• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH EKONOMI DAN KEUNGAN SYARIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH EKONOMI DAN KEUNGAN SYARIAH"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EKONOMI DAN KEUNGAN SYARIAH

DISUSUN OLEH:

HANA MUTIARADINA

B1012161002

PRODI ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN A SORE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

(2)
(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN... 1. LATAR BELAKANG ... 2. RUMUSAN MASALAH... 3. TUJUAN... BAB 11 PEMBAHASAN ... 1. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM ... 2. PERBEDAAN SISTEM EKONOMI... 3. KEPEMILIKAN HARTA ... 4. PRODUKSI & KONSUMSI DALAM ISLAM... 5. JUAL BELI (AKAD &JUAL BELI TERLARANG )... 6. LEMBAGA KEUANGAN ... 7. SISTEM PEMBIAYAAN ... 8. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN DALAM ISLAM ... 9. PERKEMBANGAN PEMKIRAN EKONOMI ISLAM... BAB III PENUTUP ... 1. KESIMPULAN... DAFTAR PUSTAKA...

BAB I

(4)

A. LATAR BELAKANG

Ekonomi syariah merupakan ekonomi ilahia yang berdasarkan prinsip-prinsip ketuhanan yang landasannya Al-Qur’an dan hadits, walaupun kepemilikan individu tetap di akui tadi itu sepanjang tidak kepentingan orang lain dan bersifat pengabdian inilah merupakan solusi untuk menghadapi sistem ekonomi kapitalis yang telah membelenggu kota, dengan mengakui ekonomi syariah karena ketika suatu ideologi ingin diruntuhkan maka karena juga di lawan dengan ideologis. menurut Adam Smith yang merupakan cikal bakal munculnya ekonomi kapitalis, secara individu misalnya pemilikan barang secara individual, ekonomi negara menurut kapitalis yaitu teori pasal murni paham ini bahwa pemerintah tidak boleh mengetahui yang di sebut invisible hadn dianggap memadai untuk mengatur perekonomian dengan hasil memuaskan semua orang, jika setiap orang dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing maka tanpa disadari keinginan setiap orang terpenuhi dengan sendirinya dan akan tercapai kesejahteraan umum, yaitu adanya tangan yang mengatur perekonomian tanpa campur tangan pemerintah. Diramalkan oleh Karl Marx bahwa kapitalis akan runtuh dengan adanya perlawanan buruh terhadap perusahaan besar sehingga tidak ada kepemilikan individu yaitu pemilikan secara kolektif atau berubah sosialis (komuis) ternyata kebalik apa yang diramalkan Karl Marx ternyata kapitalisme berubah bentuk melahirkan metabolisme yang akan mengancam dunia, akan menimbulkan demografi, menghambat perkembangan suatu negara karena modal pertama, penguasa barang secara individual, ataupun perusahaan, maka akan melahirkan imperialisme karena imperialisme tidak cocok dengan masa sekarang maka muncul penjajahan baru yang disebut neoliberalisme dimana 80% kekayaan dunia di kuasai oleh perusahaan besar yang selalu mengintrofened suatu negara yang dikuasainya karena terlilit utang.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah ekonomi syariah 2. Bagaimana sistem ekonomi kapitalis 3. Bagaimana sistem ekonomi sosialis

4. Perbandingan antara ekonomi syariah dan kapitalis C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa itu pengertian ekonomi dan pendidikan 2. Mengetahui prinsip dasar ekonomi syariah

3. Mengetahui ciri khas ekonomi syariah

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

(6)

Ada tiga sistem ekonomi yang dikenal di dunia, yaitu Sistem ekonomi Sosialis/komunis, Sistem ekonomi Kapitalis, dan Sistem ekonomi Islam.Masing-masing sistem ini mempunyai karakteristik.

Pertama, Sistem ekonomi Sosialis/komunis.Paham ini muncul sebagai akibat dari paham kapitalis yang mengekploitasi manusia, sehingga negara ikut campur cukup dalam dengan perannya yang dangat dominan.Akibatnya adalah tidak adanya kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi bagi individu-individu, melainkan semanya untuk kepentingan bersama, sehingga tidak diakuinya kepemilikan pribadi.Negara bertanggung jawab dalam mendistribusikan sumber dan hasil produksi kepada seluruh masyarakat.

Kedua, Sistem ekonomi Kapitalis. Berbeda dengan sistem komunis, sistem ini sangat bertolak belakang dengan sistem Sosialis/Komunis, di mana negara tidak mempunyai peranan utama atau terbatasdalamperekonomian.Sistem ini sangat menganut sistem mekanisme pasar. Sistem ini mengakui adanya tangan yang tidak kelihatan yang ikut campur dalam mekanisme pasar apabila terjadi penyimpangan (invisible hand). Yang menjadi cita-cita utamanya adalah adanya pertumbuhan ekomomi, sehingga setiap individu dapat melakukan kegiatan ekonomi dengan diakuinya kepemilikan pribadi.

Ketiga, Sistem ekonomi Islam.Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari kedua sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis abad 17, dan sosialis abad 18. Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan adalah terciptanya pemerataan distribusi pendapatan, seperti terecantum dalam surat Al-Hasyr ayat 7.

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

(7)

Menurut Qardhawi1 sitem ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi laiannya, dari segi bentuk, cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam., tapi menyangkut gambaran global yang mencakup pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti, arahan-arahan prinsip yang juga mencakup sebagian cabang penting yang bersifat spesifik ada perbedaannya.Hal itu karena sistem Islam selalu menetapkan secara global dalam masalah-masalah yang mengalami perubahan karena perubahan lingkungan dan zaman.Sebaliknya menguraikan secara rinci pada masalah-masalah yang tidak mengalami perubahan.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat kompreshensif, yang mengatursemua aspek, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik maupun yang bersifat spiritual.

Dalam menjalankan kehidupan ekonomi, tentu Allah telah menetapkan aturan-aturan yang merupakan batas-batas prilaku manusia sehingga menguntungkan suatu individu tanpa merugikan individu yang lain.Perilaku inilah yang harus diawasi dengan ditetapkannya aturan-aturan yang berlandaskan aturan-aturan Islam, untukmengarahkan individu sehingga mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan dan mengontrol dan mengawasi berjalannya aturan-aturan itu.

Hal yang berbeda dengan sistem ekonomi yang lainnya adalah terletak pada aturan moral dan etika ini.Aturan yang dibentuk dalam ekonomi islam merupakan aturan yang bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.Sedangkan pada sistem yang lain tidak terdapat aturan-aturan yang menetapkan batas-batas prilaku manusia sehingga dapat merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.

Beberapa aturan dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut :

a) Segala sesuatunya adalah milik Allah, manusia diberi hak untuk memanfaatkan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah, untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah.

b) Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap prilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya.

(8)

d) Status kekalifahan berlaku umum untuk setiap manusia, namun tidak berarti selalu punya hak yang sama dalam mendapatkan keuntungan. Kesamaan hanya dalam kesempatan,dan setiap individu dapat menikmati keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya.

e) Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Hak dan kewajiban ekonomi individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial. f) Dalam Islam, bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai

kejahatan.Ibadah yang paling baik adalah bekerja dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus kewajiban.

g) Kehidupan adalah proses dinamis menuju peningkatan. Allah menyukai orang yang bila dia mengerjakan sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik.

h) Jangan membikin mudarat dan jangan ada mudarat.

i) Suatu kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan.Setiap muslim dihimbau oleh sistem etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal saleh.

3.

Prinsip-prinsip dalam Ekonomi Islam

Thomas Khun menyatakan bahsa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti paradigma ekonomi Islambersumber dari Al-Quran dan Sunnah.Ekonomi Islam mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani.Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi).

(9)

batas-batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.(Nasution dkk)

Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi faktor terpenting dan pada pada paham monetaris menempatkan modal financial sebagai yang terpenting.Dalam ekomoni Islam sumber daya insanilah yang terpenting.

Karasteristik Ekonomi Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah).

Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:

a) Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :

Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al-Baqarah, ayat 284 dan Q.S.Al –Maai’dah ayat17.

Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7.

Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia sebagai khalifah, diantara sabdanya ”Dunia ini hijau dan manis”.Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) didunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini. Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.

(10)

kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.

Pada QS.an-Najm ayat 31 dan Firman Allah SWT. dalam QS. An-Nisaa ayat 32 dan QS. Al-Maa’idah ayat 38. jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walau hakekatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. Sementara dalam sistem kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas.sedangkan dalam sistem sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.

b) Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral

Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah: larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkankerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi, larangan menimbun emas dan perak atau sarana- sarana moneter lainnya, sehinggamencegah peredaran uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.

c) Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan

Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat.

d) Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum

(11)

dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.

e) Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam

Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlat.

Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.

f) Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian

Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.

Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.

g) Bimbingan Konsumsi

Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16 :

(12)

Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:

 Proyek yang baik menurut Islam.

 Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.  Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.  Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.

 Melindungi kepentingan anggota masyarakat. i) Zakat

Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.

j) Larangan Riba

Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba). Ada beberapa pendapat lain mengenai karasteristik ekonomi Islam, diantaranya dikemukakan oleh Marthon (2004,27-33). Menurutnya hal- hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun kapitalis adalah :

 Dialektika Nilai –nilai Spritualisme dan Materialisme  Kebebasan berekonomi

 Dualisme Kepemilikan

2. PERBEDAAN SISTEM EKONOMI

Secara garis besar, di dunia ini pernah dikenal dua macam sistem ekonomi, yakni: sistem ekonomi liberal atau kapitalis; sistem ekonomi sosialis.

(13)

Sistem ekonomi kapitalis mengakui pemilikan individual atas sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi. Setidak-tidaknya, terdapat keleluasaan yang sangat longgar bagi orang perorangan dalam atau untuk memiliki sumber daya. Kompetisi antar individu dalam memenuhi kebutuhan hidup, persaingan antarbadan usahan dalam meraih keuntungan, sangat dihargai. Tidak ada batasan atau kekangan bagi orang perorangan dalam menerima imbalan atas prestasi kerjanya. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh sistem ekonomi kapitalis adalah “setiap orang menerima imbalan berdasarkan prestasi kerjanya”. Campur tangan pemerintah dalam sistem ekonomi kapitalis sangat minim. Pemerintah lebih berkedudukan sebagai “pengamat” dan “pelindung” perekonomian.

Sistem kapitalis sebagai pengganti sistem komunis memberikan dampak yang sangat buruk bagi perkembangan perekonomian dunia. Kapitalis berasal dari kata capital, secara sederhana dapat diartikan sebagai ‘modal’. Didalam sistem kapitalis, kekuasaan tertinggi dipegang oleh pemilik modal, dimana dalam perekonomian modern pemilik modal dalam suatu perusahaan merupakan para pemegang saham.

Pemegang saham sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disebuah perusahaan akan melimpahkan kekuasaan tersebut kepada top manajemen yang diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tidak jarang dalam suatu perusahaan pemegang saham terbesar atau mayoritas dapat merangkap sebagai top manajemen.

Hal ini secara tidak lansung akan meyebabkan top manajemen bekerja untuk kepentingan pemegang saham dan bukan untuk kepentingan karyawan atau buruh yang juga merupakan bagian dari perusahaan, karena mereka diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham melalui RUPS.

Kapitalisme dapat dikatakan memiliki lima ciri-ciri menonjol dibawah ini:

a. Ia menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat dan produksi yang maksimal serta pemenuhan “keinginan” (want) menurut preferensi individual sebagai sangat esensial bagi kesejahteraan manusia.

(14)

c. Ia berasumsi bahwa inisiatif individual ditambah dengan pembuatan keputusan yang terdesentralisasi dalam suatu pasar kompetitif sebagai syarat untuk mewujudkan efisiensi optimum dalam alokasi sumber daya.

d. Ia tidak mengakui pentingnya peran pemerintah atau penilaian kolektif, baik dalam efisiensi alokatif maupun pemerataan distributive.

e. Ia mengklaim bahwa melayani kepentingan diri sendiri (self interest) oleh setiap individu secara otomatis melayani kepentingan sosial kolektif.

Dalam sistem perokonomian ini juga terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari sistem kapitalisme :

a. Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang. b. Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal

yang terbaik dirinya.

c. Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.

Kelemahan dari sistem kapitalisme :

a. Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.

b. Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain). 2. Sistem Ekonomi Sosialisme.

Dalam sistem ekonomi sosialis, sumber daya ekonomi atau factor produksi diklaim sebagai milik negara. Sistem ini lebih menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memaukan perekonomian. Imbalan yang diterima berdasarkan pada kebutuhannya, bukan berdasarkan asa yang dicurahkan. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh sistem ekonomi sosialis ialah “setiap orang menerima imbalan yang sama”. Dalam sistem ekonomi sosialis, campur tangan pemerintah sangat tinggi. Justru pemerintahlah yang menentukan dan merencanakan tiga persoalan pokok ekonomi (what, how, for whom).

(15)

agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak, seperti air, listrik, bahan pangan, dan sebagainya.

Adapun cirri dari sistem sosialis adalah sebagai berikut: a. Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).

 Masyarakat dianggap sebagai satu-satunya kenyataan sosial, sedang individu-individu fiksi belaka.

 Tidak ada pengakuan atas hak-hak pribadi (individu) dalam sistem sosialis. b. Peran pemerintah sangat kuat.

 Pemerintah bertindak aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga tahap pengawasan.

 Alat-alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi semuanya diatur oleh negara. c. Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi.

 Pola produksi (aset dikuasai masyarakat) melahirkan kesadaran kolektivisme (masyarakat sosialis).

 Pola produksi (aset dikuasai individu) melahirkan kesadaran individualisme (masyarakat kapitalis).

Adapun kelebihan serta kelemahan dari sistem sosialis adalah sebagai berikut: Kelebihan Sistem Sosialis.

 Disediakannya kebutuhan pokok.

Setiap warga Negara disediakan kebutuhan pokoknya, termasuk makanan dan minuman, pakaian, rumah, kemudahan fasilitas kesehatan, serta tempat dan lain-lain. Setiap individu mendapatkan pekerjaan dan orang yang lemah serta orang yang cacat fisik dan mental berada dalam pengawasan Negara.

 Didasarkan perencanaan Negara.

Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan perencanaan Negara Yang sempurna, diantara produksi dengan penggunaannya. Dengan demikian masalah kelebihan dan kekurangan dalam produksi seperti yang berlaku dalam System Ekonomi Kapitalis tidak akan terjadi.

(16)

Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh Negara, sedangkan keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk kepentingan-kepentingan Negara.

Kelemahan Sistem Sosialis.

 Sulit melakukan transaksi.

Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak dua kali. Jual beli sangat terbatas, demikian pula masalah harga juga ditentukan oelh pemerintah, oelh karena itu stabilitas perekonomian Negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan oleh Negara, bukan ditentukan oelh mekanisme pasar.

 Membatasi kebebasan.

System tersebut menolak sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, kewibawaan individu yang menghambatnyadalam memperoleh kebebasan berfikir serta bertindak, ini menunjukkan secara tidak langsung system ini terikat kepada system ekonomi dictator. Buruh dijadikan budak masyarakat yang memaksanya bekerja seperti mesin.

 Mengabaikan pendidikan moral.

Dalam system ini semua kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara pendidika moral individu diabaikan. Dengan demikian, apabila pencapaian kepuasan kebendaan menjadi tujuan utama dan nlai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.

Selain dari kedua sistem ekonomi diatas, terdapat juga pandangan mengenai sistem ekonomi Islam yang akhir-akhir ini sudah mulai di terapkan dalam perekonomian Indonesia.

3. Sistem Ekonomi Islam

(17)

negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006), kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.

Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara-negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.

Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.

Ada tiga dasar yang menjadi prinsip sistem ekonomi syari’ah dalam Islam, yaitu: a. Tawhid

(18)

b. Khilafah

Prinsip ini mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.

c. ‘Adalah

merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).

Sistem ekonomi Islam bersumber dari sekumpulan hukum yang disyari’atkan oleh Allah yang ditujukan untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi, dan mengatur atau mengorganisir hubungan manusia dengan harta benda, memelihara dan menafkahkannya. Tujuan sistem ekonomi ini adalah untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan dalam . kehidupan manusia, merealisasikan kesejahteraan mereka, dan meng¬hapus kesenjangan dalam masyarakat Islam melalui pendistribusian kekayaan secara berkesinambungan, mengingat adanya kesenjangan ; itu sebagai hasil proses sosial dan ekonomi yang penting.

Menurut Zallum (1983); Az-Zein (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990), atas dasar pandangan di atas maka asas yang dipergunakan menurut pandangan Islam berdiri di atas tiga pilar (fundamental) yakni :

a. Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah)

(19)

tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam.

Makna Kepemilikan

Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga Allahlah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”(QS. An-Nuur : 33). Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada mereka. Karena itulah maka sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan menguasai harta tersebut. Sebagaimana firman-Nya :

“Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya. “(QS. Al-Hadid : 7)

“Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12)

Dari sinilah kita temukan, bahwa ketika Allah SWT menjelaskan tentang status asal kepemilikan harta kekayaan tersebut, Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya, dimana Allah SWT menyatakan “Maalillah” (harta kekayaan milik Allah). Sementara ketika Allah SWT menjelaskan tentang perubahan kepemilikan kepada manusia, maka Allah menyandarkan kepemilikan tersebut kepada manusia. Dimana Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya :

“Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. “(QS. An-Nisaa` : 6) “Ambillah dari harta-harta mereka. “(QS. Al-Baqarah : 279)

“Dan harta-harta yang kalian usahakan.” (QS. At-Taubah : 24)

“Dan hartanya tidak bermanfaat baginya, bila ia telah binasa.” (QS. Al-Lail :11)

(20)

harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut dan hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya

b. Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah).

Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum

Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta. c. Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia

Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa juga menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara mereka.

Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang fixed, seperti emas dan perak. Oleh karena itu, syara’ melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang.

(21)

Definisi

Secara etimologi, Kepemilikan (al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya penguasaan terhadap sesuatu. Kepemilikan atau al-milk biasa juga disebut dengan hak milik atau milik saja. Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik (al-milk) sebagai ”kekhususan seseorang terhadap harta yang diakui syari’ah, sehingga menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap suatu harta tersebut, baik memanfaatkan dan atau mentasharrufkannya”.

Secara terminology, ada beberapa definisi Al Milk yang dikemukakan oleh para fukaha. Wahbah al-Zuhaily memmberikan definisi al-milk (hak milik) sebagai berikut :

يعرش عنامل لا ءادتبا فرصتلا نم هبحاص نكمي و هنم ريغلا عنمي ءيشلاب صاصتخا

“Hak milik ialah suatu kekhususan terhadap sesuatu harta yang menghalangi orang lain dari harta tersebut. Pemiliknya bebas melakukan tasharruf kecuali ada halangan syar’iy”.

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IV, hlm.37 Muhammad Abu Zahro mendefinisikannya sebagai berikut :

ءادتبا هيف فرصتلا نم هبحاص نكمي و هنم ريغلا عنمي ءيشلاب صاصتخا

“Hak milik ialah suatu kekhususan terhadap sesuatu harta yang menghalangi orang lain dari harta tersebut dan memungkinkan pemiliknya bebas melakukan tasharruf kecuali ada halangan syar’iy”.

Muhammad Abu Zahroh, Al-Milkiyyah wa Nazhariyatul al’Aqd fi al-Syari’ah al-Islamiyyah, Mesir dar al-Fikri al-‘Araby, 1962, hlm. 15.

(22)

hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.

Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).

Konsep Dasar Kepemilikan

“Kepuyaan Allah lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan dia maha kuasa atas segala sesuatu” (Al Maidah : 120)

Ayat di atas merupakan landasan dasar tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat diatas menunjukan bahwa Allah adalah pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan dibumi dan tidak ada sekutu bagi Nya. Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi pada manusia, agar manusia mengelola dan memakmurkannya.

“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”(QS. An-Nuur : 33)

“Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya. “(QS. Al-Hadid : 7)

“Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12)

(23)

“Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. “(QS. An-Nisaa` : 6) “Ambillah dari harta-harta mereka. “(QS. Al-Baqarah : 279)

“Dan harta-harta yang kalian usahakan.” (QS. At-Taubah : 24)

“Dan hartanya tidak bermanfaat baginya, bila ia telah binasa.” (QS. Al-Lail :11)

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia (istikhlaf) tersebut bersifat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan. Sehingga manusia memiliki hak milik tersebut bukanlah sebagai kepemilikan bersifat rill. Sebab pada dasarnya manusia hanya diberi wewenang untuk menguasai hak milik tersebut. Oleh karena itu agar manusia benar-benar secara riil memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Oleh karena itu, harta kekayaan tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya.

Konsep Kepemilikan dalam Islam

Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).

1. Kepemilikan Individu / Private Property

Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia, Allah menghiasi pada diri manusia kecintaan terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda. Sebagaimana Allah suratkan dalam Al Qur’an,

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenanganhidup didunia, dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik” (Q.S Ali Imran:14)

(24)

Dari sinilah, maka usaha manusia untuk memperoleh kekayaan adalah suatu hal yang fitri, dan merupakan suatu yang pasti dan harus dilakukan.

Islam adalah agama yang fitrah, dan tidak ajaran yang terdapat didalamnya bertentangan dengan fitrah manusia. Islam menghargai kecenderungan manusia pada hal-hal yang indah dan menyenagkan. Oleh karena itu, setiap usaha dan upaya yang melarang manusia untuk memperoleh kekayaan adalah sangat bertentangan dengan fitrah. Begitu juga setiap usaha membatasi kekayaan manusia dengan takaran tertentu juga bertentangan dengan fitrah. Islam tidak dihalng-halangi untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Manusia diberiakn kebebasan sebesar-besarnya dalam memperoleh kekayaan. Hanya saja, Syariat membatasi dalam hal cara memperolehnya. Syariat telah menentukan aturan-aturan dalam memperoleh kekayaan. Setiap orang mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhannya.apa bila manusia diberiakan kebebasan cara memperolehnya, maka hanya aka nada segelintir orang yang memonopoli kekayaan, orang-orang yang lemah akan terhalang untuk memperolehnya, sementara orang-orang rakus yang akan menguasainya.

Oleh karena itu, kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu. Sedangkan, pelarang terhadap kepemilikan barang harus ditentang, karena bertentangan dengan fitah manusia. Pelarangan kepemilikan berdasarkan kuantitas nya juga harus ditentang, karena akan melemahkan semangat untuk memperoleh kekayaan. Begitu juga, kebebasan dalam memperolehnya juga akan menyebabkan kesenjangan social pada masyarakat.

Sungguh Islam adalah agama solusi. Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan memberikan batasan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas. Cara ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, ia akan mampu mengatur hubungan antar manusia denga terpenuhinya kebutuhan.

2. Kepemilikan Umum / Public Property

(25)

 Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya.

 Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.

 Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.

Rasulullah telah menjelaskan akan ketentuan benda-benda yang termasuk ke dalam kepemilikan umum. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda :

“Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga hal : air, padang dan api “. (HR. Abu Dawud)

Anas meriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas tersebut dengan menambahkan : wa samanuhu haram (dan harganya haram ). Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :

“Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun): air, padang dan api “. (HR.Ibnu Majah)

Mengenai barang tambang, dapat diklasifikasikan ke dalam dua: (1) Barang tambang yang terbatas jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu. (2) Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Barang tambang yang terbats jumlah dapat dimiliki secara pribadi. Adapun barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan, adalah termasuk milik umum, dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Imam At Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin hamal:

“Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah saw untuk mengelola tambang garamnya. Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang dari majlis tersebut bertanya, “wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air yang mengalir.” Rasululllah kemudian bersabda, “kalau begitu, cabut kembali tambang itu darinya.” (HR. At Tirmidzi)

3. Kepemilikan Negara / State Property

(26)

sasaran dari harta yang dikelola. Perbedaan harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta kepemilikan umum pada dasarnya tidak dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta kepemilikan Negara dapat di berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

Sebab-Sebab Kepemilikan

Harta (al maal) adalah apa saja yang bisa menjadi kekayaan, apapun bentuknya. Sedang, yang dimaksud dengan sebab kepemilikan (sabab at tamalluk) adalah sebab yang bisa menjadikan seseorang memiliki harta, yang sebelumnya bukan memjadi miliknya. Adapun sebab-sebab pengembangan kepemilikan adalah perbanyakan kuantitas harta yang sudah dimiliki.

1. Bekerja

Kata bekerja sangat luas maknanya, beraneka ragam jenisnya, bermacam-macam bentuknya. Allah telah menentukan bentuk-bentuk kerja dan jenisnya yang layak untuk di kerjakan sebagai sebab kepemilikan. Dalam hukum-hukum syariat sudah sangat jelas ketentuan-ketentuan akan hal ini. Bentuk-bentuk bekerja yang dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah sebagai berikut:

 Menghidupkan tanah mati (ihya’ al mawat)

Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya, dan sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh seorang pun. Yang dimaksud menghidupkannya adalah mengolahnya, menanaminya, atau mendirikan bangunan di atasnya. Oleh karena itu, setiap usaha untuk menghidupi tanah mati adalah telah cukup menjadikan tanah tersebut miliknya. Dari Umar bin Khatab, Rasulullah bersabda: “ siapa saja yang menghidupi tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (H.R Al Bukhari). Di hadist lain Rasulullah mempertegas kembali, Rasulullah besabda: “ siapa saja yang memagari sebidang tanah, maka tanah itu menjadi miliknya. (H.R Ahmad ). “ siapa saja yang lebih dulu sampai pada sesuatu (tempat disebidang tanah), sementara tidak ada seorang muslim pun sebelumnya yang sampai padanya, maka sesuatu itu menjadi miliknya”. (H.R At Thabrani).

(27)

tiga tahun, maka hak kepemilikan atas tanah tersebut hilang. Hal ini pernah terjadi pada masa khalifah Umar bin Khatab, dari penuturan Amr bin Syu’aib bahwa Khalifah Umar membatasi masa pemagaran selama tiga tahun. Umar bin Khatab berkata: “ orang yang memagari tanah (lalu membiarkan begitu saja tanahnya ) tidak memiliki hak atas tanah itu setelah tiga tahun”.

 Menggali kandungan bumi

Yang termasuk dalam kategori bekerja adalah menggali kandungan bumi. Jenis kandungan bumi yang dalam kategori ini bukan merupakan kebutuhan mendasar suatu komuitas masyarakat, atau yang disebut rikaz. Menurut ketentuan fikih, seorang yang menggali kandungan bumi berhak atas 4/5 bagian, sedang 1/5 bagian sisanya harus dikeluarkan sebagai Khumus. Ketentuan harta rikaz adalah apabila harta yang tersimpan didalam tanah tersebut asalnya karena tindakkan seseorang dan jumlahnya terbatas dan tidak sampai pada jumlah yang didibutuhkan oleh suatu komunitas dalam jumlah yang sangat besar. Jika suatu harta dari dalam tanah yang tidak diusahakan oleh seseorang dan dibutuhkan oleh suatu komunitas, maka harta seperti ini bukan rikaz, tapi merupakan harta kepemilikan umum. Yang juga bisa disamakan dengan harta kandungan bumi, adalah harta dari udara, seperti oksigen dan nitrogen. Begitu juga dengan harta lainnya yang diperbolehkan oleh syariat untuk dimiliki.

 Berburu

Yang juga termasuk kedalam kategori bekerja adalah berburu. Yang termasuk kedalam berburu yang diperbolehkan dalam Islam adalah berburu seluruh jenis Ikan, mutiara, permata dan hasil buruan laut lainnya. Begitu juga dengan buruan hewan-hewan darat dan udara, seperti berburu burung,rusa dan lain-lain. Ketentuanya binatang buruan adalah binatang bebas, artinya binatang atau harta tersebut tidak dimiliki oleh orang lain, dan merupakan kepemilikan umum. Sebagaimana Allah berfirman akan kebolehan dalam berburu:

“Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagi kalian dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. Diharamkan atas kalian (menangkap) binatang buruan darat selama sedang ihram.” (Q.S al Maidah : 96)

(28)

“Mereka bertanya kepada mu, “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik dan buruan yang ditangkap oleh binatang buruan yang telah kalian latih untuk berburu menurut apa yang telah Allah ajarkan kepada kalian. Karena itu, makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian dan sebutlah nama Allah atas binatang buruan itu (waktu melepasnya).” (Q.S Al Maidah:4)

Abu Tsa’labah al Khasyani juga pernah berkata : “Aku pernah mendatangi Rasulullah saw, lalu bertanya “Rasulullah kami bisa berburu didarat. Aku berburu dengan busurku, dan kadang berburu dengan dengan anjingku yang terlatih maupun anjingku yang tidak terlatih.katakanlah kepadaku, apa yang selayaknya aku lakukan ? Beliau menjawab, “tentang apa yang aku ingat, bahwa kalian berburu di darat, maka engkau berburu dengan busurmu, kemudian sebutlah asma Allah setiap (melepas busur) pada buruanmu, lalu makanlah. Hewn yang engkau buru dengan anjingmu yang terlatih dan engkau sebut asma Allah (ketika melepas anjing)kepada buruanmu, makanlah. Adapun hewan yang engkau buru denagn anjing yang tidak terlatih , sembelihlah kemudian makanlah. “ (HR An nasai dan Ibnu Majah)

 Makelar (samsara) dan pemandu (dalalah)

Samsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Sebutan ini juga bisa digunakan bagi orang yang memandu orang lain (dalal). Dari Qais bin Abi Gharzat al kinani yang mengatakan :

“kami pada masa Rasulullah saw biasa disebut samasirah. Kemudian suatu ketika kami bertemu dengan Rasulullah, lalu menyebut kami dengan sebutan yang lebih pantas dari sebutan itu. Beliu bersabda, “ wahai para pedagang, sesungguhnya jual-beli itu bisa mendatangkan omongan yang bukan-bukan dan sumpah palsu. Karena itu, kalian harus memperbaikinya dengan kejujuran” (HR. Abu Daud)

 Mudharabah

(29)

“Perlindungan Allah SWT diatas dua orang yang melakuakan kerjasama selama mereka tidak saling mengkhianati. Jika salah seorang dari mereka saling mengkhianati mitranya, maka Allah akan mencabut perlindungan Nya terhadap keduanya.” (HR. DaruQutni)

 Musaqat

Musaqat adalah seseoarang menyerahkan kebunnya untuk dikelola oleh orang lain merawat dan mengurus kebun tersebut, yang darinya akan mendapa bagi hasil dari hasil panennya. Dengan demikian musaqat merupakan termasuk dalam kategori bekerja yang dibolehkan oleh syariat. Sebagimana Abdullah bin Umar mengatakan :

“sesungguhnya Rasulullah pernah memperkerjakan penduduk Khaibar dengan upah berupa buah atau tanaman dari hasil yang diperoleh.” (HR. Muslim)

 Ijarah

Yang termasuk kedalam kategori bekerja adalah Ijarah, yaitu kontrak kerja. Artinya mengontrak tenaga para pekerja atau buruh yang bekerja untuk dirinya. Allah berfirman:

“Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan diantara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, serta meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka memperkerjakan sebagian yang lain.” (QS. Az Zukhruf: 32)

2. Warisan

Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah warisan. Sifatnya yaitu kepemilikan akan harta secara turunan kepemilikan dari orang tua. Akan hal ini Allah telah jelaskan dalam hukum-hukum yang sudah sangat jelas. Allah berfirman:

“Allah mensyariatkan kepada kalian tentang (pembagian harta pusaka untuk0 anak-anak kalian, yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; jika anak itu semuanya wanita lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (QS. An Nisa : 11)

(30)

Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah adanya kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup. Sebab, kehidupan adalah hak bagi setiap orang. Sesorang wajib untuk mendapatkan kehidupan sebagi haknya. Salh satu hal yang dapat menjamin seseorang untuk hidup adalah denga bekerja, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Namun jika ia tidak dapat bekerja, maka Negara bertanggung jawab untuk mengusahakan ia dapat bekerja. Jika ia tidak dapat bekerja karena terlampau tua, maka orang-orang kaya atau Negara wajib untuk memenuhi kebutuhannya. Namun jika hal itu tidak terpenuhi, hingga ia kelaparan, maka dibolehkan baginya untuk mengambil apa saja yang dapat digunakan untuk menyambung hidupnya. Jika hidup menjadi sebab untuk mendapatkan harta, maka syariat tidak akan menganggap itu sebagi tindakan mencuri. Abu Umamah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Tidak ada hukum potong tangan pada masa-masa kelaparan.” (HR. al Khatib Al Bagdad) 4. Pemberian harta Negara untuk rakyat

Yang juga termasuk kedalam sebab kepemilikan adalah pemberian Negara kepada rakyat yang diambil dari baitulmal, baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka atau memanfaatkan kepemilikan mereka. Dapat berupa pemberian tanah untuk digarap, atau melunasi utang-utang mereka. Pada masa Khalifah Umar bin Khatab pernah memberikan para petani di Irak harta dari Baitul Mal, yang bisa membantu mereka untuk menggarap tanah pertanian mereka, serta memenuhi hajat hidup mereka, tanpa meminta imbalan dari mereka.

5. Harta yang diperoleh tanpa harta dan tenaga

Yang termasuk kedalam kategori harta yang diperoleh dari tanpa harta dan tenaga ada lima, yaitu

 Hubungan antara individu satu sama lain, baik ketika masih hidup seperti Hibah dan Hadiah, atau pun ketika sepeninggal mereka, seperti wasiat.

 Menerima harta sebagai gantirugi dari kemudharatan yang menimpa seseorang, seperti Diyat (denda) atas oaring yang terbunuh atau terluka.

 Memperoleh mahar berikut harta yang diperoleh melalui akad nikah  Barang temuan (luqathah)

 Santunan untuk Khalifah atau orang-orang yang disamakan statusnya.

(31)

Para ulama fiqh membagi kepemilikan kepada dua bentuk,yaitu: 1. Al milk At Tamm (milik sempurna)

Yaitu apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat mutlak, tidak dibatasi waktu dan tidak boleh digugurkanorang lain. Ciri-cirinya diantaranya, (a). sejak awal kepemilikan terhadap materi dan manfaat bersifat sempurna. (b) Materi dan manfaatnya sudah ada sejak sejak pemilikan itu. (c) Pemilikannya tidak dibatasi waktu. (d) kepemilikannya tidak dapat digugurkan.

2. Al Milk An Naqish (kepemilikan tidak sempurna)

Yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain. Adapun cirri-ciri nya adalah, (a) Boleh dibatasi waktu,tempat, dan sifatnya. (b) Tidak boleh diwariskan. (c) orang yang menggunakan manfaatnya wajib mengeluarkan biaya pemeliharaan PERBANDINGAN HAK MILIK PRIBADI DALAM SISTEM EKONOMI: ISLAM, KAPITALISME, DAN SOSIALISME

Dalam system ekonomi kapitalisme kepemilikan individu merupakan darah perekonomiannya. Oleh karena itu, bagi mereka yang mampu menguasai Faktor produksi maka dialah yang menguasai perekonomian. Ekonomi kapitalis berdiri berlandaskan pada hak milik individu. Ia akan memberikan kebebasan sebesar-besarnya pada individu untuk menguasai barang-barang yang produktif maupun yang konsumtif, tanpa ada ikatan atas kemerdekaannya untuk memiliki, membelanjakan, mengembangkan, maupun mengeksploitasi kekayaan. Falsafah yang digunakan adalah falsafah individualism, yang memandang bahwa individu merupakan proses dari segalanya. Dalam sisitem ini setiap orang di beri kebebasan untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya (kuantitas), dan kebebasan cara memperolehnya.

(32)

diberikan batasan dalam memperoleh jumlah kekayaan, sedang dalam hal cara memperolehnya ia diberikan kebebasan.

System kepemilikan dalam Islam memiliki kekhususan yang berbeda, dan ia sanagt relevan dengan kehidupan masyarakat. Jika seseorang diberikan kebebasan dalam jumlah dan cara memperoleh harta, maka akan terjadai kesenjangan social. Karena, yang memiliki modal akan berkuasa dan menindas yang miskin. Sedang jika seseorang di brikan batasan dalam memperoleh harta dan kebebasan cara memperoleh, maka akan berakibat pada lemahnya etos kerja. Islam hadir dengan system yang berbeda, Islam mengakui hak milik individu dan hak milik kolektif. Ia memberikan lapangan tersendiri terhadap keduannya. System ini didirikan atas lendaan kebebasan ekonomi yang terikat, artinya setiap individu diberikan kebebasan untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya, namun dengan cara-cara yang telah ditentukan dalam syariat.

4. PRODUKSI DAN KONSUMSI DALAM ISLAM

PRODUKSI DALAM ISLAM 1. Pendahuluan

Produksi merupakan sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Menurut Dr. Muhammad Rawwas Qalahji kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-Intaj yang secara harfiah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewjudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsurnsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).

Produksi menurut Kahf mendefenisikan kegiatan produksi dalam prespektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagian di dunia dan akhirat.

(33)

untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk mencapai maslahah bukan hanya menciptakan materi

Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu. Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak.

2. Prinsip-prinsip Produksi

Beberapa prinsip yang diperhatikan dalam prduksi, antara lain dikemukakan Muhammad al-Mubarak, sebagai berikut

 Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela karena bertentangan dengan syariah.

 Di larang melakukan kegiatan produksi yang mengarah kepada kedzaliman.  Larangan melakukan ikhtikar (penimbunan barang).

 Memelihara lingkungan

Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :

 Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami  Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan

 Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks. 3. Ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang Prinsip Produksi

(34)

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?”

Ayat diatas menjelaskan tentang tanah yang berfungsi sebagai penyerap air hujan dan akhirnya tumbuh tanaman-tanaman yang terdiri dari beragam jenis. Tanaman itu dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam, dari tanaman tersebut juga dikonsumsi oleh hewan ternak yang pada akhirnya juga hewan ternak tersebut diambil manfaatnya (diproduksi) dengan berbgai bentuk seperti diambil dagingnya, susunya dan lain sebagaiya yang ada pada hewan ternak tersebut.

Ayat ini juga memberikan kepada kita untuk berfikir dalam pemanfaatan sumber daya alam dan proses terjadinya hujan. Jelas sekali menunjukkan adanya suatu siklus produksi dari proses turunnya hujan, tumbuh tanaman, menghasilkan dedunan dan buah-buahan yang segar setelah di disiram dengan air hujan dan pada akhirnya diakan oleh manusia dan hewan untuk konsumsi. Siklus rantai makanan yang berkesinambungan agaknya telah dijelskan secara baik dalam ayat ini. Tentunya puila harus disertai dengan prinsip efisiensi[8] dalam memanfaatkan seluruh batas kemungkinan produksinya. Sedangkan di dalam hadit, salah satunya sebagai berikut:

HR Bukhari – Nabi mengatakan, “Seseorang yang mempunyai sebidang tanah harus menggarap tanahnya sendiri, dan jangan membiarkannya. Jika tidak digarap, dia harus memberikannya kepada orang lain untuk mengerjakannya. Tetapi bila kedua-duanya tidak dia lakukan – tidak digarap, tidak pula diberikan kepada orang lain untuk mengerjakannya – maka hendaknya dipelihara/dijaga sendiri. Namun kami tidak menyukai hal ini.”

Hadits tersebut memberikan penjelasn tentang pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi . Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW karena tidak bermanfaat bagi sekelilingnya. Hendaklah tanah itu digarap untuk dapat ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, penggarapan bisa dilakukan oleh si empunya tanah atau diserahkan kepada orang lain.

(35)

Menurut Nejatullah ash-Shiddiqi, tujuan produksi sebagai berikut:

 Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar  Pemenuhan kebtuhan keluarga

 Bekal untuk generasi mendatang

 Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.

Menurut Ibnu Khaldun dan beberapa ulama lainnya berpendapat, kebutuhan manusia dapat digologkan kepada tiga kategori, yaitu dharuriyah, hajjiyat, tahsiniyat.

5. Faktor-faktor Produksi

 Tanah dan segala potensi ekonomi di anjurkan al-Qur’an untuk di olah dan tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.

 Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik melalui produksi.  Modal, manajemen dan tekhnologi.

6. Etika dalam Produksi

Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut

 Peringatan Allah akan kekayaan alam.

 Berproduksi dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam berproduksi adalah bekerja, berusaha bahkan dalam proses yang memproduk barang dan jasa yang toyyib, termasuk dalam menentukan target yang harus dihasilkan dalam berproduksi.

 Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai proses menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan sumber daya alam harus bersandarkan visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi penciptaan manusia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.

 Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat tergantung dari nilai-nilai sikap manusia, nilai-nilai pengetahuan, dan keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi dengan ilmu dan syari’ah islam.

 Khalifah di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu barang saja melainkan Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.

(36)

kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.

KONSUMSI DALAM ISLAM

1. Pengertian dan Tujuan Konsumsi dalam Islam

Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah konsumsi. Konsumsi berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan maupun negara. konsumsi secara umum diformulasikan dengan : ”Pemakaian dan penggunaan barang – barang dan jasa, seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum, belajar/ kursus, dsb”.

Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari; akan tetapi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Namun, karena yang paling penting dan umum dikenal masyarakat luas tentang aktivitas konsumsi adalah makan dan minum, maka tidaklah mengherankan jika konsumsi sering diidentikkan dengan makan dan minum.

Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan dan minum agar bisa beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa shalat, haji, bergaul sosial dan terhindar dari perbuatan mesum (nasab)

(37)

2. Prinsip-prinsip Konsumsi

Menurut Abdul Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:

 Prinsip Keadilan  Prinsip Kebersihan  Prinsip Kesederhanaan  Prinsip Kemurahan Hati  Prinsip Moralitas.  Etika Konsumsi

Etika konsumsi menurut Naqvi adalah sebagai berikut: a. Tauhid (Unity/ Kesatuan)

Karakteristik utama dan pokok dalam Islam adalah “tauhid” yang menurut Qardhawi dibagi menjadi dua kriteria, yaitu rubaniyyah gayah (tujuan) dan wijhah (sudut pandang).

Kriteria pertama menunjukkan maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran Islam adalah menjaga hubungan baik dan mencapai ridha-Nya. Sehingga pengabdian kepada Allah merupakan tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha dan kerja keras manusia dalam kehidupan yang fana ini. Kriteria kedua adalah rabbani yang masdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem). Kriteria ini merupakan suatu sistem yang ditetapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan puncak (kriteria pertama) yang bersumber al-Qur’an dan Hadits Rasul.

b. Adil (Equilibrium/ Keadilan)

Khursid Ahmad mengatakan, kata ‘adl dapat diartikan seimbang (balance) dan setimbang (equlibrium). Atas sebab dasar itu ia menyebutkan konsep al-‘adl dalam prespektif Islam adalah keadilan Ilahi.

Salah satu manifestasi keadilan menurut al-Qur’an adalah kesejahteraan. Keadilan akan mengantarkan manusia kepada ketaqwaan, dan ketaqwaan akan menghasilkan kesejahteraan bagi manusia itu sendiri.

(38)

Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Tuhan.

d. Amanah (Responsibility/ Pertanggungjawaban)

Etika dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan perbuatan maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian prinsip tanggung jawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip kehendak bebas.

e. Halal

Kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi salam kerangka Ekonomi Islam. Kehalalan suatu barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang ditimbulkan oleh barang tersebut.

f. Sederhana

Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam berkomunikasi. Diantara dua cara hidup yang ekstrim antara paham materilialistis dan zuhud. Ajaran al-Qur’an menegaskan bahwa dalam berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.

5. JUAL BELI (AKAD & JUAL BELI TERLARANG)

Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengansesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain

1. Menurut ulama Hanafiyah : Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan hartaberdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”

2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.”

(39)

masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak(dirham).

Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli

Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkanberdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :

1. Al Qur’an

Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275). 2. Sunnah

Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.

3. Ijma’

Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur’an dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.

(40)

hukumnya wajib, misalnya jika ada suatu ketika para pedagang menimbun beras, sehingga stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung tinggi. Maka pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk menjual beras yang ditimbunnya dengan harga sebelum terjadi pelonjakan harga.

Menurut Islam, para pedagang beras tersebut wajib menjual beras yang ditimbun sesuai dengan ketentuan pemerintah. Jual beli hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat yang diperbolehkan dalam islam, juga mengandung unsur penipuan. Jual beli hukumnya makruh, apabila barang yang dijual-belikan ituhukumnya makruh seperti rokok. Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).

Rukun Jual Beli:

Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli

 Objek akad (barang dan harga)  Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)

a. Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli ) Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :

1. Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.

2. Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi, jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti : permen, kue, kerupuk, dll.

3. Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhakmenggunakan harta milik orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S. An-Nisa’(4): 5):

(41)

Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).

Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :

 Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.  Kabul harus sesuai dengan ijab.

 Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis. c. Barang Yang Diperjual Belikan

Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara lain :

 Barang yang diperjual-belikan itu halal.  Barang itu ada manfaatnya.

 Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.  Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawahkekuasaanya.

 Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembelidengan jelas, baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.

d. Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa uang). Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :

 Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.

 Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.

 Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah(nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).

Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.

Referensi

Dokumen terkait

Serat yang rusak oleh asam, alkali, hipoklorit asam dan peroksida akan berwarna biru tua (ketuaan warna tergantung pada derajat kerusakan seratnya).. Uji

Berbeda dengan Sutherland, ia lebih menekankan pada aspek hubungan yang mempunyai penguat antara individu dan atau individu dengan kelompok karena interaksi sosial

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh intervensi program penanggulangan

sedcmdesetega leta starosti zbolela zaradi raka jajčnikov je mecl 16-65 odstotkov: v primeru mutiranega gena BRCA 1 30-40 odstotkov in BRCA 2 -.. 20

SUZUKI APV SGX’2008 Matic Silver Full Ors Spt Baru 88Jt Bisa Bantu Kredit JL.. Muria

LKPD Kabupaten Poso Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2013 lebih banyak mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK Perwakilan Sulawesi Tengah, walaupun

Duplikasi obat adalah penggunaan dua atau lebih obat dalam satu golongan atau obat golongan lain tetapi memiliki mekanisme kerja yang sama dan digunakan dalam waktu

PKPBDD merupakan koperasi sekunder yang diupayakan menjadi satu- satunya pintu pemasaran buah dan olahan belimbing yang dihasilkan seluruh petani belimbing di Kota Depok..