• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar studi politik andrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengantar studi politik andrik"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

i

(2)

commit to user ii

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002

Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3)

iii

Andrik Purwasito

PENGANTAR STUDI POLITIK

(4)

commit to user iv

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Andrik Purwasito

Pengantar Studi Politik . Cetakan 1 . Surakarta . UNS Press . 2011 ix + 223 hal; 24,5 cm

PENGANTAR STUDI POLITIK

Hak Cipta© Andrik Purwasito 2011

Penulis

Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA

Ilustrasi Sampul

UPT UNS Press

Penerbit & Percetakan

UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126 Telp. 0271-646994 Psw. 341

Website : www.unspress.uns.ac.id Email : unspress@uns.ac.id

Cetakan 1, Oktober 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

All Right Reserved

(5)

v

KATA PENGANTAR

Buku Pengantar studi politik yang ada di tangan Pembaca hadir di tengah-tengah membanjirnya informasi yang sangat beragam dan tak terbilang jumlahnya, di media massa, jurnal, surat kabar terutama

melalui internet. Kebebasan sumber meng-upload pemikiran dan

gagasan apapun ke internet tanpa melalui sensor yang ketat, bahkan tanpa perlindungan hukum. Dengan banjirnya informasi tersebut, pengguna mempunyai kebebasan pula untuk memilih informasi kredibel dan memadai.

Namun bagi mahasiwa yang ingin mencari rujukan dari internet memang harus lebih ekstra hati-hati karena bisa saja memperoleh informasi yang kurang sempurna bahkan menyesatkan. Beberapa tips yang dapat digunakan untuk mengenali kualitas informasi adalah mengenali lebih baik tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap informasi tersebut, apakah informasi itu merupakan hasil penelitian ilmiah atau hanya sekedar opini atau ungkapan gagasan yang

sembarangan. Dalam hal ini, mengetahui track record dan kredibilitas

penulis adalah salah satu cara yang bijak agar memperoleh informasi yang dibutuhkan secara lebih akurat.

Buku pengantar studi politik ini hadir dengan harapan dapat memberikan informasi tambahan demi pengkayaan terhadap berbagai sumber yang sudah ada tentang studi politik. Mengingat ruang lingkup Ilmu Politik sangat luas, dalam hal ini penulis memfokuskan kajian politik

secara elementer yaitu studi politik sebagai relasi antara State (Negara)

dan People (Rakyat) dengan segala konsekuensinya

(6)

commit to user vi

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

Bagian 1 Apakah Studi Politik ... 1

Bagian 2 Cara Pandang dan Pendekatan dalam Studi Politik... 3

Bagian 3 Metodologi Studi Politik ... 11

Bagian 4 Unit Analisis dalam Studi Politik ... 13

Bagian 5 Kerangka Acuan Studi Politik ... 15

BAB II WARGANEGARA ... 21

Bagian 1 Manusia Sebagai Aktor Politik ... 21

Ambisi Pribadi dan Keuntungan ... 24

Warganegara dan Kekuasaan... 29

Elite dan Massa ... 31

Kontrak Sosial Warganegara ... 34

Bagian 2 Politik Sebagai Alat Perjuangan ... 36

Rekruitmen Politik ... 37

Legitimasi ... 40

Distribusi Kekuasaan ... 42

Hegemoni ... 44

Bagian 3 Aliran-Aliran Dalam Politik ... 46

Komunisme ... 47

Liberalisme ... 50

Kapitalisme ... 52

Nasionalisme ... 54

Sosialisme ... 57

Bagian 4 Tuntutan dan Dukungan Politik ... 58

Metoda Input NGO (Non Government Organi-zation) ... 58

Metoda Input NGO ... 61

Metoda Input Mahasiswa ... 63

(7)

vii

Metoda Input Pressure Group ... 68

BAB III NEGARA KEBANGSAAN ... 73

Bagian 1 Negara Sebagai Arena Perjuangan Politik ... 73

Definisi Negara ... 73

Bagian 3 Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan ... 89

A. Bentuk dan Sistem Pemerintahan Otoriter ... 89

Feodalisme ... 89

Monarkhi Absolut ... 92

Totalitarianisme ... 95

Fasisme ... 96

B. Bentuk dan Sistem Pemerintahan Demo-kratis ... 98

Republik Demokrasi ... 98

Monarkhi Konstitusional ... 100

Sistem Presidensial ... 102

Sistem Parlementer ... 103

Kebaikan dan Kelemahan Trias Politika ... 109

B. Lembaga Negara Independen ... 112

KPU, Komisi Pemilihan Umum ... 113

KIP, Komisi Informasi Publik ... 115

KPI, Komisi Penyiaran Indonesia ... 116

(8)

commit to user viii

KY, Komisi Yudisial dan MK, Mahkamah

Konstitusi ... 121

KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi ... 123

Bagian 5 Saluran Politik Dalam Negara ... 124

A. Partai Politik ... 124

Tugas-tugas Parlementer ... 124

Fungsi Partai Politik ... 125

Komunikasi Politik ... 134

Artikulasi dan Agregasi Kepentingan ... 135

B. Pemilihan Umum di Indonesia ... 136

Pemilihan Umum dan Saluran Politik Rakyat 139 Mengapa Pemilu ... 141

Media Massa sebagai Saluran Politik ... 151

Saluran Politik ... 151

Pilihan Utama ... 153

Referendum sebagai Suara Rakyat ... 154

Membangun Kemitraan ... 156

Bagian 6 Proses Pengambilan Keputusan Politik ... 159

Definisi ... 159

Tujuan Pembuatan Keputusan ... 160

Optimalisasi berdasar Pendekatan ... 161

Strategi Pengambilan Keputusan ... 162

Model Rasionalitas Sempurna ... 162

Model Rasionalitas Terbatas ... 163

Model Rasionalitas Inkrementalisme ... 164

Model Campuran Rasional dan Inkrementasi 165 Model Eksperimental ... 165

Pembuatan Keputusan sebagai Proses Politik.... 166

Efektivitas ... 169

BAB IV GOOD GOVERNANCE ... 171

Bagian 1 Sistem Pemerintahan Demokratis ... 171

Standar ... 172

(9)

ix

Supreme of laws ... 177

Pemerintah sebagai Pengemudi Negara ... 179

Fungsi Pemerintah ... 179

Aparatur Negara ... 182

Pengawasan ... 187

Bagian 2 HAM, Penjaga Keamanan Sipil dan Pertahanan Negara ... 192

Hak-hak Asasi Manusia ... 192

Masyarakat Sipil (Civil Society) ... 198

Kepolisian Negara ... 199

Angkatan Bersenjata ... 202

Supremasi Sipil atas Militer ... 202

Dari ABRI ke TNI... 205

Runtuhnya Dwi-Fungsi ... 208

Bagian 3 Politik Luar Negeri dan Integrasi Nasional ... 209

Tujuan Nasional ... 210

Diplomasi ... 211

Kaitan Diplomasi dan Perang ... 214

Tugas Diplomasi ... 215

Balance of Power ... 217

(10)

commit to user suatu kegiatan manusia dalam hubungannya dengan persoalan kenegaraan. Sebutan politik, pertama menunjuk pada persoalan kesejahteraan rakyat dan kedua politik menunjuk pada perilaku Pemerintah yang menjalankan kekuasaan untuk memerintah yang diberikan oleh rakyat. Rakyat disebut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi karena memberikan mandat kepada Pemerintah untuk menjalankan kebijakan Negara demi kebaikan seluruh warga negara. Dengan kata lain, studi politik mengkaji persoalan kekuasaan yang diberikan Rakyat kepada Pemerintah dengan segala konsekuensinya.

Dengan definisi tersebut di atas, focus of interest studi politik mengkonsentrasikan diri pada studi tentang relasi Pemerintahan dan Rakyat. Sedangkan scope of intersest ilmu politik sendiri berbicara dari persoalan filsafat politik, teori politik, ide-ide politik, aliran/kekuatan politik, politik luar negeri, perbandingan sistem politik, kebijakan publik, sejarah politik, sampai persoalan birokrasi, organisasi dan administrasi politik, hubungan internasional dan hukum internasional.

Setiap ilmuan dalam mengkaji politik mempunyai titik tolak yang berbeda-beda. Sebagian ilmuan menekankan pada efektivitas aktor politik dalam menjalankan amanat Rakyat, seperti implementasi kebijakan politik yang menguntungkan Rakyat, implementasi dan penegakkan hukum sebagian yang lain menekankan pada kerja lembaga politik sebagai representasi atau penerima mandat, organisasi politik yang mendukung sistem politik, partisipasi politik rakyat. Sepanjang sejarah studi politik memfokuskan pada relasi pemegang kuasa (yang memerintah) dengah Rakyat sebagai yang dikenai kekuasaan.

Pokok-pokok pikiran filsafat politik yang ditulis oleh Aristoteles yang juga dikenal sebagai "The Father of Political Science" (384–322 BC) menulis buku “Ethics” dan “Politics” sedangkan Plato (427– 347 BC ) menulis tentang “Republic” dan “Laws.” Semangat kedua filosof tersebut adalah mengkaji politik dengan pendekatan kesejahteraan rakyat, yaitu bagaimana Negara dan Rakyat seharusnya bertindak bagi kebaikan dunia. Sebagai referensi, kedua buku tersebut memberikan informasi yang cukup baik dalam kita memahami apa dan mengapa manusia melakukan aktivitas politik. Dari sana kita memperoleh gambaran tentang cara-cara yang seharusnya dilakukan warga negara dalam berpolitik. Selain itu, norma dan nilai yang bagaimana yang dianggap baik dan benar dilakukan oleh pejabat politik, dan tindakan apa yang buruk dan dilarang dalam menjalankan politik. Kedua buku dimaksud juga menjelaskan tentang syarat-sayarat menjadi Penguasa agar mereka berperilaku baik. Perilaku yang baik adalah penguasa yang menjalankan amanah rakyat yang bertugas demi kesejahteraan umum, sedangkan perilaku yang bruruk adala mereka yang menjalankan politik dengan cara korup, menggunakan kekuasaan demi statusquo, kepentingan pribadi dan kelompok kroni-kroninya.

(11)

sosial, budaya, politik dan termasuk soal kepuasan masyarakat atas kebijakan Pemerintah selaku pengemban mandat politik rakyat.

Politik terus saja dikaji dan dikembangkan oleh filosof suksesor, seperti filosof Saint Thomas Aquinas, Thomas Hobbes, John Stuart Mill, John Locke, Karl Marx, Hegel, Nicolo Machiavelli, Bertrand Russel, sampai Jurgen Habermas, yang memberikan referensi kepada kita tentang perkembangan ilmu politik dengan kritik, pendekatan dan teori mereka masing-masing.

Dari para filosof ilmu politik di atas, agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa kunci mempelajari politik adalah bagaimana Negara terus menerus menjamin kelangsungan hidup (survive) warganegara. Dengan kepemilikan kekuasaan mengatur dan mengendalikan, Negara mempertahankan hak milik, menegakkan hukum demi keadilan. Studi politik pada abad ke 20 lebih banyak studi kritik terhadap perilaku Pemerintah dalam mengelola kekuasaan dan sebab-sebab Rakyat lemah berhadapan dengan Kekuasaan. Studi politik juga diarahkan untuk sampai pada hasil solutif, yaitu yang mencari jalan keluar dari persoalan yang menghambat dalam sistem politik. Sehingga, studi politik harus berujung pada suatu problems solving atas berbagai anomali (penyimpangan) politik untuk mencapai kualitas tertinggi kesejahteraan rakyat yang didamba-dambakan. Misalnya, studi politik yang menghasilkan sebuah model resolusi konflik atas persoalan krusial di masyarakat yang menghambat pertumbuhan Negara Kebangsaan, termasuk relasinya dengan Negara-negara lain dalam sistem global.

Bagian 2

Cara Pandang dan Pendekatan dalam Studi Politik

Dalam studi politik terdapat beberapa cara pandang, antara lain dua cara pandang yang berbeda bahkan saling bertentangan. Pertama adalah cara pandang kajian politik secara idealis yang memandang

politik sebagai suatu aktivitas manusia yang luhur. Karena pada dasarnya dalam berpolitik selalu ada kemauan baik (idealisme) untuk dijalankan secara etis, santun, visioner dan mengutamakan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Dalam cara pandang ini, membicarakan persoalan politik bertolak dari persoalan etika dan moral politik, yang mengedepankan apa yang seharusnya dilakukan oleh aktor politik sejalan dengan prinsip dasar moralitas, nilai adiluhung dan norma kebaikan yang dijadikan kaidah dan pedoman dalam kehidupan berpolitik.

Centaur

Cara pandang kedua adalah kajian politik yang bersifat realis, yang memandang bahwa dalam

(12)

commit to user

Warga negara adalah individu-individu yang menghuni suatu wilayah. Aktivitas individu, berpikir, bekerjasama, berkelompok dan berorganisasi merupakan cikal-bakal terbentuknya suatu masyarakat. Mereka menyusun tata hubungan yang berupa norma dan nilai, yang telah mereka sekapakati bersama sebagai pedoman dalam hubungan antar mereka, sehingga menciptakan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan, termasuk norma dan nilai-nilai politik.

Politik adalah salah satu aktivitas warga negara untuk menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Negara sebagai organisasi regulator mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka menjamin kesejahteraan warga negaranya. Politik dalam pengertian yang lebih khusus, yang digunakan dalam buku ini mengambi definisi dari Harold D. Laswell yang mengatakan bahwa

politics is who get what when and how (siapa mencari apa, kapan dan bagaimana caranya). Dalam hal ini, pelaku politik adalah warga negara dalam suatu wilayah yurisdiksi nasional. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban dalam politik. Warga negara sebagai aktor politik atau sebagai individu atau secara berkelompok atau tergabung dalam institusi (who) bersama-sama atau sendiri berjuang untuk mendapatkan kekuasaan (get what) dan kekuasaan yang diperoleh tersebut dilalui dengan mengikuti rule of the game atau aturan main (how) yang disepakati dalam sistem politik yang dianutnya dengan dipayungi oleh undang-undang dan ketentuan peraturan lainnya. Maka tidak mengherankan apabila manusia tidak ubahnya binatang politik yang mengumbar nafsu politiknya demi kekuasaan dan kekuasaan.

Politik mengatur hak dan kewajiban serta kebebasan bagi setiap warga negara yang dituangkan dalam bentuk peraturan dan dengan undang-undang. Mereka melakukan politik secara sendiri ataupun secara berkelompok, secara alamiah mempunyai tujuan yang pasti yaitu mendapatkan kekuasan (power). Dengan power seseorang mempunyai hak-hak istimewa yang tidak dimiliki oleh warga negara biasa.

Dalam proses memperoleh memperoleh kekuasaan, setiap warga negara biasanya berusaha semaksimal mungkin dalam menghadapi kompetisi politik. Biasanya usaha politik dibarengi dengan penggunaan harta benda terutama untuk mempengaruhi sikap politik rakyat. Jarang sekali dalam kompetisi politik dilakukan secara sehat, jujur, bersih dan tanpa kekerasan. Politik penuh dengan intrik politik, tindakan illegal yang ditempuh dengan cara-cara yang seolah-olah sah. Bahkan banyak politisi yang nekad dengan merebut kekuasaan secara paksa (coup d’etat). Dengan demikian, aktivitas politik pada umumnya hanya berisi tentang usaha warga negara mencari kekuasaan, untuk mempertahankan kekuasaan dan merebut kekuasaan. Dalam politik ketika kepentingan berbeda maka kawan akan menjadi musuh, tetapi musuh akan menjadi kawan apabila punya kepentingan yang sama. Demikianlah kekuasaan memang pada dasarnya harus dipertebutkan.

Penjelasan tersebut di atas menegaskan bahwa pada dasarnya studi politik adalah semua aktivitas atau kegiatan ilmiah yang mengkaji bidang pencarian kekuasaan, memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan serta cara-cara melanggengkan kekuasaan. Inilah mengapa “politik” sering disebut sebagai

(13)

Persoalan yang paling mendasar adalah persoalan mengapa orang berambisi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, pada hal kekuasaan tersebut membutuhkan kompetensi, kredibilitas, akseptabilitas, pembiayaan, waktu, dan sarana? Jawabannya sederhana, karena kekuasaan identik dengan hak-hak istimewa sebagai warga-negara. Selama ini anggapan masyarakat menunjukkan bahwa kekuasan memberikan berbagai keuntungan yang melimpah, banjir fasilitas dan kemewahan. Kekuasaan diibaratkan sebagai “sorga dunia,” bahkan tidak jarang penguasa memposisikan diri sebagai Tuhan di Bumi, seperti Firaun, atau para Raja sering direpresentasikan sebagai Wakil Tuhan di Dunia, yang mempunyai kekuasaan tanpa batas.

Oleh karena kekuasaan itu identik dengan profit bahkan keuntungannya melebihi orang yang menjalankan bisnis, maka politik tidak ubahnya mesin seperti mesin pengeruk keuntungan finansial ataupun keuntungan-kuntungan sosial dan spiritual lainnya. Dalam khasanah Jawa profit tersebut ditunjukkan melalui kepemilikan kesaktian yang baru. Kesaktian dalam masyarakat Jawa meliputi berbagai elemen kekuatan (baik wadagi maupun tankasat mata). Yang bersifat wadagi adalah kekuatan fisik yang bersumber dari kekuatan diri karena rajin bersamadi (bertapa), berdzikir, sehingga memperoleh kekuatan spiritual yang khusus.

Kesaktian juga tercermin dalam kharisma diri yang diperkuat oleh pengakuan orang lain. Kesaktian juga ditandai dengan melekatnya atribut berupa pangkat, yakni kedudukan atau posisi sosial tertentu yang diperoleh melalui perjuangan politik tertentu, atau posisi seseorang yang berasal dari pemberian orang lain yang disebut derajat. Pangkat dan derajat menjadi idaman setiap insan yang berpikiran progresif karena memang adanya perolehan profit dan hak-hak istimewa yang akan dinikmatinya. Kesaktian tersebut ditunjukkan lewat wewenang memerintah, kewenangan menyusun dan menggunakan anggaran belanja negara, serta penggunaan berbagai fasilitas gratis lain.

Kekuasaan secara otomatis memposisikan seseorang pada derajat atau status yang khusus, yang mempunyai efek positif sebagai prestise. Prestise menjadi bagian penting dalam politik, karena ini menyangkut persoalan dignity (martabat atau harga diri seseorang). Orang belum mempunyai martabat yang baik, meskipun secara materi melimpah, belum terpuaskan apabila belum memperoleh prestise tertentu yang diterimanya, seperti penghormatan dan perlakuan-perlakuan istimewa dari rakuat untuk mereka. Seorang pengusaha yang sukses dengan penghasilan yang tinggi ingin menjadi dosen dengan gaji yang kecil, karena prestise profesi sebagai dosen (guru). Di dalam masyarakat Jawa, kedudukan Guru, Mantri Kesehatan, Dokter dan Dosen dianggap mempunyai prestise yang lebih tinggi dibandingkan dengan politisi atau profesi pengusaha. Realitas politik yang ada menunjukkan bahwa kehidupan politik dianggap masyarakat sebagai profesi yang kotor. Oleh sebab itu, tak heran kalau penghargaan atas prestise Guru ditandai dengan ungkapan yang indah, “pahlawan tanpa tanda jasa.”

Kesimpulannya kekuasaan tidak ubahnya ‘mahkota raja” atau “piala” yang jadi ajang perburuan manusia. Selain iming-iming pangkat, derajat dansemat (kekayaan), akumulasi kekuasaan dapat membuat seseorang kebal hukum, bahkan yang menggiurkan adalah mampu melipatgandakan kekayaan.

(14)

commit to user

Kata ‘negara’ sama dengan “Staat” dalam bahasa Jerman atau “state’ dalam bahasa Inggris dan

Etat dalam bahasa Prancis, yang diambil dari bahasa latin status yang berarti kondisi. Di zaman Romawi, status digunakan untuk mendiskripsikan kedudukan seseorang di depan hukum Romawi atau kata yang digunakan intelektual Romawi, Cicero guna menyebut kondisi benda publik (status rei publicae).

Kata state dan estate adalah dua hal yang berbeda tetapi digunakan untuk menyebut arti yang sama. State dipopulerkan oleh Machiavelli dalam karya masterpiecenya The Prince, artinya menunjuk pada Negara dengan segala kekuasaanya. Dalam pengertian modern, state dipakai untuk menyebut Negara yang di dalamnya terdapat organisasi pemerintahan yang berkuasa dan rakyat sebagai pihak yang diperintah. Sebutan yang lebih tegas pengertian digunakan Nation-State (Negara Kebangsaan).

Penjelasan di atas mengandung dua pengertian.51 Pertama, Negara untuk menyebut kondisi masyarakat atau wilayah yang terikat dalam satu kesatuan politis. Misalnya, India, Korea Selatan, atau Brasilia, Indonesia merupakan Negara. Kedua, Negara adalah lembaga atau organisasi Pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang mengatur, mengendalikan dan menguasai wilayah tertentu. Misalnya pulau-pulau Nusantara merupakan satu kesatuan Negara Indonesia (“negara” dalam arti pertama) sekaligus bangsa Indonesia yang berada dalam wilayah tersebut terikat secara hukum menjadi satu negara ( dalam arti kedua).

Begitu pula Malaya, Sarawak, dan Sabah merupakan satu negara, karena ‘mempunyai’ satu lembaga negara yang mengikat mereka untuk tujuan yang sama. Sedangkan suku-suku Papua di Irian atau bangsa Kurdi di Timur Tengah tidak merupakan negara karena tidak berada di bawah satu lembaga pemerintahan.

Negara menurut Hegel dalam The Philosophy of Right memegang monopoli untuk menentukan apa yang benar dan salah mengenai hakikat negara, menentukan apa yang moral dan yang bukan moral, serta apa yang baik dan apa yang destruktif. Dalam contohnya, negaralah yang memberikan kepercayaan pada seorang profesor untuk mengajarkan filsafat, dan negara juga berhak membatalkannya, yang berarti mencabut wewenang seseorang untuk mengajarkan pandangan tertentu di perguruan tinggi negara. Dalam sistem Hegel, Idee adalah kenyataan atau realitas. Negara adalah ide yang tertinggi, realitas tertinggi. Negara adalah wujud langkah Tuhan di dunia : “The march of God in the world, that is what the state is.”

Negara menurut Aristoteles (seorang filsuf Yunani, 384 – 322 SM) adalah suatu persekutuan hidup politik yang dalam bahasa Yunani disebut HEKOINONIA POLITIKE52 Menurut Roger H. Soulton :

51Quinton, dalam Frans Magnis Suseno, Etika Pokitik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia,

Jakarta, 2001, p. 170.

(15)

“Negara adalah alat (agency) yang mempunyai wewenang (authority) mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat “ (The state is an agency or authority managing or controlling these common affairs on behalf of and in the name of the community).53

Oleh sebab itu, kata state dan government merupakan dua istilah dengan pengertian yang berbeda, yang terkadang digunakan oleh penutut untuk menyebut hal yang sama. Pemerintah adalah pemegang kuasa, berisi institusi, pejabat tinggi Negara dan kelompok birokrasi yang menjalankan kekuasaan. Sedangkan Negara (state) adalah penyebutan untuk keseluruhan komponen dalam masyarakat, baik organisasi, kelompok, golongan maupun individu, apakah mereka mempunyai kedudukan sebagai pejabat tinggi Negara seperti Presiden, golongan swasta Pengusaha, Intelektual, Organisasi non-pemerintah, para Tokoh agama, keluarga, golongan swasta, maupun mereka yang hidup dalam kemiskinan seperti pengangguran dan para pengemis yang hidup di jalanan.

Asal-usul Negara

Masalah asal-mula negara adalah salah satu persoalan ilmu politik yang rumit dan sulit. Rumit karena masalah menyangkut genetika negara. Sulit karena di saat-saat negara yang pertama dibentuk, belum terdapat bukti-bukti yang meyakinkan apakah negara (polis) sudah termasuk katagori negara. Maka beberapa teori diajukan untuk menyusuri jejak asal mula negara. Meskipun bercorak spekulatif dan abstrak tetapi usaha itu banyak memberi inspirasi bagi ilmuan dan wahana permenung dan pemikiran-pemikiran teoritis deduktif dari pada uraian-uraian yang bersifat empiris induktif.

Di bawah ini akan diuraikan mengenai beberapa teori yang diajukan oleh beberapa pemikir tentang asal-asul “Negara” yang dapat digolongkan dalam dua aliran besar. Aliran pertama teori-teori tersebut bersifat spekulatif dan teori-teori yang kedua adalah teori-teori yangberlandaskan historis atau disebut juga, sesuai dengan ciri-khasnya yang evolutif disebut teori-teori evolusionistis. Teori-teori spekulatif berupa teori perjanjian masyarakat, teori teokratis, teori kekuatan, teori patriarkal serta teori matriarkal, teori organis, teori daluwarsa, teori naturalis dan teori-teori yang bersifat idealistis.54

1. Teori Natural

Natural theory atau disebut teori yang bersifat kodrati dikemukakan oleh Aristoteles. Bahwa Negara Kota (Polis) lahir sebagai sebuah keniscayaan karena hadirnya manusia yang hidup saling membutuhkan antara satu individu dengan individu yang lain. Secara kodrati Negara memang harus ada dalam masyarakat. Karena secara alami Negara diciptakan oleh manusia untuk mengatur kehidupan mereka supaya hidup aman dan damai. “Negara adalah ciptaan alam,” demikian menurut Aristoteles dalam bukunya “Politia.” Kodrat manusia hidup berkelompok dan saling bekerja sama, saling berkompetisi, sering terjadi konflik dan pertikaian, maka manusia membutuhkan Negara untuk mengatur kehidupan yang lebih rukun dan berjiwa sosial. Ciri utama manusia adalah “makhluk politik” (zoon politicon) dan ciri kedua sebagai makluk sosial. Karena kodrat itulah, maka manusia ditakdirkan hidup ber-Negara.

(16)

commit to user

Istilah good governance digunakan untuk menunjuk sistem pemerintahan yang demokratis. Istilah tersebut sangat populer ketika Indonesia memasuki millenium Ketiga, tepatnya good governance

mulai digunakan untuk memberi substansi reformasi Indonesia tahun 1998. Arti good governance

adalah manajemen atau tata-kelola kepemerintahan yang baik. Yakni, manajemen untuk menata dan mengelola Negara yang dianggap memenuhi standar demokrasi.

Oleh karena itulah pada perkembangan politik dunia, good governance dijadikan standar penilaian untuk mengukur seberapa baiknya suatu sistem Pemerintahan berjalan dengan optimal. Apa yang dimaksud “baik” dalam manajemen tersebut, sudah barang tentu berakarnya nilai-nilai demokrasi yang sudah lama berkembang sejak zaman Yunani Kuno dan diterapkan dalam sistem pemerintahan di Negara-negara Barat.

Tidak mengherankan jika istilah, good governance juga sering disebut sebagai democratic government. Di Indonesia sendiri gerakan rakyat dan mahasiswa untuk mengelola dan menata kepemerintahan yang baik sudah dimulai sejak Gerakan Mahasiswa 1975 yang terkenal dengan istilah Malari. Meskipun kata good governance belum digunakan, tetapi pada Gerakan Mahasiswa tahun 1978, tuntutan kepada Pemerintah Orde Baru agar melakukan tatakelola kepemerintahan yang baik sudah didengunkan dengan istilah yang dikenal dengan sebutan clean government.112 Artinya, Pemerintah yang bersih, jujur dan berwibawa.

Good governance adalah istilah yang sebenarnya sama dengan clean goverment. Keduanya bermasksud menunjukkan tatakelola Negara yang bersih, berwibawa, akuntabel, yang berpihak kepada program kesejahteraan untuk rakyat. Gerakan good governance di Indonesia mengalami tahap pematangan di tahun 1991, ketika terjadinya Gerakan Keterbukaan, dalam waktu bersamaan Uni Soviet mulai membuka diri (Perestroika dan Glashnot), Jerman bersatu. Kulminasi gerakan good governance

untuk membersihkan Rezim kekuasaan Orde Baroe dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme akhirnya malah menumbangkan Presiden Soeharto, tokoh utama Orde Baroe yang memerintah selama kurang lebih 32 tahun. Relasi Pemerintah dan Rakyat dalam good governance ditandai ketegangan Rakyat yang menuntut demokratisasi, pemerintah yang bersih dan berwibawa, sedangkan Pemerintah Orde Baroe ingin tetap mempertahankan statusquo demi kekuasaan yang langgeng.

Pengertian

Substansi penyelenggaraan dan tata-kelola kepemerintahan yang baik (good governance) berkaitan erat dengan tata penyelenggaraan birokrasi pemerintahan yang bersih dari unsur kolusi, korupsi dan nepotisme. Governance suatu istilah yang berbeda dengan government (Pemerintah), memuat aspek kepemerintahan meliputi struktur dan fungsi lembaga pemerintah, kebijakan publik, implementasi atas kebijakan yang ditetapkan. Sedangkan government (pemerintah) merupakan suatu

112Penulis ikut serta dalam demonstrasi di Yogyakarta tahun 1978 yang mencoba untuk mengkritisi Pemerintah yang

(17)

penyelenggaraan birokrasi yang menjalankan pelaksanaan fungsi administrasi negara, dengan seperangkat legitimasi yang telah ditetapkan dalam perundangan serta berkemampuan untuk mengemudikan Negara menuju masyarakat etis dan sejahtera. Di Eropa khususnya di Belanda, yang juga diikuti oleh ahli Hukum Administrasi Negara Indonesia, dikenal “prinsip-prinsip atau asas-asas umum penyelenggaraan admnistrasi negara yang baik.“113

Good governance berisi tentang asas-asas yang berisi pedoman yang harus dipergunakan oleh administrasi negara dan juga oleh hakim untuk menguji keabsahan (validitas) perbuatan hukum atau perbuatan nyata administrasi negara. Asas-asas ini antara lain mencakup “adanya motiv kebijakan yang jelas dan tepat sasaran, tujuan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan umum, dan jelas terhadap target capaian kinerja yang dapat diukur. Pemerintah mempunyai otoritas melakukan tindakan politik tetapi tidak dijalankan secara sewenang-wenang atas otoritas kekuasaan yang diamanahkan, pemerintah juga perlu kehati-hatian dalam mengambil keputusan yang berdampak negatif terhadap masyarakat. Semua tindakan kebijakan politik pemerintah harus berlandaskan kepastian hukum, menjalankan persamaan perlakuan terhadap seluruh warga negara baik secara sosial, politik, budaya dan hukum, serta tidak menggunakan wewenang di luar tujuan yang telah gariskan. Di Indonesia dikenal dengan jargon mengimplementasikan secara murni dan konsekuen Pancasila sebagai dasar ideologi Negara dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional.

Mengenai ukuran atau standar bahwa suatu Negara telah dikelola secara good governance114

beberapa azas di bawah ini dapat digunakan untuk mengukur kinerja Pemerintahan, dalam hal ini kami mengambil 9 standar (kriteria) dari United National Development Program (UNDP), sebagai berikut :

· Transparansi

· Akuntabilitas publik · Partisipasi rakyat · Supremasi hukum

· Responsif terhadap stakeholders · Equity dalam perspektif Gender · Orientasi konsensus

· Efektif dan efisien · Visi strategis.

Sembilan kriteria tersebut oleh Indonesia secara cepat dijadikan landasan dasar pengembangan tatakelola sistem birokrasi pemerintahan yang baik pada era Pemerintahan Reformasi. Substansinya terletak pada persoalan sejauhmana birokrasi Negara mampu membangun kebijakan publik yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat dengan cara mengutamakan tanggungjawab birokrasi terhadap urusan sosial kemasyarakatan.

Dengan sembilan kriteria tersebut akan dapat memberikan gambaran yang lebih pasti tentang tatakelola pemerintahan yang demokratis. Rakyat mendapatkan porsi yang cukup signifikan dalam pengambilan keputusan Negara serta pemberdayaan rakyat (people power) dipertimbangkan sebagai kekuatan untuk menghasilkan pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat guna memajukan kesejahteraan sosial dan kemajuan ekonomi nasional.

Kriteria tersebut telah mendorong pemerintahan dari Pusat sampai Daerah untuk berlomba-lomba melakukan peningkatan dan pencepatan pembangunan dan sarana pembangunan bagi masyarakat.

(18)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

About America, “The Supreme Law of the Land,” The Contstitution of the United States of America, disunting dari World Book Encyclopedia

Almond, Gabriel A “Comparative Politics Today,” Little Brown and Company, Boston, 1974, diterjemahkan oleh Mochtar Mas’oed, Colin MacAndrews, Perbandingan Sisitem Politik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1984

Antlov, Hans dan Sven Cederroth, Kepemimpinan Jawa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001

Arif, Saiful (ed), Pemikiran Pemikiran Revolusioner, Averoes. Malang, 2001

Baechler, Jean, Demokrasi, Sebuah tinjauan Analitis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2001

Budiman, Arief, Teori Negara Negara Kekuasaan dan Ideologi, Gramedia, Jakarta, 1997

Budiardjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik, Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1971

Budiardjo, Miriam (ed).. Masalah Kenegaraan. Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1975

Campbell, Tom Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian dan Perbandingan,

Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1980

Clark, Jhon, NGO dan Pembangunan Demokrasi, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1995

Crouch, Harold “The Military and politics in Southeast Asia” dalam Zzakaria haji Ahmad dan Harold Crouch (ed), Military – Civillian Relations in Southeast Asia, Singapura : Oxford university Press, 1985

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sejarah Kerajaan Tradisional SURAKARTA, Jakarta, 1999

Daniels, Robert V, The End of the Communist Revolution, Routledge Publishing, New York, 1993.

(19)

Dougherty dan Pfaltzgraff, dalam Eby Hara, A. Decision Making Theories, Jurnal Ilmu Politik 9, Assosiasi Ilmu Politik Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1991

Dictionaire de la Langue francaise et Encyclopedia et nom propre, Paris, 1990

Duverger, Maurice Introduction a la politique, Edition Gallimard, Paris, 1964

---, Les Regimes Politiques, Flammarion, Paris, 1954

Effendy. A Masyhur, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional atau Nasional, Penerbit Alumni, Bandung

Femia,. J. “Hegemony as Consciousness in the Thoungts of Antonio Gramsci.” Political Studies. Vol.23 March, 1975. dalam Mansour Fakih.

Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 1996

Frankel, Joseph The Making of Foreign Policy: An Analysis of Decision Making, Oxford University Press, New York, 1971

Frederick, William H. Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1982

Hetifah, Sjaifudin “Good Governance dan Peran Civil Society Organizations,” dalam Warta Otonomi, edsi IV/Agustus 2001

Herson, The Politics of Ideas, Political theory and American Public Policy, The Dorsey Press, Illinois, 1984

Huntington, Samuel P, “Pembangunan Politik dan Kemerosotan Politik,” diambil dari World Politics, vol. XVII, No. 3 (1965)

Hakiem, M.Luqman ed, Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya, 1993

(20)

commit to user

Kementerian Komunikasi dan Informatika, Undang-undang Penyiaran Republik Indonesia, No. 32 tahun 2002, tentang Penyiaran, Jakarta, 2006

Keputusan Komisi Pemilu Indonesia, No. 13. Th 1999

Kompas, “RI paling Mengerti Makna Hak Asasi”, tanggal 19 Nopember 1997. Penegasan Presiden Soeharto dalam kunjungannya ke Namibia.

KOMNAS HAM, Keppres RI No. 50 tahun 1993

Kweit, Mary Grisez dan Robert w. Kweit., Konsep dan Metode Analisa Politik, Bina Aksara, Jakarta, 1986

Locke, John, Kuasa itu Milik Rakyat, Esai mengenai asal mula sesungguhnya, ruang lingkup dan maksud tujuan Pemerintahan Sipil, Pustaka Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 2002

Manan, Bagir Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Penerbit Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII Yogyakarta, 2001

Mas’oed, Mochtar dan Colin MacAndrews Perbandingan Sistem Politik, , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1984

Moertono, Soemarsaid, Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau, Yayasan Obor, Jakarta, 1985

Muhadi.. Sugiono Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999

Muhaimin, Yahya dan Colin MacAndrews, Masalah-masalah pembangunan Politik, Gadjah Mada Universty Press, Yogyakarta, 1977

Muladi, Hak Asasi Manusia, dokumen paper, Jakarta, 1997

Nasution, Adnan Buyung, Harun Alrasid, Ichlasus Amal, dkk, Federalisme Untuk Indonesia, Penerbit Kompas, Jakarta, 1999

Nasution, Dahlan, Perang atau Damai dalam Wawasan Politik Internasional, Remadja Karya, Bandung, 1984

Osborn David dan Ted Gabler, Reinventing Government, Plume Book, New York, 1993

Patria, Nezar dan Andi Arief, Antonio Gramsci, Negara dan Hegemoni, Pustaka Pelajar, yogyakarta, 1999

(21)

---, Perspektif Kebijakan Publik dalam Otonomi Daerah, Political Laboratory for Supporting Good Governance, Surakarta, 2001

---, dan Totok Sarsito Teori dan Praktek Politik Internasional, BPK FISIPOL Komunikasi UNS, 1996

---, Strategi Global Super Power dalam Percaturan Politik Internasional, UNS Press, 1995

Rahmat, Ansi dan Najib Mukhammad, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, Surakarta, Purimedia, 2001

Rapar, J.H Filsafat Politik Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

Roy, S.L., Diplomasi, Rajawali Pers, Jakarta, 1991

Sargent, Lyman Tower & A.R Henry Sitanggang, Ideologi-ideologi Politik Kontemporer, Erlangga, Jakarta, 1987

Scruton, Roger A Dictionary of Political Thought, Pan Reference, The Macmillan, London, 1982

Simanjuntak, Marsilam, Pandagan negara Integralistik, Pustaka Grafiti, Jakarta, 1997

Simon, Roger Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, terj. dari naskah asli Gramsci’s Political Thought,” cetakan III, Pustaka Pelajar, Y ogyakarta, 2002

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit UI. Jakarta. 1986

Sukarna, Sistem Politik Indonesia III, Mandar Maju, Bandung, 1992

Suseno, Frans Magnis Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia, Jakarta, 2001

(22)

commit to user

Yahya, Muchlis Komunikasi Politik dan Media Massa, Penerbit Gunung Jati, Semarang, 2000

Referensi Internet:

http://en.wikipedia.org/wiki/Pluralism_political_theory, dowonload 13 Agustus 2011, pk11.30

http://en.wikipedia.org/wiki/Constitutional_monarchy, download 20 Agustus 2011, pk. 16.00

http://en.wikipedia.org/wiki/Parliament/ download 13 Agutus 2011, pk 11

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini maka akan dilakukan pembuatan model simulasi mengenai model rantai pasok sampah organik yang terdapat pada penelitian yang dilakukan yaitu alur

-Jumlah dokumen kesepakatan sinkronisasi yang dihasilkan melalui rakorda keitbangan se sumsel Rakorda Kelembagaan

Bahwa variabel physical evidence dan gaya hidup memiliki pengaruh secara parsial terhadap loyalitas pelanggan pada Chanel Distro Di Tenggarong.. Bahwa variabel

9.1 Ringkasan Sebut Harga hendaklah menjadi sebahagian daripada Borang Sebut Harga ini dan hendaklah menjadi asas Jumlah Harga Sebut Harga. 9.2 Harga-harga dalam Ringkasan Sebut

Temperatur yang digunakan untuk pirolisis plastik LDPE adalah dari 500, 550, 600 dan 650 ⁰ C Analisa yield liquid pirolisis dalam variasi temperatur dilakukan

Berdasarkan grafik laju pertumbuhan (Gambar 4) dari rata-rata laju pertumbuhan bibit setelah tanam ke lapang pada umur 2 bulan (Tabel 7) lokasi yang menunjukkan laju

Selanjutnya selama terjalin nya proses sosialisasi antar pemilik gudang barang bekas maupun antar pemulung dengan tetangga terdapat adaptasi yang aman,berdasarkan

 Peserta didik dalam kelompok mengamati benda-benda yang ada di kelompok masing-masing dan memilih benda yang akan dibeli sesuai dengan uang yang tersedia.  Peserta