• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

INFILTRASI EMPIRIS DARI METODE HORTON DAN PHILIP (STUDI KASUS DAERAH EMMY SAELAN DAN TAMALATE)

TAUFIQ TOPAN MUSTARI J

1058 10 1412 11 1058 10 1411 11

JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

(2)

(STUDI KASUS DAERAH EMMY SAELAN DAN TAMALATE)

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Teknik Pengairan

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Disusun oleh :

TAUFIQ TOPAN MUSTARI J

1058 10 1412 11 1058 10 1412 11

JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

(3)

Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar.

E-mail:taufiqtopan@yahoo.com

2Program Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar.

E-mail:mustari47@yahoo.com

ABSTRAK

Studi perbandingan nilai laju infiltrasi amatan dengan infiltrasi empiris dari metode Horton dan Philip (studi kasus daerah Emmy Saelan dan Tamalate.

Pembimbing Lawalenna Sammang dan Abd Rakhim Nanda. Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan tanah ke dalam tanah infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan atau run off. Tujuan penelitian ini untuk mengtahui kecocokan antara metode Horton dan Philip, untuk mendapatkan hasil laju infiltrasi metode Horton dan Philip. Jenis penelitian adalah survey atau observasi lapangan. Dari hasil analisa laju infiltrasi maksimal pada lokasi Emmy Saelan sebesar 89,24 cm/jam, metode Horton yaitu 70,55 cm/jam, sedangkan metode Philip yaitu 88,58 cm/jam dan laju infiltrasi pada lokasi Tamalate pada amatan adalah 170,87 cm/jam, untuk metode Horton yaitu 148,66 cm/jam sedangkan pada metode Philip laju infiltrasinya yaitu 169,03 cm/jam. Dari hasil analisa dapat di simpulkan yaitu metode yang lebih mendekati data amatan untuk ke dua lokasi penelitian Emmy Saelan dan Tamalate yaitu metode Philip dan perbedaan laju infiltrasi hasil perhitungan hasil amatan Horton dan Philip yang sangat mendekati antara hasil amatan yaitu hasil perhitungan metode Philip, sedangkan hasil perhitungan Horton sangatlah jauh berbeda dari hasil amatan di lapangan.

Kata Kunci: Metode Horton, Metode Philip, Infitrasi.

(4)

region.Primary of Lawalenna Sammang and Abd Rakhim Nanda Infiltration is the process of water entry from soil surface into soil infiltration effect on the start of surface runoff Or run off The purpose of this research is to know the match between Horton and Philip method, to get the result of infiltration rate of Horton and Philip method The research type is survey or field observation From the analysis of the maximum infiltration rate at the location of Emmy Saelan 89,24 cm / Hour, the Horton method is 70.55 cm / h, while the Philip method is 88.58 cm / hr and infiltration rate at the Tamalate location at observation is 170.87 cm / h, for the Horton method is 148.66 cm / h while on Philip method of infiltration rate is 169.03 cm / hr.From the analysis results can be concluded that the method is closer to the data of amata N for the two research sites of Emmy Saelan and Tamalate is Philip's method and the difference of infiltration rate of Horton and Philip observation result which is very close to the observation result that is Philip's method calculation, while the result of Horton's calculation is very different from the observation result in the field.

Keywords: Horton Method, Philip Method, Infitration.

(5)
(6)
(7)

v

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan dapat kami selesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah : “STUDI PERBANDINGAN NILAI LAJU INFILTRASI AMATAN DENGAN INFILTRASI EMPIRIS DARI METODE HORTON DAN PHILIP (STUDI KASUS PADA DAERAH EMMY SAELAN DAN TAMALATE)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu ditinjau dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta perbaikan guna kesempurnaan penulisan ini agar kelak dapat bermanfaat terutaPma bagi penulis sendiri

(8)

vi

kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Hamzah Al Imran, ST.,MT. Sebagai Dekan Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Muh. Syafaat, S.Kuba, ST,. Sebagai Ketua Jurusan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, M.Sc. M.Eng Selaku pembimbing I dan Ir. H. Abd.Rakhim Nanda, MT selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing kami.

4. Bapak dan ibu Dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan dan kasih sayang, doa dan pengorbanannya terutama dalam bentuk materi dalam menyelesaikan kuliah.

(9)

vii

membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan Negara, Aamiin

Makassar, Agustus 2017

Penulis

(10)

viii

HALAMAN PENGESAHAN...ii

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR NOTASI ...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . ...1

B. Rumusan Masalah . ...3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. ...3

D. Batasan Masalah ...4

E. Sistematika Penulisan. ...4

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Infiltrasi dan limpasan ...6

B. Mekanisme Pengukuran Infiltrasi. ...9

C. Hubungan Infiltrasi dan Limpasan...22

(11)

ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian. ...28

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data...29

C. Rancangan Penelitian...30

D. Analisa Laju Infiltrasi. ...33

E. Tahapan Penelitian...34

F. Bagan Prosedur Pengambilan Sampel ...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Tanah Pemukiman pada Daerah Penelitian...36

B. Laju Infiltrasi Uji Lapangan...39

C. Laju Infiltrasi berdasarkan Metode Horton dan Philip. ...44

D. Perbandingan laju Infiltrasi Hasil Uji dan Metode Empiris...46

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. ...53

B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN...

(12)

x

1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah...8

2. Contoh format data pengukuran double ring infiltrometer...12

3. Batasan-batasan ukuran golongan tanah...23

4 Pengamatan hasil pengujian kepadatan tanah pada lokasi Emmy Saelan... 37

5 Pengamatan Kepadatan Tanah pada Lokasi Emmy Saelan...38

6. Pengamatan hasil pengujian kepadatan tanah pada lokasi Tamalate...39

7. Pengamatan kepadatan tanah pada lokasi Tamalate...40

8. Laju infiltrasi berdasarkan data amatan pada daerah Emmy Saelan di masing-masing titik serta rata-rata dari ketiga titik...40

9. Laju infiltrasi berdasarkan data amatan pada daerah Tamalate di masing-masing titik serta rata-rata dari ketiga titik...42

10.Perhitungan Parameter Infiltrasi Pada Lokasi Emmy Saelan...47

11.Nilai infiltrasi hasil pengamatan, metode Horton, dan Philip Pada daerah Emmy Saelan...49

12.Nilai infiltrasi hasil pengamatan, metode Horton, dan Philip Pada daerah Tamalate...51

(13)

xi

1. Kedalam Genangan Dan Tebal Lapis Jenuh...13 2. Inflometer Genangan (Sumber; Hidrologi Terapan)...18 3. Lokasi Emmy Saelan Kecamatan Rapocinni (peta dari

google Earth)... . 28 4. Lokasi Tamalate Kecamatan Rapocinni (peta

dari google Earth)... . 29 5. Diagram Alur Pengukuran laju Infiltrasi dilapangan... . 35 6. Grafik perbandingan laju infiltrasi berdasarkan hasil

Amatan pada tiap titik serta rata-rata dari ketiga titik pada

Lokasi Emmy Saelan... ..42 7. Grafik perbandingan laju infiltrasi berdasarkan hasil

Amatan pada tiap titik serta rata-rata dari ketiga titik pada

Lokasi Tamalate ...44 8. Grafik hubungan waktu dan [(fp-fc)/(f0-fc)] pada lokasi

Emmy Saelan ... ..48 9. Grafik perbandingan laju infiltrasi antara hasil amatan,

metode Horton dan Philip ...50 10. Grafik perbandingan laju infiltrasi antara hasil amatan metode

horton dan Philip ...53

(14)

xii

fp – fc = 2 t t (1)

Dari rumus (1) dapat diturunkan rumus sebagai berikut:

− = ( о − ) (2)

Yang analog dengan rumus

= о − ∫ ( − ) (3)

Keterangan;

f p = laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc = laju infiltrasi tetap (cm/jam) fo = laju infiltrasi awal (cm/jam) t = waktu

fp = fc + (f0 - fc) e-kt (4)

Keterangan;

fp = laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc = laju infiltrasi tetap (cm/jam)

fo = laju infiltrasi pada saat awal (cm/jam) e = 2,71828

t = waktu

k = konstanta geofisik

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Hardjowigeno (1993), infilrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan atau run off. Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan air permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dari air tanah. Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi sifat sifat fisiknya derajat kerapatannya, kandungan air dan permeabilitas lapisan bawah permukaan air dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada suatu tanah karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan pula oleh tekanan dari pukulan air hujan pada permukaan tanah. Proses berlangsungnya air masuk ke permukaan tanah kita kenal dengan infiltrasi.

Laju infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur dan struktur, kelengasan tanah, kadar materi tersuspensi dalam air juga waktu Suripin, (2004). Dengan mempelajari proses terjadinya dan faktor yang mempengaruhi dalam proses infiltrasi terutama pada infiltrasi padat huni, kita dapat memahami berbagi fungsi penting dari sebagai salah satu media untuk meningkatkan proses masuknya air dalam tanah sehingga peran dalam mengendalikan aliran permukaan nampak lebih jelas. Dengan memahami proses dan cara pengukurannya kita dapat melakukan analisis dan mendesain pembangunan dengan memperhatikan peran proses infiltrasi di dalamnya.

1

(16)

Setelah mempelajari kita akan mengerti dan memahami proses infiltrasi, faktor faktor yang mempengaruhi, mampu melakukan pengukuran dan perhitung untuk analisis hidrologi suatu kawasan. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Setelah lapisan tanah bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Penentuan laju perkolasi dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik tanah (permeabilitas, porositas dan tekstur tanah), kedalaman air tanah dan topografi daerah tinjauan serta sifat geomorfologi secara umum.

Dari uraian sebelumnya, maka diperlukan percobaan atau pengamatan laju infiltrasi. Infiltrasi adalah proses meresapnya air dari permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan yang jatuh dipermukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow, sedangkan yang dimaksud dengan daya infiltrasi (fp) adalah laju infiltrasi, ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah. Besarnya daya infiltrasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi (fp) adalah laju infiltrasi yang sesungguhnya terjadi yang di pengaruhi oleh intensitas hujan dan laju infiltrasi.

Kurva laju merupakan hubungan antara kapasitas infiltrasi dengan waktu yang terjadi selama dan beberapa saat setelah terjadinya hujan. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu.

Menurut Knap (1978) untuk mengumpulkan data infiltrasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

(17)

Inflow-outflow, analisis data hujan dan hidrograf, dan double ring infiltrometer.

Dari ketiga cara tersebut yang digunakan pengukuran infiltrasi di lapangan yaitu dengan menggunakan double ring infiltrometer. Double ring infiltrometer merupakan cara yang termudah dilakukan dimana selain pengukuran yang mudah tersedia (dipilih) dilakukan juga bahan untuk membuat alatnya mudah dicari.

B. Rumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka disusun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Metode manakah yang lebih mendekati antara metode Horton dan Philip.

2) Bagaimana perbandingan laju infiltrasi metode Horton dengan Philip.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1) Untuk mengetahui kecocokan antara metode Horton dan Philip 2) Untuk mendapatkan hasil laju infiltrasi metode Horton dan Philip

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Dapat diketahui laju infiltrasi pada daerah Emmy Saelan dan Tamalate

2) Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan desain drainase.

(18)

D. Batasan Masalah

Untuk pelaksanaan penelitian yang lebih terarah maka diberikan batasan- batasan masalah yang meliputi:

1) Penelitian ini dilakukan menggunakan alat double ring infiltrometer.

2) Lokasi yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah lokasi Emmy Saelan dan Tamalate.

3) Penelitian ini dilakukan dengan dua variabel yaitu infiltrasi dengan double ring infiltrometer dan kepadatan tanah dengan sand cone test.

Lingkup pembahasan dalam tulisan ini difokuskan pada pengujian infiltasi dengan menggunakan double ring infiltrometer untuk mendapatkan nilai kapasitas infiltrasi.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini diuraikan sebagai berikut:

BAB I, merupakan pendahuluan, yang berisi penjelasan umum tentang materi pembahasan yakni latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian batasan masalah serta sistematika penulisan.

BAB II, merupakan Tinjauan Pustaka, mencakup Pengertian Infiltrasi, proses terjadinya Infiltrasi, faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi, tanah dan karakteristik tanah serta pengaruhnya terhadap infiltrasi.

BAB III, yaitu metodologi penelitian, yang menguraikan secara lengkap mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian yakni lokasi dan waktu

(19)

penelitian, desain dan prosedur penelitian serta bagan alur penelitian.

BAB IV, merupakan Hasil Pembahasan Laju Infiltrasi, mencakup laju infiltrasi, analisa hasil pengolahaan data, dan Penentuan kepadatan tanah pembahasan laju infiltrasi berdasarkan data amatan, metode Horton dan metode Philip

BAB V, yaitu Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan saran, diuraikan mengenai kesimpulan dan hasil analisa perhitungan. Memberikan saran-saran mengenai analisa tersebut.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Infiltrasi dan Limpasan

1. Pengertian infiltrasi

Menurut Asdak (1995), infiltrasi adalah proses aliran air masuk ke dalam tanah. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan laju infiltrasi.

Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalih ragaman hujan menjadi aliran di sungai. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter perjam. Laju infiltrasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh, kelembaban tanah, pemadatan oleh hujan, tanaman penutup, intensitas hujan, dan sifat-sifat fisik tanah.

Tanah yang berbeda-beda menyebabkan air meresap dengan laju yang berbeda-beda. Setiap tanah memiliki daya resap yang berbeda, yang diukur dalam millimeter per jam (mm/jam). Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan

6

(21)

kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat makin kecil laju infiltrasinya.

Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak dari daerah basah menuju ke daerah yang lebih kering.

Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar dari pada tanah basah.

Gaya tersebut berkurang dengan bertambahnya kelembaban tanah. Selain itu, gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah dengan butiran halus seperti lempung dari pada tanah berbutir kasar pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurangnya gaya kapiler.

Hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler pada lapis permukaan berkurang, aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut mengisi pori-pori tanah. Dengan terisinya pori-pori tanah, laju infiltrasi berkurang secara berangsung-angsur sampai dicapai kondisi konstan; di mana laju infiltrasi sama dengan laju perkolasi melalui tanah.

(22)

Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah Deskripsi Infiltrasi (mm/jam)

Sangat lambat 1

Lambat 1 – 5

Lambat sedang 5 – 20

Sedang 20 – 65

Cepat sedang 65 – 125

Cepat 125 – 250

Sangat cepat 250

Sumber Lee, (1990)

2. Pengertian Limpasan

Limpasan adalah apabila intensitas hujan yang jatuh ke permukaan tanah melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah.

(Sudarja dan Akub,1977 dalam Didik Susilo,2014)

Pada saat hujan turun, tetesan pertama air hujan ditangkap oleh daun dan vegetasi. Ini biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi. Kalau hujan berlangsung terus, air hujan yang mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) sampai mencapai suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan setelah itu barulah terjadi run off.

Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi pula oleh kondisi tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya tinggi, tetapi kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun

(23)

hingga mencapai nilai keseimbangan yang disebut sebagai laju infiltrasi akhir.

Proses run off akan berlangsung terus selama intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi aktual, tetapi run off segera berhenti pada saat intensitas hujan menurun hingga kurang dari laju infiltrasi aktual.

B. Mekanisme Pengukuran Infiltrasi

Menurut Sri Harto (1993) cara pengukuran alat infiltrasi amatan yaitu ada 2 :

1. Single Ring Infiltrometer

Pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut ini.

a. Terlebih dahulu lokasi yang akan diukur dibersihkan. Sebaiknya tanah yang terkelupas dapat dibuang.

b. Silinder ditempatkan tegak lurus dan ditekan ke dalam tanah, sehingga bersisa kurang lebih 10 cm di atas permukaan tanah. Apabila tanah yang akan diukur merupakan tanah lunak hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi, apabila tanahnya merupakan tanah keras, maka untuk dapat memasukkan silinder tersebut memerlukan pemukulan dengan pukul besi yang cukup berat (± '10 kg). Dalam pemukulan tersebut hendaknya bagian atas pipa dilindungi dulu dengan balok kayu yang cukup tebal, dan pemukulan harus dilakukan sedemikian sehingga silinder dapat masuk kedalam tanah dengan tegak lurus. Pemukulan tidak dilakukan pada satu sisi karena silinder akan miring. Apabila pemukulan dilakukan pada sisi lain, maka silinder akan

(24)

menjadi tegak, tetapi antara tanah dan silinder akan terbentuk rongga. Rongga demikian ini tidak boleh terjadi.

c. Air secukupnya disiapkan demikian pula 'stop watch' dan alat tulis.

d. Tabel disiapkan dan telah disusun sedemikian sehingga memudahkan hitungan.

e. Apabila tidak tersedia tangki air dengan pengukur volume yang baik, maka pengukuran infiltrasi dapat dilakukan sebagai berikut.

a) Pada skala yang terdapat pada dinding silinder, ditarik dua garis dengan jarak, misalnya 5 cm (tergantung dari jenis tanah yang diukur). Bila laju infiltrasi relatif sangat kecil, untuk menghemat waktu pengamatan jarak dua garis tersebut dapat diperkecil.

b) Air dituangkan sampai silinder penuh dan tunggu sampai air tersebut seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan retak- retak tanah yang merugikan pengukuran.

c) Air dituangkan ke dalam silinder, sampai mencapai batas garis atas.

d) Waktu yang diperlukan oleh muka air untuk turun sampai garis batas bawah dicatat dengan 'stop watch' dan dicatat pada tabel yang telah disiapkan.

e) Air dituangkan kembali secepatnya ke dalam silinder sampai garis batas atas, waktu penurunan muka air sampai garis batas bawah diukur lagi.

f) Hal tersebut dilakukan terus-menerus, sampai waktu yang diperlukan oleh muka air turun sampai garis batas bawah selalu tetap. Dalam hal demikian berarti laju infiltrasi telah tetap, atau nilai fctelah tercapai.

(25)

g) Dari data yang terkumpul dalam tabel, dapat dihitung laju infiltrasi tiap waktu tertentu. Dan apabila hasilnya digambarkan maka akan terlihat liku infiltrasi eksponensial.

h) Apabila dikehendaki hitungan yang lebih teliti, waktu yang diperlukan untuk mengisi kembali silinder mencapai garis batas atas perlu dicatat, karena kenyataannya pada saat tersebut infiltrasi tidak berhenti, sehingga jumlah infiltrasi dapat ditambahkan dengan mengambil anggapan laju infiltrasinya sama dengan laju infiltrasi yang baru saja diukur.

2. Double Ring Infiltrometer

Pengukuran dengan 'double ring infiltrometer' pada dasarnya sama dengan yang dijelaskan sebelumnya (single ring infiltrometer). Perbedaannya adalah berikut ini.

a. Pada alat ini terdapat dua silinder, dengan diameter luar kurang lebih sama dengan dua kali diameter silinder sebelah dalam.

b. Dalam pemakaian, silinder dalam dimasukkan lebih dahulu ke dalam tanah, seperti yang dilakukan pada 'single ring infiltrometer. Setelah itu baru silinder kedua (silinder luar) dimasukkan secara konsentris ke dalam tanah. Cara pemasukan nya sama dengan cara pemasukan silinder pertama.

c. Setelah itu, ruang antara silinder luar dan silinder dalam di isi air, dan dibiarkan beberapa lama sampai habis.

d. Kemudian ruang tersebut diisi kembali, dan diikuti dengan pengisian ruang dalam silinder dalam.

(26)

e. Selanjutnya cara pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan cara yang telah disebutkan terdahulu, dengan memperhatikan agar air di ruang antara silinder luar dan silinder dalam selalu tetap tergenang.

Contoh hitungan yang dilakukan dalam salah satu percobaan dapat dilihat dalam contoh berikut ini.

Tabel 2. contoh format data pengukuran double ring infiltrometer.

Sumber : Perhitungan Parameter Infiltrasi

Di bagian terdahulu di katakan bahwa laju infiltrasi sangat di pengaruhi pula oleh kelembaban tanah. Oleh sebab itu, pengukuran yang di lakukan pada saat musim kemarau dapat sangat berbeda dengan pengukuran di tempat yang sama pada musim hujan.

Waktu Laju

infiltrasi

t fp

(menit) (cm/jam)

5 0.00

10 5.20

15 6.35

20 10.27

25 13.13

30 15.42

35 15.40

40 14.64

45 14.45

50 14.44

55 14.44

60 14.44

(27)

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi

Menurut Bambang Tritmodjo (2008), Laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh, kelembaban tanah, pemadatan oleh hujan, tanaman penutup, intensitas hujan, dan sifat fisik tanah.

a. Kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh

Gambar 1. Kedalam Genangan Dan Tebal Lapis Jenuh

gambar di atas, air yang tergenang di atas permukaan tanah terinfiltrasi ke dalam tanah, yang menyebabkan suatu lapisan di bawah permukaan tanah menjadi jenuh air. Apabila tebal dari lapisan jenuh air adalah L, dapat dianggap bahwa air mengalir ke bawah melalui sejumlah tabung kecil. Aliran melalui lapisan tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan tinggi tekanan pada ujung atas tabung, sehingga tinggi tekanan total yang menyebabkan aliran adalah D+L.

Tahanan terhadap aliran yang diberikan oleh tanah adalah sebanding dengan tebal lapis jenuh air . Pada awal hujan, dimana L adalah kecil dibanding D, tinggi tekanan adalah besar dibanding tahanan terhadap aliran, sehingga air masuk ke dalam tanah dengan cepat. Sejalan dengan

(28)

waktu, L bertambah panjang sampai melebihi D, sehingga tahanan terhadap aliran semakin besar. Pada kondisi tersebut kecepatan infiltrasi berkurang.

Apabila L sangat lebih besar daripada D, perubahan L mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan gaya tekanan dan hambatan, sehingga laju infiltrasi hampir konstan.

b. Kelembaban tanah

Jumlah air tanah mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan atas dari tanah tersebut menjadi basah, sedang bagian bawahnya relatif masih kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari gaya kapiler antara permukaan atas tanah dan yang ada di bawahnya. Karena adanya perbedaan tersebut, maka terjadi gaya kapiler yang bekerja sama dengan gaya berat, sehingga air bergerak ke bawah (infiltrasi) dengan cepat.

Dengan bertambahnya waktu, permukaan bawah tanah menjadi basah, sehingga perbedaan daya kapiler berkurang, sehingga infiltrasi berkurang. Selain itu, ketika tanah menjadi basah koloid yang terdapat dalam tanah akan mengembang dan menutupi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi pada periode awal hujan.

c. Pemampatan oleh hujan

Ketika hujan jatuh di atas tanah, butir tanah mengalami pemadatan oleh butiran air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori-pori tanah yang berbutir halus (seperti lempung), sehingga dapat mengurangi kapasitas infiltrasi. Untuk tanah pasir, pengaruh tersebut sangat kecil.

(29)

d. Penyumbatan oleh butir halus

Ketika tanah sangat kering, permukaannya sering terdapat butiran halus.

Ketika hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa masuk ke dalam tanah, dan mengisi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi.

e. Tanaman penutup

Banyaknya tanaman yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau hutan, dapat menaikkan kapasitas infiltrasi tanah tersebut. Dengan adanya tanaman penutup, air hujan tidak dapat memampatkan tanah, dan juga akan terbentuk lapisan humus yang dapat menjadi sarang/tempat hidup serangga.

Apabila terjadi hujan lapisan tanah dan lobang-lobang (sarang) yang dibuat serangga. Kapasitas infiltrasi bisa jauh lebih besar dari pada tanah yang tanpa penutup tanaman.

Pengaruh tumbuh-tumbuhan terhadap daya serap sukar ditentukan, karena tumbuh-tumbuhan juga mempengaruhi intersepsi. Meskipun demikian, tumbuh- tumbuhan penutup meningkatkan infiltrasi jika dibandingkan dengan tanah terbuka, sebab :

(1) Tumbuhan penutup menghambat aliran permukaan, sehingga memberikan waktu tambahan pada air untuk memasuki tanah

(2) sistem akarnya membuat tanah lebih mudah dimasuki

(3) daun-daunnya melindungi tanah dari tumbukan oleh tetes air hujan yang jatuh dan mengurangi muatan air hujan dipermukaan tanah.

(30)

f. Topografi

Kondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahan dengan kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu infiltrasi. Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan. Sebaliknya, pada lahan yang datar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi.

g. Intensitas hujan

Intensitas hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi. Jika intensitas hujan I lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi.

2. Pengukuran infiltrasi

Menurut Bambang Tritmodjo (2008), metode yang biasa digunakan untuk menentukan kapasitas infiltrasi adalah pengukuran dengan infiltrometer dan analisa hidrograf. Infiltrometer dibedakan menjadi infometer genangan dan simulator hujan (rainfall simulator), namun pada penelitian ini digunakan infiltrometer genangan (double ring infiltrometer).

Infiltrometer merupakan suatu tabung baja silinder pendek, berdiameter besar (suatu batas kedap air lainnya) yang mengitari suatu daerah dalam tanah.

Infiltrometer konsentrik yang merupakan tipe biasa terdiri dari dua cincin konsentrik yang ditekan kedalam permukaan tanah. Kedua cincin tersebut digenangi (karena itu disebut infiltrometer tipe genang) secara terus-menerus untuk mempertahannkan tinggi yang konstan. Masing-masing penambahan air

(31)

untuk mempertahankan tinggi yang konstan ini hanya diukur (waktu dan jumlah) pada cincin bagiaan dalam. Bagian luar digunakan untuk mengurangi pengaruh batas dari tanah sekitarnya yang lebih kering, kalau tidak air yang terinfiltrasi yang dapat menyebar secara lateral dibawah permukaan tanah.

Alat infiltrasi yang biasa digunakan adalah jenis inflometer ganda (double ring infiltrometer) yaitu suatu infiltrometer silinder ditempatkan di dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar (ring luar). Infiltrometer silinder yang lebih kecil mempunya ukuran diameter antara 20 - 30 cm dan infiltrometer yang lebih besar mempunyai ukuran hingga 50 cm. Pengaturan hanya dilakukan pada silinder yang lebih kecil. Silinder yang lebih besar hanya digunakan sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder.

Infiltrometer genangan yang banyak digunakan adalah dua silinder tabung yang dimasukkan kedalam tanah. Untuk tipe pertama, dua silinder yang terbuat dari logam dengan diameter antara 22,5 – 90 cm ditemparkan dengan sisi dibawahnya berada beberapa sentimeter dibawah permukaan tanah seperti terlihat dalam gambar 2.2. Ke dalam kedua ruangan diisikan air yang selalu di jaga dengan elevasi sama. Fungsi dari silinder luar adalah untuk mencegah air di dalam ruang sebelah dalam menyebar pada daerah yang lebih besar setelah merembes dibawah dasar silinder. Kapasitas infiltrasi dan perubahannya dapat ditentukan dari kecepatan penambahan air pada silinder dalam yang diperlukan untuk mempertankan elevasi konstan.

Infiltrometer tipe kedua terdiri dari tabung dengan diameter sekitar 22,5 cm dan panjang 45 sampai 60 cm yang dimasukkan kedalam tanah sampai

(32)

kedalaman minimum sama dengan kedalam dimana air meresap selama percobaan (sekitar 37,5-52,5 cm), sehingga tidak terjadi penyebaran. Laju air yang harus ditambahkan untuk menjaga kedalaman yang konstan didalam tabung dicatat.

Infiltrometer genangan ini tidak memberikan kondisi infiltrasi yang sebenarnya terjadi dilapangan, karena pengaruh pukulan butir-butir hujan tidak diperhitungkan dan struktur tanah disekeliling dinding silinder telah terganggu pada waktu pemasukannya kedalam tanah. Tetapi meskipun mempunyai kelemahan, alat ini mudah dipindah dandapat digunakan untuk mengetahui kapasitas infiltrasi dititik yang dikehendaki sesuai dengan tata guna lahan, jenis tanaman dan sebagainya.

Gambar 2. Infiltrometer Genangan (Sumber; Hidrologi Terapan) 3. Perhitungan laju infiltrasi

Sebenarnya sengat banyak cara untuk melakukan perhitungan infiltrasi namun disini hanya diterangkan perhitungan infiltrasi yang digunakan pada judul tugas akhir ini yaitu : Metode Horton dan Metode Philip C.D Soemarto (1990).

Pengukuran kapasitas dan laju infitrasi menurut para ahli adalah sebagai berikut :

(33)

Model laju infiltrasi (infiltration rate) menurut Philip merupakan persamaan empiris yang bergantung pada waktu (time dependent equation). Philip mengajukan model persamaan laju infiltrasi:

Rumus yang diturunkan sebagai berikut:

fp – fc = a2 1/2t-1/2 t (1)

Dari rumus (1) dapat diturunkan rumus sebagai berikut:

− = ( о − ) (2)

Yang analog dengan rumus

= о − ∫ ( − ) (3)

Keterangan;

f p: laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc: laju infiltrasi tetap (cm/jam) fo: laju infiltrasi awal (cm/jam) t : waktu

Kelebihan Metode Philip yaitu :

Dalam model Philip terdapat konstanta yang dipengaruhi kondisi lokal, sehingga persamaanya mudah diterapkan di lapangan.

Kekurangan Metode Philip yaitu :

Laju infiltrasi yang di dapat tidak sesuai dengan kenyataanya dikarenakan data yang digunakan berdasarkan data yang telah ada sebelumnya. Data tersebut belum tentu sama dengan keadaan sekarang.

(34)

air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan laboratorium, menggunakan alat infiltrometer, teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.

2. Perhitungan laju infiltrasi Menurut Horton Jury dan Horton (2004)

Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan. Model laju perhitungan Horton yaitu :

fp = fc + (f0- fc) e-kt (4)

Keterangan;

fp : laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc : laju infiltrasi tetap (cm/jam)

fo : laju infiltrasi pada saat awal (cm/jam) e : ketetapan : 2,71828

t : waktu

k : konstanta geofisik

Kelebihan metode Horton Yaitu :

(35)

data-data yang tersedia.

2. Pengukuran infiltrasi yang dilakukan dengan infiltrometer pada model Horton akan menghasilkan data yang relatif lebih tinggi. Hal ini dikarenakan selama pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer, selalu dapat lapisan air dengan ketinggian konstan pada permukaan tanah. Adanya tekanan lapisan air tersebut akan menambah kecepatan laju infiltrasi.

Kelemahan metode Horton Yaitu :

penentuan parameter f0, fc, dan k dan ditentukan dengan data-fitting. Secara teori fc, konstan untuk suatu jenis dan lokasi tanah tertentu, tetapi akan bervariasi pada setiap intensitas hujan yang tidak sama. Kesulitan Horton menentukan.

Penjelasan

model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Untuk teori Horton sendiri secara garis besar mengemukakan laju infiltrasi dengan bertambahnya waktu akan konstan seiring dengan kemampuan daya serap tanah.

hubungan f0, fc dan k dengan sifat-sifat dari daerah alirannya. Hasil yang di dapat tidak cukup akurat.

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Kelemahan utama dari model ini terletak pada penentuan parameternya f0, fc, dan k dan ditentukan dengan data fitting. Meskipun demikian dengan kemajuan sistem komputer, proses ini dapat dilakukan dengan program spreadsheet sederhana.

(36)

1. Hubungan antara infiltrasi dan limpasan

Limpasan permukaan (surface run off) merupakan komponen aliran yang besarnya adalah hujan dikurangi besaran infiltrasi mempunyai arti penting terhadap proses limpasan. Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke dalam tanah. Sekali air hujan tersebut masuk ke dalam tanah air akan di uapkan kembali atau mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat lambat, makin besar daya infiltrasi, maka perbedaan antara intensitas curah hujan dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaan makin kecil sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.

2. Intensitas curah hujan

Curah hujan atau presipitasi merupakan elemen dari hidrometer, yaitu kumpulan partikel-partikel cair atau padat yang jatuh atau melayang di dalam atmosfer yang merupakan hasil dari proses kondensasi uap air di udara (awan).

Intensitas curah hujan merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi dan berbanding terbalik dengan waktu kejadiannya. Artinya besarnya curah hujan yang terjadi akan semakin tinggi intensitasnya bila terjadi pada periode waktu yang semakin singkat, secara definisi satuan millimeter dalam pengukuran curah hujan adalah banyaknya curah hujan yang tertampung pada luasan 1 m2 dengan ketinggian 1 milimeter. Hal ini berarti bahwa dalam 1 m2 dapat tertampung volume curah hujan sebanyak 1 dm3 atau 1 liter. Maka untuk suatu wilayah dengan luas 1 Ha dengan asumsi terjadi hujan merata dengan intensitas 1 mm maka akan terkumpul volume air sebanyak 10 m3 dan bertambah seiring dengan

(37)

menuju ke suatu tempat yang lebih rendah. Ada perbedaan jenis dan sifat hujan yang terjadi pada saat musim hujan dan musim kemarau.

D. Tanah Permukaan Pemukiman

Tanah adalah hasil pelapukan batuan yang berupa gumpalan butiran- butiran yang ikatan antara butirnya sangat lemah. Tanah terdiri dari agregate (butiran) mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain, atau merupakan yang dinamakan butiran tanah itu sendiri. Zat cair yang biasanya merupakan air, gas atau udara yang mengisi ruang-ruang kosong diantara butiran mineral padat atau butiran tanah tersebut. Ruang ini disebut dengan pori (voids).

Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.

1. Jenis tanah

Beberapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah (soil separate size limits) berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya. Pada Tabel 3 ditunjukkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah yang telah dikembangkan oleh beberapa organisasi yang ahli di bidangnya.

(38)

Nama Kelompok Organisasi

Diameter Butiran (mm)

Kerikil Pasir Lanau Lempung

Massachusetts Institute of Technology (MIT)

> 2 2 – 0,06 0,06 – 0,002 < 0,002 U.S. Departement of

Agriculture (USDA)

> 2 2 – 0,05 0,05 – 0,002 < 0,002 American Association of State

Highway and Transportation

Officials (AASHTO) 76,2 – 2 2 –0,075 0,075–0,002 < 0,002 Unified Soil Classification

System (U.S. Army Corps of Engineers, U.S. Bureau of Reclamation)

76,2-

4,75 4,75-

0,075

Halus (yaitu lanau dan

lempung)

< 0,0075 Sumber : Mekanika Tanah, Braja M Das (1987)

a. Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar dan mineral- mineral lain, Diameter butiran > 5 mm.

b. Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini , Diameter butiran 0,0075 – 5,0 mm.

c. Lanau (silt) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel-partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang

(39)

0,0075 mm.

d. Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron).

2. Tekstur Tanah

Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah memadat (compressibility), dan lain-lain (Hillel, 1982 dalam Fahruddin agus dkk).

Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya ≤ 2 mm. Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Tekstur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan.

3. Kepadatan tanah

Tes sand cone pada tanah dilakukan untuk menentukan kepadatan di tempat dari lapisan tanah atau perkerasan yang telah dipadatkan. Alat yang

(40)

lebih dari 5 cm. Kepadatan lapangan ialah berat kering persatuan isi.

a) Perhitungan tes sand cone

1. Berat botol + corong kosong (W1) 2. Berat botol + corong air (W2) 3. Berat botol + pasir + corong (W3) 4. Berat sisa pasir + botol + corong (W4) 5. Berat tanah basah + kaleng lapangan (W5) 6. Berat kosong kaleng lapangan (W6)

7. Berat tanah basah dalam lubang (W) = W5-W6 8. Berat sisa pasir dilubang (W7) = (W3-W4)-Wf 9. Volume sisa pasir dilubang (V) = W7- γSand 10. Berat isi tanah basah (γW) = W/V

11. Berat isi tanah kering (γd = γw(1+ω)

Derajat kepadatan = 100 %

E. Karakteristik Tanah dan Pengaruh Terhadap Infiltrasi

Karakteristik tanah dalam pengaruhnya terhadap infiltrasi yang terpenting adalah terstur, struktur dan kandungan bahan organik pada lapisan tanah. Tekstur tanah sangat dominan pengaruhnya terhadap pori-pori partikel tanah, semakin besar pori-pori partikel tanah infiltrasinya semakin besar pula, misalnya pasir.

(41)

infiltrasinya kecil.

Struktur tanah dipengaruhi oleh agregate tanah dan bahan organik yang membentuknya, apabila lapisan topsoilnya mempunyai struktur yang kompak, kondisi ini akan banyak menghambat terjadinya infiltrasinya. Bahan organik tanah terbentuk dari sisa-sisa daun yang jatuh ke tanah kemudian membusuk tentu saja ini akan dapat menghambat aliran permukaan tanah, disamping itu bahan organik ini juga dapat menyimpan air hujan yang kemudian meresap kedalam tanah.

Berdasar laju infiltrasinya dapat dikatakan bahwa kemungkinan terjadinya aliran permukaan pada tanah – tanah yang berat lebih besar dibanding pada tanah yang berstruktur ringan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bermana Kusumah, 1978 dalam Erwin (2012), bahwa kapasitas infiltrasi tanah ikut menentukan banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah, sebagai aliran permukaan. Jadi, semakin besar kapasitas infiltrasi, maka aliran permukaan yang terjadi akan semakin kecil.

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Emmy Saelan dan Tamalate

Gambar 3. Lokasi Emmy Saelan Kecamatan Rapocini (peta dari google Earth)

Lokasi Pengambilan

sampel

28

(43)

Gambar 4. Lokasi Tamalate Kecamatan Rapocinni (peta dari google Earth) 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai September 2015 sampai November 2015 di daerah Emmy Saelan dan Tamalate.

B. Jenis Penelitian Dan Sumber Data

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey atau observasi lapangan, dengan pengukuran laju infiltrasi secara langsung dan uji kepadatan

Lokasi Pengambilan

Sampel

(44)

tanah. Pengukuran ini menggunakan alat double ring infiltrometer dan sand cone.

2. Sumber data

Sumber data dari penelitian ini berupa dataprimer yakni data yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan di daerah Emmy Saelan dan Tamalate.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode pengamatan laju infiltrasi di lokasi penelitian dan sand cone test serta penelitian di laboratorium.

1. Pengambilan Sampel Infiltrasi

a) Benamkan ring secara vertikal ke dalam tanah sedalam 25 cm menggunakan balok kayu dan palu atau penumbur hidrolik. Pastikan bahwa kedalaman ring cukup untuk membuat ring kuat berdiri. Namun demikian perhitungkan pula tebal ring yang akan digenangi, dengan kedalaman pembenaman ring 25 cm dan kedalaman penggenangan juga 25 cm, ring yang digunakan sepanjang 50 cm. Gangguan terhadap tanah akibat proses pembenaman ring harus seminimal mungkin. Hindari pengikisan atau perataan tanah. Bila double ring infiltrometer yang digunakan, maka ring pengukur dibenamkan terlebih dahulu.

b) Hindari kebocoran di sekitar dinding ring dengan cara memadatkan bagian tanah yang bersentuhan dengan dinding ring. Bila terbentuk celah yang besar, maka perlu dilakukan perekatan dengan menggunakan serbuk bentonit atau liat halus.

(45)

c) Genangi ring pengukur dengan tingkat kedalaman yang konstan, dan ukur kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Bila double ring infiltrometer yang digunakan, maka samakan ketinggian genangan pada ring penyangga dengan ring pengukur, Ketinggian pelampung pada ring penyangga dibuat sama dengan ketinggian air pada ring pengukur, sedangkan kecepatan penurunan air pada ring pengukur dapat digunakan untuk menghitung laju infiltrasi.

Cara yang paling sederhana adalah dengan menambahkan air secara manual, biasanya digunakan untuk tanah dengan laju infiltrasi rendah. Penambahan air dilakukan sampai permukaan air dalam ring penyangga kembali ke titik awal/preset mark. Rata-rata laju infiltrasi ditetapkan/ dihitung dari volume berkurangnya air dan interval waktu penambahan.

d) Aliran yang konstan diasumsikan terjadi ketika kecepataan penurunan air didalam ring menjadi konstan (tidak terjadi penurunan), Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai quasy-steady state flow (waktu kesetimbangan) umumnya meningkat dengan semakin halusnya tekstur tanah, menurunnya struktur tanah, meningkatnya kedalaman penggenangan (H) dan kedalaman pembenaman ring (d), tergantung pada ukuran ring tersebut.

2. Pengujian Kepadatan Tanah a) Menentukan isi botol

b) Timbang alat (botol + corong = gram)

c) Isi alat sand cone test dengan air jernih sampai penuh di atas kran.

d) Timbang alat sand cone test berisi air e) Menentukan berat isi pasir

(46)

f) Isi alat sand cone test dengan pasir sampai penuh di atas kran g) Tutup kran dan bersihkan kelebihan pasir

h) Gali lubang sedalam 20 cm

i) Letakkan alat sand cone test pada plat corong dengan dasar yang rata j) Buka kran dan biarkan sampai pasir berhenti mengalir

k) Tutup kran dan timbang sand cone test beserta sisa pasir dalam botol l) Timbang sisa pasir pada corong sand cone test

3. Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan hand bor pada lokasi penelitian

a) Tentukan lokasi yang akan di ambil sampel tanahnya

b) Ambil sampel tanah menggunakan hand bor hingga kedalaman yang telah ditentukan.

4. Bahan dan alat untuk pengambilan sampel dilapangan a) Pengambilan sampel infiltrasi

(a) Double Ring Infiltrometer (b) Stopwatch

(c) Mistar ukur (d) Hummer (palu) (e) Air

(f) Alat bantu lainnya (1) Wadah

(2) Gayung

(47)

(3) Kayu

b) Bahan dan alat untuk pengujian kepadatan tanah (a) 1 set sand cone test

(b) Pasir (c) Scop

(d) Alat bantu lainnya (1) Paku

(2) Hummer (palu)

c) Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah (a) Hand bor (bor tangan)

(b) Wadah (untuk mengambil sampel) (c) skop

d) Alat yang digunakan mengukur kedalam air sumur (a) Meter

D. Analisa Laju Infiltrasi

Data primer yang didapat dari hasil pengukuran dilapangan dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menganalisa data dari hasil pengukuran double ring infiltrometer dilapangan menggunakan metode Horton dan Philip.

b) Dari data hasil pengukuran double ring infiltrometer di dapat infiltrasi awal (fo) dari tanah. Kondisi ini tergantung dengan kadar air dalam tanah

(48)

c) Selain nilai infiltrasi awal (fo) hasil pengukuran double ring infiltrometer menghasiikan nilai infiltrasi konstan (fc)

d) Menganalisa bentuk persamaan dari laju infiltrasi dengan persamaan Horton dan Philip

e) Dari bentuk persamaan didapat nilai konstanta yang menunjukan laju pengurangan kapasitas infiltrasi (k)

f) Dari parameter b, c, d dan e maka diketahui laju infiltrasi.

E. Tahapan Penelitian

1. Pengamatan Laju Infiltrasi di Lapangan dan Pengamatan Air Tanah

Pengamatan laju infiltrasi di lakukan didua lokasi pemukiman yaitu Emmy Saelan dan Tamalate masing masing-masing 3 titik hal ini dilakukan agar data yang diambil lebih akurat sedangkan untuk pengamatan air tanah dilakukan pengukuran pada sumur di sekitar lokasi penlitian.

2. Pengujian Laboratorium

Pengujian laboratorium terdiri dari beberapa percobaan yaitu:

a) Permeabilitas Tanah b) Kompaksi,

c) Kadar air tanah, d) Berat jenis tanah, e) Hydrometer, f) Berat isi tanah, dan g) Analisa Saringan

(49)

F. Bagan Prosedur Pengambilan Sampel

Gambar 5. Diagram Alur Pengukuran Laju Infiltrasi di Lapangan

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Tanah Pemukiman Pada Daerah Penelitian

Untuk mengetahui kepadatan tanah pada sampel tanah penelitian dilakukan pengujian kepadatan tanah dengan sand cone test, didua lokasi penelitian yaitu pada daerah Emmy Saelan dan Tamalate hasil pengambilan sampel dilanjutkan dengan penelitian di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Hasil kepadatan tanah pada lokasi Emmy Saelan 60,260 % serta kepadatan tanah pada lokasi Tamalate 67,459 %.

Hasil pengujian kepadatan tanah dengan Sand Cone Test pada lokasi Emmy Saelan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Pengamatan hasil pengujian kepadatan tanah pada lokasi Emmy Saelan

Water Content Sample A-1

Test Number 1 2 Compaction Test

Result Container no

Optimum laboratory Dry Density, γ dry Lab

1,220

Weight of Container gram 3,4 3,5 Optimum Mouisture

Content (OMC) 19 % Weight of Container +

Wet Soil gram 25,7 37,2

Weight og Container +

Dry Soil gram 7,6 5,8 Sand Cone data

Weight of Wet Soil gram 21,2 33,7 Density of send,γ sand 0.993 36

(51)

the fannel, Wf Water Content, ω =

Ww/Ws*100 % % 19,8

11 6,82 5 Average of Water

Content % 13,318

Density of sand, γ sand

= 2 − 1

= 5354 − 809

0,9974 0,9965

= 4572,853

= 3 − 1

= 5350 − 809 4572,853

= 0,99303437

Tabel 5. Pengamatan Kepadatan Tanah pada Lokasi Emmy Saelan No. Titik

Berat botol + corong kosong (W1) gram 809

Berat botol + corong air (W2) gram 5354

Berat botol + pasir + corong (W3) gram 5350 Berat sisa pasir + botol + corong (W4) gram 303 Berat tanah basah + kaleng lapangan (W5) gram 3002

Berat kosong kaleng lapangan (W6) gram 0

Berat tanah basah dalam lubang W = W5-W6 gram 3260 Berat sisa pasir dilubang, W7 = (W3-W4)-Wf gram 3424,37 Volume sisa pasir dilubang, W7/γSend Cm3 3448,390 Berat isi tanah basah γw = W/V Gram/Cm3 0,871 Berat isi tanah kering, γd = γw/(1+ω) Gram/Cm3 0,735

Derajat kepadatan = 100%

=0,735

1,220 100%

= 60,260 %

(52)

tabel berikut:

Tabel 6. Pengamatan hasil pengujian kepadatan tanah pada lokasi Tamalate

Water Content Sample A-1

Test Number 1 2 Compaction

Test Result Container no

Optimum laboratory Dry Density, γ dry Lab

1,170

Weight of Container

gram

3,4 3,5

Optimum Mouisture Content (OMC)

16,67%

Weight of Container + Wet Soil

gram 25,7 37,2 Weight og Container +

Dry Soil

gram 7,6 5,8 Sand Cone data

Weight of Wet Soil gram 21,2 33,7 Density ofsend, γ sand 1,004 Weight of Dry Soil gram

4,2 2,3 Weight of sand in the fannel,

Wf 1622,63

Water Content, ω = Ww/Ws*100 %

% 19,811 6,825 Average of Water

Content

% 13,318

Density of sand, γ sand

= 2 − 1

= 5354 − 809 0,9974 0,9965

= 4572,853

= 3 − 1

= 5400 − 809 4572,853

= 1,003969

(53)

No. Titik

Berat botol + corong kosong (W1) gram 809

Berat botol + corong air (W2) gram 5354

Berat botol + pasir + corong (W3) gram 5400 Berat sisa pasir + botol + corong (W4) gram 223 Berat tanah basah + kaleng lapangan (W5) gram 3260

Berat kosong kaleng lapangan (W6) gram 0

Berat tanah basah dalam lubang W = W5-W6 gram 3260 Berat sisa pasir dilubang, W7 = (W3-W4)-Wf gram 3554,37 Volume sisa pasir dilubang, W7/γSend Cm3 3540,320 Berat isi tanah basah γw = W/V Gram/Cm3 0,921 Berat isi tanah kering, γd = γw/(1+ω) Gram/Cm3 0,789

Derajat kepadatan = 100%

=0,789

1,170 100%

= 67,459 %

B. Laju Infiltrasi Uji Lapangan

Dalam penelitian ini dilakukan amatan dari lokasi Emmy Saelan dan Tamalate masing-masing tiga titik.

Tabel 8. Laju Infiltrasi berdasarkan Data amatan pada daerah Emmy Saelan di masing-masing titik serta rata-rata dari ketiga titik.

(54)

( jam) fp(cm/jam) fp(cm/jam) fp(cm/jam) fp(cm/jam)

1 2 3 4 5

0,08 78,03 108,04 81,63 89,24

0,17 36,01 49,22 37,82 41,02

0,25 23,21 31,61 22,81 25,88

0,33 16,51 23,11 15,91 18,51

0,42 12,73 18,01 11,76 14,17

0,50 10,40 14,61 9,20 11,40

0,58 7,89 12,18 7,37 9,15

0,67 5,85 10,50 6,15 7,50

0,75 4,67 9,20 5,07 6,31

0,83 3,96 8,16 4,20 5,44

0,92 3,27 7,31 3,38 4,66

1,00 2,80 6,60 3,90 4,43

1,08 2,22 6,00 3,23 3,82

1,17 1,89 5,57 2,91 3,46

1,25 1,60 5,20 2,64 3,15

1,33 1,50 4,88 2,33 2,90

1,42 1,41 4,59 2,12 2,71

1,50 1,33 0,00 1,87 1,07

1,58 1,26 0,00 1,64 0,97

1,67 1,20 0,00 1,50 0,90

1,75 0,00 0,00 1,43 0,48

1,83 0,00 0,00 1,36 0,45

1,92 0,00 0,00 1,25 0,42

2,00 0,00 0,00 1,20 0,40

2,08 0,00 0,00 1,15 0,38

2,17 0,00 0,00 1,11 0,37

2,25 0,00 0,00 1,07 0,36

2,33 0,00 0,00 1,03 0,34

2,42 0,00 0,00 0,99 0,33

2,50 0,00 0,00 0,00 0,00

Sumber : Hasil perhitungan

(55)

lokasi Emmy Saelan serta rata-rata ketiga titik dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 6. Grafik perbandingan laju infiltrasi berdasarkan data amatan pada tiap titik serta rata-rata dari ketiga titik pada lokasi Emmy Saelan

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa laju infiltrasi tertinggi pada lokasi Emmy Saelan di masing-masing titik yaitu pada titik 1 memiliki laju infiltrasi tertinggi 78,03 cm/jam, pada titik 2 memiliki laju infiltrasi tertinggi 108,04 cm/jam sedangkan laju infiltrasi tertinggi pada titik 3 yaitu 81,63cm/jam maka dari ketiga titik lokasi tersebut mendapatkan nilai rata-rata laju infiltrasi tertinggi adalah 89,24 cm/jam.

0 50 100 150

0.08 0.25 0.42 0.58 0.75 0.92 1.08 1.25 1.42 1.58 1.75 1.92 2.08 2.25 2.42

Laju Infiltrasi (cm/jam)

Waktu (jam)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Rata-rata

(56)

masing titik serta rata-rata dari ketiga titik.

Waktu ( jam)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Rata-Rata

fp(cm/jam) fp(cm/jam) fp(cm/jam) fp(cm/jam)

1 2 3 4 5

0,08 128,45 115,25 268,91 170,87

0,17 63,63 55,82 132,05 83,83

0,25 40,02 34,81 86,43 53,75

0,33 31,51 24,01 63,63 39,72

0,42 22,33 18,25 49,94 30,17

0,50 18,41 14,41 40,82 24,54

0,58 15,43 11,66 34,30 20,47

0,67 13,06 9,45 29,41 17,31

0,75 11,20 7,60 25,61 14,81

0,83 9,72 6,24 22,69 12,89

0,92 8,73 5,46 20,19 11,46

1,00 7,90 4,60 18,00 10,17

1,08 6,92 3,88 16,34 9,05

1,17 6,26 2,91 14,92 8,03

1,25 5,60 2,72 13,60 7,31

1,33 5,10 2,25 12,53 6,63

1,42 4,66 1,69 11,58 5,98

1,50 4,27 1,20 10,67 5,38

1,58 3,98 0,88 9,85 4,91

1,67 3,66 0,78 9,18 4,54

1,75 3,37 0,74 8,63 4,25

1,83 3,16 0,65 8,07 3,96

1,92 2,92 0,57 7,51 3,67

2,00 2,70 0,45 7,05 3,40

2,08 2,54 0,38 6,58 3,17

2,17 2,35 0,37 6,18 2,97

2,25 2,18 0,36 5,82 2,79

2,33 2,06 0,30 5,53 2,63

2,42 1,90 0,29 5,13 2,44

2,50 1,80 0,00 4,88 2,23

(57)

1 2 3 4 5

2,72 1,58 4,34 1,97

2,80 1,53 4,14 1,89

2,89 1,49 3,98 1,82

3,06 0,00 3,69 1,23

3,14 0,00 3,56 1,19

3,23 3,44 1,15

3,31 3,32 1,11

3,40 3,24 1,08

3,48 3,16 1,05

3,57 3,08 1,03

3,65 3,01 1,00

3,74 2,94 0,98

3,82 2,88 0,96

3,91 2,81 0,94

3,99 2,75 0,92

Sumber : Hasil perhitungan

Perbandingan laju infiltrasi berdasarkan data amatan pada setiap titik di lokasi Tamalate serta rata-rata ketiga titik dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

0 50 100 150 200 250 300

0.08 0.33 0.58 0.83 1.08 1.33 1.58 1.83 2.08 2.33 2.63 2.89 3.14 3.40 3.65 3.91

Laju Infiltrasi (cm/jam)

Waktu (jam)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Rata-rata

(58)

titik serta rata-rata dari ketiga titik pada lokasi Tamalate

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa laju infiltrasi tertinggi pada lokasi Tamalate di masing-masing titik yaitu pada titik 1 memiliki laju infiltrasi tertinggi 128,45 cm/jam, pada titik 2 memiliki laju infiltrasi tertinggi 115,25 cm/jam sedangkan laju infiltrasi tertinggi pada titik 3 yaitu 268,91 cm/jam maka dari ketiga titik lokasi tersebut mendapatkan nilai rata-rata laju infiltrasi tertinggi adalah 170,87 cm/jam.

C. Laju Infiltrasi Berdasarkan Metode Horton dan Philip

(a) Metode Horton

Perhitungan laju infiltrasi menurut Horton menggunakan persamaan (4) dari Bab II halaman 20

fp = fc + (f0- fc) e-kt Keterangan;

f : laju infiltrasi nyata (cm/jam) fc: laju infiltrasi tetap (cm/jam)

fo: laju infiltrasi pada saat awal (cm/jam) e : 2,71828

k : konstanta geofisik

(59)

Perhitungan laju infiltrasi dengan Metode Philip menggunakan persamaan (1) dari bab II halaman 19.

Rumus yang diturunkan sebagai berikut:

fp – fc = a2 1/2t-1/2 t

Dari rumus (1) dapat diturunkan rumus sebagai berikut:

− = ( о − )

Yang analog dengan rumus

= о − ∫ ( − ) Keterangan;

f p: laju infiltrasi fc: laju infiltrasi tetap fo: laju infiltrasi awal fp – fc = 2a 1/2t-1/2 t

= /

2 / /

= / 2 / /

− = / (2. ) /

/ = −

(2. ) /

/ = ( − )(2. ) /

(60)

= ( − )2.

D. Perbandingan Laju Infiltrasi Hasil Uji Dan Metode Empiris

Hasil perhitungan pada lokasi Emmy Saelan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 10. Perhitungan Parameter Infiltrasi Pada Lokasi Emmy Saelan

No Waktu

(Jam)

InfiltrasiLaju (cm/jam)(fp)

(cm/Jam)fo Fc

(cm/jam) fo-fc

(cm/Jam) ft-fc (cm/Jam)

1 2 3 4 5 6 7

1 0,08 89,24 89,24 0,33 88,91 88,91

2 0,17 41,02 89,24 0,33 88,91 40,69

3 0,25 25,88 89,24 0,33 88,91 25,55

4 0,33 18,51 89,24 0,33 88,91 18,18

5 0,42 14,17 89,24 0,33 88,91 13,84

6 0,50 11,40 89,24 0,33 88,91 11,07

7 0,58 9,15 89,24 0,33 88,91 8,82

8 0,67 7,50 89,24 0,33 88,91 7,17

9 0,75 6,31 89,24 0,33 88,91 5,98

10 0,83 5,44 89,24 0,33 88,91 5,11

11 0,92 4,66 89,24 0,33 88,91 4,33

12 1,00 4,43 89,24 0,33 88,91 4,10

13 1,08 3,82 89,24 0,33 88,91 3,49

14 1,17 3,46 89,24 0,33 88,91 3,13

15 1,25 3,15 89,24 0,33 88,91 2,82

16 1,33 2,90 89,24 0,33 88,91 2,57

17 1,42 2,71 89,24 0,33 88,91 2,38

18 1,50 1,07 89,24 0,33 88,91 0,74

19 1,58 0,97 89,24 0,33 88,91 0,64

20 1,67 0,90 89,24 0,33 88,91 0,57

(61)

1 2 3 4 5 6 7

21 1,75 0,48 89,24 0,33 88,91 0,15

22 1,83 0,45 89,24 0,33 88,91 0,12

23 1,92 0,42 89,24 0,33 88,91 0,09

24 2,00 0,40 89,24 0,33 88,91 0,07

25 2,08 0,38 89,24 0,33 88,91 0,05

26 2,17 0,37 89,24 0,33 88,91 0,04

27 2,25 0,36 89,24 0,33 88,91 0,03

28 2,33 0,34 89,24 0,33 88,91 0,01

29 2,42 0,33 89,24 0,33 88,91 0,00

30 2,50 0,00 89,24 0,33 88,91 0,33

Sumber : Hasil perhitungan

Di bawah ini adalah grafik hubungan waktu dan Laju Infiltrasi untuk lokasi Emmy Saelan.

Gambar 8. Grafik hubungan waktu dan Ln[(fp-fc)/(f0-fc)] lokasi Emmy Saelan

y = -0.361ln(x) - 0.136

-0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

0.001 0.010 0.100 1.000

waktu

Ln (fp-fc)/(fo-fc)

(62)

nilai m diambil dari persamaan gradien kurva infiltrasi antara waktu infiltrasi dan nilai Ln[ (fp-fc)/(fo-fc).

Setelah memperoleh nilai regresi linear y = -0,361 x - 0,136 . Maka nilai m

= -0,0361 dan memperoleh nilai k = 2,770 selanjutnya di konversi kepersamaan metode Horton . Berikut adalah tabel nilai infiltrasi persamaan Horton dan Philip:

Tabel 11. Nilai infiltrasi hasil pengamatan, metode Horton, dan Philip pada daerah Emmy Saelan.

No Waktu

(jam) Hasil

Amatan(cm/jam) Metode

horton(cm/jam) Metode philip(cm/jam)

1 2 3 4 5

1 0,08 89,24 70,92 88,58

2 0,17 41,02 56,37 40,36

3 0,25 25,88 44,83 25,22

4 0,33 18,51 35,66 17,85

5 0,42 14,17 28,38 13,51

6 0,50 11,40 22,60 10,74

7 0,58 9,15 18,01 8,49

8 0,67 7,50 14,37 6,84

9 0,75 6,31 11,47 5,65

10 0,83 5,44 9,18 4,78

11 0,92 4,66 7,36 4,00

12 1,00 4,43 5,90 3,77

13 1,08 3,82 4,75 3,16

14 1,17 3,46 3,84 2,80

15 1,25 3,15 3,12 2,49

16 1,33 2,90 2,54 2,24

17 1,42 2,71 2,09 2,05

18 1,50 1,07 1,73 0,41

19 1,58 0,97 1,44 0,31

(63)

1 2 3 4 5

20 1,67 0,90 1,21 0,24

21 1,75 0,48 1,03 0,18

22 1,83 0,45 0,88 0,21

23 1,92 0,42 0,77 0,24

24 2,00 0,40 0,68 0,26

25 2,08 0,38 0,61 0,28

26 2,17 0,37 0,55 0,29

27 2,25 0,36 0,50 0,30

28 2,33 0,34 0,47 0,32

29 2,42 0,33 0,44 0,33

30 2,50 0,00 0,42 0,00

Sumber : Hasil perhitungan

Perbandingan nilai infiltrasi antara data amatan, metode Horton dan Philip dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 9. Grafik perbandingan laju infiltrasi antara data amatan, metode Horton dan Philip

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

0.08 0.25 0.42 0.58 0.75 0.92 1.08 1.25 1.42 1.58 1.75 1.92 2.08 2.25 2.42

LajuInfiltrasi fp,(cm/jam)

Waktu (jam)

Data Amatan Metode Horton Metode Philip

Referensi

Dokumen terkait

Kolam olak USBR I adalah suatu kolam olakan dengan dasar yang datar dan terjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran air dengan benturan secara langsug

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sungai Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar, dengan material pembentukan dasar sungai adalah

1. sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Ibu Adriani, ST, MT., sebagai Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap prestasi kerja pegawai Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kemampuan Individu,

Dalam hal ini peneliti melakukan analisis data terhadap buku-buku mengenai pendidikan Islām, pendidikan di lingkungan Persis, dan data yang diperoleh dari wawancara

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan konversi lahan sawah terhadap produksi padi di Kabupaten Bantul dan mengetahui faktor-faktor

Abstrak; Misbar dan Fitri Yunus; (2017) Karakteristik Parameter Hidrolis dengan Variasi Tinggi Bukaan Pintu Sorong pada Saluran Terbuka dibimbing oleh Lawalenna Samang dan

Seluruh dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu yang telah diberikan.. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik