah Garut... 164
Gambar 4.2 Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1 Data Santri/Siswa Madrasah Aliyah Ma’had
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Tabel 3.1 Kisi-kisi Pengumpulan Data Penelitian... 318
Lampiran 2 Tabel 3.2 Pedoman Observasi... 321
Lampiran 3 Tabel 3.3 Pedoman Wawancara... 324
Lampiran 4 Kegiatan Madrasah Aliyah Ma’had Darul Arqam Garut... 327
Lampiran 5 Hasil Keputusan Rapat Kerja Pimpinan Ranting IPM Darul Arqam Putri... 338
Lampiran 6 Jadwal Kegiatan IPM Darul Arqam Putri Semester 2... 347
Lampiran 7 Jadwal Kultum Kajian Dakwah Islam Putri... 348
Lampiran 8 Jadwal Bidang Kajian Dakwah Islam Putra... 349
Lampiran 9 Rancangan Agenda Kegiatan IPM Putra... 351
Lampiran 10 Struktur Organisasi... 352
Lampiran 11 Mekanisme Kerja Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 353
Lampiran 12 Gambar Situasi Tanah Mahad Darul Arqam... 354
Lampiran 13 Peta Lokasi Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 355
Lampiran 14 Denah Bangunan... 356
Lampiran 15 Permohonan Izin Penelitian... 357
Lampiran 16 Surat Keterangan Penelitian dari Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 358
Lampiran 17 Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Nomor : 281/H40.7/PL/2009 Tentang Pengangkatan Pembimbing Penulisan Disertasi Program S3... 360
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena masyarakat Indonesia di kalangan remaja sekarang ini,
mengalami krisis moral sehingga perlu pembenahan terutama di dunia pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas pada Bab I Pasal 1 ayat 1). Proses pendidikan ditujukan untuk
mengembangkan kepribadian sehat yang dimiliki manusia secara utuh dan
menyeluruh. Orang-orang dengan kepribadian yang sehat dapat menyesuaikan
dirinya dengan baik dan dapat mengaktualisasikan dirinya (self actualizing).
Kondisi kepribadian sehat menurut Hurlock (1974:423) has defined :
People with healthy personalities are those who are judged to be well adjusted. They are so judged because they are able to function efficiently in the word of people. They experience a kind of “inner harmony” in the sense that they are at peace with other as well as with themselves.
Orang yang mempunyai kepribadian sehat adalah orang yang
dianggap/dinilai mampu sebagai seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan
baik. Mereka dinilai demikian, karena mereka dapat berfungsi dan bekerja secara
efektif di dunia masyarakat. Mereka mempunyai pengalaman seperti : inner
dengan orang lain, begitu juga damai dari dalam diri mereka sendiri. Ketika
sebuah diagnosa dilakukan, maka kriteria yang dipertimbangkan oleh Jourard
(1959:73) has defined :
A person with a healthy personality as one who is able to gratify his needs through behavior that conforms with both the norms of his society and the requirements of his conscience. There are thus two essentials to a healthy personality. The first is that the person must not only play his role in life satisfactorily but he must derive satisfaction from it. The second satisfaction leads to the emotional state known as happiness or contentment. Without this, the personality cannot be healthy. A person who is chronically dissatisfied with himself and the role he is expected to play in life sooner or later develops a sick personality.
Maksudnya, bahwa seseorang dengan kepribadian yang sehat adalah
seseorang yang dapat memberi kebahagiaan terhadap kebutuhannya melalui
kelakuan (menyesuaikan diri) dengan norma-norma lingkungan dan
kebutuhan-kebutuhan hati nuraninya, karena itu ada dua hal yang sangat penting untuk
kepribadian sehat. Pertama, bahwa orang itu bukan hanya memainkan peran
hidupnya dengan baik tetapi dia harus mendapat kepuasan dari peranannya itu.
Kedua, esensi kepribadian sehat adalah seseorang harus memainkan perannya
dalam kehidupan terhadap kepuasan orang lain. Dia harus berbuat sesuai dengan
peraturan, moral, dan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya.
Seseorang juga terus-menerus tidak merasa puas dengan dirinya dan dalam
peranan yang dia akan lakukan dalam hidupnya, pada akhirnya akan menimbulkan
kepribadian yang sakit. Kemudian diperkuat oleh Maslow (1954:85) yang
berkaitan dengan self-actualizing person atau orang yang sehat mentalnya dengan
1. Mempersepsi kehidupan atau dunianya sebagaimana apa adanya dan merasa nyaman dalam menjalaninya. 2. Menerima dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya. 3. Bersikap spontan, sederhana, alami, bersikap jujur, tidak dibuat-buat dan terbuka. 4. Mempunyai komitment untuk memecahkan masalah. 5. Bersikap mandiri. 6. Memiliki apresiasi yang segar terhadap lingkungan di sekitarnya. 7. Mencapai puncak pengalaman (kegembiraan yang luar biasa). Pengalaman ini cenderung lebih bersifat mistik atau keagamaan. 8. Memiliki minat sosial, simpati, dan empati. 9. Sangat senang menjalin hubungan interpersonal (persahabatan atau persaudaraan) dengan orang lain. 10. Bersikap demokratis (toleran, dan terbuka). 11. Kreatif (fleksibel, spontan, terbuka, dan tidak takut salah).
Salah satu kunci dari definisi kepribadian adalah penyesuaian
(adjustment). Menurut Schneiders dalam Syamsu & Juntika (2007:12) bahwa
penyesuian diartikan suatu respon individu, baik yang bersifat behavioral maupun
mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, tegangan
emosional, frustasi dan konflik, dan memelihara keharmonisan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. Kondisi kepribadian
sehat pandangan Najati (2005:379) mengistilahkan dengan kepribadian normal
menurut Islam, ialah kepribadian yang berimbang antara tubuh dan roh serta
memuaskan kebutuhan-kebutuhan, baik untuk tubuh maupun roh. Kepribadian
normal adalah memperhatikan tubuh, kesehatan tubuh, dan kekuatan tubuh serta
memuaskan kebutuhan-kebutuhannya dalam batas-batas yang telah digariskan
syariat. Dalam waktu yang bersamaan, juga berpegang teguh pada keimanan
kepada Allah Swt., menunaikan peribadahan, menjalankan segala apa yang
diridhai-Nya dan menghindari semua hal yang dapat mengundang murka-Nya.
Jadi, pribadi yang dikendalikan hawa nafsu dan syahwatnya adalah pribadi yang
normal atau sehat. Faktor utama dalam penilaian suatu kepribadian, dalam
dalam Q. S. Al-Hujuraat/49:13 yang artinya: “...Sungguh, yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha
Mengetahui dan Mahateliti.” Adapun Hurlock (1974:425) mengemukakan bahwa
karakteristik kepribadian sehat (healthy personalities) ditandai dengan :
Mampu menilai diri secara realistik (realistic self-appraisals), menilai situasi secara realistik (realistic appraisal of situations), menilai prestasi yang diperoleh secara realistik (realistic evaluation of achievements), menerima kenyataan (acceptance of reality), menerima tanggung jawab (acceptance of responsibility), kemandirian (autonomy), dapat mengontrol emosi (acceptable emotional control), berorientasi tujuan (goal orientation), berorientasi ke luar (outer orientation), penerimaan sosial (social acceptance), memiliki filsafat hidup (philosophy-of-life-direced), berbahagia (happiness).
Kebahagiaan dipengaruhi oleh faktor-faktor achievement (pencapaian
prestasi), acceptance (penerimaan dari orang lain), dan affection (perasaan atau
disayangi orang lain).
Adapun eksistensi guru adalah pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang RI. Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab I Pasal 1). Bahkan dalam
Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Bab II Pasal 3
yang menjelaskan tujuan Pendidikan Nasional adalah :
Pada rumusan tujuan Pendidikan Nasional tersebut di atas, untuk
membentuk manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian sehat dapat
diwujudkan apabila kepada yang bersangkutan diberikan Pendidikan Agama
Islam yang merupakan bagian dari program Pendidikan Umum. Hal ini, sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja (1990:26) bahwa : “Pendidikan
Umum sebagai program pendidikan yang diarahkan untuk membentuk manusia
utuh menyeluruh yang meliputi manusia yang sangat belia sampai kepada
manusia yang sudah tua. Yang diberikan melalui pendidikan sekolah maupun
pendidikan luar sekolah.” Sedangkan manusia yang utuh menurut Mujib
(1999:125) “Manusia utuh atau kepribadian yang utuh adalah gabungan antara
dimensi-dimensi ragawi (biologis), kejiwaan (psikologi), lingkungan
(sosio-kultural), dan ruhani (spiritual) yang memandang manusia dalam kesatuan utuh.
Maka manusia yang utuh menurut Dahlan (1988:14) bahwa “Manusia yang utuh
menurut pandangan yang tuntas mencerminkan manusia kaffah dalam arti satu
niat, ucap, pikir, perilaku, dan tujuan yang direalisasikan dalam hidup
bermasyarakat. Semua itu akan diperhadapkan kepada Allah Swt.”
Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., serta berakhlak
mahmudah, berkepribadian sehat adalah tujuan utama yang harus diwujudkan
oleh guru agama dalam kehidupan sehari-hari kepada peserta didik, baik di
sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Banyak faktor yang erat kaitannya dengan
keberhasilan atau kegagalan upaya guru agama Islam dalam membina dan
(akhlak alkarimah). Dilengkapi oleh pandangan al-Ghazali (1957:57) bahwa guru
sebagai pendidik moral Islami dalam mengembangkan kepribadian sehat, yang
harus dipenuhi guru di antaranya : “Bersikap sabar, bersikap tawadhu dalam
pertemuan-pertemuan, penyantun serta tidak membentak-bentak orang bodoh,
bersahabat, dan berkata benar”. Sedangkan Pandangan Antonio (2007:187-193)
bahwa tuntunan Muhammad Saw tentang sifat-sifat guru yang menjadi indikator
kepribadian sehat yaitu : Ikhlas, jujur, adil, akhlak mulia, tawadhu, berani, jiwa
humor yang sehat, sabar dan menahan amarah, menjaga lisan, sinergi dan
musyawarah.
Untuk membelajarkan nilai dan moral secara komprehensif, maka harus
memahami pengertian nilai. Nilai (value) berada dalam diri manusia (suara atau
lubuk hati manusia) dengan acuan landasan dan/atau tuntutan nilai-moral
(value/moral based and claim) tertentu yang ada dalam system nilai dan system
keyakinan orang yang bersangkutan, (Djahiri, 1996:16). Jadi secara sederhana dan
mudah dipahami dengan bahasa umum yakni nilai adalah harga yang diberikan
seseorang/sekelompok manusia terhadap sesuatu (materiil-imateriil, personal,
kondisional) atau harga yang dibawakan tersirat atau menjadi jati diri sesuatu. Di
mana harga ditentukan oleh tatanan nilai (value system) di antaranya : 1. Tatanan
keyakinan (belief system), 2. Yang ada dalam diri/kelompok yang bersangkutan.
Kedua hal tersebut (terutama system keyakinan) menjadi landasan dan tuntutan
penentuan harga. Maksud harga disini adalah harga afektual, yakni harga yang
menyangkut dunia afektif manusia. Adapun pengertian nilai menurut Fraenkel
Value is idea, concept about what some one think is important related to ethic and aesthetics… How people behave and conduct… Standard of conduct, beauty, efficiency or worth that people endors and that people to live up or maintain… guide to what is right and just…means and ends of behavior or norm…is a powerfull emotional commitment…
Maksud teks yang digarisbawahi di atas, menunjukkan kualifikasi faktual.
Etika dan estetika adalah sumber acuan normatif nilai-moral, berkelakuan
menunjukkan sikap perilaku, tuntutan, isi pesan atau jiwa semangat. Nilai sesuatu
yang berharga yang dianggap bernilai adil, baik, benar dan indah serta menjadi
pedoman atau pegangan diri. Atau sebagai pola sikap yang sudah mempribadi
atau mapan. Berbeda dengan nilai yang bersifat personal dalam diri manusia,
maka moral berada dan berasal dari luar diri yang bersangkutan, yakni dari
tuntutan keharusan dan keyakinan orang lain atau kelompok masyarakat di mana
yang bersangkutan berada atau menjadi warga yang bersangkutan (Djahiri,
1996:18).
Setiap nilai dapat memperoleh suatu bobot moral bila diikutsertakan dalam
tingkah laku moral, sebagaimana Imam al-Ghazali (1990:22) bahwa “Keberadaan
nilai moral ini dalam lubuk hati (al-Qolbu) serta menyatu/bersatu raga di
dalamnya menjadi suara dan mata hati atau hati nurani (the conscience of man)”.
Dilengkapi dengan pandangannya Najati (2005:426) bahwa “Khususnya agama
Islam, membantu kita memberikan bukti-bukti keberhasilan keimanan kepada
Allah dalam menyembuhkan jiwa dari berbagai penyakit, mewujudkan perasaan
aman dan tentram, mencegah perasaan gelisah, serta berbagai penyakit kejiwaan
yang adakalanya terjadi”. Melalui pembelajaran berbahasa santun bisa
dengan apa yang diungkapkan Sauri (2006:77) bahwa setiap perilaku santun yang
dilakukan seseorang dicatat sebagai bagian dari pelaksanaan ibadah. Karena itu,
kesantunan bisa bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat karena Allah.
Ditelaah dari sudut kajian Pendidikan Umum, pendidikan nilai-nilai
perilaku keberagamaan dalam membina kepribadian sehat merupakan salah satu
kajian yang esensial, karena lebih banyak mengarah kepada terciptanya
pengembangan atau pembinaan kondisi kedewasaan dan kemandirian peserta
didik, agar kehidupannya menjadi tentram, bahagia, harmonis, memiliki nilai-nilai
yang prinsipil bagi kemanusiaan, dan kemanusiawian dalam pergaulan hidup
bermasyarakat. Sementara pengertian Pendidikan Umum menurut Nelson
(1952:73) has defined “General Education is to develop and improve moral
character”. Pendidikan Umum adalah menekankan pada pengembangan karakter
moral. Adapun Pendidikan Nilai sebagai pengajaran atau bimbingan kepada
peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui
proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten
(Mulyana, 2004:119). Di samping itu, Trimo (2007:2) mengemukakan bahwa
program pendidikan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan
proses menilai melalui; memilih, menghargai, dan bertindak.
Adapun bidang studi agama ada kaitannya dengan Pendidikan Umum di
tingkat Madrasah Aliyah atau SMA masih dipandang sama seperti pendidikan
lainnya. Sedangkan Pendidikan Umum diarahkan kepada pengembangan sikap
dan kepribadian sehat bukan hanya mengembangkan aspek kognitif atau intelek
kepribadian yang berjati diri pribadi muslim sejati. Hal ini, untuk pengembangan
model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat
siswa tidak dapat dilakukan hanya melalui nasihat saja, akan tetapi harus dimulai
dari contoh keteladanan kepala sekolah, para guru, orang tua, tokoh masyarakat,
dan lainnya. Semua itu harus dilandasi oleh keikhlasan, kesucian, dan perubahan
sikap untuk memenuhi hasrat religiusnya atas dasar karena Allah (Lillah)
(Djamari, 1988:13). Sedangkan guru agama lebih mengutamakan kepada akhlak
mulia atau insan yang sehat dengan memiliki kompetensi pedagogik-religius,
kepribadian-religius, sosial-religius, dan kompetensi professional-religius,
sehingga segala permasalahan pendidikan dapat dihadapi, dipertimbangkan, dan
dipecahkan serta ditempatkan dalam perspektif Islam (Muhaimin, 2006:173).
Nilai keberagamaan terdiri dari dua kata yaitu kata nilai dan
keberagamaan. Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan, Departemen Pendidikan Nasional (2001:783) sedangkan
keberagamaan yaitu perihal beragama dalam beribadat; keagamaan yaitu yang
berhubungan dengan agama; agama ialah ajaran atau sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan), peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya
(Departemen Pendidikan Nasional, 2001:12). Menurut Madjid, N. (2000:98-100)
bahwa ada beberapa nilai-nilai keberagamaan mendasar yang harus ditanamkan
pada anak dan kegiatan menanamkan nilai-nilai pendidikan inilah yang
sesungguhnya menjadi inti pendidikan keagamaan yaitu : iman, Islam, ihsan,
dicapai pengembangan model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam
membina kepribadian sehat diarahkan untuk membina perilaku anak yang lebih
baik, menarik, menyenangkan hati, insan yang sehat, yang memancarkan iman
dan bertakwa kepada Allah Swt. Jika melihat sejarah pendidikan Islam yang
paling awal, bahwa sistem pendidikan Rasulullah Saw belum mengeluarkan
pengakuan kelulusan melalui gelar atau ijazah. Nilai tertinggi murid-murid
Rasulullah Saw., terletak pada tingkat ketakwaan. Ukuran takwa terletak pada
akhlak dan amal shaleh yang dilakukan oleh masing-masing shahabat. Dengan
demikian output sistem pendidikan Rasulullah Saw adalah orang yang langsung
beramal, berbuat dengan ilmu yang didapat karena Allah semata, kemudian
dikembangkan oleh para shahabat, maka lahirlah generasi Islam terbaik (Antonio,
2007:185). Di Dar al-Arqam, Rasulullah mengajar tentang wahyu yang
diterimanya kepada kaum muslimin dengan cara menghafal, menghayati, dan
mengamalkan ayat-ayat suci yang diturunkan kepadanya (Munir, 1998:198).
Pandangan Antonio (2007:187-193) bahwa tuntunan Muhammad Saw tentang
sifat-sifat guru yang menjadi indikator kepribadian sehat yaitu : Ikhlas, jujur, adil,
akhlak mulia, tawadhu, berani, jiwa humor yang sehat, sabar dan menahan
amarah, menjaga lisan, sinergi dan musyawarah.
Dari hasil pengamatan tampaknya fenomena ini lebih jauh dikuatkan oleh
adanya kenyataan-kenyataan yang sering muncul dalam tindakan siswa yang
bertolak belakang dengan nilai-nilai keagamaan yang dididikkan seperti
timbulnya pergeseran nilai, bagi peserta didik menimbulkan persoalan tersendiri
dekadensi moral (kepribadian menyimpang) dewasa ini di kalangan remaja,
seperti: minuman keras, free sex atau pergaulan bebas, tawuran antara pelajar,
penyalahgunaan narkoba, bahasa yang kasar tidak beretika, dan hilangnya rasa
malu di kalangan masyarakat timur dengan semua bentuk dan jenisnya sampai
tindakan aborsi. Contoh, berdasarkan hasil penelitian BKKBN Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2002 (Pikiran Rakyat 15 Juli 2007) bahwa sebanyak 40 % dari
2.800 orang responden yaitu siswa SMA di Jawa Barat pernah melakukan
hubungan seksual di luar nikah. Apabila kenyataan seperti ini terus dibiarkan,
maka dikhawatirkan menimbulkan masalah yang lebih rusak ahklak kepribadian
dan moralnya yang mengakibatkan kehancuran generasi bangsa di masa depan.
Kenyataan tersebut di atas, bisa merusak komitmen keberagamaan siswa dalam
membina berkepribadian sehat bukan saja di sekolah, melainkan di masyarakat
Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, guna menghindari rusaknya akhlak
dan moral bangsa, maka diperlukan pengembangan model pendidikan nilai-nilai
keberagamaan dalam membina kepribadian sehat siswa yang dapat
mengendalikan dirinya agar tidak terjerumus pada perilaku yang menyimpang
atau kepribadian tidak sehat dari ajaran agama Islam yang bisa diimplementasikan
di sekolah dan berdasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
Pertama, peranan guru agama untuk mengembangkan pendidikan
nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat, sangat mendasar karena
menekankan kepada perwujudan sikap, perilaku dan insan yang sehat, akhlak
mulia, beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Peran ini sangat urgen karena
kemajuan itu melahirkan dampak tertentu berupa; kegagalan pendidikan dalam
mencapai tujuannya bukan disebabkan materi ajar yang diberikan tetapi cara
mengajarnya. Hal ini, diduga menjadi menyebab atau diakibatkan oleh dampak
negatif dari kemajuan teknologi dan materialisme masyarakat serta derasnya arus
informasi global yang melahirkan benturan nilai-nilai budaya dan agama antara
lain; kurang tegasnya hukum, beredarnya majalah dan VCD/DVD pornografi,
pornoaksi, dan tayangan kekerasan di televisi yang cenderung kurang
memperhatikan nilai-nilai moral dan agama.
Kedua, orang tua siswa tidak ingin anaknya tidak shaleh atau nakal, oleh
karena itu anaknya dimasukan ke sekolah yang ada di lingkungan pesantren.
Menurut Tafsir (2008:10) Orang tua remaja tidak ingin anaknya nakal
sekurang-kurangnya ada empat alasan : 1. Remaja nakal itu kesehatan fisiknya terancam; 2.
Remaja nakal itu prestasi akademiknya akan menurun; 3. Remaja nakal itu mahal;
4. Orang tuanya malu bila punya anak nakal. Ternyata tidak ada orang tua yang
ingin punya anak nakal, karena malu sekalipun orang tuanya nakal. Kenakalan
anak remaja yang berbentuk tawuran menurut Hawari (1999:77) bahwa tawuran,
penyalahgunaan obat terlarang, dan tindakan kriminal di kalangan remaja,
disebabkan tidak adanya komunikasi yang lebih baik antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Sehingga nilai-nilai keagamaan yang diajarkan di sekolah sebagai
suatu konsep yang ideal, berhadapan dengan realita di masyarakat yang bertolak
belakang dengan eksistensi pemahaman keberagamaan siswa di sekolah. Dalam
keadaan demikian lahirlah sikap-sikap tertentu di kalangan siswa yang
kesenjangan antara pendidikan keagamaan yang diajarkan di sekolah dengan
tingkat pemahaman nilai-nilai keberagamaan peserta didik.
Ketiga, adanya ketertarikan tentang keberhasilan Madrasah Aliyah
Ma’had Darul Arqam Garut, dalam tujuan riilnya telah mampu melahirkan
Sumber Daya Insani yang memiliki kualifikasi dan kompetensi : 1. Benar dalam
aqidah, khusyu dalam ibadah, dan berbudi pekerti luhur dengan akhlaq
alkarimah; 2. Komitmen keilmuan dan kompetensi akademik yang berimbang
antara sains religius dan sains rasional; 3. Kemampuan berkompetensi dalam
realitas kehidupan secara cerdas, berkarakter, beretika, bermartabat, dan santun
(Ma’had Darul Arqam, 2008:5).
Keempat, kepribadian sehat atau kepribadian utuh ada kaitannya dengan
Pendidikan Umum yang berarti kepribadian matang (dewasa baik niat, ucap, pikir,
dan perilaku), mandiri yang merupakan salah satu tujuan dari Pendidikan Umum.
Kepribadian utuh menurut Phenix (1964:28) bercirikan mempribadinya nilai-nilai
esensial yaitu ; “Symbolics, empirics, estetics, synnoetics, ethics, and synoptics.”
Salah satu nilai sinoptik ialah nilai keagamaan.
Penelitian ini, diharapkan memberikan kontribusi yang nyata dalam segala
permasalahan yang terjadi dan mewarnai keadaan, sehingga mampu menyediakan
suasana pendidikan yang religius. Suasana pendidikan tersebut, mampu membawa
siswa dan memberi pengaruh yang positif kepada kehidupannya yang Islami, baik
di dalam maupun di luar sekolah.
1. Syahidin (2001) tentang Pengembangan Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum. 2. M. Abdul Somad (2007) tentang “Pengembangan
Model Pembinaan Nilai-nilai Keimanan dan Ketakwaan Siswa di Sekolah” (Studi
Kasus di SMAN 2 Bandung); 3. Hermawan (2008) tentang “Model Pendidikan
Nilai Keagamaan untuk Pengembangan Kepribadian Sehat Berbasis Kebudayaan
Sunda” (Studi Etnografi terhadap Kehidupan Keluarga Masyarakat Sunda
Keturunan Menak di Kabupaten Garut). 4. Jusminar Umar (2006) tentang
“Aktualisasi Perilaku Keberagamaan Remaja” (Studi Deskriptif Analitik tentang
Upaya Guru Agama Islam dalam Membelajarkan Siswa Madrasah Aliyah
Diniyyah Putri Lampung).
Atas dasar penelitian di atas, maka diharapkan dapat memberikan solusi
alternatif dalam membina kepribadian sehat siswa di Madrasah Aliyah Ma’had
Darul Arqam Garut. Hal ini, karena belum adanya model yang efektif
dilaksanakan tentang pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina
kepribadian sehat sebagai salah satu upaya untuk mencapai insan yang sehat atau
manusia terbaik, shaleh, taat, beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., penting
diteliti. Hal ini, perlu dicari suatu pemecahan dengan mencarikan suatu
pengembangan model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina
kepribadian sehat yang layak diterapkan di sekolah. Berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti bersama pembimbing menetapkan
topik permasalahan yaitu : “Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai
Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat” (Studi Deskriptif Analitik
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, sebagai fokus masalah
penelitian ini, yaitu : Bagaimana pengembangan model pendidikan nilai-nilai
keberagamaan dalam membina kepribadian sehat siswa di sekolah ? Untuk
menjawab masalah tersebut, diperlukan pemecahan yang tepat dijadikan solusi
dan diperlukan untuk mengetahui lebih dalam tentang judul di atas, yang sesuai
dengan kejiwaan anak, baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di
masyarakat. Permasalahan tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam beberapa
pertanyaan yang lebih rinci di bawah ini sebagai berikut :
1. Apakah maksud tujuan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina
kepribadian sehat siswa di sekolah ?
2. Bagaimana program kegiatan yang dijadikan kebijakan oleh guru agama
dalam membina kepribadiann sehat siswa di sekolah ?
3. Bagaimana proses pendidikan yang dilakukan oleh guru agama dalam
membina kepribadian sehat siswa di sekolah ?
4. Bagaimana evaluasi pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina
kepribadian sehat terhadap perubahan perilaku siswa di sekolah ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan akhir dari penelitian ini adalah ditemukannya
pengembangan model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina
kepribadian sehat siswa di sekolah. Pengembangan model tersebut disusun
langkah-langkah secara praktis untuk digunakan oleh para pengelola pendidikan di sekolah
yang ada di lingkungan pesantren dan sekolah-sekolah bangsa Indonesia pada
umumnya. Adapun tujuan khususnya untuk menganalisis, mengidentifikasi,
mengetahui, mendeskripsikan, dan menemukan antara lain :
1. Tujuan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat
siswa di sekolah.
2. Program kegiatan yang dijadikan kebijakan oleh guru agama dalam membina
kepribadian sehat siswa di sekolah.
3. Proses pendidikan yang dilakukan oleh guru agama dalam membina
kepribadian sehat siswa di sekolah.
4. Evaluasi pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian
sehat terhadap perubahan perilaku siswa di sekolah.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan secara teoretis dan
kegunaan secara praktis sebagai berikut :
1. Kegunaan Secara Teoretis
Kegunaan secara teoretis penelitian ini, dapat memberikan kontribusi yang
sangat penting dan diharapkan dapat menambah khazanah yang bermakna dalam
kaitannya dengan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina
kepribadian sehat siswa di sekolah.
2. Kegunaan Secara Praktis
Kegunaan secara praktis penelitian ini, menjadikan pengembangan model
sekolah dapat memberikan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi oleh
para pendidik khususnya dalam proses pendidikan agama Islam dan menjadi
bahan evaluasi sehingga pelaksanaannya dalam proses pendidikan dari kurang
baik menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik. Adapun kehidupan yang serba
modern adanya pencampuran budaya antarbangsa, pergeseran nilai-nilai agama,
akan terjadi setiap saat di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap fenomena di atas, dapat menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah,
keluarga, masyarakat dalam bekerja sama, menata sikap, dan perilaku siswa
sebagai penerus bangsa di masa depan.
E. Metode Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian menggunakan
metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif dalam konteks
naturalistik. Metode dan pendekatan tersebut dipilih karena masalah yang dikaji
menyangkut masalah yang sedang berlangsung dalam kehidupan, khususnya di
Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut. Adapun teknik pengumpulan data dengan
menggunakan yaitu : Observasi, wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan
studi pustaka atau literatur.
F. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Madrasah Aliyah Darul Arqam Muhammadiyah
Garut, yang beralamat di Jalan Ciledug No. 284136 Tlp. (0262) 233804 Fax.
2. Subjek Penelitian
Guna memperoleh gambaran subjek yang diteliti di Sekolah Madrasah
Aliyah Darul Arqam Muhammadiyah Garut data penelitian tahun 2008/2009 di
antaranya : 2 orang kepala sekolah, (ikhwan dan akhwat atau ASk & Hk), 1 orang
wakil kepala sekolah (ARwk), 3 orang guru agama (ARg, NHg, dan Yg) dan satu
di antara mereka (ARg) merangkap jabatan sebagai bidang kesiswaan, 3 orang
guru pembina (RDg), ESg), dan (NHg) dan satu di antara mereka (NHg)
merangkap jabatan sebagai guru agama, 2 orang guru BP/BK (DSg) dan DHg), 9
siswa di antaranya : 3 orang (ESs), AIs), RFs) dari kelas X, 3 orang (AUs),
(DMs), (FAs) dari kelas XI, dan 3 orang (BMs), (CEs), (VDs) dari kelas XII. Dari
sembilan siswa yang dijadikan subyek penelitian, 6 orang AIs), RFs), (AUs),
(DMs), (BMs), (CEs), yang aktif dalam mengikuti pelajaran agama dan kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan dan 3 orang (ESs), (FAs), (VDs), yang tidak aktif.
Hal ini didasarkan pada pendapat Nasution (1988:11) bahwa metode
penelitian naturalistik biasanya sampelnya sedikit dan dipilih menurut tujuan
(purpose) penelitian, berupa kasus atau multikasus. Di samping itu, dapat
rekomendasi dari nara sumber penelitian di Madrasah Aliyah Darul Arqam
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, diperlukan suatu metode yang
disesuaikan dengan permasalahan, yang menyangkut persoalan tentang
“Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina
Kepribadian Sehat (Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah
Darul Arqam Garut). Metode penelitian merupakan suatu cara atau langkah yang
dipergunakan untuk mengumpulkan, menyusun, dan menganalisis serta
menginterpretasikan data yang diperoleh, sehingga memberikan makna. Metode
penelitian ini, menggunakan metode deskriptif analitik yaitu suatu metode yang
menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat penelitian
dilakukan, berdasarkan fakta yang ada (Furqon, 1997:10, Arikunto, 1998:309).
Selain itu, metode deskriptif analitik tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan
penyusunan data, tetapi mempunyai ciri-ciri yaitu : “Memusatkan pada
pemecahan masalah yang ada dan aktual, data dikumpulkan, disusun, dijelaskan
kemudian dianalisis” (Surakhmad, 1992:139).
Mengacu kepada konsep di atas, maka data yang dikumpulkan melalui
pengamatan langsung terhadap situasi interaksi antara kepala sekolah dengan
guru agama, guru BP/BK, dan guru pembina serta siswa-siswi, akan diungkap
Kepribadian Sehat” (Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah
Darul Arqam Garut).
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pendekatan kualitatif dalam konteks naturalistik. Disebut penelitian naturalistik
karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana
adanya, tanpa dimanipulasi diatur dengan eksperimen atau test, (Nasution,
1988:18). Pandangan Sujana & Ibrahim (1989:189) mengemukakan bahwa
“Kualitatif lebih menekankan pada proses bukan pada hasil.” Diperjelas Bogdan
dan Biklen (1982:31) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif lebih berusaha
memahami dan menafsirkan apa makna pendapat dan perilaku yang ditampilkan
manusia dalam suatu situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Peran
sebagai instrumen utama mengharuskan peneliti untuk aktif mengamati secara
langsung diberbagai peristiwa dan kegiatan yang terjadi dalam penelitian. Peneliti
melibatkan diri secara langsung sebagai instrumen, karena dengan melibatkan diri
langsung data yang diperoleh akan lebih bermakna. Kemudian data yang
terkumpul secara totalitas akan memberikan kesatuan konteknya sehingga dapat
dipahami maknanya.
Selain itu, pendekatan kualitatif memiliki karakteristik yang menjadi
kelebihannya tersendiri. Sebagaimana Guba dan Lincoln (Alwasilah,
2006:104-107) bahwa terdapat 14 karakteristik pendekatan kualitatif sebagai berikut :
lapangan; 8. Desain penelitian mencuat secara alamiah; 9. Hasil penelitian berdasarkan negoisasi; 10. Cara pelaporan kasus; 11. Interpretasi idiografik; 12. Aplikatif tentatif; 13. Batas penelitian ditentukan fokus; dan 14. Kepercayaan dengan kriteria khusus.
Adapun untuk lebih jelasnya tentang karakteristik pendekatan kualitatif
sebagai berikut :
1. Latar alamiah. Secara ontologis suatu objek harus dilihat dalam konteksnya
yang alamiah dan pemisahan anasir-anasirnya akan mengurangi derajat
keutuhan dan makna kesatuan objek itu, sebab makna objek itu tidak identik
dengan jumlah keseluruhan bagian-bagian tadi. Pengamatan juga akan
mempengaruhi apa yang diamati, karena itu untuk mendapatkan pemahaman
yang maksimal keseluruhan objek itu harus diamati.
2. Manusia sebagai instrumen. Peneliti menggunakan dirinya sebagai pengumpul
data utama. Benda-benda lain selain manusia tidak dapat menjadi instrumen
karena tidak akan mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan realitas
yang sesungguhnya. Hanya manusialah yang mampu melakukan interaksi
dengan instrumen atau subyek penelitian tersebut dan memahami kaitan
kenyataan-kenyataan itu.
3. Pemanfaatan pengetahuan non-proporsional. Peneliti naturalistis melegitimasi
penggunaan intuisi, perasaan, firasat dan pengetahuan lain yang tak
terbahaskan selain pengetahuan proporsional, karena pengetahuan jenis
pertama itu banyak dipergunakan dalam proses interaksi antara peneliti dan
responden, yaitu para siswa Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut.
peneliti memotret nilai-nilai keberagamaan, kepercayaan, dan sikap yang
tersembunyi pada responden.
4. Metode-metode kualitatif. Peneliti memilih metode-metode kualitatif karena
metode-metode inilah yang lebih mudah diadaptasikan dengan realitas yang
beragam dan saling berinteraksi. Keberagamaan dalam penelitian ini
dimaksudkan bahwa dasar dari kepribadian sehat bersifat religi untuk
mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
5. Sampel purposif. Pemilihan sampel secara purposif atau teoretis disebabkan
peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang dicari demi
mendapatkan realitas yang bervariasi, sehingga segala temuan akan
berlandaskan secara lebih baik karena prosesnya melibatkan kondisi dan nilai
lokal yang semuanya saling mempengaruhi.
6. Analisis data secara induktif. Metode induktif dipilih ketimbang metode
deduktif karena metode ini lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi
realitas yang bervariasi di lapangan, membuat interaksi antara peneliti dan
responden lebih eksplisit tampak dan mudah dilakukan, serta memungkinkan
identifikasi aspek-aspek yang saling mempengaruhi.
7. Teori dilandaskan pada data di lapangan. Para peneliti naturalistis mencari
teori yang muncul dari data. Mereka tidak berangkat dari teori a priori, karena
teori ini tidak akan mampu menjelaskan berbagai temuan (realitas dan nilai)
yang akan dihadapi di lapangan, yaitu beberapa Madrasah Aliyah yang ada di
lingkungan pesantren di Jawa Barat yang dipilih sebagai obyek dalam
8. Desain penelitian mencuat secara alamiah. Para peneliti memilih desain
penelitian muncul, mencuat, mengalir secara bertahap, bukan dibangun di
awal penelitian. Desain yang muncul merupakan akibat dari fungsi interaksi
antara peneliti dan responden.
9. Hasil penelitian berdasarkan negoisasi. Para peneliti naturalistik ingin
melakukan negoisasi dengan responden, yaitu melakukan tanya jawab dan
wawancara dengan maksud untuk memahami makna dan interpretasi mereka
ihwal data yang memang diperoleh dari mereka.
10.Cara pelaporan kasus. Gaya pelaporan ini lebih cocok ketimbang cara
pelaporan saintifik yang lazim pada penelitian kuantitatif, sebab pelaporan
kasus lebih mudah diadaptasikan terhadap deskripsi realitas di lapangan yang
dihadapi peneliti. Juga mudah diadaptasi untuk menjelaskan hubungan antara
peneliti dengan responden.
11.Interpretasi idiografik. Data yang terkumpul termasuk kesimpulannya akan
disarikan secara idiografik, yaitu secara kasus, khusus dan kontekstual, tidak
secara nomotetis, yakni berdasarkan hukum-hukum generalisasi.
12.Aplikatif tentatif. Peneliti kualitatif kurang berminat ragu-ragu untuk membuat
klaim-klaim aplikasi besar dari temuannya karena realitas yang dihadapinya
bermacam-macam. Setiap temuan adalah hasil interaksi peneliti dengan
responden yang memperhatikan nilai-nilai dan kekhususan lokal yang
mungkin sulit direplikasi dan diduplikasi, jadi memang sulit untuk ditarik
13.Batas penelitian ditentukan fokus. Ranah teritorial penelitian kualitatif sangat
ditentukan oleh fokus penelitian yang memang mencuat ke permukaan. Fokus
demikian memungkinkan interaksi lebih baik antara peneliti dan responden
pada konteks tertentu. Batas penelitian ini akan sulit ditegaskan tanpa
pengetahuan kontekstual dari fokus penelitian.
14.Kepercayaan dengan kriteria khusus.
Akhir penelitian kualitatif adalah keseluruhan gambaran naratif dan
penafsiran yang holistik dalam menggabungkan seluruh aspek kehidupan
kelompok dan mengilustrasikan kompleksitasnya (McMillan dan Shumacher,
2000:36). Adapun alasan menggunakan pendekatan kualitatif menurut Moleong
(1994:5) yaitu :
1. Menyesuaikan, pendekatan kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, 2. Pendekatan ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden, 3. Pendekatan kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Penelitian kualitatif lebih mudah disesuaikan, dapat menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan subyek penelitian, dan lebih
peka untuk menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Kajian penelitian ini, melalui tahapan
sebagai berikut :
1. Peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya.) yang
tepat dan benar; pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau
kecenderungan (orientasi), yaitu mengadakan persiapan sebelum
penelitian ke Direktur Sekolah Pascasarjana; mempersiapkan alat tulis seperti ;
bal poin, spidol, pinsil, photo/potret, alat perekam, catatan, dan konsep untuk
panduan di lapangan. Tujuan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti untuk
memperoleh izin penelitian dari pimpinan Madrasah Aliyah Darul Arqam
Garut, dan memperoleh gambaran umum tentang situasi dan kondisi sekolah
yang berkaitan dengan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina
kepribadian sehat.
2. Penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak
(tentang keadaan); penyelidikan; penjajakan (eksplorasi), yaitu peneliti sudah
mendapat gambaran tentang permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan
nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat siswa di Madrasah
Aliyah Darul Arqam Garut mengenai tujuan, program, proses, evaluasi
pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat
terhadap perubahan perilaku siswa di sekolah. Penelitian ini dilakukan melalui
observasi, wawancara yang mendalam dengan (kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, guru agama, guru pembina, guru BP/BK, siswa, dan pihak yang
terkait dengan penelitian), dokumentasi, dan studi pustaka atau literatur.
3. Member check, yaitu mengadakan pengecekan ulang tentang data wawancara
kepada obyek penelitian, tentang pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam
membina kepribadian sehat, sehingga dinilai kesesuaiannya, dianalisis, dan
Adapun untuk menemukan dan pengembangan model pendidikan
nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat di sekolah dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Studi lapangan dan studi pustaka. Hal ini, dimaksudkan untuk memperoleh
data awal dari lapangan sebagai studi pendahuluan, kemudian mengkaji
berbagai teori yang berkaitan dengan permasalahan yang ditemukan di
lapangan penelitian.
2. Terjun ke lapangan atau mengadakan observasi. Hal ini, untuk memperoleh
data tentang pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian
sehat yang meliputi, tujuan, program, proses, dan evaluasi pendidikan
nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat terhadap perubahan
perilaku siswa di sekolah.
3. Melakukan analisis data dan pembahasannya. Hal ini, dilakukan guna
mengolah data, menemukan kelebihan dan kekurangan, menyusun
Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina
Kepribadian Sehat (Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah
Darul Arqam Garut).
4. Menemukan hasil, yaitu draft pengembangan model yang diperkirakan dapat
diterapkan di berbagai tingkatan dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi setempat.
Adapun kerangka berpikir sebagai paradigma penelitian yang penulis
Kerangka Berpikir
Paradigma penelitian yang peneliti lakukan sebagai berikut :
Gambar 3.1
Paradigma Penelitian Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai
Keberagamaan dalam Membina kepribadian Sehat
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang dimaksudkan di sini adalah pihak-pihak yang
terkait dengan penelitian di Madrasah Aliyah Ma’had Darul Arqam Garut. Namun
subyek tersebut ada yang sifatnya menyeluruh yaitu semua sivitas akademika, ada
pula beberapa orang yang ditentukan melalui observasi awal untuk diwawancarai.
Keutuhan kehidupan sekolah yang melibatkan seluruh warga sekolah itu,
dimaksudkan untuk mengamati kehidupan sekolah secara umum melalui - Tujuan Pendidikan dalam Sisdiknas
- Visi & Misi MA DA Garut
observasi. Sedangkan subyek yang ditentukan untuk memperoleh informasi
melalui wawancara sebagai berikut :
1. Dua orang kepala sekolah, (ASk & Hk) yang secara struktur hirarkis sekolah
menduduki pimpinan sekolah dengan tataran manajemen sekolah (middle
management).
2. Satu orang wakil kepala sekolah, (ARwk) yang memegang bidang
kepesantrenan dan kurikulum.
3. Tiga orang guru (ARg, NHg, dan Yg) sebagai pengajar guru agama dan satu di
antara mereka (ARg) merangkap jabatan sebagai bidang kesiswaan.
4. Dua orang guru (DSg) dan DHg) sebagai guru BP/BK.
5. Tiga orang guru (RDg), ESg), dan (NHg) sebagai guru pembina dan satu di
antara mereka (NHg) merangkap jabatan sebagai guru agama di Darul Arqam
Garut.
6. Sembilan siswa masing-masing 3 orang (ESs), AIs), RFs) dari kelas X, 3 orang
(AUs), (DMs), (FAs) kelas XI, dan 3 orang (BMs), (CEs), (VDs) kelas XII.
Dari sembilan siswa yang dijadikan subyek penelitian, 6 orang AIs), RFs),
(AUs), (DMs), (BMs), (CEs), yang aktif dalam mengikuti pelajaran agama dan
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan 3 orang (ESs), (FAs), (VDs), yang
tidak aktif.
Penentuan jumlah tersebut didasarkan atas hasil observasi permulaan yang
dilakukan penulis dan hasil wawancara silang dengan kepala sekolah. Cara
demikian ditujukan agar data yang diperoleh lebih proporsional. Adapun
perubahan perilaku, ketaatan dalam beribadah, keyakinan dalam keimanan dan
ketakwaan kepada Allah Swt., juga telah memberikan kontribusi data yang cukup
kepada peneliti dalam mengecek kebenaran tentang pembinaan kepribadian sehat
yang dilakukan oleh guru agama, kepala sekolah dan wakilnya, guru BP/BK, dan
pihak yang terkait baik secara kolektif maupun secara individual.
C. Definisi Operasional
Judul lengkap penelitian ini, yakni “Pengembangan Model Pendidikan
Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat” (Studi Deskriptif
Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut). Untuk
menghindari kesalahan dalam pemahaman dan interpretasi terhadap istilah-istilah
yang digunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu peneliti tetapkan definisi
operasional dari beberapa istilah sebagai berikut :
1. Pengembangan
Pengembangan berasal dari kata kembang yang berarti bertambah baik
atau sempurna. Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan
(Departemen Pendidikan Nasional, 2001:538). Sementara Menurut Yusuf
(1995:58) bahwa pengembangan adalah proses atau cara mengembangkan atau
menjadikan sesuatu lebih bertambah sempurna atau lebih baik. Maka yang
dimaksud dengan pengembangan dalam penelitian ini adalah suatu upaya untuk
2. Model
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu
yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:751).
Adapun menurut Dahlan (1990:20) bahwa model adalah suatu rencana atau pola
yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan
memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun
setting lainnya. Pada garis besarnya model mengajar terbagi ke dalam empat,
yaitu : 1. Model pemrosesan informasi (the informational models), memfokuskan
perhatian kepada aktivitas yang membina keterampilan (skill) dan isi (content)
pengajaran yang disampaikan kepada siswa; 2. Model pribadi (personal models),;
3. Model interaksi (interaksi models),; dan 4. Model perilaku (behavioral models).
Jadi pengembangan model adalah upaya mengembangkan atau
meningkatkan suatu pola yang terencana untuk menghasilkan kualitas maupun
kuantitas yang lebih maju atau lebih baik.
3. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 1).
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
pandangan Tafsir (2006:50) bahwa nilai adalah harga. Sesuatu barang bernilai
tinggi karena barang itu “harganya tinggi. Secara garis besarnya nilai hanya ada
tiga macam yaitu : “Nilai benar-salah, nilai baik-buruk, dan nilai indah tidak
indah.” Nilai benar-salah menggunakan kriteria benar atau salah dalam
menetapkan nilai. Nilai ini digunakan dalam ilmu sain, semua filsafat kecuali
etika mazhab tertentu. Nilai baik-buruk menggunakan kriteria baik atau buruk
dalam menetapkan nilai, nilai ini digunakan dalam etika dan sebangsanya. Nilai
indah-tidak indah adalah kriteria yang digunakan untuk menetapkan nilai seni,
baik seni gerak, seni suara, seni lukis maupun seni pahat. Maka, Pendidikan Nilai
yaitu pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai
kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat
dan pembiasaan bertindak yang konsisten (Mulyana, 2004:119). Adapun
keberagamaan yaitu perihal beragama dalam beribadat; sedangkan agama ialah
ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan), peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya (Departemen Pendidikan Nasional,
2001:12). Jadi pendidikan nilai-nilai keberagamaan yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu kegiatan menanamkan nilai-nilai kepada siswa melalui nilai
tauhid, iman, Islam, ihsan, takwa, ikhlas, tawakkal, syukur, dan sabar.
4. Membina Kepribadian Sehat
Membina adalah mengusahakan supaya lebih baik, maju, sempurna, dan
sebagainya (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:152). Maksudnya membina
kebiasaan, bertingkah laku secara halus yang disadari oleh keimanan dan
ketakwaannya kepada Allah Swt. Sementara kepribadian sehat adalah seseorang
yang dinilai mampu meyesuaikan diri dengan lingkungannya, hidupnya tenang,
selaras dengan dunia luar dan di dalam dirinya sendiri, tanpa perasaan bersalah,
gelisah, permusuhan dan tidak merusak diri dan orang lain, serta mampu
memenuhi kebutuhannya melalui tingkah laku yang sesuai dengan norma sosial
dan suara hatinya (Hurlock, 1974:432).
Kondisi kepribadian sehat menurut Najati (2005:379) mengistilahkan
dengan kepribadian normal menurut Islam ialah kepribadian yang berimbang
antara tubuh dan roh serta memuaskan kebutuhan-kebutuhan, baik untuk tubuh
maupun roh. Kepribadian normal adalah memperhatikan tubuh, kesehatan tubuh,
dan kekuatan tubuh serta memuaskan kebutuhan-kebutuhannya dalam batas-batas
yang telah digariskan syariat. Dalam waktu yang bersamaan, juga berpegang
teguh pada keimanan kepada Allah Swt., menunaikan peribadahan, menjalankan
segala apa yang diridhai-Nya dan menghindari semua hal yang dapat mengundang
murka-Nya. Jadi, pribadi yang dikendalikan hawa nafsu dan syahwatnya adalah
pribadi yang normal atau sehat. Faktor utama dalam penilaian suatu kepribadian,
dalam pandangan Al-Quran, adalah akidah dan ketakwaan, sesuai dengan firman
Allah dalam Q. S. Al-Hujuraat/49:13 yang artinya: “...Sungguh, yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah
Maha Mengetahui dan Mahateliti.”
Adapun orang yang memiliki karakteristik kepribadian sehat menurut
a. Menilai diri secara realistik (Realistik self-appraisals), b. Menilai situasi secara realistik (realistic appraisal of situation), c. Menilai prestasi secara realistik (realistic evaluation of achievements), d. Menerima tanggung jawab (acceptance of responsibility), e. Mandiri (otonomy), f. Berorientasi pada tujuan (goal orientation), g. Berorientasi keluar (outer orientation), h. Dukungan sosial (social acceptance), i. Memiliki filsafat hidup yang terarah, dan j. Kebahagiaan (happiness).
Jadi yang dimaksud dengan penelitian ini dapat dirumuskan indikator yang
akan menjadi dasar kategori penelitian sebagai berikut : 1) Tujuan pendidikan
dalam membina kepribadian sehat siswa di sekolah; 2) Program kegiatan yang
dijadikan kebijakan oleh guru agama dalam membina kepribadian sehat di
sekolah; 3) Proses pendidikan yang dilakukan guru agama dalam membina
kepribadian sehat siswa di sekolah; 4) Evaluasi pendidikan nilai-nilai
keberagamaan dalam membina kepribadian sehat terhadap perubahan perilaku
siswa di sekolah.
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, manusia sebagai instrumen penelitian pertama.
Peneliti melibatkan diri secara langsung sebagai instrumen, karena dengan
melibatkan diri langsung data yang diperoleh akan lebih bermakna. Nasution
(1992:9) mengemukakan peneliti merencanakan pelaksanaan pengumpulan data,
baik melalui pengamatan, wawancara, studi dokumentasi, studi pustaka,
menganalisis, menafsirkan data maupun melaporkan penelitian. Hal ini
disebabkan karena peneliti sebagai instrumen menurut Nasution (1988:56)
mempunyai ciri-ciri yaitu :
dan dapat mengumpulkan anekaragam data sekaligus. 3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan, tidak ada instrumen berupa test atau angket yang dapat mengangkat keseluruhan situasi kecuali manusia. Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memahami situasi dalam berbagai seluk-beluknya. 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. 5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. 6. Manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan.
Kemudian yang di maksud peneliti sebagai pembaca situasi adalah
peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi
yang berkaitan dengan proses pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam
membina kepribadian sehat siswa selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat
digali maknanya. Dilengkapi oleh Moleong (2007:169-172) mengemukakan
bahwa manusia sebagai instrumen memiliki kelebihan antara lain :
1. Responsif; 2. Dapat menyesuaikan diri; 3. Menekankan kebutuhan; 4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan; 5. Memproses data secepatnya; 6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan; 7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons
yang tidak lazim dan idiosinkrasi (kelainan yang khas pada seseorang).
Adapun uraian lebih jelas tentang kelebihan instrumen sebagai berikut :
1. Responsif. Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan
terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia, ia
bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Ia tidak hanya responsif
terhadap tanda-tanda, tetapi juga ia menyediakan tanda-tanda kepada
orang-orang. Tanda-tanda yang diberikannya biasanya dimaksudkan untuk secara
sadar berinteraksi dengan konteks yang ia berusaha memahaminya. Ia responsif
karena menyadari perlunya merasakan dimensi-dimensi konteks dan berusaha
2. Dapat menyesuaikan diri. Manusia sebagai instrumen hampir tidak terbatas
dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Manusia
sebagai peneliti dapat melakukan tugas pengumpulan data sekaligus.
3. Menekankan kebutuhan. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan imajinasi
dan kreativitasnya dan memandang dunia sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai
konteks yang berkesinambungan di mana mereka memandang dirinya dan
kehidupannya sebagai suatu yang riil, benar dan mempunyai arti. Pandangan
yang menekankan keutuhan ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
memandang konteksnya, di mana ada dunia nyata bagi subyek dan responden
juga memberikan suasana, keadaan dan perasaan tertentu. Peneliti
berkepentingan dengan konteks dalam keadaan utuh untuk setiap kesempatan.
4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki oleh
peneliti sebelum melakukan penelitian menjadi dasar-dasar yang
membimbingnya dalam melakukan penelitian. Dalam praktiknya, peneliti
memperluas dan meningkatkan pengetahuannya berdasarkan
pengalaman-pengalaman praktisnya. Kemampuan memperluas pengetahuannya juga
diperoleh melalui praktik pengalaman lapangan dengan jalan memperluas
kesadaran situasi sampai pada dirinya terwujud keinginan-keinginan tak sadar
melebihi pengetahuan yang ada dalam dirinya, sehingga pengumpulan data
dalam proses penelitian menjadi lebih dalam dan lebih kaya.
5. Memproses data secepatnya. Kemampuan lain yang ada pada diri manusia
sebagai instrumen adalah memproses data secepatnya setelah diperolehnya,
membawa peneliti untuk mengadakan pengamatan dan wawancara yang lebih
mendalam lagi dalam proses pengumpulan data.
6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan.
Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan lainnya yaitu kemampuan
untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subyek atau responden.
Sering hal itu terjadi apabila informasi yang diberikan oleh subyek sudah
berubah, secepatnya peneliti akan mengetahui, kemudian ia berusaha menggali
lebih dalam lagi apa yang melatarbelakangi perubahan itu. Kemampuan lainnya
yang ada pada peneliti adalah kemampuan mengikhtisarkan informasi yang
begitu banyak diceritakan oleh responden dalam wawancara. Kemampuan
mengikhtisarkan itu digunakannya ketika suatu wawancara berlangsung.
7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan
idiosinkrasi. Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk
menggali informasi yang lain, tidak direncanakan semula, tidak diduga terlebih
dahulu, atau yang tidak lazim terjadi. Kemampuan peneliti bukan menghindari
melainkan justru mencari dan berusaha menggalinya lebih dalam. Kemampuan
demikian tidak ada tandingannya dalam penelitian mana pun dan sangat
bermanfaat bagi penemuan ilmu pengetahuan baru.
E. Proses Pengembangan Instrumen
Proses pengembangan instrumen yang dilakukan oleh peneliti dengan
membuat kisi-kisi pengumpulan data, pedoman observasi, dan pedoman
wawancara agar ketika pelaksanaanya tidak salah arah, tetapi harus fokus atau
mendalam, baik yang tersenbunyi maupun aktual seperti di bawah ini : (Terlampir
pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3) halaman 311.
E. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data dengan
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antaranya : Observasi,
wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Adapun penjelasan dari teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi merupakan alat yang sangat tepat dibutuhkan dalam penelitian
kualitatif. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui observasi adalah adanya
pengalaman yang mendalam, di mana peneliti berhubungan secara langsung
dengan subyek penelitian. Secara intensif teknik observasi ini, digunakan untuk
memperoleh data mengenai pendidikan nilai-nilai keberagamaan yang dilakukan
oleh guru agama dalam membina kepribadian sehat siswa di sekolah atau lokasi
penelitian. Observasi ini, dilakukan pada akhir bulan Februari 2009 melalui
berbagai aktivitas, baik untuk program kurikuler maupun ekstrakurikuler. Data
yang diobservasi ditujukan untuk mencari proses pembinaan kepribadian sehat
yang dilakukan guru agama dalam mengisi kegiatan keagamaan, baik dalam
konteks hubungan personal, interaksi secara interpersonal dengan masyarakat
sekolah, maupun dalam bentuk ucapan dan tindakan yang mengandung nilai-nilai
religius Islami.
Jenis observasi yang digunakan adalah observasi non sistematis, yakni
oleh guru agama dan siswa tetapi pengamatan dilakukan secara spontan dengan
cara mengamati apa adanya pada saat guru agama melakukan