Pikiran
Rakyat
f.
:::':"AD
o
Selasa4
5
20
8
Maro
Rabu
0
Kamis
0
Jumat
6 7 8 9 10 11 21 22 23 24 25 26
OApr OMp; OJun OJul 0 Ags
.
Sabtu
0 Minggu
~15
16.
27
28
29
30
31
OSep
C Okt ONov
ODes
Pangeran
..Komel,
Iii:'_-Literasi Poliiik Sunda
-- --.;.;.;;..Oleh ASEP SAIAHUDIN
B
ALAI Pustaka pada 1930 menerbitkan ro-man karangan R. Me-med Sastrahadiprawira beIju-dul Pangeran Kornel. Roman ini menganibil setting keluar-ga menak Sunda sekitar tabun 1773-1828 (akhir abad ke-18). Roman ini dapat dikelom-pokkan sebagai roman sejarah, di mana sang pengarang membaurkan antara fakta dan fiksi. Yang nyata diberi muat-an cerita sehingga tampak le-bib hidup dan memiliki daya, makna yang disusun dan hen-dak disampaikan kepada pem-baca tampak beIjiwa. Dari ro-man sejarah seperti ini terdo-kumentasikan falsafah hidup suku dan seseorang.Pangeran Komel adalah Bupati Sumedang. Pangeran Komellah yang telah membe-rikan contoh nyata bagaimana kekuasaan yang dikelola de-ngan cara-cara bijak mampu menciptakan rasa keadilan merata kepada segenap rakyat. Seorang bupati yang seluruh hidupnya dikhidmatkan untuk kepentingan
---
khalayak hattamisalnya harus mengancam posisinya sendiri sebagaimana dibuktikan dengan keberani-annya menentang Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda karena diang-gap telah mengkhianati rak-yatnya dalam projek pembuat-an jalpembuat-an raya Anyer-Bpembuat-anyuwa- Anyer-Banyuwa-ngi. Akhirnya, Daendels pun melihat manusia Sunda yang memiliki karakter teguh seper-ti itu "leah" haseper-tinya, kesepa-katan yang berpihak kepada rakyat diambil sebagai kebijak-annya.
"Dangding" kearifan
Kita simak dangding muka-dimah roman Pangeran Kor-, nel yang menggambarkan citra penguasa bijaksana di mana kekuasaan dikelola dengan ha-luan falsafah yang luhur seba-gaimana dikutip Suwarsih Warnaen, dkk. (1985).
Mungguh kamlltyaan saja-tijlir ibarat wawangunanjnu weweg alus tur gedejhese pi-runtuheunanajsababna ditih-anganjku tabeat anu lu-hungjdihateupan kautam'!:...
anjdibilikan ku
pamilihjdiku-ta ku kasatiaanjdipademan
ku wawanenjdipaku ku
ka-pengkuhanjdihias
kapinte-ranjdiparabotan ku
elmujdi-ukir ku karajinanjjalma oge
kitu deuijlamun martabatna
mulyajhomo towong
dipio-mongjmoal pegat
dipicang-camjsababna
kamulya-anjhenteu
ka wengku
ku
waktujlanggeng
ka
wang-ikuenana (sesungguhnya
ke-mulyaan sejatijdapat
diiba-ratkan bangunanjyang
ku-kuh bagus dan benarjsulit
un-tuk runtuhjkarena
bertiang-kanjtabiat yang
luhurjdiata-pi keutamaanjdidinding oleh
pilihanjdibentengi oleh
kese-tiaanjdipedomani oleh
kebe-naranjdipaku oleh keteguhan
hatij dihiasi
kepandaianjber-perabotkan ilmujberukirkan
ketekunanjmanusiajuga
be-gitujkalau martabatnya
mu-liajtak
henti
dipercakap-kanjtak
putus
dikenang-kanj~ebab kemuliaanjtidak
terkurung oleh
waktujlang-geng (menyebarkan)
wangi-nya).
Tampak jelas. bagaimana
falsafah politik Sunda melalui
pintu masuk Pangeran Ko~el
ini menegaskan tentang poli-
dup sederhaha),bersih manah
tik adiluhung yang dijangkar-
(terbuka dan ikhlas)
kan di atas landasan kokoh
ni-lai-nilai universal sebagaimo-
Kontekstualisasi
dal sosial untuk membangun
Merenungkan kembali
ke-politik dan basis kultural yang
arifan Sunda yang tecermin
kokoh, yakni: 1) tabeat anu
dalam roman sejarah
Pange-luhung (memilikikarakter), 2)
ran Kornelmenjadiamat
pen-kapengkuhan (integritas), 3)
ting, justru di tengah situasi
kautamaan
(akhlak mulia),
politik (ki) Sunda yangtengah
4) wawanen
(keberanian),
terpuruk saat ini.
Keterpuruk-dan' 5) kapinteran (kecerdas-
an ini bukan hanya ditengarai
an).
dengan miskinnya pemikiran
Suwarsih Warnaen (1985),
politik yang mencerminkan
menurunkanlima dasar keuta-
epistemologi kesundaan,
na-maan itu dalam bentuk kiprah
mun juga para politisiberbasis
dan tindakan yang dapat me-
kultural kesundaan
menam-nunjang ke arah terciptanya
pakkan gejala kian terdesak
mobilisasi vertikal yang elok,
oleh politisilain karena
absen-teu ningkah (tidak berting-
nya militansi dan atau
infra-kah), teu adigung kamagung-
struktur kognitif yang tidak
an (tidak angkuh dan tidak
memadaidi tengah persaingan
memandang orang lain lebih
globalyang kian kompetitif,
rendah), paya ku katugenah-
Keterdesakanini pada
gilir-an (tidak gampgilir-ang bersedih),
annya, diakui atau tidak, telah
pinuh ku karumasaan (penuh
melahirkanraja-rajakeeilkon-oleh rasa kekurangan pada di-
temporer di tatar Sunda yang
ri sendiri), teupaya diagreng-
sarna sekali tidak memiliki
agreng (tak suka dimeriah-
concern terhadap akar
buda-kan), nyaah kanu masakat
yanyakecualihanyapeduliter-(sayang pada yang miskin),
hadap ideologi pragmatisme
ageung maklum sabar sarta
hedonistik. Tidaklahheran
se-adil (arif sabar,dan se-adil), lan-
andainya kebijakan yang
ber-dung kanber-dungan laer aisan
kaitan dengan
kebudayaandi-_ (bijaksapa)1Petc.!.
bas!!ian.£hi: ~eluarkan dan atau
dicanang-kan, yang mencuat adalah ke-budayaan dalam makna bagai-mana memanjakan hasrat bendawi, bukan kebudayaan yang berporos pada ekpektasi kreasi nalar dan kebeningan nurani, tidak juga kebudayaan dalam makna kata kerja na-mun budaya dalam arti fisik statis kata benda, hanya
nga-gugulukeun pariwisata.
Alhasil, Pangeran Kornel se-sungguhnya bukan sekadar teks mati, namun ternyata adalah teks terbuka. Terbuka tidak hanya diinterpretasikan dengan pernaknaan yang bera-gam, tapi juga terbuka sebagai pintu masuk untuk diaksen-tuasikan menjadi pengalaman keseharian sehingga kita dapat merengkuh apa yang dinama-kan Hasan Mustapa dengan ungkapan: "empug semu je-ung salembur, bear budi je-ung pangampih, mustika tara kasangka, bisi batur pada manggih, diudag tata satata, ditungtik surtina buni."