• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

SKRIPSI

MARUDUT HUTABALIAN A14105571

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

MARUDUT HUTABALIAN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi Domestik. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribinis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RAHMAT YANUAR).

Kondisi subsektor peternakan Indonesia sangat memprihatinkan. Kondisi ini diketahui berdasarkan neraca perdagangan ekspor-impor komoditi peternakan tahun 1990-2007, bahwa Indonesia mengalami defisit perdagangan ekspor-impor komoditi peternakan dengan rata-rata kenaikan mencapai angka sebesar 29,07 persen (31.673.535,3 US$/tahun), yang menjadi fokus perhatian adalah fenomena ini mengalami pertumbuhan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Selain defisit perdagangan ekspor-impor komoditi peternakan tersebut, hal lain yang dapat menjadi dasar bahan pertimbangan penting untuk memicu perkembangan subsektor peternakan adalah sumbangan pada Produk Domestik Bruto (PDB).

Sumbangan PDB subsektor peternakan mulai dari tahun 2000-2006 menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan yang meningkat dengan rata-rata sebesar 9,87 persen/tahun. Meningkatnya jumlah penduduk dan terjadinya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat. Konsumsi daging sapi segar mengalami pertumbuhan yang meningkat. Konsumsi total daging sapi segar domestik belum mampu dipenuhi dari penawaran daging sapi domestik, bahwa masih terjadi defisit dari penawaran daging sapi dalam negeri setiap tahunnya. Hal ini diketahui neraca penawaran dan permintaan daging sapi domestik, bahwa mulai dari tahun 2004-2008 konsumsi daging sapi segar mengalami pertumbuhan yang meningkat yaitu sebesar 0,094 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi total daging sapi segar domestik meningkat dengan rata-rata sebesar 25.810 ton/tahun. Konsumsi total daging sapi segar domestik belum mampu dipenuhi oleh penawaran daging sapi domestik, bahwa dari tahun 2004-2008 masih terjadi kekurangan dengan rata-rata sebesar 43.110 ton/tahun.

Berdasarkan kondisi defisit penawaran daging sapi domestik yang cenderung mengalami pertumbuhan yang meningkat tersebut, maka diperkirakan bahwa pada tahun-tahun yang akan datang defisit penawaran daging sapi domestik akan semakin besar. Hal ini diduga akibat dari jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan semakin meningkat, peningkatan populasi penduduk akan diikuti dengan peningkatan jumlah konsumsi pangan. Maka untuk mengatasi fenomena defisit penawaran daging sapi domestik tersebut perlu upaya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan penawaran daging sapi domestik yang mampu memenuhi permintaan daging sapi domestik. Peningkatan penawaran daging sapi domestik dapat dicapai dengan bantuan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Kondisi penawaran daging sapi domestik merupakan wujud dari perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain: faktor lingkungan, ekonomi dan kebijakan pemerintah. Faktor alam sangat menentukan dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong, salah satu kaitannya adalah kesesuaian kondisi lingkungan dengan morfologi ternak sapi potong. Unsur-unsur dalam faktor lingkungan yaitu: suhu, curah hujan,

(3)

lahan dan lainnya, yang berhubungan erat dengan potensi ketersediaan pakan hijauan. Faktor ekonomi merupakan faktor yang terkait langsung terhadap keputusan produsen/peternak dalam menentukan tingkat output yang akan dihasilkan dalam hal ini daging sapi. Karena keterkaitan antara faktor ekonomi dengan penawaran adalah tingkat keuntungan yang akan diterima produsen/peternak tersebut, faktor ekonomi meliputi modal, harga input dan harga output.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keragaan penawaran daging sapi potong domestik mulai dari tahun 1990-2007 dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam tahunan, data tersebut terdiri dari dua komponen yaitu komponen times series (mulai dari tahun 1990-2007) dan cross section (propinsi). Data yang dihimpun dianalisis melalui metode deskriptif dan model kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis keragaan penawaran daging sapi domestik, sedangkan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi domestik.

Metode kuantitatif dengan model ekonometrika regresi data panel (Panel Data Regression Models).

Berdasarkan hasil analisis keragaan dan estimasi terhadap model pengaruh penawaran daging sapi domestik tahun 1990-2007 diketahui, bahwa penawaran daging sapi domestik mulai tahun 1990-2007 mengalami pertumbuhan yang meningkat. Hasil dugaan model penawaran daging sapi domestik dengan menggunakan metode Fixed Effect, menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap penawaran daging sapi domestik pada taraf nyata lima persen adalah: populasi ternak sapi potong (PTS), harga daging sapi (HDS) dan luas panen padi (LPD), sedangkan peubah harga ternak sapi (HTS) signifikan pada taraf nyata 20 persen.

Berdasarkan uraian hasil analisis keragaan dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi domestik, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Berkenaan nilai koefisien elsatisitas variabel populasi ternak sapi potong, harga daging sapi dan luas panen padi yang responsif terhadap penawaran daging sapi domestik maka, dalam rangka meningkatkan penawaran daging domestik, pemerintah bersama-sama para stake holder daging sapi harus selalu memonitor perkembangan populasi ternak sapi potong, harga daging sapi dan luas panen padi. Kebijakan tersebut diharapkan mampu mengendalikan fluktuasi pada populasi ternak sapi potong, harga daging dan luas panen padi supaya tidak mengalami pertumbuhan yang menurun, dengan demikian kondisi penawaran daging sapi domestik diharapkan akan mengalami kenaikan pertumbuhan. Berdasarkan kondisi bahwa dalam pemasaran ternak sapi terdapat biaya sehingga peubah harga ternak sapi kurang responsif maka, peran pemerintah sangat penting untuk menyediakan fasilitas khusus untuk pemasaran ternak sapi, disamping itu juga pemerintah dapat memberlakukan kebijakan untuk mengatur alur pemasaran dalam hal mengurangi keterlibatan banyak pihak, sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pedagang/jagal dapat diminimumkan. Hal ini akan mendorong peningkatan keuntungan yang diperoleh oleh produsen, sehingga produsen akan lebih tetarik untuk meningkatkan volume daging yang diproduksi dan ditawarkan.

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

MARUDUT HUTABALIAN A14105571

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi Domestik Nama : Marudut Hutabalian

NRP : A14105571

Disetujui Pembimbing

Rahmat Yanuar, SP. MSi NIP.132 321 442

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus:

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi Domestik” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

Marudut Hutabalian A14105571

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sitio-tio, Desa Sipira, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, pada tanggal 28 Agustus 1984. Penulis adalah putera ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ramlan Hutabalian dan Ibu Nuria Santa Gultom.

Tahun 1990, Penulis masuk ke Sekolah Dasar Negeri No 171691 Sipira, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Yayasan Perguruan Katolik Santa Laurensius Bintang Timur Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Pematang Raya, Kabupaten Simalungun dan lulus pada tahun 2002.

Tahun 2002 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Diploma III pada Bidang Studi Teknisi Usaha Ternak Daging, Program Studi Teknisi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulisan skripsi yang berjudul ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi Domestik”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan penawaran daging sapi potong domestik dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruh penawaran daging sapi potong domestik.

Namun demikian sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2009 Marudut Hutabalian

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen evaluator yang telah memberikan masukan berupa saran dan kritik yang membantu penulis untuk menentukan teori-teori dasar yang digunakan pada penelitian ini.

3. Moh. Firdaus, Phd dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Staf-staf di Pusat Data dan Informasi Direktorat Jenderal Peternakan, Pusat Data Statistik Pertanian dan Pusat Data Statistik Direktorat Jenderal Peternakan atas kebaikan untuk membantu dan memberikan informasi pada saat pencarian data.

5. Leonardo Panjaitan yang telah mau memberikan bantuan berupa saran dan kritik kepada penulis dan bersedia sebagai pembahas pada saat seminar hasil.

6. Bapa dohot Oma, kakak dan adik-adik tercinta yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan nasehat kepada penulis serta segala usaha dan upaya dalam membiayai hidup penulis selama belajar di Institut Pertanian Bogor.

7. Teman-teman MAB Ekstensi: Eli, Santy, Moey, Ukir, David Siagian, Septina, Harry B Wibowo dan Nova atas dukungan dan semangat yang diberikan.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Juni 2009 Marudut Hutabalian

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Taksonomi dan Bangsa-bangsa Ternak Sapi ... 9

2.2 Karkas Ternak Sapi Potong ... 10

2.3 Pakan Ternak Sapi Potong ... 10

2.4 Mutu Daging Ternak Sapi Potong Lokal ... 11

2.5 Potensi Pemanfaatan Padang Penggembalaan dan Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Sapi Potong ... 12

2.6 Perdagangan Ternak dan Daging Sapi Potong ... 15

2.7 Pola Pemasaran Ternak dan Daging Sapi Potong Di Indonesia ... 16

2.8 Studi Penelitian Terdahulu ... 17

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1 Teori Penawaran ... 19

3.1.1.1 Harga Komoditi yang Bersangkutan ... 19

3.1.1.2 Harga-harga Masukan (Prices of inputs) ... 20

3.1.1.3 Tujuan Perusahaan ... 21

3.1.1.4 Tahap Perkembangan Teknologi ... 21

3.1.2 Teori Faktor Proporsi ... 22

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

IV METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Jenis dan Sumber Data ... 26

4.2 Alat dan Metode Analisis ... 27

4.3 Model Penawaran Daging Sapi Domestik ... 27

4.4 Hipotesis Penelitian ... 30

4.5 Analisis Regresi Data Panel ... 30

4.5.1 Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) ... 32

4.5.2 Pendekatan Model Least Square Dummy Variable dan Fixed Effect ... 33

(11)

4.5.3 Pendekatan Efek Acak

(Random Effect Model/REM) ... 35

4.6 Pengujian Metode Data Panel ... 36

4.6.1 Pengujian Model Penduga Paling Tepat ... 36

4.6.1.1 Uji-F atau Uji-CHOW ... 36

4.6.1.2 Uji-Hausman ... 37

4.6.2 Uji Hipotesis ... 38

4.6.2.1 Uji F-Statistik ... 38

4.6.2.2 Uji t-Statistik ... 39

4.6.3 Koefisien Determinasi ... 40

4.7 Definisi Operasional ... 41

V GAMBARAN UMUM KOMODITAS ... 43

5.1 Penawaran Daging Sapi Indonesia ... 43

5.2 Impor Bakalan Sapi Potong ... 47

5.3 Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong Indonesia ... 48

5.4 Perkembangan Harga Ternak Sapi Potong Indonesia ... 50

5.5 Perkembangan Harga Daging Sapi Potong Indonesia ... 51

5.6 Perkembangan Luas Panen Padi ... 52

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

6.1 Hasil Pendugaan Model Penawaran Domestik ... 54

6.2 Hasil Uji Pemilihan Model Data Panel ... 55

6.2.1 Hasil Uji Spesifikasi dengan F-test/CHOW-test ... 55

6.2.2 Hasil Uji-Hausman ... 55

6.3 Hasil Estimasi Model ... 56

6.4 Interpretasi Model Penawaran Daging Sapi Domestik ... 57

6.4.1 Pengaruh Populasi Ternak Sapi Potong Terhadap Penawaran Daging Sapi Domestik ... 57

6.4.2 Pengaruh Harga Daging Sapi Terhadap Penawaran Daging Sapi Domestik ... 58

6.4.3 Pengaruh Harga Ternak Sapi Terhadap Penawaran Daging Sapi Domestik ... 59

6.4.4 Pengaruh Luas Panen Padi Terhadap Penawaran Daging Sapi Domestik ... 60

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

7.1 Kesimpulan ... 62

7.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 66

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Neraca Penawaran dan Permintaan Konsumsi Daging Sapi

Indonesia Tahun 2004-2008 ... 3 2 Hasil Pendugaan Persamaan Penawaran

Daging Sapi Domestik ... 57

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Neraca Perdagangan Espor-Impor Komoditi Peternakan

Indonesia Tahun 1990-2007 ... 1 2 Perkembangan Volume Impor Daging Sapi Indonesia

Tahun 1990-2006 ... 4 3 Kurva Penawaran ... 22 4 Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 25 5 Perkembangan Volume Penawaran Daging Sapi Nasional

Tahun 1990-2007 ... 44 6 Perkembangan Volume Penawaran Daging Sapi Propinsi

Produsen pada Wilayah Sumatera Tahun 1990-2007 ... 45 7 Perkembangan Volume Penawaran Daging Sapi Propinsi

Produsen pada Wilayah Jawa Tahun 1990-2007 ... 45 8 Perkembangan Volume Penawaran Daging Sapi Propinsi

Produsen pada Wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Tenggara Timur Tahun 1990-2007 ... 46 9 Perkembangan Volume Penawaran Daging Sapi Propinsi

Produsen pada Wilayah Kalimantan dan Sulawesi

Tahun 1990-2007 ... 47 10 Perkembangan Impor Bakalan Sapi Potong Indonesia

Tahun 1990-2007 ... 48 11 Perkembangan Populasi Sapi Potong Indonesia

Tahun 1990-2007 ... 50 12 Perkembangan Harga Ternak Sapi Indonesia

Tahun 1990-2007 ... 51 13 Perkembangan Harga Daging Sapi Indonesia

Tahun 1990-2007 ... 52 14 Perkembangan Luas Panen Padi Indonesia

Tahun 1990-2007 ... 53

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia pada Sektor Pertanian Berdasarkan Harga Berlaku

Tahun 1990-2005 (miliar Rupiah) ... 67 2 Alur Pemasaran Ternak dan Daging Sapi di Indonesia

Tahun 1998 ... 68 3 Persentase Proporsi Penawaran Daging Sapi dari

Propinsi-propinsi Produsen Utama Terhadap

Penawaran Daging Sapi Domestik Tahun 1990-2007 ... 69 4 Output Eviews Menggunakan Pooled Least Square Method

(PLS) ... 70 5 Output Eviews dengan Menggunakan Metode Fixed Effect

(FEM) ... 71 6 Output Eviews dengan Menggunakan Metode Random Effect 72 7 Hasil Uji-F/CHOW ... 73 8 Output Eviews dengan Pengujian Hausman-test ... 74

(15)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi subsektor peternakan Indonesia sangat memprihatinkan jika dikaitkan dengan letak geografis wilayah. Letak wilayah Indonesia merupakan wilayah tropis yang mendukung untuk pengembangan berbagai komoditi peternakan. Kondisi tersebut diketahui berdasarkan neraca perdagangan ekspor- impor komoditi peternakan Indonesia mulai tahun 1990-2006 (Gambar 1).

Diketahui, bahwa Indonesia mengalami defisit perdagangan setiap tahunnya, yang menjadi fokus perhatian adalah fenomena ini mengalami pertumbuhan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, rata-rata kenaikan mencapai angka sebesar 29,07 persen (31.673.535,3 US$/tahun). Dengan demikian, untuk mengurangi defisit pedagangan ekspor-impor komoditi peternakan pada masa yang akan datang maka, perkembangan pada subsektor peternakan di Indonesia sangat dibutuhkan.

Gambar 1. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditi Peternakan Indonesia Tahun 1990-2006

Sumber: Badan Pusat Statistik (1991-2007)

Selain defisit perdagangan ekspor-impor komoditi peternakan tersebut, hal lain yang dapat menjadi dasar bahan pertimbangan penting untuk memicu perkembangan subsektor peternakan adalah sumbangan pada Produk Domestik

(16)

Bruto (PDB). Mulai pada tahun 1990 sampai dengan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, industri peternakan khususnya ayam ras dan penggemukan sapi potong melemah, kondisi ini ditunjukkan pertumbuhan PDB subsektor peternakan meningkat hanya dengan rata-rata sebesar 6,67 persen. Salah satu penyebabnya adalah ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor (pakan, bibit/bakalan) dan teknologi impor (obat-obatan, benih). Situasi yang berbeda terjadi pada tahun 1998-2005 (Lampiran 1), bahwa pertumbuhan PDB subsektor peternakan meningkat lebih tinggi dengan rata-rata sebesar 9,87 persen/tahun.

Laju pertumbuhan PDB dari subsektor peternakan (Lampiran 1) berada pada urutan ketiga tertinggi setelah subsektor perikanan (12,83 persen) dan perkebunan (10,10 persen). Laju pertumbuhan PDB subsektor peternakan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan subsektor tanaman pangan (9,47 persen) dan subsektor kehutanan (5,28). Pertumbuhan yang meningkat dengan pesat pada subsektor peternakan disebabkan sudah berkembangnya industri peternakan, terutama ayam ras dan sapi potong. Dengan demikian, industri dua komoditas (ayam ras dan penggemukan sapi potong) tersebut berpotensi dijadikan sebagai salah satu sumber baru untuk pertumbuhan perekonomian nasional dari sektor pertanian.

Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat. Pencapaian kecukupan kebutuhan nutrisi terutama protein pada masyarakat akan lebih efisien apabila dilakukan dengan meningkatkan konsumsi pangan yang bersumber dari komoditi peternakan khususnya daging sapi. Kandungan zat nutrisi terutama protein terdapat lebih tinggi pada daging sapi

(17)

dan juga protein hewani memiliki unsur protein yang lebih lengkap, karena terdapat protein essensial yang tidak terdapat pada protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Jumlah konsumsi daging sapi segar domestik tahun 2004-2008 mengalami peningkatan (Tabel 1).

Konsumsi daging sapi segar mengalami pertumbuhan yang meningkat yaitu sebesar 0,094 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi total daging sapi segar domestik meningkat dengan rata-rata sebesar 25.810 ton/tahun. Konsumsi total daging sapi segar domestik belum mampu dipenuhi oleh penawaran daging sapi domestik, bahwa masih terjadi kekurangan dengan rata-rata sebesar 43.110 ton/tahun. Tabel 1 menunjukkan neraca Neraca Penawaran dan Permintaan daging sapi Indonesia tahun 2004-2008, disajikan sebagai berikut:

Tabel 1. Neraca Penawaran dan Permintaan Konsumsi Daging Sapi Indonesia Tahun 2004-2008

Tahu n

Penawaran (000 ton)

Konsumsi (kg/kap/tahun)

Pertumbuhan (kg)

∑ Penduduk (juta orang)

Total Konsumsi (000 ton)

Pertumbuhan (000 ton)

Neraca (000 ton)

2004 326,86 1,56 - 217,07 338,63 - -11,77

2005 364,09 1,75 0,190 220,33 385,58 46,95 -21,49

2006 385,53 1,84 0,090 223,63 411,48 25,90 -25,95

2007 397,05 1,93 0,090 226,99 438,09 26,61 -41,04

2008 352,41 2,03 0,100 230,39 467,69 29,60 -115,28

Rata-rata 0,094 25,81 -43,11

Keterangan:

*) = Angka Sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2008)

Implikasi penurunan subsidi dan proteksi perdagangan komoditas ekspor- impor dari kesepakatan World Trade Organization (WTO), menyebabkan pasar dalam negeri harus dibuka bagi produk-produk impor termasuk daging sapi.

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa tekanan daging impor semakin kuat. Volume impor daging sapi setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang meningkat, volume impor daging sapi Indonesia tahun 1990-2007 meningkat dengan rata-rata sebesar 2.201,14 ton/tahun.

(18)

Gambar 2. Perkembangan Volume Impor Daging Sapi Indonesia Tahun 1990- 2006

Sumber: Badan Pusat Statistik (1991-2007)

Menanggapi hal tersebut, peningkatan efisiensi ekonomi dalam kegiatan pengadaan daging sapi domestik merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi supaya dapat bersaing dengan daging sapi impor. Tanpa adanya upaya yang sistematis dalam menunjang pengembangan untuk meningkatkan volume penawaran daging sapi potong domestik, tidak mungkin dapat mengurangi tekanan produk daging sapi impor. Selanjutnya, pada masa yang akan datang pemerintah perlu memberikan perhatian secara khusus dalam hal kebijakan- kebijakan terkait pada subsektor peternakan untuk mengatasi kondisi defisit tersebut, guna meningkatkan volume penawaran daging ternak sapi domestik yang dapat memenuhi permintaan domestik dan untuk mengurangi ketergantungan impor serta untuk menjaga kesejahteraan ekonomi peternak sapi potong domestik.

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi penawaran daging sapi dari dalam negeri (domestik) yaitu berada pada kondisi defisit, bahwa penawaran lebih rendah daripada permintaannya. Hal tersebut terjadi pada empat tahun terakhir (2004-2008) Indonesia mengalami defisit daging sapi dari penawaran domestik dengan rata-rata mencapai angka

(19)

sebesar 43,11 ribu ton per tahun (Tabel 1). Diketahui juga bahwa, defisit tersebut mengalami pertumbuhan yang meningkat setiap tahunnya, yang pada tahun 2004 defisit hanya sebesar 11,77 ribu ton meningkat dengan pesat dalam jangka waktu relatif singkat (empat tahun) menjadi 115,28 ton pada tahun 2008.

Akibat dari defisit penawaran yang terjadi maka Indonesia melakukan pemenuhan melalui impor. Kecenderungan yang terjadi bahwa volume impor daging sapi Indonesia selalu mengalami peningkatan, rata-rata peningkatan volume impor mulai tahun 1990-2007 sebesar 2.201,14 ton/tahun (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penawaran daging sapi domestik harus dilakukan untuk mengurangi tekanan impor tersebut.

Berdasarkan kondisi defisit penawaran daging sapi domestik yang cenderung mengalami pertumbuhan maka diperkirakan bahwa pada tahun-tahun yang akan datang defisit penawaran daging sapi domestik akan semakin besar.

Hal ini diduga akibat dari jumlah penduduk Indonesia yang juga akan semakin meningkat yang diikuti dengan peningkatan jumlah konsumsi pangan. Dengan demikian, untuk mengatasi fenomena tersebut perlu upaya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan penawaran daging sapi domestik yang mampu memenuhi permintaan daging sapi domestik.

Kondisi penawaran daging sapi domestik merupakan wujud dari perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain: faktor lingkungan, ekonomi dan kebijakan pemerintah. Faktor alam sangat menentukan dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong, salah satu kaitannya adalah kesesuaian kondisi lingkungan dengan morfologi ternak sapi potong. Unsur-unsur dalam faktor lingkungan yaitu: suhu, curah hujan,

(20)

lahan dan lainnya, yang berhubungan erat dengan potensi ketersediaan pakan hijauan. Salah satu sumber pakan hijauan adalah berasal dari jerami padi. Di setiap propinsi Indonesia terdapat lahan yang dijadikan lahan pertanian tanaman pangan, salah satu komoditi tanaman pangan tersebut adalah tanaman padi. Luas panen tanaman padi akan menetukan jumlah jerami yang dihasilkan, bahwa semakin luas lahan panen padi maka produksi jerami yang dihasilkan juga akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan pakan hijauan pada suatu daerah ditunjukkan oleh luas panen padi pada daerah tersebut.

Faktor ekonomi merupakan faktor yang terkait langsung terhadap keputusan produsen/peternak dalam menentukan tingkat output yang akan dihasilkan dalam hal ini daging sapi. Karena keterkaitan antara faktor ekonomi dengan penawaran adalah pada tingkat keuntungan yang akan diterima produsen/peternak tersebut, faktor ekonomi meliputi modal, harga input dan harga output.

Produsen akan menawarkan daging sapi jika penawaran tersebut masih memberikan keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat harga input dan output merupakan faktor yang mempengaruhi volume daging yang akan ditawarkan. Harga output adalah harga daging sapi, dengan demikian kenaikan harga daging sapi akan mengakibatkan kenaikan volume daging yang ditawarkan.

Hal ini terjadi karena keuntungan yang diperoleh produsen akan semakin besar.

Sedangkan harga input adalah harga ternak sapi, bahwa daging yang ditawarkan dihasilkan dari pemotongan ternak sapi. Dengan demikian, kenaikan harga ternak sapi akan menurunkan volume daging yang ditawarkan. Hal menunjukkan bahwa kenaikan harga ternak sapi akan menurunkan keuntungan yang diperoleh oleh

(21)

produsen daging sapi tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut maka muncul pertanyaan bagaimana keragaan penawaran daging sapi domestik dan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran domestik?.

1.3. Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut:

1) Menganalisis keragaan penawaran daging sapi potong domestik, dan 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruh penawaran daging sapi

potong domestik.

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai sumber informasi bagi berbagai pihak yang terkait dengan pengusahaan sapi potong. Secara rinci penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu sebagai berikut:

1) Bahan pertimbangan kepada pihak-pihak terkait untuk mendorong peningkatan volume penawaran daging sapi domestik.

2) Sebagai tambahan informasi dan literatur bagi peneliti untuk penelitian lebih lanjut serta bahan aplikasi mata kuliah yang berkaitan.

3) Aplikasi nyata dari ilmu yang diperoleh selama duduk di bangku kuliah guna menambah keterampilan, pengetahuan dan pengalaman bagi penulis.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Studi

Penelitian ini hanya difokuskan pada analisis keragaan penawaran daging sapi potong domestik dan pendugaan respon penawaran daging sapi potong domestik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Keterbatasan penelitian adalah tidak memisahkan antara pola pengusahaan Peternakan Rakyat (PR) dengan Industri Peternakan Rakyat (IPR). Penawaran daging sapi domestik hanya

(22)

digambarkan oleh produksi daging dari hasil pemotongan pada daerah bersangkutan, bahwa dalam kenyataannya terjadi perdagangan ternak sapi potong antar daerah yang juga merupakan penawaran dari daerah bersangkutan. Hal ini tidak dapat dilakukan karena adanya keterbatasan data secara rinci mengenai jenis sapi (sapi potong dan sapi perah) dan jumlah ternak sapi potong yang diperdagangkan ke luar daerah serta tujuan pembelian ternak tersebut (pemeliharaan, bakalan/digemukkan dan ternak siap dipotong). Penelitian ini juga tidak memasukkan peubah harga pakan ternak sapi potong. Hal ini tidak dapat dilakukan karena adanya keterbatasan data secara rinci mengenai harga pakan ternak sapi potong (hijauan dan konsentrat).

(23)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi dan Bangsa-bangsa Terna Sapi

Dalam sistematika zoology (Natasasmita dan Mudikdjo (1980), kedudukan sapi adalah sebagai berikut:

KERAJAAN : ANIMALIA (binatang)

PHYLUM : CHORDATA (termasuk binatang yang mempunyai tulang belakang)

SUB-PHYLUM : VERTEBRATA (binatang bertulang belakang) KELAS : MAMALIA (binatang bertubuh panas, berambut dan

melahirkan yang kemudian disusuinya)

ORDO : BOVIDAE (ruminant/binatang memamah biak)

GENUS : BOS (ruminant berkaki empat, bertubuh besar dan bertanduk rongga yang keluar dari tengkorak mengarah kesamping) SPESIES : Bos taurus (sapi Eropa)

: Bos indicus (sapi bergumba/ponok/berkelasa atau Zebu asal India dan Afrika)

: Bos sondaicus

Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1980), bangsa-bangsa sapi yang sudah lama ada di Indonesia dan dianggap sebagai sapi lokal adalah sapi Bali, sapi Madura, sapi Sumatera dan Aceh, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Jawa, jenis-jenis sapi ini merupakan keturunan sapi Bos sondaicus dan Bos indicus.

Sedangkan sapi yang luar negeri yang terdapat di Indonesia yaitu golongan Bos taurus dan Bos indicus antara lain sapi Ongole, sapi Brahman, sapi Simental, sapi

Santa gertudis dan sapi Aberdeen. Diantara bangsa sapi tersebut yang memiliki populasi paling besar adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO dan sapi Madura.

Sapi-sapi luar negeri lainnya tidak dimasukkan dalam bentuk sapi hidup, melainkan dalam bentuk semen beku yang kemudian dipergunakan untuk meningkatkan prestasi produksi sapi-sapi lokal melalui program kawin suntik/Inseminasi Buatan (IB).

(24)

Sapi persilangan dengan perbandingan genetik 50 persen sapi lokal dan 50 persen sapi luar negeri dapat memperlihatkan prestasi produksi yang cukup baik (Natasasmita dan Mudikjo, 1980). Sapi-sapi persilangan ini umumnya dapat tumbuh lebih cepat dari sapi lokal, akan tetapi baik sapi jantan maupun betina dijadikan sebagai ternak potongan yang tidak akan membantu program peningkatan populasi ternak, namun secara tidak langsung akan memberikan bantuan peningkatan produksi daging yang berarti juga turut memperlambat kecepatan penurunan populasi ternak sebagai akibat meningkatnya pemotongan.

2.2. Karkas Ternak Sapi Potong

Menurut Natasasmita dan Koeswardhono (1980) bagian terpenting dari ternak sapi setelah dipotong adalah karkas, meliputi bagian tulang dan daging yang telah dipisahkan dari bagian kepala, kaki, kulit dan jeroan. Persentase karkas yang dihasilkan dari pemotongan satu ekor ternak disajikan sebagai berikut:

Semakin tinggi persentase karkas menunjukkan bahwa jumlah daging yang dihasilkan semakin tinggi. Dalam hal ini tulang merupakan hasil ikutan termasuk didalamnya.

2.3. Pakan Ternak Sapi Potong

Menurut Natasasmita dan Koeswardhono (1980) secara garis besar, kandungan nutrisi pakan yang diperlukan ternak sapi adalah: air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Zat-zat makanan ini dipergunakan untuk berbagai keperluan tubuh. Bahan pakan ternak sapi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: hijauan, konsentrat dan makanan tambahan.

(25)

Sumber pakan hijauan berasal dari yaitu: hijauan alami (rumput lapangan dan leguminosa/kacang-kacangan yang tumbuh secara alami dan dipergunakan sebagai bahan pakan ternak), hijauan budidaya (rumput gajah, raja dan jenis rumput atau leguminosa produktif lainnya, jenis hijauan ini dikhususkan untuk bahan pakan ternak) dan limbah hasil pertanian (jerami padi, kacang tanah, jerami tanaman tebu dan lain-lain).

Menurut Parakkasi (1999) pakan konsentrat disusun dari berbagai jenis bahan baku, yaitu bungkil kedelai, jagung, tepung ikan, bekatul dan lain-lain.

Komposisi bahan baku pakan konsentrat ditentukan kandungan nutrisi yang dihasilkan dari setiap bahan baku tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Kebutuhan jumlah pakan untuk seekor ternak sapi tergantung pada: umur, bobot hidup, bangsa ternak sapi, tujuan produksi dan keadaan fisiologis dan lingkungan. Jumlah ransum yang diberikan untuk satu ekor ternak sapi potong setiap hari, sebagai berikut: hijauan (35-37 kg), konsentrat (2-5 kg) dan makanan tambahan (30-50 gram). Makanan tambahan yaitu: vitamin, mineral dan urea1. 2.4. Mutu Daging Ternak Sapi Potong Lokal

Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1980), bagian terpenting dari ternak sapi setelah dipotong adalah karkas meliputi bagian tulang daging setelah seekor ternak disembelih dan dipisahkan kepala, kaki, kulit dan jeroan. Bagian karkas yang dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan yaitu daging dan sebagian lemak.

Dalam hal ini tulang merupakan hasil ikutan termasuk didalamnya.

Sapi lokal Indonesia atau sapi tropik pada umumnya mengandung lemak karkas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan sapi Eropa. Dalam praktek,

1 http://www. dispertanak.pandeglang.go.id/artikel 06.htm. Beternak Sapi Potong. [16 Februari 2009]

(26)

penilaian karkas secara fisik adalah dengan melihat warna, kelembaban, konsistensi, luas mata rusuk dan marbling-nya. Rendahnya kualitas karkas berhubungan erat dengan beberapa faktor antara lain:

1) Kandungan lemak yang terlalu rendah. Preferensi tingkat kandungan lemak karkas berbeda-beda dan tergantung kepada konsumen setempat, 2) Umur potong yang semakin tua,

3) Kondisi tubuh, hal ini berhubungan dengan pemberian pakan sebelum dipotong, pengaruh seks, kualitas daging sapi betina lebih baik dari sapi jantan. Perbaikan kualitas daging sapi jantan dilakukan kastrasi, dan

4) Pengaruh penggunaan sebagai ternak kerja, semakin banyak seekor ternak bekerja maka kualitas dagingnya semakin menurun.

2.5. Potensi Pemanfaatan Limbah Pertanian Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan Ternak Sapi Potong

Menurut Syamsu (2006) besarnya jumlah produksi tanaman pangan memberikan implikasi terhadap meningkatnya jumlah limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Jenis limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, pucuk ubi kayu, jerami kacang tanah dan jerami ubi jalar. Ketersediaan limbah pertanian dipengaruhi oleh luas areal panen komoditi tanaman pangan di suatu daerah, dimana semakin tinggi luas areal panen maka produksi limbah pertanian akan semakin besar. Untuk mengetahui produksi limbah tanaman pangan dilakukan survei pada setiap komoditi tanaman pangan. Produksi limbah tanaman pangan diketahui dengan menggunakan cuplikan (ubinan) untuk setiap komoditi tanaman pangan yaitu padi, jagung, kacang tanah, kacang kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang hijau yang sedang dipanen.

(27)

Pengambilan cuplikan untuk mengetahui produksi limbah tanaman pangan menggunakan cuplikan (ubinan) dengan ukuran 5 x 5 meter (25 m2) dengan dua ulangan (Chinh dan Viet Ly 2001 dalam Syamsu, 2006). Setiap komoditi tanaman pangan yang dilakukan pengubinan, limbahnya dikumpulkan ditimbang bobot segarnya sehingga diketahui produksi masing-masing limbah tanaman pangan.

(kg/25 m2). Selanjutnya diambil sampel dalam keadaan segar dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0C, lalu ditimbang untuk mengetahui bobot kering.

Perbedaan bobot kering dan segar sampel sebagai persentase bobot air. Sampel kering udara digiling untuk analisa kimia untuk mengetahui kualitas limbah tanaman pangan.

Produksi limbah tanaman pangan dihitung berdasarkan produksi segar, produksi kering, produksi bahan kering (BK), produksi protein kasar (PK) dan produksi total digestible nutrient (TDN). TDN dihitung menggunakan persamaan berdasarkan kandungan proksimat masing-masing limbah tanaman pangan (Hariss et al., 1972 dalam Syamsu, 2008), dengan rumus sebagai berikut:

% TDN = 92.464 – 3.338(SK) – 6.945(LK) – 0,726(BETN) + 1.115(PK) + 0,031(SK)2 – 0,133(LK)2 + 0,036(SK)(BETN) + 0,207(LK)(BETN) + 0,100(LK)(PK) – 0,022(LK)2(PK)

Dimana:

SK = Serat kasar LK = Lemak kasar

BETN = Bahan ektrak tanpa nitrogen PK = Protein kasar

Berdasarkan data luas panen (ha) disuatu wilayah pada tahun tertentu, dilakukan perhitungan produksi masing-masing limbah tanaman pangan sebagai berikut:

Total produksi segar = Produksi segar (ton/ha) x luas areal panen (ha) Total produksi kering = Produksi kering (ton/ha) x luas areal panen (ha)

(28)

Total produksi BK = Total produksi bahan kering (ton/ha) x luas areal panen (ha)

Total produksi PK = Total produksi BK x kandungan PK (%) Total produksi TDN = Total produksi BK x kandungan TDN (%)

Daya dukung limbah tanaman pangan adalah kemampuan suatu wilayah menghasilkan pakan berupa limbah tanaman pangan tanpa melalui pengolahan, dan dapat menyediakan pakan untuk menampung sejumlah populasi ternak ruminansia. Dalam menghitung daya dukung limbah tanaman pangan digunakan beberapa asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia.

Berdasarkan potensi produksi jerami padi dan asumsi satu Unit Ternak setara dengan seekor sapi dengan bobot badan 325 kg dan konsumsi bahan kering sebesar dua persen bobot badan, maka pemanfaatan jerami dapat menampung lebih kurang 10 juta Unit Ternak. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak bersaing dengan industri kertas dan industri jamur serta penggunaannya sebagai sumber mineral tanah.

Penggunaan jerami padi sebagai sumber mineral adalah sebesar 50%

sedangkan pemanfaatannya sebagai pakan ternak hanya sebesar 35%. Sebagai bahan pakan, jerami padi mempunyai beberapa kriteria yang tidak diinginkan yaitu mempunyai kandungan protein kasar, kalsium dan fosfor yang rendah masing-masing adalah 3-5%, 0,15% dan 0,10%, serta kandungan serat kasar yang tinggi (31,5-46,5%), akibatnya menimbulkan kecernaan yang rendah yaitu 35- 40%. Konsekuensi dari karakteristik tersebut menyebabkan jerami padi hanya dapat dikonsumsi maksimal sebesar dua persen berat badan, sehingga apabila diberikan secara tunggal menyebabkan penurunan berat badan. Optimalisasi pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak salah satunya adalah dengan suplementasi atau pemberian pakan tambahan yang bertujuan selain dapat

(29)

meningkatkan daya cerna jerami padi juga dapat meningkatkan suplai zat nutrisi bagi induk semang. Bahan suplemen untuk jerami padi harus mengandung protein (N), energi dan mineral yang cukup. Mineral dapat diberikan dalam bentuk mineral murni atau berupa bahan pakan yang mengandung mineral tertentu.

2.6. Perdagangan Ternak dan Daging Sapi Potong

Menurut Rahmanto (2004) pelaku pemasaran sapi potong secara garis besar terdiri dari tiga golongan pedagang, yaitu: 1) pedagang antar daerah, 2) pedagang pengumpul/pengepul (ternak siap potong dan sapi bakalan) dan 3) blantik dadung/makelar.

Pengadaan ternak untuk perdagangan antar daerah selain bersumber dari peternak dan pasar hewan, juga melakukan pembelian ke luar daerah. Bagi pedagang pengumpul, pengadaan ternak umumnya dilakukan di daerah setempat, meskipun ada juga yang melakukan pembelian keluar daerah. Posisi blantik dadung hanya sebagai makelar yang melakukan transaksi di pasar setempat, sebagai perantara yang menjual ternak sapi potong dari pedagang pengumpul kepada pedagang antar daerah atau kepada petani untuk ternak bakalan.

Pembelian dan penjualan dilakukan secara bebas tidak ada ikatan kontrak.

Pembayaran saat pembelian dapat dilakukan dengan pembayaran tunai atau dibayar kemudian tergantung kesepakatan saat transaksi. Transaksi dan penyerahan barang saat pembelian dengan pedagang pengumpul dilakukan dipasar, sedangkan dengan peternak dilakukan ditempat peternak. Transaksi pada saat penjualan dilakukan melalui telepon untuk memperoleh kesepakatan harga.

Harga penjualan didasarkan pada volume bobot karkas setelah pemotongan, bukan volume berat hidup.

(30)

Biaya pemasaran yang terjadi dengan komposisi sebagai berikut: 1) ongkos angkut dari tempat pembelian ke pasar ternak; 2) biaya konsumsi; 3) pakan ternak selama di perjalanan; 4) komisi blantik; 5) pembelian air di pasar untuk sapi agar kelihan gemuk; dan 6) retribusi pasar.

Menurut Rahmanto (2004) pengusahaan sapi potong pada akhirnya adalah dipungut hasil utamanya, yaitu berupa daging, dan hasil ikutannya berupa jeroan, kulit maupun tulang. Proses pemotongan ternak dilakukan di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) milik individu dari pengusaha/pedagang daging atau di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) milik Pemerintah Daerah. Pangsa penerimaan terbesar yang diperoleh dari pengusaha daging adalah dari penjualan hasil utama yaitu daging, kemudian diikuti oleh penerimaan dari penjualan tulang dan tetelan serta penjualan kulit.

2.7. Pola Pemasaran Ternak dan Daging Sapi Potong di Indonesia

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia, pada beberapa propinsi (dirangkum dalam Ilham, 1998) bahwa, pola umum alur pemasaran ternak dan daging sapi di Indonesia (Lampiran 2).

Berdasarkan alur tersebut diperoleh kesimpulan sebagai informasi penting yaitu sebagai berikut:

1) Industri/pengadaan daging sapi di Indonesia selain berasal dari sumber domestik, juga dari pasokan impor baik berupa ternak sapi bakalan maupun bentuk daging.

2) Terdapat tiga sumber pasokan daging di pasar domestik, yaitu dari Peternakan Rakyat, Industri Peternakan Rakyat dan impor.

(31)

3) Pemotongan ternak hanya dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH), hal ini menunjukkan bahwa peternak menjual produk dalam bentuk ternak sapi hidup.

4) Peternak sapi potong menjual hasil usaha (output) dalam bentuk ternak hidup.

2.8. Studi Terdahulu

Penelitian mengenai penawaran komoditi daging sapi di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian terbaru yang menjadi acuan dalam membentuk model penawaran daging sapi domestik dengan menggunakan penelitian oleh Kariyasa (2008) dengan judul analisis penawaran dan permintaan daging sapi di Indonesia sebelum dan saat krisis ekonomi: suatu analisis proyeksi swasembada daging sapi 2005. Tujuan dari penelitian ini difokuskan adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging sapi dalam negeri dan impor, permintaan daging sapi dalam negeri, harga daging sapi impor, harga daging sapi dunia serta darga daging sapi dalam negeri, dan

2) Melakukan proyeksi produksi dan permintaan daging sapi selama sepuluh tahun dan dikaitkan dengan program pemerintah yang mencanangkan Indonesia swasembada daging pada tahun 2005.

Metode pendugaan yang digunakan adalah mencoba dengan metode Two Stage Least Square (2SLS) dan Three Stage Least Square (3SLS). Jenis data yang

digunakan merupakan data sekunder selama periode tahun 1970-1999. Peubah- peubah yang secara ekonomi (sesuai hipotesis) mempengaruhi produksi daging sapi dalam negeri adalah: harga daging sapi dalam negeri, suku bunga, populasi ternak sapi, dan harga pakan.

(32)

Hasil analisis menunjukan bahwa peubah-peubah secara ekonomi (sesuai dengan hipotesis) berpengaruh terhadap produksi daging sapi dalam negeri adalah: harga daging sapi dalam negeri, suku bunga, populasi ternak sapi, harga ternak sapi dan harga pakan. Hanya peubah teknologi produksi dan tingkat upah yang tanda parameternya dugaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Nilai elastisitas jangka pendek maupun jangka panjang menunjukkan bahwa perubahan produksi daging sapi dalam negeri relatif paling respon terhadap perubahan harga daging sapi dalam negeri dan harga ternak sapi. Berarti jika terjadi kenaikan harga daging sapi dalam negeri sebesar 10 persen maka akan menyebabkan kenaikan produksi daging sapi dalam negeri masing-masing dalam jangka pendek 10,6 persen dan dalam jangka panjang 13,6 persen. Demikian sebaliknya, jika terjadi kenaikan harga ternak sapi sebesar 10 persen maka akan menyebabkan menurunnya produksi daging sapi dalam negeri dalam jangka pendek 10,6 persen dan jangka panjang 14,9 persen.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah metode analisis yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi domestik. Pada penelitian ini menggunakan model ekonometrika regresi panel data, dalam estimasi model dilakukan dengan disagregasi wilayah. Penelitian memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya, kesamaan tersebut yaitu: jenis komoditi yang diteliti dan kesamaan dalam variabel bebas dalam model penawaran daging sapi domestik. Variabel tersebut yaitu harga daging sapi, harga ternak sapi dan populasi ternak sapi.

(33)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Penawaran

Menurut Lipsey et al. (1995) jumlah komoditi yang akan dijual oleh perusahaan disebut kuantitas yang ditawarkan untuk komoditi itu. Kuantitas yang ditawarkan merupakan arus, yaitu banyaknya per satuan waktu. Kuantitas yang ditawarkan merupakan jumlah yang akan ditawarkan perusahaan untuk dijual, ini tidak harus merupakan jumlah yang berhasil dijual oleh perusahaan. Akan tetapi jumlah yang dibeli harus sama dengan jumlah yang dijual. Hal ini terjadi, karena tidak seorang pun mungkin dapat membeli barang yang tidak dijual seseorang.

Jumlah komoditi yang perusahaan bersedia memproduksi dan menawarkan untuk dijual dipengaruhi oleh beberapa variabel penting, dijelaskan sebagai berikut:

3.1.1.1. Harga Komoditi yang Bersangkutan

Teori dasar ekonomi menyatakan bahwa harga sejumlah komoditi mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan. Hal ini karena peningkatan harga komoditi menyebabkan peningkatan keuntungan yang memacu peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya, jadi peningkatan harga dari suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditi tersebut.

Pengaruh harga komoditi bersangkutan terhadap penawaran komoditi tersebut akan mengakibatkan perubahan jumlah yang ditawarkan sehingga akan terjadi perpindahan sepanjang kurva penawaran. Apabila harga suatu komoditi meningkat maka kurva penawaran akan berpindah sepanjang kurva penawaran S0

(34)

yaitu dari titik A ke titik C, sebaliknya jika harga komoditi tersebut turun maka kurva penawaran akan berpindah dari titik A ke titik B (Gambar 3).

Komoditi yang menjadi output pada penawaran daging sapi adalah daging sapi. Dengan demikian, harga daging sapi merupakan harga komoditi bersangkutan (output). Sesuai dengan teori ekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya maka kenaikan harga daging sapi akan mengakibatkan jumlah daging sapi yang diproduksi dan ditawarkan akan mengalami peningkatan, dan sebaliknya.

3.1.1.2. Harga-Harga Masukan (Price of Inputs)

Semua jenis barang yang digunakan perusahaan untuk memproduksi keluaran (output), seperti: bahan baku, tenaga kerja dan mesin disebut masukan- masukan (input) perusahaan. Jika harga lainnya tetap sama, semakin tinggi harga setiap masukan maka semakin kecil keuntungan yang diperoleh dari suatu komoditas tertentu. Disimpulkan bahwa, semakin tinggi harga setiap input-input yang digunakan perusahaan semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan dijual oleh perusahaan pada tiap tingkat harga komoditi itu.

Perubahan pada harga masukan akan meyebabkan pergeseran pada kurva penawaran. Kenaikan harga masukan akan menyebabkan kurva penawaran bergeser ke arah kiri dari S0 ke S2 (Gambar 3), hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah output yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Turunnya harga masukan akan meyebabkan kurva penawaran bergeser ke arah kanan dari S0

ke S1 (Gambar 3). Input-input yang digunakan untuk menghasilkan daging sapi yaitu: ternak sapi (ternak siap potong dan bakalan), pakan (hijauan dan konsentrat), tenaga kerja dan obat-obatan. Kondisi ketersediaan data yang rinci

(35)

mengenai harga pakan, tenaga kerja dan obat-obatan belum tersedia, sehingga dalam penelitian ini tidak memasukkan peubah harga input pakan, tenaga kerja dan obat-obatan.

3.1.1.3. Tujuan Perusahaan

Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Akan tetapi, perusahaan bisa saja memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai subsitusi untuk memaksimumkan laba. Namun, perusahaan memilih laba lebih besar ketimbang lebih kecil, perusahaan akan merespon terhadap perubahan dalam kemampulabaan arah tindakan alternatif, dan kurva penawaran akan memiliki kemiringan atau lereng positif.

3.1.1.4. Tahap Perkembangan Teknologi

Setiap saat, bagaimana dan dalam jumlah berapa barang diproduksi tergantung pada apa yang diketahui. Pengetahuan selalu berubah dari waktu kewaktu, demikian juga kuantitas komoditi yang ditawarkan. Kenaikan tingkat produktivitas yang luar biasa, yang terjadi 200 tahun terakhir ini terutama disebabkan oleh perbaikan metode produksi. Perubahan teknologi apa pun yang menurunkan biaya produksi akan kenaikan kenaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu, yang berarti bahwa semakin besar kesediaan untuk memproduksi komoditi tersebut dan menawarkan untuk dijual pada tiap tingkat kemungkinan harga. Perbaikan teknologi akan menyebabkan pergeseran pada kurva penawaran, bahwa kurva penawaran akan bergeser dari S0 ke S1 (Gambar 3).

(36)

Gambar 3. Kurva Penawaran

Sumber: Lipsey et all. (1995)

3.1.2. Teori Faktor Proporsi

Di awal tahun 1900, teori perdagangan lebih terfokus pada proporsi (supply) sumber daya suatu negara. Biaya-biaya sumberdaya sederhana untuk

permintaan dan penyediaan. Faktor supply permintaan akan relatif lebih mahal dari faktor-faktor supply permintaan relatif. Teori faktor proporsi menyatakan suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang-barang yang memerlukan sumberdaya yang tersedia banyak dan mengimpor barang-barang yang memerlukan sumberdaya yang lebih sedikit ketersediaannya di suatu negara (Wild et al. 2008 dalam Hutabarat, 2008).

Teori faktor proporsi membagi sumberdaya suatu negara menjadi dua kategori, yaitu tenaga kerja dan lahan serta peralatan modal. Prediksinya suatu negara akan berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang yang memerlukan tenaga kerja jika biaya tenaga kerja relatif lebih murah dari biaya lahan dan peralatan modal. Alternatif lain suatu negara akan berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang yang memerlukan lahan dan peralatan modal jika biayanya lebih murah dari biaya tenaga kerja.

Jerami padi merupakan salah satu pakan ternak sapi yang tersedia di setiap propinsi yang ada di Indonesia dan memiliki harga yang relatif rendah. Jerami

Harga

Kuantitas per periode 0

S1

S0

S2

A B

C

(37)

padi merupakan limbah pada proses pemanenan tanaman padi. Luas panen padi akan menetukan jumlah jerami yang dihasilkan. Bahwa semakin luas areal pemanenan tanaman padi maka jumlah jerami yang dihasilkan akan semakin besar.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Permasalahan dibidang subsektor peternakan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini adalah terjadinya defisit penawaran daging sapi domestik.

Pemenuhan permintaan domestik khususnya konsumsi daging segar masih harus melakukan impor daging sapi dari negara produsen, volume impor daging sapi Indonesia setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi akibat dari pertumbuhan populasi penduduk Indonesia dan terjadinya perubahan pola konsumsi pangan akibat dari kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsumsi pangan bergizi. Fenomena permintaan daging sapi domestik tersebut diperkirakan akan terus mengalami peningkatan pada tahun- tahun yang akan datang.

Menanggapi permasalahan tersebut maka kajian mengenai penawaran daging sapi domestik sangat perlu dilakukan. Hal-hal penting mengenai penawaran daging sapi domestik yang perlu dilakukan adalah menganalisis keragaan penawaran daging sapi domestik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penawaran daging sapi domestik berkaitan erat dengan beberapa faktor yang diduga berpengaruh. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran daging sapi domestik adalah: harga daging sapi, harga ternak sapi, populasi ternak dan luas panen padi.

Faktor-faktor tersebut kemudian dibuat dalam bentuk model ekonometrika yaitu model penawaran daging sapi domestik. Model tersebut dianalisis dengan

(38)

menggunakan alat analisis regresi data panel (Regression Panel Data). Komponen data yang digunakan yaitu data times series mulai dari tahun 1990-2007, sedangkan komponen data cross section yang digunakan adalah propinsi, propinsi-propinsi tersebut adalah: Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Propinsi Sulawesi Selatan.

Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi pada model yang didapat dengan menggunakan kriteria ekonomi dan statistik, sehingga diperoleh model yang relatif lebih baik dan dapat menjelaskan mengenai faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran daging sapi domestik. Hasil analisis tersebut diinterpretasikan dan diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya meningkatkan penawaran daging sapi domestik yang dapat memenuhi permintaan daging sapi domestik dan berdaya saing. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

(39)

Gambar 4. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Propinsi Produsen:

1. Aceh

2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Sumatera Selatan 5. Lampung 6. Jawa Barat 7. Jawa Tengah 8. DIY

9. Jawa Timur 10. Bali 11. NTB 12. NTT

13. Kalimantan Barat 14. Kalimantan Selatan 15. Sulawesi Tengah 16. Sulawesi Selatan Faktor-faktor Dugaan:

 Harga daging sapi

 Harga ternak sapi

 Populasi ternak sapi potong

 Luas panen padi Penawaran Daging Sapi Domestik Permintaan Daging Sapi Domestik Melebihi

Penawaran Daging Sapi Domestik

Data Processing

Regresi Data Panel

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi Domestik

Rekomendasi Kebijakan Keragaan Penawaran

Daging Sapi Domestik

(40)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dalam data tahunan. Data tersebut mengenai volume penawaran daging sapi potong setiap propinsi produsen dan data mengenai peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap penawaran daging sapi potong domestik. Kumpulan data tersebut dalam bentuk data panel yaitu gabungan antara komponen data times series (deret waktu) dan cross section (penampang lintang).

Komponen data times series terdiri dari 18 unit yaitu mulai dari tahun 1990-2007. Sedangkan komponen data cross section dalam penelitian ini terdiri dari 16 unit, komponen tersebut adalah propinsi-propinsi yang merupakan produsen utama daging sapi. Propinsi-propinsi sebagai propinsi produsen didasarkan pada besaran volume daging yang ditawarkan, bahwa propinsi- propinsi tersebut memiliki volume penawaran daging sapi lebih dominan dari pada propinsi lain yang ada di Indonesia. Jumlah persentase proporsi penawaran daging sapi dari propinsi-propinsi produsen tersebut terhadap penawaran daging sapi domestik mulai tahun 1990-2007 (Lampiran 3) dengan rata-rata sebesar 80,35 persen/tahun, propinsi-propinsi tersebut adalah Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Propinsi Sulawesi Selatan.

Data tersebut diperoleh langsung dari instansi-instansi yang melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai peubah-peubah yang digunakan dalam

(41)

penelitian ini. Data yang dihimpun tersebut berasal dari beberapa instansi-instansi yaitu: Direktorat Jenderal Peternakan, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian (Deptan), Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

4.2. Alat dan Metode Analisis

Data dan informasi yang diperoleh dianalisis melalui metode deskriptif dan model kuantitatif. Metode deskriptif dalam penentuan propinsi yang merupakan komponen cross section. Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor berpengaruh terhadap penawaran daging sapi potong domestik, metode tersebut adalah model regresi data panel (Panel Data Regression Models). Pemilihan metode ini untuk melakukan disagregasi wilayah yang ada di Indonesia, sehingga nantinya hasil analisis diharapkan dapat menggambarkan kondisi penawaran daging sapi domestik.

Pengolahan data sekunder yang telah dikumpulkan tersebut dilakukan secara bertahap dimulai dengan pengelompokan data. Pengolahan data dengan perangkat komputer dilakukan dengan mengunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan Eviews 6. Program Eviews sangat membantu untuk pengolahan data dalam bentuk panel (pooling) dan program ini lebih lengkap jika dibandingkan dengan Eviews 4.0 atau Eviews 5.1, bahwa pada Eviews versi 6 telah menyediakan uji Hausman.

4.3. Model Penawaran Daging Sapi Domestik

Penelitian ini menggunakan banyak menggunakan model Kariyasa (2008), akan tetapi terdapat perbedaan peubah-peubah dalam model. Peubah yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini yaitu: teknologi inseminasi buatan, tingkat suku

(42)

bunga, harga pakan komersil, tingkat upah riil dan lag penawaran daging sapi dalam negeri.

Penelitian ini menggunakan model ekonometrik yang digunakan Kariyasa (2008) dan disesuaikan pada model analisis regresi data panel, maka model yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi domestik adalah sebagai berikut:

PDD = f (PTS, HDS, HTS, LPD) ... (1) Dimana:

PDD = Penawaran daging sapi domestik PTS = Populasi ternak sapi potong HDS = Harga daging sapi

HTS = Harga ternak sapi LPD = Luas panen padi

Dari variabel-variabel kuantitatif tersebut, selanjutnya berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya sebagaimana dimaksud di atas, maka dapat disusun suatu fungsi sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, X4) ... (2) Dari fungsi 1 dan 2, selanjutnya dapat disusun dalam bentuk persamaan, sebagai berikut:

Y = f (βX1, βX2, βX3, βX4) ... (3) Berdasarkan fungsi produksi yang secara umum digunakan dalam estimasi empiris adalah fungsi pangkat dari bentuk (Mankiw, 2003), sebagai berikut:

Y = AKα Lβ ... (4) Dari persamaan 3 dan 4 di atas, apabila disusun dalam bentuk persamaan non linier atau secara matematis model fungsi produksi Cobb Douglas dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan (Mankiw, 2003), sebagai berikut:

Y = β0 + X1β1

+ X2β2

+ X3β3

+ X4β4

+ eu ... (5)

(43)

Dimana

Y = Variabel yang dijelaskan.

X = Variabel yang menjelaskan.

β = Besaran yang akan diduga.

µ = Kesalahan (disturbance term).

e = Logaritma natural (2,718)

Kemudian dari persamaan di atas ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural menjadi sebuah persamaan Regresi Linier Berganda yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

LnY = lnβ0 + lnβ1X1 + lnβ2X2 + lnβ3X3 + lnβ4X4 + µit ... (6) Karena lnβ0 adalah suatu konstanta yang ditulis kembali sebagai β0 dalam model regresi, maka selanjutnya dapat dibentuk suatu model regresi double log sebagai berikut:

LnY = β0 + lnβ1X1 + lnβ2X2 + lnβ3X3 + lnβ4X4 + µit ... (6) Sehingga model yang digunakan dalam penelitian ini dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:

LnPDDit = β0 + lnβ1PTSit + lnβ2HDSit + lnβ5HTSit + lnβ3LPDit + µit ... (7) Dimana:

PDDit = Penawaran daging sapi potong di propinsi ke-i pada tahun ke-t (ton)

HDSit = Harga daging sapi di propinsi ke-i pada tahun ke-t (Rp/kg)

PSPit = Populasi ternak sapi potong di propinsi ke-i pada tahun ke-t (kg bobot hidup)

HTSit = Harga ternak sapi di propinsi ke-i pada tahun ke-t (Rp/kg)

LPPit = Luas panen padi di propinsi ke-i pada tahun ke-t (ha) β0 = Koefisien regresi variabel bebas

β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi variabel bebas µit = Peubah pengganggu

i = Propinsi (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan)

t = Tahun observasi (1990-2007)

(44)

4.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penawaran daging sapi domestik, maka yang menjadi hipotesis/dugaan awal penelitian ini adalah:

1) Populasi ternak sapi potong berpengaruh positif terhadap penawaran daging sapi domestik.

2) Harga daging sapi berpengaruh positif terhadap penawaran daging sapi domestik.

3) Harga ternak sapi berpengaruh negatif terhadap penawaran daging sapi domestik.

4) Luas panen tanaman padi berpengaruh positif terhadap penawaran daging sapi domestik.

4.5. Analisis Regresi Data Panel

Data panel merupakan salah satu jenis data yang dapat digunakan dalam analisis model regresi data panel (Panel Data Regression Models), atau disebut juga dengan pooled data (pooling dari pengamatan times series dan cross-section) kombinasi dari times series dan cross-section data. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, perusahaan, negara dan lain-lain. Data times series adalah data yang dikumpulkan dari waktu kewaktu terhadap suatu individu. Menggunakan data panel memiliki beberapa keuntungan. Menurut Baltagi (2001) beberapa kelebihan menggunakan data panel disebutkan sebagai berikut:

1) Dapat mengontrol heterogenitas individu,

2) Memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, derajat kebebasan yang lebih efisien, serta menghindarkan kolinieritas antar variabel,

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 29 adalah tampilan dari isi bukti digital menggunakan wireshark, dengan data yang dilihat pada data link di frame 21 yang berisi MAC Address perangkat yang

(2)Sub Seksi Pusat Tata Usaha yang dipimpin oleh seorang Kepala Sub Seksi, mempunyai tugas membantu dan bertanggungjawab kepada Kepala Seksi Pajak dalam hal :. a.Menerima,

Terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan subjek mengenai bullying dan perilaku asertif setelah diberikan pelatihan dimana rata-rata pengetahuan subjek

effec size sebagaimana tertera pada Tabel 5 memberikan sejumlah kesimpulan yakni: (1) penerapan model tutorial berbasis komputer memberikan perbedaan yang

Variabel dependen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah volume impor daging sapi Indonesia dari Australia tahun 1990-2013 yang berarti kuantitas daging sapi

Pengambilan Pengetahuan, dimana tahapan ini menjelaskan bagaimana memproses suatu dokumen mulai dari usulan sampai dapat tersimpan dengan rapi di Knowledge Management

SEKOLAH DASARPENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK TALK WRITE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Sedangkan pada tingkat elastisitas, harga impor daging sapi bersifat elastis terhadap impor daging sapi sebesar -1,2147, elastisitas rasio kecukupan bersifat hampir elastis