• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di alam kita ini. Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di alam kita ini. Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Umum

Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air yang ada di alam kita ini. Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmospher di atas dan di bawah permukaan tanah. Sumber : CD. Soemitro, (1986 )

Hidrologi memegang peranan penting dalam perencanaan suatu bangunan air.

Informasi yang memberikan adalah awal perencanaan suatu bangunan yang berhubungan dengan air, bendungan, saluran, gorong-gorong dan lainnya.

Terutama kaitannya dengan penentuan elevasi bangunan terhadap tanah existing atau tanah sekitarnya. Oleh karena itu, sebelum memulai perencanaan konstruksi perlu mengacu pada spesifikasi-spesifikasi yang ada sesuai dengan karakteristik daerah tersebut. Misalnya letak topografi, luas DAS, data klimatologi, serta keadaan lingkungan sekitarnya. Pada bab ini dimaksudkan untuk memaparkan secara singkat mengenai dasar-dasar teori perencanaan yang akan digunakan dalam perhitungan.

2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.2.1. Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang

(2)

II-2 berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian.

Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dengan dibatasi oleh titik kontrol, yang umumnya merupakan stasiun hidrometri.

Memperhatikan hal tersebut berarti sebuah DAS dapat merupakan bagian dari DAS lain. Dalam sebuah DAS kemudian dibagi dalam area yang lebih kecil menjadi sub-DAS. Penentuan batas-batas sub-DAS berdasarkan kontur, jalan dan rel KA yang ada dilapangan untuk menentukan arah aliran air.

Dari peta topografi ditetapkan titik-titik tertinggi di sekeliling sungai utama dan masing-masing titik tersebut dihubungkan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk garis utuh yang bertemu ujung pangkalnya. Garis tersebut merupakan batas DAS di titik kontrol tertentu. Gambar bentuk DAS dapat dilihat seperti gambar 2.1 di bawah ini.

(3)

II-3 Gambar 2. 1 Contoh Bentuk DAS

2.2.2. Karakteristik DAS

Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi:

a. Luas dan bentuk DAS

Laju dan volume aliran permukaan makin makin bertambah besar dengan bertambahnya luas DAS. Tetapi apabila aliran permukaan tidak dinyatakan sebagai jumlah total dari DAS, melainkan sebagai laju dan volume per satuan luas, besarnya akan berkurang dengan bertambahnya luas DAS. Ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titikterjauh sampai ke titik kontrol (waktu konsentrasi) dan juga penyebaran atau intensitas hujan.

Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran dalam sungai. Pengaruh bentuk DAS terhadap aliaran permukaan dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidrograf-hidrograf yang terjadi pada dua buah DAS yang

(4)

II-4 bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama seperti pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2. 2 Pengaruh Bentuk DAS pada aliran permukaan

Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung mengahasilkan aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk DAS yang melebar atau melingkar. Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang lebih lama dibandingkan dengan DAS yang melebar, sehingga terjadi konsentrasi air titik kontrol lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. Faktor bentuk juga dapat berpengaruh pada aliran permukaa apabia hujan yang terjadi tidak serentak diseluruh DAS, tetapi bergerak dari ujung yang satu ke ujung lainnya. Pada DAS memanjang laju aliran akan lebih kecil karena aliran permukaan akibat hujan di hulu belum memberikan pada titik kontrol ketika aliran permukaan dari hujan di hilir telah habis, atau mengecil. Sebaliknya pada DAS melebar, datangnya aliran permukaan dari semua titik di DAS tidak terpaut banyak, artinya air hulu sudah tiba sebelum aliran mengecil/habis.

(5)

II-5 b. Topografi

Dalam peta rupa bumi atau topografi terdapat kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan saluran, serta bentuk cekungan lainnya mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan. DAS dengan kemiringan curam disertai saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS dengan kemiringan yang landaidengan saluran yang jarang. Pengaruh kerapatan saluran yaitu panjang saluran per satuan luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan. Pengaruh kerapatan saluran dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2. 3 Pengaruh kerapatan saluran pada hidrograf aliran

c. Tata guna lahan

Pengaruh tata guna lahan sangat berpengaruh pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan

(6)

II-6 kandisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan.

2.3. Analisa Hidrologi

Data hidrologi merupakan kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena), seperti besarnya curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan aliran, konsentrasi, sedimen sungai akan selalu berubah terhadap waktu. Data hidrologi dianalisis untuk membuat keputusan dan menarik kesimpulan mengenai fenomena hidrologi berdasarkan sebagian data hidrologi yang dikumpulkan. Untuk perencanaan analisis hidrologi yang terpenting yaitu dalam menentukan debit banjir rencana. Adapun langkah-langkah dalam analisis debit rencana adalah sebagai berikut :

a. Menentukan Daerah Aliran Sungai (DAS) beserta luasnya dan Stasiun penakar hujan di sekitarnya.

b. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan.

c. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang ada.

d. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.

e. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di atas pada periode ulang T tahun.

(7)

II-7 2.3.1 Perencanaan Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (cathment area, basin, watershed) adalah semua daerah dimana semua airnya yang jatuh di daerah tersebut mengalir menuju ke dalam suatu sungai yang dimaksud. Aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam alur sungai, tetapi termasuk juga aliran di lereng-lereng bukit yang mengalir menuju alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan air permukaan. Batas ini ditetapkan berdasarkan air bawah tanah kerena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian.

2.3.2 Curah Hujan Daerah

Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam perencanaan bangunan air. Ketepatan dalam memilih lokasi dan peralatan baik curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang diperoleh. Analisis data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir rencana adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan bangunan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area yang dinyatakan dalam mm .

(8)

II-8 Untuk memperoleh data curah hujan, maka diperlukan alat untuk mengukur yaitu penakar hujan dan pencatat hujan. Data curah hujan diperoleh dari stasiun-stasiun sekitar lokasi dimana stasiun hujan tersebut masuk dalam daerah aliran sungai (DAS).

2.3.3 Analisa Curah Hujan Rencana

Curah hujan yang diperlukan untuk suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan di suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah yang dinyatakan dalam mm. Namun bila di dalam maupun di sekitar daerah aliran hanya terdapat satu stasiun penakar hujan maka data dari stasiun penakar hujan tersebut dapat digunakan sebagai curah hujan daerah.

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik tertentu saja.Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat ( space ), maka untuk kawasan yang luas , satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut.Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan/di sekitar kawasan tersebut.

Ada 3 metode dalam penentuan curah hujan rata-rata pada area tertentu dari angka-angka curah hujan antara lain,sebagai berikut :

(9)

II-9 a. Metode Rata-rata Aljabar

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topography rata atau datar, alat penakar tersebar merata/hampir merata, dan variasi curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya.

Tinggi rata-rata curah hujan didapat dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos-pos penakar hujan di dalam area tersebut. Dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

n

Rn R

R

R R    

1 2 3 ....

(2.1)

Dimana :

R = Curah hujan rata-rata

R1 = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm) n = banyaknya stasiun hujan

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakar ditempatkan secara merata di area tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh area.

b. Metode Poligon Thiessen

Metode ini dikenal sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk

(10)

II-10 mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan yang lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan tersebut. Hal ini dikarenakan letak stasiun pencatat hujan di daerah aliran sungai tersebut tidak merata seperti terlihat pada gambar 2.4 di bawah.

Rumus yang digunakan sebagai berikut:

 

n

i n

n i

n n n

Ai RiAi A

A A

R A R A

R A R

1 2

1 2 2 1 1

...

.... (2.2)

Dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1 = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm) A1 = Luasan pengaruh dari setiap stasiun hujan (Km2)

Prosedur untuk mendapatkan curah hujan maksimum harian rata-rata daerah adalah sebagai berikut ;

1. Tentukan pada salah satu stasiun pencatat hujan saat terjadi hujan harian maksimum.

2. Dicari besarnya curah hujan pada tanggal yang sama untuk stasiun penakar hujan yang lain.

3. Dengan menggunakan Thiessen, hitung rata-rata curah hujan tersebut.

4. Tentukan curah hujan harian maksimum (seperti langkah no.1) pada stasiun pencatat hujan yang lain.

5. Ulangi langkah no.2 sampai no.3 untuk setiap bulan.

(11)

II-11 6. Dari hasil rata-rata Thiessen dipilih salah satu yang tertinggi pada setiap bulan.

7. Data curah hujan yang terpilih merupakan data hujan maksimum daerah.

Gambar 2. 4 Perhitungan Hujan Poligon Thiessen

Hasil metode poligon Thiessen lebih akurat dibandingkan dengan metode rata-rata aljabar karena memberikan koreksi terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang diwakili. Akan tetapi metode ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak nampak. Demikian juga apabila ada salah satu stasiun hujan tidak berfungsi, misalnya rusak atau tidak benar, maka poligon harus diubah.

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah sebagai berikut:

 Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun

 Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan

 Topografi daerah tidak diperhitungkan

 Stasiun hujan tidak tersebar merata.

(12)

II-12 c. Metode Isohyet

Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata- rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Dengan data curah hujan yang ada dibuat garis-garis yang merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang sama (isohyet).

Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan harga rata-ratanya dihitung sebagai rata-rata timbang dari nilai kontur, kemudian dikalikan dengan masing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan luas total daerah maka akan didapat curah hujan area yang dicari.

Rumus yang digunakan sebagai berikut :

















 

A A A

A A

A A A

R

R R

n

n Rn n n R R

R R

R

2 2 1

1 2

1

1 1 2

2 2 1 2

2 1 1

...

....

(2.3)

Dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1 = Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)

A1 = Luasan bagian yang dibatasi oleh isohyet-isohyet (Km2)

(13)

II-13 Gambar 2. 5 Perhitungan Hujan Metode Isohyet

Metode ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan daerah rata- rata, tetapi membutuhkan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat guna memungkinkan untuk membuat garis-garis isohyet. Pada waktu menggambarkan garis-garis isohyet sebaiknya juga meninjau pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik). Untuk lebih jelasnya mengenai metode ini dapat dilihat pada gambar 2.5.

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah sebagai berikut :

 Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan.

 Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

 Bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari ketiga metode tersebut diatas, pada suatu DAS dapat ditentukan dengan mempertimbangkan tiga faktor berikut:

1) Jaringan-jaringan pos penakar hujan dalam DAS

Tabel 2.1 Penentuan metode berdasarkan pos penakar hujan.

Pos penakar tunggal Metode

Jumlah pos penakar hujan cukup Metode isohyet,Thiessen atau rata-rata aljabar Jumlah pos penakar hujan terbatas Metode Thiessen atau rata-rata aljabar

Pos penakar tunggal Metode hujan titik Sumber : Suripin,(2004).

(14)

II-14 2) Luas DAS

Tabel 2.2 Penentuan metode berdasarkan luas DAS.

Luas DAS Metode

DAS besar (> 5000 km2) Metode isohyet DAS sedang (500 s/d 5000 km2) Metode Thiessen DAS kecil (< 500 km2) Metode rata-rata aljabar Sumber : Suripin,(2004).

3) Topografi DAS.

Tabel 2.3 Penentuan metode berdasarkan topografi DAS.

Topografi DAS Metode

Pegunungan Metode rata-rata aljabar

Dataran Metode Thiessen

Berbukit dan tidak beraturan Metode isohyet Sumber : Suripin,(2004).

2.3.4 Analisa Frekuensi

Hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisa hidrologi yang biasa disebut analisa frekuensi. Secara sistematis metode analisa frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan berurutan sebagai berikut :

1. Pengukuran Dispersi 2. Pemilihan Jenis Metode 3. Uji Kesesuaian Distribusi 4. Perhitungan Hujan Rencana

(15)

II-15 1. Pengukuran Dispersi

Pada kenyataannya tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya dispersi disebut pengukuran dispersi.

Dalam analisa frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Semakin pendek ketersediaan data curah hujan, semakin besar penyimpangan yang terjadi. Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Dasar perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness. Persyaratan nilai koefisien kemencengsn (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) tiap metode distribusi berlainan dan harus dipengaruhi agar kemencengan distribusi tidak terlalu besar. Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan rata-rata maksimum 20 tahun terakhir.

Adapun cara memperoleh parameter tersebut adalah sebagai berikut : a. Nilai rata-rata

n

X

Xi (2.4)

Dimana :

X = Nilai rata-rata curah hujan (mm)

Xi = Nilai pengukuran dari suatu Curah ke i (mm)

(16)

II-16 n = jumlah data curah hujan

b. Deviasi standar (Sd)

Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai deviasi standar akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai deviasi standar akan kecil.

 

1

1

2

n X Xi Sd

n

t (2.5)

Dimana :

Sd = Deviasi Standar Curah hujan X = Nilai rata-rata Curah hujan (mm)

Xi = Nilai pengukuran dari suatu Curah ke i (mm) n = Jumlah data curah hujan

c. Koefisien Variasi (Cv)

Koefisien variasi (variation coefficient) adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi.

Rumus :

X

CvSd (2.6)

Dimana :

Cv = Koefisien varian

X = Nilai rata-rata Curah hujan (mm)

(17)

II-17 Sd = Deviasi Standar

d. Koefisien Skewness (Cs)

Koefisien kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan(assymetry) dari suatu bentuk distribusi.

Rumus :

 

1

 

3

2

2

1 n Sd

n

X Xi n Cs

n

t

(2.7)

Dimana :

Cs = Koefisien skewness

X = Nilai rata-rata Curah hujan (mm) Xi = Nilai varian ke i

n = Jumlah data curah hujan Sd = Deviasi standar

e. Pengukuran Kurtosis

Pengukuran Kurtosis dilakukan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai nilai Ck = 3 yang dinamakan mesokurtik, Ck <3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik, sedangkan Ck > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik.

(18)

II-18 Gambar 2.6 Koefisien Kurtosis

Rumus :

 

4 1

1 4

Sd X n Xi

Ck

n

t

  (2.8)

Dimana :

Ck = Koefisien kurtosis n = Jumlah data curah hujan Xi = curah hujan ke i

X = Nilai rata-rata Curah hujan (mm) Sd = Deviasi Standar

Dari hasil perhitungan dengan rumus diatas maka dapat dipilih jenis distribusi mana yang memenuhi syarat yang ada pada kriteria di bawah ini :

1) Distribusi Normal mempunyai harga Cs = 0 dan Ck = 3

2) Distribusi Gumbel mempunyai harga Cs = 1.139 dan Ck = 5.402 3) Distribusi Pearson Type III mempunyai harga Cs antar -3 < Cs < 3

(19)

II-19 2. Pemilihan Jenis Metode

Ada berbagai macam cara dalam perhitungan tinggi hujan rencana. Secara teoritis yang kesemuanya dapat dibagi menjadi dua yaitu distribusi diskrit dan distribusi kontinyu. Distribusi diskrit terdiri dari distribusi binomial dan distribusi poisson, sedangkan distribusi kontinyu terdiri dari distribusi Normal, Distribusi log Normal, distribusi Pearson dan distribusi gumbel. Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang sering digunakan dalam hidrologi antara lain sebagai berikut:

- Metode Distribusi Normal - Metode Distribusi Log Normal - Metode Distribusi Log-Pearson III - Metode Distribusi Gumbel

a. Metode Distribusi Normal

Distribusi Normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF= probability density function) yang paling dikenal dalam bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal Distribusi normal banyak digunakan dalam analisis hidrologi, misal dalam analisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi rata – rata curah hujan tahunan, debit rata – rata tahunan dan sebagainya.

)

( t d

tr X K xS

X   (2.6) Dimana :

Xtr = Curah hujan rencana untuk periode ulang pada Tr tahun (mm) X = Curah hujan rata-rata selama tahun pengamatan

(20)

II-20 Sd = Standar deviasi

Kt = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang (Nilai variabel distribusi gauss). Sumber : Suripin,(2004).

b. Metode Distribusi Log Normal

Distribusi log normal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random tidak mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal. Berikut adalah perhitungan curah hujan maksimum distribusi log normal:

) (K xSd X

LogXtr  t (2.7) Dimana :

Xtr = Curah hujan rencana untuk periode ulang pada Tr tahun (mm) X = Nilai rata-rata hitung variant

Sd = Standar deviasi

Kt = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

Sumber : Suripin,(2004).

(21)

II-21 Tabel 2.4 Standar Variable Kt

Tabel 2.5 Koefisien Cv untuk Metode Log Normal

(22)

II-22 c. Metode Distribusi Log-Person III

Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan dalam analisa hidrologi.

Berdasarkan kajian benson 1986 disimpulkan bahwa metode log Person III dapat digunakan sebagai dasar dengan tidak menutup kemungkinan pemakaian metode yang lain, apabila pemakaian sifatnya sesuai.

Tiga parameter penting dalam Log Pearson III ( LP.III), yaitu : 1) Harga rata-rata (mean)

2) Simpangan baku (standart deviasi) 3) Koefisien kemencengan (skewness)

Yang menarik, jika koefisien kemencengan sama dengan nol, maka distribusi kembali ke distribusi normal.

) (K xSd X

Xt  t (2.8) Dimana :

Xt = Curah hujan rencana untuk periode ulang pada T tahun (mm) X = Curah hujan rata-rata selama tahun pengamatan

Sd = Standar deviasi

Kt = Faktor sifat dari distribusi Pearson tipe III, yang merupakan fungsi dari besarnya Cs dan peluang. Sumber : Suripin,(2004).

Adapun tahapan untuk menghitung curah hujan rancangan dengan metode ini adalah sebagai berikut ;

1). Data rerata hujan harian maksimum tahunan sebanyak n buah diubah dalam bentuk logaritma (Log X).

(23)

II-23 2). Menghitung harga rata-rata

n

i

LogXi ogXi n

L 1

(2.9)

3). Dihitung harga simpangan baku

1

2 ) (

1

n

LogX LogXi

Sd

n

i (2.10)

4). Hitung koefisien kemencengan dengan rumus

1 3

).

2 ).(

1 (

2 ) (

S n n

LogX LogXi

Cs

n

i

(2.11)

5). Hitung logaritma curah hujan rancangan periode ulang tertentu

LogXtLogXG.Sd (2.12) dimana :

Xi = Curah hujan rencana untuk periode ulang pada T tahun (mm) LogX= rata-rata logaritma dari hujan maksimum tahunan

Sd = Simpangan baku G = konstanta (dari tabel)

Dengan harga G dapat dilihat pada tabel 2.6 berdasarkan harga Cs dan tingkat probabilitasnya.

6). Curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu adalah antilog Xt.

(24)

II-24 Tabel 2.6 Distribusi log Pearson Type III untuk koefisien Kemencengan Cs

d. Metode Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel digunakan untuk analisa data maksimum, misalnya untuk analisa frekuensi banjir.

Yt Yn

Sn X Sd

Xt    (2.13)

 

2

1

n

X

Sd Xi (2.14)

Hubungan antara periode ulang T dengan Yt dapat dihitung dengan rumus :

(25)

II-25 Untuk T 20, maka :

T Y ln



 

 

 

 

Tr

Ln Tr Ln

Yt 1

(2.15)

Sedangkan menurut Chow, maka : sK

X

X   (2.16) Dimana :

X = Nilai variant yang diharapkan terjadi X = Nilai rata – rata hitungan variant

Sd = Deviasi standart dari reduksi variant, nilai tergantung jumlah data Tr = kala ulang (dalam tahun)

K = Faktor frekuensi

Faktor frekuensi dapat dinyatakan sebagai berikut ;

Sn Yn

KYt (2.17)

Dimana :

Yt = reduced variate Yn = rerata (reduced)

Sn = Simpangan baku (reduced)

(26)

II-26 Tabel 2.7 Reduced variate sebagai fungsi waktu

Tabel 2.8 Hubungan Reduced mean Yn dengan besarnya sample n

Sumber : Engineering Hidrology ,(J.Nemec)

(27)

II-27 Tabel 2.9 Hubungan Reduced Standard Deviation Sn dengan besarnya sample n

Sumber : Engineering Hidrology ,(J.Nemec)

Dengan menggunakan cara penyelesaian analisis frekuensi, penggambaran ini dimungkinkan lebih banyak terjadi kesalahan. Maka untuk mengetahui tingkat pendekatan dari hasil penggambaran tersebut, dilakukan pengujian uji keselarasan distribusi. Pengujian ini dimaksud untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah terpilih, dapat mewakili dari distribusi peluang yang telah dipilih.

3. Uji Kesesuaian Distribusi

Untuk mengetahui apakah suatu data sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang dipilih, maka setelah penggambarannya pada kertas probabilitas perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Pengujian ini biasanya dengan uji kesesuaian (testing of goodnes of fit) yang dilakukan dengan dua cara yaitu uji Chi Kuadrat dan Uji Smirnov Kolmogorof.

(28)

II-28 a. Uji Chi-kuadrat (Chi-square)

Uji chi-kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamakan dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya menggunakan persamaan sebagai berikut :

EF OF EF

k h i

X

2 1

2 (  )

(2.18) Dimana :

Xh2 = Parameter Chi-kuadrat

OF = nilai yang diamati (observed frequency) EF = nilai yang diharapkan (expected frequency) Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i

k = 1+3,322log (n) Dk = k - (P + 1) Dimana :

k = jumlah kelas distribusi n = banyaknya data

P = banyaknya parameter sebaran Chi-Kuadrat

Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 < X2σ.

Harga X2σ dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi α dengan derajat kebebasan (level of significant).

(29)

II-29 Tabel 2.10 Distribusi Chi-Kuadrat (Nilai percentile Xp2 terhadap derajat bebas v)

Sumber :Statistical analysis in Hydrology,(1976)

Prosedur uji chi-kuadrat :

1) Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya),

2) Kelompokkan data menjadi G sub-grup yang masing-masing beranggotakan minimal 4 data pengamatan,

3) Jumlahkan data pengamatan sebesar OF tiap-tiap sub-grup,

4) Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar EF, 5) Pada tiap sub-grup hitung nilai

(30)

II-30 (OF – EF)2 dan

EF EF OF )2

( 

6) Jumlah seluruh G sub-grup nilai

EF EF

OF )2

( 

untuk menentukan nilai chi- kuadrat hitung,

7) Tentukan derajad kebebasan dk = G-R-I (nilai R = 2, untuk distribusi normal dan binominal, dan nilai R=1, untuk distribusi Poisson).

Dapat disimpulkan bahwa setelah uji dengan Chi-kuadrat pemilihan jenis sebaran memenuhi syarat distribusi, maka curah hujan rencana dapat dihitung. Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut (Soewarno,1995):

1) Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima,

2) Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima,

3) Apabila peluang lebih dari 1-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan , misal perlu data tambahan.

b. Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorof lebih sederhana dibandingkan dengan pengujian dengan cara Chi-Kuadrat. Dengan membandingkan kemungkinan (probability) untuk setiap varian, dari distribusi empiris dan teoritisnya, akan terdapat perbedaan (Δ) tertentu.

(31)

II-31 Apabila harga Δ max yang terbaca pada kertas probabilitas kurang dari Δ kritis untuk suatu derajat nyata dan banyaknya varian tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang terjadi secara kebetulan.

cr xi P x P P

 

 ( )

) (

 max (2.19)

Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut

X1 = P(X1) X2 = P(X2)

X3 = P(X3), dan seterusnya.

2) Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya).

X1 = P’(X1) X2 = P’(X2)

X3 = P’(X3), dan seterusnya.

3) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis.

D = maksimum (P(Xn)-P’(Xn)

4) Berdasarkan tabel nilai kritis(Smirnov-kolgolmorov test) tentukan harga Do (seperti ditujukkan pada tabel 2.11).

(32)

II-32 Apabila D lebih kecil dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila D lebih besar dari Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi tidak dapat diterima.

Tabel 2.11 Nilai Kritis untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

4. Plotting Data Curah Hujan ke Kertas Probabilitas Plotting data dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut ;

a. Data curah hujan maksimum harian rata-rata tiap tahun disusun dari kecil ke besar.

b. Hitung probabilitasnya dengan menggunakan rumus weibull : 1x100

n P m

  Dimana :

P = probabilitas (%)

m = nomor urut dari data seri yang telah diurutkan n = banyaknya data

(33)

II-33 c. Plotting data hujan (Xi) dengan probabilitas (P)

d. Tarik garis durasi dengan mengambil titik-titik.

5. Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam mm/jam. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas curah hujan dapat dengan menggunakan rumus Mononobe.

Hal terpenting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni curah hujan tahunan (jumlah curah hujan dalam setahun), curah hujan bulanan (jumlah curah hujan dalam sebulan), curah hujan harian (jumlah curah hujan dalam 24 jam). Harga-harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk menentukan prospek yang akan datang dan perencanaan sesuai dengan tujuan.

Faktor- faktor yang harus ditinjau dalam perhitungan data hujan adalah ;

a. Intensitas i, adalah laju hujan = tinggi air persatuan waktu (mm/menit, mm/jam, mm/hari)

b. Lama waktu (duration) t, adalah lamanya curah hujan (durasi) dalam menit atau jam.

c. Tinggi hujan d, adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan dalam katebalan air di atas permukaan datar (mm).

(34)

II-34 d. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian, biasanya dinyatakan dengan waktu ulang

(return periode) T, misalnya sekali dalam T (tahun).

e. Luas, adalah luas geografis curah hujan.

Dalam perhitungan intensitas hujan menggunakan beberapa rumus antara lain : a. Menurut Dr. Mononobe

Jika data curah hujan yang tersedia hanya data curah hujan harian. Rumus yang digunakan :

m

c t

x t I R









 24

24 (2.20) Sumber: C.D Soemarto,(1987)

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) tc = Lamanya curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) m : sesuai dengan angka Van breen diambil m= 2/3

b. Menurut Sherman

b

t

Ia (2.21)

Sumber: C.D Soemarto,(1987) Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) t = Lamanya curah hujan (jam)

(35)

II-35 a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah

aliran.

n = banyaknya pasangan data i dan t.

 

               

 

     

 

   



 



n

i

n

i n

i

n

i

n

i

n

i

t t

n

t i

t t

i a

1

2

1 2

1 1 1 1

2

log log

log log

. log log

log

log

 

           

 

     

 

  



 



n

i

n

i n

i

n

i

n

i

t t

n

i t n

t i

b

1

2

1 2

1 1 1

log log

log . log log

log

c. Menurut Talbot

) (t b I a

  (2.22) Sumber: C.D Soemarto,(1987)

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) t = Lamanya curah hujan (jam)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran.

n = banyaknya pasangan data i dan t.

       

   

 

   



 



n

i

n

i n

i

n

i

n

i

n

i

i i

n

i t i i

t i a

1

2

1 2

1 1 1 1

2

2 .

.

(36)

II-36

     

   

 

  



 



n

i

n

i n

i

n

i

n

i

i i

n

t i n i t i b

1

2

1 2

1 1 1

2. .

d. Menurut Ishiguro

) ( t b I a

  (2.23)

Sumber: C.D Soemarto,(1987) Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) t = Lamanya curah hujan (jam)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran.

n = banyaknya pasangan data i dan t.

       

   

 

   



 



n

i

n

i n

i

n

i

n

i

n

i

i i

n

i t i i

t i a

1

2

1 2

1 1 1 1

2

2 .

.

     

   

 

  



 



n

i

n

i n

i

n

i

n

i

i i

n

t i n i t i b

1

2

1 2

1 1 1

2. .

Rumus 2.21 sampai dengan 2.23 digunakan untuk waktu jangka pendek, sedangkan rumus 2.20 digunakan untuk waktu sembarang.

(37)

II-37 2.3.5 Analisa Debit Banjir Rencana

Metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir rencana sebagai dasar perencanaan system drainase yaitu sebagai berikut:

1. Metode rasional

Metode rasional hanya digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran- saluran dengan daerah aliran kecil, kira-kira 100~200 acres atau kira-kira 40~80 ha. Metode Rasional ini dapat dinyatakan secara aljabar dengan persamaan sebagai berikut : Sumber: Subarkah,(1980)

A I C

Q0,278 . . (2.24)

3 /

24 2

24 







c t

x t

I R (2.25)

Tc=L/W (2.26)

6 . 0

72 



L

W H (2.27)

Dimana :

Q = Debit banjir rencana (m3/detik) C = Koefisien run off

I = Intensitas hujan maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam) R = Intansitas hujan selama t jam (mm/jam)

Tc = Waktu konsentrasi (jam) L = Panjang sungai (km) H = Beda tinggi (m)

W = Kecepatan perambatan banjir (km/jam)

(38)

II-38 Koefisien pengaliran (C) tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis tanah, kemiringan, luas dan bentuk pengaliran sungai. Sedangkan besarnya koefisien pangaliran dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Koefisien pengaliran

No Kondisi permukaan tanah Koefisien pengaliran ( C ) 1 Jalan beton dan jalan aspal 0,70- 0,95

2 Jalan kerikil dan jalan tanah 0,40 - 0,70

3 Bahu jalan

- Tanah berbutir halus 0,40 - 0,65 - Tanah berbutir kasar 0,10 - 0,20 - Batuan masif keras 0,70 - 0,85 - Batuan masif lunak 0,60 - 0,75

4 Daerah perkotaan 0,70 - 0,95

5 Daerah pinggiran kota 0,60 - 0,70

6 Daerah Industri 0,60 - 0,90

7 Permukiman padat 0,40 - 0,60

8 Pemukiman tidak padat 0,40 - 0,60

9 Taman dan kebun 0,20 - 0,40

10 Persawahan 0,45 - 0,60

11 Perbukitan 0,70 - 0,80

12 Pegunungan 0,75 - 0,90

sumber : SNI 03-3424-1994 Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan,(1994)

Metode–metode lainnya yang didasarkan pada metode rasional dalam memperkirakan puncak debit banjir di sungai sebagai berikut:

(39)

II-39 a. Metode Weduwen

Adapun syarat dalam perhitungan debit banjir dengan metode Weduwen adalah sebagai berikut (Loebis,1984) :

A = Luas daerah pengaliran < 100 km2 t = 1/6 sampai 12 jam

Langkah-langkah dalam perhitungan metode Weduwen :

 Hitung luas daerah pengaliran, panjang sungai, dan gradien sungai dari peta garis tinggi DAS.

 Membuat harga perkiraan untuk debit banjir pertama dan hitung besarnya

waktu konsentrasi, debit persatuan luas, koefisien pengaliran dan koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS.

 Kemudian dilakukan iterasi perhitungan untuk debit banjir kedua.

 Ulangi perhitungan sampai hasil debit banjir ke-n sama dengan debit banjir

ke-n dikurangi 1(Qn=Qn-1) atau mendekati nilai tersebut.

A qn

Q.. . (2.28)

25 , 0 125 ,

0 .

. . 25 ,

0

LQ I

t (2.29)

A A t

t

 

120

)).

9 )(

1 ((

 120 (2.30)

45 , 1

65 , 67

24 

Rnxt

qn (2.31)

7 1 , 1 4

 

 qn

(2.32)

Dimana :

Q = Debit banjir rencana (m3/detik)

(40)

II-40 Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)

α = Koefisien pengaliran

ᵝ = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan di DAS qn = Debit persatuan luas (m3/detik km2)

t = Waktu konsentrasi (jam)

A = luas DAS sampai 100 km2 (km2) L = Panjang sungai (km)

I = Gradien sungai atau medan

b. Metode Melchior

Syarat batas dalam perhitungan debit dengan metode Melchior adalah sebagai berikut (Subarkah,1980):

 Luas daerah pengaliran sungai > 100 km2

 Hujan dengan durasit < 24 jam

Hasil perhitungan debit maksimum dengan metode Melchior untuk sungai-sungai di Pulau Jawa cukup baik. Akan tetapi untuk daerah-daerah aliran yang luas , hasil tersebut terlalu kecil. Untuk menghitung besarnya debit dengan metode Melchior menggunakan persamaan sebagai berikut: Sumber : Subarkah,(1980)

.200 . . R24

F R

Qt  (2.33)

Untuk melangkapi persamaan di atas membutuhkan parameter-parameter seperti koefisien run off (), koefisien reduksi (),waktu konsentrasi (t), kecepatan

(41)

II-41 aliran (v), hujan maksimum harian (R1). Untuk koefisien run off () berkisar antara 0,42~0,62 dan disarankan memakai 0,52. Koefisien reduksi () dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

 0,12 3970 1720

1970  

 

F (2.34)

Taksiran besarnya hujan maksimum sehari (R1) dapat dilihat dari tabel 2.13 dibawah ini.

Tabel 2.13 Hubungan luas DAS dengan hujan maksimum sehari

sumber : Imam Subarkah,(1980)

Menentukan debit sementara sebagai parameter dalam menentukan kecepatan aliran menggunakan persamaan sebagai berikut :

F R

Q.. 1. (2.35) Kecepatan aliran (V) dinyatakan dalam persamaan,

2 . 0 2) . .(

31 , 1 Qi

V (2.36) Waktu konsentrasi (t) dinyatakan dalam persamaan,

V t L

36

10 (2.37)

(42)

II-42 Hujan maksimum harian (R1) dinyatakan dalam persamaan,

t R R

. 36

. . 10 24

(2.38)

Dimana :

Q = Debit banjir rencana (m3/detik) α = Koefisien pengaliran

ᵝ = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan di DAS t = Waktu konsentrasi (jam)

F = Luas daerah pengaliran (km2) V = Kecepatan aliran (m/detik)

Rt = Intensitas curah hujan selama durasi t (mm/hari) L = Panjang sungai (km)

I = Gradien sungai atau medan adalah kemiringan rata-rata sungai (10%

bagian hulu dari panjang sungai tak terhitung). Beda tinggi dan panjang diambil dari suatu titik 0,1 dari batas hulu DAS.

Harga R harus mendekati dengan nilai R1 taksiran di atas. Jika besarnya R yang didapat dari perhitungan jauh dengan nilai R1 yang diperkirakan semula maka perhitungan diulangi sampai mendapatkan nilai R1 yang besarnya mendekati dengan nilai R perkiraan. Pada perhitungan ulang, sebagai harga R taksiran yang baru diambil dengan harga R yang didapat dari perhitungan sebelumnya.

Dalam perhitungan debit banjir rencana dengan metode Melchior, hasil perhitungan debit akan ditambah persentase tertentu berdasarkan besarnya waktu

(43)

II-43 konsentrasi. Besarnya persentase tersebut dapat dilihat pada tabel 2.14 di bawah ini.

Tabel 2.14 Perkiraan intensitas hujan Harian menurut melchior

Luas Ellips I Luas Ellips I Luas Ellips I

Km2 m3/det/Km2 Km2 m3/det/Km2 Km2 m3/det/Km2

0,14 29,60 144 4,75 720 2,30

0,72 22,45 216 4,00 1080 1,85

1,2 19,90 288 3,60 1440 1,55

7,2 14,15 360 3,30 2100 1,20

14 11,85 432 3,05 2880 1,00

29 9,00 504 2,85 4320 0,70

72 6,25 576 2,65 5760 0,54

108 5,25 648 2,45 7200 0,48

Tabel 2.15 Besarnya tambahan persentase berdasarkan waktu konsentrasi

sumber : Imam Subarkah,(1980)

c. Metode Hasper

Langkah-langkah dalam menghitung debit banjir rencana adalah sebagai berikut :

 Menentukan besarnya curah hujan sehari (Rh rencana) untuk periode ulang rencana yang dipilih

 Menentukan koefisien runoff untuk daerah aliran sungai

 Menghitung luas daerah pengaliran, panjang sungai dan gradien sungai untuk daerah aliran sungai

(44)

II-44

 Mengitung nilai waktu konsentrasi

 Menghitung koefisien reduksi, intensitas hujan, debit persatuan luas dan debit rencana.

Untuk mengitung besarnya debit banjir rencana dengan metode Hasper digunakan persamaan sebagai berikut :

A qn

Q.. . (2.39) Koefisien Runoff (α) :

7 , 0

7 . 0

. 075 , 0 1

. 012 , 0 1

A A

 

(2.40)

Koefisien Reduksi (ᵝ ) :

12 15

10 7 , 1 3

1 3/4

2

4 .

0 A

t x x

t t

 

(2.41) Waktu Konsentrasi (t) :

3 , 0 8 , 0 . 1 , 0 L I

t (2.42) Intensitas Hujan

 Untuk t<2jam

)2

2 )(

24 260 ( 0008 , 0 1

24

t R

t Rt tR

 

 Untuk 2 jam< t<19jam

1 24

  t Rt tR

 Untuk 19 jam< t<30jam

(45)

II-45 Rt 0,707R24 t1

Dimana t (jam) dan R24,Rt (mm) Debit persatuan luas (qn)

t qn rn

. 6 ,

 3 (2.43) Dimana :

Q = Debit banjir rencana (m3/detik) α = Koefisien pengaliran

ᵝ = Koefisien reduksi

qn = Debit per satuan luas (m3/detik) Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)

Rt = Intensitas curah hujan selama durasi t (mm/hari) t = Waktu konsentrasi (jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2) I = Kemirinagan sungai

H = Perbedaan tinggi titik terjauh DAS terhadap titik yang ditinjau (km)

Selain rumus diatas, ada juga rumus empiris yang umumnya dipakai untuk memprediksi waktu konsentrasi yaitu sebagai berikut ;

rumus Kirpich (1940)

385 . 2 0

1000 87 .

0 

 



o b

xS

tc xL (2.44)

dimana:

tc : Waktu Konsentrasi

(46)

II-46 Lb : Panjang maksimal perpindahan air dari suatu titik pada batas DAS ke

titik pelepasan

So : H / Lb : Kemiringan rata-rata saluran utama H : Perbedaan tinggi

Jika L dan H dinyatakan dalam satuan meter dan tc dalam menit, maka rumus diatas menjadi sebagai berikut ;

77 , 0

0195 ,

0 

 

 

S

tc L (2.46)

dan

L V

T  3600.

dimana:

T : Waktu konsentrasi

L : Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m) V : Kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik) Dr. Rziha

6 .

72 Sx 0

V (2.50) Dimana:

S : Kemiringan/slope

2.4 Aspek Hidrolika

2.4.1 Perencanaan Dimensi Drainase

(47)

II-47 Pengertian drainase adalah suatu sistem yang dibuat untuk mengendalikan aliran air (limpasan) permukaan akibat hujan. Yang bertujuan untuk mengalirkan air agar tidak terjadi genangan air yang cukup lama yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan atau bahan yang terendam.

Dalam perhitungan dimensi saluran harus direncanakan berdasarkan debit yang akan melewati saluran tersebut yang pada umumnya beasal dari air hujan. Adapun perimeter-perimeter dalam perhitungan saluran adalah debit saluran, kecepatan aliran, kemiringan saluran dan tinggi jagaan.

a. Perhitungan Debit Saluran

Suatu saluran tidak harus memiliki satu nilai n saja untuk setiap keadaan.

Sebenarnya nilai n sangat bervariasi dan bergantung pada berbagai faktor. Dalam memilih nilai n yang sesuai untuk berbagai kondisi perencanaan maka adanya pengetahuan dasar tentang faktor-faktor tersebut akan sangat membantu. Faktor - faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap koefisien kekasaran manning baik bagi saluran buatan ataupun alam. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : a. Kekasaran permukaan

b. Tetumbuhan

c. Ketidakteraturan saluran d. Trase saluran

e. Pengendapan dan penggerusan f. Adanya perubahan penampang g. Ukuran dan bentuk saluran

(48)

II-48 h. Kedalaman air.

Debit saluran dihitung berdasarkan persamaan manning, yaitu:

A V

Q . dimana:

A = Luas penampang saluran (m2)

Q = Debit banjir pada periode ulang T tahun (m3/det) V = Kecepatan (m/s)

xn S x R

V2/3 0.5 1 (Manning Formula) Dimana:

R = Radius hidraulik (m) S = Slope /kemiringan

n = Koefisien kekasaran manning

Gambar 2. 7 Penampang Saluran

P

RA

h mh b A(  )

5 , 0 ) 1 2 (

2 

b h m P

Dimana :

(49)

II-49 R = Jari-Jari hidrolis (m)

A = Luas potongan melintang aliran (m) P = Keliling basah penampang saluran (m) b = Lebar dasar saluran (m)

h = Kedalaman air (m)

m = kemiringan talud saluran (1 vertikal : m horisontal)

Tabel 2.16 Koefisien kekasaran manning

No Tipe Saluran Baik

sekali Baik Sedang Jelek

a Saluran buatan

- Saluran tanah lurus beratur 0.017 0.02 0.023 0.025

- Saluran tanah yang dibuat dengan ekxcavator 0.023 0.028 0.03 0.04 - saluran pada dinding batuan, lurus, teratur 0.02 0.03 0.033 0.035 - saluran pada dinding batuan, tidak lurus, tidak teratur 0.035 0.04 0.045 0.45 - saluran batuan yang diledakkan, ada tumbuh-tumbuhan 0.025 0.03 0.035 0.04 - Dasar saluran dari tanah, sisi saluran berbatu 0.028 0.03 0.033 0.035 - Saluran lengkung, dengan kecepatan aliran rendah 0.02 0.025 0.028 0.03 b saluran alam

- bersih, lurus, tidak berpasir, tidak berlubang 0.025 0.028 0.03 0.033 - seperti no. 8 tetapi ada timbunan atau kerikil 0.03 0.033 0.035 0.04 - melengkung, bersih, berlubang dan berdinding pasir 0.033 0.35 0.04 0.045 - seperti no. 10 dangkal, tidak teratur 0.04 0.045 0.05 0.055 - seperti no. 10 berbatu, dan ada tumbuh-tumbuhan 0.035 0.04 0.045 0.05

- seperti no. 11 sebagian berbatu 0.045 0.5 0.55 0.06

- Aliran pelan, banyak tumbuh-tumbuhan dan berlubang 0.05 0.06 0.07 0.08

- Banyak tumbuh-tumbuhan 0.075 0.1 0.125 0.15

c Saluran buatan, beton dan batu kali

- Saluran pasangan batu tanpa penyelesaian 0.025 0.03 0.033 0.035 - Seperti no 16 tetapi dengan penyelesaian 0.17 0.02 0.025 0.03

- Saluran beton 0.014 0.016 0.019 0.021

- Saluran beton halus dan rata 0.01 0.011 0.012 0.013

- Saluran beton pracetak dengan acuan baja 0.013 0.014 0.014 0.015

(50)

II-50

No Tipe Saluran Baik

sekali Baik Sedang Jelek - Saluaran beton pracetak dengan acuan kayu 0.015 0.016 0.016 0.018

sumber : SNI 03-3424-1994 Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan,(1994)

b. Kecepatan Aliran

Aliran dalam saluran terbuka maupun tertutup yang mempunyai permukaan bebas disebut aliran permukaan (free surface flow) atau aliran terbuka (open channel flow).Keduanya mempunyai arti sama. Permukaan bebas mempunyai tekanan sama dengan atmosfer. Jika pada aliran tidak terdapat permukaan bebas dan aliran dalam saluran penuh disebut aliran dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressuriezed flow). Aliran dalam pipa tidak mempunyai tekana atmosfer tetapi tekanan hidraulik.

Kecepatan aliran yang diijinkan untuk saluran pasangan adalah 0.6 m/detik dan maksimal 3,5 m/detik.

c. Kemiringan Saluran

Kemiringan saluran ditentukan dari hasil pengukuran dilapangan.

. 2

3 /

2

 

 R

n

S V

dimana:

R : Radius hidraulik (m) S : Slope /kemiringan

n : Koefisien kekasaran manning

Gambar

Gambar 2. 2 Pengaruh  Bentuk DAS pada aliran permukaan
Gambar 2. 3 Pengaruh  kerapatan saluran pada hidrograf aliran
Gambar 2. 4 Perhitungan Hujan Poligon Thiessen
Tabel 2.1 Penentuan metode berdasarkan pos penakar hujan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau

24 Pengaruh dalam penelitian ini maksudnya adalah pengaruh motivasi belajar dan kemandirian belajar selama masa pandemi Covid–19 terhadap hasil belajar siswa kelas XII

Berdasarkan hasil angket respon siswa kelas eksperimen lebih dari 50% siswa setuju pembelajaran menggunakan multimedia membantu siswa dalam memahami konsep

Kondisi permodalan industri perbankan pada periode November 2017 masih berada pada level yang solid tercermin dari rasio KPMM sebesar 22,90% atau meningkat 42bps

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, karunia, dan bimbingan-Nya dalam penyusunan buku panduan penggunaan Aplikasi Pengelola

Hubungan antara pola sidik bibir dengan jenis kelamin pada mahasiswa fakultas kedokteran gigi universitas jember 2016. Correlation of lip prints with gender, abo blood groups

Untuk recreational water, total coliform tidak dapat lagi digunakan sebagai indikator, sedangkan untuk air minum, total coliform masih merupakan uji standar karena

Areal lahan yang berada di luar alokasi lahan komoditi basis perkebunan, jika berada pada kawasan yang berfungsi lindung dialokasikan sebagaimana pengaturan fungsi