• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Penelitian

Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 2015 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 300 m dpl sedangkan tertinggi 600 m dpl. Kecamatan Jumapolo memiliki ketinggian terendah 340 m dpl sedangkan tertinggi 580 m dpl.

Kecamatan Matesih memiliki ketinggian terendah 380 m dpl sedangkan tertinggi 750 m dpl. Kecamatan Karangpandan memiliki ketinggian terendah 450 m dpl sedangkan tertinggi 650 mdpl. Kecamatan Kerjo memiliki ketinggian terendah 380 m dpl sedangkan tertinggi 520 m dpl (BPS Karanganyar 2015).

Kecamatan Jumantono memiliki luas wilayah 5.354,8 Ha yang terdiri dari tanah sawah 1.595,6 Ha dan luas tanah untuk pekarangan/bangunan 1.634,3 Ha.

Kecamatan Jumapolo memiliki luas wilayah 5.567,021 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah 1.833,893 Ha dan luas tanah untuk pekarangan/bangunan 2.019,400 Ha. Kecamatan Matesih memiliki luas wilayah 2.626,6325 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah 1.303,60 Ha dan luas untuk pekarangan/bangunan 809,7204 Ha.

Kecamatan Karangpandan memiliki luas wilayah 3.417,339 Ha yang terdiri dari luas tanah sawah 1.535.522 Ha, dan luas tanah untuk pekarangan/bangunan 1.196,03 Ha. Kecamatan Mojogedang memiliki luas wilayah 5.330,90 Ha yang terdiri dari luas tanah sawah 2.024,76 Ha dan luas tanah untuk pekarangan/bangunan 2.048,09 Ha. Kecamatan Kerjo memiliki luas wilayah 4.4185,545 Ha yang terdiri dari tanah sawah 1.129,6358 Ha sedangkan tanah pekarangang/bangunan 1.205,0428 Ha (BPS Karanganyar 2015).

Lingkungan tempat pengambilan sampel meliputi pekarangan dan pematang sawah. Pengertian pekarangan adalah sebidang tanah yang mempunyai batas – batas tertentu yang di atasnya terdapat bangunan tempat tinggal yang mempunyai hubungan fungsional baik secara ekonomi, biofisik, maupun sosial budaya dengan penghuninya. Lahan pekarangan umumnya ditanami berbagai jenis tanaman misalnya tanaman buah – buahan, sayuran, dan tanaman obat tradisional (Rahayu dan Prawiroatmojo 2005).

(2)

commit to user

Sedangkan pematang sawah secara sosial kultur menjadi pembatas antara satu petakan sawah dengan petakan lainnya. Selain itu berfungsi sebagai jalan bagi petani menuju sawah dan secara teknis berfungsi sebagai penahan laju aliran permukaan dan sedimen pada lahan sawah (Syahbudin et al. 2007).

Tanaman pisang yang ditanam di pekarangan maupun pematang sawah pada masing – masing wilayah kecamatan yang diteliti masih sebagai tanaman campuran yang tidak memperhatikan jarak tanam, pemupukan, pengairan, pemberantasan OPT dan pemeliharaan lainnya seperti penyiangan dan pendangiran. Sehingga daun maupun buah tanaman pisang menjadi kurang produktif karena tidak dipelihara secara intensif (Cahyono 2009).

B. Jenis Parasitoid yang Ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, imago parasitoid yang muncul dari pupa E. thrax berasal dari Ordo Hymenoptera. Ordo Hymenoptera merupakan salah satu ordo yang menguntungkan bagi manusia. Dari sudut kepentingan manusia, ordo ini paling berguna dari seluruh kelas serangga. Ordo Hymenoptera banyak sekali jenis yang berharga sebagai parasitoid dari hama - hama serangga.

Anggota – anggota dari ordo ini memiliki empat sayap yang tipis. Sayap - sayap belakang lebih kecil daripada sayap – sayap depan (Borror et al. 1996).

Ordo Hymenoptera adalah salah satu ordo biologi serangga, yang antara lain terdiri atas tawon atau tabuhahan dan lebah. Memiliki ciri – ciri sayap belakang terhubung ke sayap depan oleh sejumlah kait disebut haili. Betinanya khas memiliki ovipositor untuk memasukkan telur ke dalam inang. Mengalami metamorfosis sempurna, selain itu dicirikan dengan penyempitan antara segmen abdomen pertama dan kedua, juga melibatkan bersatunya segmen abdomen

pertama dengan thorax sehingga disebut serangga bertubuh ramping (Daly et al. 2012).

Ordo Hymenoptera yang berperan sebagai parasitoid berasal dari family Chalcididae, Ichneumonidae, dan Eulophidae. Family Chalcididae adalah chalchidoid yang berukuran sedang (2-7 mm) dengan femora belakang menggembung dan bergerigi. Mempunyai alat peletakkan telur pendek dan sayap yang tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat (Borror et al. 1996).

(3)

commit to user

Family Ichneumonidae memiliki tubuh ramping berukuran 3-40 mm.

Mempunyai 2 vena reccurent, sel sub marginal pertama dan sel discoidal pertama menyatu. Antenna mempunyai ruas 16 buah atau lebih dan biasanya paling sedikit setengah panjang tubuh (Schmidt dan Schmidt 2015). Family Eulophidae merupakan serangga yang memiliki panjang ukuran tubuh kecil (1-3 mm), ovipositor pendek (Husseini et al. 2006).

Berikut merupakan penjelasan dari jenis parasitoid yang ditemukan.

1. Parasitoid Brachymeria lasus

Menurut (Boucek 1988) Brachymeria lasus termasuk dalam Kingdom Animalia, Phylum Arthropoda, Classis Insecta, Ordo Hymenoptera dan Family Chalcididae. Parasitoid B. lasus memiliki ciri fisik berwarna hitam dan bagian fermur tungkai belakang membesar. B.lasus merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarious bila ukuran inangnya besar, tetapi soliter bila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid meletakkan telur dalam pupa E. thrax yang baru terbentuk.

Pupa inang akan mati terparasit dalam satu atau dua hari. Pupa inang kemudian mengeras dan kaku ketika telur parasitoid di dalamnya telah menetas. Jumlah telur parasitoid B. lasus sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang. Perkembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup ini berkisar antara 12-13 hari (Kalshoven 1981).

Gambar 6. Parasitoid Brachymeria lasus Gambar 7. Bekas lubang keluar Brachymeria lasus

Imago yang keluar dari pupa dicirikan dengan adanya lubang – lubang kecil di tubuh pupa Kemunculan imago parasitoid B. lasus bergantian satu per-satu dan

(4)

commit to user

keluar melalui lubang dengan cara menggigit tubuh pupa. Setiap imago yang muncul membuat lubang sendiri, sehingga tubuh pupa akan penuh dengan lubang tempat keluar imago. Rata – rata lubang keluar pada tubuh pupa mencapai 15 hingga 20, sedangkan jika ukuran tubuhnya kecil berkisar 7 sampai 10 imago (Valindria 2012).

2. Parasitoid Xantopimpla gampsura

Menurut (Goulet dan Huber 1993) Xantopimpla gampsura termasuk dalam adalah Kingdom Animalia, Phylum Arthropoda, Classis Insecta, Ordo Hymenopter dan Family Ichneumonidae. Parasitoid X. gampsura memiliki ciri di antaranya adalah tubuh spesies dapat dikenali dengan mudah oleh warna tubuhnya yang berwarna kuning dan garis – garis hitam di kepala dan dada. Pada perutnya ditandai bintik - bintik hitam. Panjang tubuh sekitar 6,5 mm. Antena beruas 16 buah atau lebih. Spesies ini dikenal sebagai parasitoid pupa (Erniawati dan Ubaidillah 2011).

Gambar 8. Parasitoid Xantopimpla gampsura

Gambar 9. Bekas lubang keluar Xantopimpla gampsura Imago X. gampsura keluar dari pupa dengan cara menggigit tubuh pupa di bagian kepala E. thrax.. Imago yang muncul dari pupa E. thrax berjumlah 1 ekor.

Sedangkan jika ukuran tubuh pupanya besar bisa mencapai 2 imago.

3. Parasitoid Pediobius erionotae

Menurut (Gibson et al. 1997) Pediobius erionotae termasuk dalam Kingdom Animalia, Phylum Arthropoda, Classis Insecta, Ordo Hymnenoptera, Family Eulophidae. Tubuhnya berkilau dan berwarna hijau metalik. Mata berwarna coklat

(5)

commit to user

tua. Abdomen berwarna hijau metalik. Pada bagian protonum terdapat rambut – rambut halus berwarna hitam. Spesies P. erionotae merupakan parasitoid yang dapat muncul dari telur, larva dan pupa dari E. thrax (Lepidoptera : Hesperiidae) (Hymenoptera : Braconidae) (Noyes 2002).

Gambar 10. Pediobius erionotae Gambar 11. Bekas lubang keluar Pediobius erionotae

P. erionota aktif berkembang dari telur sampai dewasa selama 10-16 hari.

Jumlah telur yang dihasilkan betina mencapai 75 butir. Imago muncul dari pupa E. thrax dengan cara menggigit tubuh pupa, sehingga tubuh pupa terdapat lubang – lubang kecil berukuran 0,05 mm. Beberapa spesies dari Pediobius telah seringkali digunakan sebagai agen kontrol biologis bagi banyak serangga hama (Hansson 2006).

P. erionotae merupakan parasitoid primer maupun sekunder, dikatakan sebagai parasitoid primer karena menyerang E.thrax Sedangkan sebagai parasitoid sekunder karena menyerang larva parasitoid primer B. lasus yang berada di dalam tubuh E. thrax. P. erionotae merupakan parasitoid primer maupun sekunder untuk fase telur, larva dan pupa pada arthropoda lainnya, misalnya ordo Coleoptera, Diptera, Lepidoptera dan Hymenoptera (Purnamasari 2007).

C. Persentase Parasitasi Pupa Erionota thrax 1. Persentase Parasitasi Parasitoid Pupa Erionota thrax Keseluruhan

Salah satu variabel yang diamati yaitu persentase parasitasi parasitoid pupa keseluruhan, diperoleh dari perhitungan antara jumlah pupa yang terparasit per jumlah pupa yang diamati pada satu tanaman pisang. Hasil analisis ragam dapat

(6)

commit to user

diketahui bahwa ketinggian tempat dan lingkungan berpengaruh nyata terhadap persentase parasitasi parasitoid keseluruhan. Rata – rata persentase parasitasi parasitoid pupa pada lingkungan pematang sawah sebesar 78,5% berbeda nyata dengan keseluruhan perlakuan. Rata – rata persentase parasitsi parasitoid pupa keseluruhan ketinggian tempat sedang pada lingkungan pekarangan yaitu 33,5 % berbeda nyata dengan ketinggian tempat sedang pada lingkungan pematang sawah sebesar 55,3%.

Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Gambar 12. Persentase Parasitasi Parasitoid Pupa Erionota thrax Keseluruhan Berdasarkan Gambar 12, persentase parasitasi parasitoid tertinggi diperoleh di dataran rendah pada lingkungan pematang sawah sebesar 78.56%. Sedangkan yang terendah diperoleh di dataran tinggi pada lingkungan pekarangan yaitu 27,16%. Tingginya persentase parasitasi parasitoid dapat disebabkan sifat superparasitisme parasitoid yang dapat melakukan oviposisi pada inang yang telah diparasit oleh parasitoid lain dari famili yang sama dan sifat multiparasit parasitoid yang dapat melakukan oviposisi terhadap inang yang sama oleh lebih

45.33abc ±1.97 33.5ab ±1.71 27.16a ±1.72

78.56d ±2.42 55.33c ±1.67 52.76abc ±1.4

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Persentase Parasitasi Parasitoid Pupa Erionota thrax Keseluruhan (%)

Perlakuan

Pekarangan Pematang Sawah

(7)

commit to user

dari satu jenis parasitoid. Kedua sifat tersebut dapat mempengaruhi kualitas parasitoid (Tunca et al. 2016).

Semakin tinggi populasi inang semakin tinggi pula persentase parasitoid, sedangkan semakin rendah populasi inang dapat diikuti dengan rendahnya persentase parasitasi parasitoid (Riyanto et al. 2014). Banyak faktor biologis mempengaruhi kejadian dari superparasitism, termasuk sifat biologis parasitoid betina (misalnya, usia, status kawin, telur, beban, periode oviposisi, kepadatan), spesies inang, ukuran tuan rumah, tuan rumah kepadatan dan waktu paparan (Shoeb dan El-Heneidy 2010).

Selain itu umur parasitoid yang semakin banyak, kurang tersedianya makanan dan lingkungan yang cocok untuk tempat tinggal parasitoid juga dapat menyebabkan penurunan kebugaran parasitoid dalam menemukan inang.

Sehingga persentase parasitasi dapat menurun (Masyifah et al. 2014).

2. Persentase Parasitasi Brachymeria lasus

Persentase parasitasi Brachymeria lasus diukur dengan menghitung pupa yang terparasit B. lasus per pupa yang terparasit keseluruhan pada satu tanaman pisang. Rata - rata persentase parasitasi B. lasus disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Persentase Parasitasi Brachymeria lasus

Berdasarkan Gambar 13. persentase parasitasi B. lasus tertinggi diperoleh di dataran rendah pada lingkungan pematang sawah yaitu 53,21 %. Persentase

40.33

28.5

25.16 53.21

41.33 41.5

0 10 20 30 40 50 60

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Persentase Parasitasi Brachymeria lasus (%)

Perlakuan

Pekarangan Pematang Sawah

(8)

commit to user

parasitasi B. lasus terendah diperoleh di dataran tinggi pada lingkungan pekarangan sebesar 25,16%. Persentase parasitasi B. lasus yang tinggi di dataran rendah diduga berhubungan erat dengan kelimpahan inang di dataran rendah cukup tinggi, terutama hama yang berasosiasi dengan tanaman pisang. Sehingga kemampuan menyebar dan memarasit tinggi (Herliandadewi et al. 2013). Selain itu hubungan erat dengan kuantitas dan kualitas tanaman inang yang berperan terhadap kelimpahan E. thrax di lapang. Semakin banyak jenis tanaman inang yang berkualitas di lapang maka kelimpahan populasi hama meningkat, dengan demikian presentasi parasitasi B. lasus juga meningkat.

3. Persentase Parasitasi Xantopimpla gampsura

Persentase parasitasi Xantopimpla gampsura diukur dengan menghitung pupa yang terparasit X. gampsura per pupa yang terparasit keseluruhan pada satu tanaman pisang. Rata – rata persentase parasitasi X. gampsura disajikan pada Gambar 14. Persentase parasitasi X. gampsura tertinggi terdapat di daerah yang memiliki ketinggian tempat rendah pada lingkungan pematang sawah yaitu 25,35%. Rata – rata persentase parasitasi terendah diperoleh pada ketinggian tempat tinggi pada lingkungan pekarangan yaitu 2%.

Gambar 14. Persentase Parasitasi Xantopimpla gampsura

11.67

15

2 25.35

7.78

19.83

0 5 10 15 20 25 30

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Persentase Parasitasi Xantopimpla gampsura (%)

Perlakuan

Pekarangan

Pematang Sawah

(9)

commit to user

Tingkat parasitisasi berbeda pada setiap daerah karena faktor iklim terhadap kehidupan parasitoid. Pada agroekosistem sayuran dataran tinggi kecendrungan penggunaan pestisida lebih intensif dibanding dataran rendah. Permasalahan hama dan penyakit lebih kompleks pada daerah intensif sayuran dataran tinggi (Suparyono 2002).

4. Persentase Parasitasi Pediobius erionotae

Persentase parasitasi Pediobius erionotae diukur dengan menghitung pupa yang terparasit P. erionotae per pupa yang terparasit keseluruhan pada satu tanaman pisang. Rata – rata persentase parasitasi P. erionotae disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Persentase Parasitasi Pediobius erionotae

Berdasarkan Gambar 15, persentase parasitasi P. erionotae terendah yang memiliki rata – rata 0% terdapat di dataran rendah pada lingkungan pekarangan di dataran rendah pada lingkungan pematang sawah dan di dataran tinggi pada lingkungan pekarangan. Hal ini disebabkan parasitoid yang dominan memarasit di daerah tersebut adalah B. lasus dan X. gampsura. Sedangkan persentase parasitasi P.erionotae tertinggi di dataran menengah pada lingkungan pekarangan sebesar 14,22%

0

10

0 0

14.22

6.66

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Persentase Parasitasi Pediobius erionotae (%)

Perlakuan

Pekarangan Pematang Sawah

(10)

commit to user

D. Kepadatan Populasi Parasitoid Pupa Erionota thrax 1. Populasi Parasitoid Pupa Erionota thrax Keseluruhan

Populasi parasitoid pupa keseluruhan diukur dengan menghitung jumlah imago yang keluar melalui pupa E. thrax. Hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa ketinggian tempat dan lingkungan tidak berpengaruh nyata terhadap populasi parasitoid pupa keseluruhan. Rata – rata populasi parasitoid keseluruhan disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Populasi Parasitoid Pupa Erionota thrax Keseluruhan

Berdasarkan Gambar 16, populasi parasitoid pupa keseluruhan di dataran menengah pada lingkungan pematang sawah sebesar 93,4 ekor/tanaman lebih tinggi dari dataran tinggi pada lingkungan pekarangan sebesar 9,2 ekor/tanaman.

Tingginya populasi hama mempengaruhi perkembangan populasi parasitoid. Hal ini mempermudah parasitoid dalam menemukan instar inang yang sesuai untuk melakukan oviposisi. Selain itu sifat parasitoid yang gregarius atau parasitoid yang mampu tumbuh dan berkembang lebih dari satu individu parasitoid dalam satu inidividu inang menyebabkan populasi parasitoid juga semakin tinggi.

Rendahnya populasi parasitoid dapat disebabkan persentase parasitasi parasitoid yang rendah dan kemampuan inang dalam melakukan pertahanan diri (Centitas dan Asulane 2009).

16.6

49.6

9.2 28

93.4

63.8

0 20 40 60 80 100 120

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Jumlah Populasi Parasitoid Pupa Erionota thrax Keseluruhan (ekor/tanaman)

Perlakuan

Pekarangan

Pematang Sawah

(11)

commit to user 2. Populasi Brachymeria lasus

Populasi Brachymeria lasus diukur dengan menghitung jumlah imago B.

lasus yang keluar melalui pupa E. thrax. Rata – rata populasi B. lasus di sajikan

pada Gambar 17. Populasi pupa B. lasus tertinggi di dataran rendah pada lingkungan pematang sawah sebesar 27,4 ekor/tanaman, sedangkan populasi B.

lasus terendah terdapat di dataran tinggi pada lingkungan pekarangan sebesar 9

ekor/tanaman.

Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya keberadaan populasi B. lasus pada lingkungan pematang sawah adalah letak geografis yang membatasi penyebaran parasitoid tersebut. Jumlah parasitoid melimpah dapat disebabkan parasitoid B. lasus sudah menyebar ke daerah yang menyediakan sumber makanan yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu sistem budidaya juga mempengaruhi populasi parasitoid, pada sistem budidaya sayuran organik akan yang berperan penting dalam menurunkan populasi hama dan menjaga kestabilan agroekosistem (Nugraha et al. 2014).

Gambar 17. Populasi Parasitoid Brachymeria lasus

3. Populasi Xantopmpla gampsura

Populasi Xantopimpla gampsura diukur dengan menghitung jumlah imago X. gampsura yang keluar melalui pupa E. thrax.

16

12.4

9 27.4

24.4

16.4

0 5 10 15 20 25 30 35

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Populasi Brachymeria lasus (ekor/tanaman)

Perlakuan

Pekarangan

Pematang Sawah

(12)

commit to user

Gambar 18. Populasi Parasitoid Xantopimpla gampsura

Berdasarkan Gambar 18, populasi parasitoid X. gampsura memilik rata – rata tertinggi di dataran rendah pada lingkungan pematang sawah dan dataran tinggi pada lingkungan pematang sawah sebesar 1 ekor/tanaman, sedangkan rata – rata populasi terendah di dataran menengah pada lingkungan pekarangan dan dataran tinggi pada lingkungan pematang sawah sebesar 0,2 ekor/tanaman.

Keanekaragaman struktur lanskap pertanian tidak hanya mempengaruhi keanekaragaman musuh alami di dalam pertanaman tetapi juga kelimpahan dan kefektifannya. Habitat yang beragam dalam pengertian memiliki jenis tanaman yang banyak pada suatu daerah dapat mengurangi persaingan interspecies sehingga keberhasilan hidup serangga di wilayah tersebut lebih terjamin (Jamili dan Haryanto 2014).

4. Populasi Pediobius erionotae

Populasi Pediobius erionotae diukur dengan menghitung jumlah imago P.erionotae yang keluar melalui pupa E. thrax. Rata – rata populasi parasitoid pupa keseluruhan di sajikan pada gambar 19.

0.6

0.2 0.2

1

0.6

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Populasi Xantopimpla gampsura (ekor/tanaman)

Perlakuan

Pekarangan Pematang Sawah

(13)

commit to user Gambar 19. Populasi Parasitoid Pediobius erionotae

Berdasarkan Gambar 19, populasi P. erionotae tertinggi di dataran menengah

pada lingkungan pematang sawah yaitu 68,4 ekor/tanaman, sedangkan populasi P. erionotae terendah terdapat di dataran rendah pada lingkungan pekarangan

maupun pematang sawah dan di dataran tinggi pada lingkungan pekarangan dengan rata – rata 0 ekor/tanaman. Kepadatan populasi P.erionotae di dataran menengah dan dataran tinggi lebih besar daripada di dataran rendah disebabkan ketersediaan inang di dataran tinggi maupun menengah lebih banyak dibanding di dataran rendah.

0

37

0 0

68.4

45

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Populasi Pediobius erionotae (ekor/tanaman)

Perlakuan

Pekarangan

Pematang Sawah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran conservation-based learning (CBL)

Dengan mengadaptasi pemodelan perhitungan kompleksitas oleh El-Maraghy, didapati bahwa pemodelan perhitungan kompleksitas maintenance, yang telah dirancang untuk

jika dipandang dari dimensi hukum dalam prespektif filosofis adalah tindakan yang melawan hukum, dan pada gilirannya hanya akan melahirkan sikap saralisasi aturan

Tim peserta yang dinyatakan lolos ke babak final diberi kesempatan untuk menyelesaikan implementasi/realisasi perangkat peraga karya ilmiahnya dan menyempurnakan makalahnya, untuk

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari etnis Jawa, bahwa pada subjek ketiga memiliki beberapa sikap dalam berwirausaha seperti, etos kerja yang kuat,

gliserol 2M dan sukrosa 0,4M. Setelah itu, eksplan direndam dalam larutan deloading, yaitu larutan DKW dengan penambahan sukrosa 1,2M selama 20 menit sebelum ditanam pada

Rencana Kerja Pemerintah Daerah ( RKPD ) Kabupaten OKU TIMUR Tahun 2015 merupakan dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun anggaran 2015 yang tidak hanya memuat

Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita ibu yang mempunyai resiko terhadap kehamilan dan persalinan ini, yang terdapat pada kartu status ibu..