• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN NILAI-NILAI KEBERAGAMAAN DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN SEHAT :Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN NILAI-NILAI KEBERAGAMAAN DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN SEHAT :Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

UCAPAN TERIMA KASIH... ix

TRANSLITERASI... xiii

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GAMBAR... xix

DAFTAR GRAFIK... xx

DAFTAR LAMPIRAN... xxi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 15

C. Tujuan Penelitian... 15

D. Kegunaan Penelitian... 16

E. Metode Penelitian... 17

F. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 17

BAB II MODEL PENDIDIKAN NILAI-NILAI KEBERAGAMAAN DALAM MEMBINA KEPRIBADIAN SEHAT... 19

A. Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dan Makna Kepribadian Sehat... 19

1. Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan... 19

(2)

3. Nilai-nilai Keberagamaan... 31

4. Internalisasi Nilai-nilai Keberagamaan... 41

5. Pengertian Kepribadian Sehat... 43

6. Karakteristik Kepribadian Sehat dan Indikatornya... 48

7. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kepribadian Sehat... 57

8. Peranan Guru Agama untuk Mengkomunikasikan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 64

B. Beberapa Temuan Terkait dengan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 67

1. Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum ... 67

2. Pengembangan Model Pembinaan Nilai-nilai Keimanan dan Ketakwaan Siswa di Sekolah... 69

3. Model Pendidikan Nilai Keagamaan untuk Pengembangan Kepribadian Sehat Berbasis Kebudayaan Sunda... 72

4. Aktualisasi Perilaku Keberagamaan Remaja... 74

C. Teori yang Berkaitan dengan Rumusan Masalah...77

1. Tujuan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 77

2. Program yang Dijadikan Kebijakan oleh Guru Agama dalam Membina Kepribadian Sehat... 81

3. Proses Pendidikan yang Dilakukan oleh Guru Agama dalam Membina Kepribadian Sehat dan Sasarannya... 83

(3)

D. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dan Kepribadian

Sehat dalam Konteks Pendidilan Umum... 95

1. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Pendidikan Umum... 96

2. Pengertian Pendidikan Umum... 99

3. Tujuan Pendidikan Umum...102

4. Substansi Pendidikan Umum dan Permasalahannya... 105

5. Posisi Teori Kepribadian dalam Pendidikan Umum...108

BAB III METODE PENELITIAN...113

A. Desain Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian 1. Metode Penelitian... 113

2. Pendekatan Penelitian... 114

B. Subyek Penelitian... 121

C. Definisi Operasional... 123

1. Pengembangan... 123

2. Model... 124

3. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan... 124

4. Membina Kepribadian Sehat... 125

D. Instrumen Penelitian... 127

E. Proses Pengembangan Instrumen... 130

E. Teknik Pengumpulan Data... 131

1. Observasi... 131

2. Teknik Wawancara... 132

3. Studi Dokumentasi... 133

4. Studi Pustaka... 133

F. Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian... 133

1. Penelitian Awal... 134

2. Tahap-tahap Pelaksanaan... 136

3. Pengolahan Data... 140

(4)

5. Tahap Penyusunan Laporan... 146

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian.………... 148

1. Sejarah Pendirian dan Perkembangan Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 150

2. Program Kegiatan Pendidikan dan Pembinaan... 160

B. Pembahasan... 164

1. Tujuan Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat di Sekolah... 164

2. Program yang Dijadikan Kebijakan oleh Guru Agama dalam Membina kepribadian Sehat di Sekolah... 174

3. Proses Pendidikan yang Dilakukan oleh Guru Agama dalam Membina Kepribadian Sehat... 211

4. Evaluasi Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat terhadap Perubahan Perilaku Siswa di Sekolah... 231

C. Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat terhadap Perubahan Perilaku Siswa... 234

D. Temuan Penelitian... 272

E. Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 278

BAB V KESIMPULAN, APLIKAS DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 303

B. Implikasi... 306

C. Rekomendasi... 307

DAFTAR PUSTAKA... 309

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 317

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Instrumental dan Nilai Terminal... 34

Tabel 4.1 Langkah-langkah Pembelajaran... 179

Tabel 4.2 Penilaian... 180

Tabel 4.3 Struktur Kurikulum Mata Pelajaran Agama Tingkat Aliyah

Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Garut... 196

Tabel 4.4 Struktur Kurikulum Mata Pelajaran Umum Tingkat Aliyah

Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Garut... 197

Tabel 4.5 Daftar Buku Wajib Mata Pelajaran Agama Tingkat Aliyah... 198

Tabel 4.6 Daftar Buku Wajib Mata Pelajaran Umum Tingkat Aliyah... 198

Tabel 4.6 Profil Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Paradigma Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai

Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat... 121

Gambar 3.2 Analisis Data Penelitian... 142

Gambar 3.3 Langkah-langkah Kegiatan Penelitian... 147

Gambar 4.1 Model Pendidikan Madrasah Aliyah Ma’had Darul Arqam

Muhammadiyah Garut... 164

Gambar 4.2 Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan

(7)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1 Data Santri/Siswa Madrasah Aliyah Ma’had

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Tabel 3.1 Kisi-kisi Pengumpulan Data Penelitian... 318

Lampiran 2 Tabel 3.2 Pedoman Observasi... 321

Lampiran 3 Tabel 3.3 Pedoman Wawancara... 324

Lampiran 4 Kegiatan Madrasah Aliyah Ma’had Darul Arqam Garut... 327

Lampiran 5 Hasil Keputusan Rapat Kerja Pimpinan Ranting IPM Darul Arqam Putri... 338

Lampiran 6 Jadwal Kegiatan IPM Darul Arqam Putri Semester 2... 347

Lampiran 7 Jadwal Kultum Kajian Dakwah Islam Putri... 348

Lampiran 8 Jadwal Bidang Kajian Dakwah Islam Putra... 349

Lampiran 9 Rancangan Agenda Kegiatan IPM Putra... 351

Lampiran 10 Struktur Organisasi... 352

Lampiran 11 Mekanisme Kerja Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 353

Lampiran 12 Gambar Situasi Tanah Mahad Darul Arqam... 354

Lampiran 13 Peta Lokasi Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 355

Lampiran 14 Denah Bangunan... 356

Lampiran 15 Permohonan Izin Penelitian... 357

Lampiran 16 Surat Keterangan Penelitian dari Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut... 358

Lampiran 17 Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Nomor : 281/H40.7/PL/2009 Tentang Pengangkatan Pembimbing Penulisan Disertasi Program S3... 360

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena masyarakat Indonesia di kalangan remaja sekarang ini,

mengalami krisis moral sehingga perlu pembenahan terutama di dunia pendidikan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

tentang Sisdiknas pada Bab I Pasal 1 ayat 1). Proses pendidikan ditujukan untuk

mengembangkan kepribadian sehat yang dimiliki manusia secara utuh dan

menyeluruh. Orang-orang dengan kepribadian yang sehat dapat menyesuaikan

dirinya dengan baik dan dapat mengaktualisasikan dirinya (self actualizing).

Kondisi kepribadian sehat menurut Hurlock (1974:423) has defined :

People with healthy personalities are those who are judged to be well adjusted. They are so judged because they are able to function efficiently in the word of people. They experience a kind of “inner harmony” in the sense that they are at peace with other as well as with themselves.

Orang yang mempunyai kepribadian sehat adalah orang yang

dianggap/dinilai mampu sebagai seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan

baik. Mereka dinilai demikian, karena mereka dapat berfungsi dan bekerja secara

efektif di dunia masyarakat. Mereka mempunyai pengalaman seperti : inner

(10)

dengan orang lain, begitu juga damai dari dalam diri mereka sendiri. Ketika

sebuah diagnosa dilakukan, maka kriteria yang dipertimbangkan oleh Jourard

(1959:73) has defined :

A person with a healthy personality as one who is able to gratify his needs through behavior that conforms with both the norms of his society and the requirements of his conscience. There are thus two essentials to a healthy personality. The first is that the person must not only play his role in life satisfactorily but he must derive satisfaction from it. The second satisfaction leads to the emotional state known as happiness or contentment. Without this, the personality cannot be healthy. A person who is chronically dissatisfied with himself and the role he is expected to play in life sooner or later develops a sick personality.

Maksudnya, bahwa seseorang dengan kepribadian yang sehat adalah

seseorang yang dapat memberi kebahagiaan terhadap kebutuhannya melalui

kelakuan (menyesuaikan diri) dengan norma-norma lingkungan dan

kebutuhan-kebutuhan hati nuraninya, karena itu ada dua hal yang sangat penting untuk

kepribadian sehat. Pertama, bahwa orang itu bukan hanya memainkan peran

hidupnya dengan baik tetapi dia harus mendapat kepuasan dari peranannya itu.

Kedua, esensi kepribadian sehat adalah seseorang harus memainkan perannya

dalam kehidupan terhadap kepuasan orang lain. Dia harus berbuat sesuai dengan

peraturan, moral, dan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya.

Seseorang juga terus-menerus tidak merasa puas dengan dirinya dan dalam

peranan yang dia akan lakukan dalam hidupnya, pada akhirnya akan menimbulkan

kepribadian yang sakit. Kemudian diperkuat oleh Maslow (1954:85) yang

berkaitan dengan self-actualizing person atau orang yang sehat mentalnya dengan

(11)

1. Mempersepsi kehidupan atau dunianya sebagaimana apa adanya dan merasa nyaman dalam menjalaninya. 2. Menerima dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya. 3. Bersikap spontan, sederhana, alami, bersikap jujur, tidak dibuat-buat dan terbuka. 4. Mempunyai komitment untuk memecahkan masalah. 5. Bersikap mandiri. 6. Memiliki apresiasi yang segar terhadap lingkungan di sekitarnya. 7. Mencapai puncak pengalaman (kegembiraan yang luar biasa). Pengalaman ini cenderung lebih bersifat mistik atau keagamaan. 8. Memiliki minat sosial, simpati, dan empati. 9. Sangat senang menjalin hubungan interpersonal (persahabatan atau persaudaraan) dengan orang lain. 10. Bersikap demokratis (toleran, dan terbuka). 11. Kreatif (fleksibel, spontan, terbuka, dan tidak takut salah).

Salah satu kunci dari definisi kepribadian adalah penyesuaian

(adjustment). Menurut Schneiders dalam Syamsu & Juntika (2007:12) bahwa

penyesuian diartikan suatu respon individu, baik yang bersifat behavioral maupun

mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, tegangan

emosional, frustasi dan konflik, dan memelihara keharmonisan antara pemenuhan

kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. Kondisi kepribadian

sehat pandangan Najati (2005:379) mengistilahkan dengan kepribadian normal

menurut Islam, ialah kepribadian yang berimbang antara tubuh dan roh serta

memuaskan kebutuhan-kebutuhan, baik untuk tubuh maupun roh. Kepribadian

normal adalah memperhatikan tubuh, kesehatan tubuh, dan kekuatan tubuh serta

memuaskan kebutuhan-kebutuhannya dalam batas-batas yang telah digariskan

syariat. Dalam waktu yang bersamaan, juga berpegang teguh pada keimanan

kepada Allah Swt., menunaikan peribadahan, menjalankan segala apa yang

diridhai-Nya dan menghindari semua hal yang dapat mengundang murka-Nya.

Jadi, pribadi yang dikendalikan hawa nafsu dan syahwatnya adalah pribadi yang

normal atau sehat. Faktor utama dalam penilaian suatu kepribadian, dalam

(12)

dalam Q. S. Al-Hujuraat/49:13 yang artinya: “...Sungguh, yang paling mulia di

antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha

Mengetahui dan Mahateliti.” Adapun Hurlock (1974:425) mengemukakan bahwa

karakteristik kepribadian sehat (healthy personalities) ditandai dengan :

Mampu menilai diri secara realistik (realistic self-appraisals), menilai situasi secara realistik (realistic appraisal of situations), menilai prestasi yang diperoleh secara realistik (realistic evaluation of achievements), menerima kenyataan (acceptance of reality), menerima tanggung jawab (acceptance of responsibility), kemandirian (autonomy), dapat mengontrol emosi (acceptable emotional control), berorientasi tujuan (goal orientation), berorientasi ke luar (outer orientation), penerimaan sosial (social acceptance), memiliki filsafat hidup (philosophy-of-life-direced), berbahagia (happiness).

Kebahagiaan dipengaruhi oleh faktor-faktor achievement (pencapaian

prestasi), acceptance (penerimaan dari orang lain), dan affection (perasaan atau

disayangi orang lain).

Adapun eksistensi guru adalah pendidik professional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang RI. Nomor

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab I Pasal 1). Bahkan dalam

Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Bab II Pasal 3

yang menjelaskan tujuan Pendidikan Nasional adalah :

(13)

Pada rumusan tujuan Pendidikan Nasional tersebut di atas, untuk

membentuk manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian sehat dapat

diwujudkan apabila kepada yang bersangkutan diberikan Pendidikan Agama

Islam yang merupakan bagian dari program Pendidikan Umum. Hal ini, sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja (1990:26) bahwa : “Pendidikan

Umum sebagai program pendidikan yang diarahkan untuk membentuk manusia

utuh menyeluruh yang meliputi manusia yang sangat belia sampai kepada

manusia yang sudah tua. Yang diberikan melalui pendidikan sekolah maupun

pendidikan luar sekolah.” Sedangkan manusia yang utuh menurut Mujib

(1999:125) “Manusia utuh atau kepribadian yang utuh adalah gabungan antara

dimensi-dimensi ragawi (biologis), kejiwaan (psikologi), lingkungan

(sosio-kultural), dan ruhani (spiritual) yang memandang manusia dalam kesatuan utuh.

Maka manusia yang utuh menurut Dahlan (1988:14) bahwa “Manusia yang utuh

menurut pandangan yang tuntas mencerminkan manusia kaffah dalam arti satu

niat, ucap, pikir, perilaku, dan tujuan yang direalisasikan dalam hidup

bermasyarakat. Semua itu akan diperhadapkan kepada Allah Swt.”

Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., serta berakhlak

mahmudah, berkepribadian sehat adalah tujuan utama yang harus diwujudkan

oleh guru agama dalam kehidupan sehari-hari kepada peserta didik, baik di

sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Banyak faktor yang erat kaitannya dengan

keberhasilan atau kegagalan upaya guru agama Islam dalam membina dan

(14)

(akhlak alkarimah). Dilengkapi oleh pandangan al-Ghazali (1957:57) bahwa guru

sebagai pendidik moral Islami dalam mengembangkan kepribadian sehat, yang

harus dipenuhi guru di antaranya : “Bersikap sabar, bersikap tawadhu dalam

pertemuan-pertemuan, penyantun serta tidak membentak-bentak orang bodoh,

bersahabat, dan berkata benar”. Sedangkan Pandangan Antonio (2007:187-193)

bahwa tuntunan Muhammad Saw tentang sifat-sifat guru yang menjadi indikator

kepribadian sehat yaitu : Ikhlas, jujur, adil, akhlak mulia, tawadhu, berani, jiwa

humor yang sehat, sabar dan menahan amarah, menjaga lisan, sinergi dan

musyawarah.

Untuk membelajarkan nilai dan moral secara komprehensif, maka harus

memahami pengertian nilai. Nilai (value) berada dalam diri manusia (suara atau

lubuk hati manusia) dengan acuan landasan dan/atau tuntutan nilai-moral

(value/moral based and claim) tertentu yang ada dalam system nilai dan system

keyakinan orang yang bersangkutan, (Djahiri, 1996:16). Jadi secara sederhana dan

mudah dipahami dengan bahasa umum yakni nilai adalah harga yang diberikan

seseorang/sekelompok manusia terhadap sesuatu (materiil-imateriil, personal,

kondisional) atau harga yang dibawakan tersirat atau menjadi jati diri sesuatu. Di

mana harga ditentukan oleh tatanan nilai (value system) di antaranya : 1. Tatanan

keyakinan (belief system), 2. Yang ada dalam diri/kelompok yang bersangkutan.

Kedua hal tersebut (terutama system keyakinan) menjadi landasan dan tuntutan

penentuan harga. Maksud harga disini adalah harga afektual, yakni harga yang

menyangkut dunia afektif manusia. Adapun pengertian nilai menurut Fraenkel

(15)

Value is idea, concept about what some one think is important related to ethic and aesthetics… How people behave and conduct… Standard of conduct, beauty, efficiency or worth that people endors and that people to live up or maintain… guide to what is right and just…means and ends of behavior or norm…is a powerfull emotional commitment…

Maksud teks yang digarisbawahi di atas, menunjukkan kualifikasi faktual.

Etika dan estetika adalah sumber acuan normatif nilai-moral, berkelakuan

menunjukkan sikap perilaku, tuntutan, isi pesan atau jiwa semangat. Nilai sesuatu

yang berharga yang dianggap bernilai adil, baik, benar dan indah serta menjadi

pedoman atau pegangan diri. Atau sebagai pola sikap yang sudah mempribadi

atau mapan. Berbeda dengan nilai yang bersifat personal dalam diri manusia,

maka moral berada dan berasal dari luar diri yang bersangkutan, yakni dari

tuntutan keharusan dan keyakinan orang lain atau kelompok masyarakat di mana

yang bersangkutan berada atau menjadi warga yang bersangkutan (Djahiri,

1996:18).

Setiap nilai dapat memperoleh suatu bobot moral bila diikutsertakan dalam

tingkah laku moral, sebagaimana Imam al-Ghazali (1990:22) bahwa “Keberadaan

nilai moral ini dalam lubuk hati (al-Qolbu) serta menyatu/bersatu raga di

dalamnya menjadi suara dan mata hati atau hati nurani (the conscience of man)”.

Dilengkapi dengan pandangannya Najati (2005:426) bahwa “Khususnya agama

Islam, membantu kita memberikan bukti-bukti keberhasilan keimanan kepada

Allah dalam menyembuhkan jiwa dari berbagai penyakit, mewujudkan perasaan

aman dan tentram, mencegah perasaan gelisah, serta berbagai penyakit kejiwaan

yang adakalanya terjadi”. Melalui pembelajaran berbahasa santun bisa

(16)

dengan apa yang diungkapkan Sauri (2006:77) bahwa setiap perilaku santun yang

dilakukan seseorang dicatat sebagai bagian dari pelaksanaan ibadah. Karena itu,

kesantunan bisa bernilai ibadah jika dilakukan dengan niat karena Allah.

Ditelaah dari sudut kajian Pendidikan Umum, pendidikan nilai-nilai

perilaku keberagamaan dalam membina kepribadian sehat merupakan salah satu

kajian yang esensial, karena lebih banyak mengarah kepada terciptanya

pengembangan atau pembinaan kondisi kedewasaan dan kemandirian peserta

didik, agar kehidupannya menjadi tentram, bahagia, harmonis, memiliki nilai-nilai

yang prinsipil bagi kemanusiaan, dan kemanusiawian dalam pergaulan hidup

bermasyarakat. Sementara pengertian Pendidikan Umum menurut Nelson

(1952:73) has defined “General Education is to develop and improve moral

character”. Pendidikan Umum adalah menekankan pada pengembangan karakter

moral. Adapun Pendidikan Nilai sebagai pengajaran atau bimbingan kepada

peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui

proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten

(Mulyana, 2004:119). Di samping itu, Trimo (2007:2) mengemukakan bahwa

program pendidikan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan

proses menilai melalui; memilih, menghargai, dan bertindak.

Adapun bidang studi agama ada kaitannya dengan Pendidikan Umum di

tingkat Madrasah Aliyah atau SMA masih dipandang sama seperti pendidikan

lainnya. Sedangkan Pendidikan Umum diarahkan kepada pengembangan sikap

dan kepribadian sehat bukan hanya mengembangkan aspek kognitif atau intelek

(17)

kepribadian yang berjati diri pribadi muslim sejati. Hal ini, untuk pengembangan

model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat

siswa tidak dapat dilakukan hanya melalui nasihat saja, akan tetapi harus dimulai

dari contoh keteladanan kepala sekolah, para guru, orang tua, tokoh masyarakat,

dan lainnya. Semua itu harus dilandasi oleh keikhlasan, kesucian, dan perubahan

sikap untuk memenuhi hasrat religiusnya atas dasar karena Allah (Lillah)

(Djamari, 1988:13). Sedangkan guru agama lebih mengutamakan kepada akhlak

mulia atau insan yang sehat dengan memiliki kompetensi pedagogik-religius,

kepribadian-religius, sosial-religius, dan kompetensi professional-religius,

sehingga segala permasalahan pendidikan dapat dihadapi, dipertimbangkan, dan

dipecahkan serta ditempatkan dalam perspektif Islam (Muhaimin, 2006:173).

Nilai keberagamaan terdiri dari dua kata yaitu kata nilai dan

keberagamaan. Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan, Departemen Pendidikan Nasional (2001:783) sedangkan

keberagamaan yaitu perihal beragama dalam beribadat; keagamaan yaitu yang

berhubungan dengan agama; agama ialah ajaran atau sistem yang mengatur tata

keimanan (kepercayaan), peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata kaidah

yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya

(Departemen Pendidikan Nasional, 2001:12). Menurut Madjid, N. (2000:98-100)

bahwa ada beberapa nilai-nilai keberagamaan mendasar yang harus ditanamkan

pada anak dan kegiatan menanamkan nilai-nilai pendidikan inilah yang

sesungguhnya menjadi inti pendidikan keagamaan yaitu : iman, Islam, ihsan,

(18)

dicapai pengembangan model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam

membina kepribadian sehat diarahkan untuk membina perilaku anak yang lebih

baik, menarik, menyenangkan hati, insan yang sehat, yang memancarkan iman

dan bertakwa kepada Allah Swt. Jika melihat sejarah pendidikan Islam yang

paling awal, bahwa sistem pendidikan Rasulullah Saw belum mengeluarkan

pengakuan kelulusan melalui gelar atau ijazah. Nilai tertinggi murid-murid

Rasulullah Saw., terletak pada tingkat ketakwaan. Ukuran takwa terletak pada

akhlak dan amal shaleh yang dilakukan oleh masing-masing shahabat. Dengan

demikian output sistem pendidikan Rasulullah Saw adalah orang yang langsung

beramal, berbuat dengan ilmu yang didapat karena Allah semata, kemudian

dikembangkan oleh para shahabat, maka lahirlah generasi Islam terbaik (Antonio,

2007:185). Di Dar al-Arqam, Rasulullah mengajar tentang wahyu yang

diterimanya kepada kaum muslimin dengan cara menghafal, menghayati, dan

mengamalkan ayat-ayat suci yang diturunkan kepadanya (Munir, 1998:198).

Pandangan Antonio (2007:187-193) bahwa tuntunan Muhammad Saw tentang

sifat-sifat guru yang menjadi indikator kepribadian sehat yaitu : Ikhlas, jujur, adil,

akhlak mulia, tawadhu, berani, jiwa humor yang sehat, sabar dan menahan

amarah, menjaga lisan, sinergi dan musyawarah.

Dari hasil pengamatan tampaknya fenomena ini lebih jauh dikuatkan oleh

adanya kenyataan-kenyataan yang sering muncul dalam tindakan siswa yang

bertolak belakang dengan nilai-nilai keagamaan yang dididikkan seperti

timbulnya pergeseran nilai, bagi peserta didik menimbulkan persoalan tersendiri

(19)

dekadensi moral (kepribadian menyimpang) dewasa ini di kalangan remaja,

seperti: minuman keras, free sex atau pergaulan bebas, tawuran antara pelajar,

penyalahgunaan narkoba, bahasa yang kasar tidak beretika, dan hilangnya rasa

malu di kalangan masyarakat timur dengan semua bentuk dan jenisnya sampai

tindakan aborsi. Contoh, berdasarkan hasil penelitian BKKBN Provinsi Jawa

Barat pada tahun 2002 (Pikiran Rakyat 15 Juli 2007) bahwa sebanyak 40 % dari

2.800 orang responden yaitu siswa SMA di Jawa Barat pernah melakukan

hubungan seksual di luar nikah. Apabila kenyataan seperti ini terus dibiarkan,

maka dikhawatirkan menimbulkan masalah yang lebih rusak ahklak kepribadian

dan moralnya yang mengakibatkan kehancuran generasi bangsa di masa depan.

Kenyataan tersebut di atas, bisa merusak komitmen keberagamaan siswa dalam

membina berkepribadian sehat bukan saja di sekolah, melainkan di masyarakat

Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, guna menghindari rusaknya akhlak

dan moral bangsa, maka diperlukan pengembangan model pendidikan nilai-nilai

keberagamaan dalam membina kepribadian sehat siswa yang dapat

mengendalikan dirinya agar tidak terjerumus pada perilaku yang menyimpang

atau kepribadian tidak sehat dari ajaran agama Islam yang bisa diimplementasikan

di sekolah dan berdasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :

Pertama, peranan guru agama untuk mengembangkan pendidikan

nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat, sangat mendasar karena

menekankan kepada perwujudan sikap, perilaku dan insan yang sehat, akhlak

mulia, beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Peran ini sangat urgen karena

(20)

kemajuan itu melahirkan dampak tertentu berupa; kegagalan pendidikan dalam

mencapai tujuannya bukan disebabkan materi ajar yang diberikan tetapi cara

mengajarnya. Hal ini, diduga menjadi menyebab atau diakibatkan oleh dampak

negatif dari kemajuan teknologi dan materialisme masyarakat serta derasnya arus

informasi global yang melahirkan benturan nilai-nilai budaya dan agama antara

lain; kurang tegasnya hukum, beredarnya majalah dan VCD/DVD pornografi,

pornoaksi, dan tayangan kekerasan di televisi yang cenderung kurang

memperhatikan nilai-nilai moral dan agama.

Kedua, orang tua siswa tidak ingin anaknya tidak shaleh atau nakal, oleh

karena itu anaknya dimasukan ke sekolah yang ada di lingkungan pesantren.

Menurut Tafsir (2008:10) Orang tua remaja tidak ingin anaknya nakal

sekurang-kurangnya ada empat alasan : 1. Remaja nakal itu kesehatan fisiknya terancam; 2.

Remaja nakal itu prestasi akademiknya akan menurun; 3. Remaja nakal itu mahal;

4. Orang tuanya malu bila punya anak nakal. Ternyata tidak ada orang tua yang

ingin punya anak nakal, karena malu sekalipun orang tuanya nakal. Kenakalan

anak remaja yang berbentuk tawuran menurut Hawari (1999:77) bahwa tawuran,

penyalahgunaan obat terlarang, dan tindakan kriminal di kalangan remaja,

disebabkan tidak adanya komunikasi yang lebih baik antara keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Sehingga nilai-nilai keagamaan yang diajarkan di sekolah sebagai

suatu konsep yang ideal, berhadapan dengan realita di masyarakat yang bertolak

belakang dengan eksistensi pemahaman keberagamaan siswa di sekolah. Dalam

keadaan demikian lahirlah sikap-sikap tertentu di kalangan siswa yang

(21)

kesenjangan antara pendidikan keagamaan yang diajarkan di sekolah dengan

tingkat pemahaman nilai-nilai keberagamaan peserta didik.

Ketiga, adanya ketertarikan tentang keberhasilan Madrasah Aliyah

Ma’had Darul Arqam Garut, dalam tujuan riilnya telah mampu melahirkan

Sumber Daya Insani yang memiliki kualifikasi dan kompetensi : 1. Benar dalam

aqidah, khusyu dalam ibadah, dan berbudi pekerti luhur dengan akhlaq

alkarimah; 2. Komitmen keilmuan dan kompetensi akademik yang berimbang

antara sains religius dan sains rasional; 3. Kemampuan berkompetensi dalam

realitas kehidupan secara cerdas, berkarakter, beretika, bermartabat, dan santun

(Ma’had Darul Arqam, 2008:5).

Keempat, kepribadian sehat atau kepribadian utuh ada kaitannya dengan

Pendidikan Umum yang berarti kepribadian matang (dewasa baik niat, ucap, pikir,

dan perilaku), mandiri yang merupakan salah satu tujuan dari Pendidikan Umum.

Kepribadian utuh menurut Phenix (1964:28) bercirikan mempribadinya nilai-nilai

esensial yaitu ; “Symbolics, empirics, estetics, synnoetics, ethics, and synoptics.”

Salah satu nilai sinoptik ialah nilai keagamaan.

Penelitian ini, diharapkan memberikan kontribusi yang nyata dalam segala

permasalahan yang terjadi dan mewarnai keadaan, sehingga mampu menyediakan

suasana pendidikan yang religius. Suasana pendidikan tersebut, mampu membawa

siswa dan memberi pengaruh yang positif kepada kehidupannya yang Islami, baik

di dalam maupun di luar sekolah.

(22)

1. Syahidin (2001) tentang Pengembangan Pendidikan Agama Islam di

Perguruan Tinggi Umum. 2. M. Abdul Somad (2007) tentang “Pengembangan

Model Pembinaan Nilai-nilai Keimanan dan Ketakwaan Siswa di Sekolah” (Studi

Kasus di SMAN 2 Bandung); 3. Hermawan (2008) tentang “Model Pendidikan

Nilai Keagamaan untuk Pengembangan Kepribadian Sehat Berbasis Kebudayaan

Sunda” (Studi Etnografi terhadap Kehidupan Keluarga Masyarakat Sunda

Keturunan Menak di Kabupaten Garut). 4. Jusminar Umar (2006) tentang

“Aktualisasi Perilaku Keberagamaan Remaja” (Studi Deskriptif Analitik tentang

Upaya Guru Agama Islam dalam Membelajarkan Siswa Madrasah Aliyah

Diniyyah Putri Lampung).

Atas dasar penelitian di atas, maka diharapkan dapat memberikan solusi

alternatif dalam membina kepribadian sehat siswa di Madrasah Aliyah Ma’had

Darul Arqam Garut. Hal ini, karena belum adanya model yang efektif

dilaksanakan tentang pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina

kepribadian sehat sebagai salah satu upaya untuk mencapai insan yang sehat atau

manusia terbaik, shaleh, taat, beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., penting

diteliti. Hal ini, perlu dicari suatu pemecahan dengan mencarikan suatu

pengembangan model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina

kepribadian sehat yang layak diterapkan di sekolah. Berdasarkan latar belakang

yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti bersama pembimbing menetapkan

topik permasalahan yaitu : “Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai

Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat” (Studi Deskriptif Analitik

(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, sebagai fokus masalah

penelitian ini, yaitu : Bagaimana pengembangan model pendidikan nilai-nilai

keberagamaan dalam membina kepribadian sehat siswa di sekolah ? Untuk

menjawab masalah tersebut, diperlukan pemecahan yang tepat dijadikan solusi

dan diperlukan untuk mengetahui lebih dalam tentang judul di atas, yang sesuai

dengan kejiwaan anak, baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di

masyarakat. Permasalahan tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam beberapa

pertanyaan yang lebih rinci di bawah ini sebagai berikut :

1. Apakah maksud tujuan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina

kepribadian sehat siswa di sekolah ?

2. Bagaimana program kegiatan yang dijadikan kebijakan oleh guru agama

dalam membina kepribadiann sehat siswa di sekolah ?

3. Bagaimana proses pendidikan yang dilakukan oleh guru agama dalam

membina kepribadian sehat siswa di sekolah ?

4. Bagaimana evaluasi pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina

kepribadian sehat terhadap perubahan perilaku siswa di sekolah ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan akhir dari penelitian ini adalah ditemukannya

pengembangan model pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina

kepribadian sehat siswa di sekolah. Pengembangan model tersebut disusun

(24)

langkah-langkah secara praktis untuk digunakan oleh para pengelola pendidikan di sekolah

yang ada di lingkungan pesantren dan sekolah-sekolah bangsa Indonesia pada

umumnya. Adapun tujuan khususnya untuk menganalisis, mengidentifikasi,

mengetahui, mendeskripsikan, dan menemukan antara lain :

1. Tujuan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat

siswa di sekolah.

2. Program kegiatan yang dijadikan kebijakan oleh guru agama dalam membina

kepribadian sehat siswa di sekolah.

3. Proses pendidikan yang dilakukan oleh guru agama dalam membina

kepribadian sehat siswa di sekolah.

4. Evaluasi pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian

sehat terhadap perubahan perilaku siswa di sekolah.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan secara teoretis dan

kegunaan secara praktis sebagai berikut :

1. Kegunaan Secara Teoretis

Kegunaan secara teoretis penelitian ini, dapat memberikan kontribusi yang

sangat penting dan diharapkan dapat menambah khazanah yang bermakna dalam

kaitannya dengan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina

kepribadian sehat siswa di sekolah.

2. Kegunaan Secara Praktis

Kegunaan secara praktis penelitian ini, menjadikan pengembangan model

(25)

sekolah dapat memberikan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi oleh

para pendidik khususnya dalam proses pendidikan agama Islam dan menjadi

bahan evaluasi sehingga pelaksanaannya dalam proses pendidikan dari kurang

baik menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik. Adapun kehidupan yang serba

modern adanya pencampuran budaya antarbangsa, pergeseran nilai-nilai agama,

akan terjadi setiap saat di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman

terhadap fenomena di atas, dapat menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah,

keluarga, masyarakat dalam bekerja sama, menata sikap, dan perilaku siswa

sebagai penerus bangsa di masa depan.

E. Metode Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian menggunakan

metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif dalam konteks

naturalistik. Metode dan pendekatan tersebut dipilih karena masalah yang dikaji

menyangkut masalah yang sedang berlangsung dalam kehidupan, khususnya di

Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut. Adapun teknik pengumpulan data dengan

menggunakan yaitu : Observasi, wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan

studi pustaka atau literatur.

F. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Madrasah Aliyah Darul Arqam Muhammadiyah

Garut, yang beralamat di Jalan Ciledug No. 284136 Tlp. (0262) 233804 Fax.

(26)

2. Subjek Penelitian

Guna memperoleh gambaran subjek yang diteliti di Sekolah Madrasah

Aliyah Darul Arqam Muhammadiyah Garut data penelitian tahun 2008/2009 di

antaranya : 2 orang kepala sekolah, (ikhwan dan akhwat atau ASk & Hk), 1 orang

wakil kepala sekolah (ARwk), 3 orang guru agama (ARg, NHg, dan Yg) dan satu

di antara mereka (ARg) merangkap jabatan sebagai bidang kesiswaan, 3 orang

guru pembina (RDg), ESg), dan (NHg) dan satu di antara mereka (NHg)

merangkap jabatan sebagai guru agama, 2 orang guru BP/BK (DSg) dan DHg), 9

siswa di antaranya : 3 orang (ESs), AIs), RFs) dari kelas X, 3 orang (AUs),

(DMs), (FAs) dari kelas XI, dan 3 orang (BMs), (CEs), (VDs) dari kelas XII. Dari

sembilan siswa yang dijadikan subyek penelitian, 6 orang AIs), RFs), (AUs),

(DMs), (BMs), (CEs), yang aktif dalam mengikuti pelajaran agama dan kegiatan

ekstrakurikuler keagamaan dan 3 orang (ESs), (FAs), (VDs), yang tidak aktif.

Hal ini didasarkan pada pendapat Nasution (1988:11) bahwa metode

penelitian naturalistik biasanya sampelnya sedikit dan dipilih menurut tujuan

(purpose) penelitian, berupa kasus atau multikasus. Di samping itu, dapat

rekomendasi dari nara sumber penelitian di Madrasah Aliyah Darul Arqam

(27)

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian ini, diperlukan suatu metode yang

disesuaikan dengan permasalahan, yang menyangkut persoalan tentang

“Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina

Kepribadian Sehat (Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah

Darul Arqam Garut). Metode penelitian merupakan suatu cara atau langkah yang

dipergunakan untuk mengumpulkan, menyusun, dan menganalisis serta

menginterpretasikan data yang diperoleh, sehingga memberikan makna. Metode

penelitian ini, menggunakan metode deskriptif analitik yaitu suatu metode yang

menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat penelitian

dilakukan, berdasarkan fakta yang ada (Furqon, 1997:10, Arikunto, 1998:309).

Selain itu, metode deskriptif analitik tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan

penyusunan data, tetapi mempunyai ciri-ciri yaitu : “Memusatkan pada

pemecahan masalah yang ada dan aktual, data dikumpulkan, disusun, dijelaskan

kemudian dianalisis” (Surakhmad, 1992:139).

Mengacu kepada konsep di atas, maka data yang dikumpulkan melalui

pengamatan langsung terhadap situasi interaksi antara kepala sekolah dengan

guru agama, guru BP/BK, dan guru pembina serta siswa-siswi, akan diungkap

(29)

Kepribadian Sehat” (Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah

Darul Arqam Garut).

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

pendekatan kualitatif dalam konteks naturalistik. Disebut penelitian naturalistik

karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana

adanya, tanpa dimanipulasi diatur dengan eksperimen atau test, (Nasution,

1988:18). Pandangan Sujana & Ibrahim (1989:189) mengemukakan bahwa

“Kualitatif lebih menekankan pada proses bukan pada hasil.” Diperjelas Bogdan

dan Biklen (1982:31) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif lebih berusaha

memahami dan menafsirkan apa makna pendapat dan perilaku yang ditampilkan

manusia dalam suatu situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Peran

sebagai instrumen utama mengharuskan peneliti untuk aktif mengamati secara

langsung diberbagai peristiwa dan kegiatan yang terjadi dalam penelitian. Peneliti

melibatkan diri secara langsung sebagai instrumen, karena dengan melibatkan diri

langsung data yang diperoleh akan lebih bermakna. Kemudian data yang

terkumpul secara totalitas akan memberikan kesatuan konteknya sehingga dapat

dipahami maknanya.

Selain itu, pendekatan kualitatif memiliki karakteristik yang menjadi

kelebihannya tersendiri. Sebagaimana Guba dan Lincoln (Alwasilah,

2006:104-107) bahwa terdapat 14 karakteristik pendekatan kualitatif sebagai berikut :

(30)

lapangan; 8. Desain penelitian mencuat secara alamiah; 9. Hasil penelitian berdasarkan negoisasi; 10. Cara pelaporan kasus; 11. Interpretasi idiografik; 12. Aplikatif tentatif; 13. Batas penelitian ditentukan fokus; dan 14. Kepercayaan dengan kriteria khusus.

Adapun untuk lebih jelasnya tentang karakteristik pendekatan kualitatif

sebagai berikut :

1. Latar alamiah. Secara ontologis suatu objek harus dilihat dalam konteksnya

yang alamiah dan pemisahan anasir-anasirnya akan mengurangi derajat

keutuhan dan makna kesatuan objek itu, sebab makna objek itu tidak identik

dengan jumlah keseluruhan bagian-bagian tadi. Pengamatan juga akan

mempengaruhi apa yang diamati, karena itu untuk mendapatkan pemahaman

yang maksimal keseluruhan objek itu harus diamati.

2. Manusia sebagai instrumen. Peneliti menggunakan dirinya sebagai pengumpul

data utama. Benda-benda lain selain manusia tidak dapat menjadi instrumen

karena tidak akan mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan realitas

yang sesungguhnya. Hanya manusialah yang mampu melakukan interaksi

dengan instrumen atau subyek penelitian tersebut dan memahami kaitan

kenyataan-kenyataan itu.

3. Pemanfaatan pengetahuan non-proporsional. Peneliti naturalistis melegitimasi

penggunaan intuisi, perasaan, firasat dan pengetahuan lain yang tak

terbahaskan selain pengetahuan proporsional, karena pengetahuan jenis

pertama itu banyak dipergunakan dalam proses interaksi antara peneliti dan

responden, yaitu para siswa Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut.

(31)

peneliti memotret nilai-nilai keberagamaan, kepercayaan, dan sikap yang

tersembunyi pada responden.

4. Metode-metode kualitatif. Peneliti memilih metode-metode kualitatif karena

metode-metode inilah yang lebih mudah diadaptasikan dengan realitas yang

beragam dan saling berinteraksi. Keberagamaan dalam penelitian ini

dimaksudkan bahwa dasar dari kepribadian sehat bersifat religi untuk

mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.

5. Sampel purposif. Pemilihan sampel secara purposif atau teoretis disebabkan

peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang dicari demi

mendapatkan realitas yang bervariasi, sehingga segala temuan akan

berlandaskan secara lebih baik karena prosesnya melibatkan kondisi dan nilai

lokal yang semuanya saling mempengaruhi.

6. Analisis data secara induktif. Metode induktif dipilih ketimbang metode

deduktif karena metode ini lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi

realitas yang bervariasi di lapangan, membuat interaksi antara peneliti dan

responden lebih eksplisit tampak dan mudah dilakukan, serta memungkinkan

identifikasi aspek-aspek yang saling mempengaruhi.

7. Teori dilandaskan pada data di lapangan. Para peneliti naturalistis mencari

teori yang muncul dari data. Mereka tidak berangkat dari teori a priori, karena

teori ini tidak akan mampu menjelaskan berbagai temuan (realitas dan nilai)

yang akan dihadapi di lapangan, yaitu beberapa Madrasah Aliyah yang ada di

lingkungan pesantren di Jawa Barat yang dipilih sebagai obyek dalam

(32)

8. Desain penelitian mencuat secara alamiah. Para peneliti memilih desain

penelitian muncul, mencuat, mengalir secara bertahap, bukan dibangun di

awal penelitian. Desain yang muncul merupakan akibat dari fungsi interaksi

antara peneliti dan responden.

9. Hasil penelitian berdasarkan negoisasi. Para peneliti naturalistik ingin

melakukan negoisasi dengan responden, yaitu melakukan tanya jawab dan

wawancara dengan maksud untuk memahami makna dan interpretasi mereka

ihwal data yang memang diperoleh dari mereka.

10.Cara pelaporan kasus. Gaya pelaporan ini lebih cocok ketimbang cara

pelaporan saintifik yang lazim pada penelitian kuantitatif, sebab pelaporan

kasus lebih mudah diadaptasikan terhadap deskripsi realitas di lapangan yang

dihadapi peneliti. Juga mudah diadaptasi untuk menjelaskan hubungan antara

peneliti dengan responden.

11.Interpretasi idiografik. Data yang terkumpul termasuk kesimpulannya akan

disarikan secara idiografik, yaitu secara kasus, khusus dan kontekstual, tidak

secara nomotetis, yakni berdasarkan hukum-hukum generalisasi.

12.Aplikatif tentatif. Peneliti kualitatif kurang berminat ragu-ragu untuk membuat

klaim-klaim aplikasi besar dari temuannya karena realitas yang dihadapinya

bermacam-macam. Setiap temuan adalah hasil interaksi peneliti dengan

responden yang memperhatikan nilai-nilai dan kekhususan lokal yang

mungkin sulit direplikasi dan diduplikasi, jadi memang sulit untuk ditarik

(33)

13.Batas penelitian ditentukan fokus. Ranah teritorial penelitian kualitatif sangat

ditentukan oleh fokus penelitian yang memang mencuat ke permukaan. Fokus

demikian memungkinkan interaksi lebih baik antara peneliti dan responden

pada konteks tertentu. Batas penelitian ini akan sulit ditegaskan tanpa

pengetahuan kontekstual dari fokus penelitian.

14.Kepercayaan dengan kriteria khusus.

Akhir penelitian kualitatif adalah keseluruhan gambaran naratif dan

penafsiran yang holistik dalam menggabungkan seluruh aspek kehidupan

kelompok dan mengilustrasikan kompleksitasnya (McMillan dan Shumacher,

2000:36). Adapun alasan menggunakan pendekatan kualitatif menurut Moleong

(1994:5) yaitu :

1. Menyesuaikan, pendekatan kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, 2. Pendekatan ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden, 3. Pendekatan kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Penelitian kualitatif lebih mudah disesuaikan, dapat menyajikan secara

langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan subyek penelitian, dan lebih

peka untuk menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Kajian penelitian ini, melalui tahapan

sebagai berikut :

1. Peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya.) yang

tepat dan benar; pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau

kecenderungan (orientasi), yaitu mengadakan persiapan sebelum

(34)

penelitian ke Direktur Sekolah Pascasarjana; mempersiapkan alat tulis seperti ;

bal poin, spidol, pinsil, photo/potret, alat perekam, catatan, dan konsep untuk

panduan di lapangan. Tujuan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti untuk

memperoleh izin penelitian dari pimpinan Madrasah Aliyah Darul Arqam

Garut, dan memperoleh gambaran umum tentang situasi dan kondisi sekolah

yang berkaitan dengan pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina

kepribadian sehat.

2. Penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak

(tentang keadaan); penyelidikan; penjajakan (eksplorasi), yaitu peneliti sudah

mendapat gambaran tentang permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan

nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat siswa di Madrasah

Aliyah Darul Arqam Garut mengenai tujuan, program, proses, evaluasi

pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat

terhadap perubahan perilaku siswa di sekolah. Penelitian ini dilakukan melalui

observasi, wawancara yang mendalam dengan (kepala sekolah, wakil kepala

sekolah, guru agama, guru pembina, guru BP/BK, siswa, dan pihak yang

terkait dengan penelitian), dokumentasi, dan studi pustaka atau literatur.

3. Member check, yaitu mengadakan pengecekan ulang tentang data wawancara

kepada obyek penelitian, tentang pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam

membina kepribadian sehat, sehingga dinilai kesesuaiannya, dianalisis, dan

(35)

Adapun untuk menemukan dan pengembangan model pendidikan

nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat di sekolah dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Studi lapangan dan studi pustaka. Hal ini, dimaksudkan untuk memperoleh

data awal dari lapangan sebagai studi pendahuluan, kemudian mengkaji

berbagai teori yang berkaitan dengan permasalahan yang ditemukan di

lapangan penelitian.

2. Terjun ke lapangan atau mengadakan observasi. Hal ini, untuk memperoleh

data tentang pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian

sehat yang meliputi, tujuan, program, proses, dan evaluasi pendidikan

nilai-nilai keberagamaan dalam membina kepribadian sehat terhadap perubahan

perilaku siswa di sekolah.

3. Melakukan analisis data dan pembahasannya. Hal ini, dilakukan guna

mengolah data, menemukan kelebihan dan kekurangan, menyusun

Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina

Kepribadian Sehat (Studi Deskriptif Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah

Darul Arqam Garut).

4. Menemukan hasil, yaitu draft pengembangan model yang diperkirakan dapat

diterapkan di berbagai tingkatan dengan mempertimbangkan situasi dan

kondisi setempat.

Adapun kerangka berpikir sebagai paradigma penelitian yang penulis

(36)

Kerangka Berpikir

Paradigma penelitian yang peneliti lakukan sebagai berikut :

Gambar 3.1

Paradigma Penelitian Pengembangan Model Pendidikan Nilai-nilai

Keberagamaan dalam Membina kepribadian Sehat

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang dimaksudkan di sini adalah pihak-pihak yang

terkait dengan penelitian di Madrasah Aliyah Ma’had Darul Arqam Garut. Namun

subyek tersebut ada yang sifatnya menyeluruh yaitu semua sivitas akademika, ada

pula beberapa orang yang ditentukan melalui observasi awal untuk diwawancarai.

Keutuhan kehidupan sekolah yang melibatkan seluruh warga sekolah itu,

dimaksudkan untuk mengamati kehidupan sekolah secara umum melalui - Tujuan Pendidikan dalam Sisdiknas

- Visi & Misi MA DA Garut

(37)

observasi. Sedangkan subyek yang ditentukan untuk memperoleh informasi

melalui wawancara sebagai berikut :

1. Dua orang kepala sekolah, (ASk & Hk) yang secara struktur hirarkis sekolah

menduduki pimpinan sekolah dengan tataran manajemen sekolah (middle

management).

2. Satu orang wakil kepala sekolah, (ARwk) yang memegang bidang

kepesantrenan dan kurikulum.

3. Tiga orang guru (ARg, NHg, dan Yg) sebagai pengajar guru agama dan satu di

antara mereka (ARg) merangkap jabatan sebagai bidang kesiswaan.

4. Dua orang guru (DSg) dan DHg) sebagai guru BP/BK.

5. Tiga orang guru (RDg), ESg), dan (NHg) sebagai guru pembina dan satu di

antara mereka (NHg) merangkap jabatan sebagai guru agama di Darul Arqam

Garut.

6. Sembilan siswa masing-masing 3 orang (ESs), AIs), RFs) dari kelas X, 3 orang

(AUs), (DMs), (FAs) kelas XI, dan 3 orang (BMs), (CEs), (VDs) kelas XII.

Dari sembilan siswa yang dijadikan subyek penelitian, 6 orang AIs), RFs),

(AUs), (DMs), (BMs), (CEs), yang aktif dalam mengikuti pelajaran agama dan

kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan 3 orang (ESs), (FAs), (VDs), yang

tidak aktif.

Penentuan jumlah tersebut didasarkan atas hasil observasi permulaan yang

dilakukan penulis dan hasil wawancara silang dengan kepala sekolah. Cara

demikian ditujukan agar data yang diperoleh lebih proporsional. Adapun

(38)

perubahan perilaku, ketaatan dalam beribadah, keyakinan dalam keimanan dan

ketakwaan kepada Allah Swt., juga telah memberikan kontribusi data yang cukup

kepada peneliti dalam mengecek kebenaran tentang pembinaan kepribadian sehat

yang dilakukan oleh guru agama, kepala sekolah dan wakilnya, guru BP/BK, dan

pihak yang terkait baik secara kolektif maupun secara individual.

C. Definisi Operasional

Judul lengkap penelitian ini, yakni “Pengembangan Model Pendidikan

Nilai-nilai Keberagamaan dalam Membina Kepribadian Sehat” (Studi Deskriptif

Analitik terhadap Siswa Madrasah Aliyah Darul Arqam Garut). Untuk

menghindari kesalahan dalam pemahaman dan interpretasi terhadap istilah-istilah

yang digunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu peneliti tetapkan definisi

operasional dari beberapa istilah sebagai berikut :

1. Pengembangan

Pengembangan berasal dari kata kembang yang berarti bertambah baik

atau sempurna. Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan

(Departemen Pendidikan Nasional, 2001:538). Sementara Menurut Yusuf

(1995:58) bahwa pengembangan adalah proses atau cara mengembangkan atau

menjadikan sesuatu lebih bertambah sempurna atau lebih baik. Maka yang

dimaksud dengan pengembangan dalam penelitian ini adalah suatu upaya untuk

(39)

2. Model

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu

yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:751).

Adapun menurut Dahlan (1990:20) bahwa model adalah suatu rencana atau pola

yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan

memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun

setting lainnya. Pada garis besarnya model mengajar terbagi ke dalam empat,

yaitu : 1. Model pemrosesan informasi (the informational models), memfokuskan

perhatian kepada aktivitas yang membina keterampilan (skill) dan isi (content)

pengajaran yang disampaikan kepada siswa; 2. Model pribadi (personal models),;

3. Model interaksi (interaksi models),; dan 4. Model perilaku (behavioral models).

Jadi pengembangan model adalah upaya mengembangkan atau

meningkatkan suatu pola yang terencana untuk menghasilkan kualitas maupun

kuantitas yang lebih maju atau lebih baik.

3. Pendidikan Nilai-nilai Keberagamaan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 1).

Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

(40)

pandangan Tafsir (2006:50) bahwa nilai adalah harga. Sesuatu barang bernilai

tinggi karena barang itu “harganya tinggi. Secara garis besarnya nilai hanya ada

tiga macam yaitu : “Nilai benar-salah, nilai baik-buruk, dan nilai indah tidak

indah.” Nilai benar-salah menggunakan kriteria benar atau salah dalam

menetapkan nilai. Nilai ini digunakan dalam ilmu sain, semua filsafat kecuali

etika mazhab tertentu. Nilai baik-buruk menggunakan kriteria baik atau buruk

dalam menetapkan nilai, nilai ini digunakan dalam etika dan sebangsanya. Nilai

indah-tidak indah adalah kriteria yang digunakan untuk menetapkan nilai seni,

baik seni gerak, seni suara, seni lukis maupun seni pahat. Maka, Pendidikan Nilai

yaitu pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai

kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat

dan pembiasaan bertindak yang konsisten (Mulyana, 2004:119). Adapun

keberagamaan yaitu perihal beragama dalam beribadat; sedangkan agama ialah

ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan), peribadatan

kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan

manusia dan manusia serta lingkungannya (Departemen Pendidikan Nasional,

2001:12). Jadi pendidikan nilai-nilai keberagamaan yang dimaksud dalam

penelitian ini yaitu kegiatan menanamkan nilai-nilai kepada siswa melalui nilai

tauhid, iman, Islam, ihsan, takwa, ikhlas, tawakkal, syukur, dan sabar.

4. Membina Kepribadian Sehat

Membina adalah mengusahakan supaya lebih baik, maju, sempurna, dan

sebagainya (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:152). Maksudnya membina

(41)

kebiasaan, bertingkah laku secara halus yang disadari oleh keimanan dan

ketakwaannya kepada Allah Swt. Sementara kepribadian sehat adalah seseorang

yang dinilai mampu meyesuaikan diri dengan lingkungannya, hidupnya tenang,

selaras dengan dunia luar dan di dalam dirinya sendiri, tanpa perasaan bersalah,

gelisah, permusuhan dan tidak merusak diri dan orang lain, serta mampu

memenuhi kebutuhannya melalui tingkah laku yang sesuai dengan norma sosial

dan suara hatinya (Hurlock, 1974:432).

Kondisi kepribadian sehat menurut Najati (2005:379) mengistilahkan

dengan kepribadian normal menurut Islam ialah kepribadian yang berimbang

antara tubuh dan roh serta memuaskan kebutuhan-kebutuhan, baik untuk tubuh

maupun roh. Kepribadian normal adalah memperhatikan tubuh, kesehatan tubuh,

dan kekuatan tubuh serta memuaskan kebutuhan-kebutuhannya dalam batas-batas

yang telah digariskan syariat. Dalam waktu yang bersamaan, juga berpegang

teguh pada keimanan kepada Allah Swt., menunaikan peribadahan, menjalankan

segala apa yang diridhai-Nya dan menghindari semua hal yang dapat mengundang

murka-Nya. Jadi, pribadi yang dikendalikan hawa nafsu dan syahwatnya adalah

pribadi yang normal atau sehat. Faktor utama dalam penilaian suatu kepribadian,

dalam pandangan Al-Quran, adalah akidah dan ketakwaan, sesuai dengan firman

Allah dalam Q. S. Al-Hujuraat/49:13 yang artinya: “...Sungguh, yang paling mulia

di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah

Maha Mengetahui dan Mahateliti.”

Adapun orang yang memiliki karakteristik kepribadian sehat menurut

(42)

a. Menilai diri secara realistik (Realistik self-appraisals), b. Menilai situasi secara realistik (realistic appraisal of situation), c. Menilai prestasi secara realistik (realistic evaluation of achievements), d. Menerima tanggung jawab (acceptance of responsibility), e. Mandiri (otonomy), f. Berorientasi pada tujuan (goal orientation), g. Berorientasi keluar (outer orientation), h. Dukungan sosial (social acceptance), i. Memiliki filsafat hidup yang terarah, dan j. Kebahagiaan (happiness).

Jadi yang dimaksud dengan penelitian ini dapat dirumuskan indikator yang

akan menjadi dasar kategori penelitian sebagai berikut : 1) Tujuan pendidikan

dalam membina kepribadian sehat siswa di sekolah; 2) Program kegiatan yang

dijadikan kebijakan oleh guru agama dalam membina kepribadian sehat di

sekolah; 3) Proses pendidikan yang dilakukan guru agama dalam membina

kepribadian sehat siswa di sekolah; 4) Evaluasi pendidikan nilai-nilai

keberagamaan dalam membina kepribadian sehat terhadap perubahan perilaku

siswa di sekolah.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, manusia sebagai instrumen penelitian pertama.

Peneliti melibatkan diri secara langsung sebagai instrumen, karena dengan

melibatkan diri langsung data yang diperoleh akan lebih bermakna. Nasution

(1992:9) mengemukakan peneliti merencanakan pelaksanaan pengumpulan data,

baik melalui pengamatan, wawancara, studi dokumentasi, studi pustaka,

menganalisis, menafsirkan data maupun melaporkan penelitian. Hal ini

disebabkan karena peneliti sebagai instrumen menurut Nasution (1988:56)

mempunyai ciri-ciri yaitu :

(43)

dan dapat mengumpulkan anekaragam data sekaligus. 3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan, tidak ada instrumen berupa test atau angket yang dapat mengangkat keseluruhan situasi kecuali manusia. Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memahami situasi dalam berbagai seluk-beluknya. 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. 5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. 6. Manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan.

Kemudian yang di maksud peneliti sebagai pembaca situasi adalah

peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi

yang berkaitan dengan proses pendidikan nilai-nilai keberagamaan dalam

membina kepribadian sehat siswa selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat

digali maknanya. Dilengkapi oleh Moleong (2007:169-172) mengemukakan

bahwa manusia sebagai instrumen memiliki kelebihan antara lain :

1. Responsif; 2. Dapat menyesuaikan diri; 3. Menekankan kebutuhan; 4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan; 5. Memproses data secepatnya; 6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan; 7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons

yang tidak lazim dan idiosinkrasi (kelainan yang khas pada seseorang).

Adapun uraian lebih jelas tentang kelebihan instrumen sebagai berikut :

1. Responsif. Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan

terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia, ia

bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Ia tidak hanya responsif

terhadap tanda-tanda, tetapi juga ia menyediakan tanda-tanda kepada

orang-orang. Tanda-tanda yang diberikannya biasanya dimaksudkan untuk secara

sadar berinteraksi dengan konteks yang ia berusaha memahaminya. Ia responsif

karena menyadari perlunya merasakan dimensi-dimensi konteks dan berusaha

(44)

2. Dapat menyesuaikan diri. Manusia sebagai instrumen hampir tidak terbatas

dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Manusia

sebagai peneliti dapat melakukan tugas pengumpulan data sekaligus.

3. Menekankan kebutuhan. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan imajinasi

dan kreativitasnya dan memandang dunia sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai

konteks yang berkesinambungan di mana mereka memandang dirinya dan

kehidupannya sebagai suatu yang riil, benar dan mempunyai arti. Pandangan

yang menekankan keutuhan ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk

memandang konteksnya, di mana ada dunia nyata bagi subyek dan responden

juga memberikan suasana, keadaan dan perasaan tertentu. Peneliti

berkepentingan dengan konteks dalam keadaan utuh untuk setiap kesempatan.

4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki oleh

peneliti sebelum melakukan penelitian menjadi dasar-dasar yang

membimbingnya dalam melakukan penelitian. Dalam praktiknya, peneliti

memperluas dan meningkatkan pengetahuannya berdasarkan

pengalaman-pengalaman praktisnya. Kemampuan memperluas pengetahuannya juga

diperoleh melalui praktik pengalaman lapangan dengan jalan memperluas

kesadaran situasi sampai pada dirinya terwujud keinginan-keinginan tak sadar

melebihi pengetahuan yang ada dalam dirinya, sehingga pengumpulan data

dalam proses penelitian menjadi lebih dalam dan lebih kaya.

5. Memproses data secepatnya. Kemampuan lain yang ada pada diri manusia

sebagai instrumen adalah memproses data secepatnya setelah diperolehnya,

(45)

membawa peneliti untuk mengadakan pengamatan dan wawancara yang lebih

mendalam lagi dalam proses pengumpulan data.

6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan.

Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan lainnya yaitu kemampuan

untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subyek atau responden.

Sering hal itu terjadi apabila informasi yang diberikan oleh subyek sudah

berubah, secepatnya peneliti akan mengetahui, kemudian ia berusaha menggali

lebih dalam lagi apa yang melatarbelakangi perubahan itu. Kemampuan lainnya

yang ada pada peneliti adalah kemampuan mengikhtisarkan informasi yang

begitu banyak diceritakan oleh responden dalam wawancara. Kemampuan

mengikhtisarkan itu digunakannya ketika suatu wawancara berlangsung.

7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan

idiosinkrasi. Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk

menggali informasi yang lain, tidak direncanakan semula, tidak diduga terlebih

dahulu, atau yang tidak lazim terjadi. Kemampuan peneliti bukan menghindari

melainkan justru mencari dan berusaha menggalinya lebih dalam. Kemampuan

demikian tidak ada tandingannya dalam penelitian mana pun dan sangat

bermanfaat bagi penemuan ilmu pengetahuan baru.

E. Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen yang dilakukan oleh peneliti dengan

membuat kisi-kisi pengumpulan data, pedoman observasi, dan pedoman

wawancara agar ketika pelaksanaanya tidak salah arah, tetapi harus fokus atau

(46)

mendalam, baik yang tersenbunyi maupun aktual seperti di bawah ini : (Terlampir

pada Tabel 3.1, Tabel 3.2, dan Tabel 3.3) halaman 311.

E. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data dengan

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antaranya : Observasi,

wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. Adapun penjelasan dari teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi merupakan alat yang sangat tepat dibutuhkan dalam penelitian

kualitatif. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui observasi adalah adanya

pengalaman yang mendalam, di mana peneliti berhubungan secara langsung

dengan subyek penelitian. Secara intensif teknik observasi ini, digunakan untuk

memperoleh data mengenai pendidikan nilai-nilai keberagamaan yang dilakukan

oleh guru agama dalam membina kepribadian sehat siswa di sekolah atau lokasi

penelitian. Observasi ini, dilakukan pada akhir bulan Februari 2009 melalui

berbagai aktivitas, baik untuk program kurikuler maupun ekstrakurikuler. Data

yang diobservasi ditujukan untuk mencari proses pembinaan kepribadian sehat

yang dilakukan guru agama dalam mengisi kegiatan keagamaan, baik dalam

konteks hubungan personal, interaksi secara interpersonal dengan masyarakat

sekolah, maupun dalam bentuk ucapan dan tindakan yang mengandung nilai-nilai

religius Islami.

Jenis observasi yang digunakan adalah observasi non sistematis, yakni

(47)

oleh guru agama dan siswa tetapi pengamatan dilakukan secara spontan dengan

cara mengamati apa adanya pada saat guru agama melakukan

Gambar

Gambar 3.2 Analisis Data Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar tenaga medis dan paramedis memotivasi anggota keluarga penderita hipertensi sebagai motivator minum obat, melakukan studi khasiat

terjadi pada BRISyariah KCP Purbalingga, dimana terdapat sekitar 3 sampai 5 nasabah yang menggunakan dana tidak sesuai dengan Daftar Rencana Pembiayaan (DRP) atau

Nilai konsistensi di bawah 0,10 yaitu (-0,71340) sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan usaha mikro kecil... Penentuan Usaha Mikro Kecil Prioritas dengan Tujuan

Selama kerja praktek penulis melaksanakan aktivitas seperti dimulai dengan apel pagi, kerja (membuat sistem, mengetik, liputan, dan lainnya). Pada 2 hari awal

5.2.3 Menerbitkan rumus hasil tambah n sebutan pertama, Sn, bagi janjang geometri, dan seterusnya menggunakan rumus tersebut dalam pelbagai situasi. 5.2.4 Menentukan hasil

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia adalah merupakan salah satu media yang sangat berperan penting dalam menyampaikan informasi, penyambung aspirasi masyarakat,

17 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain yang melaporkan gejala klinis yang muncul karena hipotiroid seperti yang dirangkum di instrumen skrining hipotiroid

Jaringan Komputer adalah sekelompok komputer otonom yang saling berhubungan antara satu komputer dengan lainnya menggunakan protokol komunikasi melalui media