• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

10

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebagai berikut:

Penelitian karya Arif Sunarya yang berjudul Proses Morfofonemik dalam Surat Kabar Harian Metro Banjar (2010). Penelitian ini menghasil beberapa simpulan, yaitu sebagai berikut: (1) peristiwa morfofonemik pada dasarnya adalah proses berubahnya sebuah fonem dalam pembentukan kata yang terjadi karena proses afiksasi karena pertemuan antara morfem dasar dengan afiks, (2) morfofonemik terdapat pada setiap bahasa yang mengalami proses morfologi, (3) morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi pada proses morfologis sehingga dibahas pada bidang morfologi, (4) analisis terhadap peristiwa morfofonemik perlu dilakukan agar dapat diketahui kaidah pembentukan kata yang benar dalam pemakaian bahasa serta dalam upaya memperkaya kasanah bahasa Indonesia. Dalam penelitian tersebut, objek yang digunakan adalah surat kabar harian Metro Banjar, tetapi dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah majalah Gadis.

Penelitian karya Desi Fatmawati yang berjudul Analisis Morfofonemik Novel Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata (2014), juga meneliti tentang morfofonemik. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang karya Desi Fatmawati tersebut adalah objek penelitiannya. Desi Fatmwati menggunakan novel jawa sebagai objek kajiannya, jadi

(2)

tinjauan yang digunakan oleh Desi Fatmwati adalah suatu tinjauan morfologi bahasa Jawa. Berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan tinjauan morfologi bahasa Indonesia dan menggunakan objek penelitian rubrik “Percikan” majalah Gadis.

Penelitian karya Wulandari Nur Fajriyah yang berjudul Proses Morfofonemik Prefiks me-, ber-, ter-, dan di- dengan Istilah Teknologi Informasi dalam Tujuh buku Teknologi Informasi, juga membahas tentang morfofonemik. Penelitian tersebut terfokus pada proses morfofonemik prefiks me-, ber-, per-, ter-, dan di- dengan istilah TI sehingga terjadilah satuan yang berstatus kata. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses morfofonemik prefiks me-, ber-, ter-, dan di- dalam tujuh buku TI. Hasil penelitian yang dihasilkan adalah ditemukannya empat jenis perubahan proses morfofonemi, yaitu: pengekalan fonem, perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Penggunaan prefiks dalam proses morfofonemik dalam istilah TI yang produktif adalah prefiks me-, ditemukan sebanyak 60 penggunaan prefiks me-. Prefiks di- yang merupakan bentuk pasif, prefiks ini menempati urutan kedua setelah prefiks me-, ditemukan sebanyak 55 penggunaan prefiks di-. Setelah itu, penggunaan prefiks ter- ditemukan sebanyak 14 dan yang terakhir adalah prefiks ber- ditemukan penggunaan prefiks ber- sebanyak 11.

Tesis milik Teguh Sarosa dari S2 Linguistik Universitas Gadjah Mada 2005 berjudul Proses Morfofonemik Afiksasi dalam Bahasa Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses morfofonemik yang terjadi pada proses afiksasi dalam bahasa Indonesia.

(3)

Yang dimaksud dengan proses morfofonemik adalah proses perubahan fonem yang terjadi dari proses afiksasi. Perubahan tersebut mencakuup perubahan bunyi yang berupa fonem. Penyediaan data dilakukan peneliti adalah dengan observasi, wawancara, dan intuisi. Data diperoleh dari intuisi peneliti yang merupakan seorang penutur asli bahasa Indonesia. Analisis data yang dilakukan peneliti didasarkan pada empat dasar proses morfofonemik yaitu proses perubahan fonem, proses penambahan fonem, proses penghilangan fonem, dan proses pergeseran posisi fonem. Proses analisis dibatasi hanya dengan setiap bentuk afiksasi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan variasi proses morfofonemik yang mungkin terjadi. Afiks yang digunakan dalam proses afiksasi yaitu {meN-}, {meN-i}, {meN-kan}, }, {peN-an}, {ber-}, {ber-{peN-an}, {ber-k{peN-an}, {per-}, {per-{peN-an}, {peN-an}, {ke-{peN-an}, i}, {-wan}, {ter-}, {di-}.

Sebuah tesis karya Asih Anggarani dari S2 Linguistik Universitas Sebelas Maret 2015, berjudul Morfofonemik dalam Afiksasi Bahasa Melayu Dialek Betawi. Tesis tersebut membahas morfofonemik afiksasi dialek Betawi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk kata berafiks bahasa Melayu dialek Betawi serta untuk mengklasifikasikan proses morfofonemik yang ditemukan dalam afiksasi bahasa Melayu dialek Betawi.

Perbedaan yang terdapat dari penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah perbedaan objek penelitian, belum ada yang menggunakan majalah remaja sebagai objek penelitiannya. Di dalam majalah tersebut terdapat bentuk-bentuk kata gaul remaja yang dapat diteliti untuk diketahui kaidahnya.

(4)

2. Landasan Teori a. Morfologi

Menurut Kridalakasana, morfologi adalah bidang linguistik yang memperlajari morfem dan kombinasi-kombinasinya. Morfologi juga dikatakan “sebagai bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem” (Kridalaksana, 2008:159). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, morfologi adalah cabang linguistik tentang morfem dan kombinasinya. Morfologi juga dapat dikatakan sebagai ilmu bentuk kata.

Menurut Ramlan, “morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa atau linguistik. Ilmu bahasa secara singkat dapat dijelaskan sebagai ilmu yang mempelajari seluk-beluk bahasa secara ilmiah, atau secara scientific. Morfologi memperlajari seluk-beluk struktur kata” (Ramlan, M, 1985: ix). Morfologi, di samping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk bentuk kata, juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan-perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan-perubahan bentuk kata.

Contohnya seperti kata berjalan. Kata tersebut memiliki dua morfem, yaitu morfem ber- sebagai afiks dan morfem jalan sebagai morfem dasarnya. Begitupula kata mendoakan. Kata tersebut memiliki tiga morfem, yaitu morfem me(N)- dan –kan sebagai afiks dan morfem doa sebagai morfem dasarnya. Adanya perubahan dalam setiap kata tersebut menyebabkan adanya perubahan makna.

(5)

Ramlan mengemukakan pendapatnya tentang pengertian morfologi sebagai berikut:

Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, M, 1985:18-19).

b. Proses Morfologis

Proses morfologis adalah sebuah proses pembentukan kata dari bentuk dasarnya (Ramlan, M, 1985:46). Dengan kata lain, proses morfologis itu proses berubahnya bentuk dasar suatu kata. Proses berubahnya bisa dengan pembubuhan afiks, proses pengulangan dan proses pemajemukan.

Seperti contohnya, kata terjatuh dibentuk dari kata jatuh. Kata bersayap dibentuk dari kata sayap. Kata melamar dibentuk dari kata lamar. Kata perokok dibentuk dari kata rokok. Pada kata terjauh, terdapat bubuhan ter-. Pada kata berdansa, terdapat bubuhan ber-. Pada kata peramal, terdapat bubuhan per-. Pada kata dirindukan, terdapat bubuhan di- dan –kan.

Menurut Kridalaksana (1996:12), peristiwa morfologis atau yang biasa disebut dengan proses morfologis itu terdiri dari input, yaitu leksem, dan salah satu proses seperti, derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi (pemendekan), komposisi (perpaduan), derivasi balik, metanalisis, dan output yang berupa kata.

(6)

c. Jenis Proses Morfologis

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologis. Ramlan mengatakan bahwa proses tersebut terdiri dari proses pembubuhan afiks, proses pengulangan, serta proses pemajemukan (1985:47). Berikut adalah penjelasan tentang jenis proses morfologis tersebut (Ramlan, 1985:49-74):

1) Proses Pembubuhan Afiks

Proses ini merupakan pembubuhan afiks pada suatu satuan. Satuan itu dapat berupa satuan tunggal ataupun satuan kompleks. Satuan tersebut digunakan untuk membentuk kata.

Contoh: ber- + jalan → berjalan

ber- + susah payah → bersusah payah di- + taman → di taman ter- + dalam → terdalam ke- -an + jauh → kejauhan

-an + makan → makanan

Leksem

derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi, derivasi balik, metanalisis

Kata

(7)

2) Proses Pengulangan

Proses pengulangan biasa disebut dengan reduplikasi. Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik. Pengulangan itu dapat terjadi seluruhnya atau hanya sebagian, baik dengan atau tanpa variasi fonem.

Contoh: pelari → pelari-pelari berlari → berlari-lari

kebaikan → kebaikan-kebaikan rintangan → rintangan-rintangan perenang → perenang-perenang

3) Proses Pemajemukan

Dalam bahasa Indonesia, sering didapati gabungan dari dua kata yang mengakibatkan timbulnya suatu kata baru. Kata tersebut biasa disebut kata majemuk.

Contoh: sayur mayur jual beli simpan pinjam rumah sakit keras hati

d. Morfofonemik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (Alwi,dkk, 2008:930), “morfofonemik adalah telaah tentang perubahan-perubahan

(8)

fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain”. Menurut Samsuri (1985:201), morfofonemik merupakan studi tentang perubahan yang terjadi pada fonem-fonem yang disebabkan karena hubungan dua morfem atau lebih, serta pemberian tanda-tandanya.

Menurut Ramlan, morfofonemik mempelajari tentang perubahan-perubahan fonem yang timbul akibat dari pertemuan morfem satu dengan morfem lainnya (1985:75). Morfem ber-, misalnya, terdiri dari tiga fonem, ialah /b/ /ǝ/ /r/. Akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem ajar, fonem /r/ berubah menjadi /l/, hingga pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan kata belajar.

Morfofonemik ini juga disebut dengan morfofonologi dalam Pengajaran Morfologi (Tarigan, 1985:26). Morfofonemik dapat diartikan dengan ilmu yang menelaah morfofonem. Menurut Tarigan (1985:26), ada tiga hal yang penting mengenai proses morfofonemik, yakni “proses perubahan fonem, proses penambahan fonem dan proses penanggalan fonem”. Morfofonemik juga dapat disebut sebagai proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya (Alwi, dkk, 2003, 109-110). Kridalaksana menyebut morfofonemik sebagai subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi (1996:183).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa morfofonemik merupakan suatu perubahan yang terjadi jika morfem dasar bertemu dengan morfem terikat dalam kata-kata berafiks.

(9)

e. Proses Morfofonemik

Kridalaksana menyebutkan bahwa proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi akibat dari pertemuan suatu morfem dengan morfem lainnya. “Proses morfofonemik dalam Bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks” (Kridalaksana, 1996:183).

Menurut Kridalaksana (1996:184), proses morfofonemik pun dibagi menjadi dua, yaitu proses morfofonemik yang otomatis dan proses morfofonemik yang tidak otomatis. Proses morfofonemik yang otomatis itu digolongkan menjadi tujuh proses, yaitu 1) pemunculan fonem, 2) pengekalan fonem, 3) pemunculan dan pengekalan fonem, 4) pergeseran fonem, 5) perubahan dan pergeseran fonem, 6) pelesapan fonem, dan 7) peluluhan fonem. Proses morfofonemik yang tidak otomatis digolongkan menjadi tiga proses, yaitu 1) penyisipan fonem secara historis, 2) pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing, 3) variasi fonem bahasa sumber.

a) Proses Morfofonemik yang Otomatis 1. Proses Pemunculan Fonem

Proses pemunculan fonem adalah proses yang paling banyak terjadi. Pemunculan fonem tersebut memiliki tipe yang sama atau yang biasa disebut dengan homorgan, dengan fonem awal dalam morfem dasar. Proses pemunculan fonem ini

(10)

mengakibatkan munculnya alomorf-alomorf dari morfem yang bersangkutan.

Peristiwa 1:

Sebuah afiksasi yang memiliki akhiran /ay/, /i/, atau /e/ pada morfem dasarnya, maka akan terjadi pemunculan luncuran /y/ tersebut. Proses ini juga terjadi jika morfem dasarnua diikuti oleh sufiks yang diawali dengan vokal /a/.

Contoh : {kǝ – an} + {tiŋgi}  {kǝtiŋgi

y

an} {pǝ – an} + {nanti}  {pǝnanti

y

an}

Peristiwa 2:

Sebuah afiksasi yang memiliki akhiran /aw/, /u/ atau /o/ pada morfem dasarnya atau diikuti oleh sufiks yang awalannya adalah vokal /a/, maka akan terjadi pemunculan luncuran /w/. Contoh: {-an} + {sǝrbu}  {sǝrbuwan}

{pǝ-an} + {toko}  {pǝrtokowan}

Peristiwa 3:

Pemunculan /a/ akan terjadi bila morfem dasar ayah digabungkan dengan sufiks –anda, {ayahanda}.

(11)

Peristiwa 4:

Pemunculan /n/ akan terjadi bila morfem dasar diri digabungkan dengan prefiks se-, {sǝndiri}.

Peristiwa 5:

Pemunculan /m/ akan terjadi bila morfem dasar barang digabungkan prefiks se-, {sǝmbaraŋ}.

Peristiwa 6:

Pemunculan /ŋ/ akan terjadi bila prefiks {mǝ-}, }, {pǝ-an} bergabung dengan morfem dasar yang terdiri dari satu suku kata.

Contoh: {mǝ-} + {cat}  {mǝŋǝcat} {pǝ-an} + {tik}  {pǝŋǝtikan}

Peristiwa 7:

Pemunculan /m/ akan terjadi bila prefiks me-, pe-, dan pe-an bergabung dengan morfem dasar yang diawali dengan /b/, /f/, dan /p/.

Contoh: {mǝ-} + {bǝli}  {mǝmbǝli}

(12)

Peristiwa 8:

Pemunculan /n/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-} dan kombinasinya, {pǝ-}, dan {pǝ-an} bergabung dengan morfem dasar yang diawali oleh konsonan /t/ dan /d/.

Contoh: {pǝ-} + {dǝŋar}  {pǝndǝŋar} {mǝ-} + {dapat}  {mǝndapat} Peristiwa 9:

Pemunculan /n/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, dan {pǝ-an} digabungkan dengan morfem dasar diawali oleh konsonan /c/ dan /j/.

Contoh: {mǝ-} + {caci}  {mǝncaci} {pǝ-an} + {cari}  {pǝncarian}

Peristiwa 10:

Pemunculan /ŋ/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, dan {pǝ-an} digabungkan dengan morfem dasar diawali dengan fonem /g/, /x/, /h/, atau /?/. Pemunculan /ŋ/ juga terjadi pada gabungan morfem dasar yang diawali oleh konsonan /k/. Contoh: {mǝ-} + {halaw}  {mǝŋhalaw}

{mǝ-} + {ko’ordinir}  {mǝŋko’ordinir}

2. Proses Pengekalan Fonem

Proses ini akan terjadi jika pada penggabungan morfem dasar dengan morfem terikatnya tidak terjadi perubahan

(13)

apa-apa. Morfem dasar dan morfem terikat itu dikekalkan dalam bentuk baru yang lebih konkret.

Peristiwa 1:

Pengekalan fonem ini terjadi jika prefiks {mǝ-} dan {pǝ-} digabungkan dengan morfem dasar yang diawali oleh fonem /y/, /r/, /l/, /w/, atau nasal.

Contoh: {mǝ-kan} + {waris}  {mǝwariskan} {pǝ-} + {ramal}  {pǝramal}

Peristiwa 2:

Pengekalan fonem akan terjadi jika morfem dasar yang berakhir dengan /a/ bergabung dengan konfiks ke-an.

Contoh: {kǝ-an} + {raja}  {kǝrajaan} {kǝ-an} + {lama}  {kǝlamaan}

Peristiwa 3:

Pengekalan fonem akan terjadi jika prefiks ber-, per-, atau ter-, bergabung dengan morfem dasar apapun, kecuali dengan morfem dasar ajar, anjur atau yang diwakili konsonan /r/ atau yang suku kata pertamanya mengandung /r/.

Contoh: {bǝr-} + {main}  {bǝrmain} {tǝr-} + {sǝlip}  {tǝrsǝlip}

(14)

Peristiwa 4:

Pengekalan fonem akan terjadi jika afiks se- bergabung dengan morfem dasar apapun.

Contoh: {sǝ-} + {hati}  {sǝhati} {sǝ-} + {tiŋkat}  {sǝtiŋkat}

Peristiwa 5:

Pengekalan fonem akan terjadi jika afiks –wan, -man, -wati bergabung denga morfem dasar apapun.

Contoh: {sǝni} + {-man}  {sǝniman} {warta} + {-wan}  {wartawan}

3. Proses Pemunculan dan Pengekalan Fonem

Proses pemunculan dan pengekalan fonem adalah proses pemunculan fonem pertama morfem dasar dan sekaligus pengekalan fonem pertama dari morfem dasar tersebut. Proses ini hanya terjadi pada prefiksasi.

Persitiwa 1:

Pemunculan /ŋ/ dan pengekalan /k/. Contoh: {mǝ-} + {kukur}  {mǝŋkukur} {pǝ-} + {kaji}  {pǝŋkaji} Peristiwa 2:

Pemunculan /ŋ/ dan pengekalan /’/. Contoh: {mǝ-} + {’ara’}  {mǝŋ’araŋ}

(15)

{pǝ-} + {’ukur}  {pǝŋ’ukur}

4. Proses Pergeseran Posisi fonem

Proses ini akan terjadi apabila komponen dari morfem dasar dan bagian dari afiks membentuk satu suku kata.

Peristiwa 1:

Proses pergeseran fonem ini terjadi bila morfem dasar itu memiliki akhiran sebuah konsonan dan diikuti oleh sufiks atau bila sufiksnya diawali dengan huruf vokal. Pergeseran fonem ke belakang ini terjadi jika pelafalannya menggunakan dialek Jakarta.

Contoh: {baik} + {pǝr-i}  {pǝr-ba-i-ki} {taŋis} + {-i}  {ta-ŋi-si}

Peristiwa 2:

Peristiwa pergeseran ke depan. Pergeseran ini terjadi pada morfem dasar yang diakhiri oleh vokal dan diikuti oleh sufiks yang awalannya adalah konsonan.

Contoh: {ibu} + -{nda}  {i-bun-da} {cucu} + {-nda}  {cu-cun-da}

(16)

Peristiwa 3:

Pemecahan suku kata yang disisipkan dengan el, er, dan em, sehingga morfem dasar itu terpecah dan membentuk suku kata yang baru.

Contoh: {gǝmbuŋ} + /-l-}  {gǝ-lǝm-buŋ} {gǝtar} + /-m-}  {gǝ-mǝ-tar}

5. Proses Perubahan dan Pergeseran Posisi Fonem

Proses perubahan dan pergeseran posisi fonem ini akan terjadi bila morfem dasar yang berakhir dengan konsonan bergabung dengan afiks yang berawalan huruf vokal.

Peristiwa 1:

perubahan fonem /’/ menjadi /k/ jika sufiks {-an} atau konfiks yang berawalan dengan huruf vokal bergabung dengan morfem dasar yang berakhir dengan fonem /’/. Contoh: {mǝ-i} + {nai’}  {mǝ-na-i-ki}

{kǝ-an} + {dudu’}  {kǝ-du-du-kan}

Peristiwa 2:

Proses perubahan dari fonem /r/ menjadi fonem /l/ jika morfem dasar ajar bergabung dengan afiks ber-, per-, dan per-an.

(17)

Contoh: {bǝr-} + {’ajar}  {bǝ-la-jar} {pǝr-an} + {’ajar}  {pǝ-la-ja-ran} Peristiwa 3:

Proses perubahan dari fonem /r/ menajdi fonem /l/ jika morfem dasar anjur dan antar bergabung dengan afiks ter-. Contoh: {tǝr-} + {’antar}  {tǝ-lan-tar}

{tǝr-} + {’anjur}  {tǝ-lan-jur}

6. Proses Pelesapan Fonem

Proses pelesepan ini akan terjadi jika morfem dasar digabungkan dengan morfem terikat (afiks). Pada proses pelesapan fonem, ada dua peristiwa pelesapan fonem Peristiwa 1:

Pelesapan fonem /k/ atau /h/ yang terjadi jika sufiks yang berasal dari konsonan bergabung dengan morfem dasar yang berawalan dengan konsonan pula.

Contoh: {’anak} + {-nda}  {’ananda} {sǝjarah} + {-wan}  {sǝjarawan}

Peristiwa 2:

Peristiwa pelesepan fonem /r/ yang terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /r/ atau /ǝr-} bergabung dengan afiks {bǝr-}, {tǝr-}, {pǝr-}, dan {pǝr-an}.

(18)

Contoh: {tǝr-} + {ramai}  {tǝramai} {pǝr-an} + {tǝrnak}  {pǝternakan}

7. Proses Peluluhan Fonem

Proses peluluhan fonem akan terjadi jika proses bergabungnya morfem dasar dengan morfem terikat (afiks) membentuk sebuah fonem baru. Pada proses peluluhan fonem ini, terdapat empat peristiwa peluluhan.

Peristiwa 1:

Peluluhan fonem /k/ akan terjadi jika morfem dasarnya berawalan dengan /k/ dan bergabung dengan }, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} serta {pǝ-an}.

Contoh: {mǝ-} + {karaŋ/  {mǝŋaraŋ/ {pǝ-} + {karaŋ/  {pǝŋaraŋ/

Peristiwa 2:

Proses peluluhan fonem /p/ akan terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-}, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali pada morfem dasar yang berprefiks per- atau yang berasal dari bahasa asing.

(19)

{mǝ-i} + {pǝraŋ/  {mǝmǝraŋi}

Peristiwa 3:

Proses peluluhan fonem /s/ akan terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-}, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali bila fonem /s/ mengawali morfem dasar yang berasal dari bahasa asing. Contoh: {pǝ-} + {susun}  {pǝñusun}

{pǝ-an} + {salur}  {pǝñaluran}

Peristiwa 4:

adalah proses peluluhan fonem /t/ akan terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-}, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali pada morfem dasar yang berasal dari bahasa asing atau morfem dasar yang berprefiks ter-.

Contoh: {mǝ-i} + {tǝlusur}  {mǝnelusuri}

b) Proses Morfofonemik yang Tidak Otomatis 1. Proses Pemunculan Fonem Secara Historis

Penyisipan ini akan terjadi jika morfem dasar yang berasal dari bahasa asing diberi afiks yang berasal dari bahasa asing pula.

(20)

Contoh: {standar} + {-isasi}  {standardisasi} {obyek} + {-if}  {obyektif}

2. Proses Variasi Fonem Bahasa Sumber

Variasi fonem ini mengikuti pola bahasa sumber dan memiliki makna yang sama dengan makna pada bahasa sumber.

Contoh: kritikus  kritisi politikus  politisi

3. Proses Pemunculan fonem berdasarkan Pola Bahasa Asing

Pemunculan fonem terjadi karena mengikuti pola morfofonemik bahasa asing. Gabungan ini terjadi dari morfem dasar dalam bahasa Indonesia dengan afiks asing, baik afiks Arab maupun Inggris.

Contoh: {gǝreja} + {-i}  {gǝrejani} {dunia} + {-i}  {duniawi}

B. Kerangka Pikir

Adapun kerangka penelitian proses morfofonemik dalam rubrik “Percikan” majalah Gadis sebagai berikut.

Sumber datanya adalah rubrik “Percikan” majalah Gadis

(21)

Dapat dijelaskan dari kerangka pikir di atas bahwa:

1. Sumber data yang diambil dari rubrik Perickan majalah Gadis.

2. Data tersebut berupa kata berafiks dari rubrik “Percikan” majalah Gadis. 3. Setiap kata berafiks yang didapat, dikelompokkan menurut jenis afiksasinya. 4. Kelompok tersebut ada tiga, yaitu kelompok I (munculnya prefiks dari kata

berafiks yang didapat), kelompok II (munculnya konfiks dari kata berafiks yang didapat), kelompok III (munculnya sufiks dari kata berafiks yang

Datanya adalah kata berafiks dalam rubrik “Percikan” majalah Gadis

Analisis Data

Teori Morfofonemik (Harimurti Kridalaksana) Kelompok I

Prefiks

Menentukan kelompok afiksasi data

Kelompok II Konfiks

Menentukan Kaidah Morfofonemiknya

Kesimpulan Kelompok IV Kombinasi Afiks Kelompok III Sufiks

(22)

didapat), dan kelompok IV (munculnya beberapa kombinasi afiksasi dari kata berafiks yang didapat).

5. Dari data yang didapat dan sudah dikelompokkan tersebut, peneliti melakukan analisis data menggunakan teori morfofonemik dari buku berjudul Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (Harimurti Kridalaksana).

6. Setelah melakukan analisis data, ditemukan kaidah morfofonemiknya sesuai dengan hasil analisis pola morfofonemik yang didapat.

7. Langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Berau dapat menerapkan Protokol Kesehatan menerapkan sebagaimana berikut:.. Tidak melakukan aktifitas di luar rumah jika

Dalam pertaturan Fatwa Nomor 52/DSN MUI/III/2006 "Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi, karena akad yang

Pembahasan : Pencernaan kimiawi terjadi di dalam rongga mulut, usus, dan lambung dengan  bantuan enzim tetapi protein pertama kali dicerna oleh lambung.. Enzim adalah suatu

Pemilukada secara langsung dipilih oleh rakyat mempunyai dampak positif diantaranya adalah dapat memutus oligarki yang dilakukan sekelompok elit dalam penentuan

Fungsi Investigasi, Pelaporan, & Sanksi Merupakan tanggung jawab Direktorat Internal Audit dan bagian dari Sistem Pengendalian Fraud dalam rangka penanganan fraud

Dalam suatu penyalahgunaan narkoba secara tidak langsung menimbulkan korban. Untuk mengatasi korban penyalahgunaan narkoba perlu dilakukan tindakan-tindakan yang baik agar

sollecitare la partecipazione dei target individuati dal progetto: Comune di Cervia insieme a Cooperativa San Vitale e Casa della Salute per agganciare le famiglie, i ragazzi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari faktor pendapatan keluarga, pendidikan responden, pendidikan suami, curah jam kerja, usia kawin pertama, dan